Anda di halaman 1dari 8

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ َوي ُِشرْي ُ ْص َب َع ْي ِه فَ َي ُم ُّد هِب ِ َما‬، ِ ‫بُ ِعث ُْت َأاَن َوال َّساعَ ُة َكهَاتَنْي‬.
‫ِإِب‬
“Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau berisyarat dengan kedua jarinya
(jari telunjuk dan jari tengah), lalu merenggangkannya.”[1]

DEKAT DENGAN NABI

1. SAYANGI ANAK YATIM

“Dari Abd al-Azīz bin Abī Ḥazim dia berkata: Bapakku menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku
mendengar Sahl bin Sa’ad, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak
yatim adalah seperti ini di surga.” Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah.” (HR.
Bukhārī).

2. Akhlak Mulia

Dalam hadis riwayat Imam Muslim dikatakan bahwa kelak di hari Kiamat, Nabi Muhammad saw
merupakan satu-satunya Rasul yang memohonkan syafaat kepada Allah untuk umatnya. Maka
berbondong-bondong umat manusia akan merapat dan mendekati beliau pada hari akhir tersebut.

Hari tersebut adalah hari di mana seluruh umat manusia dibangkitkan untuk dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan selama hidup. Karena itu, tidak semua umatnya
dapat mendekat kepada Nabi Muhammad saw, namun dalam sebuah riwayat terdapat peristiwa di
mana Rasulullah menjelaskan siapa saja golongan yang kelak yang paling dekat dengannya di hari
Kiamat

Pertama, orang yang memiliki akhlak mulia adalah salah satu golongan yang paling dekat dengan
Nabi di hari Kiamat. Siapakah orang berakhlak mulia? Dalam hadis Nabi disebutkan adalah bukan
orang yang keras, tidak suka menghina sesama dan tidak sombong. Sedang orang yang melakukan
tiga perbuatan tersebut akan menjadi orang yang paling jauh dari Nabi pada saat hari Kiamat.

Dari Jabir bin Abdullah ra, berkata; Rasulullah saw bersabda, “Orang yang paling saya cintai dan
paling dekat dengan tempat saya kelak di hari kiamat adalah mereka yang memiliki akhlak mulia.
Sementara orang yang paling saya benci dan tempatnya paling jauh dari saya kelak di hari kiamat
adalah mereka yang keras dan rakus, suka menghina dan sombong.” (HR. Tirmizi)

‫ك َل َعلى ُخلُ ٍق َعظِ ٍيم‬


َ ‫ }إِ َّن‬Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Al-
Qalam: 4).
Dari Abu Hurairah ia berkata “kaum mukminin yang paling baik ialah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Abu Dawud no. 4062). Ahsanuhum khuluqon

3. orang yang selalu bersalawat kepada Nabi Muhammad saw.

Salah satu keutamaan bersalawat kepada beliau adalah maka orang tersebut termasuk orang yang
dekat tempatnya dengan Nabi pada hari Kiamat kelak.

Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya di antara kalian yang paling dekat dariku di hari kiamat adalah
yang paling banyak bersalawat terhadapku.” (HR. Baihaqi)

Menurut al-Munziri dalam al-Taghrib wa al-Tahrib dan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menyebutkan
bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Syu’b al-Iman itu memiliki sanad hasan.

Dalam riwayat lain, Nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda:

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬
bersabda: "Orang yang paling utama bersamaku pada Hari Kiamat adalah yang paling
banyak bershalawat kepadaku." (HR at-Turmudzi)

‫* ِِّي‬+ ‫*ِم‬+ِّ ‫* اُأل‬+ِّ ‫ِل عَىَل ُم َح َّم ٍد النَِّيِب‬+*ِّ ‫اللَّه َُّم َص‬
Allahumma Sholli 'Ala Muhammadin Nabiyyil Ummiyyi

Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi.

Atau bisa juga dengan Lafazh:

‫َاللَّهُ َّم َص ِ ّل عَىٰل َس ِ ّي ِداَن ُم َح َّم ٍد َو ٰاهِل ٖ َوحَص ْ ِب ٖه َو َسمِّل‬


Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallim

Artinya:

Ya Allah, limpahkanlah rahmat berserta keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan
keluarga serta para sahabatnya.

4. Orang yang dermawan

Rasulullah SAW bersabda,“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga,
dekat dengan sesama manusia serta jauh dari api neraka. Sedangkan orang yang pelit dan kikir, ia
jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan api neraka. Orang yang
bodoh, tetapi dermawan, lebih dicintai oleh Allah, daripada orang yang rajin ibadah, tetapi pelit
dan kikir.” (HR Baihaqi).

Dikisahkan oleh Umar bin Khattab. Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW
untuk meminta-minta, lalu Rasulullah SAW memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang
kembali meminta-minta, lalu Rasulullah SAW memberinya. Keesokan harinya, ia datang kembali
dan meminta, Rasulullah kembali memberinya. Keesokan harinya, ia datang dan kembali
meminta-minta.

Rasulullah SAW lalu bersabda,"Saya tidak mempunyai apa-apa saat ini. Akan tetapi, ambillah apa
yang engkau mau, dan jadikanlah itu utang bagiku. Jika suatu saat saya mempunyai sesuatu, saya
akan membayarnya."

Umar lalu berkata kepada Rasulullah SAW,"Wahai Rasulullah, janganlah engkau memberikan
sesuatu yang berada di luar batas kemampuanmu."

Rasulullah SAW tersenyum, lalu beliau bersabda kepada Umar,“Karena itulah saya diperintahkan
oleh Allah."

Mari kita perhatikan kisah luar biasa yang dituturkan Sayyidah Ummu Salamah, istri Rasulullah
SAW berikut ini. "Suatu hari Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahku dalam keadaan muka
pucat. Saya khawatir jangan-jangan beliau lagi sakit. Saya lalu bertanya: ya Rasulullah, mengapa
wajahmu pucat begitu? Apakah Anda sakit?”

Rasulullah SAW menjawab,“Saya pucat begini bukan karena sakit, tetapi karena saya ingat uang
tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan kita
belum menginfakkannya."

Subhanallah, demikianlah bagaimana luar biasanya Rasulullah SAW. Beliau pucat pasi bukan
karena sakit, bukan karena kurangnya uang dan kekayaan, namun karena ada uang yang masih
tersimpan yang belum diinfakkan. Subhanallah. Kita pun demikian, terkadang pucat, sedih, dan
murung. Namun bukan karena ada uang yang belum diinfakkan, malah sebaliknya, karena uang
belum bertambah, belum banyak, belum sesuai target, dan tidak peduli apakah telah berinfak
ataupun belum.
Sungguh Engkau wahai Rasulullah SAW betul-betul memiliki budi yang sangat luhur. Sejatinya
harta bukanlah tujuan. Kekayaan bukan akhir pencarian, akan tetapi sarana untuk lebih mengabdi
kepada-Nya. Karena itu, Jabir menuturkan,“Rasulullah SAW tidak pernah mengatakan 'tidak’
manakala beliau diminta.” (HR Bukhari)

5. MENCINTAI NABI

"Setiap nabi itu memiliki pengikut setia, dan pengikut setiaku adalah Zubair bin Awwam," sabda
Rasulullah.

‫لْ ْمر ُء مع ْمن َأ َح َّب ي َ ْو َم الْ ِقيام ِة‬

"Seseorang itu beserta orang yang dicintainya pada hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi)

6. Memperbanyak Shalat Sunnah

Disebutkan dalam Shahih Muslim, Rabi’ah bin Ka’ab Al Aslami Radhiyallahu ‘Anhu bercerita bahwa
dia pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kemudian ia meyiapkan air
wudhu dan keperluannya. Beliau lalu bersabda kepadaku, “Mintalah sesuatu kepadaku”, saya
berkata, “Saya meminta agar saya bisa bersamamu di surga.” Beliau menjawab, “Adakah permintaan
selain itu”, saya berkata, “hanya itu.” Beliau lalu bersabda, “Maka bantulah aku atas dirimu (untuk
memohon kepada Allah agar memenuhi permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (shalat)”.”
(HR. Muslim)

7. mendidik anak anak wanita

Barangsiapa yang memelihara (mendidik) dua wanita sampai mereka dewasa, maka saya akan
masuk surga bersamanya di surga kelak seperti ini”, beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari
tengahnya.” (Imam Muslim juga meriwayatkan serupa dalam Shahihnya.

Dalam Mushannaf Ibnu abi Syaibah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Siapa yang
mempunyai dua orang saudari atau dua orang putri lalu ia berbuat baik kepada keduanya selama
mereka bersama dirinya maka saya dan dia di surga seperti ini,” beliau mendekatkan kedua jarinya.

doa

“Allahumma inni as-aluka imanan la yartad, wa na’iman la yanfad, wa qurrota ainin la tanqoti’, wa
musohabata nabiyyika Muhammadin SAW fi a’la jannati khulqi,”.
Yang artinya: “Ya Allah, aku meminta kepada Engkau keimanan yang tidak akan kembali kepada
kemurtadan, dan aku meminta kepada Engkau kenikmatan yang tidak akan ada habis-habisnya, dan
adanya ketenangan hati yang tidak ada habis-habisnya, dan aku meminta kepadaMu agar aku
bersama Nabi Engkau, Muhammad SAW, di surga yang paling atas,”.

ummi

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis
di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf
dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al
Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung” al araf 157

Quraish Shihab menjelaskan lafad ummi yang berakar pada kata umm (ibu). Ini dimaksudkan pada
keadaan seorang Ibu di masa Jahiliyah. Kaum wanita pada masa itu masih dirundung kebodohan.
Namun, ada juga keterkaitan dengan ummah/umat. Ini merujuk pada kondisi masyarakat quraisy
yang buta huruf. Ini diperkuat dengan sabda rasulullah:

ُ‫ اَل َن ْك ُتبُ َواَل َنحْ سُب‬،‫ إِ َّنا أُم ٌَّة أ ُ ِّمي ٌَّة‬:‫ َقا َل‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِّ‫ َع ِن ال َّن ِبي‬،‫ْن ُع َم َر‬
ِ ‫َعنْ اب‬

“dari Ibn Umar, dari Rasulullah aw bersabda: sesungguhnya kami ialah umat yang ummi (buta huruf),
tidak bisa menulis dan tidak bisa menghitung”(HR. Bukhari).

Baca juga: Hinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang Diabadikan dalam Al-Quran

Dalam Shafwatut Tafsir, Ali as-Shabuni menerangkan bahwa ayat ini menjadi bukti dan jaminan akan
adanya rahmat dari Allah swt bagi orang yang mengikuti Nabi saw yang ummi yakni buta huruf dan
tak bisa menulis. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebelum turunnya Al-Quran, Nabi Muhammad
saw sama sekali tak pernah mengenal kegiatan baca tulis sehingga ia dikenal dengan ummi. Ini
senada dengan yang dimaksud oleh ar-Raghib al-Asfahani.

Adapun al-Qurthubi dalam tafsir–nya memaparkan beragam pendapat, salah satunya ialah pendapat
dari al-Nuhas yang mengaitkan lafad ummi dengan kota kelahiran Nabi saw yakni Ummul Quro
(Makkah). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa ummi dimaknai sebagai orang yang sudah
dewasa akan tetapi keadaannya masih seperti bayi yang baru dilahirkan, yakni tak bisa baca tulis
karena tidak belajar.

Fadilah dari ke-ummi-an Rasul saw

Mengenai ke-ummi-an Nabi Muhammad saw. Al-Qurthubi dan al-Maraghi mengatakan


bahwa pertanda itu sudah disebutkan/dikabarkan oleh kitab-kitab terdahulu yakni Taurat dan
Injil. Al-Qurthubi menganggap bahwa kondisi Nabi yang demikian merupakan bagian dari
skenario dari yang Maha Kuasa.

Ke-ummi-an Nabi Muhammad juga menjadi pembantah atas tuduhan yang mengatakan
bahwa risalah yang dibawa Nabi merupaakan dongeng-dongeng dari kitab terdahulu. Al-
Maraghi dalam tafsirnya juga mengatakan bahwa karena “buta huruf”-nya, Nabi Muhammad
justru memiliki tanda keistimewaan tersendiri. Ke-ummi-an itu tidak menghalanginya untuk
berdakwah hingga berhasil merubah kondisi dunia, membentuk peradaban yang luhur yang
memanusiakan manusia.

Menurutnya, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬pernah memendekkan dan memanjangkan


rambutnya, sehingga mencukur rambut tidak dianggap sebagai dosa.

Anjuran Rasulullah untuk rambut adalah untuk memuliakannya atau merawatnya. Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda:

ُ‫ َم ْن َكانَ لَهُ َشع ٌر فَ ْليُ ْك ِر ْمه‬:‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه أَ َّن َرسُو َل هللاِ صلى هللا عليه وآله وسلم قَا َل‬

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mempunyai rambut hendaklah
dia memuliakannya (merawat)." (HR Abu Dawud).
Namun, belum ditemukan riwayat yang menjelaskan kurun waktu pemotongan rambut Nabi.
Apakah seminggu sekali ataukah sebulan sekali. Hanya saja dalam sebuah riwayat Anas bin
Malik dikatakan:

ً‫ق ْال َعانَ ِة أَ ْن الَنَ ْترُكَ أَ ْكثَ َر ِم ْن أَرْ بَ ِع ْينَ لَ ْيلَة‬


ِ ‫ف اإْل ِ ب ِْط َو َح ْل‬
ِ ‫ار َونَ ْت‬ ْ َ ‫ب َوتَ ْقلِي ِْم اأْل‬
ِ َ ‫ظف‬ ِ ‫َو ْقتَ لَنَا فِى قَصِّ ال ّش‬
ِ ‫ار‬

“Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak,
mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari 40 hari”. “Sahih Muslim: 258”

Ali Jumah menambahkan, tidak masalah memanjangkan rambut kepala. Karena rambut Nabi
SAW pernah dipanjangkan mencapai daun telinganya dan di antara telinga dan bahunya.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

ٍ َ‫“ وع َْن أَن‬Dari Anas


‫ رواه البخاري‬y"‫ " َكانَ يَضْ ِربُ َش َع ُر النَّبِ ِّي صلى هللا عليه وآله وسلم َم ْن ِكبَ ْي ِه‬:‫س رضي هللا عنه قال‬
RA bahwa rambut Rasulullah ‫ ﷺ‬terurai sampai ke kedua bahunya.” (HR
Bukhari)

Adapun Lembaga Fatwa Mesir, Dar Al Ifta menegaskan, urusan bagian tubuh dan pakaian
tunduk pada adat dan tradisi.

DALAM Islam sesungguhnya rambut panjang bagi pria tidak dilarang, namun hendaknya
dirawat sebagaimana mestinya. Rasullulah sendiri ternyata memiliki rambut dengan panjang
sebahu. Karenanya banyak yang mengatakan ini sunah namun ada pula yang berpendapat ini
mubah (boleh dilakukan, boleh tidak

Jumhur ulama mengatakan tidak wajib mengikuti perbuatan Nabi yang dilakukan secara fitrah
kemanusiaannya. Sebagaimana dalam hal tatanan rambut. Mayoritas ulama berpendapat bahwa
tatanan rambut Nabi Muhammad menyesuaikan kebiasaan (adat) masyarakat Arab yang memang
letak geografis tempat tinggal mereka adalah gurun pasir yang sangat panas sehingga mereka
memilih berambut panjang untuk melindungi kepala mereka dari sengat terik matahari.

Implementasi hadis tentang panjang rambut Nabi Muhammad SAW apabila dikontekstualisasikan
kepada laki-laki Indonesia adalah seyogianya menjaga kerapian rambutnya dengan cara memotong
atau mencukurnya dengan sopan dan sesuai kebiasaan yang berjalan di Indonesia, yakni batas
rambut laki-laki adalah hingga kedua telinga. Serta tidak membiarkan rambutnya tidak dipotong
melebihi 40 hari.
Sebagaimana yang kita ketahui, tekstur rambut laki-laki lebih cepat pertumbuhannya dibanding
dengan tekstur rambut perempuan. Apabila laki-laki memiliki rambut yang panjangnya melebihi
batas wajar rambut laki-laki dan menyerupai dengan panjang rambut perempuan maka hal tersebut
dilarang oleh Nabi. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadis:

ِ ‫صلَّى هّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُم َت َشب ِِّهي َْن م َِن الرِّ َج‬
ُ ‫ال ِبال ِّن َسا ِء َو ْال ُم َت َش ِّب َه‬
ِ ‫ات م َِن ال ِّن َسا ِء ِبالرِّ َج‬
‫ال‬ َ ِ ‫لَ َع َن َرس ُْو ُل هّللا‬

“Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”.

Anda mungkin juga menyukai