Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SOLAT

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Fiqih

Dosen Pengampu : Makhasin Arifin Setya, M.Pd.

Disusun Oleh :

Nama : IRYATI

NIM : 23112132

Semester : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL
KAMPUS II SUKOREJO
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telahmelimpahkan rahmat, hidayah,
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapatmenyelesaikan makalah ilmiah tentang
pengamalan pancasila dalam kehidupansehari-hari.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkanbantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalahini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yangtelah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih adakekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenaitu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembacaagar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini tentang pengamalanpancasila dalam
kehidupan sehari-hari untuk masyarakat ini dapat memberikanmanfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Kendal, Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................................ 1

Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

Tujuan penulisan .................................................................................................. 1

BAB II ..................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2

Pengertian Sholat ................................................................................................... 2

Kewajiban menjalankan Sholat ............................................................................. 2

Syarat Wajib Sholat ................................................................................................ 6

BAB III.................................................................................................................. 19

PENUTUP ............................................................................................................. 19

Kesimpulan ........................................................................................................... 19

Saran ......................................................................................................,.............. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan
harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan. Shalat merupakan rukun
Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah
shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan
barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim
mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Sholat?
2. Apa dalil tentang wajib shalat?
3. Apa syarat-syarat wajib shalat?
4. Kapan waktu-waktu mengerjakan shalat?
5. Apa syarat-syarat sah shalat?
6. Bagaimana cara mengerjakan shalat?
7. Apa hikmah dilaksanakannya shalat?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Sholat
Menurut A. Hasan (1991) Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan
Rasyid (1976) shalat menurut bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-
Shiddiqy (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan
dan pujian. Sedangkan secara hakekat mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada
Allah dan mendatangkan takut kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa
keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaannya.[1]
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 103:
“dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan
(gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita
beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama.[2]
2. Kewajiban Mengerjakan Shalat
Solat merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua setelah syahadat dalam rukun
islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan mengenai kewajiban
untuk mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai kewaiban
salat adalah:
Firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”

Firman-Nya yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:


“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka
Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Firman-Nya yang lain dalam Surah Al-Hajj ayat 78:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah
memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu
sekalian orang-orang muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, Maka Dirikanlah solat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada
tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong”.

Firmannya dalam Surah al-Ankabut ayat 45:


“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-
ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sedangkan hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:

‫ع َم َر قَا َل‬ َ :‫علَى َخ ْم ٍس‬


َ ‫ع َْن‬: ‫شهَا َد ِة ا َ ْن الَ اِلهَ اِالَّ هللاُ َو ا َنَّ ُم َح َّمدًا‬
ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬ َ ‫سالَ ُم‬ ْ ‫ بُ ِن َي اْ ِال‬:‫س ْو ُل هللاِ ص‬ ُ ‫قَا َل َر‬
:1 ‫ فى نيل االواار‬،‫ احمد و البخارى و مسلم‬. َ‫ت َو ص َْو ِم َر َمضَان‬ ِ ‫ َو َح ّج اْلبَ ْي‬،‫الزكَا ِة‬
َّ ‫اء‬ َّ ‫ َو اِقَ ِام ال‬،ِ‫س ْو ُل هللا‬
ِ َ ‫ َو اِ ْيت‬،‫صالَ ِة‬ ُ ‫َر‬
333
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu terdiri atas
lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya
Muhammat itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah
dan puasa Ramadlan. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
333]

َّ ‫الر ُج ِل َو بَ ْينَ اْل ُك ْف ِر ت َ ْركُ ال‬


‫ فى نيل‬،‫ الجماعة اال البخارى و النسائى‬.‫صالَ ِة‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع َْن جَا ِب ٍر قَال‬
َّ َ‫ بَ ْين‬:‫س ْو ُل هللاِ ص‬
340 :1 ‫االواار‬
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang membedakan) antara seseorang
dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai,
dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
،‫ الخمسة‬.‫ فَ َم ْن ت َ َر َكهَا فَقَ ْد َكفَ َر‬.ُ‫صالَة‬
َّ ‫ ا َ ْلعَ ْه ُد الَّذِى بَ ْينَنَا َو بَ ْينَ ُه ُم ال‬:ُ‫هللا ص يَقُ ْول‬
ِ ‫س ْو َل‬ َ :َ‫ع َْن بُ َر ْي َدةَ رض قَال‬
ُ ‫س ِمعْتُ َر‬
1 ‫فى نيل االواار‬: 343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Perjanjian
antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh
ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 343]

ُ ‫ض هللا‬ ُ ‫ يَا َر‬:َ‫ فَقَال‬،‫الرأْ ِس‬


َ ‫ ا َ ْخ ِب ْرنِى َما فَ َر‬،ِ‫س ْو َل هللا‬ َّ ‫س ْو ِل هللاِ ص ثَائِ َر‬ ُ ‫ع َْن َا ْلحَةَ ب ِْن‬
ُ ‫عبَ ْي ِد هللاِ ا َنَّ اَع َْرا ِبيًّا جَا َء اِلَى َر‬
ّ ‫علَ َّي ِمنَ ال‬
‫صيَ ِام‬ َ ُ‫ ا َ ْخبِ ْرنِى َما فَ َرضَ هللا‬:َ‫ قَال‬.‫ش ْيئ ًا‬َ ‫ع‬ َ َ ‫ اِالَّ ا َ ْن ت‬،‫س‬
َ ‫ط َّو‬ َّ ‫ ال‬:َ‫صالَ ِة ! قَال‬
ُ ‫صلَ َواتُ اْل َخ ْم‬ َّ ‫علَ َّي ِمنَ ال‬ َ ! ‫شه ُْر‬ َ :َ‫قَال‬
‫ قَا َل‬.‫ش ْيئ ًا‬
َ ‫ع‬ َ ‫الزكَا ِة ! قَا َل‬
َ ‫ر َمضَانَ اِالَّ ا َ ْن ت َ َط َّو‬: َ ُ‫ا َ ْخبِ ْرنِى َما فَ َرضَ هللا‬: .‫سالَ ِم ُكلّهَا‬
َّ َ‫علَ َّي ِمن‬ ْ ‫س ْو ُل هللاِ ص بِش ََرائِ ِع اْ ِال‬ ُ ‫فَا َ ْخبَ َرهُ َر‬
َ ‫ ا َ ْفلَ َح ا ِْن‬.‫س ْو ُل هللاِ ص‬
‫فَقَا َل‬: ‫صدَقَ ا َ ْو َد َخ َل‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫ش ْيئ ًا‬ َ ُ‫ص ِم َّما فَ َرضَ هللا‬
َ ‫علَ َّي‬ ُ ُ‫ش ْيئ ًا َو الَ ا َ ْنق‬ ُ ‫ الَ ا َ َّا َّو‬، َ‫َو الَّذِى اَك َْر َمك‬
َ ‫ع‬
335 :1 ‫ فى نيل االواار‬،‫ احمد و البخارى و مسلم‬.َ‫ص َدق‬ َ ‫ْال َجنَّةَ ا ِْن‬
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah SAW
dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku,
apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang
lima, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku,
apa yang Allah wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan
Ramadlan, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata : Lalu
Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu
orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya tidak
akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa-apa yang telah
diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan
bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad,
Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 335]

‫ع َْن اَنَ ِس ْب َن َمالِكٍ رض قَا َل‬: ‫ ث ُ َّم‬.‫سا‬


ً ‫صتْ َحتَّى ُج ِعلَتْ َخ ْم‬ َ ‫ ث ُ َّم نُ ِق‬، َ‫س ْين‬
ِ ‫ي بِ ِه َخ ْم‬ ْ ُ ‫صلَ َواتُ لَ ْيلَةَ ا‬
َ ‫س ِر‬ َّ ‫علَى النَّبِ ّي ص ال‬ َ ْ‫فُ ِرضَت‬
‫ فى نيل‬،‫ احمد و النسائى و الترمذى و صححه‬. َ‫س ْين‬ ِ ‫َي َو اِنَّ لَكَ بِه ِذ ِه اْل َخ ْم ِس َخ ْم‬ َّ ‫ يَا ُم َح َّم ُد اِنَّهُ الَ يُبَ َّد ُل اْلقَ ْو ُل لَد‬:‫ِي‬
َ ‫نُ ْود‬
1 ‫االواار‬: 334
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada malam
Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi
dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku.
Dan sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan
Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
َ‫صالَةُ َر ْكعَتَي ِْن َر ْكعَتَي ِْن ِب َمكَّة‬
َّ ‫ت ال‬
ِ ‫ض‬َ ‫ قَ ْد فُ ِر‬: ْ‫ش ْع ِب ّي ا َنَّ عَائِشَةَ قَالَت‬
َّ ‫ع َِن ال‬. ‫س ْو ُل هللاِ ص اْل َم ِد ْينَةَ َزا َد َم َع ُك ّل َر ْكعَتَي ِْن‬ ُ ‫فَلَ َّما قَ ِد َم َر‬
‫ احمد‬.‫صالَةَ ْاالُ ْولَى‬ َّ ‫صلَّى ال‬ َ ‫سافَ َر‬
َ ‫ َو كَانَ اِذَا‬:َ‫ قَال‬.‫ط ْو ِل ِق َرا َء ِت ِه َما‬ ُ ‫صالَةُ اْلفَجْ ِر ِل‬ ِ ‫ب فَ ِانَّها ِوتْ ُر النَّه‬
َ ‫َار َو‬ َ ‫ اِالَّ اْل َم ْغ ِر‬،‫َر ْكعَتَي ِْن‬
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh telah difardlukan shalat itu
dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah
(Allah) menambah pada masing-masing dua rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali
shalat Maghrib, karena sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat
Fajar (Shubuh), karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah
Rasulullah SAW apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241]

َّ ‫اص ع َِن النَّ ِب ّي ص اَنَّهُ ذَك ََر ال‬


َ‫صالَة‬ ِ َ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن ع َْم ِرو ب ِْن اْلع‬
َ ‫ع َْن‬
‫ يَ ْو ًما فَقَا َل‬: ‫علَ ْيهَا لَ ْم تَك ُْن لَهُ نُ ْو ًرا َو الَ بُ ْر َهانًا‬ َ ‫َم ْن حَافَ َظ‬
َ ‫ َو َم ْن لَ ْم يُحَافِ ْظ‬.‫علَ ْيهَا كَانَتْ لَهُ نُ ْو ًرا َو بُ ْر َهانًا َو نَجَاةً يَ ْو َم اْل ِقيَا َم ِة‬
ُ َ‫ َو كَانَ يَ ْو َم اْل ِقيَا َم ِة َم َع ق‬.ً‫َو الَ نَجَاة‬
343 :1 ‫ فى نيل االواار‬،‫ احمد‬. ٍ‫ار ْونَ َو ِف ْرع َْونَ َو َها َمانَ َو اُبَ ّي ب ِْن َخلَف‬
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, dari Nabi SAW bahwa beliau pada suatu hari
menerangkan tentang shalat, lalu beliau bersabda, “Barangsiapa memeliharanya, maka
shalat itu baginya sebagai cahaya, bukti dan penyelamat pada hari qiyamat. Dan
barangsiapa tidak memeliharanya, maka shalat itu baginya tidak merupakan cahaya, tidak
sebagai bukti, dan tidak (pula) sebagai penyelamat. Dan adalah dia pada hari qiyamat
bersama-sama Qarun, Fir’aun, Haaman, dan Ubay bin Khalaf”. [HR. Ahmad, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 343][3]
3. Syarat-syarat Wajib Solat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan yang ke
dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan seseorang wajib
melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang
diterima secara syara’ di samping adanya kriteria lain seperti rukun.
Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:
1. Islam, shalat diwajibkan terhadap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan
tidak diwajibkan bagi orang kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut untuk
melaksanakan shalat, namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun
demikian orang kafir apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar shalat yang
ditinggalkannya selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT
berfirman:
$¨Bô‰s% Oßgs9 ö•xÿøóム(#qßgtG^tƒ bÎ) (#ÿrã•xÿŸ2 z`ƒÏ%©#Ïj9 @è%
y#n=y™
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari
kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang
sudah lalu. (QS 8:38)

‫ رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا لبيهقي‬.‫ ا ال سال م يجب ما قبله‬:‫عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا هلل عليه و سلم قا ل‬
Dari Amr bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang sebelumnya
(sebelum masuk islam). HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2. Baligh, anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW,
yang artinya:
Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga
perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur sampai ia
bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
3. Berakal. Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan
(ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip
dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama alasannya
adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya:
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudh senbuh.
Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit
atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa
tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.[4]

4. Waktu-waktu Pelaksanaan Sholat


Shalat tidak boleh dilaksanak di sembarang waktu. Allah SWT. Dan Rasulullah SAW. telah
menentukan waktu-waktu pelaksanaan sholat yang benar menurut syariat islam. Allah SWT.
berfirman dalam Al-Qur’an surat An- Nisa ayat 103 sebagai berikut:
#YŠqãèè%ur ©!$#$VJ»uŠÏ% (#rã•à2øŒ$$sù no4qn=¢Á9$# ÞOçFøŠŸÒs% #sŒÎ*sù
4 no4qn=¢Á9$# (#qßJŠÏ%r'sù #sŒÎ*sùöNçGYtRù'yJôÛ$# 4 öNà6Î/qãZã_ 4’n?tãur
ÇÊÉÌÈ $Y?qè%öq¨B $Y7»tFÏ. šúüÏZÏB÷sßJø9$# ’n?tã ôMtR%x. ¨bÎ)no4qn=¢Á9$#
“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka
Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

Ayat tersebut menetapkan bahwa shalat dilaksanakan sesuai dengan waktu-waktu yang telah
ditetapkan. Shalat yang lima waktu, memiliki lima waktu yang tertentu. Dalam Al-Qur’an
surat Hud ayat 114 menegaskan sebagai berikut:
$Zÿs9ã— Í‘$pk¨]9$# Ç’nût•sÛ no4qn=¢Á9$# ÉOÏ%r&ur
3“t•ø.ÏŒ y7Ï9ºsŒ 4 tû÷ùÏdõ‹ãƒÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# ÏM»uZ|¡ptø:$# ¨bÎ) 4 È@øŠ©9$# urz`ÏiB
ÇÊÊÍÈ šúïÌ•Ï.º©%#Ï9
“Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang
yang ingat”.
Dalam ayat tersebut terdapat ketentuan waktu shalat, yaitu:
1. Tharfin-nahar, yaitu pagi dan petang;
2. Zulfal-lail, permulaan malam.

Demikian pula, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 78 sebagai berikut:


È,|¡xîÈ@ø‹©9$# 4’n<Î) ħôJ¤±9$# Ï8qä9à$Î! no4qn=¢Á9$# ÉOÏ%r&
#YŠqåkô¶tB Ì•ôfxÿø9$#šc%x. tb#uäö•è% ¨bÎ) ( Ì•ôfxÿø9$# tb#uäö•è%ur
ÇÐÑÈ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Ayat Ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir matahari untuk waktu shalat
Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.
Ayat tersebut menetapkan waktu shalat wajib dengan bebereapa waktu, yaitu:
1. Dulukus-syams, yaitu ketika tergelincir matahari;
2. Ghasakul-lail, gelap malam (terbenam matahari);dan
3. Fajar, waktu subuh.
Ketentuan waktu shalat yang ditetapkan oleh Al-Qur’an menjelaskan bahwa semua
pelaksanaan shalat harus sesuai dengan waktu-waktu yang ditetapkan oleh syara’. Waktu
ketika matahari tergelincir hanya dimaksudkan untuk shalat zuhur, sedangka ketika matahari
mulai gelap hingga tak tampak lagi adalah waktu unutk shalat ashar, magrib, dan isya.
Adapun datangnya waktu fajar sebagai pertanda telah diwajibkan melaksanakn shalat
subuh.[5]
Agar lebih terperinci, berikut dijelaskan mengenai waktu-waktu shalat tersebut:
1. Zuhur, sholat zuhur waktunya mulai matahari condong ke arah barat dan berakhir sampai
baying-bayang suatu benda sama panjang atau lebih sedikit dari benda tersebut.[6] Hal in
idapat dilihat kepada seseorang atau sebuah tiang yang berdiri, bilamana bayang-bayangnya
masih persis di tengah atau belum sampai, menandakan waktu zuhur belum masuk.
2. Asar, shalat asar waktunya mulai dari baying-bayang suatu benda lebih panjang dari
bendanya hingga terbenam matahari.[7] Kebanyakan ulama berpendapat bahwa shalat ashar
di waktu menguningnya cahaya matahari sebelum terbenam hukumnya makruh.[8]
3. Magrib, shalat magrib waktunya mulai terbenam matahari dan berakhir sampai hilangnya
cahaya awan merah.[9]
4. Isya, shalat isya waktunya mulai hilangnya cahaya awan merah dan berakhir hingga terbit
fajar shadiq.
5. Subuh, shalat subuh, waktunya dari mulai terbit fajar shadiq hingga terbit matahari.[10]
5. Syarat-syarat sah sholat
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak
mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk,
sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu,
shalatnya tidak sah. Allah SWT berfirman:
$Y7»tFÏ.$Y?qè%öq¨B šúüÏZÏB÷sßJø9$# ’n?tã ôMtR%x. no4qn=¢Á9$# ¨bÎ) 4
ÇÊÉÌÈ
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”.(QS. An-Nisa:103).
2. Suci dari hadas kecil dan hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian
hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya:
“ Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang
tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“ Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang
kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci
badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat
jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah
muakkad.
4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri
dalamkeadaan terang maupun sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman:
7‰Éfó¡tB Èe@ä. y‰ZÏã ö/ä3tGt^ƒÎ— (#rä‹è{
“pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman:
ωÉfó¡yJø9$# t•ôÜx© y7ygô_ur ÉeAuqsù |Mô_t•yz ß]ø‹ym ô`ÏBur
(#q— óOçFZä. $tB ß]øŠymur 4 ÏQ#t•ysø9$#
¼çnt•ôÜx© öNà6ydqã_ãr 9uqsù
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS.
2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi orang yag melaksanakan sholat Al-khauf dan sholat
sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah
mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh
karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah)
setiap orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir
secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota
makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah ka’bah, demikian pendapat junhur
ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri
sebagaimana halnya orang yang berada di kota mekah. Caranya mesti di niatkan dalam hati
bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.
6. Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat,
demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.[11]
6. Cara Mengerjakan Shalat
Menurut golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun mengerjakan sholat adalah sebagai
berikut:
1. Niat,
2. Takbirtul Ihram,
3. Berdiri waktu takbiratul ihram,
4. Membaca al-fatihah dalam shalat berjama’ah dan salat sendirian,
5. Berdiri waktu membaca al-fatihah,
6. Ruku’
7. Bangkit dari ruku’,
8. Sujud,
9. Duduk antara dua sujud,
10. Mengucapkan salam,
11. Duduk di waktu mengucapkan salam,
12. Tuma;ninah pada seluruh rukun,
13. I’tidal sesudah ruku’ dan sujud.
Menurut golongan syafi’iyah rukun shalat tiga belas yaitu:
1. Niat,
2. Takbirtul Ihram,
3. Beerdiri pada shalat fardhu bagi yang sanggup,
4. Membaca al-fatihah bagi setiap orang yang shalat kecuali ada uzur seperti terlambat
mengkuti imam (masbuq)
5. Ruku’,
6. Sujud dua kali setiap rakaat,
7. Duduk antara dua sujud,
8. Membaca tasyahud akhir,
9. Duduk pada tasyahud akhir,
10. Solawat kepada Nabi SAW setelah tasyahud akhir,
11. Duduk di waktu membaca salawat,
12. Mengucapkan salam,
13. Tertb.[12]
7. Hikmah mengerjakan shalat
Dari sudut religious shalat merupakan hubungan langsung antara hamba dengan khaliq-nya
yang di dalamnya terkandung kenikmatan munajat, pernyataan ubudiyah, penyerahan segala
urusan kepada Allah, keamanan dan ketentraman serta perolehan keuntungan. Di samping itu
dia merupakan suatu cara untuk memperoleh kemenangan serta menahan seseorang dari
berbuat kejahatan dan kesalahan. Allah SWT berfirman:
tbqãèϱ»yz ’ÎûöNÍkÍEŸx|¹ öNèd tûïÏ%©!$# ÇÊÈ tbqãZÏB÷sßJø9$# yxn=øùr& ô‰s%
ÇËÈ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,,(yaitu) orang-orang yang khusyu'
dalam sembahyangnya,”[13]
Secara individual shalat merupakan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah SWT ,
menguatkan iwa dan keinginan, semata-mata mengagungkan Allah SWT, bukan berlomba-
lomba untuk memperturutkan hawa nafsu dalam mencapai kemegahan dan mengumpulkan
harta. Di samping itu shalat merupakan peristirahatan diri dan ketenangan jiwa sesudah
melakukan kesibukan dalam menghadapi aktivitas dunia.
Allah SWT berfirma:
ÇÎÏÈ Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 žwÎ) }§RM}$#ur £`Ågø:$# àMø)n=yz $tBur
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku”.[14]
Shalat mengajar seseorang untuk berdisiplin dan menta’ati berbagai peraturandan etika
dalam kehidupan dunia. Hal ini terlihat dari penetapan waktu sholat yang mesti di pelihara
oleh setiap muslim dan tata tertib yang terkandung di dalamnya. Dengan demikan orang yang
melakukan shalat akan memahami peraturan, nilai dan sopan santun, ketentraman dan
mengkonsentrasikan pikiran kepada hal-hal yang bermamfaat, karena shalat penuh dengan
pengertian ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai tersebut.
Dari segi social kemasyarakatan shalat merupakan pengakuan aqidah setiap anggota
masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang berimplikasi terhadap persatuan dan kesatuan
umat. Persatuan dan kesatuan ini menumbuhkan hubungan social yang harmonis dan
kesamaan pemikiran dalam menghadapi segalam problema kehidupan social
kemasyarakatan.[15]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan
perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara
2. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali
3. a.Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa
Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah
laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan
keji dan munkar, dan sebaliknya
Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan
shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah
b. Shalat Merupakan Benteng Kemaksiatan
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji
dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng
kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak
akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat,
merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang
melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu
dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45
c. Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur
Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan
baik apabila dilaksanakan dengan khusus.
d. Shalat Akan membangun etos kerja
Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu
apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik dalam perbuatan sehari – hari maupun
ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos
kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S.A. Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001)
Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).

Haryono, Sentot, Psikologi Salat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003).


Ritoga, A. Rahman, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama,
2002),
http://salampathokan.blogspot.com/2012/12/hadits-tentang-shalat-kewajiban-shalat.html.
diunduh tgl 26 april 2013, di mataram pukul 22.13 WITA.

[1] Drs. Sentot Haryono, M.Si, Psikologi Salat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 59.
[2] Ibid
[3] http://salampathokan.blogspot.com/2012/12/hadits-tentang-shalat-kewajiban-shalat.html.
diunduh tgl 26 april 2013, di mataram pukul 22.13 WITA.
[4] Dr. A. Rahman Ritoga, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, ( Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002), hlm. 94-96.
[5] Drs. K.H. Abdul Hamid, M.Ag, Drs. Beni HMd Saebani, M.Si. Fiqh Ibadah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm.191-192.
[6] S.A. Zainal Abidin, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001),
hlm.47-48.
[7] Ibid, hlm. 48.
[8] Dr. A. Rahman Ritoga, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, hlm.93.
[9] S.A. Zainal Abidin, Kunci Ibadah, hlm. 48.
[10] Ibid, hlm. 48.
[11] Dr. A. Rahman Ritoga, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, hlm.96-98.
[12] Ibid, hlm.103.
[13] Ibid, hlm.88-89;
[14] Ibid, hlm. 89-90.
[15] Ibid, hlm. 90-91.

Anda mungkin juga menyukai