Anda di halaman 1dari 13

PRESENTED BY :

MAKALAH STUDI HADITS


ILMU MA’ANI HADITS
YUKENDRA
ROUP
SYAFRINAL

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. HERLINA, MA.g

PROGRAM PASCASARJANA
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM-RIAU
Pembahasan
 A. Pengertian Ilmu Ma’ani al-Hadis

 Kata Ma’ani ‫ى‬( ‫ )مع ان‬adalah bentuk jamak dari kata Ma’na (‫)معنى‬. secara leksikal kata ma’ani berarti
maksud atau arti. Ahli ilmu bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang
sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.

 Sedangkan menurut istilah, Ilmu Ma’ani adalah ushul-ushul dan kaidah-kaidah yang dengannya dapat
diketahui hal ikhwal ungkapan Arab sesuai dengan konteks, situasi dan keadaan yang sesuai dengan
tujuan dari konteks tersebut.

.‫علم المعاني هو أصول وقواعد يعرف بها أحوال الكالم العربي التي يكون بها مطابقا لمقتضى الحال‬ 

.‫علم يعلم به احوال الفظ التى بها يطابق مقتضى الحال‬ 

.‫علم يعرف به احوال اللفظ العربي التى بها يطابق مقتضى الحال‬ 
 Objek kajian ilmu ma’ani adalah kalimat-kalimat yang berbahasa arab. Tentu ditemukannya
ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjizatan al-Qur’an, al-Hadits dan rahasia-rahasia
kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik puisi maupun prosa. Disamping itu, objek kajian
ilmu ma’ani hampir sama dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan
dalam ilmu nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu ma’ani. Perbedaan antara
keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat mufrad (berdiri sendiri)
sedangkan ilmu ma’ani lebih bersifat tarkibi (dipengaruhi faktor lain).

 Mengingat objek kajian ilmu ma’ani adalah kalam arabi, maka hadis pun menjadi salah satu
bahan kajiannya. Jadi secara spesifik, ilmu ma’ani hadis bisa difahami ilmu yang berbicara
bagaimana memahami sebuah teks hadis secara tepat dengan mempertimbangkan faktor yang
berkaitan dengannya atau indikasi yang melingkupinya.
B. Ragam Makna 
 1. Makna Kontekstual
 2. . Makna Referensial
 3. Makna Denotatif
 4. Makna Konotatif
 5. Makna Konseptual
 6. Makna Asosiatif
 7. Makna Kata
 8. Makna Istilah
 9. Makna Idiom
 10. Makna pribahasa
 C. Uslub 

 Uslub adalah makna yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa
sehingga lebih cepat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa
para pendengarnya. Uslub ada tiga macam:

 1. Uslub Ilmiah

 Uslub ini adalah uslub yang paling mendasar dan paling banyak membutuhkan logika yang
sehat dan pemikiran yang lurus, dan jauh dari khayalan syair. Karena uslub ini berhadapan
dengan akal dan dialog dengan pikiran serta menguraikan hakikat ilmu yang penuh
ketersembunyian dan kesamaran.
  
 2. Uslub Adabi

 Dalam uslub jenis ini keindahan adalah salah satu sifat dan kekhasannya yang paling
menonjol. Sumber keidahannya adalah khayalan yang indah, imajinasi yang tajam,
perseruhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan pakain kata benda
atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata kerja atau kata benda yang abstrak.
 3. Uslub Khitabi

 Dalam uslub ini sangat menonjol ketegasan makna dan redaksi, ketegasan argumentasi
dan data, keluasaan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara dituntut dapat
membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya. Keindahan dan
kejelasan uslub ini memiliki peran yang besar dalam memepengaruhi dan menyentuh
hati. Di antara yang memeperbesar peran uslub ini adalah status pembicara dalam
pandangan para pendengarnya, penampilannya, kecemerlangan argumentasinya,
kelantangan dan kemerduan suaranya, kebagusan penyampaiannya, dan kepatan
sasarannya.
 
 D. Bentuk Unggkapan Hadis 

 Hadis-hadis Nabi memiliki bentuk ungkapan yang beragam. Hal ini, bisa dirasakan manakala
mencermati bentuk ungkapan matan hadis-hadis Nabi yang begitu banyak. Syuhudi Ismail
mengemukakan beberapa ragam bentuk ungkapan hadis Nabi: Jami’ kalim (ungkapan yang
singkat, namun padat makna), tamsil (perumpamaan), bahasa ismbolik dan lain-lain.
 1. Jawami’ Kalim
)‫ (رواه البخارى‬.‫ الحرب خدعة‬
Perang itu siasat. (HR. Bukhari) 
  
 Pemahaman terhadap petunjuk hadis tersebut sejalan dengan bunyi teksnya, yakni bahwa
setiap perang pastilah memakai siasat. Ketentuan yang demikian itu berlaku secara universal
sebab tidak terikat oleh tempat dan waktu tertentu. Perang yang dilakukan dengan cara dan
alat apa saja pastilah memerlukan siasat. Perang tanpa siasat sama dengan menyatakan
takluk kepada lawan tanpa syarat.
 2. Bahasa Tamsil
)‫ (رواه بخارى‬.‫ المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا‬
 Orang yang beriman terhadap orang beriman yang lain ibarat bangunan, bagian yang
satu memperkokoh terhadap bagian lainnya. (HR. Bukhari)

 Hadis Nabi tersebut mengemukakan tamsil bagi orang-orang yang beriman sebagai
bangunan. Tamsil tersebut sangat logis dan berlaku tanpa terikat oleh waktu dan tempat
sebab setiap bangunan pastilah bagian-bagiannya berfungsi memeperkokoh bagian
lainnya. Orang-orang yang beriman seharusnya seperti itu, yakni yang satu
memeperkuat yang lainnya dan tidak berusaha untuk saling menjatuhkan
 3. Ungkapan Simbolik
)‫ (رواه البخارى‬.‫ المؤمن ياكل فى معى واحد والكافر يأكل فى سبعة أمعاء‬
 Orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sementara orang kafir makan dengan
tujuh usus. (HR. Bukhari)

 Secara tekstual, hadis tersebut menjelaskan bahwa ususnya orang yang beriman berbeda dengan
ususnya orang kafir. Padahal dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh manusia
tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian, pernyataan hadis itu merupakan
ungkapan simbolik. Itu berarti harus dipahami secara kontekstual.

 Perbedaan usus dalam matan hadis tersebut menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam
menghadapi nikmat Allah, termasuk tatkala makan. Orang yang beriman memandang makan
bukan sebagai tujuan hidup, sedang orang kafir menepatkan makna sebagai dari tujuan hidupnya.
Karenanya, orang yang beriman mestinya tidak banyak menuntut dalam kelezatan makan. Yang
banyak menuntut kelezatan makan pada umumnya adalah orang kafir. Di samping itu dapat
dipahami juga bahwa orang yang beriman selalu bersyukur dalam menerima nikamt Allah,
termasuk tatkala makan, sedang orang kafir mengingkari nikmat Allah yang dikaruniakan
kepadanya.
 
 4. Bahasa Percakapan

 Dalam sebuah matan hadis dikemukakan:


‫ (متفق‬.‫ن ال تعرف‬r‫ت وم‬r‫ن عرف‬r‫ى م‬r‫الم عل‬r‫م الطعام وتقرؤ الس‬r‫ تطع‬:‫ر؟ قال‬r‫الم خي‬r‫ي االس‬r‫ أ‬:‫لعم‬r‫بي ص‬r‫أل الن‬r‫ن رجال س‬r‫ أ‬
)‫عليه‬
 Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi: “amalan Islam yang manakah yang lebih
baik?” Nabi menjawab: “Kamu memberi makan orang yang menghajatkannya dan kamu
menyebarkan salam kepada orang yangkamu kenal dan yang tidak kamu kenal.” (Hadis
disepakati Bukhari dan Muslim)
  
 Memberi makan orang yang menghajatkannya dan menyebarkan salam memang salah satu
ajaran Islam yang bersifat universal. Namun dalam hal sebagai “amal yang lebih baik”,
maka hadis tersebut dapat berkedudukan sebagai temporal sebab ada beberapa matan hadis
lainnya yang memebri petunjuk tentang amal yang lebih baik, namun jawaban Nabi
berbeda-beda.
 
 5. Ungkapan Analogi

 Dalam suatu matan hadis Nabi yang cukup panjang dikemukakan antara lain bahwa
menyalurkan hasrat seksual (kepada wanita yang halal) adalah sedekah. Atas
pernyataan Nabi ini, para sahabat bertanya: “apakah menyalurkan hasrat seksual kami
(kepada isteri-isteri kami) mendapat pahala?” Nabi menjawab:
)‫ (رواه مسلم‬.‫ أرأيتم لو وضعها فى حرام أكان عليه فيها وزر؟ فكذالك اذا وضعها فى الحالل كان له أجر‬
 Bagaimanakah pendapatmu sekiranya hasrat seksual (seseorang) disalurkan di jalan
haram, apakah (dia) menanggung dosa? Maka demikianlah, bila hasrat seksual
disalurkan ke jalan yang halal, dia mendapat pahala.
 E. Kegunaan Ilmu Ma’ani al-Hadis

  
 Ilmu ma’âni mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kalimat (jumlah) bahasa Arab
dan kaitannya dengan konteks. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita bisa
menyampaikan suatu gagasan atau ide kepada mukhâthab sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Dengan melihat objeknya mempelajari ilmu ini dapat memberi manfaat
sbb:

 1. Mengetahui kemukjizatan Alquran berupa segi kebagusan penyampaian, keindahan


deskripsinya, pemilihan diksi, kefasihan kalimat, dan penyatuan antara sentuhan dan
qalbu.

 2. Menguasai rahasia-rahasia ketinggian dan kefasîhan bahasa Arab baik pada syi’ir
maupun prosanya. Dengan mempelajari ilmu ma’âni bisa dibedakan mana ungkapan
yang benar dan yang tidak, yang indah dan yang rendah, dan yang teratur dan yang
tidak, dll.
 
Sekian dan terimakasih

Anda mungkin juga menyukai