Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Pada Bab I ini diuraikan 1) Latar belakang, 2) rumusan masalah, dan 3)


tujuan penulisan disajikan sebagai berikut.

A. Latar Belakang
Salat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah
baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan
bagaimanapun.
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam
didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang
siapa yang mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang
siapa yang telah meninggalkan shlat, maka ia telah meruntuhkan agama
(Islam).
Shalat yang wajib harus didirikan dan sehar semalam sebanyak lima
kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim
baligh tanpa terkecuali baik dalam keadaan sehat maupun sakit, dalam keadaan
susah maupun senang, lapang ataupun sempit. Selain shalat wajib yang lima
ada juga shalat sunat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah disajikan sebagai berikut.
1) Bagaimana pengertian dari shalat?
2) Bagaimana hikmah-hikmah melakukan shalat?
3) Bagaimana syarat wajib shalat?
4) Bagaimana syarat sah shalat?
5) Bagaimana rukun shalat?
6) Bagaiman sunah shalat?
7) Bagaimana hal-hal yang membatalkan shalat?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan penulisan
pada makalah ini sebagai berikut.
1) Menjelaskan pengertian dari shalat.
2) Menjelaskan hikmah-hikmah melakukan shalat.
3) Menjelaskan syarat wajib shalat.
4) Menjelaskan syarat sah shalat.
5) Menjelaskan rukun shalat.

1
6) Menjelaskan sunah shalat.
7) Menjelaskan hal-hal yang membatalkan shalat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Salat
Kata shalat secara etimologis berarti doa. Adapun shalat secara
terminologis adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang di lakukan
dengan beberapa tertentu, di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan
salam. Pengertian shalat ini mencakup segala bentuk shalat yang di awali
dengan takbiratul ihram dan di akhiri dengan salam. Sujud tilawah (sujud
ketika mendengar bacaan ayat Al-Quran tertentu yang harus sujud)
dikecualikan dari batasan di atas.1
Digunakannya shalat untuk ibadah ini, tidak jauh berbeda dengan
pengertian etimologisnya. Sebab, di dalam shalat terkandung doa-doa
berupa permohonan, minta ampun, dan sebagainnya.
Adapun yang menjadi landasan kefarduan shalat, di antaranya surat
Al-Baqarah ayat 45 dan ayat 110: ... dirikanlah shalat dan tunaikan
zakat...; Dan memohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat....
Kewajiban shalat dilandasi juga oleh hadots Nabi yang, secara
eksplisit, menyatakan bahwa shalat termasuk rukun Islam
:

Islam di abngun atas lima dasar (rukun); syahadat bahwa tidak ada
tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, haji ke Bait Allah, dan puasa Ramadan.
Dalam Islam, shalat menempati kedudukan yang tidak dapat
ditandingi oleh ibadah lainnya. Selain termasuk rukun Islam, yang berarti
tiang agama, shalat juga termasuk ibadah yang pertama diwajibkan Allah
kepad Nabi Muhammad ketika Miraj.
Disamping itu, shalat memiliki tujuan yang tidak terhingga. Tujuan
hakiki dari shalat, sebagaimana dikataknan Al-Jazari, adalah tanda hati
dalam mengagungkan Allah sebagai pencipta. Di samping itu shalat juga
1
Abd Al-Rahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba.ah (Cet. Ke-1; Beirut: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiyyah, 1990), hlm.160.

3
merupakan bukti takwa manusia kepada khaliknya. Dalam salah satu ayat-
Nya, Allah menyatakan bahwa shalay bertujuan menjauhkan orang dari
keji dan munkar.
Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada
Allah, secara yang mendatangkan takut kepadaNya serta menumbuhkan di
dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaaNya atau
melahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah
dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya (Hasbi Asy-
Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi
antara hamba dengan tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya
merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataaan dan perbiatan
yang di mulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta
sesuai dengan syarat dan rukun yang telah di tentukan syara (Imam
Bashari Assayuati, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa shalat adalah
merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang
di awali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan
rukun yang telah ditentukan syara. Juga shalat merupakan penyerahan
diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohan
ridho-Nya.

B. Hikmah Salat
Dalam salat terdapat banyak hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia, yaitu
1. Solat adalah penolong dalam segala urusan penting sebagai firman
Allah Q.S. Al-Baqarah ayat 45 yang artinya Jadikanlah sabra dan
solat sebagai penolongmu.
2. Solat adalah pencegah dari perbuatan maksiat dan kemungkaran,
sebagaimana firman Allah QS. Al-Ankabut ayat 45 yang artinya Dan
dirikanlah solat karena sesungguhnya solat itu mencegah dari
perbuatan keji dan munkar.
3. Solat merupakan media penghubung antara seorang hamba dengan
Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW Sesungguhnya seorang dari
kamu jika sedang solat, berarti ia sedang bermunajat (berbisik-bisik)

4
dengan Tuhannya. (HR. Bukhari I/198 no 508, dari Anas bin Malik
ridhiyallahu anhu).
4. Solat adalah penghapus dosa-dosa dan pelebur segala kesalatan,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW Apa pendapat kalian jika di
depan pintu seorang diantara kalian terdapat sungai, didalamnya ia
mandi lima kali sehari, apakah masih tersisa kotoran (di badanya)
meski sedikit? Para sahabat menjawab: Tentu tidak tersisa sedikitpun
kotoran (di badannya) Beliau berkata: Demikian pula dengan solat
lim awaktu, dengan solat itu Allah menghapus dosa-dosa. (HR.
Bukhari I/197 no 505, dan Muslim I/462 no.667, dari Abu Hurairah
RA).
5. Dst.

C. Syarat Wajib Salat


Kewajiban salat dibebankan atas orang-orang yang memenuhi
syarat-syarat, yaitu Islam, baligh, berakal, dan suci. Demikian pendapat
Hanafiah adan Syariah. Orang kafir tidak dituntut melakukan salat karena
salat tidak sah dikaukan oleh mereka. Begitu juga orang-orang murhad.
Namun, jika kembali masuk isla, ia harus mengganti salat yang
ditinggalkan selama kemurtadannya, karena kewajiban salat itu tidak
gugur oleh kemurtadannya.
Anak-anak dan orang-orang yang hilang akal, karena gila misalnya, tidak
wajib melakukan salat; berdasarkan hadis Nabi Saw.
Diangkat qalam dari tiga orang: orang yang tidur sampai
terjaga, anak-anak hingga dewasa, dan orang gila hingga ia
sadar.
Demikian halnya, orang yang sedang haid atau nifas tidak
diwajibkan salat, sesuai dengan hadis Aisyah: Kami haid di sisi
Rasulullah, kemudian suci kembali, lalu disuruhnya kami meng-qadha
puasa dan tidak disuruh meng-qadha salat.
Jika orang yang telah memenuhi persyaratan di atas meninggalkan
salat, ia di pandang kafir, karena tidak mengakui kewajibannya dan wajib
dibunuh sebagai orang murtad. Demikian pendapat Ahmad bin Hanbal,
Ibn Ishak, dan Ibn Al-Mubarak. Sedangkan Malik, Abu Hanifah, dan
Syafii tidak menganggapnya sebagai kafir yang berdosa besar, meskipun

5
mereka juga sepakat mewajibkan hokum bunuh. Berbead dengan pendapat
sebelumnya. Menurut Ahl-Zhahir, orang yang meninggalkan salat tidak
harus dibunuh, tetapi di-tazir, yakni dimasukkan kedalam penjara sampai
ia melakukan salat.
Dalil-dalil yang membicarakan masalah ini diantaranya hadis yang
menjelaskan bahwa yang membedakan antara orang Muslim dan kafir
adalah salat. Misalnya hadis: Hal yang membedakan antara kita dengan
mereka adalah salat. Barang siapa yang meninggalkannya, ia telah kafir.
Perbedaan pemahaman atas makna hadis seperti menimbulkan perbedaan
pendapat mengenai kedudukan dan hukuman orang yang meninggalkan
salat.

D. Syarat Sah Salat


1. Suci Badan dari Hadas dan Najis
Jika seseorang melakukan salat tanpa bersuci dari hadas, baik
dengan sengaja atau terlupa, maka salatnya tidak sah, dan jika ia
berhadas setelah mulai salat, salatnya menjadi batal, sebab syratnya
tidak terpenuhi.
Selain suci dari hadas, juga disyaratkan suci badan, pakaian, dan
tempat salat dari najis. Hal ini berdasarkan beberapa dalil, misalnya
firman Allah dalam surat Al-Muddatsir: Wa tsiyabaka fa thahhir; Dan
pakaianmu, bersihkanlah. Disamping itu, ada juga hadis-hadis Nabi
Saw, diantaranya :Bersucilah kamu dari kencing, sebab kebanyakan
azab kubur akibat darinya, Hadis lain mengatakan: Apabila dating
haid, maka tinggalkanlah salat, dan apabila haid itu telah pergi, maka
basuhlah darah itu darimu dan salatlah.
Ayat dan hadis diatas menunjukkan keharusan menyucikan badan dari
najis.
Adapun keharusan kesucian pakaian diambil dari perintah Nabi
untuk mencuci pakaian yang terkena darah haid. Adapun keharusan
sucinya tempat salat dapat dipahami dari perintah beliau agar
menyiram kencing orang Arabiy di masjid dengan air: Shubbu
alaihi dzanuban min al-ma; Tuangkanlah atasnya seember air.

6
Berdasarkan persyaratan ini, jiak seseorang melakukan salat
sementara di badan, pakaian, dan tempat salatnya terdapat najis yang
tidak dimaafkan,2 maka salatnya tidak sah. Begitu juga, jika badan,
pakaian, atau tempat salat terkena najis ketika ia melakukan salat,
maka salatnya batal.
2. Menutup Aurat dengan Pakaian yang Bersih
Menurut Bahasa, aurat berarti kekurangan, cacat, dan sesuatu yang
memalukan.menutup aurat itu wajib dalam segala hal, di dalam san di
luar salat. Kewajiban menutup aurat ini sudah menjadi konsesus
(ijma) ulama dan juga didasarkan atas hadis Nabi.
Allah tidak menerima salat perempuan yang telah dewasa kecuali
dengan memakai khimar(kerudung).
Menurut Imam Malik, menutup aurat merupakan salah satu sunah
salat. Abu Hanifah dan Syafii memandangnya fardu salat. Perbedaan
itu disebabkan oleh adanya penafsiran terhadap firman Allah dalam
surat Al-Araf yat 31.
Bahkan penutup aurat mesti cukuo tebal dan rapat sehingga dapat
menutupi warna kulit dari pandangan. Orang-orang yang tidak
mendapatkan pakaian untuk menutupi auratnya dibolehkan salat dalam
keadaan telanjang; salatnya sah dan tidak mesti diulangi lagi.
Adapun batas aurat yang wajib ditutupi, bagi laiki-laki antara pusaat
dengan lutut, dan bagi perempuan selutuh tubunya, kecuali wajah dan
kedua telapak tangannya. Namun, menurut Ahmad bin Hanbal, aurat
laki-laki hanyalah qubur dan qubul, tetapi aurat perempuan adalah
seluruhnya, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu Hanifah,
telapak kaki perempuan tidak termasuk aurat3.
3. Mengetahui Masuk Waktu Salat
Mengetahui masuknya waktu salat bias berdasarkan tanda-tanda
tertentu seperti telah dijelaskan atau tanda-tanda lainnya, misalnya
kokok ayam, suara azan, posisi bintang-bintang, perhitungan waktu

2
Berbeda dengan najis yang dimaafkan, diantaranya najis tanah jalanan yang sulit menghindarinya
dan ini relative, terkait dengan tempat, waktu dan keadaan masing-masing; najis yang tersisa pada
dubur atau qubul setelah istinja dengan batu; darah kutu; kencing dan tahi lalat dan lapas; darah
jerawat (basyarat); darah bekas bekam; cairan luka dan bisul; dsb. Najis-najis ini dapat dimaafkan.
Ukuran banyak sedikitnya najis tersebut ditentukan berdasarkan urf (tradisi), dan secara umum
najis itu dianggap sedikit bila orang itu dipandang kurang memelihara dirinya dari najis. Jika
diragukan apakah najis itu sedikit atau banyak, dapat dihukumkan sedikit berdasarkan hokum asal.
3
Ibn Rusyd, op. cit., hlm 83

7
salat dengan menggunakan rumus-rumus ilmu falak, dsb. Disamping
itu, bisa berdasarkan ijtihad, yakni berupa perkiraan waktu berdasarkan
kegiatan tertentu, seperti membaca wirid stsu pelajaran, menulis,
menjahit, atau pekerjaan lainnya. Orang yang tidak sanggup berijtihad
karena tidak mengetahui tanda-tanda terkait, dapat bertaklid mengikuti
ijtihad orang lain4.
4. Menghadap Kiblat
Para ulama telah sepakat tidak sah salat tanpa menghadap kiblat.
Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 144:
Palingkanlah mukamu ke arah Masjid Haram. Dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Karena tidak ada kewajiban menghadap kiblat di luar salat, maka
dipahami bahwa kewajiban itu berlaku dalam mengerjakan salat.
Rosulullah berkata kepada Khallad ibn Rafii: Apabila Anda hendak
mengerjakan salat, maka sempurnakanlah waktu wudu dan
menghadaplah ke kiblat, kemudian bertakbirlah.

E. Rukun Salat
a. Niat
Niat berfungsi untuk membedakan suatau pekerjaan lainnya,
ibadah dengan yang bukan ibadah. Oleh karena itu, dalam melakukan
salat, seseorang harus menyengaja beberapa hal: (a) menyengaja
perbuatan salat agar apa yangdilakukan itu berbeda dari perbuatan lain
yang bukan salat; (b) menyengaja salat tertentu, seperti Zuhur, Asar,
dsb agar salat yang dilakukan itu jela, tidak samar dengan salat
lainnya; (c) menyengaja melakukan salat fardu, bila ia mengerjakan
salat fardu, agar salatnya terbedakan dari salat sunat.
Disamping itu, perlu juga ditegaskan bahwa tempat niat itu di
dalam hati. Walaupun lafad niat itu sunat diucapkan, ucapan dengan
lidah saja tidak memadai. Selain itu, niat mesti bersifat tegas dan
berkepanjangan. Dengan demikian, jikam niatnya tidak tegas, tetapi
dikautkan dengan sesuatu, maka salatnya tidak sah. Demikian halnya
jikan dalam pelaksanaan salat itu niatnya berubah misalnya berniat
keluar dari salat tersebut maka salatnya batal.

4
Abd Al-Rahman Al-Jaziri, op. cit., hlm. 162

8
Waktu berniat harus serentak (muqaranah) dengan takbirat al-
ihram. Maksudnya, niat harus menyertai takbir sejak awal hingga
akhirnya, atau berada pada awal takbir tersebut. Namun, dalam hal ini
Al-Ghazali dan Al-Nawawi mengatakan cukup dengan muqaranah
urfiyyah, yakni cukup menghadirkan (ingat dan sadar akan) sallat
ketika ia bertakbir. Keharusan muqiaranah ini menurut mazhab Syafii.
b. Berdiri jika sanggup
Keharusan ini berdasarkan atas hadis Imran bin Hashin: Saya
mengidap penyakit bawasir. Lalu saya bertanya kepada Nabi Saw
tentang salat. Beliau menjawab. Salatlah dengan berdiri. Jika engkau
tidak mampu, maka salatlah dengan duduk, dan jika tidak mampu,
maka salatlah dengan berbaring. (H.R. Bukhari). Dalam hadis lain:
Jika engkau tidak mampu berbaring, maka salatlah dengan
menelentang. Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan
kemampuannya.
c. Takbirat al-ihram
Rasulullah bersabda: Kunci salat itu wudu, tahrimnya takbir dan
tahlimnya salam. Hadis lain mengatakan: Jika kamu akan
melakukan salat, lakukanlah wudu dengan sempurna, kemudia
menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah.
Menurut Al-Nawawi, hadis ini merupakan dalil yang paling tegas
menunjukkan bahwa takbir termasuk rukun salat, sebab di dalamnya
Rasululloh hanya mengemukakan yang fardu-fardu saja; tentu takbir
termasuk fardu juga.
d. Membaca surat Al-Fatihah
Membaca surat Al-Fatihah dalam salat hukumnya wajib; berdasarkan
hadis Nabi.
Tidaklah salat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.
Dalam riwayat Al-Syafii pada arahan Rasulloh kepada orang Arabi
disebutkan: Takbirlah, kemudian baca Umm Al-Quran.
Hadis-hadis tersebut menunjukan bahwa membaca Al-Fatihah itu
wajib dan termasuk rukun salat. Namun, dalam hal ini, Abu Hanifah
mengatakan bahwa yang wajib itu membaca Al-Quran, dan
menurutnya yang dibaca itu tidak mesti surat Al-Fatihah. Para
sahabatnya memberi batasan sekurang-kurangnya tiga ayat.
e. dan f. Rukun dan Thumaninah dalam ruku

9
Ruku itu wajin berdasarkan hadis Nabi: Kemudian rukulah
sampai engkau thumaninah dalam keadaan ruku. Ruku itu sekurang-
kurangnya menunduk sedemikian rupa sehingga telapak tangan dapat
diletakkan ke lutut. Jika seseorang tidak mampu melakukannya seperti
itu, ia wajib menunduk sesuai dengan kemampuannya; bila sama sekali
tidak dapat menundukkan badannya, maka ia melakukan isyarat
dengan matanya saja.
Bagi yang salat dalam keadaan duduk, sekurang-kurangnya
rukunya itu menundukkan badan sehingga wajahnya setentang dengan
lantai depan lututnya; dan rukunya sempurna bila wajahnya setentang
dengan sujudnya.
Thumaninah artinya anggota tubuh tenang dalam keadaan ruku
itu, sehingga gerak turunnya ke ruku itu benar-benar terpisah dari
gerak naiknya untuk bangkit kembali.
g. dan h. Itidal dan Thumaninah dalam Itidal
Itidal adalah mengembalikan semua anggota tubuh kepada
posisinya sebelum ruku baik dalam salat berdiri maupun duduk.
Kewajiban Itidal ini didasarkan atas sabda Nabi: Kemudian
bangkitlah sehingga engkau tegak lurus dalam keadaan berdiri.
Selain didasarkan atas hadis itu, kewajiban thumaninah dalam Itidal
ini didasarkan pula atas qiyas kepada thumaninah antara dua sujud.
Karena termasuk rukun pendek dalam salat, maka Itidal tidak
boleh dipanjangkan, kecuali pada waktu qunut atau Itidal dalam salat
Tasbih. Sebagian ulama mengatakan bahwa memanjangkan Itidal
dalam salat tidak pada tempatnya dapat membatalkan salat.
i. dan j. Sujud dan Thimaninah dalam sujud
Sujud diwajibkan dalam salat berdasarkan hadis Nabi: Kemudian
sujudlah sehingga engkau Thumaninah dalam keadaan sujud.
Sekurang-kurangnya sujud itu meletakkan dahi kelantai disertai
tekanan bobotnya, sesuai sabda Nabi: Apabila sujud, letakkanlah
dahimu ke lantai dengan mantap, dan janganlah mematuk saja.
Selain dahi, wajib pula meletakkan perut kedua telapak tangan dan
jari-jarinya, kedua lutut, dan perut jari-jari kedua kaki ke lantai.
k. dan i. Duduk diantara dua sujud dan Thumaninah
m. Duduk akhir
n. dan o. Tasyahud dan membaca shalawat dalam tasyahud

10
Duduk sebelum salam, membaca tasyahud dan shalawat termasuk
rukun salat. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Ibn Masud
berkata. Dahulu, sebelum difardukan tasyahud, kami mengucapkan
Al-salam ala Allah. Al-Salam ala Jibril wa Makail. Al-Salam ala
Fulan. Kemudian Rasululloh bersabda. Kamu jangan mengucapkan
Al-Salam ala Allah. Karena Dia adalah Al-Salam. Katakanlah Al-
tahiyyat li Allah (penghormatan kepada Allah).
p. dan q. Mengucapkan salam dan berniat keluar dari salat dan
berniat keluar dari salat
Salam merupakan penutup salat sebagaiman disebutkan
dalam hadis Nabi: Kunci salat itu wudu, tahrimnya takbir, dan
tahlilnya salam. Salam itu harus diucapkan dalam keadaan duduk
dan sekurang-kurangnya: al-salam alaikum.

F. Sunah Salat
Sebelum menjelaskan sunat-sunat salat, ada baiknya diketahui hal-
hal sunat sebelum melaksanakan salat, yaitu adzan dan iqamah. Dalam
sebuah hadits dikatakan: apabila tiba waktu salat, hendaklah seorang dari
kamu adzan untukmu dan hendaklah yang tertua di antaramu menjadi
imam bagi kamu. Adzan tidak hanya disunatkan untuk salat jamaah,
tetapi juga untuk salat sendirian.
Dalam adzan dan iqamah harus dipenuhi beberapa syarat:
a) Dilakukan oleh seorang muslim dan berakal.
b) Tertib dan mawalah.
c) Nyaring, pada adzan untuk berjamaah.
d) Telah masuk waktu, kecuali adzan salat subuh
Di samping itu, muadzin harus suci, berdiri bila perlu di tempat tinggi,
menghadap kiblat, menoleh ke kanan pada waktu mengatakan hayya ala
al-sahalah dan ke kiri ketika mengucap hayya ala al-falah, mengucap
kalimat-kalimat adzan dengan tartil. Pada iqamah hendaklah dengan isra
(cepat), taswib (mengucap al-shalat khair min al-naum) pada adzan subuh.
Berikut sunat-sunat dalam salat:
a. Tasyahud awal, sesuai hadits Nabi: Rasulullah bangkit berdiri
pada salat zuhur, padahal semestinya beliau harus duduk, untuk

11
tasyahud awal. Setelah menyelesaikan salatnya, beliau sujud dua
kali.
Cara duduk yang terbaik untuk tasyahud awwal adalah dengan
iftirasy, yaitu mata kaki kiri diduduki dantelapak kaki kanan
ditegakkan dengan jari-jari menhadap kiblat.
b. Membaca qunut dalam salat subuh dan slat witir pada paruh kedua
bulan Ramadan. Qunut disunatkan dalam salat subuh berdasarkan
hadist dari Annas bin Malik: Rasulullah senantiasa qunut dalam
salat subuh sampai beliau meninggal dunia. (H.R. Ahmad). Qunut
dibaca pada rakaat ke dua dan penempatannya pada itidal kedua
sebelum sujud.
Mengenai qunut pada rakaat terakhir salat witir pada paruh kedua
Ramadan diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan Abu Daud daru
Ubayy bin Kaab. Dalam masalah ini Abu hunifah berpendapat,
tidak dibenarkan qunut dalam salat subuh. Qunut hanya ada pada
salat witir. Di samping itu, ada pula yang berpendapat bahwa qunut
disunatkan pada setiap salat. Perbedaan ini timbul karena
beragamnya riwayat yang berkenaan dengan qunut sehingga para
ulama tidak sepakat dalam memahami dan menafsirkannya.
c. Mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, ketika ruku, ketika
bangkit dari ruku, dan bangkit dari tasyahud awwal. Dalam
pelaksanaannya, mengankat tangan harus lurus dengan bahu.
Maksudnya, ujung jari-jari sejajar dengan bagian teratas daun
telinga, ibu jari sejajar dengan bawahnya dan telapak tangan sejajar
dengan bahu. Jari-jari sebaiknya direnggangkan sesuai dengan
hadist Nabi dari Abu Hurairah: nabi selalu merenggangkan.
d. Meletakkan tangan di atas tangan kiri. Maksudnya, telapak tangan
kanan di taruh di atas punggung telapak tangan kiri mengenai
pergelangan dan sedikit lengan kirinya. Di samping itu, disunatkan
pula meletakkan tangan di bawah dada dan di atas pusar.
e. Membaca doa iftitah setelah takbir.
f. Membacataaawwudz ketikan akan membaca surat Al-Fatihah. Ini
berdasarkan tuntutan ayat Al-Quran: apabila kamu membaca Al-
Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk.

12
g. Membaca denga jahr atau sirr menurut tempatnya. Berdasarkan
ijmaulama, seorang imam disunatkan membaca dengan jahr pada
salat subuh dan dua rakaat awal dari salat maghrib dan isa. Orang
yang salat sendirian diqiyaskan kepada imam dan disunatkan
membaca dengan jahr
h. Tamim (mengucap amin) setelah selesai membaca surat Al-
Fatihah dan diselingi dengan diam sebentar. Makmum hendaklah
mengucapkan amin serentak dengan ucapan imamnya.
Pengucapannyapun disesuaikan dengan bacaan Al-Fatihah.
i. Membaca surat setelah Al-Fatihah. Membaca surat disunatkan,
baik untuk imam maupun orang yang salat sendirian, dalam setiap
salat subuh dan pada dua rakaat awal dari setiap salat.
j. Bertasbih pada waktu ruku dan sujud.
k. Meletakan kedua tangan di atas paha ketika duduk di antara dua
sujud, dengan uung jari berada di atas ujung paha. Jari-jari
terhampar menghadap kiblat sepertihalnya waktu sujud.
l. Iftirasy pada setiap kali duduk, yakni duduk antara dua sujud,
duduk istirahat, duduk tasyahud awwal, duduk untuk mengikuti
imam.
m. Tawarruk pada duduk akhir. Cara duduk tawarruk sama dengan
duduk iftirasy, tetapi kaki kiri digeser ke kanan sehingga pinggul
langsung menempel ke lantai.
n. Mengucap salam yang kedua, sesuai dengan hadits Nabi:
Rasulullah selalu memberi salam ke kanan dan ke kirinya. (H.R.
Muslim)

G. Hal-Hal yang Membatalkan Salat


Seorang dianggap batal salatnya dikarenakan beberapa hal berikut.
a. Berbicara dengan ucapan manusia. Jika seseorang manusia dengan
sengaja mengucapkan suatu perkataan yang layak diarahkan
kepada manusia, walaupun satu kata, maka salatnya batal. Hal ini
didasarkan kepada hadist Nabi: salat ini tidak layak padanya
kalam manusia sedikitpun. Ucapan salat itu hanyalah tasbih, takbir
dan membaca Al-Quran. (H.R. Muslim)
b. Perbuatan yang banyak. Ulama telah sepakat bahwa melakukan
pernuatan yang banyak, yang tidak termasuk perbuatan salat,

13
membatalkan salat, sebab hal itu merusak tatanan salat serta
menghilangkan kekhusyuan. Adapun sedikit ataupun banyaknya
perbuatan itu diukur menurut kebiasaan (urf). Misalnya memukul
lebih dari dua kali atau ,elakukan satu lompatan berat dan
sebagainya.
c. Berhadas.
d. Terkena najis, baik di badan, pakaian maupun tempat shalat.
e. Terbuka aurat, kecuali segera ditutup kembali
f. Berubah niat. Misalnya, berniat keluar dari salat, atau mengganti
salatnya menjadi salat yang lain, selain yang diniatkannya semula.
g. Membelakangi kiblat.
h. Makan atau minum. Makan ataupun minum walaupun sedikit,
dapatmembatalkan salat. Makan atau minum disini dimungkinkan
karena ia makan sisa makanan yang melekat di gigi atau air bekas
wudu yang masih mengalir di muka.
i. Tertawa, jika di dalamnya terucap dua huruf. Demikian halnya
dengan menangis.
j. Murtad. Apabila seorang murtad ktika salat, baik dengan ucapan,
perbuatan maupun itikad, maka salatnya batal. Sebab, keadaan
murtad bertolak dengan ibadah dan menggugurkan amal.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai