Anda di halaman 1dari 12

iniHADIST 1

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hadist 1

Dosen Pengampu:
H. Ahmad Nahrowi, S.Pd,I

Oleh:

Indah Puspitasari NIM 202244046

SEMESTER 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DINAMIKA UMMAT
TA 2023

Kesimpulan
BAB 1
DAKWAH KEPADA ISLAM
a. Agama adalah nasihat
Dalam hadits Arbain yang ketujuh, dikemukakan riwayat berikut:
‫ «ِهَّلِل َوِلِك َتاِبِه َو ِلَر ُس وِلِه‬: ‫ ِلَم ْن ؟ َقاَل‬:‫ «الِّديُن الَّنِص يَح ُة» ُقْلَنا‬: ‫ َقاَل‬، ‫َعْن َتِم يٍم الَّداِر ِّي َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫»َو َأِلِئَّم ِة اْلُم ْسِلِم يَن َو َعاَّم ِتِهْم‬
Bersumber dari Tamim Ad-Dari bahwa Nabi SAW bersabda, “Agama adalah
nasihat.” Kami (sahabat Nabi) bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk
Allah, Kitab, Rasul, para pemimpin muslimin dan mereka secara umum.” Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Syafi’I, Ahmad,
Darimi, Ibnu Hibban, Thabrani dan masih ada yang lainnya.
Status hadits ini dalam kaca mata ilmu hadits derajatnya shahih. Artinya, bisa
dipakai dan diamalkan karena dari segi sanad (jalur periwayat) dan matan (isi atau
konten hadits) tidak ada cacatnya. Hadits ini satu-satunya yang diriwayatkan Imam
Muslim dari sahabat bernama Tamim Ad-Dari.
b. Perintah memerangi orang yang tidak mengucap Laa ilahailallah
‫عن ابن عمر رضي هللا عنهما أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ” أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن‬
‫ فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم‬, ‫ال إله إال هللا وأن محمدا رسول هللا ويقيموا الصالة ويؤتوا الزكاة‬
‫وأموالهم إال بحق اإلسالم وحسابهم على هللا تعالى‬
Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, sesungguhnya Rasulullah telah
bersabda : “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa
ilaaha illallaah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Barangsiapa telah
mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali
karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala”.
[Bukhari no. 25, Muslim no. 22]
Penjelasan
Hadits ini amat berharga dan termasuk salah satu prinsip Islam. Hadits yang semakna
juga diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda : “Sampai mereka bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya,
menghadap kepada kiblat kita, memakan sembelihan kita dan melaksanakan shalat
kita. Jika mereka melakukan hal itu, maka darah mereka dan harta mereka haram kita
sentuh kecuali karena hak. Bagi mereka hak sebagaimana yang diperoleh kaum
muslim dam mereka memikul kewajiban sebagaimana yang menjadi kewajiban kaum
muslimin”.
Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah disebutkan sabda beliau : “Sampai mereka
bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan beriman kepadaku dan apa yang aku
bawa“. Hal ini sesuai dengan kandungan Hadits riwayat dari ‘Umar diatas.

BAB 2
MENCINTAI ROSUL
a. Kewajiban mencintai rosul
Pertama-tama, wajib bagi setiap hamba mencintai Allah dan ini merupakan
bentuk ibadah yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫َو اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأَشُّد ُح ًّبا ِهَّلِل‬
“Dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.”
[Al-Baqarah/2:165]
Ahlus Sunnah mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
mengagungkannya sebagaimana para Sahabat Radhiyallahu anhum mencintai beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari kecintaan mereka kepada diri dan anak-anak
mereka, sebagaimana yang terdapat dalam kisah ‘Umar bin al-Khaththab
Radhiyallahu anhu, yaitu sebuah hadits dari Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam
Radhiyallahu anhu, ia berkata:
‫َ َألْنَت َأَح ُّب ِإَلَّي‬،‫ َيا َرُسْو َل ِهللا‬: ‫ َفَقاَل َلُه ُع َم ُر‬،‫ُكَّنا َم َع الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو ُهَو آِخ ٌد ِبَيِد ُع َم َر ْبِن اْلَخ َّطاِب‬
‫ َح َّتى َأُك ْو َن َأَح َّب ِإَلْيَك ِم ْن‬،‫ َال َو اَّلِذ ي َنْفِس ْي ِبَيِدِه‬: ‫ َفَقاَل َلُه الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬.‫ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء ِإَّال ِم ْن َنْفِس ي‬
‫ َفَقاَل الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ْاآلَن َيا ُع َم ُر‬.‫َ َألْنَت َأَح ُّب ِإَلَّي ِم ْن َنْفِس ي‬،‫ َو ِهللا‬، ‫ َفِإَّنُه ْاآلَن‬: ‫ َفَقاَل َلُه َع َم ُر‬. ‫َنْفِس َك‬.

“Kami mengiringi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau menggandeng


tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat aku
cintai melebihi apa pun selain diriku.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat
engkau cintai melebihi dirimu.’ Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh
sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sekarang (engkau benar), wahai
‘Umar.’”
Berdasarkan hadits di atas, maka mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah wajib dan harus didahulukan daripada kecintaan kepada segala sesuatu
selain kecintaan kepada Allah, sebab mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah mengikuti sekaligus keharusan dalam mencintai Allah. Mencintai
Rasulullah adalah cinta karena Allah. Ia bertambah dengan bertambahnya kecintaan
kepada Allah dalam hati seorang mukmin, dan berkurang dengan berkurangnya
kecintaan kepada Allah.
b. Kewajiban mengikuti rosul
Boleh dikata, setiap Rabiul Awwal, kita diingatkan dengan momentum
Maulidur-Rasul atau bulan kelahiran Rasulullah saw. Beliau diutus Allah guna
membawa risalah Ilahiyah. Memandu serta memimpin sekaligus juga menjadi teladan
bagi umatnya agar mampu menapaki kehidupan di dunia dengan jalan hidup yang
halal. Hal ini semata-mata untuk meraih ridho dan berkah Allah Swt. Di dunia
maupun akhirat. Perhatikanlah makna ayat: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.
Al-Ahzab, 33: 21).
Berkenaan dengan hal ini, tampak jelas betapa kepemimpinan itu memiliki
peran yang sangat urgen, penting dan mendasar dalam Islam. Kalau kita baca dalam
sejarah dakwah, para Nabi dan Rasul itu seluruhnya adalah pemimpin dan memegang
kendali kepemimpinan umat secara luas. Ada Hadits yang menyatakan, Al-ulama-u
waratsatul anbiyaa’, “para ulama itu adalah para pewaris Nabi”.
Dalam teks hadits, Rasulullah saw. Bersabda dengan makna: “Sesungguhnya
ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan
tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi,
Abu Dawud, dll).
Maka semestinya para ulama juga mewarisi kepemimpinan, seperti yang telah
diemban dan dilakukan oleh para Nabi dan Rasul itu. Dalam konteks ini, pemimpin
dalam Islam itu, tentu harus memiliki modal ilmu seperti halnya ulama. Juga
berperilaku, memberi teladan kebaikan, menjalankan tugas dan peran, mengikuti
panduan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw., seperti ulama.
Perhatikanlah pelajaran sekaligus juga peringatan dari Allah dalam ayat yang
artinya: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (menjadi raja-pemimpinmu) dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-
Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 247).

BAB 3
BIRRUL WALIDAIN MERUPAKAN BAGIAN DARI
a. Amalan utama
Berbuat baik dan berbakti kepada orang tua juga merupakan amalan yang
afdhal atau paling utama. Sebagaimana dalam versi riwayat lain hadits Ibnu Mas’ud
di atas.
‫ َأُّي الَعَمِل‬،‫ َيا َر ُس وَل ِهَّللا‬: ‫ َس َأْلُت َر ُس وَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُقْلُت‬:‫فعن َع ْبِد ِهَّللا ْبُن َم ْسُعوٍد َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه‬
‫ «الِج َهاُد ِفي َس ِبيِل‬: ‫ ُثَّم َأٌّي ؟ َقاَل‬: ‫ ُقْلُت‬،» ‫ «ُثَّم ِبُّر الَو اِلَدْيِن‬: ‫ ُثَّم َأٌّي ؟ َقاَل‬: ‫ ُقْلُت‬،»‫ «الَّص َالُة َع َلى ِم يَقاِتَها‬: ‫َأْفَض ُل ؟ َقاَل‬
‫ َو َلِو اْس َتَزْدُتُه َلَز اَد ِني‬، ‫ِهَّللا» َفَس َك ُّت َعْن َر ُس وِل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
Dari ‘Abdullh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Aku bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”, “Amalan apakah yang paling afdhal
(utama)?” ” Rasul menjawab, “Shalat pada –waktu-waktunya.” Aku bertanya lagi,
“Kemudian apa lagi?” Beliau Mmenjawab lagi, “Berbakti kepada kedua orang
tua.”Aku bertanya kembali.” “Kemudian apa lagi?” “Kemudian jihad fi Sabilillah.”
Kemudian aku terdiam dan tidak lagi bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Andaikan aku meminta tambahan, maka beliau akan menambahkan
kepadaku”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).
Hadits di atas mengabarkan bahwa birrul walidain (berbakti kepada kedua
orangtua) merupakan amalan yang paling utama dan paling dicintai Allah. Bahkan
menempati urutan kedua setelah shalat. Ini menunjukan, hak kedua orangtua
menempati urutan kedua setelah hak Allah Ta’ala, sebagaimana dinyatakan secara
tersirat dalam beberapa ayat Al-Qur’an.
b. Jihad
Berbakti kepada orang tua sama nilainya dengan jihad, yang telah dijelaskan
Rasulullah SAW dalam haditsnya. Hadits ini diceritakan ‘Abdullah bin ‘Amr bin
Al-‘Ash RA. Berikut haditsnya,
‫ َقاَل « َفِفيِهَم ا‬. ‫ َقاَل َنَعْم‬.» ‫ َيْس َتْأِذ ُنُه ِفى اْلِج َهاِد َفَقاَل « َأَح ٌّى َو اِلَداَك‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َج اَء َرُج ٌل ِإَلى الَّنِبِّى‬
‫» َفَج اِهْد‬
Artinya: “Ada seseorang yang mendatangi Nabi SAW, dia ingin meminta izin
untuk berjihad. Nabi SAW lantas bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih
hidup?’ Ia jawab, ‘Iya masih.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
‘Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.’” (HR Muslim).
Dikutip dari buku Dahsyatnya Doa Ibu-Edisi Kemas Kini karya Syamsuddin
Noor, hadits tersebut jelas menunjukkan kesamaan atau bahkan lebih tinggi nilai
bakti pada orang tua dibanding jihad.
Selain berbakti kepada orang tua sama nilainya dengan jihad, hadits juga
menegaskan posisi orang tua di sisi Allah SWT. Orang tua punya kedudukan yang
tinggi dan mulia, sehingga memperhatikan keduanya adalah utama.
“Allah SWT memuliakan kedudukan orang tua karena lewat keduanyalah
Allah SWT menetapkan kehidupan manusia selanjutnya. Hubungan anak dan orang
tua terus berlanjut hingga akhirat,” tulis buku tersebut.
Selain berbakti pada orang tua, ada beberapa amalan lain yang nilainya sama
dengan jihad. Amalan tersebut adalah menegakkan sholat tepat waktu dengan
berjamaah, berdakwah menyebarkan ilmu dan agama Allah SWT tanpa pamrih, dan
selalu haus ilmu Al Quran.
c. Birrul walidain kepada orang tua
Perintah berbakti kepada kedua orang tua tersemat dalam Al-Qur'an, salah
satunya pada surat Al Isra ayat 23 dengan bunyi sebagai berikut.
‫َو َقٰض ى َر ُّبَك َااَّل َتْعُبُد ْٓو ا ِآاَّل ِاَّياُه َو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِاْح ٰس ًنۗا ِاَّم ا َيْبُلَغَّن ِع ْنَدَك اْلِكَبَر َاَح ُدُهَم ٓا َاْو ِك ٰل ُهَم ا َفاَل َتُقْل َّلُهَم ٓا ُاٍّف َّو اَل‬
‫َتْنَهْر ُهَم ا َو ُقْل َّلُهَم ا َقْو اًل َك ِرْيًم ا‬
Artinya: "Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik,"
Mengutip dari buku Tuntunan Lengkap 99 Salat Sunah Superkomplet oleh
Ibnu Watiniyah, berbakti kepada kedua orang tua menjadi lahan ibadah yang sangat
subur dan kesempatan yang berharga. Apalagi, kewajiban tersebut menjadi salah satu
sebab datangnya pertolongan Allah ketika kita membutuhkan bantuan.

BAB 4
PRINSIP KESEDERHANAAN
a. Golongan pertengahan dalam beribadah
Allah SWT mengingatkan dalam Alquran tentang terbaginya umat Islam ke
dalam tiga golongan dalam menyikapi Alquran (QS. Faathir: 32).
‫ُثَّم َاْو َر ْثَنا اْلِكٰت َب اَّلِذ ْيَن اْص َطَفْيَنا ِم ْن ِعَبا ِد َنا ۚ َفِم ْنُهْم َظا ِلٌم ِّلَنْفِس ٖه ۚ َوِم ْنُهْم ُّم ْقَتِص ٌد ۚ َوِم ْنُهْم َس ا ِبٌق ِۢب ا ْلَخْيٰر ِت‬
‫ِبِا ْذ ِن ِهّٰللا ۗ ٰذ ِلَك ُهَو اْلَفْض ُل اْلَك ِبْيُر‬
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri,
ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin
Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”

Pertama, golongan zhalimu linafsih (menganiaya diri sendiri). Kedua,


golongan saabiqun bil-khairi (cepat berbuat kebajikan). Ketiga, golongan muqtashid
(pertengahan).
Golongan pertama ; zhalimu linafsih adalah orang yang mengabaikan Alquran
dalam hidupnya. Disebut “menganiaya diri sendiri” karena dengan mengabaikan
ajaran Allah ia sesat dalam hidupnya. Ia menolak mengikuti aturan yang akan
menyelamatkannya dunia-akhirat. Orang yang lebih banyak kesalahannya daripada
kebaikannya”;
Golongan kedua ; sabiqun bil-khair adalah mereka yang cepat mengamalkan
Alquran begitu mereka baca dan pahami. Persis sebagaimana dicontohkan Nabi SAW
dan para sahabat, orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat
kesalahan; dan
Sedangkan golongan muqtashid dapat dikatakan parsial dalam pengamalan
Alquran. Mereka mencampuradukkan antara ibadah dan maksiat, hak dan batil,
mereka yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya.
Renungan kita berada dimana ?
Semoga kita semakin intensif membaca “Iqra” baik ayat qauliyah (Alquran)
maupun ayat kauniyah (fenomena alam) berdasarkan petunjuk Alquran agar kita
semua, umat Islam, menjadi umat yang terbaik, menjadi teladan bagi umat-umat lain,
dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
b. Pertengahan dalam konsumsi
Anjuran hidup sederhana dalam memenuhi kebutuhan makan juga langsung
diperintahkan oleh Allah SWT, dalam firmannya di surah Al-A’raf ayat 31 yang
berbunyi:
‫ࣖ ٰي َبِنْٓي ٰا َد َم ُخ ُذ ْو ا ِزْيَنَتُك ْم ِع ْنَد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َّو ُك ُلْو ا َو اْش َر ُبْو ا َو اَل ُتْس ِرُفْو ۚا ِاَّنٗه اَل ُيِح ُّب اْلُم ْس ِرِفْيَن‬
Artinya: Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap
(memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.

BAB 5
MENINGGALKAN SYUBHAT

Yang dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah
halal atau haram. Jika kita menemukan perkara semacam ini, maka lebih utama untuk
ditinggalkan. Semacam seseorang mendapati perselisihan ulama, apakah mengambil
foto diri itu dibolehkan atau tidak dalam keadaan non-darurat. Jika dalam masalah ini,
kita tidak bisa menguatkan salah satu pendapat karena kuatnya dalil yang dibawakan
dari pihak yang melarang dan pihak yang membolehkan, maka sikap wara’ dan hati-
hati adalah tidak mengambil foto diri kecuali dalam keadaan darurat. Namun bagi
yang sudah jelas baginya hukum setelah menimbang dalil, maka tidak masalah ia
mengambil pendapat yang ia yakini. Pembahasan kali ini masih ada sangkut pautnya
dengan pembahasan kita kemarin mengenai sikap wara’.
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِإَّن اْلَح َالَل َبِّيٌن َوِإَّن اْلَح َر اَم َبِّيٌن َو َبْيَنُهَم ا ُم ْش َتِبَهاٌت َال َيْع َلُم ُهَّن َك ِثيٌر ِم َن الَّناِس َفَمِن اَّتَقى الُّش ُبَهاِت اْسَتْبَر َأ‬
‫ِلِد يِنِه َوِع ْر ِضِه َو َم ْن َو َقَع ِفى الُّش ُبَهاِت َو َقَع ِفى اْلَح َر اِم َك الَّراِع ى َيْر َعى َح ْو َل اْلِح َم ى ُيوِش ُك َأْن َيْر َتَع ِفيِه َأَال َوِإَّن ِلُك ِّل‬
‫َم ِلٍك ِحًم ى َأَال َوِإَّن ِح َم ى ِهَّللا َم َح اِرُم ُه‬
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di
antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui
oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang
terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.
Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah
larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah
larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang
diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
13

Anda mungkin juga menyukai