Dosen:
Erika Suryani Dewi, Lc., MA.
Oleh :
Rila Anggraeni
Ayulia Andriyani
Hennitriana Laoli
Melany Dewi
Syahriani Rahma
Tia Sugiyanti
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ustadzah Erika Suryani Dewi yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan makalah ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
HADITS KE-21
ISTIQOMAH DAN IMAN
Hadits ini termasuk Jawami’ul Kalim yang hanya dimiliki oleh Nabi saw. Maski singkat,
hanya dengan dua kalimat, yaitu : Iman dan Istiqomah, namun dapat menerangkan kepada orang
yang bertanya pada Beliau tentang seluruh dasar Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Islam pada
dasarnya adalah tauhid dan ketaatan. Tauhid terwujud dengan keimanan kepada Allah, sedangkan
ketaatan terwujud dengan istiqamah, yaitu merealisasikan semua perintah dan menjauhi semua
larangan, yang meliputi pekerjaan hati dan anggota badan. Allah SWT berfirman, “Maka tetaplah
pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (Fushshilat:6).
MAKNA KATA DALAM HADITS
"Fiil Islam" maksud dalam akidah dan syariat nya. "Qoulan" ucapan yang jelas mencakup
semua nilai-nilai nilai agama dan tak perlu penafsiran lagi.
Kata "Istiqomah" , maksudnya adalah langgeng langkah dan tetaplah melaksanakan ketaatan dan
meninggalkan segala hal yang bertentangan dengan Islam.
FIQHUL HADITS
1. Pengertian istiqomah
Ucapan Nabi “Katakanlah ‘Amantu billah’ (aku beriman kepada Allah) kemudian
istiqomahlah” merujuk dari firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka
istiqomah atau meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu mersa sedih; dan gembirakanlah
mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30).
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka tetap
istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”
(QS. Al-Ahqaf: 13).
Dalam menafsirkan kalimat tsummatsqoomu, Abu Bakar ra. Berkata: “Tidak menyekutukan
Allah sedikit pun. Kemudian tidak berpaling kepada tuhan selain Allah lalu mereka tetap teguh
bahwa Allah adalah Rabb mereka.”
Umar bin Khattab membaca surat Al-Ahqaf: 13 di atas mimbar, lalu ia berkata: “Istiqomahlah
untuk menaati-Nya, dan janganlah berbolak-balik seperti serigala.” Yang artinya adalah istiqomah
secara sempurna dalam mentauhidkan Allah.
Al-Qusyairi berkata: ”Istiqomah adalah suatu peringkat yang menjadikan sempurna berbagai
perkara. Dengan adanya istiqomah, maka akan tercipta kebaikan. Dan barang siapa yang tidak
memiliki sikap istiqomah, maka semua usaha yang dilakukan akan lenyap.” Al-Wasithi berujar:
“Istiqomah adalah etika yang menjadikan sempurnanya berbagai kebaikan.” Menurut para ulama,
istiqomah adalah menjalankan semua ketaatan baik lahir maupun batin, dan meninggalkan semua
larangan.
Manusia sebenarnya tidak akan bisa mencapai sifat istiqomah secara sempurna. Dalam firman
Allah:
“Maka istiqomah atau tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah
ampun kepada-Nya.” (QS. Fushshilat: 6).
Karena adanya kekurangan, maka ayat ini memerintahkan agar memohon ampun. Hadits
Rasulullah SAW. :
“Istiqomahlah kalian semua dan kalian tidak akan mampu.” (HR. Imam Ahmad dan Muslim).
“Luruskanlah dan dekatilah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Istiqomah hati
Pada dasarnya istiqomah adalah istiqomah hati terhadap tauhid. Bila hati istiqomah dalam
ma’rifatullah, rasa takut kepada-Nya, istiqomah dalam mengagungkan dan mencintai-Nya,
senantiasa berdoa dan mengharap pada-Nya serta tawakkal sepenuhnya kepada-Nya, niscaya
semua anggota badan akan tetap taat kepada Allah. Karena hati adalah raja bagi anggota badan,
dan anggota badan adalah prajurit dari hati. Jika rajanya benar, maka prajuritnya pun benar.
Rasulullah SAW. bersabda :
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu terdapat segumpal daging, bila ia baik maka baik pula
seluruh jasadnya, dan bila ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ingatlah bahwa segumpal
daging itu adalah hati.”
4. Istiqomah lisan
Ucapan merupakan penerjemah bagi hati. Hadits Nabi Muhammad SAW. :
“Saya bertanya kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, apa yang paling saya takuti? Mendengar
pertanyaan itu Rasulullah lalu memegang mulutnya.” (HR. Tirmidzi).
Dalam musnadnya, Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ra., dari Nabi saw.:
“Tidak akan lurus (benar) keimanan seorang hamba kecuali setelah hatinya lurus, dan tidak akan
lurus hati seorang hamba kecuali setelah lisannya lurus.”
Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri:
“Jika anak Adam memasuki harinya, pagi-pagi, maka semua anggota badan mengingatkan lisan,
seraya berkata: Bertakwalah kamu kepada Allahmenyangkut kami, karena kami sangat tergantung
denganmu, jika kamu istiqomah (lurus) maka kami pun istiqomah, jika kamu bengkok, maka kami
pun bengkok.”
5. Manfaat istiqamah
Istiqamah adalah keteguhan dan kemenangan, kejantanan dan keberuntungan di medan
pertempuran antara ketaatan dan hawa nafsu. Karena itu malaikat layak turun kepada orang-orang
yang istiqamah, mengusir segala ketakutan dan keresahan mereka, memberi kabar gembira dengan
surga dan menegaskan bahwa mereka [malaikat] senantiasa mendampingi mereka baik di dunia
maupun di akhirat.
Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami adalah
Allah.’ Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
mereka [dengan mengatakan], ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih
dan bergembiralah kamu dengan [memperoleh] surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”
(Fushshilat: 30).
6. Urgensi Istiqamah
Satu hal yang mengindikasikan bahwa istiqamah sangat urgen ialah Rasulullah saw.
diperintahkan oleh Allah untuk tetap istiqamah: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu.” (Huud: 112)
Ibnu ‘Abbas berkata: “Tidak ada satu ayatpun di dalam al-Qur’an yang diturunkan kepada
Rasulullah yang lebih berat baginya dari ayat ini.”
Ketika itu para shahabat bertanya kepada Rasulullah saw.: “Mengapa engkau cepat beruban ya
Rasulallah?” Beliau menjawab: “Itu karena ayat-ayat pada surat Huud.” Hasan ra. berkata: “Ketika
turun ayat ini, Rasulullah saw. sangat serius dan tidak pernah terlihat tertawa.”
Al-Qusyairi menyebutkan bahwa salah seorang shahabat bermimpi bertemu Rasulullah
saw. ia berkata kepada beliau: “Ya Rasulallah, engkau bersabda, bahwa ubanmu itu disebabkan
oleh surat Huud. Bagian manakah?” Beliau menjawab: “Firman Allah: ‘Maka istiqamahlah,
sebagaimana diperintahkan kepadamu.’”
7. Hadits ini memerintahkan untuk istiqamah dalam masalah tauhid dan ikhlas beribadah
hanya kepada Allah swt.
Hadits ini memberikan bimbingan agar seseorang beriman kepada Allah dengan sepenuh
iman, dan menjalankan konsekuensi iman tersebut dengan menjalankan ketaatan kepadaNya dan
menjauhi laranganNya, serta berkomitmen untuk istiqomah hingga akhir hayatnya.
Seseorang seharusnya berusaha untuk kokoh berkomitmen terhadap keimanannya. Tidak
mudah tergoyahkan dengan berbagai gangguan dan penghalang dalam mengarungi kehidupan
dunia. Ia terus bertekad untuk istiqomah dalam keimanan hingga maut menjemputnya.
8. Hadits ini merupakan bukti keinginan yang kuat dari para shahabat untuk mempelajari
agamanya dan menjaga keimanannya.
Besarnya semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
menanyakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka dalam menanyakan hal-hal
tersebut adalah benar-benar untuk mengilmui (mengetahui) dan mengamalkannya, bukan hanya
semata-mata untuk pengetahuan, karena ilmu yang tidak dibarengi amal adalah seperti pohon yang
tidak memiliki buah. Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang hamba-hamba-Nya yang bertakwa:
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan
menganugerahkan kepada mereka ketakwaannya” (QS Muhammad:17).
Imam Al Khatib Al Baghdadi berkata: Seorang penuntut ilmu hendaknya menjadikan
urusan-urusan kehidupannya berbeda dengan kebiasaan orang-orang awam, dengan selalu
berusaha mengamalkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (dalam setiap
urusannya) semaksimal mungkin dan menerapkan sunnah-sunnah. Beliau shalallahu ‘alaihi wa
sallam dalam dirinya, karena sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al
Ahzaab: 21).
Kemudian Al Khatib Al Baghdadi menyebutkan kisahnya Abu ‘Ishmah ‘Ashim bin
‘Isham, dia berkata Suatu malam aku menginap di rumah Imam Ahmad bin Hambal, beliau
membawakan air (untuk aku gunakan ketika berwudhu) dan beliau meletakkan air itu (di dekatku),
maka besok paginya dia melihat air itu (dan mendapatinya tetap) seperti semula (tidak aku pakai
untuk berwudhu), maka beliau pun berkata: Subhanallah, seorang penuntut ilmu tidak punya wirid
(zikir/bacaan Al Quran yang terus dilakukan oleh seseorang) pada malam hari? Al Jami’
Liakhlaqirraawi wa Adabissaami’ (1/215), lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 85).
3. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.
Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab utama yang membantu
menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah keberadaan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan
kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang
berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan
yang lurus” (QS. Ali ‘Imran: 101).
Dalam ayat lain Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)” (QS. At Taubah: 119).
Dalam sebuah hadist yang hasan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai pembuka
(pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan” (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah dalam kitab
“Sunan” (jilid 1, hal. 86) dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman” (jilid 1, hal. 455) dan Imam-imam
lainnya, dan dihasankan oleh Syekh Al Albani.
5. Membaca kisah-kisah para Nabi dan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam serta orang-orang shalih
yang terdahulu untuk mengambil suri teladan.
Dalam Al Quran banyak diceritakan kisah-kisah para Nabi, rasul, dan orang-orang yang
beriman yang terdahulu, yang Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tsb ketika menghadapi permusuhan orang-
orang kafir. Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(Surat 11. Hud – Ayat 120).
1. Besarnya semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanyakan
hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka dalam menanyakan hal-hal tersebut
adalah benar-benar untuk mengilmui (mengetahui) dan mengamalkannya.
2. Iman kepada Allah ‘azza wa jalla mencakup semua hal yang wajib diyakini dalam landasan
dan pokok-pokok keimanan dari apa-apa yang Allah ‘azza wa jalla beritakan tentang diri-Nya,
malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang
buruk,yang disertai dengan amalan-amalan dalam hati, ketaatan dan ketundukan yang
sepenuhnya lahir dan batin kepada Allah ‘azza wa jalla.
3. Keharusan untuk tetap istiqomah dalam keimanan sampai di akhir hayat, dan makna istiqomah
adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling darinya ke kiri
maupun ke kanan, dan ini semua mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah
‘azza wa jalla) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.