Anda di halaman 1dari 4

BERAGAM IBADAH NISHFU SYA’BAN

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa bagi sebagian orang, bulan Sya’ban


dipandang memiliki keistimewaan tersendiri sehingga layak disikapi dengan
beragam acara dan upacara spesial, terutama pada malam nishfu
Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban). Acara dan upacara yang biasa dilaksanakan
pada pertengahan bulan Sya’ban ini terwujud dalam bentuk ibadah ritual berupa
shaum, shalat, doa dan dzikir.

Tampaknya pelaksanaan beragam bentuk ibadah itu merujuk kepada beberapa


keterangan (dalil)—oleh sementara kalangan—dipandang bersumber dari Nabi
saw. dan diyakini sesuai dengan petunjuk Islam, hingga seorang pendongeng
bernama Ziyad al-Munqiri memproklamirkan:
‫َأ‬ ‫َأ‬
‫ِإَّن ْج َر َلْي َلِة الِّنْص ِف ِمْن َش ْع َباَن ِم ْث ُل ْج ِر َلْي َلِة اْل َقْد ِر‬
“Sesungguhnya pahala malam nishfu Sya’ban seperti pahala lailatul qadr.” [1]
Namun, jika kita merujuk pula kepada penjelasan para ulama dari berbagai
madzhab lintas generasi, ternyata beberapa dalil rujukan itu tidaklah kokoh, bahkan
sebagian ulama menyebutnya batil dan palsu (mawdhu’). Karena itu, dalil-dalil
tersebut tidak dapat dijadikan landasan beribadah. Karena itu, dalam menyikapi
pernyataan Ziyad al-Munqiri, seorang tabi’in yang popular dengan sebutan Ibnu
Abu Mulaikah (w. 117 H), dengan nada keras berkata:

‫َلْو َسِمْع ُتُه َيُقوُل َذِلَك َو ِفي َيِد ي َع ًص ا َلَض َر ْبُتُه ِبَها‬
“Sekiranya saya mendengar dia berbicara demikian, dan saya memegang tongkat,
niscaya saya pukul dia dengan tongkat itu.” [2]
Hadis-hadis Tentang Ibadah Nishfu Sya’ban
Secara umum, sikap pemuliaan nishfu Sya’ban merujuk kepada hadis-hadis sebagai
berikut:
A. Hadis Tentang Shaum, Shalat Nishfu, doa Nishfu Sya’ban
Hisyam bin Hassan, dari al-Hasan, dari sahabat ‘Usman bin Abil ‘Ash. [5]
Hadis ini lemah karena di dalam sanadnya terdapat dua cacat: Pertama, seorang
rawi bernama al-Hasan al-Bashri meriwayatkan dengan simbol ‘an (dari), padahal
dia dikenal sebagai seorang rawi mudallis (menyamarkan
periwayatan). Kedua, kelemahan seorang rawi yang bernama Jami’ bin
Shabih/Shubaih ar-Ramli. [6]
Hadis Kedua:
‫َأ‬
‫ َّوُل َلْي َلٍة ِمْن َر َج ٍب َو َلْي َلُة الِّنْص ِف ِمْن َش ْع َباَن َو َلْي َلُة الُج ْم َعِة َو َلْي َلُة الِفْطِر‬: ‫َخ ْم ُس َلَياٍل َال ُتَر ُّد ِفْي ِهَّن الَّدْع َو ة‬
‫َو َلْي َلِة الَّنْح ِر‬
“Ada lima malam yang tidak akan ditolak doa orang yang berdoa di dalamnya:
awal malam dari bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, malam Jum’at, malam ‘Idul
Fithri dan malam ‘Idul Adha.” HR. Ibnu ‘Asakir.[7]
Status Hadis
Hadis ini palsu karena di dalam sanadnya terdapat dua orang rawi yang dikenal
sebagai pendusta, yaitu (1) Abu Sa’id Bundar bin Umar dan (2) Ibrahim bin Abi
Yahya.
B. Hadis-hadis Tentang Tata Cara Ibadah Nishfu Sya’ban
1. akan tetapi orang-orang banyak menerima hadis darinya.” Mu’awiyah bin Shalih berkata, dari Yahya
bin Main, “Laits bin Abu Syufyan itu dhaif, kecuali hadisnya sekadar dicatat.” [11]
Hadis Kedua:
‫ َمْن َقَر َأ َلْي َلَة الِّنْص ِف ِمْن َش ْع َباَن َأْل َف‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا الَّنِبَّي صلي هللا عليه وسلم‬:‫َع ِن اْب ِن ُعَمَر َقاَل‬
‫ َلْم َيْخ ُر ْج ِمَن الُّدْنَيا َح َّتى َيْبَع َث ُهللا ِإَلْيِه ِفي َمَناِمِه ِم اَئَة َم َلٍك ُيَلُّبوَن‬، ‫َمَّر ٍة { ُقْل ُهَو ُهللا َأَح ُد} ِفي ِم اَئِة َر ْك َعٍة‬
‫َيْبِش ُر وَنُه ِبالَج َّنِة َو َثَالُثوَن ُيْؤ ِم ُنوَنُه ِمَن الَّناِر َو َثَالُثوَن َيْع ِص ُم وَنُه ِمْن َأْن ُيْخ ِط َئ َو ِع ْش ُروَن َيِكيُدوَن َمْن‬
‫ رواه ابن الجوزي‬.‫َع اَداُه‬
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa membaca
qul Huwallahu Ahad pada malam nishfu Sya’ban seribu kali pada seratu rakaat,
maka ia tidak akan keluar dari dunia sehingga Allah mengutus kepadanya sewaktu
tidur (mimpi) seratus malaikat yang menyambut dan memberinya kabar gembira
dengan surga, tiga puluh malaikat mengamankannya dari neraka, tiga puluh
malaikat memeliharanya dari kesalahan, dan sepuluh malaikat akan
memperdayakan orang yang memusuhinya.” HR. Ibnu al-Jauzi.[12]

Status Hadis
Pada sanad hadis ini terdapat rawi-rawi yang tidak dikenal (majhul), dan setelah
kami teliti ternyata banyak sekali rawi-rawi yang tidak terdapat dalam kitab-kitab
biografi periwayat (Rijal).
Ibnu al-Jauzi berkomentar, “Kami tidak ragu lagi bahwa hadis ini palsu (mawdhu’).
Kebanyakan rawi-rawi dalam ketiga jalan ini terdapat rawi-rawi yang tidak dikenal
(majhul), dan di antara mereka ada juga yang dhaif.” [13]
Hadis Ketiga:
‫ ِثْنَتي َع ْش َر َة‬، ‫ َمْن َص َّلى َلْي َلَة الِّنْص ِف ِمْن َش ْع َباَن‬: ‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َع ِن الَّنِبَّي صلي هللا عليه وسلم َقاَل‬
‫َر ْك َع ًة َيْق َر ُأ ِفي ُك ِّل َر ْك َعٍة { ُقْل ُهَو ُهللا َأَح ُد} َثَالِثيَن َمَّر ًة َلْم َيْخ ُر ْج َح َّتى َيَر ى َم ْق َعَدُه ِمَن الَج َّنِة َو َيْش َفَع ِفي‬
‫ ـ رواه ابن الجوزي‬. ‫َع ْش َر ٍة ِمْن َأْه ِل َبْيِتِه ُكِّلِهْم َو َج َبْت َلُه الَّناُر‬
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Barangsiapa shalat pada
malam nishfu Sya’ban sebanyak dua belas rakaat, ia membaca Qul Huwallahu
Ahad pada setiap rakaatnya sebanyak tiga puluh kali, maka ia tidak akan keluar
sebelum melihat tempat duduknya di surge terlebih dahulu, dan memberi syafaat
(menyelamatkan) sepuluh orang dari keluarganya, yang semuanya sudah pasti
masuk neraka.” HR. Ibnul al-Jauzi.[14]
Hadis ini juga dhaif karena pada sanadnya terdapat sekelompok rawi-rawi yang
majhul, juga terdapat dua rawi yang dhaif, yaitu Baqiyah dan Laits bin Abu Sulaim,
sebagaimana telah diterangkan di atas. [15]
Hadis Keempat:
‫ َر َأْيُت َر ُسوَل ِهللا صلي هللا عليه وسلم َلْي َلَة الِّنْص ِف ِمْن َش ْع َباَن َقاَم َفَص َّلى‬: ‫َقاَل َع ِلُّي اْبُن َأِبي َطاِلٍب‬
‫َأْر َبَع َع ْش َر َة َر ْك َع ًة ُثَّم َج َلَس َبْع َد الِفَر اِغ َفَقَر َأ ِب { ُأُّم الُقْر آِن } َأْر َبَع َع ْش َر َة َمَّر ًة َو { ُقْل ُهَو ُهللا َأَح ُد} َأْر َبَع‬
‫َع ْش َر َة َمَّر ًة َو { ُقْل َأُع وُذ ِبَر ِّب الَفَلِق } َأْر َبَع َع ْش َر َة َمَّر ًة َو { ُقْل َأُع وُذ ِبَر ِّب الَّناِس } َأْر َبَع َع ْش َر َة َمَّر ًة َو { آَيُة‬
‫ َمْن‬:‫ َفَلَّما َفَر َغ ِمْن َص َالِتِه َس َأْل ُت َع َّما َر َأْيُت ِمْن َص ِنيِعِه َفَقاَل‬، ‫الُك ْر ِش ي} َمَّر ًة { َو َلَقْد َج اَئُك ْم َر ُسوٌل} اآلَيَة‬
‫ َفِإْن َاْص َبَح ِفي ذِلَك‬، ‫َص َنَع ِم ْث َل اَّلِذ ي َر َأْي َت َك اَن َلُه َك ِع ْش ِر يَن َح َّج ًة َمْبُر وَر ًة َو َك ِص َياِم ِع ْش ِر يَن َسَّنٍة َمْقُبوَلٍة‬
‫ رواه ابن الجوزي والبيهقي‬. ‫الَيْو ِم َص اِئًما َك اَن َك ِص َياِم ِس ِّتيَن َسَّنٍة َماِض َيٍة َو َسَّنٍة ُمْس ًتْق ِبَلٍة‬
Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata, “Saya pernah melihat Nabi saw. pada malam
nishfu Sya’ban bangun dan shalat empat belas rakaat, kemudian setelah selesai
beliau duduk dan membaca Al-Fatihah empat belas kali, membaca Qul Huwallahu
Ahad empat belas kali, Qul A’udzu birrabbil falaq empat belas kali, Qul A’udzu
birrabbin Nas empat belas kali, dan beliau membaca ayat Kursi satu kali walaqad
ja’aakumur Rasul (Ayat). Maka tatkala beliau selesai dari shalatnya, aku bertanya
tentang apa yang aku lihat dari perbuatannya. Beliau menjawab, ‘Barangsiapa
melakukan amal seperti yang kamu lihat, maka baginya pahala sebanding dua
puluh kali haji mabrur dan shaum dua puluh tahun yang diterima. Dan jika pagi
hari itu ia dalam keadaan shaum, maka itu sebanding shaum enam puluh tahun
yang telah lalu dan yang akan datang.” HR. Ibnu al-Jauzi[16] dan Al Baihaqi[17]
Status Hadis
Hadis di atas pun dhaif, bahkan palsu sebagaimana dikatakan oleh Ibn al-Jauzi,
“Hadis ini maudhu (palsu) dan pada sanadnya terdapat kegelapan. Penyebab hadis
ini palsu adalah mencantumkan nama-nama periwayat yang bukan semestinya.
Selain itu, terdapat seorang rawi yang sering membuat hadis palsu bernama
Muhammad bin Muhajir. Ibnu Hanbal mengatakan, ‘Ia itu suka memalsukan
hadis’.” [18]
Perlu diketahui bahwa hadis-hadis tentang ibadah shalat, doa-doa, dan keutamaan-
keutamaan yang berkenaan dengan nishfu Sya’ban itu masih banyak lagi, namun
keseluruhan hadis-hadis tersebut dha’if, bahkan cenderung palsu (maudhu’)
Komentar Para Ulama Tentang Ibadah Nishfu
Al-Imam Sirajuddin Ibnu Mulaqqin asy-Syafi’i mengatakan, “Tidak ada hadis
shahih yang menerangkan tentang masalah pengkhususan shalat pada malam
Nishfu Sya’ban.” [19]

Syekh Muhammad Abdus Salam mengatakan, “Salat enam rakaat pada malam
nishfu Sya’ban dengan niat untuk menghilangkan bala, memanjangkan umur, dan
mengharap kekayaan, dengan bacaan surat Yasin dan doa, tidak diragukan lagi
bahwa hal seperti itu bid’ah (perkara yang diada-adakan) dalam agama dan
bertentangan dengan sunah Sayidul Mursalin (Muhammad saw.).”

An-Nazm Al-Ghaithi mengatakan, “Tentang menghidupkan ibadah-ibadah pada


malam Nishfu Sya’ban dengan berjamaah itu diingkari oleh kebanyakan ahlil Hijaz,
di antaranya Atha, Ibnu Abu Mulaikah, para ahli fiqih Madinah, dan sahabat Malik.
Mereka mengatakan bahwa hal itu seluruhnya bid’ah, dan tidak ada satupun dalil
tentang salat itu, baik dari Nabi saw. ataupun para sahabat.”
Imam An Nawawi mengatakan, “Shalat pada pertengahan bulan Rajab dan Sya’ban
itu bid’ah yang sangat dibenci.” [20]
Kesimpulan

Para ulama ahli hadis telah meneliti bahwa semua hadis yang menyebutkan tentang
keutamaan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat atau ibadah
lainnya serta shaum pada siang harinya, tidak ada satu pun yang shahih, bahkan
banyak yang palsu. Karena demikian adanya, tentu saja tidak dapat dijadikan
pegangan untuk beramal pada nishfu Sya’ban.

By Amin Muchtar, sigabah.com/beta


[1] Lihat, Mushannaf Abdurrazaq, Juz 4, hlm. 317
[2] Ibid.
[3] Lihat, Sunan Ibnu Majah, Juz 1, hlm. 444, No. 1388
[4] Lihat, Tahdzib al-Kamal fi Asma ar-Rijal, Jilid 33, hlm. 102-107
[5] Lihat, Syu’ab al-Iman, V : 362, No. 3555
[6] Lihat, Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wa al-Mawdhu’ah, juz 14, hlm. 1099
[7] Lihat, Tarikh Madinah Dimasyq, Juz 119, hlm. 6.
[8] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 127; Al-La’ali al-Mashnu’ah, II : 57
[9] Lihat, Al-Mughni, II : 444
[10] Lihat, Siyar ‘Alam an-Nubala, VI: 179-184, Al-Majruhin, karya Ibnu Hiban,
II: 231-232, dan Mizan al- I’tidal, III : 420.
[11] Lihat, Tahdzib al-Kamal fi Asma ar-Rijal, Jilid 24, hlm. 284.
[12] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 128; Al-La’aali al-Mashnu’ah, II : 58-59
[13] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 129
[14] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 129; Al-La’ali al-Mashnu’ah, II : 59
[15] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 129
[16] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 130; Al-La’ali al-Mashnu’ah, II : 59-60
[17] Lihat, Syu’ab al-Iman, III : 386
[18] Lihat, Al-Mawdhu’at, II : 130
[19] Lihat, at-Taudhih, juz 13, hlm. 445
[20] Keterangan para ulama itu dapat dibaca pada As-Sunan Wa al-Mubatada’at,
hlm. 145

Anda mungkin juga menyukai