Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MENGENAI SHALAT DI AWAL WAKTU DALAM SURAH

AN-NISA [4] AYAT 103



Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam Semester I Di Universitas Pendidikan Indonesia



Disusun Oleh:
Abdul Rohman
Muhammad Aprian Indra Kusuma
Zainal Abidin


PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL D3
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Jalan Dr. SetiaBudhi No.229 Bandung
2013
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah S.W.T. Karena atas ridha-Nya makalah
mengenai shalat di awal waktu dalam surat an-nisa [4] ayat 103, dapat diselesaikan dengan
sebaik mungkin. Makalah ini membahas mengenai shalat di awal waktu dalam surat an-nisa
[4] ayat 103 dan pengaplikasiannya dalam bidang keteknik sipilan.
Tak lupa juga ucapan syukur yang sebesar besarnya kepada pembimbing tutorial
yang telah memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Juga ucapan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil untuk menunjang penyelesaian makalah ini.
Demikianlah kata pengantar ini, semoga apa yang disampaikan dalam makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.









Bandung, November 2013


Penyusun


ii

DAFTAR ISI

Kata pengantar ..................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB 1 : PEMBAHASA SURAT AN-NISA [4] AYAT 103
A. Dasar Al-Quran dan Hadits Tentang Waktu Shalat................................................1
a. Al-Quran surat al Nisa (4) ayat 103 ................................................................1
b. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a ..............................1
c. Hadits Nabi yang diriwayatkan Abdullah bin Amar r.a ....................................2
B. Kajian dari Beberapa Tafsir .....................................................................................3
a. Surat al Nisa (4) ayat 103 .................................................................................3
C. Kajian Dari Kitab Hadits dan Fiqih
a. Waktu Shalat Dzuhur .........................................................................................6
b. Waktu Shalat Ashar ...........................................................................................6
c. Waktu Shalat Maghrib .......................................................................................7
d. Waktu Shalat Isya ..............................................................................................7
e. Waktu Shalat Subuh ...........................................................................................7
D. Analisa .....................................................................................................................7
E. Kesimpulan ..............................................................................................................9
Daftar Pustaka ...................................................................................................................10
1

A. Dasar Al-Quran dan Hadits Tentang Waktu Shalat

a. Al-Quran surat al Nisa (4) ayat 103 :


Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman (QS. An-Nisa (4) : 103)
b. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a:










)


Artinya : Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkaa telah datang kepada Nabi SAW Jibril a.s
lalu berkata kepadanya ; bangunlah ! lalu bersembahyanglah, kemudian Nabi shalat
Dzuhur di kala matahari tergelincir. Kemudian ia datang lagi kapadanya di waktu Ashar
lalu berkata : bangunlah lalu sembahyanglah ! Kemudian Nabi shalat Ashar di kala
bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu
Maghrib lalu berkata : bangunlah lalu shalatlah, kemudian Nabi shalat Maghrib di kala
Matahari terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Isya lalu berkata :
bangunlah dan shalatlah! Kemudian Nabi shalat Isya di kala matahari telah
terbenam.Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu fajar lalu berkata : bangunlah dan
shalatlah ! Kemudian Nabi shalat fajar di kala fajar menyingsing.Atau ia berkat: di waktu
fajar bersinar. Kemudian ia datang pula esok harinya pada waktu dzuhur, kemudian
berkata kepadanya : bangunlah lalu shalatlah, kemudian Nabi shalat Dzuhur di kala
bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu
Ashar dan ia berkata : bangunlah dan shalatlah ! kemudian Nabi shalat Ashar di kala
bayang-bayang matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia datang lagi kapadanya di
2

waktu Maghrib dalam waktu yang sama, tidak bergeser dari waktu yang sudah. Kemudian
ia datang lagi kepadanya di waktu Isya di kala telah lalu separo malam, atau ia berkata :
telah hilang sepertiga malam, Kemudian Nabi shalat Isya. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia berkata ; bangunlah lalu shalatlah,
kemudian Nabi shalat fajar. Kemudian Jibril berkata : saat dua waktu itu adalah waktu
shalat. (HR. Imam Ahmad dan Nasai dan Thirmidhi)

c. Hadits Nabi yang diriwayatkan Abdullah bin Amar r.a:




Artinya : Dari Abdullah bin Amar r.a. berkata : Sabda Rasulullah saw ; Waktu Dzuhur
apabila tergelincir matahari, sampai bayang-bayang seseorang sama dengan tingginya,
yaitu selama belum datang waktu Ashar. Dan waktu ashar sebelum matahari belum
menguning. Dan waktu Maghrib selama Syafaq belum terbenam (mega merah). Dan
sampai yengah malam yang pertengahan. Dan waktu shubuh mulai fajar menyingsing
sampai selama matahari belum terbit. (HR Muslim).


























3

B. Kajian dari Beberapa Tafsir
a. Surat al Nisa (4) ayat 103
-Asbabun nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Bani Najjar bertanya kepada Rasulullah
saw. kami tukang bepergian, berniaga, Bagaimanakah shalat kami?. Maka Allah
menerangkan ayat ini (S.4:101) yang membolehkan shalat di qashar. Wahyu tentang shalat
ini kemudian terputus sampai minassholati. Di dalam suatu peperangan yang terjadi
setelah turunnya ayat di atas Rasulullah mendirikan shalat Dzuhur. Di saat itulah kaum
musyrikin berkata : Muhammad dan teman-temannya memberi kesempatan kepada kita
untuk menggempur dari belakang, tidakkah kita perhebat serbuan terhadap mereka
sekarang ini?. Maka berkatalah yang lainnya :Sebaiknya kita ambil kesempatan lain
karena nantipun mereka akan melakukan perbuatan serupa di tempat yang sama. Maka
Allah menurunkan wahyu di antara kedua waktu shalat itu (Dzuhur dan Ashar). Sebagai
lanjutan ayat ini yaitu in khiftum sampai adzaban muhina (S.4:102) dan kemudian
ayat shalatul khauf (S.4:103) diriwayatkan oleh Jabir yang bersumber dari Ali.
-TafsirAl-Misbah
Kata )) di ambil dari kata ( ) yang berarti batas akhir kesempatan atau peluang
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dan setiap shalat mempunyai waktu dalam arti ada
masa di mana seseorang harus menyelesaikannya. Apabila masa itu berlalu, maka pada
dasarnya berlalu juga waktu shalat itu. Ada juga yang memahami kata ini dalam arti
kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah, sehingga firman-Nya melukiskan shalat
sebagai ( ) berarti shalat adalah kewajiban yang tidak berubah, selalu harus
dilaksanakan dan tidak perna gugur apapun sebabnya. Penutup ayat ini, menurut penganut
pendapat yang mengokohkan bahwa tidak alasan tentang shalat mempunyai waktu-waktu
tertentu adalah sebagai alasan mengapa perintah shalat setelah mengalami keadaan gawat
perlu dilakukan.Adanya waktu untuk dan aneka ibadah yang ditetapkan islam
mengharuskan adanya pembagian tehnis menyangkut masa. Ini pada gilirannya mengajar
umat agama memiliki rencana jangka panjang dan pendek serta menyelesaikan tiap
rencana itu pada waktunya.
-Tafsir Al-Maraghi
Menentukan waktu untuk melakukan pekerjaan. Yakni, di dalam hukum Allah, shalat
adalah suatu kewajiban yang mempunyai waktu-waktu tertentu dan sebisa mungkin harus
di laksanakan di dalam waktu-waktu itu. Melaksanakan shalat pada waktunya, meskipun
dengan di qashar tetap syaratnya terpenuhi adalah lebih baik daripada mengakhirkan agar
dapat melaksanakannya dengan sempurna.


4

-Tafsir Ibnu Katsir
Maksud dari firman Allah tersebut yakni difardhukan dan ditentukan waktunya seperti
ibadah haji. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Abbas. Pendapat lain mengatakan silih
berganti. Jika yang satu tenggelam, maka yang lain muncul. Artinya, jika suatu waktu
berlalu, maka muncul waktu yang lain.

C. Kajian Dari Kitab Hadits dan Fiqih
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a
Kitab Nailul Author
Dalam kitab ini menerangkan bahwa menurut Syarih : Hadits tersebut menunjukkan
bahwa masing-masing shalat itu mempunyai dua waktu, kecuali Maghrib. Hadits ini juga
menunjukkan bahwa shalat itu mempunyai waktu-waktu tertentu, tidak sah shalat yang
dilakukan sebelum waktunya, hal ini menurut ijma.Di samping itu, hadits ini juga
menunjukkan bahwa permulaan waktu shalat Dzuhur adalah tergelincirnya matahari.Tidak
ada perbedaan pendapat yang perlu dibicarakan dalam hal ini sedang akhir waktu shalat
Dzuhur adalah ketika bayang tiap-tiap benda sama dengan panjang benda itu.
Ulama salaf berbeda pendapat tentang waktu shalat maghrib. Apakah shalat maghrib
mempunyai satu waktu atau dua waktu. Imam Syafii berpendapat bahwa shalat maghrib
itu mempunyai satu waktu saja, tetapi Abu Tsaur meriwayatkan darinya bahwa shalat
maghrib itu mempunyai dua waktu.Dan pendapat inilah yang benar menurut Imam
Nawawi.
Imam Asy-Syaukani (mushonnif kitab ini) juga berpendapat bahwa pendapat ini yang
benar, berdasarkan hadits riwayat Muslim dll.Di dalam hadits Abdullah bin Amr dari
Nabi, ia berkata :

Artinya : Dan waktu shalat Maghrib itu adalah selama cahaya merah belum hilang
Imam Nawawi menjawab hadits Jibril yang menyatakan bahwa Nabi shalat maghrib dua
hari dalam satu waktu.
1.Jibril meringkas waktu maghrib itu untuk menerangkan waktu ikhtiar, ia tidak
menjelaskan waktu jawaz.Dan ini berlaku untuk semua waktu shalat, kecuali dhuhur.
2.Hadits Jibril tersebut terjadi pada pertama kalinya di Makkah.Sedang hadits-hadits yang
menerangkan tentang diulurkannya waktu Maghrib sampai terbenamnya cahaya merah
itu, datang setelah hadits itu.Yaitu pada masa-masa yang akhir di Madinah.Oleh karena
itu, hadits-hadits inlah yang wajib dipegang.
3.Hadits-hadits ini sanadnya lebih sah daripada hadits penjelasan Jibril.Oleh karena harus
didahulukan.
5

D. Analisa
Berdasarkan tentang keterangan-keterangan yang tersebut di atas yakni tentang kajian
tafsir, hadits dan fiqh, maka penulis dapat menganalisa bahwa persoalan shalat merupakan
persoalan yang fundamental dalam islam. Dalam menunaikan kewajiban shalat, kaum
muslimin terikat dengan waktu-waktu yang sudah di tentukan, karena secara syari shalat
maktubah itu menpunyai waktu-waktu yang sudah ditentukan. Sebagaimana keterangan di
atas. Memang dalam Al-quran tidak dijelaskan secara terperinci tentang waktu-waktu
shalat. Namun kita dapat menjumpai waktu-waktu shalat dengan terperinci dari dua hadits
tersebut.
Dari hadits-hadits waktu shalat itulah, para ulama fiqh memberikan batasan-batasan waktu
shalat dengan berbagai cara atau metode yang mereka asumsikan untuk menentukan
waktu-waktu shalat tersebut. Ada sebagian mereka yang berasumsi bahwa cara
menentukan waktu shalat adalah dengan melihat langsung tanda-tanda alam sebagaimana
disebutkan secara tekstual dalam hadits-hadits Nabi, seperti menggunakan alat bantu
tongkat istiwa.
Dari sini jelas bahwa istilah waktu shalat merupakan hasil ijtihad para ulama ketika
menafsirkan ayat-ayat Al-quran dan hadits-hadits nabi yang berkaitan dengan waktu
shalat.
Dalam hal ini Islam mengakui matahari dan bulan sebagai penentu waktu (QS 6:96; 10:5)
karena keduanya mempunyai periode peredaran yang teratur yang dapat dihitung.
Matahari digunakan untuk penentu pergantian tahun yang ditandai dengan siklus musim.
Kegiatan yang berkaitan dengan musim tentu menggunakan kalender matahari.
Namun, kalender matahari tidak bisa menentukan pergantian hari dengan cermat. Padahal
untuk kegiatan agama kepastian hari diperlukan. Maka untuk kegiatan agama kalender
bulan (qamariyah) digunakan. Pergantian hari pada kalender bulan mudah dikenali hanya
dengan melihat bentuk-bentuk bulan. Hilal pada saat maghrib menunjukkan awal bulan.
Bulan setengah pada saat maghrib menunjukkan tanggal 7 atau 8. Dan bulan purnama
menunjukkan tanggal 14 atau 15. Fase-fase bulan jelas waktu perubahannya dari bentuk
sabit sampai kembali menjadi sabit lagi.
A. Matahari sebagai penentuan awal waktu sholat
Umat Islam mempergunakan hilal sebagai dasar penentuan awal bulan.Konsep hilal
berkaitan dengan sabit bulan terkecil yang terbentuk setelah melewati masa konjungsi atau
ijtima, yaitu saat Matahari dan Bulan berada pada posisi bujur ekliptika yang sama.Syarat
lainnya, saat Matahari terbenam, posisi Bulan masih berada di atas ufuk atau
horizon.Secara teoretis, seluruh bundaran Matahari sudah terbenam apabila posisi tinggi
Matahari berada 50 menit busur (0,83 derajat) di bawah horizon atau punya jarak zenit
(busur lingkaran besar dari titik zenit pengamat ke pusat bundaran Matahari) sudah
mencapai 90 derajat 50 menit busur.Posisi terbenam Matahari itu sudah memperhitungkan
pengaruh refraksi angkasa Bumi di horizon yang memosisikan citra Matahari di langit 34
menit busur lebih tinggi dari yang seharusnya dan semidiameter (jari-jari) bundaran
6

Matahari sebesar 16 menit busur.Dengan keterangan di atas dan mengingat dari ketentuan
syari tentang waktu-waktu shalat di atas, yakni tergelincirnya matahari, terbenam
matahari, fajar menyingsing, dll, seluruhnya merupakan fenomena matahari. Oleh karena
itulah, waktu-waktu shalat tersebut didasarkan pada fenomena matahari, kemudian
diterjemahkan dengan kedudukan atau posisi matahari pada saat-saat membuat atau
mewujudkan keadaan-keadaan yang merupakan pertanda bagi awal atau akhir waktu
shalat.Sebagaimana keterangan di atas bahwa kedudukan matahari sebagai penentuan awal
waktu shalat, yaitu sebagaimana penjelasan berikut :
a. Waktu Shalat Dzuhur
Waktu shalat dzuhur dimulai sejak matahari tepat berada di atas kepala, namun sudah
mulai agak condong ke arah barat. Istilah yang sering digunakan dalam terjemahan bahasa
Indonesia adalah tergelincirnya matahari. Sebagai terjemahan bebas dari kata zawalus
syamsi. Adapun zawalus syamsi adalah waktu di mana posisi matahari ada di atas kepala
kita, namun sedikit sudah mulai bergerak ke arah barat. Jadi tidak tepat di atas kepala. Dan
yang harus di ingat adalah ketika matahari berada di sudut waktu meredian, maka pada
saat itu menunjukkan sudut waktu 0 dan ketika itu waktu menunjukkan pukul 12 menurut
waktu matahari hakiki. Dan waktu untuk shalat dzuhur ini berakhir ketika panjang
bayangan suatu benda menjadi sama dengan panjang benda itu sendiri. Misalnya kita
menancapkan tongkat yang tingginya 1 meter di bawah sinar matahari pada permukaan
tanah yang rata. Bayangkan tongkat itu semakin lama akan semakin panjang seiring
dengan semakin bergeraknya matahari ke arah barat.Begitu panjang bayangannya
mencapai 1 meter, maka pada saat itulah waktu Dzuhur berakhir dan masuklah waktu
shalat ashar.Dan ketika tongkat itu tidak punya bayangan baik di sebelah barat maupun di
sebelah timurnya, maka itu menunjukkan bahwa matahari tepat berada di tengah langit.
Waktu itu di sebut waktu istiwa. Pada saat itu, belum masuk waktu dzuhur. Begitu
muncul bayangan tongkat di sebelah timur karena posisi matahari bergerak ke arah barat,
maka saat itu dikatakan zawalus syamsi atau matahari tergelincirdan saat itulah masuk
waktu Dzuhur.
b. Waktu Shalat Ashar
Waktu shalat ashar dimulai tepat ketika waktu shalat dzuhur sudah habis, yaitu semenjak
panjang bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan panjang benda itu
sendiri. Dan selesainya waktu shalat ashar ketika matahari tenggelam di ufuk barat.Namun
jumhur ulama mengatakan bahwa dimakruhkan melakukan shalat ashar tatkala sinar
matahari sudah mulai menguning yang menandakan sebentar lagi akan terbenam.Sebab
ada hadits nabi yang menyebutkan bahwa shalat di waktu itu adalah shalatnya orang
munafiq.Bahkan ada hadits yang mengatakan bahwa waktu shalat ashar sudah berakhir
sebelum matahari terbenam, yaitu pada saat sinar matahari mulai menguning di ufuk barat
sebelum terbenam.Menurut sebagian ulama shalat ashar adalah shalat wustha.Namun
masalah ini memang termasuk dalam masalah yang diperselisihkan para ulama. Asy-
Syaukani dalam kitab Nailur Authar jilid 1 halaman 311 menyebutkan ada 16 pendapat
yang berbeda tentang makna shalat wustha.Salah satunya adalah pendapat jumhur ulama
7

yamg mengatakan bahwa shalat wustha adalah shalat ashar.Dalam sebuah buku yang
berjudul ilmu falak praktis (Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi permasalahannya)
karangan Bapak Ahmad Izzuddin M.Ag menerangkan bahwa waktu shalat ashar adalah
ketika matahari mulai berkulminasi atau berada di meredian sesuatu/benda yang tegak
lurus yang berada pada permulaan bumi belum pasti memiliki bayangan. Bayangan itu
akan terjadi ketika harga lintang tempat dan harga deklinasi berbeda.
c. Waktu Shalat Maghrib
Waktu shalat maghrib dimulai sejak terbenamnya matahari yaitu waktu di mana piringan
matahari bersinggungan dengan ufuk, dan hal ini sudah menjadi ijma (kesepakatan) para
ulama.Dan berakhir hingga hilangnya syafaq (mega merah).Syafaq menurut para ulama
seperti Al-Hanabilah dan As-Syafiiyah adalah mega yang berwarna kemerahan setelah
terbenamnya matahari di ufuk barat.Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa syafaq
adalah warna keputihan yang berada di ufuk barat dan masih ada meski mega yang
berwarna merah telah hilang. Adapun menurut riwayat dari golongan Syiah adalah waktu
shalat maghrib itu berakhir sampai waktu bintang bertaburan.
d. Waktu Shalat Isya
Waktu shalat isya dimulai apabila matahari sudah terbenam dan di bawah ufuk barat,
permukaan bumi tidak langsung menjadi gelap.Dan ada juga yang mengatakan bahwa
waktu sahalat isya dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib sepanjang malam hingga
dini hari tatkala fajar shadiq terbit. Dasarnya adalah ketetapan dari nash yang
menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu memanjang dari berakhirnya waktu shalat
berikutnya, kecuali shalat shubuh.Sedangkan waktu mukhtar (pilihan) untuk shalat isya
adalah sejak masuk waktu hingga sepertiga malam atau tengah malam.
e. Waktu Shalat Fajr (Shubuh)
Waktu shalat shubuh dimulai sejak terbinya fajar shadiq hingga terbitnya matahari.Fajar
dalam istilah bahasa arab bukanlah matahari.Sehingga ketika disebutkan terbit fajar,
bukanlah terbitnya matahari.Fajar adalah cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk
timur yang muncul beberapa saat sebelum matahari terbit.Ada dua macam fajar, yaitu fajar
kadzib dan fajar shadiq.fajar kadzib adalah fajar yang bohong sesuai dengan
namanya.Maksudnya, pada saat dini hari menjelang pagi, ada cahaya agak terang yang
memanjang dan mengarah ke atas di tengah di langit.Bentuknya seperti ekor srigala
kemudian langit menjadi gelap kembali. Itulah fajar kadzib.Sedangkan fajar yang kedua
adalah fajar shadiq, yaitu fajar yang benar-benar fajar yang berupa cahaya putih agak
terang yang menyebar di ufuk timur yang muncul beberapa saat sebelum matahari
terbit.Fajar ini menandakan masuknya waktu shubuh.Jadi ada dua kali fajar sebelum
matahari terbit.Fajar yang pertama di sebut fajar kadzib dan fajar yang kedua di sebut fajar
shadiq.Selang beberapa saat setelah fajar shadiq, barulah terbit matahari yang menandakan
habisnya waktu shubuh.
8

Maka waktu antara fajar shadiq dan terbitnya matahari itulah yang menjadi waktu untuk
shalat shubuh.Adapun batas akhir waktu shubuh adalah terbitnya matahari sebagaimana di
sebutkan dalam hadits berikut ini.


Artinya :Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Dan waktu shalat
shubuh dari terbitnya fajar (shadiq)sampai sebelum terbitnya matahari. (HR Muslim).






















9

E. Kesimpulan
Sebagaimana yang terdapat dalam analisa dari beberapa tafsir, hadits dan fiqih di atas
dapat disimpulkan bahwa anjuran untuk melaksanakan shalat sesuai dengan waktu-
waktunya, artinya tidak boleh menunda dalam menjalankannya. Sebab waktu-waktunya
telah ditentukan dan kita wajib untuk melaksanakannya.Adapun tentang waktu-waktu
shalat sudah dijelaskan dalam al-quran dan hadits.Dan dapat disimpulkan sebagaimana
berikut :
(1). Waktu shalat Dzuhur mulai dari tergelincirnya matahari sampai ketika bayangan
sebuah benda sama panjang dengan aslinya.
(2). Waktu shalat Ashar mulai dari ketika bayangan sebuah benda sama panjang dengan
aslinya sampai tenggelam matahari.
(3). Waktu shalat Maghrib mulai dari tenggelam matahari sampai hilangnya warna
kemerahan dari ufuk sebelah barat.
(4). Waktu shalat Isya mulai dari hilangnya warna kemerahan dari ufuk sebelah barat
sampai pertengahan malam
(5). Waktu shalat Shubuh mulai dari terbit fajar sampai terbit matahari.
(6). Waktu Imsak adalah jarak antara waktu sahur dengan waktu shalat shubuh adalah
seukuran membaca 50 ayat Al-Quran yang biasa digunakan di Indonesia 10 menit
sebelum shubuh.
(7). Waktu terbitnya matahari ditandai dengan piringan atas matahari bersinggungan
dengan ufuk sebelah timur.
(8). Waktu dhuha di mulai ketika matahari mulai naik kurang lebih dua hasta sejak
terbitnya hingga waktu dhuhur.
Inilah aturan-aturan Allah dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya tentang waktu-waktu
shalat.Barangsiapa yang melakukan shalat sebelum waktu yang telah ditentukan dalam Al-
Quran dan Sunnah Rasul-Nya SAW, maka dia mendapatkan dosa dan shalatnya
tertolak.Begitu juga orang yang mengerjakannya setelah waktunya lewat tanpa udzur
syari.






10

DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, 1986, Tafsir Al-Maraghi, Cet 1,Semarang : Toha Putra.
Ar-RifaI, Muhammad Nasib, 1999, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jil. 6, Cet.1, Jakarta :
Gema Insani Press.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2000, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur, Jil III,
Cet II, Semarang : Pustaka Rizki Putra.
Agama, Departemen, Al-Quran dan Tafsirnya, Jil. V1, Yogyakarta : Universitas Islam
Indonesia.
Hamidy, Muammal, dkk, Terjemahan Nailul Author, Jilid I, Surabaya: Bina Ilmu.
Izzuddin, Ahmad, 2006, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Komala Grafika.
______________, 2007, fiqih Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
PenentuanAwal
Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha), Jakarta : Erlangga.
Khazin, Muhyiddin, 2004 Ilmu Falak Teori dan Praktik, ( Yogyakarta : Buana Pustaka, Cet.
1.
Mughniyah, Muhammad Jawad, 1991, Fiqih Lima Madzhab, Jakarta : Basrie Press.
Muhammad , Abu Bakar, Terjemahan Subulus Salam, Surabaya: Al-Ikhlas.
Rusydi, Abnu, Kitab Bidayatul Mujtahid, Semarang : Thoha Putra
Shaleh, Qamaruddin, 1982, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Al-Quran,
Cet. 3, Diponegoro: Bandung
Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah, Vol. 8, Cet 1, Jakarta : Lentera Hati.
http://www.darulkautsar.com/pemurniansyariat.imsak.html
http://www.ilmufalak.org/index.php?option=com
http://www.eramuslim.com/ustadz/shm/45d1097d.html
http://media.isnet.org/isnet/Djamal/hilal21.html
http://www.fisikanet.lipi.go.id

Anda mungkin juga menyukai