َح َّدَثَنا َع ْبُد الَّلِه ْبُن ُيوُسَف َقاَل َأْخ َبَر َنا َماِلٌك َع ْن اْب ِن ِش َهاٍب َع ْن ُمَح َّمِد ْب ِن ُج َبْي ِر ْب ِن ُم ْطِع ٍم َع ْن َأِبيِه َقاَل َس ِم ْع ُت
َأ
َر ُسوَل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْي ِه َو َس َّلَم َقَر ِفي اْل َم ْغ ِر ِب ِبالُّطوِر
Hadits di atas dapat dinyatakan sebagai hadits shohih karena telah memenuhi
syarat-syarat ke -shahih-an suatu hadits sebagaimana terlihat dalam
keterangan berikut:
َح َّدَثَنا َيْح َيى ْبُن َس ِع يٍد َح َّدَثَنا َبْه ٌز ْبُن َح ِك يِم َح َّدَثِنى َأِبى َع ْن َج ِّد ى َقاَل ُقْل ُت َيا َر ُسوَل الَّلِه َمْن َأَبُّر َقاَل ُأَّمَك َقاَل ُقْل ُت
ُثَّم َمْن َقاَل ُثَّم ُأَّمَك َقاَل ُقْل ُت ُثَّم َمْن َقاَل ُأَّمَك ُثَّم َأَباَك ُثَّم اَألْق َر َب َفاَألْق َر َب
Hadits ini sanadnya bersambung, tidak ada syadz di dalamnya serta tidak ada
‘illah yang merusak karena tidak terdapat dalam rangkaian ini ikhtilaf apa pun
di antara para perawi dan tidak pula dalam matan.
Imam Ahmad dan syaikhnya, yaitu Yahya bin Sa’id Al-Qathan adalah dua
orang imam yang agung. Bahz bin Hakim termasuk orang yang jujur dan
memelihara diri (Ahlus Shidqi wa Ash -Shiyanah) sehingga Ali bin Al-Madini,
Yahya bin Ma’in, An-Nasai dan yang lainnya menyatakannya sebagai orang
yang tsiqah.
Namun para ulama mendapati adanya masalah dalam sebagian hadits yang
dia riwayatkan sehingga Syu’bah bin Al-Hajjaj berbicara tentang dirinya
disebabkan oleh hal tersebut.
Namun hal ini tidak menghilangkan sifat dhabth. Hanya dirasakan dhabth-nya
kurang. Al-‘Ajliyy dan Ibnu Hibban menyatakan Hakim ayah Bahz itu orangnya
tsiqah. An-Nasa’i berkata, ”Laisa bihi Ba’sun.” (ini ungkapan dalam Jarh dan
Ta’dil yang kurang lebih berarti: tidak ada masalah dengan dirinya.)
Maka hadits Bahz tersebut menjadi Shahih lighairihi.
Yang jelas, sesungguhnya orang yang kurang jelas yang bertanya kepada Nabi
ﷺadalah Muawiyah kakek dari Bahz.
عن عاصم بن عبيد هللا قال سمعت عبد هللا بن عامر بن ربيعة عن أبيه أن امرأة من بني فزارة تزوجت
على نعلين فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أرضيت من نفسك ومالك بنعلين قالت نعم قال فأجازه
Dari Syu’bah, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah,
dari ayahnya, bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar
sepasang sandal. Maka Rasulullah ﷺbersabda, ”Apakah engkau merelakan
dirimu sedangkan engkau hanya mendapat mahar sepasang sandal?” Wanita
tersebut menjawab, ”Ya.” Maka Rasulullah ﷺmembolehkannya.”
Pada hadits tersebut terdapat perawi yang bernama ‘Ashim. Dia dinilai oleh
para ulama hadits sebagai perawi yang dha’if karena buruk hafalannya. Tetapi
At-Tirmidzi menyatakan sebagai hadits hasan karena datangnya (dijumpai
sanad lain dari ) hadits tersebut melalui jalan lain.[iv]
Hadits tentang doa berbuka puasa: Allaahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu.
Hadits itu diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud.
َح َّد َث َن ا ُم َس َّدٌد َح َّد َث َن ا ُه َش ْي ٌم َع ْن ُح َص ْي ٍن َع ْن ُم َع اِذ ْب ِن ُز ْه َر َة َأَّن ُه َب َلَغ ُه َأَّن الَّن ِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن ِإَذ ا َأْفَط َر َقاَل الَّلُهَّم َلَك
ُصْم ُت َو َع َلى ِر ْز ِقَك َأْفَط ْر ُت
(Abu Dawud menyatakan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad (ia berkata)
telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Hushain dari Muadz bin Zuhroh
bahwasanya telah sampai berita kepadanya bahwasanya Nabi shollallahu alaihi
wasallam jika berbuka mengucapkan: Allaahumma Laka Shumtu wa ‘alaa rizqika
afthortu (H.R Abu Dawud)
َو ِبْاِالْر َس اِل َأَع َّلُه اْلَح اِفُظ اْلُم ْن ِذ ِر ي،ِإْس َن اُد ُه َضِع ْيٌف ُمْر َس ٌل؛ ُم َع اذ َه َذ ا َت اِبِعٌّي َم ْج ُهْو ٌل
Sanadnya lemah lagi mursal. Muadz ini (Muadz bin Zuhroh adalah seorang Tabi’i yang
majhul (tidak dikenal). Al-Hafidz al-Mundziri menganggap riwayat ini memiliki illat
karena mursal (Dhaif Abi Dawud (2/264))
Contoh hadits mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-
Muwaṭṭa’.
بلغني عن أبي هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قال للملوك طعامه وكسوته بالمعروف وال يكلف من
العمل إال ما يطيق
Artinya, “Telah menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah RA sungguh Rasul SAW
bersabda, ‘Berikan makanan dan pakaian yang layak kepada para budak. Jangan bebani mereka
dengan pekerjaan yang tidak mereka sanggupi.’”
Menurut Imam Al-Hakim, hadits tersebut adalah hadits muʽdhal karena Imam Malik membuang
dua perawi, yakni Muhammad bin ʽAjlan dan ‘Ajlan. Seharusnya dua nama itu disebutkan
sebelum Abu Hurairah RA, (Lihat Mahmūd At-Thaḥḥān, Taysīru Muṣṭalahil Ḥadīts, [Riyadh,
Maktabah Maʽārif: 2004 M] halaman 92).
“Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian mereka berjabat tangan, kecuali mereka telah
diampuni dosa mereka sebelum berpisah”
Abu Ishaq as-Sabi’ie adalah Amr bin Abdullah, dia adalah rawi yang tsiqah dan banyak
meriwayatkan hadits, hanya saja dia melakukan tadlis. Dia banyak mendengar hadits-hadits dari
Baro bin Azib radiyallahu ‘anhu, namun hadits yang ia riwayatkan dari Baro ini ia riwayatkan dengan
lafadz yang muhtamal ( berkemungkinan mendengar atau tidak), dan dia tidak mendengar langsung
dari Baro bin Azib. Dia hanya mendengar dari Abu Daud al-A’ma, yaitu namanya Nufa’i bin Harits,
dia adalah rawi yang tidak dipakai dan tertuduh dusta.
ّٰل
ِبْس ِم ِهّٰللا َو الَّس اَل ُم َع َلى َر ُس ْو ِل ِهّٰللا ال ُهَّم اْغ ِفْر ِلْي ُذ ُنْو ِبْي َو اْفَتْح: ِإَذ ا َد َخ َل اْلَم ْس ِج َد َقاَل
ّٰل
ِبْس ِم ِهّٰللا َو الَّس اَل ُم َع َلى َر ُس ْو ِل ِهّٰللا ال ُهَّم اْغ ِفْر ِلْي: َو ِإَذ ا َخ َر َج َقاَل، ِلْي َأْبَو اَب َرْح َم ِتَك
ُذ ُنْو ِبْي َو اْفَتْح ِلْي َأْبَو اَب َفْض ِلَك
"Ketika Rasulullah SAW masuk masjid, Beliau berdoa : "Dengan menyebut nama Allah
serta salam kepada Rasulullah, ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah pintu-
pintu Rahmat-Mu". Ketika keluar, Beliau berdoa : "Dengan menyebut nama Allah, semoga
kesejahteraan terlimpah kepada Rasulullah, ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan
bukakanlah pintu-pintu karunia-Mu" (HR. Ahmad No. 25213, HR. Ibnu Majah No. 763).
Riwayat Imam Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari
Abu Muawiyah, dari Al-Laits, dari Abdillah bin Hasan, dari ibunya yaitu Siti Fatimah binti
Husain, dari Siti Fatimah Az-Zahra, dari Nabi SAW.
Dari kedua jalur sanad tersebut, kita bisa melihat bahwa Siti Fatimah binti Hasan
mendapatkan riwayat dari neneknya, yaitu Siti Fatimah binti Nabi SAW. Padahal,
hubungan antara cucu dan nenek tersebut tidak pernah hidup dalam masa yang sama.
Siti Fatimah Az-Zahra binti Nabi SAW wafat pada malam Selasa, tanggal 13 Ramadhan,
tahun 11 H dalam usia 27 tahun. Sedangkan cucunya yaitu Siti Fatimah binti Husain baru
lahir pada tahun 51 H dan wafat pada tahun 117 H.
Ya, Siti Fatimah Az-Zahra tidak pernah bertemu di masa yang sama dengan cucunya
yaitu Siti Fatimah binti Husain. Artinya, dalam riwayat tersebut ada satu rawi yang gugur
atau terputus, sehingga hadits tersebut dinamakan Hadits Munqathi'.
عن ابن عباس وجرهد ومحمد بن جحش عن النبي صلى هللا عليه و سلم الفخذ عورة
Dari Ibnu ‘Abbas, Jarhad dan Muhammad bin Jahsy, dari Nabi
Muhammad Saw.: “Paha adalah urat.”
قال أبو موسى غطى النبي صلى هللا عليه و سلم ركبتيه حين دخل عثمان
Abu Musa berkata, “Nabi Muhammad Saw. menutupi kedua
lututnya ketika ‘Utsman datang.”
Penjelasan:
ُرِم َي ُاَبُّي َيْو َم اَاْلْح َز اِب َع َلى َاْك َح ِلِه َفَك َو اُه َر ُس ْو ُل ِهّٰللا َص َّلى ُهّٰللا َع َلْيِه َو َس َّلَم
"Ubay bin Ka'ab terkena panah pada hari Perang Ahzab (Perang Khandaq) pada urat
nadinya, lalu Rasulullah SAW menyudut lukanya dengan besi panas" (HR. Muslim No.
4089).
Ghandar pernah meriwayatkan hadits tersebut dan mengubah lafadz " ( "ُاَبُّيUbay bin
Ka'ab) menjadi " ( "َاِبْيayahku). Jadi, di sini seolah yang terkena panah bukanlah Sahabat
Ubay bin Ka'ab ra, tetapi ayah Sahabat Jabir ra, padahal ayah Sahabat Jabir ra sudah
meninggal dunia sebelum Perang Ahzab (Perang Khandaq).
Para ulama' ahli hadits sendiri juga memperselisihkan riwayat sanadnya, ada yang
meriwayatkan dari Ikrimah dari Abu Bakar, ada yang meriwayatkan dari Ibnu Juhaifah
dari Abu Bakar, ada yang meriwayatkan dari Bara' dari Abu Bakar, ada yang
meriwayatkan dari Alqamah dari Abu Bakar, dan ada yang meriwayatkan dari Abu
Maisarah dari Abu Bakar. Sedangkan Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa rawi-rawi
hadits tersebut adalah tsiqqah (terpercaya), yang tidak mungkin ditarjih salah satunya.
ولم يدع وارًثا إال مولى هو أعتقه فدفع رسول هللا،أن رجاًل توفي على عهد رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
صلي هللا عليه وسلم ميراثه إليه
Bahwa seorang pria meninggal dunia di masa Rasulullah ﷺdan tidak
meninggalkan seorang pewaris kecuali seorang bekas budak yang telah ia
merdekakan maka Rasulullah ﷺmenyerahkan warisannya kepada dia.”
Dan yang mengikuti Ibnu ‘Uyainah dalam ketersambungan adalah Ibnu Juraij
dan yang lainnya. Namun, Hammad bin Zaid menyelisihi mereka.
Hammad bin Zaid meriwayatkan hadits tersebut dari ‘Amru bin Dinar dan
‘Ausajah namun tidak menyebutkan Ibnu ‘Abbas. Abu Hatim berkata, ”Hadits
yang (masuk kategori) Mahfuzh (termasuk hadits maqbul) adalah hadits Ibnu
‘Uyainah.”
Hammad bin Zaid adalah orang yang adil (memiliki ‘adalah) dan orang
yang dhabith. Namun demikian Abu Hatim merajihkan (mengunggulkan)
riwayat mereka yang lebih banyak jumlahnya dari dirinya.”[viii]
Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Habib bin Habib Ziyat, dari
Ishaq, dari Izar bin Harits, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah
Saw. bersabda:
َم ْن َأَقاَم الَّصَالَة َو آَتى الَّز َكاَة َو َح َّج الَبْيَت َو َص اَم َر َم َض اَن َو َقَر ى الَّضْيَف َد َخ َل الَج َّنَة
َو َيْق َطُع َص اَل َة ْا لَعْص ِر آِخ َر، الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َيْقُنُت ِفْي ْا لَفْج ِر َو ُيَك ِّبُر َيْو َم َع َر َفَة ِم ْن َص اَل ِة ْا لَغ َداِة َك اَن
الَّتْش ِر ْي ِق َأَّياِم
”Nabi ﷺmelakukan qunut pada waktu shalat fajar dan bertakbir pada hari
Arafah di (mulai) saat shalat Shubuh dan berakhir di waktu shalat Ashar pada
saat hari tasyriq yang terakhir.”
Imam an-Nasa’i, Daruquthni dan yang lainnya berkata tentang hadits dari Amr
bin Syamr,” Hadits matruk.”
Bila hadits maudhu’ (palsu) adalah hadits dha’if yang paling buruk maka hadits
matruk adalah yang dekat dengannya.[iv]