Anda di halaman 1dari 44

Mengkaji Qunut Nazilah

Yulian Purnama 22 June 2010 1 Comment

Share on Facebook

Share on Twitter

Mengkaji Qunut Nazilah

Melihat pentingnya pembahasan tentang Qunut Nazilah pada kondisi sekarang ini, juga
dikarenakan banyak manusia yang belum memahami hukum dan tata caranya, maka kami akan
menjelaskan perihal Qunut Nazilah, hukum dan tata caranya sesuai dengan Sunnah Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Penjelasan ini kami bagi menjadi beberapa bagian:

Pertama: Qunut Nazilah disyariatkan ketika terjadi musibah besar, dan boleh dilakukan pada
semua shalat wajib yang lima.

Banyak dalil yang mendasari hal ini, antara lain:

Pertama: Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam berdoa Qunut selama sebulan penuh, beliau mendoakan keburukan terhadap Ri’lan
dan Dzakwan serta ‘Ushayyah yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya” [HR. Bukhari-Muslim,
dengan lafadz Muslim]

Kedua: Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah,
dan Bani Lihyan meminta bantuan orang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk
berlindung dari musuh, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan bantuan 70 orang Anshor
yang kami sebut sebagai Qurra’. Kebiasaan para sahabat yang disebut Qurra’ ini adalah mereka
pencari bakar di siang hari dan menegakkan shalat lail di malam hari. Ketika 70 ornag Anshor ini
berada di perjalanan dan sampai di sumur Ma’unah, mereka dibunuh dan dikhianati oleh suku
Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani Lihyan. Berita ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, maka beliau melakukan Qunut Nazilah selama sebulan pada shalat shubuh
mendoakan kehancuran terhadap suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani Lahyan. Anas
berkata: ” Kami pernah membacanya ayat Qur’an diturunkan tentang orang-orang yang dibunuh
di sumur Ma’unah tersebut , kemudian ayat tersebut diangkat (mansukh) sesudah itu. (Yaitu
ayat)
‫ع ننا نوأ نررنضاننا‬
‫ع ننا نقرونمننا أ ن ننا ل نضقيننا نرب نننا نفنرضضني ن‬
‫بنلض نغغوا ن‬

‘Sampaikanlah kepada kaum kami bahwa kami telah bertemu dengan Tuhan kami,
maka Dia ridha kepada kami dan kami ridha kepada-Nya.’ “ [HR. Bukhari]

Ketiga: Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Rasulullah


Shallallahu’alaihi Wasallam terkadang berdoa Qunut (ketika ada musibah) pada shalat
Maghrib dan shalat Shubuh” [HR. Bukhari]

Keempat: Diriwayatkan dari Barra’ bin ‘Azib Radhiyallahu’anhu: “Rasulullah


Shallallahu’alaihi Wasallam terkadang berdoa Qunut (ketika ada musibah) pada shalat
Shubuh dan shalat Maghrib” [HR. Bukhari]

Kelima: Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu:

“Selama sebulan penuh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah membaca ‫ا ا‬ ‫سمع ا‬


‫ لمدمنن دحممددها‬pada raka’at terakhir dari shalat Isya beliau membaca doa Qunut:

‫ش نبدن أدمبيِ درمبيِدعدة اللااهام أدننمج انلدومليِدد نبدن انلدومليِمد اللااهام أدننمج دسلددمدة نبدن مهدشاَمم اللااهام أدننمج انلامنسدت ن‬
‫ضدعمفيِدن ممدن انلام نؤمممنيِدن‬ ‫اللااهام أدننمج دعايِاَ د‬
‫ضدر اللااهام انجدعنلدهاَ دعلدنيِمهنم مسمنيِدن دكمسمنيِ ايِواس د‬
‫ف‬ ‫ك دعدلىَ ام د‬ ‫اللااهام انشادند دونطأ ددت د‬

Ya Allah, tolonglah ‘Ayyash bin Abi Rabi’ah. Ya Allah, tolonglah Walid bin Al Walid. Ya
Allah, tolonglah Salamah bin Hisyam. Ya Allah, tolonglah orang-orang lemah dari kaum
mu’minin. Ya, Allah sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang yang durhaka. Ya Allah,
jadikanlah tahun-tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun yang dilewati Yusuf “
[HR. Bukhari][1]

Keenam: Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Sungguh aku


bersungguh-sungguh dalam mencontoh shalat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”.
Dan pernah Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berdoa Qunut pada raka’at terakhir shalat
‫ سمع ا‬kemudian
Zhuhur dan shalat Isya serta shalat Shubuh setelah membaca ‫ا ا لمدمنن دحممددها‬
ia berdoa untuk kebaikan kaum mu’minin dan keburukan kaum kafir. [HR. Bukhari-
Muslim]
Ketujuh: Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
berdoa Qunut dengan selama sebulan dan dilakukan berturut-turut pada shalat Zhuhur,
Ashar, Maghrib, Isya, dan shalat Shubuh pada setiap raka’at terakhir setelah membaca
‫ سمع ا‬beliau mendoakan kehancuran bagi Bani Sulaim, Ri’lin, Dzakwan dan
‫ا ا لمدمنن دحممددها‬
Ushayyah. Kemudian orang-orang dibelakangnya mengamini” . Diriwayatkan oleh
Ahmad, Abu Dawud dengan sanad jayyid. An Nawawi berkata: “Diriwayatkan Abu
Dawud dengan sanad hasan dan shahih” [Al Majmu’, 482/3]. Ibnul Qoyyim berkata:
“Hadits ini shahih” [Zaadul Ma’ad, 208/1]. Al Albani menghasankan hadits ini [Lihat
Shahih Sunan Abi Dawud juz 1443]

Dari beberapa hadits di atas dapat disimpulkan:

Pertama: Disyariatkannya doa Qunut Nazilah saat terjadi musibah. Ibnu Taimiyah
berkata: “Dianjurkan berdoa Qunut saat terjadi musibah. Pendapat ini adalah pendapat
fuqaha ahli hadits dan didasari oleh riwayat-riwayat dari Khulafa Ur Rasyidin” [Majmu’
Fatawa 108/23]

Kedua: Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melakukan praktek berdoa Qunut Nazilah


pada lima shalat waktu. Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam berdoa Qunut pada shalat Shubuh, Zhuhur, Maghrib, dan Isya’. Adapun pada
shalat Ashar diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad jayyid.
Sebagaimana telah lewat penjelasannya.

Ketiga: Kebanyakan riwayat menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam paling sering berdoa Qunut pada shalat Shubuh, setelah itu sering dilakukan
pada shalat Maghrib, setelah itu shalat Isya, setelah itu shalat Zhuhur baru kemudian
shalat Ashar.

Ibnu Taimiyah berkata: “Disyariatkan doa Qunut saat terjadi musibah pada shalat
Shubuh dan shalat wajib yang lain, untuk mendoakan kaum mu’minin dan mendoakan
keburukan untuk kaum kuffar. Sebagaimana Umar berdoa Qunut untuk memerangi
orang Nashara dengan doa ‫[ ” اللهم العن كفرة أهل الكتاَب‬Majmu’ Fatawa 270/22].

Beliau juga berkata: “Doa Qunut paling banyak dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam pada shalat Shubuh” [Majmu’ Fatawa 269/22]

Ibnul Qoyyim berkata: “Petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam berdoa


Qunut adalah mengkhususkannya hanya pada saat terjadi musibah dan tidak
melakukannya jika tidak ada musibah. Selain itu tidak mengkhususkan pada shalat
Shubuh saja, walaupun memang beliau paling sering melakukan pada shalat Shubuh”
[Zaadul Ma’ad 273/1].

Keempat: Doa Qunut dilakukan pada raka’at terakhir setelah bangun dari ruku’.

Kedua: Yang sesuai dengan syariat, doa Qunut itu ringkas.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak berdoa Qunut dengan bacaan yang


panjang. Sebagaimana hadits dari Anas Radhiyallahu’anhu saat ada yang bertanya
“Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa Qunut pada shalat Shubuh?”.
Anas menjawab: “Ya. Setelah ruku’, dengan doa yang ringkas” [HR. Muslim].

Dan telah jelas bagi kita dari hadits-hadits yang telah lewat bahwa doa Qunut yang
dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah doa-doa yang kalimatnya sedikit.
Dan tentulah, kebahagiaan hanya ada pada apa yang sesuai dengan contoh Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam.

Ketiga: Membatasi doa Qunut pada apa yang menjadi musibah saat itu.

Tidak dianjurkan menambah doa tentang hal lain pada doa Qunut. Karena yang benar
adalah mencukupkan doa Qunut pada apa yang menjadi musibah saat itu saja. Inilah
yang nampak dari dalil-dalil yang telah lewat dan juga dalil yang lain bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam mengulang-ulang doa Qunut yang sama ketika beliau
melakukan doa Qunut dalam sebulan penuh. Walau terkadang beliau berdoa Qunut
dengan doa yang agak sedikit berbeda.

Keempat: Qunut Nazilah hanya dilakukan karena adanya sebab, yaitu musibah besar
yang melanda kaum muslimin, jika musibah telah berakhir maka tidak dilakukan lagi.
Sedangkan Qunut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang dilakukan selama sebulan
penuh sebagaimana telah lalu haditsnya, bukanlah pembatasan. Karena Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam tidak meneruskan pelaksanaan Qunut Nazilah setelah
sebab yang menjadi alasan beliau untukmelakukan Qunut Nazilah telah hilang. Yaitu
dalam hal ini, datangnya para sahabat yang didoakan Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam doa Qunut dengan selamat. Hal ini didasari oleh hadits dari Abu
Hurairah Radhiyallahu’anhu: “Selama sebulan penuh Rasulullah Shallallahu’alaihi
‫ سمع ا‬pada raka’at terakhir dari shalat Isya beliau
Wasallam setelah membaca ‫ا ا لمدمنن دحممددها‬
membaca doa Qunut: ‘Ya Allah, tolonglah ‘Iyyash bin Abi Rabi’ah. Ya Allah, tolonglah
Walid bin Walid. Ya Allah, tolonglah Salamah bin Hisyam. Ya Allah, tolonglah orang-
orang lemah dari kaum mu’minin. Ya, Allah sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang
yang durhaka. Ya Allah, jadikanlah tahun-tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun
yang dilewati Yusuf’ ”

Abu Hurairah berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak


meneruskan doa Qunut setelahnya. Kemudian aku berkata kepada para sahabat: ‘Aku
melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak meneruskan doa Qunut’. Lalu ada
yang bertanya: ‘Apakah kalian melihat mereka sudah datang?’[2] ” [HR. Muslim]

Ibnul Qoyyim berkata: “Qunut Nazilah dilakukan karena ada musibah yang menimpa
suatu kaum atau beberapa orang. Dan Qunut Nazilah tidak dilakukan lagi setelah orang
yang didoakan tersebut datang, atau telah terbebas dari tawanan, atau telah pulang
dengan selamat, atau orang yang didoakan keburukan telah bertaubat. Karena
disyariatkan Qunut Nazilah adalah untuk menghilangkan musibah tersebut, maka
setelah hilang tidak lagi dilakukan Qunut Nazilah” [Zaadul Ma’ad 272/1]

Kelima: Qunut Nazilah tidak memiliki lafadz tertentu. Lafadz-nya disesuaikan dengan
musibah yang sedang terjadi

Adapun doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Al Hasan


yang berbunyi:

‫ الخ‬.… َ‫الللهم اهمدناَ فيِدمن دهدنيِتْ و عاَمفناَ فيِدمن عاَفنيِتْ و دتدوالناَ فيِدمن دتدولانيِتْ و باَمرك دلناَ فيِما‬
Ini adalah doa Qunut pada shalat Witir. Dan tidak terdapat riwayat yang menetapkan
bahwa doa ini di baca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada Qunut Nazilah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Disunnahkan untuk melakukan Qunut Nazilah
ketika ada musibah, dan disunnah pula padanya mendoakan kaum muslimin yang
sedang diperangi (musuh)” [Majmu’ Fatawa, 155/21]

Beliau juga berkata: “Dianjurkan seseorang yang melakukan Qunut Nazilah berdoa
sesuai dengan musibah yang terjadi saat itu. Dan jika dalam doanya ia menyebutkan
kaum mu’minin yang diperangi atau mendoakan kehancuran bagi orang-orang kafir
yang memerangi mereka, maka itu adalah sebuah kebaikan” [Majmu’ Fatawa, 271/22]

Beliau juga berkata: “Umar Radhiyallahu’anhu melakukan Qunut Nazilah ketika musibah
menimpa kaum muslimin. Dan beliau berdoa dengan doa yang sesuai dengan musibah
yang terjadi. Sebagaimana Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa Qunut pertama kali
untuk mendoakan kehancuran bagi Kabilah Bani Sulaim yang telah membunuh para
pembaca Al Qur’an. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa sesuai dengan keadaan
tersebut. Kemudian pada kesempatan lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mendoakan para sahabat yang dalam keadaan lemah. Pada kesempatan inipun
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa sesuai dengan keadaan. Maka sunnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Khulafa Ar Rasyidin ini menunjukkan dua
hal:

Qunut Nazilah dilakukan karean adanya suatu sebab, adapun melakukannya secara
rutin dan terus-menerus bukan termasuk sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

Doa Qunut Nazilah tidak ditetapkan lafadz-nya. Adapun lafadz-nya menyesuaikan


dengan musibah yang sedang terjadi. Sebagaimana doa Qunut Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam yang pertama dan kedua. Juga sebagaimana doa Umar
Radhiyallahu’anhu kepada orang yang memeranginya saat terjadi fitnah. Beliau berdoa
dengan doa yang sesuai dengan musibah yang terjadi. “ [Majmu’ Fatawa, 109/23]

Dan berdoa dengan lafadz doa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang sesuai dengan
musibah yang terjadi pada masa kita sekarang ini adalah sebuah kebaikan. Yaitu
misalnya dengan lafadz:

‫ اللهم اشدد وطأتك علىَ اليِهود المجرميِن ومن شاَيِعهم‬، ‫ اللهم انصرهم‬، ‫اللهم أنج إخوانناَ المسلميِن فيِ فلسطيِن‬
‫ اللهم اجعلهاَ عليِهم سنيِن كسنيِ يِوسف‬، ‫ اللهم العنهم‬، ‫وأعاَنهم‬
Artinya: “Ya Allah, berilah kemenangan pada dari kaum muslimin di Palestina. Ya Allah,
tolonglah mereka. Ya, Allah sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang Yahudi yang nista,
juga kepada sekutu dan pendukung mereka. Ya Allah, jatuhkan laknat kepada mereka
dan jadikanlah tahun-tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun yang dilewati Yusuf”

Karena doa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lebih utama dan juga telah
mencakup apa yang dimaksudkan.

Keenam: Di anjurkan bagi imam shalat untuk mengeraskan suara saat berdoa Qunut.

Hal ini didasari oleh hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: “Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam jika ingin mendoakan kebaikan bagi seseorang, atau
mendoakan keburukan bagi seseorang, beliau berdoa Qunut setelah ruku’ setelah
‫ سمع ا‬beliau membaca: ‘Ya Allah bagi-Mu segala pujian. Ya Allah,
membaca ‫ا ا لمدمنن دحممددها‬
tolonglah Walid bin Walid. Ya Allah, tolonglah Salamah bin Hisyam. Ya Allah, tolonglah
‘Iyyash bin Abi Rabi’ah. Ya Allah, tolonglah orang-orang lemah dari kaum mu’minin. Ya,
Allah sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang yang durhaka. Ya Allah, jadikanlah tahun-
tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun yang dilewati Yusuf’. Beliau membacanya
dengan suara keras” [HR. Bukhari]

Imam An Nawawi berkata: “Hadits tentang Qunutnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam


saat dibantainya para pembaca Al Qur’an Radhiyallahu’anhum menetapkan bahwa doa
Qunut dibaca dengan suara keras pada setiap shalat. Inilah pendapat yang kuat.
Adapun pendapat benar tentang hukumnya, disunnahkan membacanya dengan suara
keras.” [Al Majmu’, 482/3]

Ibnu Hajar berkata: “Yang nampak bagiku adalah bahwa Qunut Nazilah dilakukan pada
saat I’tidal bukan saat sujud, walaupun memang doa saat sujud lebih besar
kemungkinan untuk dikabulkan. Sebagaimana ditetapkan hadits : ‘Seorang hamba
berada paling dekat dengan Rabb-nya pada saat ia sedang bersujud’. Dan juga
ditetapkan dari dalil-dalil yang ada bahwa wajib bagi ma’mum untuk mengikuti imam
dalam doa Qunut, juga jika dengan ta’min. Oleh karena itu, disepakati bahwa
pembacaan doa Qunut ialah dengan suara keras ” [Fathul Baari, 570/2]
Ketujuh: Dianjurkan bagi ma’mum untuk ta’min (mengamini) doa imam pada saat berdoa
Qunut.

Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma yang menceritakan Qunut


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: Artinya: “Beliau mendoakan kutukan terhadap Bani
Sulaim dan terhadap Ri’lan, Dzakwan dan ‘Ashiyyah. Dan orang-orang yng dibelakang
beliau pun mengamininya” [HR. Ahmad, Abu Dawud dengan sanad jayyid]

Kedelapan: Dianjurkan mengangkat kedua tangan dalam doa Qunut.

Hal ini didasari hadits Anas Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Tidak pernah kulihat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersungguh-sungguh dalam berdoa seperti
doanya untuk para Qurra’. Dan pada saat itu aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pada shalat Shubuh beliau berdoa Qunut sambil mengangkat kedua
tangannya ” [HR. Ahmad, dengan sanad shahih. An Nawawi berkata: “Diriwayatkan oleh
Al Baihaqi dengan sanad shahih atau hasan”]. [Al Majmu’, 479/3]

Dari Abu Rafi’, ia berkata: “Aku shalat di belakang Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu,
beliau berdoa Qunut setelah bangun dari rukuk sambil mengangkat kedua tangannya
dan membaca doa dengan suara keras” [HR. Baihaqi, ia berkata “Riwayat ini shahih di
nisbatkan kepada Umar”. Dinukil dari Sunan Baihaqi 212/2]

An Nawawi berkata: “Dari Abu ‘Utsman ia berkata: ‘Biasanya Umar Radhiyallahu’anhu


mengangkat kedua tangan saat Qunut’. Dan dari Al Aswad ia berkata: ‘Biasanya Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu’anhu mengangkat kedua tangan saat Qunut’. Imam Al Bukhari
meriwayatkan hadits-hadits tersebut dalam Kitab Raf’ul Yadain[3] dengan sanad shahih.
Dan Imam Al Bukhari berkata: ‘Hadits-hadits ini shahih diriwayatkan dari Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam’ ” [Al Majmu’. 490/3]

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Praktek Qunut Nazilah

Pertama: Tidak disyariatkan mengusap wajah setelah selesai berdoa


Karena riwayat yang menjelaskan tentang mengusap wajah setelah berdoa derajatnya
dhoif dan tidak bisa dijadikan hujjah. Al Baihaqi berkata: “Adapun mengusap wajah
setelah selesai berdoa Qunut, aku tidak mendapatkan ada ulama Salaf yang
berpendapat demikian dalam doa Qunut. Namun hal ini diriwayatkan sebagian Salaf
dalam doa di luar shalat. Dan hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang
mengusap wajah derajatnya dhoif. Memang hal ini telah dilakukan sebagian salaf di luar
shalat, tetapi di dalam shalat tidak ada hadits shahih, ataupun atsar maupun qiyas yang
mendasarinya. Dan yang lebih baik adalah tidak melakukannya dan mencukupkan diri
pada apa yang diterapkan para salaf Radhiyallahu’anhum, yaitu mengangkat tangan
tanpa mengusap wajah setelahnya. Wabillahit Taufiq” [Sunan Baihaqi, 212/2]

Imam Nawawi Rahimahullah telah menjelaskan ke-dhoif-an riwayat tentang mengusap


wajah setelah doa dalam shalat, kemudian berkata: “Al Baihaqi memiliki tulisan yang
terkenal yang ia tulis untuk Syaikh Abu Muhammad Al Juwaini. Ia telah membantah
semua hal tentang mengusap wajah setelah Qunut” [Al Majmu’, 480/3]

Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun tentang mengusap wajah dengan kedua tangan tidak
ada dalilnya kecuali satu atau dua hadits yang tidak dapat dijadikan hujjah (karena
dhoif)” [Majmu’ Fatawa, 519/22]

Kedua: Perlu di kritisi sebagian manusia yang berdoa Qunut dengan lafadz semacam :

‫ أو يِاَ عفو يِاَ غفور‬، ‫اللهم اشدد وطأتك علىَ الصرب النصاَرى المجرميِن برحمتك يِاَ أرحم الراحميِن‬

Artinya: “Ya Allah, sempitkanlah jalan-Mu bagi orang-orang Nashara yang berbuat nista,
dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang ” atau “Wahai Dzat Yang Maha
Pengampun”

Karena bertawassul dengan nama dan sifat Allah di sini tidak sesuai dengan
konteksnya, yaitu untuk melaknat dan menjatuhkan adzab yang keras pada orang-orang
kuffar.

Ketiga: Menambahkan shalawat kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di akhir doa


Qunut Nazilah adalah sebuah kesalahan.
Karena hal ini tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sama sekali.
Hukum asal ibadah adalah tauqifiyyah, tidak boleh menyengaja dalam doa atau dzikir
dengan dikaitkan pada sebab atau waktu tertentu kecuali berdasarkan atas dalil. Adapun
yang diriwayatkan dari sebagian sahabat adalah pada Qunut dalam shalat Witir.

Keempat: Yang ditetapkan oleh dalil-dalil yang ada yaitu bahwa Qunut Nazilah dilakukan
pada shalat berjama’ah.

Sedangkan Qunut Nazilah pada shalat Jum’at, atau shalat nafilah, atau shalat sendirian
tidak ada dalil tegas yang menjelaskannya. Abdurrazzaq membuat bab yang berjudul
“Bab Qunut pada shalat Jum’at” pada Al Mushonnaf(194/3) miliknya. Ibnu Abi Syaibah
dalam Al Mushonnaf(46/2) miliknya membahas tentang Qunut pada Shalat Jum’at.
Begitu juga Ibnu Mundzir dalam Al Ausath(122/4). Mereka semua menyebutkan riwayat
dari para sahabat bahwa mereka meninggalkan dan mencela Qunut pada shalat Jum’at.
Namun tidak disebutkan dalam riwayat-riwayat tersebut bahwa yang dimaksud adalah
Qunut Nazilah. Sedangkan dalil-dalil tidak ada yang secara tegas melarang Qunut
Nazilah pada shalat Jum’at.

Al Mardawi berkata: “Rasulullah melakukan Qunut pada setiap shalat wajib kecuali
shalat Jum’at. Inilah pendapat yang benar dari mazhabku karena terdapat nash
tentangnya. Pendapat inilah yang dipilih Al Majid dalam syarah-nya, juga Ibnu ‘Abdaus
dalam At Tadzkir, serta Syaikh Taqiyyuddin dalam Al Wajiz merajihkan pendapat ini.
Sebagian ulama berpendapat: ‘Qunut Nazilah juga dilakukan pada shalat Jumat’.
Pendapat ini dipilih oleh Al Qadhi. Namun pendapat ini bertentangan dengan nash ” (Al
Inshaf, 175/2). Dan Imam Ibnu Taimiyah memilih pendapat disyariatkannya Qunut
Nazilah pada shalat sendirian (Al Inshaf, 175/2)

Namun yang jelas, hukum asal ibadah adalah terlarang sampai datang hujjah yang
menjelaskan disyariatkannya. Dan masalah ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut,
wallahu’alam.

Kelima: Ibnu Taimiyah berkata: “Sebaiknya seorang mu’min mengikuti imamnya dalam
memutuskan ber-qunut atau tidak
Bila imam berqunut maka ma’mun mengikutinya berqunut. Jika imam tidak berqunut,
maka begitu pula ma’mun. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya seorang imam diangkat untuk diikuti”. Beliau juga bersabda: “Jangan
kalian menyelisihi imam kalian”. Juga sabda beliau yang terdapat dalam Shahih
Bukhari : “Shalatlah kalian bersama imam. Jika shalatnya imam benar, pahalanya untuk
dia dan untukmu. Jika shalatnya imam salah, pahalanya untukmu dan dosanya untuk
dia” (Majmu’ Fatawa, 115-116/23)

Keenam: Sebagian fuqaha berkata: “Qunut Nazilah dipimpin oleh seorang imam kaum
muslimin, dan tidak boleh dipimpin oleh selainnya”

Pendapat ini perlu dikritisi dengan beberapa alasan[4]:

Hukum asal perbuatan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah berlaku juga untuk
seluruh kaum muslimin, kecuali ada dalil yang mengkhususkannya. Dan dalam hal ini
tidak ada dalil yang mengkhususkan, maka tetap berlaku hukum asal yaitu
disyariatkannya bagi seluruh kaum muslimin

Hadits Malik bin Huwairits Radhiyallahu’anhu yang marfu, Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam bersabda: ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”[HR.
Bukhari]. Hadits ini adalah dalil tegas bahwa perbuatan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam shalat adalah untuk kaum muslimin secara umum.

Abu Hurairah pernah memimpin Qunut Nazilah padahal beliau bukanlah imam kaum
muslimin. Sebagaimana dijelaskan hadits yang terdapat dalam Shahihain: Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Sungguh aku bersungguh-sungguh
dalam mencontoh shalat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”. Dan pernah Abu
Hurairah Radhiyallahu’anhu berdoa Qunut pada raka’at terakhir shalat Zhuhur dan
‫ سمع ا‬kemudian ia berdoa
shalat Isya serta shalat Shubuh setelah membaca ‫ا ا لمدمنن دحممددها‬
untuk kebaikan kaum mu’minin dan keburukan kaum kafir. [HR. Bukhari-Muslim]

Walhamdulillah Rabbil ‘Alamin.

[Diterjemahkan dari artikel berjudul Qunut Nazilah karya DR. Yusuf bin Abdillah Al
Ahmad di website www.islamlight.net, 29 Dzulhijjah 1429]

Artikel asli di: http://islamlight.net/index.php?option=content&task=view&id=12138


Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

[1] “’Ayyash, Walid dan Salamah” Radhiyallahu’anhum adalah para sahabat yang
ditawan oleh kaum musyrikin di Makkah ketika mereka masuk Islam. Dan kaum
musyrikin menghalangi mereka untuk ikut hijrah. Dan mereka berjanji untuk
memberontak untuk membebaskan diri dari kaum musyirikin. Maka Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam mendoakan mereka. Sabda beliau “Tolonglah kaum
mu’minin yang lemah”, yang dimaksud adalah kaum muslimin yang ditawan oleh orang
kuffar sehingga tidak bisa mengikuti Hijrah. Orang kuffar menganiaya dan menyiksa
mereka. Sabda beliau “Ya, Allah sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang yang
durhaka”, makna Al Wathoah adalah jalan setapak. Orang yang melewati jalan setapak
yang sempit dan terjal dengan kaki telanjang dan biasanya adalah orang yang telah
berada dalam kesengsaraan dan kehinaan yang mendalam. Maka maksudnya disini: ‘Ya
Allah, jadikanlah bagi mereka kesengsaraan dan adzab yang pedih’. Kemudian sabda
beliau: “jadikanlah tahun-tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun yang dilewati
Yusuf” seolah-olah mengisyaratkan firman Allah Ta’ala pada surat Yusuf, yang artinya:
“Kemudian sesudah itu akan datang 7 tahun yang sulit” [Yusuf: 47]. Karena pada saat itu
kaum Yusuf melewati 7 tahun dalam kekeringan dan kekurangan bahan makanan. Maka
maksudnya di sini adalah permohonan untuk dijadikan kekeringan yang dahsyat bagi
mereka. [Lihat Al Minhal Al ‘Azb Al Maurud 82/8]

[2] Maksudnya “Aku bertanya apakah kalian melihat Walid bin Walid dan rombongannya
telah datang dari Madinah dan telah diberi kemenangan oleh Allah dari musuh-musuh
mereka?” (Lihat Al Minhal Al ‘Azb Al Maurud 82/8)

[3] Salah satu tulisan Imam Al Bukhari [Lihat Hadyu As Saari hal. 516]

[4] Masalah ini adalah perkara khilafiyah ijtihadiyyah diantara para ulama, pent.

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khaira
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/3763-mengkaji-qunut-nazilah.html

Qunut Nazilah Dalil & Sejarah

Definisi "Qunut":

Sebelum kita bincangkan dengan lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui

terlebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan "Qunut".

Dari segi bahasa, "Qunut" mempunyai banyak makna. Antaranya ialah taat

dan mendirikan perintah Allah, solat, berdiri yang lama, pengabdian,

diam, khusyu' dan beberapa makna lagi.

(Rujuk: Lisan al-'Arab 2/73, al-Qamus al-Muhit 158, al-Munjid fi

al-Lughah 656).

Dari segi istilah, Ibn 'Allan menghuraikan maksud "Qunut" di sisi

syariat ialah satu nama bagi doa yang dibaca di dalam solat pada tempat

yang dikhususkan semasa berdiri. Menurut Syeikh Ibn 'Uthaimin, qunut

ialah satu istilah yang diberikan kepada doa yang sesuai dengan sesuatu

keadaan atau ketika berlakunya sesuatu bencana. Inilah apa yang

dinamakan sebagai qunut nazilah.

(Rujuk: Al-Asqalani, Ibn Hajar, Fath al-Bari, 2/633. Ibn al-'Uthaimin,

Syarah Bulugh al-Maram, Kitab al-Solat, 224).

Definisi"Nazilah":
Kita telah mengetahui makna "qunut" secara ringkas, apa pula yang

dimaksudkan dengan "nazilah"?

Dari segi bahasa, "nazilah" ialah suatu keadaan yang gawat, mencemaskan

dan terdesak.

Dari segi istilah, ia bermaksud suatu keadaan bencana yang menimpa ke

atas umat Islam seperti adanya musuh, ketakutan, musim kemarau, wabak

penyakit atau sesuatu mudharat yang jelas menimpa umat Islam.

Hadis-hadis dan athar tentang qunut nazilah.

Setelah diperhatikan kebanyakan riwayat-riwayat yang menyebut tentang

doa qunut nazilah ini, didapati ianya terbahagi kepada dua bahagian:

1) Riwayat yang sahih,

2) Riwayat yang tidak sahih.

Pertama: Riwayat yang sahih

Terdapat banyak hadis-hadis sahih yang thabit daripada Rasulullah saw

berkenaan dengan qunut nazilah. Hadis-hadis ini menjelaskan tentang

bagaimana qunut nazilah disyariatkan, tempat bacaannya, apa yang perlu

dibaca, bila ia bermula dan berakhir dan sebagainya.

Dalam tulisan yang ringkas ini, hanya akan menyebut beberapa contoh
penting daripada hadis-hadis tersebut.

· a) Riwayat Abu Hurairah r.a:

· - Abu Hurairah berkata: "Ketika solat Subuh, selepas Rasulullah saw

selesai membaca (al-Fatihah dan surah), baginda bertakbir (untuk rukuk)

dan mengangkat kepalanya kembali, lalu baginda membaca: "Sami'allahu

liman hamidahu, rabbana walaka al-hamdu". Kemudian, baginda membaca doa

dalam keadaan berdiri: "Ya Allah, selamatkanlah al-Walid bin al-Walid,

Salamah bin Hisham, 'Iyash bin Abi Rabia'h dan semua golongan yang

tertindas dari kaum mukminin. Wahai Allah, hancur dan musnahkanlah kaum

kafir yang memberi mudharat, dan jadikanlah ke atas mereka tahun-tahun

yang sengsara seperti yang berlaku pada zaman nabi Yusuf" . (Riwayat

al-Bukhari (no.2600) dan Ahmad 2/239, 396).

Di dalam riwayat Imam Muslim (no. terdapat tambahan doa seperti berikut:

"Ya Allah, laknatilah kabilah Lihyan, Ri'l, Zakwan dan 'Usaiyah yang

telah menderhakai Allah dan juga RasulNya".

Di dalam hadis ini menceritakan bahawa Rasulullah saw mendoakan supaya

Allah Azza wa Jalla menyelamatkan beberapa orang sahabat baginda yang

masih tinggal di Mekah. Selepas masuk Islam, mereka itu diseksa dan

diazab oleh kafir Quraish. Dengan keberkatan doa Rasulullah saw, mereka

semua selamat dan kemudian terus berhijrah kepada baginda di Madinah.

· - Abu Hurairah berkata: "Sesungguhnya aku akan dekatkan solat kalian


dengan cara solat Rasulullah". Abu Hurairah membaca doa qunut pada

rakaat terakhir dalam solat Zohor, 'Isya', dan Subuh, selepas beliau

menyebut: "sami'allahu liman hamidahu", beliau mendoakan kebaikan kaum

mukminin dan laknat ke atas golongan kafir". (Riwayat al-Bukhari (797),

Muslim (676).

Dalam riwayat ini, Abu Hurairah menggunakan caranya tersendiri supaya

orang lain mencontohi cara solat beliau. Ini kerana cara solat beliau

adalah yang paling sama dengan solat Rasulullah saw.

· b) Riwayat Anas bin Malik r.a

· - Muhammad bin Sirin berkata: Anas bin Malik pernah ditanya: Adakah

Nabi saw membaca doa qunut dalam solat Subuh? Jawab Anas: Ya. Ditanya

lagi: Adakah baginda berqunut sebelum atau selepas rukuk? Anas menjawab:

Selepas rukuk dalam tempoh yang sekejap sahaja.

(Riwayat al-Bukhari (1001), Muslim (677).

Yang dimaksudkan dengan "tempoh yang sekejap" ialah selama sebulan

seperti yang dijelaskan dalam riwayat 'Asim. Boleh juga dikatakan

maksudnya ialah dalam kadar masa yang sekejap sahaja seperti tempoh

rukuk dan sujud.

(Lihat: Fath al-Bari 2/632, 'Aun al-Ma'bud 2/225).

· - Anas bin Malik menceritakan bahawa Rasulullah saw membaca doa qunut

selepas daripada rukuk, selama sebulan di dalam solat Subuh, baginda


berdoa (laknat) ke atas Bani 'Usaiyah. (Riwayat Muslim). Di dalam

riwayat lain daripada Anas juga, dinyatakan bahawa baginda saw berdoa ke

atas Bani Ri'l, Zakwan, dan baginda berkata 'Usaiyah telah menderhaki

Allah dan rasulNya. (Riwayat al-Bukhari (4094), Muslim).

· - Dalam riwayat lain, Anas bin Malik menceritakan bahawa Nabi saw

pernah mengutuskan seramai 70 orang yang terdiri daripada para qurra'

(yang alim dan mahir dalam bacaan al-Quran). Kumpulan para qurra' ini

dihantar untuk memenuhi permintaan beberapa kabilah seperti Ri'l dan

Zakwan. Apabila rombongan tersebut sampai kepada kabilah Ri'l dan Zakwan

berhampiran dengan sebuah telaga, dikenali telaga Mau'nah (Bi'r

Mau'nah), kabilah tersebut berkata: Demi Allah, bukan kamu semua yang

kami perlukan, sesungguhnya kami inginkan Nabi saw. Kabilah-kabilah

tersebut telah menipu dan khianat kepada Rasulullah saw. Mereka telah

membunuh semua 70 orang para qurra' tersebut. Apabila berita ini sampai

kepada Nabi saw, baginda amat sedih. Lalu, baginda berdoa (laknat) ke

atas kabilah-kabilah tersebut selama sebulan di dalam solat Subuh. Maka,

inilah permulaannya doa qunut. (Rujuk kisah ini dalam Sahih al-Bukhari

(4088).

- 'Asim al-Ahwal berkata: Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang doa

qunut, (adakah ia dibaca) dalam sembahyang? Anas menjawab: Ya. Aku

bertanya lagi: Ia dibaca sebelum atau selepas rukuk? Anas menjawab:

Sebelum rukuk. Aku bertanya lagi: Sesungguhnya si fulan memberitahuku

yang engkau pernah menyatakan qunut dibaca selepas rukuk. Anas berkata:
Tidak benar, sesungguhnya Nabi saw membaca doa qunut selepas rukuk

selama sebulan… (iaitu selepas daripada peristiwa Bi'r Maunah seperti

yang disebutkan di atas). (Riwayat al-Bukhari (4096), Muslim)

· c) Riwayat Ibn 'Abbas

· - Ibn 'Abbas berkata bahawa Rasulullah saw membaca doa qunut selama

sebulan berturut-turut di dalam solat Zohor, Asar, Maghrib, 'Isya' dan

Subuh di penghujung setiap solat, iaitu apabila baginda menyebut

"sami'allahu liman hamidah" pada rakaat terakhir, lalu baginda berdoa ke

atas kabilah-kabilah dari Bani Sulaim, dan orang yang dibelakang baginda

mengaminkannya. Kabilah-kabilah tersebut ialah kabilah yang telah

diutuskan kepada mereka (sekumpulan qurra') untuk mengajarkan mereka

agama Islam, lalu mereka membunuh para qurra' tersebut. 'Ikrimah

berkata: Ini adalah permulaan doa qunut. (Riwayat Ahmad 1/301), Abu Daud

(1443). Menurut Al-Albani di dalam kitabnya Irwa' al-Ghalil 2/163, hadis

ini adalah hasan)

· d) Riwayat Ibn Umar

· - Salim menceritakan daripada Ibn Umar yang beliau mendengar Nabi saw

menyebut di dalam solat Subuh, selepas baginda mengangkat kepalanya dari

rukuk pada rakaat terakhir: "Allahumma rabbana walaka al-hamd" .

Kemudian, baginda berdoa: "Ya Allah, laknatilah si fulan dan si fulan".

Lalu Allah turunkan ayat (yang bermaksud): "Engkau tidak berhak

sedikitpun (wahai Muhammad) dalam urusan (orang-orang yang ingkar) itu,

(kerana urusan mereka tertentu bagi Allah)"…(Ali-Imran:128)


· - Daripada Malik bin Nafi' katanya: "Sesungguhnya Ibn Umar tidak

membaca doa qunut di dalam mana-mana solat". Daripada sumber Abi

al-Sya'tha' katanya: "Aku bertanya Ibn Umar tentang doa qunut di dalam

solat Subuh, beliau berkata: Aku tidak rasakan ada seorang pun yang

melakukannya". (Riwayat Malik di dalam al-Muwatta' dengan sanad yang

sahih (379).

Maksud hadis ini bahawa Ibn Umar tidak membaca doa qunut di dalam

mana-mana solat iaitu tidak membacanya secara berterusan setiap hari,

bukanlah menafikannya secara mutlak. Ini kerana terdapat riwayat lain

yang menyebut beliau membaca doa qunut di dalam solat witir dan sebagainya.

· e) Riwayat al-Barra' bin 'Azib

· - Al-Barra' bin 'Azib menyatakan bahawa Rasulullah saw membaca doa

qunut pada solat Subuh dan Zohor. (Riwayat Muslim (678).

· f) Riwayat Abu Malik al-Asyja'ie

· - Malik al-Asyja'ie berkata: Aku bertanya ayahku: "Wahai ayahku,

sesungguhnya engkau telah bersembahyang di belakang Rasulullah saw, Abu

Bakar, Umar dan Uthman (di Madinah) dan dibelakang Ali di Kufah lebih

kurang selama lima tahun. Adakah mereka semua membaca qunut dalam solat

Subuh? Jawab ayahku: "Wahai anakku, itu adalah perkara baru dalam agama".

"Perkara baru dalam agama" yang dimaksudkan dalam hadis ini ialah
melazimkan membaca doa qunut dalam solat Subuh dengan satu doa yang

khusus. Manakala membaca qunut nazilah disebabkan sesuatu musibah yang

berlaku adalah amalan yang thabit daripada Rasulullah saw dan

keempat-empat para khalifah. Oleh itu, difahami daripada hadis ini

bahawa Rasulullah saw dan para khalifah tidak melazimkan membaca doa

qunut Subuh setiap hari.

Kedua: Riwayat yang tidak sahih

Salah satu riwayat yang tidak sahih, tetapi popular dan sering digunakan

sebagai hujah ialah:

Riwayat Abu Ja'far al-Razi, beliau meriwayatkan daripada al-Rabi' bin

Anas, dan al-Rabi' meriwayatkan daripada Anas bin Malik, katanya: "

Rasulullah s.a.w berterusan membaca doa qunut pada waktu Subuh sehingga

baginda berpisah dengan dunia (wafat)"

Dalam satu riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya Nabi s.a.w membaca doa

qunut selama sebulan, baginda berdoa ke atas pembunuh para sahabatnya

(yang dibunuh) di Bi'ru Mau'nah, kemudian baginda tidak membacanya lagi.

Manakala dalam solat Subuh, baginda terus membaca doa qunut sehinggalah

baginda wafat".

Hadis ini daif disebabkan kecacatan yang ada pada perawinya iaitu Abu

Ja'far al-Razi. Beliau ialah Isa bin Mahan. Ramai ulamak hadis telah
memberikan komentar tentang dirinya dan menilainya sebagai seorang yang

daif di sisi ulamak hadis. Antaranya ialah Imam Ahmad, Ibn al-Turkimani,

Ibn al-Jauzi, Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah, Ibn al-Qayyim, al-Syaukani,

Syuaib dan Abdul Qadir al-Arnaut dan lain-lain.

Hukum membaca Qunut Nazilah

Jumhur ulamak bersepakat bahawa tidak wajib membaca qunut nazilah, dan

meninggalkannya tidak membatalkan solat.

Menurut al-Qurtubi di dalam kitab al-Jami' Li Ahkam al-Quran: (Al-Tabari

menjelaskan bahawa telah menjadi ijma' meninggalkan qunut nazilah

bukanlah perkara yang membatalkan solat).

(Rujuk: Al-Qurtubi, al-Jami' li ahkam al-Quran, 2/129).

Ibn 'Uthaimin di dalam Syarah al-Mumti' menyatakan: (Telah ijma' para

ulamak bahawa qunut ini (nazilah) tidak wajib, tetapi afdhal untuk imam

membacanya).

Rujuk: Ibn 'Uthaimin, Syarah al-Mumti', 4/59).

Para fuqaha' berbeza pendapat tentang hukum membaca qunut nazilah ketika

berlakunya sesuatu musibah.

Pendapat yang lebih tepat (rajih) ialah pendapat para ulamak dari mazhab

Hanafi, Syafie dan Hanbali iaitu disyariatkan untuk membaca doa qunut
ketika berlakunya musibah. Pendapat ini berdasarkan dalil-dalil yang

telah dinyatakan sebelum ini.

Apa yang perlu dibaca?

Menurut pendapat majoriti ulamak, tidak ada doa khusus tertentu yang

perlu dibaca di dalam doa qunut nazilah. Jadi, doa yang dibaca ialah apa

yang bersesuaian dengan musibah yang berlaku ketika itu.

(Rujuk: Badai' al-Sanai' (1/406), al-Istizkar (2/285), al-Mughni (2/587)

Oleh itu, dalam suasana musibah yang menimpa umat Islam di Palestin ini,

kita boleh berdoa semoga Allah membantu dan memberikan kemenangan kepada

mujahidin di sana. Semoga Allah menghancurkan kumpulan musuh iaitu

Zionis dan Amerika Syarikat. Semoga pakatan mereka

menjadi porak peranda, tentera-tentara mereka menjadi gementar dan takut

dan sebagainya. Semua doa ini dibaca dalam bahasa Arab.

Bolehkah Qunut Nazilah dibaca dalam semua solat fardhu?

Para ulamak berbeza pendapat di dalam hal ini. Menurut pendapat yang

rajih, doa qunut nazilah boleh dibaca di dalam semua solat fardhu.

Pendapat inilah dipegang oleh para ulamak mazhab Syafie, pandangan yang

tepat di kalangan ulamak mazhab Hanbali, sebahagian ulamak mazhab Maliki

dan majoriti ulamak hadis.


Pandangan ini berdasarkan hadis-hadis yang telah dinyatakan sebelum ini.

Sebagai contoh, hadis riwayat Ibn Abbas: Ibn 'Abbas berkata bahawa

Rasulullah saw membaca doa qunut selama sebulan berturut-turut di dalam

solat Zohor, Asar, Maghrib, 'Isya' dan Subuh di penghujung setiap solat…

(Riwayat Ahmad 1/301), Abu Daud (1443). Menurut Al-Albani di dalam

kitabnya Irwa' al-Ghalil 2/163, hadis ini adalah hasan).

Jadi, doa qunut nazilah ini boleh dibaca pada rakaat terakhir dalam

semua solat fardhu. Pendapat ini jugalah yang dipegang oleh Ibn

Taimiyah, Ibn al-Qayyim, Ibn Hazm, al-Syaukani dan lain-lain lagi.

Bolehkah Qunut Nazilah dibaca dalam solat-solat sunat?

Para ulamak berbeza pendapat dalam hal ini:

Pertama: Pendapat ulamak Mazhab Maliki dan Hanbali: Tidak ada bacaan doa

qunut dalam solat selain daripada solat fardhu yang lima.

Kedua: Pendapat ulamak mazhab Syafie: Boleh membaca qunut nazilah dalam

solat selain solat fardhu.

Pendapat yang tepat:

Pendapat yang tepat (rajih) -Allah yang lebih mengetahui- ialah pendapat

yang pertama. Ini kerana tidak terdapat hadis sahih mahupun daif yang
menyebut bahawa Rasulullah saw membaca doa qunut di dalam solat selain

daripada solat fardhu. Bahkan riwayat yang sahih menunjukkan bahawa

baginda hanya membaca qunut nazilah dalam solat fardhu. Doa qunut

merupakan ibadah khusus yang dibaca pada waktu yang khusus. Maka

pendapat yang menyatakan bahawa ia boleh dibaca dalam solat selain solat

fardhu memerlukan kepada dalil yang menerangkannya. Antara yang memilih

pendapat ini ialah Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah.

(Rujuk: Ibn Uthaimin, al-Syarah al-Mumti', 4/56).

Bila hendak berdoa- sebelum atau selepas rukuk ?

Dalam hal ini terdapar tiga pendapat di kalangan para ulamak:

Pendapat pertama: Ulamak mazhab Syafie, mazhab Hanbali, satu pendapat

dari kalangan ulamak mazhab Hanafi dan Maliki: Qunut dibaca selepas

daripada rukuk.

Dalilnya ialah hadis riwayat al-Bukhari bermaksud: "Anas ditanya: Adakah

Rasulullah saw membaca doa qunut dalam solat subuh? Jawab Anas: Ya,

iaitu selepas rukuk".Pendapat ini dipilih oleh sekumpulan para ulamak

antaranya ialah Ibn al-Munzir, Ibn Hazm, al-Azim Abadi dan selain

mereka. (Rujuk: Nail al-Awtar 1/632, Subul al-Salam 1/224).

Pendapat kedua: Pendapat yang masyhur mazhab Maliki dan satu pendapat

dalam mazhab Hanafi: Qunut dibaca sebelum daripada rukuk.


Hujah mereka ialah Rasulullah saw membacanya sebelum rukuk. Begitu juga

dengan Uthman bin Affan, berdasarkan hadis riwayat Anas bin Malik (yang

telah disebutkan sebelum ini).

Pendapat ketiga: Salah satu pendapat mazhab Maliki dan Hanbali: Boleh

dipilih sama ada dibaca sebelum atau selepas rukuk.

Dalilnya ialah hadis riwayat Humaid, katanya: Anas ditanya tentang

bacaan qunut dalam solat subuh. Jawabnya: "Kami membaca qunut sebelum

rukuk dan ada juga selepasnya". (Riwayat Ibn Majah (1183).

Pendapat yang tepat:

Pendapat yang tepat -Allah lebih mengetahui- ialah pendapat ketiga. Imam

boleh memilih sama ada untuk membacanya sebelum atau selepas rukuk.

Pendapat ini juga berdasarkan amalan sebahagian sahabat seperti Umar dan

Uthman. Pendapat inilah yang dipilih oleh al-Bukhari, Ibn Hajar, Syeikh

al-Islam, Ibn Baz, Ibn Uthaimin, al-Albani.

Adakah imam membaca Qunut Nazilah dengan suara yang kuat (jahar) atau

perlahan (sir)?

Para ulamak berbeza pendapat dalam hal ini.


Pertama: Pendapat para ulamak mazhab Hanafi, Maliki dan Syafie(bukan

pendapat yang tepat) iaitu imam perlu membaca doa qunut ini secara perlahan.

Mereka berdalilkan ayat 55, surah al-A'raf:

"Berdoalah kepada Tuhan kamu dengan merendah diri dan (dengan suara)

perlahan-lahan."

Kedua: Pendapat para ulamak dari mazhab Syafie (pendapat yang masyhur),

mazhab Hanbali dan satu pendapat dari mazhab Hanafi iaitu qunut dibaca

dengan kuat (jahar).

Mereka berdalilkan dengan hadis-hadis yang menunjukkan bahawa Rasulullah

membaca doa qunut dengan suara yang kuat (seperti hadis-hadis yang telah

dinyatakan sebelum ini).

Pendapat yang lebih tepat (rajih):

Pendapat yang lebih tepat -Allah yang lebih mengetahui- ialah pendapat

kedua iaitu disunatkan imam untuk membaca qunut nazilah dengan suara

yang kuat dalam semua solat fardhu.

Pendapat ini berdasarkan hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh

al-Bukhari bahawa baginda saw menyaringkan suaranya ketika membaca qunut.

Terdapat juga hadis Ibn Abbas yang menunjukkan bahawa para makmum yang

dibelakang baginda mengaminkan doa qunut tersebut. Dan hal ini berlaku
hanya jika imam membacanya secara kuat.

Bolehkah doa Qunut Nazilah ketika solat berseorangan?

Dalam persoalan ini, terdapat empat pendapat di kalangan para ulamak:

Pendapat pertama: Pendapat yang masyhur dalam mazhab Hanbali: Tidak

boleh membaca qunut nazilah kecuali hanya pemimpin utama umat Islam di

dalam sesebuah negara Islam.

(Rujuk: Al-Syarh al-Kabir 4/136)

Pendapat kedua: Pendapat mazhab Hanafi, Maliki, Syafie dan satu riwayat

dari mazhab Hanbali: Doa qunut ini boleh dibaca oleh semua imam yang

menjadi imam solat jemaah. (Rujuk: Hashiyah Ibn 'Abidin 2/390,

al-Istizkar 5/175, al-Majmu' 3/461, al-Insaf 4/136)

Pendapat ketiga: Satu riwayat dalam mazhab Hanbali, pendapat yang

dipilih oleh Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah dan satu pendapat daripada

Syeikh Ibn 'Uthaimin: Setiap orang yang menunaikan solat fardhu boleh

membaca doa qunut ini, sama ada imam, makmum atau pun yang solat

bersendirian. (rujuk: Majmu' al-Fatawa 23/111)

Pendapat keempat: Satu pendapat di kalangan ulamak mazhab Hanbali dan

Ibn 'Uthaimin: Doa qunut ini adalah khas dengan izin pemimpin, jika

pemimpin memberi arahan, maka ia dibaca. (Rujuk: al-Furu' 1/484)


Pendapat yang lebih tepat (rajih):

Pendapat yang rajih -Allah lebih mengetahui- ialah pendapat yang ketiga

(satu pendapat dari Imam Ahmad dan yang dipilih oleh Syeikh al-Islam)

iaitu doa qunut boleh dibaca oleh semua orang yang sembahyang; imam,

makmum dan juga yang sembahyang secara berseorangan. Pendapat inilah

yang dipilih oleh Syeikh Ibn Baz.

Pendapat ini berdasarkan dalil hadis riwayat al-Bukhari (maksudnya):

"Solatlah kamu seperti mana kamu melihat aku solat". Hadis ini secara

jelas menunjukkan bahawa perbuatan Nabi saw di dalam solat adalah

disyariatkan untuk semua kaum muslimin secara umum. Tidak ada pula dalil

lain yang mengkhususkan bahawa qunut nazilah ini hanya boleh dibaca oleh

imam sahaja atau pemimpin utama umat Islam.

Malah terdapat riwayat lain yang menunjukkan beberapa orang sahabat yang

turut membaca qunut ini sedangkan mereka bukanlah pemimpin utama umat

Islam ketika itu. Antaranya ialah Abu Hurairah, Anas, Ibn Abbas,

al-Barra', Muawiyah dan lain-lain lagi.

Bolehkah wanita yang solat fardhu di rumah secara berseorangan membaca

Qunut Nazilah?

Syeikh Abdullah bin Jibrin pernah ditanya tentang soalan ini.

Jawapannya: Wanita yang solat fardhu dirumah boleh membaca doa qunut
nazilah. Ini berdasarkan dalil-dalil yang umum daripada al-Quran dan

sunnah yang menunjukkan pensyariatan membaca doa.

Perbincangan tentang ayat 128, surah Ali Imran

Apakah sebab diturunkan ayat 128, surah Ali Imran?

"Engkau tidak berhak sedikitpun (wahai Muhammad) dalam urusan

(orang-orang ang ingkar) itu, (kerana urusan mereka tertentu bagi Allah)".

Ibn al-Jauzi di dalam kitab Zad al-Masir, menyebut beberapa pandangan

tentang sebab ayat ini diturunkan, antaranya ialah:

1) Rasulullah saw telah tercedera dalam peperangan Uhud, luka dahinya

sehingga mengalir darah di mukanya. Lalu baginda berkata: Bagaimana

hendak berjaya bagi satu kaum yang telah sanggup bertindak sebegini

kepada nabi mereka. Baginda berdoa ke atas mereka itu. Maka turunlah

ayat ini. Ini ialah pendapat Ibn Abbas, al-Hasan dan Qatadah.

2) Rasulullah saw melaknat ke atas golongan munafik. Maka turunlah ayat

ini. Ini pendapat Ibn Umar.

3) 70 orang sahabat dari ahli suffah pergi kepada dua kabilah daripada

bani Sulaim iaitu 'Usaiyah dan zakwan. Lalu mereka semua dibunuh. Maka

Nabi saw pun mendoakan ke atas kabilah tersebut selam empat puluh hari.

Lalu turunlah ayat ini. Ini adalah pendapat Muqatil bin Sulaiman.

Apakah maksud ayat ini?


Menurut Ibn Kathir di dalam tafsirnya Tafsir al-Quran al-'Azim, ayat ini

bermaksud segala urusan adalah kembali kepada Allah, seperti firmanNya

(bermaksud):

"Maka tidaklah menjadi hal kerana tanggunganmu hanyalah menyampaikan

hukum-hukum yang Kami turunkan kepadamu; dan urusan Kami menghitung dan

membalas amal mereka". (al-Ra'd: 40)

" Tidaklah engkau diwajibkan (wahai Muhammad) menjadikan mereka (yang

kafir) mendapat petunjuk (kerana kewajipanmu hanya menyampaikan

petunjuk), akan tetapi Allah jualah yang memberi petunjuk (dengan

memberi taufik) kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut

undang-undang peraturanNya). (al-Baqarah: 272)

"Sesungguhnya Engkau (Wahai Muhammad) tidak berkuasa memberi hidayah

petunjuk kepada sesiapa Yang Engkau kasihi (supaya ia menerima Islam),

tetapi Allah jualah Yang berkuasa memberi hidayah petunjuk kepada

sesiapa Yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya); dan

Dia lah jua Yang lebih mengetahui akan orang-orang Yang (ada persediaan

untuk) mendapat hidayah petunjuk (kepada memeluk Islam)". (al-Qasas: 56)

Adakah ayat ini telah memansuhkan Qunut Nazilah?

Menurut Imam al-Qurtubi di dalam kitabnya al-Jami' li ahkam al-Quran,

bahawa sesetengah golongan menganggap bahawa ayat ini telah memansuhkan


qunut yang dibaca oleh Nabi saw selepas rukuk pada rakaat terakhir dalam

solat Subuh. Mereka berhujah dengan hadis Ibn Umar yang beliau mendengar

Nabi saw menyebut dalam solat Subuh, selepas mengangkat kepala daripada

rukuk bacaan "Allahuma rabbana walaka al-hamd fi al-akhirah", kemudian

baginda membaca "Wahai Allah, laknatlah si fulan dan sifulan". Lalu,

Allah menurunkan ayat ini (ali imran: 128). Hadis ini telah diriwayat

oleh al-Bukhari dan Muslim daripada hadis abu Hurairah.

Namun, ini bukanlah bermaksud telah berlakunya mansukh. Tetapi Allah swt

ingin memberi peringatan kepada NabiNya bahawa segala urusan tidak

ditentukan oleh baginda. Dan baginda tidak mengetahui sesuatu pun

daripada perkara yang ghaib melainkan apa yang telah diajarkan

kepadanya. Sesungguhnya segala ketentuan itu kembali kepada Allah. Allah

akan menerima taubat dari sesiapa yang dikehendaki, dan akan

mempercepatkan hukuman ke atas sesiapa yang dikehendakinya…

(Rujuk: Al-Qurtubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, 2/129)

Maka, pendapat yang lebih tepat (rajih) ialah digalakkan untuk membaca

qunut nazilah ketika berlakunya apa-apa musibah. Pendapat yang

menyatakan bahawa qunut nazilah telah dimansuhkan dengan ayat ini adalah

pendapat yang kurang tepat (marjuh).

Bolehkah mendoakan laknat ke atas orang kafir?

Dibolehkan mendoakan laknat ke atas orang kafir dalam qunut nazilah dan
menyatakan golongan tertentu di dalam doa sama ada doa kebaikan atau pun

doa laknat ke atas mereka. Pendapat ini dipilih oleh kebanyakkan para

ulamak, antaranya ialah Imam Malik, Imam Ahmad, Ibn Hibban, Ibn Battal,

Ibn Qudamah, Syeikh al-Islam Ibn Taimiyah, Ibn al-Qayyim, al-Nawawi, Ibn

Hazm, Ibn 'Asyur dan al-Sana'ni.

Telah thabit daripada sebahagian sahabat seperti Umar dan Abu Hurairah

yang mendoakan laknat ke atas orang kafir. (seperti hadis yang telah

disebutkan sebelum ini)

Al-Hafiz Ibn Hajar juga membahaskan perkara ini di dalam Fath al-Bari,

di dalam bab doa untuk kaum musyrikin. Rumusan daripada perbahasan

tersebut, boleh berdoa laknat ke atas kaum musyrikin dan hukum ini tidak

mansuh. Ada pun yang dilarang ialah doa ke atas orang kafir yang ada

harapan untuk melembutkan hati mereka supaya menerima agama

Islam….(Rujuk: Ibn Hajar, Fath al-Bari, Kitab al-Da'wat, Bab al-Dua' lil

musyrikin, 11/234).

Oleh itu, dalam hal mendoakan laknat ke atas golongan kafir ini, boleh

dibahagikan kepada dua keadaan:

Pertama: Orang kafir yang memerangi orang Islam; maka dibolehkan untuk

mendoakan laknat ke atas mereka. Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan

para ulamak.
Kedua: Orang kafir yang menghormati agama Islam, tidak memerangi orang

Islam dan dilihat ada harapan untuk melembutkan hati mereka supaya

menerima Islam; maka tidak boleh untuk mendoakan laknat ke atas mereka.

Malah, didoakan supaya mereka ini mendapat hidayah dan bertaubat.

Inilah kesimpulan daripada gabungan dan penyelerasan di antara dalil-dalil yang berkaitan
perkara ini.

Bolehkah mendoakan laknat ke atas seseorang orang kafir secara khusus?

Para ulamak berbeza pendapat dalam perkara ini. Menurut pendapat Syeikh

Ibn Uthaimin, beliau membawakan firman Allah Taala dalam surah

al-Baqarah, ayat 89:

"Maka (dengan yang demikian), laknat Allah menimpa orang-orang yang

kafir ingkar itu".

Menurut beliau, di antara pengajaran ayat ini ialah orang kafir layak

untuk mendapat laknat Allah dan ianya suatu yang pasti. Berdasarkan ayat

ini, sebahagian ulamak menjadikannya dalil bahawa boleh untuk mendoakan

laknat ke atas orang kafir secara khusus. Tetapi tidak ada dalil tentang

perkara ini. Ini kerana ayat di atas menyebut laknat ke atas orang kafir

secara umum dan ia pula adalah suatu pernyataan daripada Allah swt.

Tidak semestinya dengan pernyataan ini, dibolehkan juga untuk berdoa.

Antara bukti yang menunjukkan bahawa tidak boleh untuk mendoakan laknat

ke atas seseorang kafir secara khusus ialah Nabi saw pernah mendoakan
laknat ke atas si fulan dan si fulan yang terdiri daripada pemimpin

orang kafir. Lalu Allah melarang perbuatan baginda. Ini kerana, jika

seseorang kafir itu masih hidup, kemungkinan dia akan mendapat hidayah

Allah. Sekiranya dia telah mati, maka Nabi saw pernah bersabda

bermaksud: "Janganlah kamu mencerca orang yang telah mati…." (Riwayat

al-Bukhari)

Di tempat yang lain Allah swt berfirman maksudnya:

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami

turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayah, sesudah Kami

menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab suci, mereka itu dilaknat

oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk." (al-Baqarah:159)

Diantara pengajaran ayat ini ialah dibolehkan untuk mendoakan laknat ke

atas golongan yang menyembunyikan ilmu, secara umum. Tidak didoakan

secara khusus kepada individu tertentu. Ini kerana doa secara khusus ke

atas individu tertentu tidak dibolehkan walaupun ke atas mereka yang

termasuk dalam golongan yang layak mendapat laknat. Sebabnya, tidak

diketahui bagaimanakah keadaan dia akan mati. Kemungkinan dia akan

mendapat hidayah Allah, sepertimana peringatan Allah kepada baginda Nabi

saw:

"Engkau tidak berhak sedikitpun (wahai Muhammad) Dalam urusan

(orang-orang yang ingkar) itu, (kerana urusan mereka tertentu bagi

Allah), sama ada Dia menerima taubat mereka" (ali-imran, 128).


Renungan:

Jika kita perhatikan ayat ini sebaik mungkin, maka tidak terdapat

larangan secara jelas. Tetapi ianya menunjukkan suatu adab yang tinggi

dan manhaj yang kental dalam berhadapan dengan situasi kekalahan dan

memohon pertolongan daripada Allah. Ayat ini diturunkan dalam keadaan

umat Islam berhadapan dengan situasi yang getir dalam peperangan Uhud.

Suasana ini sangat memberi kesan yang pedih kepada pejuang Islam ketika

itu. Lalu, dalam keadaan itu, Rasulullah saw berdoa keburukan ke atas

pihak musuh. Seolah-olah baginda telah menutup sinar hidayah daripada

golongan tersebut disebabkan apa yang telah mereka lakukan. Jadi,

dibimbangi kaum muslimin akan menganggap bahawa sebab utama tertewas

dalam peperangan itu disebabkan golongan musuh yang didoakan laknat itu,

bukanlah disebabkan mereka itu mengingkari arahan Rasul. Lalu diturunkan

ayat tersebut.

Kemudian disebutkan sebab yang sebenarnya disebalik kekalahan itu. Allah

swt berfirman maksudnya:

"Dan demi sesungguhnya, Allah telah menepati janjinya (memberikan

pertolongan) kepada kamu ketika kamu (berjaya) membunuh mereka

(beramai-ramai) dengan izinNya, sehingga ke masa kamu lemah (hilang

semangat untuk meneruskan perjuangan) dan kamu berbalah dalam urusan

(perang) itu, serta kamu pula menderhaka (melanggar perintah Rasulullah)


sesudah Allah perlihatkan kepada kamu akan apa yang kamu sukai

(kemenangan dan harta rampasan perang). di antara kamu ada yang

menghendaki keuntungan dunia semata-mata, dan di antara kamu ada yang

menghendaki akhirat…(Ali Imran, ayat 152).

Ayat ini menerangkan sebab yang sebenar disebalik kekalahan tersebut.

Seakan-akan Allah ingin menyatakan bahawa tidak ada manfaat jika kamu

melaknat mereka untuk meraih pertolongan dan janganlah kamu menjauhkan

mereka dari hidayah semata-mata untuk menghilangkan kesedihan kamu.

Dari sudut yang lain, kita perlu faham bahawa dalam menghadapi serangan

dan cengkaman pihak

musuh, tidak cukup sekadar berdoa dan mengutuk mereka sahaja. Tetapi,

seluruh umat ini harus bertindak dan berusaha memperjuangkan agamanya.

Semangat jihad perlu ditiupkan sentiasa dalam jiwa sanubari umat ini.

Tidak hanya sekadar duduk di atas tikar sembahyang, khusyuk berzikir

membilang biji tasbih sambil mengharapkan musuh-musuh Islam ditewaskan.

Para generasi agung salaf al-soleh adalah golongan yang soleh dan

semestinya ketaqwaan mereka jauh lebih mulia dari kita. Mereka yang

telah dijamin mendapat keredhaan Allah ini juga tidak hanya duduk di

dalam masjid beribadat dan berzikir. Tetapi, mereka tetap keluar

berdakwah, berjuang di medan jihad demi menegakkan agama. Sejarah Islam

telah mencatatkan kisah perjuangan mereka sebagai taudalan kepada

generasi seterusnya.
Marilah kita hulurkan bantuan kita kepada para pejuang yang ikhlas

membela kebenaran dan mempertahankan bumi Palestin tercinta. Biar jutaan

peluru dihambur, tetapi semangat juang mereka tidak pernah luntur. Malah

semakin banyak strategi yang disusun atur. Ramai musuh durjana yang

gugur tersungkur. Oleh itu, sokongan dan bantuan kita juga mesti

dihulur. Jangan mudah mengalah dan berasa lemah. Membaca qunut nazilah

bukan beerti menyerah kalah Berusahalah, kemudian kita pasrah dan

berserah kepada Allah yang Maha Gagah.

Wallahu'alam

Yang Benar Itu dari Allah dan Rasul

Yang Lemah dan Silap itu dari Hambanya

Posted by Abdul Ghaffar Bahri at Ahad, Januari 10, 2010

Catalouge: Hukum, Peringatan, Tazkirah

4 comments:

Azzikraa berkata...

Huffadz yang Menshahihkan Hadist Qunut Shubuh

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasalam melakukan qunut selama satu bulan, melakukan
doa untuk para sahabat beliau di Bi’r Ma’unah, lalu beliau meninggalkannya, akan tetapi qunut
waktu shubuh, maka beliau masih melakukan hingga wafat”

Hadits ini berada dalam Syarh Al Kabir (1/151).Hadits diriwayatkan Ad Daruquthni (2/39). Ahmad
dalam Musnad (3/162), Hafidz Abu Bakar Khatib, dalam At Tahqiq Ibnu Al Jauzi (1/463), Al
Baihaqi dalam Sunan Kubra (2/201).

Mereka yang menshahihkan

Hafidz Ibnu Shalah:”Hadits ini telah dihukumi shahih oleh lebih dari seorang huffadz hadits,
diantaranya: Abu Abdullah bin Ali Al Balkhi, dari para imam hadits, Abu Abdullah Al Hakim, dan
Abu Bakar Al Baihaqi. (Lihat, Badr Al Munir, 3/624).

1 Jun 2010 9:38 PTG

Azzikraa berkata...

Al Hafidz Imam Nawawi mengatakan:”Hadits ini diriwayatkan oleh jama’ah huffadz dan mereka
menshahihkannya”. Lalu menyebutkan para ulama yang disebutkan Ibnu Shalah, dan
mengatakan,”Dan diriwayatkan Daruquthni melalaui beberapa jalan dengan sanad shahih (Al
Khulashah, 1/450-451).

Al Qurthubi dalam Mafham :”Yang kuat diperintahkan oleh Rasulullah shalallhualaihi wasalam
dalam qunut, diriwayatkan Daruquthni dengan isnad shahih, lalu beliau menyebut hadits itu”
(Badr Al Munir, 3/624).

Hafidz Al Hazimi dalam Nashih wa Mansukh:”Hadits ini shahih, dan Abu Jakfar tsiqah” (Al I’tibar,
255).

Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani : Setelah menyebutkan penilaian para ulama terhadap Abu Jakfar,
beliau mengatakan, “haditsnya memiliki syahid (penguat)” lalu menyebutkan hadits qunut
shubuh yang diriwayatkan dari Al Hasan bin Sufyan. Ini menunjukkan bahwa beliau menilai
hadits ini hasan (Talhis Khabir, 1/443). Penulis Ithaf fi Takhrij Ahadits Al ishraf menyatakan :”Ibnu
Hajar menghasankan dalam Talhisnya”.

1 Jun 2010 9:38 PTG

Azzikraa berkata...

Di halaman yang sama Ibnu Hajar mengatakan:”Hadist riwayat Al Baihaqi…dan dishahihkan


Hakim dalam Kitab Al Qunut”.
Hafidz Al Iraqi:”Telah menshahihkan hadits ini Al Hafidz Abu Abdullah Muhammad bin Ali Al
Bajili, Abu Abdullah Al Hakim dan Ad Daruquthni” (Tharh Tatsrib,3/289).

Perawi yang Disoroti dalam Hadts ini adalah Abu Jakfar Ar Razi

Bicara mengenai Abu Jakfar Ar Razi. Pendapat Imam Ahmad tentang Abu Jakfar, ada dua riwayat.
Pertama. Diriwayatkan Hanbal dari Ahmad bin Hanmbal:”Shalih hadits” (haditsnya layak). Kedua,
dari Abdullah, anaknya:”Laisa bi qawi (tidak kuat). Al Hazimi dalam Nashih wa Manshuh
mengatakan: “Riwayat pertama lebih utama (Al I’tibar, 256).

Adapun penilaian Yahya bin Ma’in, ada beberapa riwayat:1, dari Isa bin Manshur, “Tsiqah”. 2,
dari Ibnu Abi Maryam , “hadistnya ditulis, tapi ia sering salah”. 3, diriwayatkan Ibnu Abi
Khaitsamah,”shalih”. 4, diriwayatkan oleh Mughirah,”tsiqah” dan ia salah ketika meriwayatkan
dari Mughirah. Daruquthni mengatakan:”Dan hadits ini tidak diriwayatkan dari Mughirah”. 5,
diriwayatkan As Saji “Shoduq wa laisa bimuttaqin, ( hafalanya tidak terlalu tepat)” Nampaknya
karena periwayatan dari Yahya bin Ma’in lebih banyak ta’dilnya, maka-allahu’alam-para ulama
yang menshahihkan merajihkan riwayat ta’dil.

Ali bin Al Madini: Ada dua riwayat darinya tentang Abu Jakfar. Salah satu riwayat mengatakan,”Ia
seperti Musa bin Ubaidah, haditsnya bercampur, ketika meriwayatkan dari Mughirah dan yang
semisalnya. Dalam riwayat yang berasal dari anak Ibnu Al Madini, Muhammad bin Utsman bin
Ibnu Syaibah,”Bagi kami ia tsiqah”. Ibnu Al Mulaqqin mengatakan,”lebih utama riwayat dari
anaknya (anak Ibnu Al Madini).

Muhammad Bin Abdullah Al Mushili mengatakan:”Tsiqah”. Bin Ali Al Falash


mengatakan:”Shoduq, dan dia termasuk orang-orang yang jujur, tapi hafalannya kurang baik”.
Abu Zur’ah mengatakan:”Syeikh yahummu katisran (banyak wahm). Abu Hatim
mengatakan:”Tsiqah, shoduq, sholih hadits”. Abnu Harash:”Hafalannya tidak bagus, shoduq
(jujur)”. Ibnu ‘Adi:”Dia mimiliki hadits-hadits layak, dan orang-orang meriwayatkan darinya.
Kebanyakan haditsanya mustaqim (lurus), dan aku mengharap ia la ba’sa bih (tidak masalah).
Muhammad bin Sa’ad:”Dia tsiqah”, ketika di Baghdad para ulama mendengar darinya”. Hakim
dalam Al Mustadrak:”Bukhari dan Muslim menghindarinya, dan posisinya di hadapan seluruh
imam, adalah sebaik-baik keadaan”, di tempat lain ia mengatakan:”tsiqah”. Ibnu Abdi Al Barr
dalam Al Istighna:”Ia (Abu Jakfar) bagi mereka (para ulama) tsiqah, alim dalam masalah tafsir Al
Qur’an.. Ibnu Sahin menyebutnya dalam “Tsiqat”. Al Hazimi dalam Nasikh dan Mansukh:”Ini
hadist Shahih, dan Abu Jakfar tsiqah”. Taqiyuddin Ibnu Daqiq Al Ied dalam Al Ilmam, setelah
menyebutkan hadits, ia mengatakan:”Dalam isnadnya Abu Jakfar Ar Razi. Dan ia ditsiqahkan,
lebih dari satu ulama. Nasai mengatakan:”Laisa bil Qawi” (ia tidak kuat hafalannya).

Kritik untuk Ibnu Al Jauzi

Al Hafidz Ibnu Mulaqqin mengatakan: “Adapun Ibnu Al Jauzi hanya menukil riwayat yang
menjarh saja, dari Ahmad, Ibnu Al Madini Dan Yahya bin Ma’in untuk menolong madzhabya.
Orang munshif tidak akan berbuat sperti ini”.

Rujukan

Badr Al Munir :Ibnu Mulaqqin (guru Ibnu Hajar), Talhis Khabir (ringkasan Badr Al Munir): Ibnu
Hajar. Tharh Tasrib: Hafidz Al Iraqi, Ithaf fi Tahrij Ahadist Al Ishraf (Takhrij hadist kitab fiqih Maliki
“Al Ishraf”, dalam bimbingan Syeikh Al Muhadist Nur Syaif)

1 Jun 2010 9:39 PTG

Alfin Azhar berkata...

Assalam'alaikum ustadz, maaf kalau boleh minta referensi secara detailnya, kebetulan penelitian
saya juga mengenai qunut nazilah, kalau boleh minta referensi komplit dari kitab adzkar, riyadul
badi'ah, safinah sama fathul baari mengenai bab yang menjelaskan qunut di dalamnya,
terimakasih wassalamu'alaikum

INILAHCOM, Jakarta--LafadzQunutbiasanya digunakan untuk beberapa makna. Yang dimaksud


denganqunutdi sini adalah doa di dalam shalat, pada tempat tertentu ketika berdiri (itidal).Ibn
al-Qayyim berpendapat,"Qunut digunakan untuk menunjukkan makna berdiri, diam, kontinuitas
ibadah, doa, membaca tasbih dan khusyu."(Ibn al-Qayyim,Zad al-Maad,I/276).

Al-Hafidz ibn Hajar dalam kitabnya,Fath al-Bari, menukil penjelasan gurunya, Zainuddin al-Iraqi
menyatakan, bahwaqunutmempunyai banyak makna, lebih dari sepuluh makna, yaitu doa,
khusyu, ibadah, berdiam lama ketika menjalankannya, shalat, puasa, lama berpuasa dan
kontinuitas taat.. (Ibn Hajar,Fath al-Bari,).

Qunut Nazilahadalah doa pada saat ada peristiwa yang menimpa kaum Muslim, dengan tujuan
untuk menyingkirkan atau melenyapkan penganiayaan musuh, menyingkirkan bala (bencana),
dan sebagainya. Imam an-Nawawi, dalamSyarah Shahih Muslimmenyatakan,"Yang benar dan
paling masyhur adalah, bahwa kalau terjadi sesuatu seperti musuh, epidemi, kelaparan dan
bahaya yang nyata menimpa kaum Muslim, dan sejenisnya, maka mereka melakukan qunut pada
semua shalat wajib."(An-Nawawi,Syarah Shahih Muslim,)

Dasar Qunut Nazilah

1- Dari Anas bin Malik ra. berkata:

()

"Nabi saw telah melakukan qunut selama sebulan untuk melaknat Rilan, Dzakwan dan Ushayyah
yang telah melakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya(HR. Muttafaq Alaih, redaksi Muslim)

2- Dari Abu Hurairah ra. berkata:

()

"Nabi SAW ketika mengucapkan, Samia-Llahu liman hamidah pada rakaat terakhir shalat Isya,
maka baginda saw melakukan qunut (berdoa, yang artinya): Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy bin
Abi Rabiah. Ya Allah selamatkanlah al-Walid bin al-Walid. Ya Allah, selamatkanlah Salamah bin
Hisyam. Ya Allah, selamatkanlah orang-orang Mukmin yang tertindas. Ya Allah, ambillah
kekuatan kabilah Mudhar dengan sekuat-kuatnya. Ya Allah, binasakanlah mereka selama
bertahun-tahun, sebagaimana tahun-tahun (kelaparan dan epidemi yang menimpa zaman) Nabi
Yusuf.."(HR. Bukhari)
Mereka adalah tokoh-tokoh penduduk Makkah yang telah memeluk Islam, kemudian diuji dan
disiksa oleh kaum Quraisy. Mereka kemudian selamat dengan berkah doa Nabi saw.

3- Ibn Abbas ra. berkata:

()

"Rasulullah saw telah melakukan qunut selama sebulan terus-menerus pada waktu shalat
Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan shalat Subuh di penghujung setiap shalat, ketika baginda saw.
mengucapkan, Samia-Llahu liman hamidah dari rakaat yang terakhir. Baginda saw melaknat
kampung Bani Sulaim, Rilin, Dzakwan, Ushayyah dan diamini oleh makmum di belakang baginda
saw."(HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim semuanya melalui jalur Tsabit bin Yazid, dari Hilal bin
Khabab, dari Ikrimah dari Ibn Abbas)

Hukum Seputar Qunut Nazilah

Berdasarkan hadits di atas, bisa ditarik kesimpulan, bahwa disunahkan melakukanqunut nazilah,
ketika terjadi peristiwa yang menimpa kaum Muslim. Ini diambil dari perbuatan Nabi saw, yang
kemudian diikuti oleh para sahabat, tabiin dan generasi setelah mereka. Ibn Taimiyyah
berkomentar,"Qunut disunahkan ketika terjadi peristiwa (yang menimpa kaum Muslim). Ini
merupakan pendapat fuqaha Ahli Hadits. Ini merupakan riwayat yang diperoleh dari para
Khulafa Rasyidin."(Ibn Taimiyyah,al-Majmu,XXIII/108)

Qunut nazilahini dilakukan pada rakaat akhir, sebagaimana yang dinyatakan secara nyata dalam
hadits Abu Hurairah, dalam kitabShahih al-Bukhari dan Muslim. Ibn Hajar mengomentari hadits
di atas, dalam kitabnya,Fath al-Bari,tentang Qunut,"Saya melihat, bahwa hikmah dijadikannya
qunut nazilah pada waktu Itidal, bukan waktu sujud, padahal sujud merupakan tempat
dikabulkannya doa saat sujud, adalah karena yang diminta dari qunut nazilah ini agar makmum
bisa berdoa bersama-sama imam, sekalipun dengan mengucapkan amin. Dengan begitu, para
ulama sepakat, bahwa qunut ini harus dikeraskan."

Qunut nazilahini boleh dikerjakan pada saat shalat lima waktu, dan lebih dikuatkan lagi pada
waktu Shalat Fajar. Ini ditunjukkan oleh Nabi saw yang telah melakukanqunut nazilahpada saat
shalat lima waktu. Dalam kitabShahih BukharidanMuslimtelah ditegaskan, bahwa Nabi saw.
telahqunut nazilahpada wkatu shalat Subuh, Dhuhur, Maghrib dan Isya. Sedangkanqunut
nazilahpada waktu shalat Ashar telah dinyatakan dalam riwayat Abu Dawud dan Ahmad.

Ibn Taimiyyah menyatakan,"Pada saat qunut nazilah diperintahkan untuk berdoa demi kebaikan
kaum Mukmin, dan melaknat kaum Kafir, baik pada saat shalat Fajar maupun yang lain. Demikian
pula Umar telah melakukan qunut, yang membuat kaum Nasrani lari karena doa beliau, yang
isinya:

"Ya Allah, laknatlah kaum Kafir Ahli Kitab.."(Ibn Taimiyyah,Majmu al-Fatawa,XXII/270)

Adapunqunut nazilahpada waktu shalat sunnah, hendaknya tidak dilakukan. Ini merupakan
pendapat mazhab Ahli Hadits, karena tidak adanya hadits yang menyatakan Nabi saw. pernah
melakukannya. Mengenaiqunut nazilahdi waktu shalat Jumat, para ulama juga berbeda
pendapat.

Ibn Taimiyyah dan Ibn al-Mundzir menyatakan, tidak bolehqunut nazilahdi waktu shalat Jumat.
Tetapi, cukup bagi khatib untuk mendoakan kaum Muslim dalam khutbahnya.

Qunut Nazilah Disunahkan dengan Doa Pendek

Disunahkan untuk tidak memperpanjang doa; tidak memberatkan jamaah, dan hendaknya
meniru tuntunan Nabi saw. Doa Nabi saw adalah kalimat yang pendek, sebagaimana yang
tampak pada hadits di atas. Juga diperkuat dengan penuturan Anas bin Malik, ketika
ditanya,"Apakah Rasulullah saw. melakukan qunut pada waktu shalat Subuh?" Dia menjawab,
"Benar, setelah melakukan ruku dengan bacaan yang pendek (ringan)."(HR Muslim)

Yang menjadi ukuran tentu bukan panjang atau pendeknya doa, tetapi ukurannya terletak pada
ketulusan doa, kebersihan hati dan kesucian ibadah orang yang berdoa kepada Allah SWT. Hanya
saja, kadang-kadang seseorang perlu memperpanjang sedikit doanya untuk menggetarkan
tuhannya, terutama ketika musibah dan bencana begitu dahsyat menimpa kaum Muslim, dengan
catatan tidak memberatkan kaum Muslim.

Doaqunut nazilahpun dibatasi hanya untuk peristiwa itu saja, tidak ditambah dengan doa-doa
lain. Ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Ibn Taimiyyah
menyatakan,"Hendaknya orang yang melakukan qunut berdoa ketika terjadi peristiwa dengan
doa yang relevan untuk peristiwa tersebut. Jika disebutkan nama kaum Mukmin yang didoakan,
dan nama orang Kafir yang memerangi mereka, itu lebih baik."(Ibn Taimiyyah,Majmu al-
Fatawa,XXII/271)

Qunut Nazilah bukan Hanya untuk Peristiwa Lokal

Tidak disyaratkanqunut nazilahtersebut dilakukan karena ada peristiwa yang terjadi di negeri
kaum Muslim, tetapi juga diperintahkan untuk melakukannya ketika peristiwa tersebut terjadi,
meski di luar negeri kaum Muslim, jika peristiwa itu menimpa mereka. Ini bisa diambil
dariqunutyang dilakukan oleh Rasul untuk mendoakan kaum Muslim yang teraniaya di Makkah,
sementara saat itu Makkah masih merupakanDar al-Kufur. [Hafidz Abdurrahman]

Anda mungkin juga menyukai