Anda di halaman 1dari 8

Tahun ke-1 BULETIN BULANAN - POLI MATA - RSPUN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO Jln. Diponegoro No.

71, Jakarta Pusat, Telp. 021 - 3333333 AGUSTUS 2008

EDISI-03 RISALAH DAKWAH & KESEHATAN

Dalil dalil Tentang Waktu Shalat


Secara syari, shalat yang diwajibkan (shalat maktubah) itu mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan (sehingga terdefinisi sebagai ibadah muwaqqat). Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang waktu-waktunya, namun secara syari al-Quran telah menentukannya. Sedangkan penjelasan waktu-waktu shalat yang terperinci diterangkan dalam haditshadits Nabi. Berdasarkan itulah para ulama fiqh memberikan batasan-batasan waktu shalat dengan berbagai cara atau metode yang mereka asumsikan untuk menentukan waktu-waktu shalat tersebut. Ada sebagian ulama fiqh yang mengasumsikan bahwa cara menentukan waktu shalat adalah dengan menggunakan cara melihat langsung pada tanda-tanda alam sebagaimana secara tekstual dalam hadits-hadits Nabi tersebut, seperti menggunakan alat bantu tongkat istiwa atau miqyas atau hemispherium . Inilah metode atau cara yang digunakan oleh madzhab rukyah dalam persoalan penentuan waktu-waktu shalat. Sehingga waktuwaktu shalat yang ditentukan disebut dengan al-Auqat alMariyyah atau al-Waqtu al-Mary. Sedangkan sebagian yang lain mempunyai pemahaman secara kontekstual, sesuai dengan maksud dari nash-nash tersebut, dimana awal dan akhir waktu shalat ditentukan oleh posisi matahari dilihat dari suatu tempat di bumi, sehingga metode atau cara yang dipakai adalah hisab (menghitung waktu shalat). Dimana hakikat hisab waktu shalat adalah menghitung kapan matahari akan menempati posisi-posisi seperti tersebut dalam nash-nash waktu shalat itu. Sehingga pemahaman inilah yang dipakai oleh madzhab hisab dalam persoalan penentuan waktu shalat. Dan waktu shalatnya oleh para ulama fiqh disebut waktu Riyadhy. Dengan cara hisab inilah, nantinya lahir jadwal waktu shalat abadi atau jadwal shalat sepanjang masa. Dua madzhab tersebut pada dasarnya berlaku di masyarakat, ini dapat dilihat dari adanya tongkat istiwa (istilah Jawa: bencet) di setiap (depan) masjid yang digunakan untuk menentukan waktu saat menjelang shalat.

Sesungguhnya shalat itu diwajibkan atas semua kaum Muslimin pada

waktu-waktu yang telah ditentukan.


(An-Nisa: 102 dan 103). Maksudnya suatu kewajiban yang amat dipentingkan, Adanya tongkat istiwa ini memberikan simbol bahwa madzhab rukyah juga memang masih ada (berlaku) di masyarakat. Walaupun di dalam masjid tersebut juga terdapat jadwal waktu shalat abadi yang biasa dipakai sebagai pedoman di saat cuaca tidak mendukung (mendung) yang memberikan simbol adanya madzhab hisab. Namun dikotomi madzhab hisab dan madzhab rukyah dalam persoalan penentuan waktu shalat, tidak nampak adanya suatu persoalan, atau bahkan sekat pemisah madzhab-madzhab tersebut nampak tidak muncul. Persoalan penentuan waktu shalat ini oleh masyarakat, kedua madzhab tersebut sudah diakui validitas dan keakuratan hasilnya. Ini dapat dilihat adanya jadwal waktu shalat yang tercantum pada setiap masjid walaupun di depan masjid juga di pasang bencet atau tongkat istiwa. Kiranya ini maklum adanya, karena hasil hisab sudah terbukti keakuratan dan validitasnya (sesuai dengan hasil rukyah). Sehingga dalam hal ini, baik bagi madzhab hisab maupun madzhab rukyah berlaku adanya simbiosis mutualism, dimana apa yang dilakukan oleh madzhab rukyah bisa dipakai sebagai pembuktian empirik dari hasil madzhab hisab, begitu pula sebaliknya. Dari uraian dasar tersebut dapat diperinci ketentuan waktu-waktu Shalat sebagai berikut :

Risalah Dakwah & Kesehatan - 1

DALIL AL QURAN TENTANG WAKTU SHALAT

Di dalam Al-Quran sesungguhnya sudah ada sekilas tentang penjelasan waktu-waktu shalat fardhu, meski tidak terlalu jelas diskripsinya. Namun paling tidak ada 3 (tiga) ayat di dalam Al-Quran yang membicarakan waktu-waktu shalat secara global. QS. Huud ; 114 : Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang dan pada bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Menurut para mufassiriin, di ayat ini disebutkan waktu shalat, yaitu kedua tepi siang, yaitu shalat shubuh dan ashar. Dan pada bahagian permulaan malam, yaitu Maghrib dan Isya`.

Maka di belakang muncullah satu golongan yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat, hingga mereka pun tenjerumus dalam kesesatan. (Maryam: 59). Dan oleh karena shalat itu merupakan salah satu urusan penting yang membutuhkan petunjuk khusus, maka Nabi Ibrahim a.s. pun memohon kepada Tuhan agar ia bersama anak-cucunya dijadikan penegaknya : DALIL HADIST TENTANG WAKTU SHALAT 1. Dari Abdullah bin Umar : Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Waktu Dhuhur ialah bila matahari telah tergelincir sampai bayangbayang seseorang itu sama panjang dengan badannya, yakni sebelum datang waktu Ashar. Dan waktu Ashar ialah sampai matahari belum lagi kuning cahayanya. Waktu shalat Maghrib selama syafak atau awan merah belum lagi lenyap. Waktu shalat Isya sampai tengah malam kedua, sedang waktu shalat Shubuh mulai terbit fajar sampai terbitnya matahari. Jika matahari telah terbit, maka hentikanlah shalat. karena ia terbit di antara kedua tanduk setan. (HR. Muslim).

KAJIAN UTAMA
QS. Al-Isra` ; 78 : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan Qur`anal fajri. Sesungguhnya Qur`anal fajri itu disaksikan. Menurut para mufassrin, di dalam ayat ini disebutkan waktu shalat yaitu sesudah matahari tergelincir, yaitu shalat Zhuhur dan Ashar. Sedangkan gelap malam adalah shalat Maghirb dan Isya` dan Qur`anal fajri yaitu shalat shubuh. QS. Thaha ; 130 : Dan tasbihlah memuja Tuhanmu sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, begitu pun di waktu-waktu malam! Maka tasbihlah pada pengunjung-pengunjung siang, semoga kau menjadi orang yang berkenan. Yang dimaksud dengan tasbih sebelum matahari terbit ialah shalat Shubuh, sedang sebelum matahari terbenam ialah shalat Asar, berdasarkan apa yang tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Jarir bin Abdullah al-Bajli : Pada suatu waktu kami duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, maka ia melihat kepada bulan yang ketika itu sedang purnama, lalu katanya: Kamu nanti akan melihat Tuhanmu sebagai menyaksikan bulan ini, dan kamu tak perlu berdesak desakan untuk melihat-Nya. Maka jika kamu sanggup untuk tidak melewatkan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya, lakukanlah! Kemudian dibacakannyalah ayat yang tersebut di atas.

Shalat
secara bahasa berarti : doa, secara istilah shalat berarti : suatu ibadah yang mengandung ucapan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan di akhiri dengan salam, dengan syarat-syarat tertentu.

Shalat merupakan suatu kewajiban


sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran dan al-Hadits. Dalam Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan fundamental, karena shalat merupakan salah satu rukun Islam, yang harus ditegakkan.

2. Dari Jabir bin Abdullah RA. : Bahwa Nabi SAW didatangi oleh Jibril A.S. yang mengatakan kepadanya : Bangunlah dan shalatlah! Maka

Risalah Dakwah & Kesehatan - 2

Nabi pun shalat Dhuhur sewaktu tergelincir matahari. Kemudian ia datang pula di waktu Ashar, katanya: Bangun dan shalatlah! Nabi mengerjakan pula shalat Ashar, yakni ketika bayang-bayang sesuatu, telah sama panjang dengan badannya. Lalu, ia datang di waktu Maghrib, katanya : Bangun dan shalatlah Nabi pun melakukan shalat Maghrib sewaktu matahari telah terbenam atau jatuh. Setelah itu ia datang pula di waktu Isya, dan menyuruh: Bangun dan shalatlah! Nabi segera shalat Isya, ketika syafak atau awan merah telah hilang. Akhirnya ia datang di waktu fajar ketika fajar telah bercahaya atau katanya ketika fajar telah terbit. Kemudian keesokan harinya Malaikat itu datang lagi di waktu Dhuhur, katanya: Bangunlah dan shalatlah! Maka Nabi pun shalat, yakni ketika bayang-bayang segala

sesuatu, sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu Ashar ia datang pula, katanya: Bangunlah dan shalatlah! Nabi pun shalatlah, pada waktu bayang-bayang dua kali sepanjang badan. Lalu Ia datang lagi di waktu Maghrib pada saat seperti kemarin tanpa perubahan, setelah itu ia datang lagi pada waktu Isya ketika berlalu seperdua malam atau katanya sepertiga malam dan Nabipun melakukan shalat Isya. Kemudian ia datang pula ketika malam telah mulai terang, katanya: Bangun dan shalatlah! Nabi pun mengerjakan shalat Fajar. Nah, katanya lagi, di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu shalat! (HR.Ahmad, Nasai dan Turmudzi). Berkata Bukhari : Hadits ini merupakan hadits yang paling shahih mengenai soal waktu, yakni dengan tuntunan dari Malaikat Jibril.

KAJIAN HIKMAH

BATAS menghinggakan waktu SHALAT & tanda-tandanya


BATAS WAKTU SHALAT DHUHUR Dari kedua hadits tersebut di atas nyatalah bahwa waktu Dhuhur bermula dari tergelincirnya matahari dari tengahtengah langit dan berlangsung sampai bayangan sesuatu itu sama panjang dengan selain bayangan sewaktu tergelincir. Hanya disunatkan takhir atau mengundurkan shalat Dhuhur dari awal waktu bila hari amat panas hingga tiada mengganggu kekhusyukan, sebaliknya disunatkan tajil atau menyegerakan pada saat-saat lain dan demikian. Dengan dasar sbb : 1. Diriwayatkan oleh Anas : Nabi SAW bila hari amat dingin menyegerakan dilakukannya shalat, dan bila hari amat panas melambatkan memulainya. (H.r. Bukhari). 2. Dari Abu Dzar : Suatu ketika kami berada bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan. Maka muadzdzin pun bermaksud hendak adzan buat shalat dhuhur, lalu ujar Nabi: Tunggu dulu! Kemudian ketika hendak adzan kembali, Nabi mengatakan lagi : Tunggu dulu! Demikianlah sampai dua atau tiga kali, hingga tampaklah oleh kami bayang-bayang guguk setelah matahani tergelincir. Kemudian sabda Nabi : Sesungguhnya panas yang amat sangat itu adalah lambaian neraka jahanam. Maka bila hari terlalu panas, undurkanlah melakukan shalat (H.r. Bukhari dan Muslim). Batas Pengunduran Berkata Hafidh dalam Al Fath : Para ulama berbeda pendapat tentang atas pengunduran. Ada yang mengatakan sampai bayang-bayang itu sehasta panjangnya setelah tergelincir. Ada pula yang mengatakan seperempat dari tinggi barang. Kata yang lain sepertiganya, dan ada pula yang mengatakan seperdua, serta masih ada lagi pendapatpendapat lain. Dan yang lazim menunut undang-undang ialah bahwa hal itu berbeda-beda melihat suasana, hanya syaratnya tidak sampai kepada akhir waktu.

Shalat menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadatmana pun. Shalat. merupakan tiang agama, di mana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu. Sabda Rasulullah : Pokok urusan ialah Islam, sedang tiangnya ialah shalat, dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah. Shalat.. adalah ibadat yang pertama diwajibkan oleh Allah Taala, di mana titah itu disampaikan langsung oleh-Nya tanpa perantara, dengan berdialog dengan BATAS WAKTU SHALAT ASHAR Waktu shalat Ashar bermula bila bayang-bayang suatu benda itu telah sama panjang dengan benda itu sendiri, yakni setelah bayangan waktu tergelincir, dan berlangsung sampai terbenamnya matahari. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA : Siapa yang masih mendapatkan satu rakaat Ashar sebelum matahari terbenam, berarti Ia telah mendapatkan shalat Ashar. Waktu ikhtiar dan waktu dimakruhkan Waktu fadhilah dan ikhtiar (utama dan biasa) berakhir dengan menguningnya cahaya matahari. Atas pengertian inilah ditafsirkan hadits-hadits Jabir dan Abdullah. Adapun menangguhkan shalat setelah saat menguning, walaupun diperbolehkan tapi hukumnya makruh jika tak ada uzur. Dari Anas RA : Saya dengar Rasulullah SAW bersabda : Itu adalah shalat orang munafik, ia duduk menunggu-nunggu matahari, hingga bila telah berada di antara dua tanduk setan,

Risalah Dakwah & Kesehatan - 3

maka dipatuknya empat kali. Hanya sedikit ia mengingat Allah. (HR. Jamaah kecuali ukhani dan lbnu Majah). Berkata Nawawi dalam Syarah Muslim : Waktu shalat Ashar itu ada 5 (lima) macam: 1. Waktu fadhilah atau utama. 2. Waktu ikhtiar atau biasa. 3. Waktu jawaz yakni diperbolehkan tanpa makruh. 4. Waktu diperbolehkan tapi makruh, dan 5. Waktu uzur. Adapun waktu fadhilah ialah pada awal waktunya. Dan waktu ikhtiar berlangsung sampai bayang-bayang sesuatu itu dua kali panjangnya. Waktu jawaz dari saat ini sampai kuningnya matahari, dan waktu makruh dari saat kuning hingga terbenamnya, sedang waktu uzur ialah waktu Dhuhur bagi orang yang diberi kesempatan untuk menjama shalat Ashar dengan Dhuhur, disebabkan dalam perjalanan atau karena hujan. Melakukan shalat Ashar pada waktu yang kelima ini disebut adai yakni mengerjakan pada waktunya, dan jika telah luput kesemuanya disebabkan terbenamnya matahari, maka pentingnya menyegerakannya pada hari mendung. Diterima dan Buraida al Aslami : Pada suatu waktu kami berada disebuah peperangan, bersama Rasulullah SAW, sabdanya : Segerakanlah melakukan shalat pada hari mendung! Karena siapa-siapa yang luput shalat Asharnya, maka gugurlah amalan-amalannya! (H.r. Ahmad, dan Ibnu Majah). Berkata Ibnul Qaiyim : Meninggalkan itu ada dua rupa: meninggalkan secara keseluruhan tanpa melakukannya sama sekali. Maka ini menggugurkan semua amalan. Kedua meninggalkannya secara sebagian-sebagian pada hari tertentu. Maka ini menggugurkan amalan pada hari tersebut. Shalat Ashar merupakan shalat Wustha artinya pertengahan. Berfirman Allah SWT : Peliharalah shalat-shalat itu, begitu pun shalat Wustha dan beribadatlah kepada Allah dengan mentaati perintah-perintahNya!

Masuknya waktu Maghrib ditandai bila matahari telah terbenam dan tersembunyi di balik tirai, dan berlangsung sampai terbenam syafak, atau awan merah, berdasarkan hadits Abdullah bin Umar : Sabda Nabi SAW, Waktu shalat Maghrib ialah bila matahari terbenam syafak belum lagi lenyap. (HR. Muslim). Dan diriwayatkan pula dari Abu Musa : Seseorang menanyakan kepada Nabi SAW tentang waktu - waktu shalat, maka disebutnyalah hadits tersebut. Di sana juga disebutkan: Maka disuruhnya orang itu shalat, lalu shalat Maghriblah ia ketika matahari telah terbenam. Dan pada hari berikutnya, katanya: Kemudian diundurkan oleh Nabi sampai dekat hilangnya syafak, serta sabdanya : Waktunya terdapat di antara kedua waktu ini! Berkata Nawawi dalam Syarah Muslim : Para penyelidik di kalangan sahabat-sahabat kita berpendapat bahwa mengatakan diperbolehkannya mengundurkan shalat Maghrib selama syafak belum lenyap, adalah lebih kuat, hingga ia dapat dilakukan pada sembarang waktu di antaranya, dan tidak berdosa menangguhkannya dari awal waktu. Pendapat ini merupakan pendapat yang sah atau benar dan tak mungkin diterima lain dan padanya. Adapun hadits Jibril sebagai imam, bahwa ia shalat Maghrib pada suatu waktu selama dua hari yakni ketika matahari terbenam, maka ia hanya menunjukkan disunatkannya tajil atau menyegerakan Maghrib. Beberapa hadits yang menegaskan hal tsb : 1. Dari Saib bin Yazid , Sabda Rasulullah SAW : Senantiasalah umatku berada dalam kesucian, selama mereka melakukan shalat Maghrib sebelum terbitnya bintang-bintang. (HR. Ahmad dan Thabrani). 2. Dalam Musnad diterima dari Abu Aiyub al Anshari : Sabda Rasulullah SAW : Lakukanlah shalat Maghrib sewaktu berbukanya orang puasa, dan bersegeralah sebelum terbitnya bintang gemintang!

KAJIAN HIKMAH

Dan telah diterima beberapa hadits-hadits shahih yang menegaskan bahwa shalat Ashar-lah yang dimaksud dengan shalat Wustha. 1. Dari Ali RA : Sabda Nabi SAW pada waktu perang Ahzab : Allah akan memenuhi kubur dan rumah-rumah mereka dengan api neraka, sebagaimana mereka menghalang-halangi kita dari shalat Wustha sampai matahari terbenam. (HR. Bukhari dan Muslim). Sedang pada riwayat Muslim, Ahmad dan Abu Daud sbb : Mereka halangi kita shalat Wustha, yakni Ashar. 2. Dari Ibnu Masud, katanya : Orang-orang Musyrik telah menahan Rasulullah SAW dari melakukan shalat Ashar sampai matahari menjadi merah dan kuning. Maka bersabdalah Rasulullah SAW : Mereka halangi kita dari shalat Wustha yakni shalat Ashar. Semoga Allah akan memenuhi rongga perut dan kuburan mereka dengan api neraka!Atau mengisi rongga perut dan kuburan mereka dengan api neraka! (HR.Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah). BATAS WAKTU SHALAT MAGHRIB

3. Dalam Shahih Muslim dan Rafi bin Khudeij berkata : Kami shalat Maghrib bersama Rasulullah SAW, dan masingmasing kami berpaling sedang ia masih dapat melihat tempat jatuhnya anak panahnya. 4. Juga dalam buku tersebut dari Salma bin Akwa : Bahwa Rasulullah SAW biasa melakukan shalat bila matahari telah terbenam dan tersembunyi di balik tabir. BATAS WAKTU SHALAT ISYA Waktu shalat lsya bermula di waktu lenyapnya syafak merah dan berlangsung hingga seperdua malam. Sabda Rasulullah SAW : Kalau tidaklah akan memberatkan umatku, tentu kusuruh mereka rnengundurkan shalat Isya sampai sepertiga atau seperdua malam. (HR. Ahmad, lbnu Majah dan Turmudzi yang menyatakan sahnya). Dan dari Abu Said : Kami tunggu Rasulullah SAW pada suatu malam untuk melakukan shalat Isya, hingga berlalu kira-kira sebagian malam. Ulasnya pula : Maka Nabi pun datanglah dan shalat bersama kami, sabdanya : Ambillah tempat dudukmu masing-masing walau orang-orang telah menempati tempat tidur mereka. Dan kamu berarti dalam shalat semenjak saat menunggunya. Kalau bukanlah karena kedhaifan orang yang lemah, halangan dari orang yang sakit,

Risalah Dakwah & Kesehatan - 4

serta keperluan dan orang yang berkepentingan, tentulah akan saya undurkan shalat ini hingga sebagian dari waktu malam! (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasai dan Ibnu Khuzaimah, sedang isnadnya sah). Dari hadits lain mengenai waktu-waktu shalat menunjukkan bahwa : waktu masing-masing shalat itu berlangsung sampai masuknya waktu shalat lain, kecuali shalat Fajar karena ia tidak berlangsung hingga waktu Dhuhur. Para ulama telah ijma bahwa waktunya berakhir dengan terbitnya matahari. Disunatkannya mentakhirkan shalat Isya dari awal waktunya, yang lebih utama ialah mengundurkan shalat Isya sampai waktu ikhtiar yakni separuh malam berdasarkan hadits Aisyah : Bahwa pada suatu malam Nabi SAW mengundurkan shalat Isya hingga berlalu umumnya waktu malam, dan penghuni mesjidpun telah tidur, kemudian keluar lalu melakukan shalat, dan sabdanya : Sekaranglah waktu yang sesungguhnya, kalau tidaklah akan memberatkan umatku! (HR. Muslim dan Nasai).

dari Ibnu Masud : Rasulullah SAW menjawab kami bercakapcakap setelah shalat Isya. (HR. Ibnu Majah). Alasan dimakruhkannya tidur sebelumnya dan bercakap-cakap sesudahnya, ialah karena orang yang tidur bisa luput shalat sunatnya atau shalat jamaah, sebagaimana mengobrol setelahnya menyebabkan bertanggang yang menghabiskan waktu dan menyia-nyiakan kesempatan. Tetapi jika tidur itu ada yang membangunkan, atau bercakap-cakap guna memperbincangkan sesuatu hal yang berfaedah, maka tidaklah dimakruhkan. Dari Ibnu Umar, katanya : Adalah Rasulullah SAW juga bercakap cakap pada malam itu di rumah Abu Bakarmembicarakan salah satu urusan kaum Muslimin, dan ketika itu saya ikut bersamanya. (HR. Ahmad dan Turmudzi). Dan dari Ibnu Abbas, katanya : Saya bermalam di rumah Maimunah pada malam Rasulullah SAW bergilir di sana, untuk mempelajari tata-cara shalatnya di waktu malam. Maka saya lihat Nabi SAW bercakap-cakap dengan keluarganya sebentar, kemudian baru pergi tidur. (HR. Muslim). BATAS WAKTU SHALAT SHUBUH.

Dari Anas RA : Shalat itu difardhukan atas Nabi saw pada malam Ia di israkan sebanyak 50 kali, kemudian dikurangi hingga 5 kali, lalu ia dipanggil: Hai Muhammad! Putusanku tak dapat diobah lagi, & dengan shalat 5 waktu ini, kau tetap mendapat ganjaran 50 kali. (H.r. Ahmad, Nasai dan Turmudzi yang menyatakan sahnya)

Shalat Shubuh bermula dan saat terbitnya fajar shadik dan berlangsung sampai terbitnya matahari, sebagai tersebut dalam hadits yang lalu. Disunatkan menyegerakan shalat Shubuh dengan melakukannya pada awal waktunya, berdasarkan hadits Abu Masud al-Anshari : Rasulullah SAW melakukan shalat Shubuh di saat kelam pada akhir malam, kemudian pada kali yang lain dilakukannya ketika hari telah mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukannya pada waktu gelap tersebut sampai ia wafat, dan tidak pernah lagi di waktu hari telah mulai terang. ( HR. Abu Daud,& Baihaqi). Dan dari

KAJIAN HIKMAH
Hadits lain riwayat Abu Hurairah dan hadits Abu Said keduanya semakna dengan hadits Aisyah ini. Semua menyatakan disunatkan dan lebih utamanya takhir shalat lsya, dan bahwa Nabi SAW pun mengerjakannya secara tidak terus-menerus agar tidak memberatkan bagi umat. Dan dalam hal ini Nabi SAW selalu memperhatikan keadaan makmummakmum, maka kadang-kadang disegerakan, dan kadangkadang ditakhirkannya. Dari Jabir : Nabi SAW melakukan shalat Dhuhur itu ketika hari amat panas setelah tergelincir matahari, shalat Ashar ketika matahari sedang bersih, shalat Maghrib ketika matahari terbenam, shalat Isya kadang-kadang diundurkan dan kadang-kadang dimajukannya. Bila telah dilihatnya orangorang telah berkumpul maka disegerakannya, dan kalau dilihatnya mereka terlambat maka diundurkanya. Sedang shalat Shubuh, mereka atau Nabi SAW melakukannya pada saat gelap di akhir malam. (HR.Bukhari dan Muslim). Dimakruhkan tidur sebelum shalat Isya dan bercakap-cakap sesudahnya. Hadits dari Abu Barzah al-Aslami : Nabi SAW menyatakan sunat mentakhirkan Isya yang biasa mereka sebut Atmah, dan menyatakan makruh tidur sebelumnya dan bercakap-cakap sesudahnya. (HR. Jamaah). Dan diterima Aisyah, katanya: Mereka, perempuan-perempuan mukminat itu ikut melakukan shalat Fajar bersama Nabi SAW dengan menyelubungi badan mereka dengan kain, dan setelah selesai shalat, mereka pulang ke rumah masing-masing tanpa dikenal oleh seorangpun disebabkan hari gelap. (HR. Jamaah). Adapun hadits Rafi bin Khudeij, Nabi SAW bersabda: Berpagi harilah melakukan shalat Shubuh karena pahalanya bagimu lebih besar, dan menurut suatu riwayat: Berterangbenderanglah melakukan shalat Fajar, karena pahalanya lebih besar. (H.R. Yang Berlima dan disahkan oleh Turmudzi dan Ibnu Hibban). Yang dimaksud dengan berterang-benderang itu ialah ketika hendak pulang dan menyelesaikannya dan bukan ketika hendak masuk memulainya. Jadi artinya ialah : Panjangkanlah bacaan dalam shalat, hingga kamu selesai dan pergi pulang ketika hari mulai terang, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW, biasa ia membaca dan 60-100 ayat, atau mungkin juga yang dimaksud menyelidiki kepastian terbitnya fajar, hingga ia tidak melakukannya berdasarkan hanya dugaan atau berat-sangka belaka.

Risalah Dakwah & Kesehatan - 5

Shalat. merupakan amalan hamba yang mula-mula dihisab. Dari Abduilahbin Qurth RA : Amalan yang mula-mula dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat ialah shalat. Jika Ia baik, baiklah seluruh amalannya, sebaliknya jika jelek, jeleklah pula semua amalannya. (HR. Thabnani).

tinggi, maka Nabi pun berwudhuk, lalu menyuruh Bilal dan iapun adzan. Kemudian Nabi shalat sunat Fajar dua rakaat, lalu qamat dan kami pun shalatlah. Tanya mereka: Ya Rasulullah, apakah shalat ini akan diulang besok pada waktunya? Jawab Nabi: Kiramu, jika Tuhanmu Allah Taala melarangmu menerima riba, apakah ia berkenan menerimanya darimu? (H.R. Ahmad dan lain-lain). WAKTU-WAKTU DILARANG MELAKUKAN SHALAT Telah datang larangan melakukan shalat sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari, ketika terbitnya sampai naik kira-kira sepenggalahan, ketika istiwa artinya tepat di tengah langit sampai tergelincir, dan sesudah shalat Ashar sampai ia terbenam. Diterima dari Abu Said: Sabda Nabi SAW : Tidak boleh shalat setelah shalat Ashar sampai terbenam matahari, begitu pun tidak boleh setelah shalat Fajar sampai terbit matahari. (H.R. Bukhari dan Muslim). Dan diterima dari Amar bin Abash : Saya bertanya : Ya Rasulullah, ceriterakanlah kepadaku tentang shalat ! Ujar Nabi : Lakukanlah shalat Shubuh, kemudian hentikan shalat sampai matahani terbit dan terangkat naik, karena ia terbit di antara dua tanduk setan, di saat mana orang-orang kafir bersujud kepadanya. Kemudian shalatlah pula, karena shalat itu disaksikan dan dihadiri, sampai naungan itu tepat menimpa panah maka hentikanlah karena ketika itu neraka sedang dinyalakan apinya; dan jika ia telah tergelincir, maka shalatlah pula, karena shalat itu disaksikan dan dihadiri sampai Anda, melakukan shalat Ashar, lalu berhentilah pula shalat sampai matahari terbenam, karena ia terbenam di antara dua tanduk setan, di saat mana orang-orang kafir sujud kepadanya! 1) (H.R. Ahmad dan Muslim). Dan dari Ukbah bin Amir, katanya : Ada tiga saat ketika yang padanya kami dilarang oleh Nabi SAW melakukan shalat dan menguburkan mayat, yaitu : ketika matahari terbit dengan benderang sampai ia terangkat naik, ketika ia tepat berada di tengah langit, dan ketika ia condong hendak terbenam sampai terbenam. (H.r. Jamaah kecuali Bukhari).

MENDAPATKAN SATU RAKAAT PADA WAKTUNYA Barang siapa mendapatkan satu rakaat sebelum habis waktu, berarti Ia telah mendapatkan shalat keseluruhannya, berdasarkan hadits Abu Hurairah: Sabda Nabi SAW : Barang siapa mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat, berarti ia mendapatkan keseluruhan shalat itu. (HR. Jamaah). Ketentuan ini mencakup semua shalat. Dan menurut riwayat Bukhari : Bila salah seorang di antaramu mendapatkan suatu sujud dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, hendaklah ia menyelesaikan shalatnya, dan jika ia mendapatkan satu sujud dari shalat Shubuh sebelum matahari terbit, hendaklah ia menyempurnakan pula shalatnya! Yang dimaksud satu sujud di sini ialah rakaat & menurut lahir hadits, siapa-siapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat Shubuh atau Ashar, tidaklah dimakruhkan baginya shalat sewaktu matahari terbit atau saat ia terbenam, walau kedua waktu tersebut merupakan waktu-waktu makruh. Begitu juga shalat dianggap adai jika mendapatkan satu rakaat penuh, walau tidak dibolehkan menyengaja takhir sampai waktu tersebut.

KAJIAN MEDIS & KESEHATAN


TERTIDUR ATAU LUPA MELAKUKAN SHALAT Barang siapa yang tertidur atau lupa melakukan shalat, maka waktunya ialah ketika ia sadar dan ingat padanya, berdasarkan hadits Abu Qatadah : Mereka menceriterakan kepada Nabi SAW perihal mereka sewaktu tertidur hingga luput waktu shalat. Maka sabdanya: Tidaklah tertidur itu dianggap lalai. Yang dikatakan lalai ialah di saat bangun; maka bila salah seorang di antaramu lupa mengerjakan suatu shalat atau tertidur, hendaklah ia melakukanya di saat ia ingat, dan tak ada kafarat atau denda atasnya selain demikian. (H.R. Bukhari dan Muslim). Dan diterima dari Imron bin Hushein : Kami bepergian bersama Rasulullah SAW, dan tatkala hari telah jauh malam, kami berhenti untuk beristirahat, dan tidak terbangun sampai akhirnya dibangunkan oleh panas matahari. Maka kami masing-masing buru-buru bangkit untuk bersuci. Tapi Nabi SAW menyuruh kami agar tenang, kemudian kami berangkat dan melanjutkan penjalanan, hingga ketika matahari telah malam yang sunyi, bisa mendatangkan ketenangan, yang terbukti mampu meningkatkan ketahanan tubuh imunologik, mengurangi resiko terkena penyakit jantung & meningkatkan usia harapan hidup.
yang dilakukan di penghujung

Shalat tahajjud.

Dampak Medis ...


Sholat Tahajud

Risalah Dakwah & Kesehatan - 6

Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS.17:79) Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker. Tidak percaya? Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. "Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, Niscaya Anda terbebas dari infeksi dan kanker. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat Tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Response ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi" Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya. Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah salat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping). Sholat
tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden sisa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya.Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-003:30! sebanyak 11* rakaat, masing masing Dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika). Hasilnya,ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. "Jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress," Menurut Sholeh, orang

stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik,yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik. Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat,anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???

Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri,dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.

Diterbitkan Oleh :

Poli Mata RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro No. 71 - Jakarta Pusat, Telp : Dewan Penasehat : KAJIAN MEDIS & KESEHATAN dr. A......, dr. B......., dr. C......, dr. D....... Pemimpin Redaksi : Dr. Syaiful Parameternya, bisa diukur dengan kondisi Basri, Sp.M tubuh. Pada kondisi normal, jumlah Dewan Redaksi : hormone kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada dr. F......, dr. G......., dr. H......, malam hari-atau setelah pukul 24:00 dr.I...... normalnya antara 69-345 nmol/liter. Sewkretaris :........, "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, Bendahara :........ bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya. Produksi :........, Sirkulasi :........
Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) sematamata dogma atau doktrin.

Risalah Dakwah & Kesehatan - 7

Seorang Doktor Neurologi di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penelitiannya Ia amat kagum dengan penemuan
tsb,

dengan kehendak mereka, karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial masyarakat saat ini. SUBHANALLAH.

sehingga mengakui kebesaran Allah,


keagungan ajaran Islam dan kemuliaan serta hikmat shalat.

Dia adalah seorang Doktor Neurologi, Setelah


memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dsb.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat

saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal. Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang diwajibkan oleh Islam.

Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang, maka otak tidak
dapat menerima darah yang secukupnya! untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya : Makhluk Allah yang bergelar


manusia yang tidak bersembahyang, apalagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal, tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal.

Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya, walaupun akal
mereka mengetahui dilakukan tersebut perkara yang akan adalah tidak sesuai

Risalah Dakwah & Kesehatan - 8

Anda mungkin juga menyukai