Anda di halaman 1dari 27

1

A. LATAR BELAKANG

Ibadah merupakan hal wajib yang harus dijalani oleh setiap umat Islam.
Ibadah terdiri atas beberapa macam seperti, sholat, puasa, membaca alqur’an,
dll. Dengan menjalankan ibadah maka kita akan mendapatkan ketenangan hati
dalam hidup ini.

Sholat merupakan salah satu bentuk ibadah umat Islam yang juga
tercantum dalam rukun islam yang kedua yakni setelah syahadat. Sholat juga
merupakan tiang agama bagi tiap-tiap umat Islam. Dalam menjalankan ibadah
sholat perlu diperhatikan syarat-syarat dan rukun yang berlaku supaya ibadah
sholatnya sah.

Betapa pentingnya sholat juga tertuang dalam sabda nabi Muhammad saw
yakni, “Urusan yang memisahkan antara kita (orang-orang Islam) dengan
mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Oleh sebab itu siapa yang
meninggalkan shalat, sungguh ia telah menjadi kafir.”(H.R. Bukhori Muslim)1.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan pengertian dari sholat!
2. Jelaskan dasar hokum dan tujuan melaksanakan sholat!
3. Jelaskan macam-macam sholat!
4. Jelaskan syarat wajib dan syarat sah sholat!
5. Jelaskan rukun-rukun sholat!
6. Jelaskan waktu-waktu melaksanakan sholat fardlu!
7. Bagaimanakah cara sholat dalam keadaan darurat?
8. Jelaskan macam-macam sholat sunnah!
9. Bagaimanakah cara menjamak dan mengqashar sholat?
10. Bagaimanakah cara menentukan kiblat?

1
Teungku Ash Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra),
1997, hal 105.
2

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Sholat
Pengertian “sholat” secara bahasa berarti berdoa. Shalat dengan
makna doa dicontohkan di dalam Al-Quran Al-Karim pada ayat berikut
ini.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan shalatlah (mendo'alah) untuk
mereka. Sesungguhnya shalat (do'a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. At-
Taubah: 103)
Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam
makna syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu
berdoa.
Sedangkan pengertian menurut (tinjauan) Syara’ ialah beberapa
ucapan atau perbuatan yang diawali dengan ucapan takbir dan diakhiri
dengan ucapan salam, dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan2.
Menurut hakekatnya, sholat ialah menghadapkan diri kepada Allah
SWT, yang bisa melahirkan rasa takut kepada Allah dan bisa
membangkitkan kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap
kebesaran dan kekuasaan Allah.
Sebelum sholat lima waktu wajib disyariatkan, sesungguhnya
Rasulullah SAW dan para shahabat sudah melakukan ibadah sholat.
Hanya saja ibadah sholat itu belum seperti shalat 5 waktu yang
disyariatkan sekarang ini.
Barulah pada malam mi`raj disyariatkan sholat 5 kali dalam sehari
semalam yang asalnya 50 kali. Persitiwa isra` ini dicatat dalam sejarah
terajdi pada 27 Rajab tahun ke-5 sebelum peristiwa hijrah nabi ke
Madinah. Sebagaimana tertulis dalam hadits nabawi berikut ini:
Dari Anas bin Malik ra. "Telah difardhukan kepada Nabi SAW
shalat pada malam beliau diisra`kan 50 shalat. Kemudian dikurangi
2
Abu Azim Mubarok, FIQH IDOLA:Terjemah Fathul Qarib, (Jawa Barat: Mukjizat), 2017,
hal. 117.
3

hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan, "Wahai Muhammad,


perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama
bagi mu dengan 50 kali shalat."(HR Ahmad, An-Nasai dan dishahihkan
oleh At-Tirmizy)3
Sebagian dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa shalat
disyariatkan pada malam isra` namun tahunnya bukan 5 tahun sebelum
hijrah, melainkan pada tanggal 17 Ramadhan 1, 5 tahun sebelum hijrah
nabi.

2. Dasar Hukum Sholat dan Tujuan Sholat

‫يَاأَيُّ َها‬
۩ َ‫ُواربَّ ُكم َواف َعلُواالخَي َرلَ َعلَّ ُكم تُف ِل ُحون‬
َ ‫ُواواعبُد‬ َ ُ‫الَّذِينَآ َمنُواار َكع‬
َ ‫واواس ُجد‬
” Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan” (Dalil al-quran:(Qs al hajj[22]:77)).

Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan shalat di dalam Al-


Quran. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran lafaz
"Aqiimush-shalata" yang bermakna "Dirikanlah Shalat" dengan fi`il Amr
(kata perintah) dengan perintah kepada orang banyak (khithabul Jam`i).
Yaitu pada surat:

a) Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110


b) Surat An-Nisa ayat 177 dan 103
c) Surat Al-An`am ayat 72
d) Surat Yunus ayat 87
e) Surat Al-Hajj: 78
f) Surat An-Nuur ayat 56
g) Surat Luqman ayat 31

3
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal.50.
4

h) Surat Al-Mujadalah ayat 13


i) Surat Al-Muzzammil ayat 20.

Ada 5 perintah shalat dengan lafaz "Aqimish-shalata" yang


bermakna "dirikanlah shalat" dengan khithab hanya kepada satu orang.
Yaitu pada:

a) Surat Huud ayat 114


b) Surat Al-Isra` ayat 78
c) Surat Thaha ayat 14
d) Surat Al-Ankabut ayat 45
e) Surat Luqman ayat 17.

“Sembahyang salah satu dari rukun lima. Dan sembahyang menjadi


salah satu rukun iman, hanyalah sembahyang lima. Difardlukan atas tiap-
tiap muslim baligh lagi berakal. Dan atas tiap-tiap muslimah ‘aqilah
balighah yang tidak dalam haid dan nifas. Tidak terlepas dari seorang
mukallaf yang mengerjakan sholat, sebelum masuk ke sakaratul maut.”

Begitu juga pendapat imam-imam. Kata Abu Hanifah : Apabila


seseorang tak sanggup lagi mengisyaratkan dengan kepalanya, gugurlah
sembahyang daripadanya.
“Orang yang pingsan karena penyakit atau sesuatu sebab yang
dibolehkan, gugurlah dari padanya qadla sembahyang yang ditinggalkan
dalam keadaan pingsan.”
Begini juga pendapat Malik. Kata Abu Hanifah : kalau pingsan itu
selama sehari semalam atau kurang, wajib diqadlai. Kalau lebih, tidak.
Ahmad berpendapat kalau pingsan itu tidak menggugurkan qadla.
“Orang yang meninggalkan sembahyang kerena mengingkari
wajibnya, dihukumi kafir dan dibunuh.”
Demikian pendapat imam empat.
“Orang yang meninggalkan sembahyang karena malas dan
bermudah-mudah, dibunuh atas nama had, bukan karena dikafirkan.
5

Sesudah dibunuh, dilakukan terhadapnya apa yang dilakukan terhadap


muslimin yang lain.”
Begini juga pendapat Malik. Pendapat ini telah dikoreksi oleh
sebagian muhaqqiqin. Mereka tidak menyetujui pendapat ini. Menurut
Abu Hanifah dan Al Muzani tidak dikafirkan dan dibunuh, hanya
dipenjara sampai dia bersembahyang. Menurut Ahmad, dikafirkan dan
dibunuh atas dasar kekafiran.
“Sudah boleh dihukum bunuh dengan meninggalkan satu
sembahyang, tetapi sebelum dibunuh disuruh bertobat. Kalau bertobat,
tidak dibunuh, kalau tidak juga mau, terus dibunuh.”
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Malik. Pendapat Ahmad
menurut nukilan kebanyakan shabatnya sefaham dengan Asy Syafi’i.
Dalam pada itu ada riwayat yang menerangkan bahwa Ahmad
mengafirkan orang tersebut dan menghukumnya murtad, tidak
disembahyangkan tidak dipusakai, dan hartanya menjadi harta negara
(fa’i).Kata Abu Hanifah orang itu dipenjarakan sampai mau
bersembahyang.
“Sembahyang adalah suatu fardlu yang tak dapat digantikan oleh
orang lain dan oleh harta.”
Ini disepakati.
“Tidak dihukum seorang kafir menjadi islam lantaran ia
bersembahyang terkecuali kalau ia bersembahyang di darul harbi.”
Kata Abu Hanifah : Apabila ia bersembahyang dalam masjid,
berjamaah ataubersendiri, dihukumlah ia telah islam. Kata Malik : Kalau
ia bersembahyang dalam syafar, di ketika ada kekuatan, tiada dihukum
islam, kalau bersembahyang dalam keadaan aman, tidak ada yang
ditakuti, dihukum Islam.
Kata Ahmad : Apabila dia bersembahyang kita hukum ia muslim,
baik dalam jamaah, sendirian di masjid, di tempat yang lain, di darul
harbi atau selainnya.

3. Macam-macam Sholat
6

a) Sholat fardlu
Sholat yang difardlukan (diwajibkan) itu ada 5 (lima), yakni sholat
Subuh, sholat Dhuhur, sholat Ashar, sholat Maghrib, dan sholat Isya’.
Dalam sebagian redaksi kitab lain, menggunakan kata-kata : “Sholat-
sholat yang difardlukan ada lima”. Masing-masing dari lima tersebut,
harus dikerjakan pada awal waktu (tepat waktu dimulainya sholat).
Yang mana keharusan mengerjakannya leluasa yang masih ada/cukup,
(sekira) muat untuk mengerjakan sholat. Maka, sewaktu dalam keadaan
demikian, menjadi sempitlah waktu keharusan mengerjakan.
Waktu sholat fardlu adalah wajib muwassa’ yaitu, datangnya waktu
sholat tidak menutup pelaksanaan sholatnya dikerjakan saat itu juga,
tetapi boleh ditunda sampai batas waktu yang tersisa hanya cukup
dibuat mengerjakan rukun-rukunnya saja. Dan disini kewajibannya
menjadi menjadi mudhayyaq, yaitu pelaksanaannya harus dikerjakan
saat itu juga. Namun bagi siapa saja yang ketika waktu sholat tiba tidak
segera melaksanakannya tetapi menundanya, menurut Imam Nawawi –
qaul ashah- di awal waktu dan dia harus ber “azm” (mempunyai
ketetapan hati) akan melaksanakannya.
Seperti namanya, sholat Fardlu adalah sholat yang wajib dikerjakan
oleh setiap umat Islam yang sudah baligh. Apabila sampai
meninggalkan sholat fardlu ia akan berdosa.
b) Sholat sunnah
Sholat-sholat yang disunnahkan itu ada 5 (lima) :
a. Sholat hari raya. Yaitu:
1) Sholat hari raya Idul Fitri
2) Sholat hari raya Idul Adha (hari raya qurban).
b. Sholat dua gerhana. Yaitu:
1) Sholat Gerhana Matahari
2) Sholat Gerhan Bulan.
c. Sholat mohon hujan ( Istisqa’)
7

d. Sholat-sholat sunnah yang mengkuti pada sholat-sholat fardhu, yang


(biasa) disebut juga dengan sunnah-sunnah rawatib. Yaitu ada 17
(tujuh belas) raka’at:
1) 2 (dua) rakaat (sunnah sebelum melakukan), sholat shubuh
2) 4 (empat) rakaat sebelum mengerjakan sholat dhuhur.
3) 2 (dua) rakaat sebelum mengerjakan sholat Dhuhur.
4) 4 (empat) rakaat sebelum mengerjakan shalat Ashar.
5) 2 (dua) rakaat sesudah mengerjakan shalat maghrib.
6) 3 (tiga) rakaat sesudah mengerjakan shalat isya’, yang mana satu
dari tiga rakaat tersebut dikerjakan sebagai sholat witir.
Adapun satu rakaat itu, adalah merupakan sholat witir yang paling
sedikit. Sedang sholat witir paling banyak adalah 11 (sebelas) rakaat.
Adapun waktunya sholat witir, yaitu antara sholat isya’ dan
munculny fajar Shadiq. Mak, seandainya ada orang sholat sunnah
witir, sebelum mengerjakan sholat isya’, dan dikerjakan dengan
sengaja, atau (juga) dalam keadaan lupa, maka hal itu belum bisa
dianggap sholat sunnah witir.
“Di bulan ramadhan sholat witir sunnah dikerjakan dengan
berjamaah baik sebelum atau sesudah sholat tarawih. Tarawihnya
dikerjakan berjama’ah maupun tidak. Bahkan andaikan tanpa
mengerjakan tarawihpun. Sholat witir di bulan itu tetap sunnah
dikerjakan berjama’ah.
e. Sholat sunnah rawatib mu’akkad (sholat sunnah yang ditekankan)
yang mengikuti sholat fardlu itu, secara keseluruhan ada 10 rakaat:
1) 2 (dua) rakaat sebelum mengerjakan sholat Subuh.
2) 2 (dua) rakaat sebelum mengerjakan sholat Dhuhur.
3) 2 (dua) rakaat sehabis mengerjakan sholat Dhuhur.
4) 2 (dua) rakaat sehabis mengerjakan sholat Maghrib.
5) 2 (dua) rakaat sehabis mengerjakan sholat Isya’.
Tiga sholat sunnah yang ditekankan, selain sholat sunnah yang
mengikuti pada sholat-sholat fardlu yaitu:
8

Pertama sholat pada tengah malam. Adapun sholat sunnah muthlaq


dilakukan pada waktu tengah malam itu kebih utama, daripada
dikerjakan pada waktu siang hari. Sedang sholat sunnah dilakukan
tengah malam, itu lebih utama,dan apabila dikerjakan pada akhir malam
itu lebih utama.
Kedua yakni sholat Dhuha. Paling sedikit, sholat Dhuha dikerjakan
sebanyak dua rakaat. Sedang paling banyak dikerjakan sebanyak 12
rakaat. Adapun waktu untuk melaksanakan sholat Dhuha itu, ialah
semenjak dari naiknya matahari hingga condongnya matahari (ke arah
barat).
Ketiga yaitu sholat Tarawih. Yaitu sebanyak 20 (dua puluh) rakaat,
dengan sepuluh ucapan salam; dilakukan setiap malam dalam bulan
Rmadhan. Sedang jumlah keseluruhan sholat Tarawih itu, terdapat 5
(lima) kali istirahat. Dan seseorang yang hendak melakukan sholat
Tarawih, ia harus niat pada tiap-tiap 2 rakaat, niat sholat sunnah
Tarawih, atau sholat sunnah bulan Ramadlan. Adapun waktu
mengerjakan sholat Tarawih itu, ialah antara setelah sholat Isya’, dan
terbitnya matahari.

4. Syarat Wajib dan Syarat Sah Sholat


Syarat yang mendahului sembahyang yaitu wudlu dengan air atau
tayammum di kala tidak ada air, berdiri di tempat yang suci menghadap
qiblat di kala sanggup melakukannya, dan mengetahui masuk sholat.
Ini semua disepakati oleh imam-imam yang empat.
Syarat-syarat kewajiban melaksanakan sholat itu ada 3 (tiga)
perkara:
a. Islam. Maka sholat tidak wajib dikerjakan oleh orang kafir asli, dan
juga tidak wajib baginya mengerjakan sholat qadla’ atas
ketertinggalannya, ketika ia sudah masuk islam. Adapun orang yang
keluar dari agama (murtad), maka ia wajib mengerjakan sholat dan
mengerjakan sholat qadla’ atas ketertinggalannya, jika ia telah kembali
lagi ke agama islam.
9

b. Sudah mencapai baligh. Maka sholat itu tidak wajib dikerjakan oleh
seorang anak laki-laki dan perempuan yang masih kecil (belum pintar).
Tetapi mereka harus diperintah agar mau melaksanakan sholat, setelah
mereka berusia 7 (tujuh) tahun. Jika memang sewaktu usia itu, dia
sudah pintar (tamyiz). Namun apabila seusia itu dia belum pintar, maka
diperntahnya, setelah mereka pintar. Dan mereka harus dipukul karena
mereka meninggalkan sholat, setelah genap berusia 10 (sepuluh) tahun.
c. Berakal. Maka sholat wajib dikerjakan oleh orang yang gila.
Adapun syarat-syarat sah sholat ada 5 (lima) hal, yakni:
a. Sucinya beberapa anggota badan dari hadats.
Yakni hadats kecil dan hadats besar. Di samping suci dari hadats
juga suci dari najis yang tidak ditolerir, yang terdapat pada pakaian,
badan, dan tempat sholat.
b. Menutupi warna aurat.
Syarat menutupi aurat yaitu harus menggunakan pakaian (kain)
yang suci dari najis. Dan wajib pula menutupi auratnya sewaktu diluar
sholat, dari penglihatan manusia. Auratnya kaum laki-laki yaitu, suatu
anggota yang berada diantara pusar dan lututnya. Sedangkan auratnya
kaum wanita yang merdeka, sewaktu hendak melakukan sholat yaitu
seluruh anggota badan selain wajah dan kedua telapak tangannya, baik
bagian muka (belakang) atau yang dalam (bathin), hingga sampai ke
(batas) kedua pergelangan tangan.
Adapun batas aurat perempuan merdeka sewaktu diluar sholat,
ialah seluruh badannya. Sedang, auratnya waktu dalam bersunyi
(sendirian), sama dengan batas-batas aurat orang laki-laki.
c. Berdiri di suatu tempat yang suci.
Jadi, tidak dianggap sah, sholatnya seseorang yang pada sebagian
badan atau pakaiannya terdapat najis, sewaktu dalam keadaan berdiri,
duduk, ruku, atau sujud.
d. Mengetahui akan masuknya waktu sholat.
Yakni menduga akan masuknya waktu sholat, dengan melalui
kesungguhan berupaya untuk menentukan masuknya waktu sholat. Jadi,
10

seandainya ada seseorang sholat tanpa mengetahui secara dugaan akan


masuknya waktu sholat sebagaimana tersebut tadi, maka tidak sah
sholatnya; walaupun sholat tersebut ternyata dilakukan bertepatan
dengan masuk waktu sholat.
e. Menghadap kiblat.
Maksud dari menghadap kiblat yakni menghadap ka’bah. Disebut
kiblat karena orang yang mengerjakan sholat itu sedang dalam keadaan
menghadap kepadanya. Adapun menghadap ka’bah dengan
menghadapkan dada, adalah merupakan syarat bagi orang yang mampu
melakukannya.

5. Rukun Sholat

‫صلّوا كمارأيتموني أصلّي‬


“Sholatlah kalian sebagaimana engkau melihatku sholat”(HR. Bukhori
dari Malik).4
Rukun-rukun sholat itu ada 18 (delapan belas) yakni:
1) Niat.
Yaitu bermaksud hendak mengerjakan sesuatu (pekerjaan), sambil
dibarengkan dengan mengerjakan sesuatu itu. Sedang tempatnya niat
itu terdapat di dalam hati.
Seorang hamba apabila melaksanakan sholat hanya secara
lahirnya saja, maka tidak akan mendapatkan pahala, kecuali sesuai
dengan kekhusyu’annya di dalam mengerjakannya.5
2) Berdiri pada waktu memungkinkan untuk melakukannya.
Maka jika seseorang tidak mampu berdiri, ia diperkenankan
sholat dalam keadaan duduk sesuka hatinya. Sedangkan duduknya
orang itu dengan duduk iftirasy, adalah lebih utama.
3) Takbirotul ihram.

4
Khalilurrahman Al-Mahtani, Kitab Lengkap Paduan Sholat, (Jakarta: Wahyu Qolbu), 2016,
hal. 5.
5
Ahsin W. Alhafidz, Indahnya Ibadah dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),
2010, hal. 115.
11

Bertakbir dengan mengucapkan “Allahu Akbar”. Disunnahkan


pula untuk memanjangkan bacaan takbirnya, dan wajib hukumnya
membersamakan niat dengan bertakbir.
4) Membaca Fatihah.
Barangsiapa menggugurkan satu huruf atau satu tasydid dari
bacaan dari bacaan Fatihah itu, atau mengganti satu huruf dari
Fatihah diganti dengan huruf lain, maka bacaan orang itu, belum bisa
dianggap sah begitu juga sholatnya.
5) Rukuk.
Yakni dengan membungkuk dengan tanpa “inhinas”
(membungkukkan pantat dan mengangkat kepala ke atas), sekira
kedua tapak tangan itu diletakkan pada kedua lutut tersebut.
6) Thumakninah dalam rukuk.
Yaitu berhenti/berdiam, setelah melakukan gerakan di dalam
rukuk.
7) Bangun dari rukuk (I’tidal dalam keadaan berdiri).
8) Thumakninah dalam i’tidal.
9) Sujud.
Sujud dua kali setiap satu rakaat. Adapun anggota-anggota sujud
ada tujuh yaitu jidat, dua bathin telapak tangan, dua lutut, dan dua
bathin jari kedua kaki.
10) Thumakninah (dalam sujud).
11) Duduk diantara dua sujud (pada tiap-tiap rakaat).
12) Thumakninah (dalam duduk diantara dua sujud).
13) Duduk yang terakhir.
Yakni duduk yang diiringi ucapan salam.
14) Membaca tasyahud.
Paling sedikit membaca tasyahud yakni:

‫الخ‬...‫سالم عليك ايهاالنبي ورحمةهللا وبركاته‬,‫التحيات هلل‬


15) Membaca sholawat Nabi Saw.
Paling sedikit membaca sholawat Nabi itu, ialah “Allahumma
shalli ‘ala Muhammad”.
12

16) Mengucap salam pertama.


Wajib hukumnya mengucapkan salam dalam keadaan duduk.
Paling sedikit mengucapkan salam, yaitu “Asslamu’alaikum”
sebanyak satu kali. Sedangkan yang paling sempurna yaitu
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” sebanyak dua
kali, yakni kea rah kanan dan kiri.
17) Niat hendak keluar dai sholat.
18) Tertib.

6. Waktu-waktu Sholat Fardlu


a. Sholat Dhuhur
Dimulai saat bergesernya, yakni condongnya matahari dari tengah-
tengahnya langit, bukan menurut dasar penglihatan mata pada
kenyataan perkara yang sebenarnya, tetapi hanya berdasar pada apa
yang kelihatan tampak bagi mata kita saja.
Dan condongnya matahari dari tengah-tengah langit itu bisa
diketahui dengan (melihat) pindahnya bayang-bayang kea rah timur,
setelah bayang-bayang pendek itu mengecil surut habis, yang mana hal
itu sebagai pertanda atas puncak kenaikannya matahari.
Adapun akhir waktunya sholat Dhuhur ialah ketika bayang-bayang
setiap sesuatu telah menjadi sama sepadan dengan sesuatu tersebut.
Terungkap dalam suatu hadits bahwa proses pergeseran matahari
diketahui dalam tiga tahap:
1) Hanya diketahui Allah.
2) Diketahui oleh malaikat muqarrabain.
3) Diketahui oleh manusia.6
b. Sholat Ashar
Disebut waktu Ashar, sebab ia menyongsong datang waktu
terbenamnya matahari.

6
Abu Azim Mubarok, FIQH IDOLA:Terjemah Fathul Qarib, (Jawa Barat: Mukjizat), 2017,
hal. 118.
13

Adapun permulaan waktu Ashar yakni, saat betambahnya bayang-


bayang melebihi di atas bayang-bayang yang sepadan dengan benda.
Sholat Ashar mempunyai 5 waktu:
1) Waktu utama, yakni mengerjakan sholat pada awal waktu.
2) Waktu ikhtiar (longgar), yakni sebelum panjang benda mencapai dua
kali besar bayang-bayang benda tersebut.
3) Waktu jawaz (ditolerir), yakni ketika sudah sampai datang waktu
terbenamnya matahari.
4) Waktu yang masih dianggap boleh mengerjakan sholat tanpa
dihukumi makruh, yakni waktu semenjak dari menjadinya bayang-
bayang dua kali sepadan daripada bendanya, sampai pada waktu
keluarnya mega merah.
5) Waktu haram, yakni mengakhirkan waktu sholat sampai pada sedikit
sisa waktu yang tidak muat untuk digunakan mengerjakan sholat.
c. Sholat Maghrib
Disebut sholat Maghrib sebab dikerjakannya sholat Maghrib itu
sewaktu matahari terbenam.
Permulaan waktunya yakni, saat terbenamnya matahari secara
keseluruhan (sampai pada) bundar-bundarnya matahari, dan berakhir
saat terbenamnya mega merah.
d. Sholat Isya’
Disebut sholat isya’ karena dikerjakan pada waktu malam sedang
gelap. Adapun permulaan waktunya yakni ketika mega merah telah
terbenam.
Sholat Isya’ memiliki dua waktu:
1) Waktu ikhtiar (longgar), yakni sebelum mencapai sepertiga malam.
2) Waktu jawaz (waktu yang dianggap masih boleh mengerjakan
sholat), yakni berlangsung sampai terbitnya fajar shadiq. Yaitu fajar
yang tersebar luas cahaya fajarnya dalam keadaan melintang (antara
arah selatan dan utara di bagian belahan langit sebelah timur)
menuju kea rah atas langit.
14

Sedangkan untuk Negara yang tidak mungkin mengalami terjadi


tenggelamnya mega (merah), maka waktu dimulainya sholat Isya’ bagi
penduduk Negara tersebut yakni sehabis tenggelamnya matahari,
lewatnya masa, yang mana mega merah yang terdapat di Negara
terdekat penduduk Negara tersebut sedang tenggelam (maksudnya
mengikuti Isya’nya Negara terdekat).
e. Sholat Subuh
Disebut Subuh karena dikerjakan sewaktu tiba permulaan siang hari.
Adapun dalam mengerjakan sholat Subuh terdapat 5 waktu:
1) Waktu yang utama, yakni tepat awal masuk waktunya sholat Subuh.
2) Waktu ikhtiar, yakni dimulai dari munculnya fajar shadiq smapai
pada (hari mulai) terang.
3) Waktu jawaz yang makruh, yakni ketika sudah mendekati waktu
terbitnya matahari.
4) Waktu jawaz tanpa disertai hokum makruh, yakni dari masuknya
waktu Subuh sampai munculnya warna merah (di langit sebelum
terbitnya matahari).
5) Waktu haram, yakni mengakhirkan sholat sampai pada sisa waktu
yang tidak muat untuk mengerjakan sholat subuh.

7. Sholat dalam Keadaan Darurat


Agama Islam adalah agama yang toleransi, apabila umatnya tidak
kuat dalam menjalankan syariatnya disebabkan udzur, maka akan ada
rukshoh(keringanan). Berikut ini keadaan darurat dalam menjalankan
sholat :
a) Dalam keadaan sakit.
1. Tidak Bisa Berdiri
Berdiri adalah rukun shalat, sehingga orang yang shalatnya tidak
berdiri maka shalatnya tidak sah.
Namun khusus buat orang yang sakit dan tidak mampu berdiri
dengan benar kecuali dengan bersandar, dibolehkan berdiri dengan
bersandar.
15

Bila tidak mampu juga, maka dibolehkan shalat dengan tanpa


berdiri, sehingga posisinya cukup dengan duduk saja. Dan bila tidak
mampu duduk sendiri, dibolehkan duduk sambil bersandar.
Dasarnya adalah hadits nabawi berikut ini :

‫صل قَا ِئ ًما فَإ ِن لَم تَستَ ِطع‬


َ : ‫َّللاِ فَقَال‬ ُ ‫سأَلتُ َر‬
َّ ‫سول‬ َ َ‫ير ف‬
ُ ‫َكانَت بِي َب َوا ِس‬
‫فَقَا ِعدًا فَإِن لَم تَست َ ِطع فَ َع َلى َجن ِب َك‬

Dari Imran bin Hushain berkata,”Aku menderita wasir, maka aku


bertanya kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda,”Shalatlah
sambil berdiri, kalau tidak bisa, maka shalatlah sambil duduk.
Kalau tidak bisa, shalatlah di atas lambungmu. (HR. Bukhari)7

2. Tidak Bisa Ruku'

Dalam hal ini ada dua pendapat, yaitu pendapat jumhur ulama dan
pendapt Al-Hanafiyah.

a. Jumhur Ulama

Menurut jumhur ulama, orang yang tidak bisa melakukan


gerakan atau berposisi ruku’, dia harus berdiri tegak, lalu
mengangguk kepala, namun masih tetap berdiri.

b. Mazhab Al-Hanafiyah

Namun menurut pendapat Al-Hanafiyah, orang yang tidak


mampu melakukan gerakan ruku’, secara otomatis tidak lagi wajib
melakukan posisi berdiri. Sehingga dia shalat sambil duduk saja,
rukunnya dengan cara mengangguk dalam posisi duduk, bukan dari
posisi berdiri.

7
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 3: Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal. 635.
16

3. Tidak Bisa Sujud

Posisi sujud adalah bagian dari rukun shalat yang apabila


ditinggalkan akan membuat shalat itu menjadi tidak sah.
Sebagaimana ruku’ yang juga merupakan rukun shalat, sujud juga
diperintahkan di dalam Al-Quran.

‫ار َكعُوا َواس ُجدُوا‬

Ruku’ lah dan sujudlah (QS. Al-Hajj : 77).

Namun orang yang sakit dan tidak mampu untuk melakukan


gerakan sujud, tentu tidak bisa dipaksa. Dia mendapatkan keringanan
dari Allah SWT untuk sebisa-bisanya melakukan sujud, meski tidak
sempurna.

Orang yang bisa berdiri tapi tidak bisa sujud, dia cukup
membungkuk sedikit saja dengan badan masih dalam keadaan
berdiri. Dia tidak boleh berbaring, sambil menganggukkan kepala
untuk sujud. Bila hal itu dilakukannya malah akan membatalkan
shalatnya.

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :

‫ض َو ِإلَّ فَأ َو ِمئ ِإي َما ًء َواج َعل‬ َ َ‫ت أَن تَس ُجد‬
ِ ‫علَى ال َر‬ َ َ ‫ِإ ِن است‬
َ ‫طع‬
َ َ‫س ُجودَ َك أَخف‬
‫ض ِمن ُر ُكو ِع َك‬ ُ

Bila kamu mampu untuk sujud di atas tanah, maka lakukanlah.


Namun bila tidak, maka anggukan kepala. Jadikan sujudmu lebih
rendah dari ruku’mu. (HR. Ath-Thabrani)8.

8
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 3: Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal. 637.
17

Jadi, apabila seseorang tidak bisa melakukan sholat dengan berdiri,


maka ia bisa sholat dengan duduk. Bila masih tidak bisa, maka ia boleh
sholat dengan tidur menghadap kiblat. Bila masih tidak bisa dengan
tidur, maka telentang. Dan apabila tetap tidak bisa, maka sholat dengan
isyarat (bisa dengan kedipan mata).

b) Dalam keadaan bepergian(musafir)


Saat bepergian umat Islam bisa melakukan sholat sesuai dengan
kemampuan. Semisal saat bepergian menggunakan pesawat, tidak
memungkinkan untuk melakukan sholat dalam keadaan berdiri maka
diperbolehkan dengan duduk saja. Sama halnya ketika menaiki kapal
laut, kita tidak mungkin sholat dari awal hingga salam bisa menghadap
kiblat, maka cukup saat takbirotul ihrom saja menghadap kiblat.
Ada beberapa teks hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW
shalat di atas punggung unta, di antaranya adalah hadits-hadits berikut :

ِ ‫احلَتِ ِه نَح َو ال َمش ِر‬


‫ق‬ ِ ‫علَى َر‬ َ ‫ص ِلّي‬َ ُ‫ي َكانَ ي‬ َّ ِ‫َّللاِ أ َ َّن النَّب‬
َّ ‫عن َجا ِب ِر ب ِن َعب ِد‬ َ
َ‫ي ال َمكتُوبَةَ نَزَ ل فَاستَق َبل ال ِقبلَة‬ َ ّ‫ص ِل‬
َ ُ‫فَإِذَا أ َ َرادَ أَن ي‬

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW shalat


di atas kendaraannya menuju ke arah Timur. Namun ketika beliau mau
shalat wajib, beliau turun dan shalat menghadap kiblat. (HR. Bukhari)9

8. Macam-macam Sholat Sunnat


a. Sholat dua Hari Raya
Yaitu sholat Hari Raya Idul Fitri dan sholat Hari Raya Idul Adha
(Hari Raya Kurban). Hukum menjalankan sholat hari raya yakni sunnah
Mu’akkad (sangat dianjurkan) dan disyariatkan untuk berjamaah. Dan
hukumnya menjadi sunnah bagi orang yang sendirian (tanpa

9
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 3: Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal. 493.
18

berkhutbah), orang yang bepergian, orang yang merdeka, budak,


khuntsa, dan orang perempuan. Dan tidak disunnahkan bagi seorang
perempuan yang cantik, dan orang perempuan yang bertingkah (genit).
Sholat hari raya terdiri dari dua rakaat, pada rakaat pertama bertakbir
sebanyak 7 kali, sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak 5
kali. Dalam sholat hari raya juga terdapat khutbah, namun disini
khutbah tidak dilakukan sebelum sholat layaknya khutbah Jumat, akan
tetapi khutbah dilakukan setelah sholat hari raya dikerjakan.
b. Sholat dua gerhana
Yaitu sholat gerhana matahari dan sholat gerhana bulan. Kedua
sholat ini hukumnya sunnah mu’akkad. Sholat ini terdiri dari dua
rakaat, namun dalam setiap rakaatnya ada dua kali rukuk. Setelah
sholat, imam juga melaksanakan khutbah sebanyak dua kali dengan
ruku dan syarat layaknya khutbah Jumat.
c. Sholat mohon hujan (istisqo’)
Hukum menjalankan sholat istisqo’ ialah sunnah bagi orang yang
bepergian ketika membutuhkan, sebab terputusnya hujan atau
terputusnya sumber air, dan sebagainya.
Sholat ini dilakukan di lapangan dan pada siang hari yang terdiri dari
dua rakaat sebagaimana sholat hari raya, di dalam hal tata caranya
sholat; yaitu seperti membaca do’a iftitah, membaca ta’awudz dan
bertakbir 7 kali pada rakaat pertama dan takbir 5 kali pada rakaat kedua
disertai dengan mengangkat tangan.
d. Sholat pada tengah malam
Ada berbagai macam sholat malam seperti, sholat taubat, sholat
tahajjud, sholat muthlaq, sholat tasbih, sholat istikhoroh, sholat
awwabin, dan juga sholat hajat.
Tiap-tiap dari sholat tersebut memiliki tata cara masing-masing
dalam pengerjaannya. Setiap sholat juga memiliki tujuan yang berbeda-
beda, semisal sholat istikhoroh biasanya dilakukan ketika minta
petunjuk untuk menentukan suatu pilihan.
e. Sholat Dhuha
19

Sholat sunnah yang minimal dilakukan sebanyak 2 rakaat ini


dilakukan pada waktu pagi kira-kira saat matahari mencapai satu
tombak hingga menjelang waktu Dhuhur. Sholat dhuha umumnya
dikerjakan dengan tujuan agar dimudahkan urusan dalam mencari
rezeki.
f. Sholat Tarawih
Sholat sunnah Tarawih adalah sholat yang hanya dilakukan ketika
bulan ramadhan tiba. Sholat yang dikerjakan setelah sholat Isya’ ini,
dikerjakan minimal 8 rakaat dan maksimal 20 rakaat ini dengan diakhiri
sholat witir.
g. Sholat-sholat sunnah yang mengikuti pada sholat-sholat fardlu, yang
sering disebut juga dengan sunnah-sunnah rawatib; yaitu ada 17 rakaat :
1) 2 (dua) rakaat sebelum melakukan sholat Subuh.
2) 4 (empat) rakaat sebelum mengerjakan sholat Dhuhur.
3) 2 (dua) rakaat sesudah mengerjakan sholat Dhuhur.
4) 4 (empat) rakaat sebelum melakukan sholat ‘Ashar.
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Semoga Allah SWT mengasihi seseorang yang shalat 4 rakaat
sebelum shalat Ashar." (HR Ahmad, Abu Daud, Tirimizi dan Ibnu
Khuzaemah)10.
5) 2 (dua) rakaat sesudah melakukan sholat Maghrib.
6) 3 (tiga) rakaat sesudah mengerjakan sholat Isya’, yang mana satu
dari tiga rakaat tersebut dikerjakan sebagai sholat witir.
Dalam sebuah hadits juga berisi tentang sholat rawatib, yakni:
Dari Ibnu Umar ra berkata, "Aku menjaga 10 rakaat dari nabi
SAW: 2 rakaat sebelum shalat Zhuhur,2 rakaat sesudahnya,2 rakaat
sesudah shalat Maghrib, 2 rakaat sesudah shalat Isya dan 2 rakaat
sebelum shalat Shubuh. (HR Muttafaqun 'alaihi)11.

10
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 3: Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal. 681.

11
Ibid, hal. 682.
20

9. Cara Menjama’ dan Mengqashar Sholat


“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa
kamu mengqasar sholatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir”
(QS. Annisa:101).

‫ج‬ ِ ّ‫علَي ُكم فِي الد‬


ٍ ‫ِين ِمن َح َر‬ َ ‫َو َما َج َع َل‬

“Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan”. (QS. Al-Hajj :


78).

Dalam suatu riwayat juga menyebutkan bahwa Nabi Muhammad juga


pernah menjamak sholat.

‫عن ابن عبّاس قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الظهر والعصر جميعا‬
‫ في‬:‫وفي رواية‬.‫والمغرب والعشاء جميعا في غيرخوف ول سفر‬
.)‫(رواه مسلم وأبوداودوالنسائي ومالك‬.‫غيرخوف ولولمطر‬

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Rasulullah saw pernah


menjamak sholat Dhuhur dengan Ashar, dan antara Maghrib dengan
Isya’. Hal ini dilakukan bukan karena ketakutan dan safar. Menurut
riwayat lain: bukan karena ketakutan dan hujan”. (HR. Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasai, dan Malik).12
Diperbolehkan bagi seorang musafir, yakni orang yang sedang dalam
keadaan bepergian, yaitu mengumpulkan antara dua sholat, yakni Dhuhur
dan Ashar dengan jamak taqdim (sholat Ashar dikerjakan pada waktu
Dhuhur) dan dengan cara jamak ta’khir (mengerjakan sholat Dhuhur
pada waktu Ashar), hal ini juga berlaku pada sholat Maghrib dan Isya’.
Syarat-syarat jamak taqdim ada tiga yakni :
1) Dimulai dengan melakukan sholat Dhuhur sebelum melakukan
sholat Ashar, dan demikian juga memulai sholat Maghrib sebelum

12
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 3: Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal. 565.
21

melakukan sholat Isya’. Apabila terbalik seperti melakukan sholat


Ashar dulu sebelum sholat Dhuhur maka sholatnya tidak sah.
2) Niat jamak di permulaan mengerjakan sholat yang pertama.
3) Susul-menyusul antara sholat yang pertama dan yang kedua.

Adapun syarat jamak ta’khir yakni, wajib niat menjamak sholat dan
keberadaan niat ini adalah di dalam waktunya sholat yang pertama. Dan
hukumnya diprbolehkan mengakhirkan niat hingga sampai tiba sisa
waktu sholat yang pertama.

Seorang musafir juga diperbolehkan untuk meringkas atau


memperpendek sholat yang jumlah rakaatnya empat-empat, bukan yang
kuarang dari empat. Adapun syarat-syarat diperbolehkannya mengqashar
sholat yakni :

1) Bepergian seseorang itu bukan dalam rangka maksiyat.


2) Jarak tempuh bepergiannya itu ada 16 farsah secara pasti (tidak
boleh kurang sedikit saja).
Hadits yang juga sering digunakan sebagai dasar jarak mengqashar
sholat yakni:

‫عسفَان‬ َ ‫ص ُروا في ِ أَقَ ِّل ِمن أَر َبعَ ِة بَر ٍد ِمن َم َّكةَ ِإ‬
ُ ‫لى‬ ُ ‫يَاأَه َل َم َّكةَ لَ تَق‬

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW


bersabda,"Wahai penduduk Mekkah, janganlah kalian mengqashar
shalat bila kurang dari 4 burud, dari Mekkah ke Usfan". (HR. Ad-
Daruquthuny)13
3) Orang yang melakukan qashar tersebut, sholatnya berupa sholat
“Ada” yang rakaatnya 4 (bukan sholat qadla’).
4) Orang yang bepergian tersebut, niat mengqashar sholat bersamaan
takbirotul ihramnya sholat.
5) Bagi orang yang mengqashar sholat, di dalam (mengerjakan)
sebagian dari sholatnya, tidak boleh bermakmum pada seorang imam

13
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 3: Shalat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing), 2017,
hal. 545.
22

yang muqim; yakni makmum kepada orang yang mengerjakan


sholatnya secara sempurna.
10. Cara Menentukan Arah Kiblat
Cara menentukan arah kiblat yang sedikit rumit adalah dengan
menggunakan kompas dan pengetahuan tentang ilmu geografi. Kota
Makkah berada pada koordinat 21° 25' 24" N, 39° 49' 24" E. Di mana
pun kita berada, maka tinggal membuat garis lurus terdekat antara posisi
kita dengan kota Makkah. Dari situ, kita akan tahu arah kiblat dengan
tepat.
Adapun cara yang lebih mudah dan sederhana adalah dengan melihat
matahari saat tepat berada di atas kota Makkah. Setiap tahun ada dua kali
kesempatan kita untuk mengetahui arah kiblat dengan cara ini, bisa
dilakukan dengan sederhana dan tanpa menggunakan alat ukur apapun.
Khusus untuk negeri yang berlawanan siang dan malam dengan kota
Makkah, sudah dihitungkan dengan lawannya. Yaitu posisi matahari
yang tepat berada di balik bumi yang berlawanan dengan kota Makkah.
Yaitu setiap tahun pada 28 November 21:09 UT (29 November 04:09
WIB) dan 16 Januari 21:29 UT (17 Januari 04:29 WIB).
Cara ini bisa lebih pasti, murah, sederhana dan ilmiyah. Tapi
kekurangannya, hanya bisa dilakukan pada tanggal tertentu saja. Dan jika
pada waktu itu langit mendung atau cuaca buruk sehingga membuat
matahari tidak terlihat, pengukuran tidak bisa dilakukan. Cara ini sangat
mengandalkan matahari sebagai petunjuk posisi kota Makkah. Begitu
matahari terhalang sesuatu, maka cara ini tidak bisa digunakan.

D. Analisis
Sholat merupakan suatu ibadah rutinan yang wajib dijalankan oleh setiap
umat islam. Tujuan didirikannya adalah untuk menunaikan rukun islam yang
kedua. Sebagai bentuk ketaatan pada Allah, dan sebagai ungkapan rasa syukur
atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Sholat wajib dilaksanakan bagi setiap
muslim yang sudah memenuhi syarat-syarat sholat dan ada hikmahnya sebagai
berikut ;Mencegah perbuatan keji dan mungkar(QS al-ankabut:45), mendidik
23

menjadi pribadi disiplin, melatih menjadi pribadi tangguh(QS al-Ma’arij: 19-


20), meninggikan derajat seorang muslim, membersihkan kesalahan dan dosa,
melatih hidup secara tertib dan teratur, mengajarkan sifat tawadhu’(rendah
hati), dan meningkatkan kesehatan jasmani secara optimal. Meskipun begitu,
masih saja ada muslim diluar sna yang tidak mau mengerjakan sholat dengan
berbagai alasan yang bahkan kadang tidak masuk akal. Untuk itu, seharusnya
kita mengingat kembali tujuan dari sholat sebagai rukun Islam. Sebagai umat
Islam harus senantiasa menjalankan kewajibannya bukan malah menghindar
dan bersikap acuh terhadap kewajiban tersebut. Kita juga harus bersyukur
karena sholat wajib hanya 5 (lima) waktu, bukan 50 waktu. Jadi seharusnya
kita bisa lebih ringan untuk menjalankan kewajiban sholat tersebut.

E. Kesimpulan
Dari uraaian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sholat adalah
serangkaian ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Sholat merupakan sebuah kewajiban bagi semua umat Islam, yang apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa. Seperti yang tertuang dalam QS. Al-
Ankabut ayat 45 bahwa sholat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar.
Sholat terbagi menjadi dua, yakni sholat fardlu dan sholat sunnah. Seperti
namanya, sholat fardlu adalah sholat wajib 5 (lima) waktu yang harus
dikerjakan setiap umat Islam, sedangkan sholat sunnah apabila tidak dikerjakan
tidak akan menimbulkan dosa. Di samping itu, dalam mengerjakan sholat harus
memperhatikan syarat-syarat tertentu. Syarat tersebut terbagi dlam dua hal,
yakni syarat wajib dan syarat sah. Apabila kedua macam syarat itu tidak
terpenuhi maka sholatnya tidak akan sah.
Dalam mengerjakan sholat juga harus sesuai dengan rukun-rukun yang
ada. Ulama dalam menentukan banyaknya rukun sholat memang bermacam-
macam, akan tetapi semua hal itu harus dilakukan secara tertib. Melaksanakan
sholat juga harus mengetahui waktunya, karena jika tidak maka akan
berpengaruh pada sah dan tidaknya sholat tersebut.
24

Agama Islam tidak akan memperberat umatnya. Jika memang dalam


keadaan yang tidak mendukung, dalam mengerjakan sholat juga ada istilah
rulshoh (keringanan), baik itu karena fisik yang sakit atau karena bepergian
yang bisa menjadikan diperbolehkannya menjamak bahkan mengqashar sholat.
Dalam menentukan arah kiblat juga tidak boleh sembarangan. Tapi jika dalam
keadaan yang tidak memungkinkan maka kita juga boleh sholat menghadap
kea rah dimana kita meyakininya.

DAFTAR PUSTAKA
25

Mubarok, Abu Hazim. 2017. Terjemah Fathul Qarib. (Jawa Barat: Mukjizat).

Ash Shiddieqy, Teungku M. 1997. Hukum-hukum Fiqh Islam. (Semarang: PT


Pustaka Rizki Putra).

Alhafidz, Ahsin W. 2010. Indahnya Ibadah dalam Islam. (Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada).

Sarwat, Ahmad. 2017. Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat. (Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing).

Mahtani, Khalilurrahman. 2016. Kitab Lengkap Panduan Sholat. (Jakarta: Wahyu


Qolbu).

Sesi Tanya Jawab


26

1. Penanya : Indah Puspitasari


Pertanyaan : bagaimana hukumnya memakai make up sebelum wudlu
dan digunakan untuk sholat?
Jawaban : caranya yakni dengan menghapus make up terlebih
dahulu, baru setelah itu bisa berwudlu dan melakukan
sholat sebagaimana mestinya.
2. Penanya : Imma Silvia Yustiani
Pertanyaan : apabila ada seseorang yang tidur sebelum waktu Ashar
dan bangun ketika maghrib, bagaimana sholat Asharnya?
Apakah bisa langsung diqadla’ atau bagaimana?
Jawaban : saat sudah bangun langsung diqadla’
3. Penanya : Afan Akhriyan Muazam Syah
Pertanyaan : apakah boleh saat seseorang itu bisa sholat dengan berdiri
akan tetapi saat melaksanakan sholat sunnah ia justru
sholat dengan duduk? Dan atas dasar apa?
Jawaban : boleh, dalam kitab Fathul Muin dijelaskan bahwa sholat
sunnah itu boleh dilakukan dengan duduk meskipun orang
itu mampu untuk berdiri. Namun hal ini hanya berlaku
untuk sholat sunnah saja.
4. Penanya : Atika Islafiyatur Rohmah
Pertanyaan : apakah saat hari Jumat itu, wanita hanya boleh
melaksanakan sholat Dhuhur setelah sholat Jumat selesai?
Jawaban : memang dalam masyarakat berkembang paham bahwa
sholat dhuhur sebelum sholat Jumat selesai itu hukumnya
tidak sah, akan tetapi sebenarnya melaksanakan sholat
Dhuhur setelah adzan itu boleh dan sah. Jadi tidak perlu
menunggu pelaksanaan sholat Jumat selesai.
5. Penanya : Mohamad Nur Wahyudi
Pertanyaan : bagaimana hukumnya sholat dengan memakai cincin?
Jawaban : boleh, selagi cincin tersebut tidak najis dan membawa
kemudhorotan ataupun hal-hal negatif bagi pemakainya.
6. Penanya : Mokhammad Fajar Iskandar
27

Pertanyaan : bagaimana cara menentukan waktu masuk sholat apabila


di daerah tersebut matahari tidak terlihat?
Jawaban : dengan cara mengikuti waktu dari daerah paling dekat
yang juga melaksanakan sholat.
7. Penanya : Rina Candra Rahmaningrum
Pertanyaan : apakah boleh sholat dengan menangis tersedu-sedu?
Jawaban : diperbolehkan. Namun jika berjamaah tidak boleh, karena
dikhawatirkan takut mengganggu jamaah sholat yang
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai