Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah kita ketahui Bersama bahwa Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan
lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh
berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Shalat adalah ibadah yg agung, ibadah yg dibuka dengan takbir & ditutup dengan
salam, & dia adlh ibadah yg terpenting setelah kedua kalimat syahadat. Dari Ibnu Umar
radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah &
sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji &
puasa Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari no. 7 & Muslim no. 19).
Shalat adalah penghubung antara hamba dengan Rabbnya, karena ketika shalat hamba
sedang berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla guna berdoa kepada-Nya.

B. Rumusan Masalah:
1. Apa itu Shalat Jamaah, Shalat Jama’ Qashar, shalat jum’at, shalat jenazah, shalat
tarawih dan witir, shalat idul fitri dan idul adha, shalat gerhana matahari dan bulan ?
2. Apa saja hukum-hukum dari Shalat Jamaah, Shalat Jama’ Qashar, shalat jum’at,
shalat jenazah, shalat tarawih dan witir, shalat idul fitri dan idul adha, shalat gerhana
matahari dan bulan ?
3. Apa keutamaan dari Shalat Jamaah, Shalat Jama’ Qashar, shalat jum’at, shalat
jenazah, shalat tarawih dan witir, shalat idul fitri dan idul adha, shalat gerhana
matahari dan bulan?

1
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka kita dapat menarik tujuan penelitian agar kita lebih
memahami konsep shalat berjama’ah, shalat jenazah, dan shalat jam’ qashar yang ditinjau
dari ayat-ayat Al Qur’an, ruang lingkup pembahasan dan manfaat dari sholat tersebut
untuk seorang muslim.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Shalat Jama’ah
A. Pengertian sholat jamaah

Menurut Bahasa sholat berarti doa. Sedangkan menurut istilah syariat, shalat berarti
ibadah kepada Allah dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang diketahui dan khusus.
Diawali dengan takbir dan di tutup dengan salam. Disebut sholat karena kata itu
mencakup doa.

Menurut Bahasa, jamaah berarti jumlah dan banyaknya sesuatu. Kata al-jam’u berarti
penyatuan beberapa hal terpisah. Sementara al masjid al jami’ berarti masjid yang
mengumpulkan jamaahnya, sebagai sifat baginya, karena ia merupakan tanda untuk
berkumpul. Dan boleh juga menggunakan sebutan : masjid al jami’ sebagai tambahan,
seperti ucapan Anda : al-haqqu al yaqiinudanhaqqu al-yaqiin, yang berarti masjid hari ini
yang mengumpulkan jamaah. Dan al-jamaah berarti sejumlah orang yang dikumpulkan
oleh tujuan yang satu. Sedangkan menurut istilah syariat, jamaah dipergunakan untuk
sebutan sekumpulan orang, yang diambil dari makna itjtima’ (perkumpulan). Minimal
perkumpulan tersebut adalah dua orang, yaitu imam dan makmum. Disebut sholat
jamaah karena adanya pertemuan orang-orang yang sholat dalam bentuk perbuatan :
tempatdanwaktu. Jika mereka meninggalkan keduanya atau salah satu dari keduanya
tanpa adanya sebab, maka menurut kesepakatan para imam, hal itu dilarang.

B. Hukum sholat berjamaah

Hukum sholat berjamaah adalah fardhu ‘ain bagi orang laki-laki yang mukallaf dan
mampu, baik sedang tidak berpergian maupun sedang dalam perjalanan. Baik di kala
aman maupun di kala penuh ketakutan. Hal itu didasarkan pada beberapa dalil yang
sangat gamblan, dari Al-Qur’an, sunnah yang shahih, dan juga amalan kaum muslimin
dari abad ke abad, serta orang yang datang kemudian dari orang yang lalu. Oleh karena
itu, masjid-masjid dimakmurkan dan para imam dan muadzin diatur. Untuk itu di
syariatkan adzan dengan suara sekeras-kerasnya.

Allah telah memerintahkan kaum muslimin pada saat dicekam rasa takut untuk tetap
shalat berjamaah, di mana Allah berfirman :

3
“dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabat mu) lalu kamu hendak
mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah mereka pindah dari belakang
mu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
shalat, lalu hendaklah mereka shalat dengan mu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. “(QS. An-Nisaa’:102).

Artinya, Allah telah menyuruh kaum muslimin mengerjakan shalat berjamaah pada
saat diliputi rasa takut yang mencekam. Kemudian Allah mengulangi perintah ini sekali
lagi pada kelompok kedua. Karenanya, seandainya shalat jamaah itu sunat, niscaya
alasan yang paling tepat untuk tidak mengerjakan adalah rasa takut. Jika shalat jamaah
itu fardhu kifayah, niscaya Allah akan menggugurkannya bagi kelompok kedua apa yang
telah dilakukan oleh kelompok pertama. Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa
shalat jamaah itu wajib bagi masing-masing individu.

Disebutkan dalam sebuah hadist muttafaq alaih dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan shalat
Shubuh. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada dalam kedua shalat tersebut tentu
mereka akan mendatanginya walau dengan merangkak. Sungguh aku bertekad untuk
menyuruh orang melaksanakan shalat. Lalu shalat ditegakkan dan aku suruh ada yang
mengimami orang-orang kala itu. Aku sendiri akan pergi bersama beberapa orang untuk

4
membawa seikat kayu untuk membakar rumah orang yang tidak menghadiri shalat
Jama’ah.”(HR. Bukhari no.657 dan Muslim no. 651, dari AbuHurairah).

Aspek yang bisa dijadikan dalil berkenaan tentang wajibnya sholat berjamaah dalam
hadits itu ada dua aspek :

1. Orang-orang meninggalkan shalat jamaah disifatkan orang munafik. Sedangkan orang


yang meninggalkan sesuatu yang sunnah tidak dianggap munafik. Dengan demikina
menunjukkan bahwa mereka meninggalkan yang (hukumnya) wajib.
2. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hendak menghukum orang yang
meninggalkan shalat jamaah. Hukuman hanya akan ada karena meninggalkan sesuatu
yang wajib. Sedangkan larangan Rasulullah memberikan hukuman karena di dalam
rumah-rumah itu ada para wanita dan anak cucu yang tidak wajib bagi mereka shalat
jamaah.

Wajibnya shalat jamaah bagi kamu mukminin berlaku tetap ditengah-tengah mereka
semenjak awal umat ini. Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata, “telah kami lihat dan
tidaklah orang meninggalkan (shalat jamaah) kecuali orang munafik yang telah diketahui
kemunafikannya dan telah ada seseorang yang dibawa dengan dipapah oleh dua orang
hingga diberdirikan di dalam shaf” Maka, dengan demikian hal itu menunjukkan bahwa
wajibnya shalat jma’ah itu benar-benar sudah melekat dalam sanubari para sahabat
Rasulullah. Mereka tidak mengetahui hal itu melainkan dari Rasulullah. Sudah sangat
dipahami bahwa tidaklah setiap perintah yang ditinggalkan, melainkan oleh seorang
muafik, adalah sesuatu yang wajib hukumnya atas tiap-tiap individu.

Dibolehkan meninggalkan shalat jamaah karena beberapa alasan :

1. Takut atau sakit. Hal itu didasarkan pada hadits Ibnu Abbas dari Nabi Shalallahu
Alaihi wa Salam, beliau bersabda :

“Barangsiapa yang mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat
baginya, kecuali bila ada uzur.”

5
2. Hujan atau licin
Hal itu didasarkan pada hadits Ibnu Abbas., dia berkata kepada mu’adzin pada hari
hujan deras, “jika kamu sudah mengucapkan : Asyhadu anna Muhammadar
Rasulullah, janganlah kamu meneruskan dengan :hayya ‘alaa ash-shalat (mari
mendirikan shalat), tapi ucapkanlah : shallu fii buyutikum (shalatlah kalian di rumah
kalian sendiri). Seakan orang-orang menolak, maka Ibnu Abbas berkata, hal itu juga
dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah).
3. Angin kencang pada malam yang gelap gulita lagi dingin.
Hal itu didasarkan pada hadits Ibnu Umar, dia pernah mengumandangkan adzan
shalat pada malam yang sangat dingin lagi gelap, lalu dia mengucapkan “shalatlah
kalian di rumah kalian masing-masing”, kemudian dia mengatakan “Rasulullah
pernah memerintahkan mu’adzin, jika malam sangat dingin lagi hujan, dengan
mengatakan “shalatlah kalian di rumah-rumah”
4. Sudah dihidangkan makanan sementara dirinya sangat tertarik (berselera) pada
makanan tersebut.
Hal itu didasarkan pada hadits Ibnu umar, dia bercerita, Rasulullah bersabda :

“Jika salah seorang diantara kalian berada di hadapan makanan, hendaklah dia tidak
tergesa-gesa sehingga dia memenuhi kebutuhannya terhadap makanan itu, meskipun
iqamah shalat telah dikumandangkan”

5. Menahan kencing atau buang air besar.


Hal itu didasarkan pada hadits pada hadits Aisyah, dia bercerita, aku pernah
mendengar Rasulullah bersabda :

“Tidak ada shalat di hadapan makanan serta tidak juga menahan kencing dan buang
air besar”

6. Memiliki kerabat dekat yang dia khawatirkan kematiannya sementara dia tidak berada
disisinya.
Hal itu didasarkan pada hadits Ibnu Umar, di pernah diberitahukan bahwa Sai’id bin
Zaid bin Amr bin Nufail jatuh sakit pada hari jumat, lalu dia pun menaiki kendaraan

6
untuk mengunjunginya setelah matahari tinggi dan mendekati shalat Jum’at dan dia
pun meninggalkan shalat Jum’at.

Dengan demikian, terlihat nyata, bahwa shalat jamaah itu boleh ditinggalkan karena
delapan alasan, yaitu : sakit, takut akan keselamatan diri sendiri, harta, atau kehormatan,
hujan, jalanan licin, angin kencang pada malam yang gelap lagi dingin, dihidangkan
makanan sedang diri benar-benar berselera padanya, menahan kencing dan buang air
besar, atau salah satu dari keduanya, serta adanya kekhawatiran akan kematian kerabat
dekat sedang dia tidak berada disisinya.

C. Keutamaan Shalat Jamaah

Shalat berjamaah diperintahkan oleh Nabi SAW dengan penekanan khusus. Para
alim-ulama Islam semenjak awal sejarahnya telah mencoba menyelami alasan di balik itu.
Ini bukan karena sekadar mencari pembenar untuk meyakin-yakinkan diri sendiri.
Melainkan karena gairah untuk lebih memahami rahasia di balik perintah Rasul yang
maksum itu. Kita di zaman modern ini ternyata masih saja bisa menemukan makna itu
lewat aneka bentuk pengkajian.

Selama hidupnya Nabi SAW selalu menyerukan ditegakkannya shalat. Padahal,


perintah shalat dalam ayat-ayat Al Quran juga seolah diucapkan dalam satu tarikan nafas
dengan perintah bersedekah. Tidak kurang ada 25 tempat dalam Al Quran yang
menyerukan shalat setarikan nafas dengan bersedekah, berzakat atau memberi kepada
sesama. Dengan demikian secara implisit Al Quran menggariskan adanya “fungsi sosial”
dari shalat seperti itu.

Karena melihat fakta demikian, dapat dimaklumi bahwa shalat yang benar haruslah
dilakukan secara berjamaah. Sebab, untuk menunaikan perintah lanjutan yang sangat erat
kaitannya dengan perintah shalat, yakni bersedekah atau memberi kepada sesama itu,
maka shalat harus dilakukan secara berjamaah. Sudah tentu dengan cara ”berjamaah yang
berkualitas”.

1. Shalat jamaah dua puluh tujuh kali lipat dari shalat sendirian.
Hal itu didasarkan pada hadits Abdullah bin Ummar, Rasulullah bersabda :

“Shalat jamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajat”

7
2. Dengan shalat jamaah, Allah akan melindungi pelakunya dari setan.
Hal itu didasarkan pada hadits Mu’adz bin Jabal, dari Raulullah :
“Sesungguhnya setan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing,
ia akan menerkam kambing yang keluar dan menyendiri dari kawanannya. Karena itu,
jauhilah perpecahan, dan hendaklah kamu bersama jama'ah dan umat umumnya” (HR.
Ahmad & Tirmidzi)
3. Keutamaan shalat jamaah akan bertambah banyak dengan bertambahnya jumlah
orang yang menunaikannya.
Hal itu didasarkan pada hadits Ubay bin Ka’ab, di dalamnya disebutkan :

“sesungguhnya shalat seseorag dengan seorang lainnya adalah lebih suci dari
shalatnya seorang diri. Dan shalatnya dengan dua orang lebih suci dari shalatnya
dengan seseorang. Dan semakin banyak maka akan lebih di sukai oleh Allah yang
maha mulia lagi maha perkasa”
Shalat berjamaah dengan jamaah yang banyak itu dianjurkan jika dijamin aman dari
kerusakan dan tidak ada kemaslahatan yang terganggu.
4. Kebebasan dari neraka dan kemunafikan.
Bagi orang yang mengerjakan shalat karena Allah selama 40 hari dengan berjamaah,
dengan selalu mengetahui takbiratul ihram imam (tidak terlambat). Hal itu di dasarkan
pada hadits Anas, dia bercerita, Rasulullah bersabda :

"Barangsiapa yang shalat karena Allah selama 40 hari secara berjama’ah dengan
mendapatkan Takbiratul pertama (takbiratul ihramnya imam), maka ditulis untuknya
dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari sifat
kemunafikan."
Di dalam hadits tersebut terkandung keutamaan ikhlas dalam shalat. Orang-orang
yang penuh keikhlasan, di akhirat kelak dia akan dilindungi dari siksa yang
ditimpakan kepada orang munafik. Selain itu dia juga akan diberi kesaksian bahwa
orang muafik itu juga mengerjakan shalat tapi dengan penuh kemalasan. Dengan

8
demikian keadaan orang yang shalat berjamaah itu jelas berbeda dengan orang-orang
munafik itu.
5. Berada dalam jaminan dan perlindungan Allah
Barang siapa yang melaksanakn shalat subuh dengan berjamaah maka dia akan berada
dalam jaminan dan perlindungan Allah sampai memasuki waktu sore. Dan barang
siapa yang setelah shalat subuh dengan berjamaah kemudian duduk sembari berdzikir
kepada Allah sampai matahari terbit, maka baginya pahala haji dan umrah.
6. Besarnya pahala
Besarnya pahala ketika shalat isya’ dan subuh berjamaah, selain besarnya pahala juga
seakan dia shalat semalam suntuk.
7. Berkumpulnya para malaikat malam dan malaikat siang dalam shalat subuh dan ashar.
Para malaikat penjaga malam dan siang itu datang silih berganti, dan mereka akan
berkumpul pada waktu shalat subuh dan shalat ashar. Sedang berkumpulnya para
malaikat itu merupakan salah satu bentuk kelembutan Allah kepada hamba-hamba-
Nya terhadap mereka, yaitu dengan mengumpulkan para malaikat di sisi mereka, serta
membiarkan para malaikat bersama mereka pada waktu-waktu ibadah mereka dan
perkumpulan mereka untuk beribadah kepada Rabb mereka, sehingga kesaksian yang
akan diberikan oleh para malaikat itu atas berbagai kebaikan yang mereka saksikan.
8. Allah merasa bangga terhadap shalat jamaah
Hal itu disebabkan kecintaan-Nya pada shalat jamaah. Dari Abdullah bin Umar, dia
bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda : “sesungguhnya Allah benar-
benar bangga pada shalat yang dilakukan dengan berjamaah”
Kebanggaan ini merupakan hak Allah, dan tidak ada satu pun makhluk-Nya dalam hal
ini, karena kebanggaan Allah yang maha suci tidak sama dengan kebanggaan
makhluk-Nya. Allah berfirman “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Dia”(QS.asy-Syuura:11)
9. Di doakan oleh para malaikat

Para malaikat mendoakan orang yang shalat berjamaah sebelum shalat dan setelahnya
selama dia masih tetap berada di tempat shalatnya, selama dia belum berhadats atau
menyakiti (orang lain).

9
2. Pengertian Shalat Jum’at

Shalat jumat merupakan shalat yang dilakukan pada hari jum’at seperti masuknya
waktu shalat dzuhur yang dikerjakan dua rakaat setelah dua khutbah. Shalat Jumat
merupakan aktivitas ibadah wajib yang dilaksanakan secara berjama'ah bagi lelaki muslim
setiap hari Jumat yang menggantikan shalat dzuhur.
Shalat Jumat adalah shalat yang diwajibkan pada waktu hari Jumat dan
bukanlah shalat dzuhur sebagaimana dipahami oleh sebagian manusia. Tidak diperbolehkan
bagi seorang muslim mukallaf meninggalkan shalat Jumat tanpa adanya udzur syar’i.
Adapun hukum melaksanakan shalat jum'at merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-
laki yang sudah baligh dan berakal, sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Jumu'ah ayat
9:
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُنْو ِدَي ِللَّص ٰل وِة ِم ْن َّيْو ِم اْلُج ُمَعِة َفاْس َع ْو ا ِاٰل ى ِذ ْك ِر ِهّٰللا َو َذ ُروا اْلَبْيَۗع ٰذ ِلُك ْم َخْيٌر َّلُك ْم ِاْن ُكْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬
"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui"
Hukum Shalat Jumat
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat di atas, maka hukum shalat jum'at adalah
wajib. Para ulama sepakat bahwa hukum shalat jum'at adalah fardhu 'ain. Dalam satu hadits
yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani dikatakan bahwa orang yang
meninggalakan shalat jum'at tanpa ada udzur syara' maka dihukumi kafir nifaq (munafiq)
‫من ترك ثالث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين‬
"Siapa saja yang meninggalkan tiga kali ibadah shalat Jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis
sebagai orang kafir nifaq/munafiq"
Adapun dalil dari hadits lain yaitu hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abul Ja’di
Ad-Dhamri berikut ini:
‫من ترك ثالث جمع تهاونا بها طبع هللا على قلبه‬
"Siapa pun yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali karena meremehkannya, maka Allah
SWT akan menutup (sehingga tak mampu menerima hidayah)"
Kemudian hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Nasa'i, dan
Imam Ahmad berikut ini:
‫َلَيْنَتِهَيَّن َأْقَو اٌم َع ْن َو ْد ِع ِهُم اْلُج ُمَع اِت َأْو َلَيْخ ِتَم َّن ُهَّللا َع َلى ُقُلوِبِهْم ُثَّم َلَيُك وُنَّن ِم َن اْلَغاِفِليَن‬
"Hendaklah orang-orang itu menghentikan perbuatan mereka meninggalkan shalat jum'at,
atau kalau tidak, Allah akan menutup mata hati mereka kemudian mereka akan termasuk
golongan orang-orang yang lalai"
Dan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Nasa'i, Abu Dawud, dan Imam
Ahmad berikut ini:

‫َم ْن َتَر َك َثَالَث ُج َم ٍع َتَهاُو ًنا ِبَها َطَبَع ُهَّللا َع َلى َقْلِبِه‬

10
"Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat jum'at karena menganggap remeh maka Allah
akan menutup mata hatinya"
Orang yang Wajib Shalat Jumat
Di atas telah disebutkan bahwa shalat jum'at hukumnya fardhu ‘ain (wajib). Lantas siapa
sajakah yang diwajibkan shalat jum'at? Shalat jum;at wajib atas setiap muslim laki-laki yang
merdeka, baligh, berakal, muqim dan kuasa mendatanginya (datang ke Masjid
melaksanakan shalat jum'at). Hal ini dijelaskan dalam hadits dari oleh Jabir bin Abdillah RA
yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi:
‫ َأْو َم ْم ُلوٍك َو َمِن اْسَتْغ َنى‬، ‫ َأْو َص ِبٍّى‬، ‫ َأْو ُمَس اِفٍر‬،‫َم ْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِباِهلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َفَع َلْيِه اْلُج ُمَع ُة َيْو َم اْلُج ُمَعِة ِإَّال َع َلى َم ِر يٍض‬
‫ َو ُهللا ِغ َنٌّى ُح َم ْيٌد‬،‫َع ْنَها ِبَلْهٍو َأْو ِتَج اَرٍة اْسَتْغ َنى ُهللا َع ْنُه‬
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia wajib shalat Jumat pada
hari Jumat, kecuali bagi orang sakit, musafir, anak kecil, atau budak. Barangsiapa yang
mengacuhkan shalat Jumat karena lalai atau sibuk urusan perniagaan, maka Allah tak akan
memperhatikannya, Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
Sesuai dengan isi hdits di atas, maka orang sakit, musafir, anak kecil, atau budak tidak
dikenakan hukum wajib shalat jum'at.
Waktu Shalat Jumat
Mayoritas sahabat dan tabi’in sepakat bahwa waktu shalat jum'at sama dengan
waktu shalat jum'at. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik RA yang diriwayatkan
Abu Dawud dan Abu Ya’la:
‫ ُيَص ِّلى اْلُج ُمَع َة ِإَذ ا َم اَلِت الَّشْم ُس‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا‬
"Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan Shalat Jumat apabila matahari telah
tergelincir"
Juga berdasarkan hadits dari Salamah bin Akwa’ RA yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

‫ ِإَذ ا َزاَلِت الَّشْم ُس ُثَّم َنْر ِج ُع َنَتَتَّبُع اْلَفْى َء‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ُكَّنا ُنَجِّم ُع َم َع َر ُسوِل ِهَّللا‬
"Kami mengerjakan shalat jum'at bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila
matahari telah tergelincir dan kami kembali pulang dengan mengikuti bayangannya"
Tata Cara Shalat Jumat
Shalat jum'at disyariatkan untuk dikerjakan secara berjamaah, tidak sah jika sendirian.
Adapun jumlah minimal jamaahnya, para ulama berbeda pendapat. Ibnu Hajar Al Asqalani
menjelaskan dalam Fathul Bari’ bahwa ada 15 pendapat para ulama. Pendapat paling kuat
menurut Sayyid Sabiq adalah, ia telah sah meskipun hanya diikuti dua orang atau lebih.
Tempatnya boleh di kota maupun di desa, di dalam bangunan maupun di lapangan, namun
yang paling utama adalah di masjid.
Syaikh Wahbah Zuhaili menjelaskan, menurut mazhab Hanafi, dilaksanakan di masjid besar
kota. Menurut mazhab Maliki, masjid yang berada di tengah-tengah penduduk, tidak boleh di
kemah/tenda yang menunjukkan mereka adalah musafir. Demikian pula mazhab Syafi’i, di
masjid baik kota maupun perkampungan, bukan perkemahan/tenda. Sedangkan menurut
mazhab Hambali, di masjid atau bangunan perkampungan yang minimal dihuni 40 orang.

11
Sebelum shalat jum'at didahului dengan Khutbah Jumat yang terdiri dari dua khutbah. Khatib
naik mimbar lalu mengucap salam, setelah itu ia duduk, Muazdin mengumandangkan azan.
Lalu Khatib menyampaikan khutbah pertama dengan memuji Allah, bershalawat, syahadat
dan pesan taqwa. Selesai khutbah pertama, Khatib duduk sejenak. Setelah itu, Khatib kembali
berdiri untuk menyampaikan khutbah kedua dan mengakhirinya dengan do'a.
Shalat jum'at dilaksanakan dua rakaat dengan dipimpin oleh imam. Secara ringkas, tata
caranya adalah sebagai berikut:
1. Niat
2. Takbiratul ihram, diikuti dengan Doa Iftitah
3. Membaca Surat Al Fatihah
4. Membaca surat dari Al Qur’an, disunnahkan Al A’la
5. Ruku’ dengan tuma’ninah
6. I’tidal dengan tuma’ninah
7. Sujud dengan tuma’ninah
8. Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
9. Sujud kedua dengan tuma’ninah
10. Berdiri lagi untuk menunaikan rakaat kedua
11. Membaca surat Al Fatihah
12. Membaca surat dari Al Qur’an, disunnahkan Al Ghatsiyah
13. Ruku’ dengan tuma’ninah
14. I’tidal dengan tuma’ninah
15. Sujud dengan tuma’ninah
16. Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
17. Sujud kedua dengan tuma’ninah
18. Tahiyat akhir dengan tuma’ninah
19. Salam
Niat Shalat Jumat
Semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat.
Artinya, tidak harus melafadzkan niat. Menurut Syaikh Mushtofa Dieb Al Bugho dalam Al
Wafi, sebagian ulama membolehkan melafadzkan niat dalam rangka membantu konsentrasi.
Sedangkan menurut Syaikh Wahbah Zuhaili, jumhur ulama mensunnahkannya.
Berikut ini adalah lafadz niat shalat jumat bagi makmum:
‫ُأَص ِّلي َفْر َض اْلُج ْمَعِة َم ْأُم وًم ا ِهلِل َتَع اَلى‬
"Aku niat sholat Jumat dua rakaat sebagai imam karena Allah Ta’ala"
Adapun lafadz niat shalat jum'at bagi imam adalah sebagai berikut:
‫ُأَص ِّلي َفْر َض اْلُج ْمَعِة ِإَم اًم ا ِهلِل َتَع اَلى‬
"Saya shalat jumat sebagai imam karena Allah Ta'ala"

12
Keutamaan Shalat Jumat
Sholat Jumat memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
1. Penghapus Dosa
Di antara keutamaan shalat jum'at adalah sebagai penghapus dosa antara dua Jumat. Hadits
dari Abu Hurairah RA yang:
‫الَّص َالُة اْلَخ ْم ُس َو اْلُج ُمَع ُة ِإَلى اْلُج ُمَعِة َك َّفاَر ٌة ِلَم ا َبْيَنُهَّن َم ا َلْم ُتْغ َش اْلَك َباِئُر‬
“Sholat lima waktu dan Jumat yang satu ke Jumat yang berikutnya dapat menghapuskan dosa
di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar.”
2. Pahala Besar
Keutamaan shalat jumat lainnya adalah memperoleh pahala besar. Pahala ini senilai
pahala qurban yang disesuaikan dengan waktu kedatangannya di masjid. Sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:
‫َم ْن اْغ َتَسَل َيْو َم اْلُج ُمَعِة ُغ ْس َل اْلَج َناَبِة ُثَّم َر اَح َفَك َأَّنَم ا َقَّر َب َبَد َنًة َو َم ْن َر اَح ِفي الَّساَع ِة الَّثاِنَيِة َفَك َأَّنَم ا َقَّر َب َبَقَر ًة َو َم ْن َر اَح ِفي‬
‫الَّساَع ِة الَّثاِلَثِة َفَك َأَّنَم ا َقَّر َب َكْبًش ا َأْقَر َن َو َم ْن َر اَح ِفي الَّساَع ِة الَّراِبَعِة َفَك َأَّنَم ا َقَّر َب َد َج اَج ًة َو َم ْن َر اَح ِفي الَّساَع ِة اْلَخ اِمَسِة َفَك َأَّنَم ا‬
‫َقَّر َب َبْيَض ًة َفِإَذ ا َخ َر َج اِإْل َم اُم َح َضَر ْت اْلَم اَل ِئَك ُة َيْسَتِم ُعوَن الِّذْك َر‬
"Barangsiapa mandi pada hari Jumat sebagaimana mandi jinabat, lalu berangkat menuju
masjid, maka dia seolah berqurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada saat
kedua maka dia seolah berqurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada saat
ketiga maka dia seolah berqurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang
datang pada saat keempat maka dia seolah berqurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa
yang datang pada sat kelima maka dia seolah berqurban dengan sebutir telur. Dan apabila
imam sudah keluar (menyampaikan khutbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir
(khutbah tersebut)"
3. Seperti Ibadah Setahun
Keutamaan shalat jum'at yang sempurna yaitu yang diawali mandi, kemudian setiap
langkahnya senilai puasa dan shalat setahun. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi:
‫ َك اَن َلُه ِبُك ِّل ُخ ْطَو ٍة َيْخ ُطوَها َأْج ُر َس َنٍة ِصَياُمَها‬، ‫ َو َدَنا َو اْسَتَم َع َو َأْنَص َت‬، ‫ َو َبَّك َر َو اْبَتَك َر‬، ‫َم ْن اْغ َتَسَل َيْو َم اْلُج ُمَعِة َو َغَّس َل‬
‫َو ِقَياُمَها‬
"Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat lalu ia bergegas pergi (ke masjid), mendapati
khutbah mendengar dan memperhatikan, maka setiap langkah kakinya terhitung
seperti puasa dan shalat setahun"
Wallahu A'lam

13
3. Shalat Jama’ Qashar
Konsep Sholat Jama’ Qashar
I. Pengertian Sholat Jama’
Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan
dalam satu waktu. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur
atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau
pada waktu Isya’.
Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain.
Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena beberapa alasan (halangan) berikut ini :
a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
b. Apabila turun hujan lebat
c. Karena sakit dan takut
d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang
disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih,
Ala al Madzhabhib al Arba’ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki,
Syafi’i dan Hambali).
Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu
sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas)
Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.
Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau
bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika
diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah
1/316-317).
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan
oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun
jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya
(adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama’ shalat dalam suatu
perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan hujan
atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab
lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi
umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 293).
Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah
musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari,
Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul

14
Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141,
Fiqhus Sunnah 1/313-317).
Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa
seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak
dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi
Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan
Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan
hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab : ”Bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat
Sahihul Jami’ 1070).

A. Shalat Jama' Dapat Dilaksanakan dengan 2 (dua) Cara :


1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan
melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan
Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan
pada waktu Maghrib.
Syarat Sah Jama' Taqdim :
a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama
b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua
c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali
duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting
d. Niat jama' yang dibarengkan dengan Takbiratul Ihram shalat yang pertama,
misalnya Dhuhur.
2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan
melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar
dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan
pada waktu shalat Isya’.
Syarat Sah Jama' Ta’khir :
a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat Dzuhurku
diwaktu Ashar.”
b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali
duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.

15
Catatan :
Dalam Jama' ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat
kedua. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur
atau sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW
dipeperangan Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat,
beliau kumpulkan antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat
Ashar. Dalam shalat Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum
berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib dengan Isya’ jika beliau berangkat
sebelum terbenam matahari beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau singgah
(berhenti) untuk Isya’ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.

B. Hukum menjama’ sholat jumat dengan ashar


Tidak diperbolehkan menjama’ antara shalat Jum’at dengan shalat Ashar dengan
alasan apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan lain. Walaupun
dia adalah orang yang diperbolehkan menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar.
Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar,
dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’.
Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara
keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka
silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena
tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara
baru dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar)
maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada
perintah kami (tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).
Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya
masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ dengan
shalat lain.(Lihat Majmu’ Fatawa Syaihk Utsaimin 15/369-378).

C. Hukum musafir sholat dibelakang mukim


Shalat berjama’ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila seorang
musafir shalat dibelakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat imam tersebut
yaitu 4 raka’at, namun apabila ia shalat bersama-sama musafir maka shalatnya di qashar

16
(dua raka’at). Hal ini didasarkan atas riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu
Anhuma. Berkata Musa bin Salamah : Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama
Ibnu Abbas, lalu aku bertanya :”Kami melakukan shalat 4 raka’at apabila bersama kamu
(penduduk Makkah), dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir)
maka kami shalat dua raka’at?” Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menjawab: “Itu adalah
sunnahnya Abul Qasim (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam).” (Riwayat Imam
Ahmad dengan sanad shahih. Lihat Irwa’ul Ghalil no 571 dan Tamamul Minnah, Syaikh
AL ALbani 317).

D. Hukum musafir menjadi imam mukim


Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia meng-qashar
shalatnya maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai
selesai (4 raka’at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam yang musafir
memberi tahu makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah mereka (makmum
yang mukim) meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak mengikuti salam
setelah dia (imam) salam dari dua raka’at. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam ketika berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk
Makkah, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata : “Sempurnakanlah shalatmu (4
raka’at) wahai penduduk Makkah! Karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan
sampai empat raka’at setelah beliau salam. (lihat Al Majmu Syarah Muhadzdzab 4/178
dan Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/269).
Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia
shalat 4 raka’at (tidak meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah
sunnah mu’akkadah dan bukan wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin
Abdir Rahman Al Bassam 2/294-295).

E. Hukum sholat jum’at bagi musafir


Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat jum’at bagi musafir, namun
apabila musafir tersebut tinggal disuatu daerah yang diadakan shalat Jum’at maka wajib
atasnya untuk mengikuti shalat Jum’at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik,
imam Syafi’i, Ats Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll. (lihat AL Mughni, Ibnu Qudamah
3/216, Al Majmu’ Syar Muhadzdzab, Imam Nawawi 4/247-248, lihat pula Majmu’
Fatawa Syaikh Utsaimin 15/370).

17
Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak
shalat jum’at dalam safarnya, juga ketika haji wada’, beliau SAW tidak melaksanakan
shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama’ dengan Ashar. (lihat
Hajjatun Nabi SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya Syaikh Muhammad Nasiruddin
Al Albani hal 73).
Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah) Radhiallahu Anhum dan para
sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak shalat Jum’at
dan menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).
Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal
bersama dia (Al Hasan Al Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak
shalat Jum’at.”
Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun,
beliau tidak melaksanakan shalat Jum’at.
Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma’ (kesepakatan
para ulama) yang berdasar hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan
menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

II. Pengertian Sholat Qashar


Shalat yang diringkas, yaitu shalat fardhu yang 4 (empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan
Isya’) dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing dilaksanakan tetap pada waktunya.
Sebagaimana menjamak shalat, meng-qashar shalat hukumnya sunnah. Dan ini merupakan
rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan
tertentu.
Syarat Meng-qashar :
1. Bepergian yang bukan untuk tujuan maksiat
2. Jauh perjalanan minimal 88,5 km
3. Shalat yang di-qashar adalah ada' (bukan qadla') yang empat rakaat.
4. Tidak boleh bermakmum pada orang yang shalat sempurna (tidak di-qashar).
Perhatikan Hadist Nabi SAW :
”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka’at saja
sehingga beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di
Mekkah di masa Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat
dengan para Jama’ah dua raka’at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda Rasulullah

18
SAW : ”Wahai penduduk Mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka’at lagi, kami
adalah orang-orang yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud).
Cara Melaksanakan Shalat Qashar :
1. Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.
2. Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian salam.

Firman Allah SWT :


”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu
memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101).

Nabi SAW bersabda :


”Dari Ibnu Abbas R.A. ia berkata : ”Shalat itu difardhu-kan atau diwajibkan atas lidah
Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat dan
didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim).

Jarak diperbolehkan meng-qashar sholat


Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir baik safar dekat atau safar jauh, karena
tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian
boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian
umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 km agar
tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil
shahih yang jelas. (lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm 21/5, Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 1/481,
Fiqhua Sunnah, Sayyid Sabiq 1/307-308, As Shalah, Prof. Dr. Abdullah Ath Thayyar 160-
161, Al Wajiz, Abdul Adhim Al Khalafi 138).

Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan
diperbolehkannya meng-qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang
menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini
juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak ber-ijtihad. (lihat Majmu’
Fatawa Syaikh Utsaimin 15/265).
Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan
kampung halamannya sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul ‘Adhim
Al Khalafi 138).

19
Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar
(meninggalkan) kota Madinah.”
Berkata Anas Radhiallahu ‘Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam di kota Madinah 4 raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua
raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).

III. Syarat dan ketentuan sholat jama’ qashar


Salah satu rukhsah/keringanan yang Allah berikan kepada umat muslim adalah
adanya kebolehan mengqashar (meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi
dua rakaat serta menjamak shalat dalam dua waktu dikerjkan dalam satu waktu.
Beberapa Ketentuan Sholat Qashar :
1. Kebolehan qashar shalat hanya berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang
jarak perjalanan yang ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48
mil.
Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam
dikalangan para ulama. Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah
138,24 km (ini berdasarkan analisa atas pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` dan satu
zira` 48 cm).
Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini
berdasarkan kepada pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil
adalah 3.500 zira`. 1 Zira` 48 cm. Selain itu ada juga beberapa pandangan yang lain.
Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah :
 Safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk
berbuat maksiat (ma`shiah bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan
merampok, berjudi dll) tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat. Baru
dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis safr) bila tujuan dari perjalanannya
memang untuk berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya
adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan ia melakukan maksiat (ma`shiat
fis safr) maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga
tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam
perjalanan tersebut.
 Perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang
yang berjalan tanpa arah tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.

20
 Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga
dll.
2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari
kampungnya sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.
3. Mengetahui boleh qashar
Seseorang yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal
tersebut boleh maka shalatnya tidak sah.
Ketiga ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.
4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun
shalat sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar.
Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal dalam
safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum
safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar. Demikian juga
sebaliknya shalat yang luput dalam masa safar bila diqadha dalam masa telah habis
safar maka tidak boleh diqashar.[1]
5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:
‫اصلى فرض الظهر مقصورة‬
“saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”
Bila ia berniat qashar setelah takbiratul ihram maka tidak dibolehkan untuk qashar
shalat.
6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat)
walaupun hanya sebentar. Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat
secara sempurna maka shalatnya mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).
7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya
timbul niat dalam hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna (4 rakaat) atau
timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar apakah sebaiknya ia
mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul hal demikian
maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan
shalat secara sempurna bila timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang niatnya
apakah qashar ataupun shalat sempurna, walaupun dalam waktu cepat ia segera
teringat bahwa niatnya adalah qashar.
8. Selama dalam shalat ia harus masih berstatus sebagai musafir.

21
Apabila dalam shalatnya hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena
kendaraan yang ia tumpangi telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat
bermukim didaerah tersebut maka shalatnya tersebut wajib disempurnakan.

Ketentuan dan Syarat Shalat Jamak


Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku
bagi jamak taqdim dan takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim
saja atau bagi jamak takhir saja.
Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada
jamak taqdim adalah:
1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah
dengan ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan
no. 1, no. 2 dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)
2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib
dengan Isya, kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.

Adapun Beberapa Ketentuan Khusus Bagi Jamak Taqdim :


1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan
shalat dhuhur bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa
shalat ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam
takbiratul ihllram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan boleh
bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan
shalat yang awal, misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih
dahulu dikerjakan dhuhur.
3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua
4. Meyakini sah shalat yang pertama.
5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar
yang menjadi pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat
shalat yang ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari
kadar dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat
tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat
qabliah dhuhur (misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat

22
fardhu Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian
Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.

Ketentuan Khusus pada Jamak Ta'khir :


1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita
amsih berada dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat
waktu tersebut akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama
yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu
rakaat shalat.

2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.


Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu
atau ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib
beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi
beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.

Batas waktu musafir boleh mengqashar sholat


Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang
dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan meng-qashar (meringkas) shalat. Jumhur
(sebagian besar) ulama yang termasuk didalamnya imam empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali Rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu.
Al-Malikiyah & Al-Syafiiyah (3 Hari)
Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
shahih-nya bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah
mereka menunaikan hajinya.
‫ِلْلُم َه اِج ِر ِإَق اَم ُة َثاَل ٍث َبْعَد الَّصَد ِر ِبَم َّكَة‬
"Untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan
manasik)". (HR Muslim)
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm (1/215) menjelaskan maksud hadits ini, beliau
katakan:
"mukimnya Muhajir di Mekkah itu 3 hari batasnya (sebagai musafir), maka jika melebihi
itu, ia telah bermukim di Mekkah (jadi mukim yang tidak bisa dapat rukhshoh)".

23
Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam fathul-Baari (7/267) mengatakan bahwa
istinbath hukum dari hadits Nabi tersebut adalah bahwa seorang musafir jika berniat
singgah/tinggal di kota tujuan kurang dari 3 hari, ia masih berstatus sebagai musafir yang
boleh jama' dan qashar sholat. Akan tetapi jika melebihi itu, tidak lagi disebut sebagai
musafir.

4. Shalat Jenazah
A. Pengertian
Shalat Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan
umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.
B. Hukum Shalat Jenazah

Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yg hidup.
Jika telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yg
lain. Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun dan sunnah serta keutamaan
sebagaimana akan kami sebutkan. Dari Salamah bin Al-Akwa:

Dari Salamah bin Al-Akwa’,”pada suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi
Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami, ‘shalakanlah
teman kamu’.’(riwayat Bukhari)

C. Keutamaan Shalat Jenazah

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Khabab , ia berkata


bahwasanya Rasullah bersabda :

“ Siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa
mengantar jenazah samapai selesai (proses pemakaman), maka baginya dua qirath.
Yang paling kecil adalah seperti gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah
seperti gunung Uhud.”

24
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah untuk menanyakan
kebenaran perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari rumah Aisyah,
Khabab bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar. Mendengar apa
yang dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah kehilangan banyak
kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.

Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya meninggal di Qalid atau
‘Usfan dan yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang , Rasullah bersabda :

“ Tidaklah seorang muslim mati lalu jenazahnya di shalatkan empat puluh orang
laki-laki yang tidak menyekutukan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat
kepadanya lantaran mereka.”

D. Tuntunan Syari’at
Sangat diutamakan diutamakan mensahalatkan jenazah hingga berjumlah
empat puluh orang, dan dilaksanakan dengan berjamaah yang diatur menjadi tiga
shaf.
Imam pada shalat jama’ah jenazah, atau seorang diri berdiri dekat pada bagian
kepala apabila pada jenazah pria, dan dekat pada pinggang apabila jenazah wanita.
Bila bersamaan ada beberapa jenazah pria dan wanita, maka dapat dilakukan
secara bersamaan dalam sekali shalat jenazahnya dengan diatur sebagai berikut:
Yang terdekat dengan imam adalah jenazah pria, kemudian disebelah kiblat
(baratnya) jenazah wanita, dengan digeser ke tengah supaya bagian pinggangnya
sejajar arah kiblat dengan Imam.
Tempat Shalat Jenazah, dapat dilakukan dirumah, musholla, ataupun masjid menurut
maslahat dan kewajaranyayang meninggal dunia.
Shalat jenazah diatas kuburan dimungkinkan serta diijinkan bagi pelayat/ ta’ziyah
yang ketinggalan pada waktu datang di keluarga rumah duka.

E. Tata Tertib Shalat Jenazah:


1. Telah menepati syarat sahnya seperti shalat fardlu.

25
2. Berdiri menghadap kiblat dengan jenazah berada didepan Iman.
3. Jenazah diletakan membujur mengadap kiblat dengan kepala disebelah kanan
kiblat (utara indonesia di sebelah utara).
4. Bila berjama’ah, sebagai Imam adalah yang terdekat hubungan keluarga
dengan jenazah, seperti ayah, anak, kakak, adik, paman dst.
5. Diatur dengan sekurang-kurangnya tiga shaf.

F. Adab Tata Tertib Pelaksanaan Shalat Jenazah.


1) Niat Sholat Jenazah :
Niat untuk jenazah laki-laki :
"Ushalli 'alaa haadzal mayyiti arba'a takbiiraatin fardhal kifaayati
makmuuman/imaaman lillaahi ta'aalaa"
Artinya : Saya niat shalat atas mayyit (laki-laki) ini empat takbir
fardhu kifayah karena Allah SWT.
Niat untuk jenazah perempuan :
"Ushalli 'alaa haadzihil maytati arba'a takbiiraatin fardhal kifaayati
makmuuman/imaaman lillaahi ta'aalaa"
Artinya : Saya niat shalat atas mayyit (perempuan) ini empat takbir fardhu kifayah
karena Allah SWT.
2) Takbiratul Ihram, dengan niat ikhlas karena Allah SWT menshalatkan jenazah,
kemudian Setelah takbir dilanjutkan dengan membaca ta'awudz lalu dilanjutkan
dengan membaca al fatihah, tanpa disertai dengan doa iftitah ataupun surat pendek
seperti sholat pada umumnya. ini berdasarkan pendapat banyak ulama bahwa
dalam sholat jenazah tidak diwajibkan membaca doa iftitah.
3) Takbir yang kedua, dan Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad s.a.w

Artinya:
“Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana
Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah berkah kepada
Muhammad dan keluarganya (termasuk anak dan istri atau umatnya),

26
sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarganya.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.
4) Takbir ketiga, dengan membaca doa:

Artinya: Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah


kesalahannya, muliakanlah kematiannya, lapangkanlah kuburannya, cucilah
kesalahannya dengan air, es dan embun sebagaimana mencuci pakaian putih dari
kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya
dengan keluarga yang lebih baik, gantilah istrinya dengan isri yang lebih baik,
hindarkanlah dari fitnah kubur dan siksa neraka.

5) Takbir keempat, dengan membaca doa:

Artinya:
Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah
Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya.
6) Kemudian mengucap salam.

5. Pengertian Shalat Tarawih Dan Hukummya Sunnah Muakkad

Shalat tarawih adalah shalat yang khusus dikerjakan pada malam bulan Ramadan setelah
melaksanakan shalat Isya’ dan sebelum shalat witir. Melaksanakan shalat tarawih hukumnya
tidaklah wajib. Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah muakkad, di mana sangat dianjurkan
untuk dikerjakan, baik bagi kaum laki-laki atau pun perempuan. Shalat tarawih hukumnya
sunnah yang sangat dianjurkan, hal ini tertuang dalam hadis berikut,
‫ َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُيَر ِّغ ُب ِفي ِقَياِم َر َم َض اَن ِم ْن َغْيِر َأْن َيْأُمَر ُهْم ِفيِه ِبَع ِزيَم ٍة َفَيُقوُل َم ْن‬: ‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َقاَل‬
‫َقاَم َر َم َض اَن ِإيَم اًنا َو اْح ِتَس اًبا ُغ ِفَر َلُه َم ا َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬

Artinya: “Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anh Rasulullah gemar menghidupkan bulan
Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: ‘Barangsiapa yang melakukan
ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridha
dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat” (HR Muslim).

27
Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat
bahwa shalat tarawih lebih utama jika dilaksanakan dengan cara berjamaah, sesuai dengan
apa yang dilakukan oleh Umar bin Khatthab dan para sahabat.

Rakaat Shalat Tarawih

Baik 11 rakaat atau 23 rakaat, sebenarnya tidak ada batasan tertentu yang ditetapkan dalam
shalat malam.

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah
raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan
perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh
mengerjakan banyak.” (At Tamhid).

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,

“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk
waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi
dengan witir.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Semua jumlah raka’at di atas (dengan 11, 23 raka’at
atau lebih dari itu, -pen) boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan
dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah
melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah
kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan
shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini
dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan
lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jama’ah
tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam
dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh
banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah
raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan
shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan
makruh sedikit pun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal

28
Imam Ahmad dan ulama lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat
malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah
keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272).

Keutamaan Shalat Tarawih

Meski shalat tarawih hukumnya sunnah, namun terdapat keutamaan-keutamaan yang bisa
kita dapatkan dari ibadah shalat tarawih ini. Dikutip dari rumaysho.com, keutamaan shalat
tarawih yaitu:

Mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-
dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud qiyam
Ramadhan dalam hadis ini adalah shalat tarawih, sebagaimana yang dituturkan oleh An
Nawawi.
Hadis ini menjelaskan bahwa shalat tarawih dapat menggugurkan dosa karena iman, yaitu
membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT dan mencari pahala dari Allah SWT,
dan bukan karena riya’ atau alasan lainnya.

Shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh


Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para
sahabatnya. Lalu beliau bersabda,

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam
satu malam penuh.” (HR. An Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Hadis ini sekaligus menjadi anjuran bagi kaum muslimin agar mereka mengerjakan shalat
tarawih secara berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai.

29
Shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat
Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat
sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjamaah, karena shalat seperti ini
hampir serupa dengan shalat fardhu.

PENGERTIAN SHALAT WITIR Yang dimaksud dengan shalat Witir, ialah shalat yang
dikerjakan antara setelah shalat Isyâ` hingga terbit fajar Subuh sebagai penutup shalat malam.
Sholat witir biasa disebut sebagai sholat penutup malam. Hal ini dikarenakan sholat sunnah
ini mubah/boleh dilaksanakan setelah sholat isya, kemudian setelah sholat tarawih, dan
sebelum sholat subuh. Sholat ini juga biasa dilaksanakan setelah sholat malam.

Memang terdengar cukup berat jika disandingan dengan sholat malam tetapi ketika sudah
mengetahui keutamaan sholat witir yang sedemikian hebat, maka melaksanakannya akan
membuatmu lebih bersemangat.Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita agar
menutupi kekurangan shalat fardhu dengan shalat-shalat sunnah dan memerintahkan untuk
menjaga dan melaksnakannya secara berkesinambungan. Di antara shalat sunnah yang
diperintahkan untuk dilakukan secara terus menerus atau istiqomah, yaitu shalat Witir.
Dijelaskan Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam dalam sabdanya:

‫ِإَّن َهَّللا َز اَد ُك ْم َص اَل ًة َفَح اِفُظوا َع َلْيَها َوِهَي اْلَو ْتُر أخرجه أحمد‬

Sesungguhnya Allah telah menambah untuk kalian satu shalat, maka jagalah shalat tersebut.
Shalat itu ialah Witir. [HR Ahmad dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwa` al-Ghalîl,
2/159]. HUKUM SHALAT WITIR Shalat Witir merupakan shalat sunnah muakkadah
menurut mayoritas ulama. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya sebagai
berikut.

1.Hadits Ibnu Umar yang berbunyi:

‫ متفق عليه‬.‫َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ؛ َقاَل اْج َع ُلْو ا آِخَر َص َالِتُك ْم ِبالَّلْيِل ِو ْترًا‬

Dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau berkata: “Jadikanlah akhir shalat kalian di
malam hari dengan Witir”. [Muttafaqun ‘alaihi)] Dalam hadits ini menunjukkan adanya
perintah menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam. Ibnu Daqîqi al-‘Iid
menyatakan, orang yang mewajibkan shalat witir berdalil dengan bentuk perintah (dalam
hadits ini). Seandainya berpendapat kewajiban witir dalam akhir shalat malam, maka itu lebih
tepat”.

2. Hadits Abu Ayyûb al-Anshâri yang berbunyi: ‫َقاَل َر ُسوُل َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْلِوْتُر َح ٌّق َع َلى ُك ِّل ُم ْس ِلٍم‬
‫َفَم ْن َأَح َّب َأْن ُيوِتَر ِبَخ ْم ٍس َفْلَيْفَع ْل َو َم ْن َأَح َّب َأْن ُيوِتَر ِبَثاَل ٍث َفْلَيْفَع ْل َو َم ْن َأَح َّب َأْن ُيوِتَر ِبَو اِحَدٍة َفْلَيْفَع ْل‬

30
Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam bersabda: “Shalat Witir wajib bagi setiap muslim.
Barang siapa yang ingin berwitir dengan lima rakaat, maka kerjakanlah; yang ingin berwitir
tiga rakaat, maka kerjkanlah; dan yang ingin berwitir satu rakaat, maka kerjakanlah!” [HR
Abu Dawud, an-Nasâ`i dan Ibnu Mâjah, dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh
Sunan Abu Dâwud, no. 1421].

WAKTU SHALAT WITIR Para ulama bersepakat, bahwa awal dilaksanakannya waktu
shalat Witir adalah setelah shalat Isyâ` hingga terbit fajar Subuh.Imâm Muhammad bin Nashr
al-Marwazi (wafat tahun 294 H) mengatakan: “Yang telah disepakati para ulama,
bahwasanya waktu shalat Witir ialah antara (setelah) Shalat Isyâ` sampai terbitnya fajar
Subuh”. Mereka berselisih pada waktu setelah itu hingga shalat Subuh. Hal ini didasarkan
pada banyak hadits, di antaranya sebagai berikut.Hadits ‘Aisyah Rsdhiyallahu anhuma ,
beliau berkata:

‫َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُيَص ِّلي ِفيَم ا َبْيَن َأْن َيْفُر َغ ِم ْن َص اَل ِة اْلِع َش اِء َوِهَي اَّلِتي َيْد ُعو الَّناُس اْلَع َتَم َة ِإَلى اْلَفْج ِر‬
‫ِإْح َدى َع ْش َر َة َر ْك َع ًة ُيَس ِّلُم َبْيَن ُك ِّل َر ْك َع َتْيِن َو ُيوِتُر ِبَو اِحَدٍة أخرجه مسلم‬.

Dahulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam shalat antara setelah selesai shalat Isya`,
yaitu yang disebut oleh orang-orang dengan – al-‘atamah – sampai fajar sebelas rakaat
dengan salam setiap dua raka’at dan berwitir satu raka’at. [HR Muslim].Adapun akhir waktu
shalat Witir jelas ditegaskan juga oleh hadits yang lainnya, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu
alaihi wa salllam :

‫ َفِإَذ ا َخ ِش َى َأَح ُد ُك ُم الُّص ْبَح ؛ َص َّلى َر ْك َع ًة َو اِح َد ًة ُتْو ِتُر َلُه َم ا َقْد َص َّلى‬، ‫َص َالُة الَّلْيِل َم ْثَنى َم ْثَنى‬

Artinya : Shalat malam dua raka’at dua raka’at; apabila salah seorang di antara kalian
khawatir Subuh, maka ia shalat satu raka’at sebagai witir bagi shalat yang telah
dilaksanakannya. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

Waktu yang di utamakan Pelaksanaan shalat Witir, yang utama dilakukan di akhir shalat
malamnya, dengan dasar sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam :

‫ متفق عليه‬.‫اْج َع ُلْو ا آِخَر َص َالِتُك ْم ِبالَّلْيِل ِو ْترًا‬

Dari Nabi Shallallahu alaihi wa salllam , beliau berkata: “Jadikanlah akhir shalat kalian di
malam hari dengan Witir. [Muttafaqun ‘alaihi]. Sedangkan waktunya tergantung kepada
keadaan pelakunya. Yang utama, bagi seseorang yang khawatir tidak bisa bangun pada akhir
malam, maka ia mengerjakannya sebelum tidur. Adapun seseorang yang yakin dapat bangun
pada akhir malam, maka yang utama dilakukan di akhir malam.

31
Jumlah raka’at dalam shalat Witir boleh dilakukan dengan satu raka’at, tiga raka’at, lima
raka’at, tujuh raka’at, sembilan raka’at dan sebelas raka’at; dengan dasar sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa salllam :

‫اْلِو ْتُر َح ٌّق َع َلى ُك ِّل ُم ْس ِلٍم َفَم ْن َأَح َّب َأْن ُيوِتَر ِبَخ ْم ٍس َفْلَيْفَع ْل َو َم ْن َأَح َّب َأْن ُيوِتَر ِبَثاَل ٍث َفْلَيْفَع ْل َو َم ْن َأَح َّب َأْن ُيوِتَر ِبَو اِحَدٍة‬
‫َفْلَيْفَع ْل‬

Shalat Witir wajib bagi setiap muslim. Barang siapa yang ingin berwitir dengan lima raka’at,
maka kerjakanlah. Yang ingin berwitir tiga raka’at, maka kerjkanlah; dan yang ingin berwitir
satu raka’at, maka kerjakanlah! [HR Abu Dâwud, an-Nasâ`i dan Ibnu Mâjah, dan
dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dâwud, no. 1421].

BACAAN KETIKA SHALAT WITIR Dalam melaksanakan shalat Witir, seseorang


disyariatkan atau dianjurkan untuk membaca pada: Raka’at pertama membaca syurat al-A’lâ.
Raka’at kedua membaca surat al-Kâfirûn. Raka’at ketiga membaca surat al-Ikhlas. Dalil
tentang hal ini dijelaskan dalam hadits Ubai bin Ka’ab yang berbunyi:

‫ َو ِفْي الَّثاِلَثِة ِبـ {ُقْل‬، } ‫ َو ِفْي الَّرَك َعِة الَّثاِنَيِة ِبـ{ُقْل َيا َأُّيَها اْلَك اِفُرْو َن‬، }‫َك اَن َر ُسْو ُل ِهللا َيْقَر ُأ ِم َن اْلِوْتِر ِبـ {َس ِّبِح اْس َم َر ِّبَك اَألْعَلى‬
‫ أخرجه النسائي‬.” ‫ َو َال ُيَس ِّلُم ِإاَّل ِفْي آِخ ِرِهَّن‬،}‫ُهَو ُهللا َأَح د‬.

Dahulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam membaca dari shalat witirnya surat al-A’la,
dan pada raka’at kedua membaca surat al-Kaafirun, dan rakaat ketiga membaca Qul
Huwallahu Ahad. Beliau tidak salam kecuali di akhirnya. [HR an-Nasâ’i dan dishahîhkan
Syaikh al-Albâni dalam Shahih Sunan an-Nasâ’i, 1/372].

MANFAAT MELAKSANAKAN SHALAT WITIR sebagaimana diketahui bahwa mengikuti


sunnah Nabi Muhammad SAW akan mendatang fadhillah yang sangat banyak. Diantaranya :

1.Sebagai Penyempurna Salat Malam

Shalat witir dikenal juga sebagai penutup dari salat malam. Shalat ini baik juga dilaksanakan
sebelum tidur atau juga setelah bangun tidur. Tanpa shalat witir maka tidak akan sempurna
shalat malam atau qiyamul lail seseorang.Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut
ini:

‫ْج َع ُلْو ا آِخ َر َص َالِتُك ْم ِبالَّلْيِل ِوْتًرا‬

“Jadikanlah akhir salat kalian di malam hari dengan salat Witir”

32
2. Dicintai oleh Allah SWT

Allah sangat menyukai sesuatu yang ganjil karena Allah adalah satu. Sebagaimana rakaat
shalat witir yang ganjil. Dan perlu diketahui juga bahwa salat witir merupakan salah satu
ibadah yang dicintai Allah SWT.Sebagaimana yang disebutkan dalam hadIts Rasulullah
SAW berikut ini:

‫ َفَأْو ِتُرْو ا َياَأْهَل اْلُقْر آِن‬، ‫َّن َهللا ِو ْتٌر ُيِح ُّب اْلِوْتَر‬

“Sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai orang-orang yang melakukan salat Witir, maka
salat Witirlah, wahai para ahli Al-Quran.”

3. Lebih utama dari Unta Merah

Hal ini dapat berarti pula bahwa shalat witir yang dikerjakan memiliki nilai lebih besar dari
nilai seekor unta merah terutama bila dikerjakan sebelum waktu shalat subuh.Berikut hadits
yang menyebutkan keutamaan tersebut:

‫َح َّد َثَنا َأُبو اْلَو ِليِد الَّطَياِلِسُّي َو ُقَتْيَبُة ْبُن َسِع يٍد اْلَم ْعَنى َقااَل َح َّد َثَنا الَّلْيُث َع ْن َيِزيَد ْبِن َأِبي َح ِبيٍب َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َر اِشٍد الَّز ْو ِفِّي َع ْن‬
‫َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َأِبي ُم َّرَة الَّز ْو ِفِّي َع ْن َخ اِر َج َة ْبِن ُح َذ اَفَة َقاَل َأُبو اْلَوِليِد اْلَع َد ِو ُّي َخ َر َج َع َلْيَنا َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل ِإَّن‬
‫َهَّللا َع َّز َو َج َّل َقْد َأَم َّد ُك ْم ِبَص اَل ٍة َو ِهَي َخْيٌر َلُك ْم ِم ْن ُح ْم ِر الَّنَع ِم َو ِهَي اْلِوْتُر َفَجَع َلَها َلُك ْم ِفيَم ا َبْيَن اْلِع َش اِء ِإَلى ُطُلوِع اْلَفْج ِر‬

Telah menceritakan kepada Kami [Abul Walid Ath Thayalisi] dan [Qutaibah bin Sa’id] dari
[Kharijah bin Hudzafah], Abu Al Walid Al Adawi berkata: Rasulullah shallallahu wa’alaihi
wa sallam keluar menemui Kami dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan bagi
kalian sebuah salat yang dia lebih baik bagi kalian dari pada unta merah, yaitu salat witir, dan
telah menjadikannya berada di antara salat Isya hingga terbit fajar.” (HR Abu dawud)

4. Mustajab Doanya

Waktu melaksanakan shalat witir merupakan waktu yang tepat untuk berdoa. Dan merupakan
waktu yang membuat setiap hamba amat dekat dengan Allah SWT. Doa yang dipanjatkan
setelah shalat witir bisa jadi merupakan salah satu doa yang akan diijabah oleh Allah SWT.

5. Didoakan oleh para Malaikat

Shalat witir yang dilaksanakan pada penghujung malam akan disaksikan oleh malaikat.
Mereka akan ikut mendoakan kita kepada Allah SWT dan keberkahan akan menyertai siapa
saja yang melaksanakan shalat witir ini.

33
6. Amalan yang Selalu dikerjakan Rasulullah SAW

Ada tiga perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW dalam hidupnya yakni
berpuasa selama tiga hari setiap bulan, mendirikan shalat duha dan melaksanakan salat witir.
Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan shalat witir dan apabila ia meninggalkannya,
beliau akan mengqadha shalat witir yang ditinggalkannya tersebut.

7. Diberi hidayah dan Keselamatan Allah SWT

Orang yang melaksanakan salat witir akan semakin kuat dalam menghadapi cobaan dunia dan
doanya akan selalu didengar oleh Allah SWT. Petunjuk akan selalu menyertai mereka yang
menjalankan perintah serta melakukan apa yang Allah SWT cintai. Pada saat shalat witir, ada
doa qunut yang bisa dibaca sebagai permohonan petunjuk dan keselamatan kepada Allah
SWT.

8. Amalan Para Ahli Al-Quran

Para ahli Al-Quran dari kalangan sahabat adalah mereka yang hafal Al-Quran dan sangat
berkomitmen untuk mengamalkan serta mendakwahkannya. Mereka merupakan sahabat-
sahabat yang paling utama. Dan salah satu amalan yang diperintahkan Rasulullah SAW
kepada mereka adalah shalat witir. Tujuannya agar mereka semakin dicintai Allah
SWT.“Sesungghnya Allah itu witir, mencintai witir, maka lakukanlah salat witir wahai ahli
Al-Quran.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah; shahih)

Diwasiatkan Dikerjakan Setiap HariDari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau


berkata:“Kekasihku (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepadaku tiga
perkara: puasa tiga hari setiap bulan, salat duha dua rakaat dan salat witir sebelum tidur.”
(HR. Bukhari dan Muslim)Semoga bermanfaat dan dapat mengamalkan ilmunya

6. Pengertian Shalat Idain

Shalat idain adalah shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan oleh umat Islam ketika
tengah merayakan hari raya Islam. Perayaan umat Islam ada dua jenis, yaitu hari raya idul
Adha dan hari raya Idul Fitri yang dilakukan pada 1 syawal atau setelah selesai melaksanakan
ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sementara itu, Idul Adha dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah
atau ketika seluruh umat Islam sedang melaksanakan ibadah Haji.

34
Shalat id dilaksanakan untuk menyambut hari raya umat Islam, menurut buku Fiqih
dijelaskan bahwa kata id artinya adalah kembali sedangkan kata Fitri artinya adalah suci serta
bersih. Sehingga kata Idul Fitri artinya adalah kembali menjadi suci.
Shalat sunnah idain dilaksanakan secara berjamaah, sehingga ketika melaksanakan shalat id,
seluruh umat Islam akan berkumpul untuk mengumandangkan takbir kemudian
melaksanakan shalat Id bersama. Bahkan perempuan yang sedang dalam masa menstruasi
juga disunahkan untuk tetap berangkat ke lokasi shalat dan ikut mengumandangkan takbir.
Karena shalat id dilaksanakan untuk menyambut hari raya umat Islam, maka shalat ini hanya
dilakukan satu tahun dua kali. Tidak hanya shalat saja, umat Islam juga menjalin tali
persaudaraan ketika berkumpul untuk melaksanakan shalat idain, sehingga ketentraman serta
kerukunan sesama umat Islam dapat terjaga dengan baik.
Ketika umat Islam beramai-ramai merayakan hari raya Islam, baik itu ketika Idul Fitri
maupun Idul Adha, maka mereka akan berkumpul dan bertemu satu sama lain, sehingga akan
tercipta tali silaturahmi. Hal ini dapat terjadi, dikarenakan shalat Idain biasanya dilakukan di
tempat yang cukup luas untuk menampung jamaah yang besar seperti di lapangan bahkan
jalan raya.
Shalat idain dilaksanakan secara berjamaah dan sebelum mulai shalat, umat Islam akan
mengumandangkan takbir lebih dulu. Tidak hanya bagi laki-laki saja akan tetapi perempuan
juga dianjurkan untuk ikut mengumandangkan takbir. Umat Islam juga dianjurkan untuk
mengumandangkan takbir sejak berangkat atau menuju ke tempat shalat id dilaksanakan.

Hukum melaksanakan shalat idain adalah sunah muakad, sebab shalat yang wajib
dilaksanakan oleh umat Islam adalah shalat lima waktu seperti yang ditegaskan dalam hadits-
hadits shahih dan tidak ada dalil khusus yang menegaskan bahwa shalat idain wajib
dilaksanakan serta tidak ada sanksi apabila seorang muslim meninggalkan shalt idain.
1. Shalat Idain Idul Fitri
Shalat Idul Fitri merupakan shalat idain yang dilaksanakan oleh umat Islam pada tanggal 1
Syawal. Shalat Idul Fitri lebih dikenal dengan nama shalat Id lebaran, khususnya oleh umat
Islam di Indonesia. Shalat Id ini dapat dilaksanakan oleh Umat Islam usai melaksanakan
perintah wajib untuk menjalankan Idul Fitri berasal dari kata Id yang artinya adalah kembali
serta Fitri yang artinya adalah suci dan bersih dari segala macam dosa serta kesalahan yang
pernah dilakukan sebelumnya.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Idul Fitri adalah sebuah petunjuk bagi umat Islam
untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari yang sebelumnya, setelah selesai menunaikan
ibadah puasa di bulan Ramadhan dan terlahir kembali sebagai manusia yang masih suci.
Selain itu, Idul Fitri juga kerap disebut sebagai hari kemenangan sebab umat Islam telah
berhasil menunaikan puasa di bulan Ramadhan.
Waktu pelaksanaan shalat Idul Fitri adalah pada 1 Syawal serta dilaksanakan di pagi hari
pada pukul 7-8 pagi waktu setempat. Waktu shalat Idul Fitri dilaksanakan lebih akhir, apabila
dibandingkan dengan shalat Idul Adha. hal ini dikarenakan setelah shalat Idul Adha, umat
Islam masih harus melakukan penyembelihan hewan kurban.
35
Shalat Idul Fitri dapat dilaksanakan di lapangan yang cukup luas atau di masjid. Akan tetapi
berdasarkan hadits, Rasul menganjurkan melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan yang
luas. Sehingga dapat menampung banyak jamaah. Selain itu, umat Islam juga disunnahkan
untuk makan serta minum lebih dulu sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri.
puasa di bulan Ramadhan.

2. Shalat Idain Idul Adha


Shalat idain yang kedua adalah shalat Idul Adha yang dilaksanakan pada tanggal 10
Dzulhijjah dan dilaksanakan sebanyak 2 rakaat serta dianjurkan dilaksanakan di lapangan
luas.
Hukum dari pelaksanaan shalat Idul Adha adalah sunnah muakkad yang artinya sangat
dianjurkan untuk dilakukan meskipun tidak wajib. Pahala ketika melaksanakan shalat Idul
Adha sangatlah besar, sehingga Rasul memerintahkan laki-laki serta perempuan untuk ikut
melaksanakan shalat Idul Adha.
Idul Adha berasal dari kata Id yang artinya adalah kembali, sedangkan kata Adha artinya
adalah berkurban. Oleh sebab itu, ketika hari raya Idul Adha juga sering disebut sebagai hari
raya kurban.
Ketika umat Islam merayakan hari raya Idul Adha, maka umat Islam khususnya yang berada
di Indonesia akan menyembelih atau berkurban hewan sapi, domba maupun kambing.
Hari raya Idul Adha memiliki tujuan untuk memperingati ujian yang diberikan pada Nabi
Ibrahim yang saat itu diberikan ujian untuk menyembelih anaknya, yaitu Ismail. Karena
kesabaran serta ketabahannya inilah, Nabi Ibrahim diberikan kehormatan oleh Allah yaitu
Khalilullah yang artinya adalah kekasih Allah.
Pada dasarnya, pelaksanaan waktu shalat Idul Adha hampir sama dengan shalat Idul Fitri,
hanya saja shalat Idul Adha dilakukan lebih pagi karena akan ada pemotongan hewan kurban
setelah shalat.
Selain itu, pelaksanaan shalat Idul Adha tidak menggunakan adzan maupun iqamah dan bagi
umat Islam yang akan melaksanakan shalat maka disunahkan untuk tidak makan dan minum
lebih dulu.

36
7. Sholat Gerhana Matahari Atau Bulan

Sholat gerhana dianjurkan untuk dilaksanakan saat terjadinya gerhana bulan dan
matahari. Hukumnya adalah sunnah muakkad untuk laki-laki dan perempuan.
Menurut buku 33 Macam Jenis Shalat Sunnah karya Muhammad Ajib, Lc, MA, para ulama
telah sepakat saat terjadi gerhana, sebaiknya disegerakan untuk sholat gerhana secara
berjamaah. Perintah untuk melaksanakan sholat gerhana saat terjadinya gerhana pun
diriwayatkan dalam sebuah hadits dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah SAW bersabda:

‫ َو َص ُّلوا‬، ‫ َفِإَذ ا َر َأْيُتْم َذ ِلَك َفاْد ُعوا َهَّللا َو َك ِّبُروا‬، ‫ َال َيْنَخ ِس َفاِن ِلَم ْو ِت َأَحٍد َو َال ِلَحَياِتِه‬، ‫ِإَّن الَّشْمَس َو اْلَقَم َر آَيَتاِن ِم ْن آَياِت ِهَّللا‬
‫َو َتَص َّد ُقوا‬
Artinya: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda
kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya
seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah
sholat, dan bersedekahlah." (HR Bukhari).

A. Ketentuan sholat gerhana


1. Disunnahkan untuk mandi, berdoa, membaca takbir, dan sedekah sebelum sholat

2. Dalam satu rakaat terdapat dua kali berdiri dan dua kali rukuk

3. Disunnahkan membaca surat Al Baqarah atau yang semacamnya pada rakaat pertama.
Kemudian membaca Ali Imran pada berdiri berikutnya

4. Disunnahkan membaca bacaan tasbih pada rukuk dan sujud dengan dipanjangkan

5. Disunnahkan jahr (jelas) pada gerhana bulan dan Sirr (pelan) pada gerhana matahari

6. Disunnahkan berkhutbah setelah sholat gerhana

7. Menurut mazhab Syafi'i, sholat gerhana matahari atau bulan dapat dilaksanakan pada
semua waktu. Sebab sholat gerhana termasuk sholat yang mempunyai sebab. Sholat gerhana
disebut berakhir apabila seluruh yang menyelimuti matahari telah hilang atau mahari tersebut
sudah tengelam.

B. Tata cara sholat gerhana


1. Niat

Sholat gerhana dilaksanakan sebanyak dua rakaat. Bacaan niat yang dilafalkan adalah
sebagai berikut:

Niat sholat gerhana bulan


‫َم أُم وًم ا هلل َتَع اَلى‬/ ‫ُأَص ِّلي ُس َّنَة الُخ ُسوِف َر ْك َع َتْيِن ِإَم اًم‬

Arab latin: Ushallî sunnatal khusûf rak'ataini imâman/makmûman lillâhi ta'âlâ

37
Artinya: "Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena
Allah SWT."

Niat Sholat gerhana matahari


‫ َم ْأُم ْو ًم ا ِهّلِل َتَع اَلى‬/ ‫ُأَص ِّلْي ُس َّنًة ِلُك ُسْو ِف الَّشْم ِس ِاَم اًم ا‬

Arab latin: Ushalli sunnatan-likhusuufi-syamsi imaaman/makmuman lillali ta'ala

Artinya: "Saya niat shalat sunnah gerhana matahari sebagai imam atau makmum
karena Allah semata."

2. Takbiratul ihram

3. Membaca taawudz dan surat Al Fatihah

4. Membaca surat Al-Baqarah atau selama surat itu yang dibaca dengan lantang

5. Rukuk, lalu membaca tasbih selama 100 ayat surat Al-Baqarah

6. I'tidal

7. Membaca surat Al-Fatihah lalu surat Ali Imran

8. Rukuk kembali dan dilanjutkan dengan I'tidal

9. Sujud dan membaca tasbih selama rukuk pertama

10. Duduk di antara dua sujud.

11. Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua

12. Duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua

13. Rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama. Hanya saja, pada
rakaat kedua dianjurkan membaca surat An-Nisa, lalu dianjurkan juga membaca surat
Al-Maidah

14. Salam

15. Dianjurkan mendengarkan 2 khutbah tausiyah


Saat terjadi gerhana bulan, Rasulullah SAW menganjurkan amalan-amalan yang bisa
dilakukan, seperti memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk
ketaatan lainnya.

38
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Esensi dari sebuah sholat jama’ah merupakan pembawa ketenteraman dalam hal
beribadah. Sholat jama’ah mempunyai keutamaan tersendiri bagi kerukunan dalam sholat.
Dalam hal lain sholat menduduki peranan yang sangat penting apalagi sudah dalam
ranah jama’ah. Bagaimana jama’ah bisa membawa sebuah kerukunan tersendiri bagi ranah
kehidupan social, memposisikan berbagai gelar jabatan dalam satu shof.
Dilain hal, sholat jama’ah memberi sebuah subtansi bahwa beribadah, sholat
khususnya tidak serta merta berurgensi pada hal individu. Tetapi adanya sebuah jama’ah
memberi kesan bahwa kita perlu juga mengajak sesama muslim dalam beribadah.
Shalat Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat jenazah ini
adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan
pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka didak ada lagi kewajiban
kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut. Kemudian
shalat jenazah sudah ada syarat dan rukun-rukunnya yang berpegang pada dasar-dasar sunnah
Rasulullah saw.
Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada
hambanya, yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat
yang dapat di jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh. Dan shalat yang dapat
di qashar adalah semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.
Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar (Bepergian),
Hujan, Sakit, Takut, Keperluan (kepentingan) Mendesak.
Oleh karenanya, tidak ada yang tidak bermanfaat atas apa yang telah ditentukan oleh
agamanya. Semua sudah tentu mempunyai fungsi dan keutamaan masing masing.

39
DAFTAR PUSTAKA

Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra
Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah
Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra
Abdullah Nashih Ulwan,2005. Tarbiyah al-Aulad fi al-islam.Dar al-salam:Cairo
Yusdanidkk.2016.PilarSubstansialIslam2.DPPAIUII:Yogyakarta
https://news.detik.com/berita/d-5633366/sholat-gerhana-ketentuan-dan-tata-cara-lengkap

40

Anda mungkin juga menyukai