Anda di halaman 1dari 4

Fatwa Tarjih Tentang Qunut

QUNUT BAGIAN DARI SHALAT ATAU BUKAN?

(pernah dimuat di sm tahun 2014)

Pertanyaan Dari:

Rusman, S.Ag. (Ketua PCM Masamba)

Desa Kamiri Kec. Masamba Kab. Luwu Utara Profinsi Sulawesi Selatan

(Disidangkan pada hari Jum’at:)

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum w w.

Di dalam HPT yang membahas tentang qunut subuh poin 1, 2, 3 tolong dikutipkan beberapa
kumpulan macam-macam hadis qunut yang dijadikan rujukan oleh Muhammadiyah
bahwa qunut sebagai bagian daripada sholat, tidak hanya sholat subuh.

Wassalamu ‘alaikum w. w.

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam w.w.

Pengertian qunut adalah tunduk kepada Allah SWT dengan penuh kebaktian. Selain itu dari
beberapa hadis, qunut juga bisa diartikan dengan thulul qiyam ( ‫)ُطوُل ْالِقَياِم‬. Dalam Himpunan
Putusan Tarjih disebutkan bahwasanya yang dimaksud dengan thulul qiyam adalah berdiri
lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad saw. Qunut yang seperti inilah yang disyariatkan (masyru’). Hal ini sebagaimana
yang terdapat dalam hadis Nabi Muhammad saw.:

‫ [رواه مسلم وأحمد وابن ماجه والترمذى‬.‫ َأْفَض ُل الَّص َالِة ُطوُل ْالُقُنوِت‬: ‫َع ْن َج اِبٍر َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
]‫وصححه‬

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: Shalat yang paling utama
adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut).” [HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan
at-Tirmidzi].

Dalam pembahasan fiqih ada beberapa jenis qunut. Dalam Himpunan Putusan Tarjih
disebutkan tentang tiga praktek qunut yang biasa dikenal, yaitu Qunut Nazilah, Qunut Witir,
dan Qunut yang dilaksanakan pada waktu shalat subuh. Qunut Nazilah adalah qunut yang
dilakukan ketika tertimpa musibah, namun Rasulullah saw. tidak mengerjakan Qunut Nazilah
setelah diturunkan QS. Ali-Imran (3) ayat 127.

‫ِلَيْقَطَع َطَر ًفا ِّم َن اَّلِذ يَن َكَفُروا َأْو َيْك ِبَتُهْم َفَينَقِلُبوا َخ اِئِبيَن‬.
Artinya: “Allah menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bala bantuan itu untuk
membinasakan segolongan orang-orang yang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, lalu
mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-apa.” [QS. Ali Imran (3): 127]

Sedangkan untuk Qunut Subuh, Muhammadiyah berpendirian bahwa qunut yang dilakukan
khusus pada saat shalat subuh tidak dibenarkan karena dalilnya lemah. Hadis-hadis yang
mendukung pendirian Muhammadiyah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hadis riwayat Imam Ahmad (1)


‫ َم ا َز اَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى‬: ‫ َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َقاَل‬,‫ َعَن الَّر ِبْيِع اْبِن َأَنٍس‬,‫ َح َّد َثَنا َأُبْو َج ْع َفٍر َيْع ِنى الَّراِز َّي‬, ‫َح َّد َثَنا َع ْبُد الَّر َّز اِق قَاَل‬
]‫ [رواه أحمد و الدارقطني والبيهقي‬.‫ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْقُنُت ِفي اْلَفْج ِر َح َّتي َفا َر َق الُّد ْنَيا‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Abd ar-Razzaq (ia berkata): Telah
mengabarkan kepadaku Abu Ja’far yaitu ar-Razi dari Ar-Rabi’ bin Anas dari Anas bin
Malik, ia berkata: Rasulullah saw. terus melakukan qunut pada shalat subuh sampai ia
meninggal dunia.” [H.R. Ahmad, ad-Daruqutni, dan al-Baihaqi]

Derajat hadis: Dha’if.

Dalam hadis ini terdapat perawi bernama ar-Rabi’ bin Anas. Dalam Tahdzib at-Tahdzib, an-
Nasai mengatakannya sebagai perawi yang tidak ada masalah (la ba’sa bih). Ini adalah
pernyataan ta’dil derajat keempat yaitu bahwasanya hadis dari perawi yang demikian tidak
dapat dijadikan hujjah kecuali setelah diteliti dan terbukti dikuatkan oleh perawi-perawi yang
terpercaya. Sedangkan Ibnu Hibban mengatakan: “Orang-orang menghindari hadis-hadisnya
yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far ar-Razi karena banyak mengandung kekacuan (al-ittirab).

Selain itu dalam sanad hadis tersebut terdapat perawi bernama Abu Ja’far ar-Razi. Nama
aslinya adalah ‘Isa bin Mahan, merupakan seorang perawi yang ulama berbeda pendapat
mengenai kredibilitasnya. Ibnu Sa’ad dan al-Hakim mengatakan sebagai perawi
yang tsiqah (terpercaya). Sedangkan Ahmad, al-‘Ijli, dan an-Nasai mengatakan bahwa ia
tidak kuat dalam hadis (laisa bi qawiyyin bi al-hadis). ‘Amr bin Ali menyatakan sebagai
perawi yang dhaif dan buruk hafalannya.

Ibnu Hajar menegaskan bahwa ia menemukan satu syahid bagi hadis ini yang menyatakan
bahwa Rasulullah saw. qunut hingga akhir hayatnya. Akan tetapi ia menyatakan bahwa dalam
riwayat syahid itu terdapat perawi bernama ‘Amr bin Ubaid yang dhaif dan hadisnya tidak
dapat dijadikan hujjah.

2. Hadis riwayat Imam Ahmad (2)


‫ َس َأْلُت َأَنَس ْبَن‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َع ْن ُمَحَّمٍد َيْع ِني اْبَن ِس يِر يَن‬، ‫ َع ْن َخ اِلٍد َيْع ِني اْلَح َّذ اَء‬، ‫َح َّد َثَنا َم ْح ُبوُب ْبُن اْلَحَس ِن ْبِن ِهاَل ِل ْبِن َأِبي َزْيَنَب‬
]‫ [رواه أحمد‬.‫ َبْع َد الُّر ُك وِع‬، ‫ َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬، ‫ َو َم ْن ُهَو َخْيٌر ِم ْن ُع َم َر‬، ‫ َنَعْم‬: ‫ َهْل َقَنَت ُع َم ُر؟ َقاَل‬، ‫َم اِلٍك‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Mahbub bin al-Hasan bin Hilal bin Abu Zainab
dari Khalid yaitu al-Hadza’ dari Muhammad dari yaitu Ibnu Sirin berkata, Aku bertanya
kepada Anas bin Malik, Apakah Umar melakukan Qunut? (Anas bin Malik) ra. menjawab:
Ya. Dan orang yang lebih baik dari ‘Umar yaitu Rasulullah saw. juga melakukannya
setelah ruku’.” [H.R. Ahmad]

Derajat hadis: dhaif.


Hadis ini dhaif karena terdapat perawi bernama Mahbub bin Hasan. Mengenai Mahbub, az-
Zahabi dalam Tahdzib at-Tahdzib menyatakan bahwa menurut Ibnu Ma’in ia tidak apa-apa
(laisa bihi ba’s). Menurut Abi Hatim ia tidak kuat, menurut an-Nasai ia dhaif.

Selanjutnya adalah hadis-hadis lain yang berkaitan dengan qunut, di antaranya:

‫ َقْد َك اَن‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ َس َأْلُت َأَنَس ْبَن َم اِلٍك َع ِن الُقُنوِت‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َح َّد َثَنا َعاِص ٌم‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َح َّد َثَنا َع ْبُد الَو اِحِد ْبُن ِز َياٍد‬: ‫ َقاَل‬، ‫َح َّد َثَنا ُمَس َّدٌد‬
‫ ِإَّنَم ا َقَنَت‬. ‫ َك َذ َب‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ َفِإَّن ُفَالًنا َأْخ َبَرِني َع ْنَك َأَّنَك ُقْلَت َبْع َد الُّر ُك وِع‬: ‫ َقاَل‬،‫ َقْبَلُه‬: ‫ َقْبَل الُّر ُك وِع َأْو َبْع َد ُه؟ َقاَل‬: ‫ ُقْلُت‬, ‫الُقُنوُت‬
‫ ِإَلى َقْو ٍم ِم َن‬، ‫ ُز َهاَء َس ْبِع يَن َر ُج اًل‬، ‫ ُأَر اُه َك اَن َبَع َث َقْو ًم ا ُيَقاُل َلُهْم الُقَّراُء‬،‫َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َبْع َد الُّر ُك وِع َش ْهًرا‬
‫ َفَقَنَت َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َش ْهًرا‬، ‫ َو َك اَن َبْيَنُهْم َو َبْيَن َر ُسوِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْهٌد‬، ‫الُم ْش ِر ِكيَن ُد وَن ُأوَلِئَك‬
]‫ [رواه البخاري‬. ‫َيْد ُعو َع َلْيِه ْم‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad, dia berkata, telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul Wahid bin Ziyad, dia berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Ashim,
dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang qunut. Lalu dia menjawab:
Qunut itu benar adanya. Aku bertanya lagi: Apakah pelaksanaannya sebelum atau sesudah
ruku’? Dia menjawab: Sebelum ruku’. Ashim berkata: Ada orang yang mengabarkan
kepadaku bahwa engkau mengatakan bahwa pelaksanaannya setelah ruku’? Anas bin Malik
menjawab: Orang itu dusta. Rasulullah saw. pernah melaksanakannya setelah ruku’ selama
satu bulan. Hal itu beliau lakukan karena beliau pernah mengutus sekelompok orang (ahli
Al-Quran) yang berjumlah sekitar tujuh puluh orang kepada kaum musyrikin selain mereka.
Saat itu antara Rasulullah saw. dan kaum musyrikin ada perjanjian. Kemudian Rasulullah
saw. melaksanakan doa qunut selama satu bulan untuk berdoa atas mereka (karena telah
membunuh para utusannya).” [H.R. al-Bukhari]

Hadis di atas menjelaskan dua model qunut yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.,
yaitu sebelum ruku’ dan setelah ruku’. Jadi bisa diketahui bahwasanya qunut yang
disyariatkan adalah qunut dalam pengertian melamakan berdiri untuk berdoa dalam shalat.
Sedangkan pelaksanaan Qunut Subuh yang saat ini banyak diamalkan (qunut setelah ruku’)
adalah tidak disyariatkan, karena Rasulullah saw. melakukan qunut yang demikian itu hanya
selama satu bulan dan itu merupakan qunut nazilah. Dalam pada itu, Rasulullah saw.
melakukan Qunut Nazilah tidak hanya pada waktu shalat subuh saja, sebagaimana yang
disebutkan dalam hadis berikut:

‫ َقَنَت َر ُسوُل‬: ‫ َقاَل‬،‫ َع ِن اْبِن َعَّباٍس‬،‫ َع ْن ِع ْك ِرَم َة‬،‫ َع ْن ِهاَل ِل ْبِن َخَّباٍب‬،‫ َح َّد َثَنا َثاِبُت ْبُن َيِز يَد‬، ‫َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهللا ْبُن ُمَع اِوَيَة اْلُج َم ِحُّي‬
: ‫ ِإَذ ا َقاَل‬،‫ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َش ْهًرا ُم َتَتاِبًعا ِفي الُّظْهِر َو اْلَع ْص ِر َو اْلَم ْغ ِر ِب َو اْلِع َش اِء َو َص اَل ِة الُّصْبِح ِفي ُد ُبِر ُك ِّل َص اَل ٍة‬
.‫ َو ُيَؤ ِّم ُن َم ْن َخ ْلَفُه‬،‫ َو ُع َص َّيَة‬، ‫ َو َذْك َو اَن‬، ‫ َع َلى ِرْع ٍل‬، ‫ َيْد ُعو َع َلى َأْح َياٍء ِم ْن َبِني ُس َلْيٍم‬،‫َسِمَع ُهللا ِلَم ْن َحِم َد ُه ِم َن الَّر ْك َعِة اآْل ِخ َرِة‬
]‫[رواه أبو داود و أحمد و ابن خزيمة والحاكم وصححه‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mu’awiyah al-Jumahi, dia berkata,
telah menceritakan kepada kami Tsabit bin Yazid, dari Hilal bin Khabbab, dari Ikrimah, dari
Ibn Abbas, ia berkata, Rasulullah saw melakukan qunut selama satu bulan terus menerus
dalam shalat dhuhur, asar, maghrib, isya, dan shalat shubuh pada akhir setiap shalat
sesudah mengucapkan sami’allahu liman hamidah pada rakaat terakhir di mana ia
mendoakan keburukan untuk beberapa kabilah Bani Sulaim, yaitu Ri’l, Dzakwan, dan
Usayyah, dan para ma’mum di belakangnya mengamininya.” [H.R. Abu Dawud, Ahmad,
Ibnu Khuzaimah]. Hadis ini sahih menurut al-Hakim dan al-‘Arnaut dalam kitab Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal.
‫ ِإَّنَك َقْد َص َّلْيَت َخ ْلَف‬،‫ َيا َأَبِة‬:‫ ُقْلُت َألِبي‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َع ْن َأِبي َم اِلٍك اَألْش َجِع ِّي‬، ‫ َح َّد َثَنا َيِزيُد ْبُن َهاُروَن‬: ‫ َقاَل‬،‫َح َّد َثَنا َأْح َم ُد ْبُن َم ِنيٍع‬
، ‫ َهاُهَنا ِبالُك وَفِة َنْح ًو ا ِم ْن َخ ْم ِس ِسِنيَن‬،‫ َو َع ِلِّي ْبِن َأِبي َطاِلٍب‬، ‫ َو ُع ْثَم اَن‬، ‫ َو ُع َم َر‬، ‫َر ُسوِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َأِبي َبْك ٍر‬
]‫ [رواه الترمذي والنسائى وابن مجاجه و أحمد‬. ‫ َأْي ُبَنَّي ُم ْح َد ٌث‬: ‫َأَك اُنوا َيْقُنُتوَن ؟ َقاَل‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, dari Abu Malik al-Asyja’i, ia berkata, aku
bertanya kepada ayahku: Wahai ayah, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah saw,
Abu Bakar, Umar, Usman, dan juga di belakang Ali di Kufah selama sekitar lima tahun,
apakah mereka itu melakukan qunut? Ayahku menjawab: Wahai anakku, itu adalah sesuatu
yang diadakan kemudian (bid’ah).” [H.R. al-Bukhari]

‫ ُأَلَقِّر َبَّن َص َالَة الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه‬: ‫ َقاَل‬،‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،‫ َع ْن َأِبي َس َلَم َة‬،‫ َع ْن َيْح َيى‬، ‫ َح َّد َثَنا ِه َش اٌم‬: ‫ َقاَل‬،‫َح َّد َثَنا ُمَع اُذ ْبُن َفَض اَلَة‬
‫ َبْع َد َم ا‬،‫ َو َص َالِة الُّص ْبِح‬، ‫ َو َص َالِة الِع َش اِء‬،‫ َفَك اَن َأُبو ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َيْقُنُت ِفي الَّر ْك َعِة اآلِخَرِة ِم ْن َص َالِة الُّظْهِر‬، ‫َو َس َّلَم‬
]‫ [رواه البخاري و مسلم‬. ‫ َفَيْد ُعو ِلْلُم ْؤ ِمِنيَن َو َيْلَع ُن الُك َّفاَر‬،‫ َسِمَع ُهللا ِلَم ْن َحِم َد ُه‬:‫َيُقوُل‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadlalah, dia berkata, telah
menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia
berkata: Sungguh akan aku contohkan shalatnya Nabi saw.. Abu Hurairah ra. membaca doa
qunut pada rakaat terakhir dalam shalat zhuhur, shalat ‘isya dan shalat subuh setelah
mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Lalu ia mendoakan kaum mukminin dan melaknat
orang-orang kafir.” [H.R. al-Bukhari dan Muslim]

Hadis-hadis di atas adalah sahih. Adapun hadis yang menyatakan bahwasanya Rasulullah
saw. melaksanakan qunut subuh sampai beliau meninggal statusnya adalah dha’if,
sebagaimana hadis riwayat Ahmad sebelumnya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi
disebutkan bahwasanya qunut yang dimaksud adalah thulul qiyam (lama berdiri ketika
shalat), kemudian pada hadis dari Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
memberitahukan kepada kita bahwa Nabi saw. telah menjalankan qunut selama satu bulan
dan tidak ada penjelasan bahwasanya itu adalah qunut yang hanya terbatas pada shalat
shubuh. Bahkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah lebih jelas bahwa Nabi
saw. tidak melaksanakan qunut hanya pada Salat Subuh tetapi juga pada Salat Zuhur, Ashar,
Maghrib dan Isya.

Wallaahu a’lam bish-shawab.

—————————————–
Semua pertanyaan dijawab oleh Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah, e-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai