Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah: Tafsir Ahkam

Dosen Pengampuh: Amirullah, SH.,MH

PENAFSIRAN AYAT-AYAT SHOLAT

Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Tafsir Ahkam

Oleh:
Kelompok 1

Nurul Ilahi Ramadhani :002.02.01.2021


Nur Halizah Indah :007.02.01.2021
Raja Mekah :015.02.21.2021
Asriyanto :013.02.01.2021

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


STAI YAPIS TAKALAR
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya lah sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah dari mata

kuliah Tafsir Ahkam yang berjudul “Penafsiran ayat-ayat sholat” dalam waktu

yang telah ditentukan. Serta salam dan sholawat kita selalu curahkan kepada

Nabi besar kita Nabi Muhammad Saw. Dialah Nabi yang diutus oleh Allah

kemuka bumi ini sebagai rahmatan lil alamin. Dan semoga kita termasuk

umatnya yang kelak mendapat syafaat dalam menuntut ilmu. Tak lupa pula kami

ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses

penyelesaian makalah ini dengan menyumbangkan pikiran maupun materinya.

Besar harapan kami makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan khususnya

bagi penulisnya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak

kekurangan baik dari susunan serta cara penulisan makalah ini karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, Oleh karena itu, kami

mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca guna untuk kesempurnaan

makalah ini.

Takalar, 18 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Naskah, Terjemah, dan Azbab An-Nuzul...................................................2
B. Penafsiran Ayat-Ayat Sholat.......................................................................8
C. Istinbat Hukum..........................................................................................12
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi seorang muslim, sholat merupakan amal yang sangat penting sehingga

sholat tidak dapat ditinggalkan dalam keadaan apapun. Apabila ia sehat, maka

sholat dikerjakan secara sempurna yakni dengan berdiri. Apabila tidak mampu

maka boleh duduk, jika tidak mampu maka boleh berbaring, dan jika tidak mampu

maka dengan isyarat. Ketika ia telah meninggal maka ia akan di sholatkan oleh

umat muslim lainnya. Sholat juga termasuk dalam kategori ibadah mahdoh. Ia

menjadi sebuah pondasi akan tegaknya agama islam atau “ash-shalatu ‘imad al-

din”. Oleh karena itu, dapat digambarkan bagaimana asensi seseorang yang

melaksanakan sholat semestinya, terkait dengan judul dan latar belakang tersebut

penulis mencoba mengungkap makna sholat berdasarkan kosa kata dan penafsiran

para mufassir.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Naskah, Terjemah dan Azbab An-Nuzul Ayat-Ayat Sholat?

2. Bagaimana Penafsiran Ayat-ayat Sholat?

3. Bagaimana Istinbat Hukum Ayat-Ayat Sholat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Naskah, Terjemah dan Azbab An-Nuzul Ayat Sholat

2. Untuk Mengetahui Penafsiran Ayat-Ayat Sholat

1
3. Untuk Mengetahui Istinbat Hukum Ayat-Ayat Sholat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Naskah, Terjemah, dan Azbab An-Nuzul

Pengertian secara bahasa, sholat berasal dari bahasa Arab yaitu shalla,

yang berarti doa atau cara berdoa untuk meminta permohonan kepada Allah SWT.

Sementara kata sholat atau salat dalam KBBI dideskripsikan sebagai ibadah

kepada Allah SWT dan wajib dilakukan setiap Muslim sesuai syarat, rukun, dan

bacaan tertentu.

Secara istilah, sholat adalah rangkaian ucapan yang diawali dengan takbir

dan diakhiri dengan salam. Pengertian sholat secara istilah ini disampaikan Syekh

Muhammad bin Qasim al-Gharabili dalam kitab Fathul Qarib (Surabaya:Harisma,

2005) hal.11 dengan narasi berikut:

‫ مختتمةٌ بالتسليم ب َشرائطَ مخصوص ٍة‬،‫ أقوا ٌل وأفعال ُمفتَت َحةٌ بالتكبير‬:‫ كما قال الرافعي‬- ‫وشرعا‬

Artinya: "Dan secara istilah (syara') sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ar-

Rofi'i, salat adalah rangkaian ucapan dan perbuatan yang diawali takbir dan

diakhiri dengan salam, serta syarat-syarat yang telah ditentukan."

2
Adapun ayat yang membahas tentang sholat berdasarkan firman Allah

adalah sebagai berikut:

1) QS Al- Isra: 78

‫ق الَّ ْي ِل َو قُرْ ٰانَ ْالفَجْ ۗ ِر اِ َّن قُرْ ٰانَ ْالفَجْ ِر َكانَ َم ْشهُوْ ًد‬
ِ ‫س اِ ٰلى َغ َس‬ ِ ْ‫اَقِ ِم الص َّٰلوةَ ِل ُدلُو‬
ِ ‫ك ال َّش ْم‬

Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai

gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) shubuh. Sesungguhnya shalat shubuh

itu disaksikan (oleh malaikat).

Azbab An-Nuzul: Ayat ini turun bertepatan dengan suatu peristiwa Nabi SAW

dan umat islamdiperintahkan untuk melaksanakan shalat lima waktu wajib dalam

seharisemalam, sedang ketika itu penyampaian Nabi SAW baru bersifat lisan dan

waktu-waktu pelaksanaannya pun belum lagi tercantum dalam Al-Qur’an, hingga

akhirnya turunlah ayat ini.

2). QS Al-Hud: 114

َ ِ‫ت ۗ ٰذل‬
‫ك ِذ ْك ٰرى لِل َّذا ِك ِريْن‬ ِ ‫ْن ال َّسي ِّٰا‬€َ ‫ت ي ُْذ ِهب‬
ِ ‫ار َو ُزلَفًا ِّمنَ الَّي ِْل ۗ اِ َّن ْال َح َس ٰن‬ ٰ
ِ َ‫َو اَقِ ِم الصَّلوةَ طَ َرفَ ِي النَّه‬

Artinya : Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan

petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-

perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah

peringatan bagi orang-orang yang ingat.

Azbab An-Nuzul: Seorang laki-laki telah melakukan dosa dengan memegang-

megang wanita  dengan nafsu birahi saat dia sedang mengobati wanita itu. Lalu ia

3
merasa bersalah dan mengadukan hal itu pada Umar dan Abu Bakar, dan mereka

berdua menasihati bahwa hal tersebut dirahasiakan saja, sebab Allah pun telah

menutup rahasia itu. Namun karena masi merasa bersalah, lalu ia datang kepada

Rasul seraya berkata : ”Itulah kesalahanku yang aku telah terlanjur melakukannya.

Inilah aku ya Rasulullah ! Hukumah aku bagaimana baiknya !”. Namun Rasul

diam saja sehingga laki-laki itu pergi dengan muka muram. Kemudian Rasulullah

mengikutinya dan dipanggilnya kembali laki-laki itu, lalu membacakan ayat ini.

3). QS. Al-Baqarah : 238-239

‫ت َو الص َّٰلو ِة ْال ُوصْ ٰطى َو قُوْ ُموْ ا هّٰلِل ِ ٰقنِتِ ْينَ ۞ فَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم فَ ِر َجااًل اَوْ ُر ْكبَانًا ۚ فَا ِ َذٓا اَ ِم ْنتُ ْم‬ ِ ‫صلَ َوا‬َّ ‫َحافِظُوْ ا َعلَى ال‬
َ‫۞ فَ ْاذ ُكرُوا هللاَ َك َما َعلَّ َم ُك ْم َّما لَ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا تَ ْعلَ ُموْ ن‬

Artinya : (238). Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat

wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk. (239). Jika

kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau

berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah

(shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum

kamu ketahui.

Azbab An-Nuzul: Zaid Ibnu Arqam menceritakan : Kami (para sahabat) sering

berkata-kata dalam shalat, dimana seorang dari kami berbicara kepada kawannya

yang berada di sampingnya dalam keadaan melaksanakan shalat sehingga turunlah

ayat ini. Kemudian Nabi SAW memerintahkan kami agar berlaku tenang dan

melarang kami berbicara. (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim).

4
4). QS. An-Nisa : 101-103

َّ‫ص ٰلو ِة ۖ اِنْ ِخ ْفتُ ْم اَنْ يَّ ْفتِنَ ُك ُم الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْو ۗا اِن‬ ُ ‫اح اَنْ تَ ْق‬
َّ ‫ص ُر ْوا ِمنَ ال‬ َ ‫ض فَلَ ْي‬
ٌ َ‫س َعلَ ْي ُك ْم ُجن‬ َ ‫َواِ َذا‬
ِ ‫ض َر ْبتُ ْم فِى ااْل َ ْر‬

‫ا ْل ٰكفِ ِريْنَ َكانُ ْوا لَ ُك ْم َع ُد ّوًا ُّمبِ ْينًا‬

Artinya: “Dan apabila kamu berpergian di muka bumi, maka tidaklah

mengapa kamu mengqashar sembayang(mu), jika kamu takut diserang orang-

orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata

bagimu.”(101)

ْ‫س َجد ُْوا فَ ْليَ ُك ْونُ ْوا ِمن‬ ْ َ‫ص ٰلوةَ فَ ْلتَقُ ْم طَ ۤا ِٕىفَةٌ ِّم ْن ُه ْم َّم َع َك َو ْليَْأ ُخ ُذ ْٓوا ا‬
َ ‫سلِ َحتَ ُه ْم ۗ فَا ِ َذا‬ َّ ‫َواِ َذا ُك ْنتَ فِ ْي ِه ْم فَاَقَ ْمتَ لَ ُه ُم ال‬

ْ َ‫صلُّ ْوا َم َع َك َو ْليَْأ ُخ ُذ ْوا ِح ْذ َر ُه ْم َوا‬


‫سلِ َحتَ ُه ْم ۗ َو َّد الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا لَ ْو‬ َ ُ‫ت طَ ۤا ِٕىفَةٌ اُ ْخ ٰرى لَ ْم ي‬
َ ُ‫صلُّ ْوا فَ ْلي‬ ِ ‫َّو َر ۤا ِٕى ُك ۖ ْم َو ْلتَْأ‬

‫اح َعلَ ْي ُك ْم اِنْ َكانَ بِ ُك ْم اَ ًذى ِّمنْ َّمطَ ٍر اَ ْو‬ ِ ‫سلِ َحتِ ُك ْم َواَ ْمتِ َعتِ ُك ْم فَيَ ِم ْيلُ ْونَ َعلَ ْي ُك ْم َّم ْيلَةً َّو‬
َ َ‫اح َدةً ۗ َواَل ُجن‬ ْ َ‫تَ ْغفُلُ ْونَ عَنْ ا‬

‫سلِ َحتَ ُك ْم َو ُخ ُذ ْوا ِح ْذ َر ُك ْم ۗ اِنَّ هّٰللا َ اَ َع َّد لِ ْل ٰكفِ ِريْنَ َع َذابًا ُّم ِه ْينًا‬
ْ َ‫ض ُع ْٓوا ا‬ ٓ ٰ ‫ُك ْنتُ ْم َّم ْر‬
َ َ‫ضى اَنْ ت‬

Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka

(sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka

hendaklah segolongan dari mereka (shalat) besertamu dan menyandang senjata,

kemdian apabila mereka (yang shalat bersama mu) sujud (telah menyempurnakan

serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi

musuh) dan hendaklah datang golongan kedua yang belum bersembahyang, lalu

bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan

menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap

senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.

Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu

kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah

5
kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi

orang-orang kafir itu.” (102)

ْ‫ص ٰلوةَ َكانَت‬ ‫هّٰللا‬


َّ ‫ص ٰلوةَ ۚ اِنَّ ال‬
َّ ‫اذ ُك ُروا َ قِيَا ًما َّوقُ ُع ْودًا َّوع َٰلى ُجنُ ْوبِ ُك ْم ۚ فَا ِ َذا ا ْط َمْأنَ ْنتُ ْم فَاَقِ ْي ُموا ال‬
ْ َ‫ص ٰلوةَ ف‬ َ َ‫فَا ِ َذا ق‬
َّ ‫ض ْيتُ ُم ال‬

‫َعلَى ا ْل ُمْؤ ِمنِيْنَ ِك ٰتبًا َّم ْوقُ ْوتًا‬

Artinya: “Maka apabila kamu telah meyelesaikan shalat(mu), ingatlah

Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian

apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana

biasa), Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman.”(103)

Azbab An-Nuzul: Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ali:

dikemukakan bahwa kaum Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah Saw: “Kami

tukang bepergian berniaga, bagaimana salat kami?”. Maka Allah menurunkan

sebagian ayat ini (An-Nisa ayat 101) yang membolehkan salat diqasar. Wahyu

tentang ayat ini kemudian terputus sampai “minas salati”. Di dalam suatu

peperangan yang terjadi setelah turunnya ayat di atas (An-Nisa ayat 101),

Rasulullah Saw mendirikan salat Dhuhur. Di saat itulah kaum musyrikin berkata:

“Muhammad dan teman-temannya memberi kesempatan kepada kita untuk

menggempur dari belakang, tidakkah kita perhebat serbuan kepada mereka

sekarang ini?”. Maka berkatalah yang lainnya: “sebaiknya kita ambil kesempatan

lain, karena nanti pun mereka akan melakukan perbuatan serupa di tempat yang

sama”. Maka Allah menurunkan wahyu antara kedua salat itu (Dhuhur dan Ashar)

6
sebagai lanjutan ayat ini (An-Nisa ayat 101) yaitu “in khiftum” sampai “adzabun

muhina” (An-Nisa ayat 102) dan kemudian ayat salatul khauf (An-Nisa ayat 103).

5). QS. Al-Jumu’ah : 9-11

‫س َع ْوا اِ ٰلى ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َذ ُروا ا ْلبَ ْي ۗ َع ٰذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِنْ ُك ْنتُ ْم‬ ْ ‫ص ٰلو ِة ِمنْ يَّ ْو ِم ا ْل ُج ُم َع ِة فَا‬ َ ‫ٰيٓا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُ ْو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬
َ‫تَ ْعلَ ُم ْون‬
َ‫ض ِل هّٰللا ِ َو ْاذ ُك ُروا هّٰللا َ َكثِ ْي ًرا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُح ْون‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَ ُغ ْوا ِمنْ ف‬ ِ ‫ش ُر ْوا فِى ااْل َ ْر‬ ِ َ‫ص ٰلوةُ فَا ْنت‬ َّ ‫ت ال‬ ِ َ ‫ضي‬ ِ ُ‫فَا ِ َذا ق‬

‫ض ْٓوا اِلَ ْي َها َوتَ َر ُك ْو َك قَ ۤا ِٕى ًم ۗا قُ ْل َما ِع ْن َد هّٰللا ِ َخ ْي ٌر ِّمنَ اللَّ ْه ِو َو ِمنَ الت َِّجا َر ۗ ِة َوهّٰللا ُ َخ ْي ُر‬ َ ‫َواِ َذا َراَ ْوا ِت َج‬
ُّ َ‫ارةً اَ ْو لَ ْه ًوا ۨا ْنف‬

َ‫ࣖ ال ٰ ّر ِزقِيْن‬

Artinya: (9)“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk shalat

pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan

tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu

mengetahui. (10). Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di

muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya

kamu beruntung. (11). Dan apabila mereka melihat perniagaan atau pemainan,

mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang

berdiri (berkhutbah). Katakanlah : “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik

daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik Pemberi rezeki.”

Azbab Al-Nuzul: Dari jabir bahwa ketika Rasulullah Saw, berkhutbah pada hari

jum'at, datang khafilah yang membawa dagangan dari syam.Orang- orang yang

sedang mendengarkan khutbah pada keluar menjemput rombongan khalifah itu,

sehingga hanya tinggal 12 orang saja yang duduk mendengarkannya.

7
B. Penafsiran Ayat-Ayat Sholat

1). QS Al- Isra: 78

Ayat ini menjelaskan tentang waktu-waktu shalat wajib. Tegasnya

dirikanlah sembahyang lima waktu sejak tergelincir matahari yaitu permulaan

waktu zuhur dan matahari itu sesudah tergelincir di tengah hari dari pertengahan

siang akan condong terus ke Barat sampai dia terbenam. Oleh sebab itu dalam

kata “tergelincir matahari” termasuklah Zuhur dan Ashar, sampai ke gelap gulita

malam. Artinya apabila matahari telah terbenam ke ufuk Barat, datanglah waktu

Maghrib. Bertambah matahari terbenam ke balik bumi hilanglah syafaq yang

merah, maka seketika itu masuklah waktu Isya. 

Kemudian disebutkanlah Quranul Fajri yang secara harfiah berarti bacaan

di waktu fajar, tetapi karena ayat ini berbicara dalam konteks kewajiban shalat,

maka semua penafsir Sunnah/Syi’ah menyatakan bahwa yang dimaksud adalah

shalat Shubuh. Penggunaan istilah khusus ini untuk shalat fajar karena ia

mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu disaksikan malaikat. Sebagaimana

sabda Rasul SAW : “Shalat shubuh itu disaksikan oleh para malaikat malam dan

para malaikat siang” (H.R.Tirmidzi).

Shalat Shubuh disebut dengan Quranul Fajri karena, di waktu Shubuh

hening pagi itu dianjurkan membaca ayat-ayat Al-Quran  agak panjang dari waktu

lain.

8
2). QS Al-Hud: 114

Ayat ini mengajarkan laksanakanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai

dengan ketentuan , rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang,

yakni apgi dan petang, atau Shubuh dan Zuhur dan Ashar (diriwayatkan dari Al-

Hasan Qatadah dan Ad-Dahak, bahwa yang dimaksud ialah shalat Shubuh dan

Ashar, pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dua tepi siang adalah

shalat Shubuh dan Zuhur, Ashar, Maghrib dan pada bagian permulaan dari malam

yaitu Maghrib dan Isya.

Kata zulafan adalah bentuk jamak dari kata zulfah yaitu waktu-waktu yang

saling berdekatan. Tsa’labi mengatakan bahwa arti zulafan ialah permulaan

malam. Al-Akhfasy mengatakan arti zulafan ialah seluruh saat-saat malam, tetapi

beliau mengakui asal makna dari zulafan adalah dekat. Memanglah Maghrib dan

Isya itu masih permulaan dari malam.

Innal hasanata yudzhibnas sayyiaat ditafsirkan yakni perbuatan-perbuatan

baik yang didasari oleh keimanan dan ketulusan akan dapat membentengi diri

seseorang sehingga dengan mudah ia dapat terhindar dari keburukan-keburukan.

Selain itu juga dapat ditafsirkan bahwa Allah SWT mengampuni dosa-dosa kecil

apabila seseorang telah mengerjakan amal-amal shaleh. Sebagaimana yang

tertuang dalam Q. S .An-Nisa : 31 yang artinya “Jika kamu menjauhi dosa-dosa

besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami

hapus kesalahan-kesalahanmu, dan Kami masukkan kamu ke tempat yang

9
mulia”. Juga seperti yang disabdakan Rasul : “Dan iringilah keburukan dengan

kebaikan, sesungguhna kebaikan itu menghapus keburukan”.

Al-hasanat ada yang memahaminya secara khusus yakni shalat dan

istighfar, tetapi pendapat yang lebih baik adalah yang memahaminya secara

umum, yaitu seluruh kebajikan. Namun demikian kata sayyiaat harus dipahami

dalam bentuk khusus yakni, keburukan (dosa) kecil.

3). QS. Al-Baqarah : 238-239

Allah Ta’ala memerintahkan untuk memelihara semua shalat pada

waktunya masing-masing, memelihara ketentuannya dan kamu mengerjakan-nya

tepat pada waktunya. Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam kitab Shahihain,

dari Ibnu Masud, ia menceritakan: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah,

‘Amal apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab: ‘Shalat pada waktunya.’

Lalu kutanyakan lagi: ‘Kemudianapa lagi? Beliau menjawab: ‘Jihad di jalan

Allah.’ ‘Kemudian apa lagi?’ tanyaku lebih lanjut. Beliau menjawab: ‘Berbuat

baik kepada ibu bapak.’” Ibnu Masud mengatakan: “Semua itu disampaikan oleh

Rasulullah saw. kepadaku. Dan seandainya aku menambahkan pertanyaan,

niscaya beliau akan menambah pula jawabannya.”

4). QS. An-Nisa : 101-103

Ayat ini merupakan dasar tentang bolehnya mengqashar shalat dalam

perjalanan baik dalam keadaan takut maupun tidak. Sebagaimana yang

disabdakan Rasul saat ditanyai tentang mengqashar shalat jika tidak dalam

keadaan takut : “Itu adalah sedekah yang disedekahkan  Allah kepada kamu.

10
Maka, terimalah sedekah-Nya” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan lain-lain).

Sedang yang menjadi syarat adalah jarak dan waktu tempuh musafir. Mazhab

Syafi’i dan Maliki menilai bahwa jaraknya lebih dari 77 km, sedang mazhab

Hanbali berpendapat 115 km. Mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali berpendapat

bahwa seseorang tidak lagi dinamai musafir jika berniat tinggal selama empat hari

atau lebih di tempat tujuannya, sedangkan Hanafi membolehkan sampai 15 hari.

(101)

Ayat ini berisi tentang cara shalat dalam situasi bahaya. Mayoritas ulama

berpendapat bahwa imam melaksanakan shalat dengan setiap kelompok satu

rakaat, tetapi mereka berbeda pendapat tentang cara pembagiannya, serta kapan

imam salam. (102)

Ayat ini mewajibkan untuk selalu mengingat Allah SWT setiap saat dalam

segala keadaan, bahkan saat duduk, berdiri ataupun berbaring.

Kata mauquutan ditafsirkan bahwa setiap shalat mempunyai waktu dalam arti ada

masa ketika orang harus menyelesaikannya. Ada juga memahami kata ini dalam

arti kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah sehingga firman-Nya

melukiskan shalat sebagai kitaaban mauquutan berarti shalat adalah kewajiban

yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan, dan tidak pernah gugur apapun

sebabnya. (103)

5). QS  Al-Jumu’ah : 9-11

Seruan untuk shalat yang dimaksud di atas dan yang mengharuskan

dihentikannya segala kegiatan adalah azan yang dikumandangkan saat khatib naik

11
mimbar. Adapun orang-orang yang diwajibkan pergi shalat Jum’at ialah orang-

orang yang berada dalam batas kota enam mil (menurut Abdullah bin Umar, Anas

bin Malik, dan Abu Hurairah). Menurut Rabi’ah batas empat mil. Menurut Imam

Malik dan Laits batas tiga mil. Menurut Imam Syafi’i ukurannya ialah seorang

muazzin yang amat lantang suaranya dan angin tenang dan muazzin itu berdiri di

atas dinding kota. Akan tetapi melihat perbuatan sahabat-sahabat Rasul, nyatalah

bahwa mereka sejak pagi jari telah bersiap pergi ke mesjid tanpa menunggu suara

azan terlebih dahulu. Degnan demikian dapatlah kita fahamkan bahwa terdengar

atau tidaknya seruan azan, wajiblah menghadiri shalat Jum’at, karena seruan itu

telah ada langsung dari Allah SWT.

C. Istinbat Hukum

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan istinbat hukum yaitu sebagai berikut:

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 4, terdapat kalimat aqimu al-shalah wa atu al-zakah,

dalam konteks ini dapat dipahami bahwa sholat dalam ayat ini hukumnya wajib

karena tidak ada pengecualiannya. Wajib artinya apabila dikerjakan mendapat

pahala dan apabila ditinggalkan maka mendapat dosa begitu pula halnya pada

zakat.

Ada tiga waktu shalat yang dijelaskan dalam surah Al-Isra ayat 78: pertama,

liduluk al-syam (tergelincir matahari) maksudnya ialah shalat zuhur dan ashar.

Kedua, ghasaq al-lail (terbenam matahari) yaitu shalat magrib dan isya. Ketiga,

qur’an al-fajr, yakni shalat subuh. Shalat-shalat inilah yang dikenal dengan shalat

lima waktu dalam sehari semalam yang harus didirikan oleh setiap muslim.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian secara bahasa, sholat berasal dari bahasa Arab yaitu shalla,

yang berarti doa atau cara berdoa untuk meminta permohonan kepada Allah SWT.

Secara istilah, sholat adalah rangkaian ucapan yang diawali dengan takbir dan

diakhiri dengan salam.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan istinbat hukum yaitu sebagai

berikut: Dalam QS. Al-Baqarah ayat 4, terdapat kalimat aqimu al-shalah wa atu

al-zakah, dalam konteks ini dapat dipahami bahwa sholat dalam ayat ini

hukumnya wajib karena tidak ada pengecualiannya. Wajib artinya apabila

dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan maka mendapat dosa begitu

pula halnya pada zakat

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat, sebagai manusia biasa kami

menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan

dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al- Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maraghi, Mesir: Mustafa Al-Halabi,1997

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Kejaya Pnot Pte Ltd, 2007

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al- Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2001

Jamal Khairunnas, Tafsir Ahkam, Yogyakarta: Kalimedia, 2018

14

Anda mungkin juga menyukai