SHALAT
DISUSUN OLEH :
Maulidia (190201003)
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah menciptakan manusia
dengan sebaik-baik makhluk yang dilengkapi dengan jiwa dan akal yang mulia serta limpahan
nikmat-Nya yang tiada habisnya dan senantiasa mengiringi kita baik didunia maupun diakhirat.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada rasul pilihan, yang telah
membawa kita dari alam jahiliah ke alam islamiah dan dari alam kebodohan ke alam yang penuh
dengan cahaya ilmu pengetahuan seperti kita rasakan hingga detik ini. Beliau adalah Nabi besar
Muhammad SAW.
Dengan izin Allah SWT. Kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang
diharapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah membantu
memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
menuju arah yang lebih baik.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini Semoga bermanfaat dan
berguna bagi kita semua. Amin.
18 November2021
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat termasuk ibadah yang paling esensial dalam agama Islam. Sejak seorang
telah mencapai pubertas, baik lakilaki maupun perempuan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Ibadah shalat tiada diwajibkan atas anak kecil,
namun hendaklah disuruh mereka bershalat apabila mereka sudah mencapai umur tujuh
tahun. Dan hendaknya mereka dipukul lantaran tidak mau mengerjakan shalat, apabila
umur mereka sudah mencapai sepuluh tahun agar mereka terlatih bisa mengerjakannya.
Salah satu nilai shalat yang dapat diaplikasikan di dalam kehidupan adalah
penetapan waktunya. Memberikan pengaruh terhadap kedisiplinan dalam beraktivitas
untuk mencapai kesuksesan. Tidak dapat diragukan lagi shalat menanamkan habit disiplin.
Waktu-waktu yang sudah ditetapkan Allah untuk mengerjakan shalat, hal ini hanya
mungkin ditepati oleh seseorang yang memiliki komitmen yang kuat terhadap disiplin.
Shalat merupakan sarana pembentukan kepribadian seseorang. Kepribadian
seseorang perlu dibentuk sepanjang hayatnya, dan pembentukannya bukan merupakan
pekerjaan mudah. Shalat merupakan kegiatan harian, kegiatan mingguan, kegiatan bulanan
atau kegiatan amalan tahunan. Shalat dijadikan sebagai sarana pembentukan kepribadian,
yaitu manusia yang bercirikan: disiplin, taat waktu, bekerja keras, mencintai kebersihan,
senantiasa berkata yang baik.
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana penejelasan tafsir surat Al-isra ayat 78?
2. Bagaimana penejelasan tafsir surat Hud 114?
3. Bagaimana penejelasan tafsir surat Al-Ankabut ayat 45?
4. Bagaimana penejelasan tafsir surat Al-Baqarah ayat 110?
5. Bagaimana penejelasan tafsir surat Al-baqarah ayat 43-46?
6. Bagaimana penejelasan tafsir surat Ibrahim ayat 31?
C. Tujuan Masalah
1. Memahami penjelasan tafsir surat Al-isra ayat 78
2. Memahami penjelasan tafsir surat Hud 114
3. Memahami penjelasan tafsir surat Al-Ankabut ayat 45
4. Memahami penjelasan tafsir surat Al-Baqarah ayat 110
5.Memahami penjelasan tafsir surat Al-baqarah ayat 43-46
6.Memahami penjelasan tafsir surat Ibrahim ayat 31
1
BAB II
PEMBAHASAN
1 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura : Kejaya Pnont Pte Ltd, 2007). Halaman 4100.
2
2. Surat Hud ayat 114
۞ ت ِۗ ٰذلِكَ ِذ ْك ٰرى ِللذَّا ِك ِريْن
ِ ت يُذْ ِهبْنَ الس َِّي ٰا َ ار َو ُزلَفًا ِمنَ الَّ ْي ِل ِۗ ا َِّن ْال َح
ِ س ٰن َ َ ص ٰلوة
ِ ط َرفَي ِ النَّ َه َّ َو اَقِ ِم ال
Artinya : Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Tafsir Mufradat
ُزلَفًا مِنَ الَّ ْي ِل : bagian dari awal malam
ار َ
ِ ط َرفَي ِ النَّ َه : tepi siang, maksudnya Shubuh dan Ashar
Penafsiran Ayat
Ayat ini mengajarkan laksanakanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai dengan ketentuan ,
rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang, yakni pagi dan petang, atau Shubuh
dan Zuhur dan Ashar (diriwayatkan dari Al-Hasan Qatadah dan Ad-Dahak, bahwa yang dimaksud
ialah shalat Shubuh dan Ashar, pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dua tepi siang
adalah shalat Shubuh dan Zuhur, Ashar, Maghrib dan pada bagian permulaan dari malam yaitu
Maghrib dan Isya.
Kata zulafan adalah bentuk jamak dari kata zulfah yaitu waktu-waktu yang saling berdekatan.
Tsa’labi mengatakan bahwa arti zulafan ialah permulaan malam. Al-Akhfasy mengatakan arti
zulafan ialah seluruh saat-saat malam, tetapi beliau mengakui asal makna dari zulafan adalah
dekat. Memanglah Maghrib dan Isya itu masih permulaan dari malam.
Innal hasanata yudzhibnas sayyiaat ditafsirkan yakni perbuatan-perbuatan baik yang didasari oleh
keimanan dan ketulusan akan dapat membentengi diri seseorang sehingga dengan mudah ia dapat
terhindar dari keburukan-keburukan. Selain itu juga dapat ditafsirkan bahwa Allah SWT
mengampuni dosa-dosa kecil apabila seseorang telah mengerjakan amal-amal shaleh.
Sebagaimana yang tertuang dalam Q. S .An-Nisa : 31 yang artinya “Jika kamu menjauhi dosa-
dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu, dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia”. Juga seperti yang
disabdakan Rasul : “Dan iringilah keburukan dengan kebaikan, sesungguhna kebaikan itu
menghapus keburukan”.
Al-hasanat ada yang memahaminya secara khusus yakni shalat dan istighfar, tetapi pendapat yang
lebih baik adalah yang memahaminya secara umum, yaitu seluruh kebajikan. Namun demikian
kata sayyiaat harus dipahami dalam bentuk khusus yakni, keburukan (dosa) kecil.
Pokok Kandungan Ayat :
- Perintah mendirikan shalat wajib dan petunjuk waktu-waktunya
- Perintah untuk selalu berbuat baik karena dapat menghapus dosa
3
AsababnNuzul :
Seorang laki-laki telah melakukan dosa dengan memegang-megang wanita dengan nafsu birahi
saat dia sedang mengobati wanita itu. Lalu ia merasa bersalah dan mengadukan hal itu pada Umar
dan Abu Bakar, dan mereka berdua menasihati bahwa hal tersebut dirahasiakan saja, sebab Allah
pun telah menutup rahasia itu. Namun karena masih merasa bersalah, lalu ia datang kepada Rasul
seraya berkata : ”Itulah kesalahanku yang aku telah terlanjur melakukannya. Inilah aku ya
Rasulullah ! Hukumlah aku bagaimana baiknya !”. Namun Rasul diam saja sehingga laki-laki itu
pergi dengan muka muram. Kemudian Rasulullah mengikutinya dan dipanggilnya kembali laki-
laki itu, lalu membacakan ayat ini
Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah
salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah)
mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Penjelasan Tafsir Quraish Shihab
Thabathaba’i ketika menafsirkan ayat ini menggaris bawahi bahwa perintah melaksanakan shalat
pada ayat ini dinyatakan sebabnya, yaitu karena “shalat melarang atau mencegah kemungkaran
dan kekejian”. Ini berarti bahwa shalat adalah amal ibadah yang pelaksanaannya membuahkan
sifat kerohanian dalam diri manusia yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan munkar,
dan demikian hati menjadi suci dari kekejian dan kemungkaran serta menjadi bersih dari kotoran
dosa dan pelanggaran.
Ibn A‘syur berpendapat bahwa kata tanha atau melarang lebih tepat dipahami dalam arti majazi,
sehingga ayat ini mempersamakan apa yang dikandung oleh shalat dengan “larangan”,dan
mempersamakan shalat dengan segala kandungan dan substansinya dengan seseorang yang
melarang shalat, baik dalam ucapan maupun gerakan-gerakannya, mengandung sekian banyak hal
yang mengingatkan kepada Allah, sehingga shalat merupakan pemberi ingat kepada yang shalat.
Dialah yang melarangnya melakukan pelanggaran terhadap segala yang tidak diridhai Allah.
Dialah yang berfungsi melarang yang melakukannya terjerumus dalam kekejian dan kemungkaran.
Karena itulah sehingga shalat diatur dalam waktu yang berbeda-beda, malam dan siang, agar
berulang-ulang dia melarang,mengingatkan dan menasehati dan sebanyak pengulangannya
sebanyak itu pula tambahan kesan ketakwaan dalam hati pelakunya dan sebanyak itu pula kejauhan
jiwanya dari kedurhakaan sehingga pada lama kelamaan dia menjadi potensi dirinya2
2M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2002), hlm.
95
4
Tafsir Quraish Shihab
Thabathaba’i ketika menafsirkan ayat ini menggaris bawahi bahwa perintah melaksanakan shalat
pada ayat ini dinyatakan sebabnya, yaitu karena “shalat melarang atau mencegah kemungkaran
dan kekejian”. Ini berarti bahwa shalat adalah amal ibadah yang pelaksanaannya membuahkan
sifat kerohanian dalam diri manusia yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan munkar,
dan demikian hati menjadi suci dari kekejian dan kemungkaran serta menjadi bersih dari kotoran
dosa dan pelanggaran. 3
Ibn A‘syur berpendapat bahwa kata tanha atau melarang lebih tepat dipahami dalam arti majazi,
sehingga ayat ini mempersamakan apa yang dikandung oleh shalat dengan “larangan”,dan
mempersamakan shalat dengan segala kandungan dan substansinya dengan seseorang yang
melarang shalat, baik dalam ucapan maupun gerakan-gerakannya, mengandung sekian banyak hal
yang mengingatkan kepada Allah, sehingga shalat merupakan pemberi ingat kepada yang shalat.
Dialah yang melarangnya melakukan pelanggaran terhadap segala yang tidak diridhai Allah.
Dialah yang berfungsi melarang yang melakukannya terjerumus dalam kekejian dan kemungkaran.
Karena itulah sehingga shalat diatur dalam waktu yang berbeda-beda, malam dan siang, agar
berulang-ulang dia melarang,mengingatkan dan menasehati dan sebanyak pengulangannya
sebanyak itu pula tambahan kesan ketakwaan dalam hati pelakunya dan sebanyak itu pula kejauhan
jiwanya dari kedurhakaan sehingga pada lama kelamaan dia menjadi potensi dirinya.
Tafsir Jalalain
(Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab) kitab Al-Qur'an (dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar) menurut
syariat seharusnya shalat menjadi benteng bagi seseorang dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar, selagi ia benar-benar mengerjakannya. (Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah
lebih besar keutamaannya) dari pada ibadah-ibadah dan amal-amal ketaatan lainnya. (Dan Allah
mengetahui apa yang kalian kerjakan) maka Dia membalasnya kepada kalian.
3 Ahmad Musthafa Al Maraghi,Tafsir Almaragh TerjemahAnshari dkk, (Semarang : Karya Toha Putra, 1992), hlm. 252
5
Penjelasan :
Dalam tafsir ibnu kasir Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkahlah
mereka sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kalian usahakan dari
kebaikan bagi diri kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan. Allah Subhanahu wa
ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar waspada terhadap tingkah laku
orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab. Dia memberitahukan kepada mereka akan permusuhan
orang-orang Ahli Kitab itu terhadap diri mereka, baik secara lahir maupun batin. Juga
diberitahukan oleh Allah bahwa di dalam hati mereka (Ahli Kitab) memendam bara kedengkian
terhadap kaum mukmin, padahal mereka mengetahui keutamaan kaum mukmin atas diri mereka
dan keutamaan Nabi kaum mukmin atas nabi-nabi mereka.
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kalian usahakan dari
kebaikan bagi diri kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. (Al-Baqarah:
110) Allah Subhanahu wa ta’ala menganjurkan mereka menyibukkan diri mengerjakan hal-hal
yang bermanfaat bagi diri mereka dan membawa akibat yang baik untuk diri mereka di hari kiamat
nanti seperti mendirikan shalat dan menunaikan zakat hingga Allah menetapkan bagi mereka
pertolongan dalam kehidupan di dunia dan di hari semua saksi berdiri tegak (hari kiamat), yaitu
hari yang disebutkan oleh firman-Nya: (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim
permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi mereka ternpat tinggal yang buruk. (Al-
Mumin: 52) Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan: Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-
apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 110) Artinya, Allah sama sekali tidak melupakan amal
perbuatan orang yang beramal; dan amal tersebut tidak akan hilang di sisi-Nya, baik amal yang
baik ataupun amal yang jahat.
Karena sesungguhnya Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan
amal perbuatannya. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 110) Berita dari
Allah ini ditujukan kepada orang-orang mukmin yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala melalui ayat-ayat ini, bahwa bagaimanapun mereka mengerjakan amal kebaikan atau amal
kejahatan baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan Dia Maha Melihat. Tiada
sesuatu pun yang samar bagi-Nya; untuk itu Dia akan membalas kebaikan dengan kebaikan, dan
amal keburukan dengan pembalasan yang setimpal dengan keburukannya.
6
Sekalipun kalimat ayat ini menurut pengertian lahiriahnya merupakan kalimat berita, tetapi
di dalamnya terkandung janji dan ancaman serta perintah dan larangan. Dikatakan demikian karena
Allah Subhanahu wa ta’ala mempermaklumatkan kepada kaum mukmin bahwa Dia Maha Melihat
semua amal perbuatan mereka, dengan tujuan agar mereka bersungguh-sungguh dalam taat
kepada-Nya, mengingat pahalanya pasti tersimpan di sisi-Nya bagi mereka yang beramal, hingga
Allah menunaikan pahala-Nya buat mereka di hari kemudian, seperti yang disebutkan oleh firman
lainnya, yaitu: Dan apa-apa yang kalian usahakan dari kebaikan bagi diri kalian, tentu kalian akan
mendapat pahalanya pada sisi Allah. (Al-Baqarah: 110) Agar mereka menghindarkan diri mereka
dari perbuatan durhaka kepada-Nya.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan pula mengenai lafal basirun, sesungguhnya makna yang
dimaksud ialah mubsirun (melihat), diubah bentuknya menjadi basirun; sebagaimana diubahnya
lafal mubdi'un (pencipta) menjadi badi'un (Maha Pencipta), dan mu-limun (menyakitkan) menjadi
alimun (sangat menyakitkan). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Bukair, telah menceritakan kepadaku Ibnu
Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abul Khair, dari Uqbah ibnu Amir yang mengatakan,
"Aku acapkali mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang membacakan ayat
berikut: Sami'un basir, yakni Melihat segala sesuatu. 4
Dalam tafsir jalalain (Dan dirikanlah salat serta bayarkanlah zakat dan apa-apa yang kamu
persembahkan buat dirimu berupa kebaikan) artinya ketaatan seperti sedekah dan menghubungkan
silaturahmi, (tentulah kamu akan mendapatinya) maksudnya pahalanya (di sisi Allah,
sesungguhnya Allah Maha Melihat akan apa-apa yang kamu kerjakan) sehingga kamu akan
menerima balasan daripadanya.
Tafsir Mufradat
4 https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-2-al-baqarah/ayat-110#
7
الصلوة: Secara harfiah berarti doa, menurut terminology syara’ ialah serangkaian ucapan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
بالبر : Kebajikan yang sangat luas (banyak), diantaranya kata “al-barru” dan “al-barriyah”
digunakan untuk sebutan bagi lapangan yang luas.
بالصبر: Menahan diri dari melakukan hal-hal yang tercela atau kurang disenangi
لكبيرة : Teramat berat
الخشعين: Orang-orang yang mengkonsntrasikan seluruh anggota badan dan curahan perhatian
kepada Allah swt.
Penafsiran Ayat
Pada surah al-Baqarah ayat 43, Allah memerintahkan umat manusia supaya menegakkan shalat,
menunaikan zakat dan rukuk bersama-sama dengan orang-orang lain yang mau rukuk. Sedangkan
pada ayat 44, Allah mengingatkan agar Kaum Muslim jangan sampai seperti sebagian Yahudi yang
menyuruh orang lain berbuat kebajikan, sedangkan dirinya sendiri dikorbankan.
Dalam ayat 45, Allah memerintahkan umat manusia supaya memohon pertolongan kepada Allah
dengan sabar dan shalat, dan sekaligus mengingatkan bahwa kedua perbuatan tersebut memang
sangat berat bagi kebanyakan orang, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ yaitu orang-orang
yang oleh ayat 46 surah yang sama dinyatakan sebagai orang-orang yang yakin benar bahwa
dirinya akan menjumpai Allah kelak di alam akhirat. Inilah intisari khusyu’ yang penting
diperhatikan, bukan semata-mata berusaha mengkonsentrasikan seluruh pikiran di saat-saat
menegakkan shalat yang cukup sukar seperti yang umum dikenal banyak orang.
Sabab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat 44 surah al-Baqarah di atas turun berkenaan dengan
kasus salah seorang Rahib Yahudi Madinah yang berkata kepada menantu, kaum kerabat dan
saudara sesusunannya yang telah masuk Islam, seraya berkata, “Tetaplah kamu kepada agama
yang kamu anut” (Islam), dan amalkanlah apa-apa yang diperintahkan Muhammad, karena
perintahnya itu memang benar. Ttetapi, ia sendiri tidak mau melakukan apa yang dia ucapkan.
“Lalu turunlah ayat “ata’muruna al-nasa bil-birri wa-tansauna anfusakum” dan seterusnya. Ayat
ini pada dasarnya mengingatkan semua umat manusia khususnya Kaum Muslim agar sekiranya
tidak bersikap seperti para Rahib Ahli Kitab.
َّ الزكَاةَ َوارْ َكعُوا َم َع
َالرا ِكعِين َّ َوأَقِي ُموا الberkata Muqatil, firman Allah ini ditujukan kepada orang-
َّ ص ََلةَ َوآتُوا
orang ahli kitab supaya menegakkan shalat bersama-sama Nabi saw., menunaikan zakat dan rukuk
bersama-sama orang-orang yang rukuki dari umat Nabi Muhammad saw.,Allah swt.
Mengkhususkan penyebutan kata rukuk dalam ayat ini, demikian kata Imam Nawawi al-Bantani,
dalam rangka mendorong orang-orang Yahudi supaya menegakkan shalat secara bersama-sama
kaum Muslim. Sebab, dalam sembahyang mereka tidak dikenal gerakan rukuk.
8
َ َّأَتَأْ ُم ُرونَ الن, khithab (sasran pembicaraan) ayat ini, paling tidak menurut analisa
اس ِب ْال ِب ِر َوتَ ْن َس ْونَ أَ ْنفُ َس ُكم
mufassir, ditujukan kepada ahbar dan ruhban (para pendeta Yahudi dan Nashrani), yang disinyalir
memerintahkan umatnya supaya berbuat kebajikan, tetapi mereka sendiri tidak melakukan apa
yang mereka ucapkan. Yang dimaksud dengan “al-nisyan” pada ayat diatas adalah meninggalkan
dengan sengaja, bukan karena sebab lupa atau lainnya.
َ َوأَ ْنت ُ ْم تَتْلُونَ ْال ِكت, padahal kamu (tokoh-tokoh ahli kitab) dan pandai membaca al-Kitab
َاب
(Taurat dan Injil), dan karenanya kamu tentu mengetahui persis sebagai kebajikan yang kalian
perintahkan melakukannya kepada para pengikut kalian yang mengetahui. َأَف َََل تَ ْع ِقلُون, yakni apakah
kamu tidak menggunakan akal pikiranmu Hai Ahli Kitab?
Perlu diingat disini bahwa, meskipun khitab ayat diatas ditunjukkan kepada para
pendeta (ahbar dan ruhban) Ahli Kitab, namun tidak berarti ayat ini tidak memberikan sindiran
kepada kaum Muslim, terutama yang mengetahui ajaran-ajaran al-Qur’an. Ayat tersebut
menggambarkan betapa jelek orang-orang yang mengetahui ajaran kitab sucinya, dan
memerintahkan orang lain supaya berbuat kebajikan, sementara dirinya sendiri tidak
mengerjakannya. Orang-orang seperti inilah yang mendapatkan peringatan keras dari Allah
sebagaimana firman Allah:
َّٰللا أَ ْن تَقُولُوا َما ََّل تَ ْف َعلُون
ِ َّ ََكب َُر َم ْقتًا ِع ْند
“Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan
(QS. As-Shaff 61)
ِص ََلة َّ َوا ْستَعِينُوا ِبالterdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli tafsir tentang makna sabar
َّ صب ِْر َوال
dalam firman Allah ini. Ada yang mengartikan dengan puasa (menahan diri), dan ada pula yang
mengartikannya mencegah dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, dan membarenginya
dengan menunaikan berbagai ibadah. Dan ibadah yang paling tinggi nilainya adalah Shalat. Jadi,
dalam ayat ini Allah memerintahkan hambaNya yang mengharapkan kebaikan dunia akhirat
supaya memohon kepada Allah swt, dengan sikap sabar dan shalat. Isim dhamir (wa innaha) pada
ayat ini bisa kembali kepada “ista’inu” dan juga kepada “ash shalat” atau keduanya, bahkan bisa
juga terhadapa semua urusan. Demikian kata al-Zamakhsyari.
َعلَى ْالخَاشِ عِين
َ يرة إِ ََّّل
َ ِوإِ َّن َها لَ َكب,
َ yakni sesungguhnya shalat itu memang terasa berat untuk
mengerjakannya, kecuali bagi orang-orang yang benar berhati lapang seraya merendahkan dirinya
kepada Allah swt, dengan merasa takut akan siksaanNya yang sangat dahsyat. Mereka itulah yang
dimaksud dengan orang-orang yang khusu’, yaitu orang-orang yang lebih jauh dikemukakan
dalam al-Qur’an sendiri pada ayat-ayat berikutnya:
9
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat,
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun
terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan
persahabatan.
Penjelasan ayat:
Dalam tafsir ibnu kasir menjelaskan Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya agar taat
kepada Allah, melaksanakan hak-Nya dan berbuat baik kepada makhluk, yaitu dengan mendirikan
shalat yang merupakan ibadah kepada Allah yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
menafkahkan sebagian dari rizki yang diberikan Allah kepada mereka dengan membayar zakat,
memberikan nafkah kepada kerabat serta berbuat baik kepada orang-orang yang lainnya.
Yang dimaksud dengan mendirikan shalat adalah menjaga waktu, ketentuan-ketentuan, ruku’,
sujud dan kekhusyu’annya. Allah Ta’ala juga memerintahkan agar menafkahkan sebagian dari
rizki mereka dengan cara sembunyi-sembunyi atau diam-diam maupun terang-terangan yang
diketahui oleh orang lain, supaya mereka cepat-cepat melaksanakannya untuk membebaskan diri
mereka; min qabli ay ya’tiya yaumun (“sebelum datang hari”) yaitu hari Kiamat.
Laa bai’un fiiHi wa laa khilaal (“Yang pada hari itu tidak ada jual-beli dan persahabatan,”)
maksudnya, tidak ada tebusan dari seorangpun dengan membeli dirinya, sebagaimana firman Allah
yang artinya: “Maka pada hari ini tidak diambil darimu tebusan dan tidak pula dari orang-
orang kafir.” (QS. Al-Hadiid: 15)
Firman Allah: wa laa khilaal (“Dan tidak ada persahabatan,”) Ibnu Jarir mengatakan: “Di sana
tidak ada persahabatan dengan sahabat sehingga dapat membebaskan seseorang dari hukuman
yang semestinya diterima akibat pelanggarannya. Tetapi yang ada adalah keadilan.”
Dalam tafsir jalalyn menjelaskan (Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman,
"Hendaklah mereka mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka secara sembunyi atau pun terang-terangan sebelum datang hari kiamat yang pada hari itu
tidak ada jual-beli) tebusan (dan persahabatan.") persahabatan yang dapat menolong; yang
dimaksud adalah hari kiamat.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penejelasan di atas dapat dirangkum beberapa poin:
Dari surat Al- Isra ayat 78
Perintah untuk mendirikan shalat lima waktu, Petunjuk waktu-waktu shalat wajib, Informasi
bahwa keutamaan shalat shubuh itu disaksikan malaikat siang dan malaikat malam.
Dari surat Hud ayat 114
Perintah mendirikan shalat wajib dan petunjuk waktu-waktunya dan Perintah untuk selalu berbuat
baik karena dapat menghapus dosa
Dari surat al-angkabut ayat 45
bahwa shalat adalah amal ibadah yang pelaksanaannya membuahkan sifat kerohanian dalam diri
manusia yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan munkar, dan demikian hati menjadi
suci dari kekejian dan kemungkaran serta menjadi bersih dari kotoran dosa dan pelanggaran.
Surat Albaqarah ayat 110
Kewajiban melakasanakan shalat dan Allah akan membalas setiap alaman kebaikan seseorang.
Surat al baqarah ayat 43-46
Perintah untuk melaksanakan shalat serta khusu’ dalam shalatnya dan kita dianjurkan untuk
menyuruh perbuatan yg baik dan juga melaksanakan ajakan itu.
Surat Ibrahim ayat 31
Dalam tafsir ibnu kasir menjelaskan Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya agar taat
kepada Allah, melaksanakan hak-Nya dan berbuat baik kepada makhluk, yaitu dengan mendirikan
shalat yang merupakan ibadah kepada Allah yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
menafkahkan sebagian dari rizki yang diberikan Allah kepada mereka dengan membayar zakat,
memberikan nafkah kepada kerabat serta berbuat baik kepada orang-orang yang lainnya.
11
Yang dimaksud dengan mendirikan shalat adalah menjaga waktu, ketentuan-ketentuan, ruku’,
sujud dan kekhusyu’annya.
DAFTAR PUSTAKA
12