Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENENTUAN WAKTU SHOLAT


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Astronomi

Disusun Oleh :

Afifah Nur Hidayatullah

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Ny
a sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penentuan Waktu
Sholat ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dos
en pada mata kuliah Astronomi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menamb
ah wawasan tentang cara penentuan waktu sholat bagi para pembaca dan juga bagi pe
nulis.

, 24 Mei 2021

Afifah Nur H.

II
DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1

BAB II.......................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................3

a) Waktu Dzuhur.....................................................................................................................................4

1. Tinggi Matahari......................................................................................................................................5

2. Sudut Waktu Matahari...........................................................................................................................5

3. Ikhtiyat...................................................................................................................................................6

b) Waktu Ashar........................................................................................................................................7

c) Waktu Maghrib....................................................................................................................................8

d) Waktu Isya...........................................................................................................................................9

e) Waktu Subuh......................................................................................................................................10

BAB III....................................................................................................................................................11

PENUTUP...............................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................12

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sholat merupakan ibadah yang paling utama dan persoalan yang sangat signifika
n dalam Islam. Oleh karena itu, Islam memposisikan sholat sebagai suatu yang khusus
dan fundamental, yaitu menjadikan salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan. Sh
olat juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap hari secara independen te
rhadap lingkungan external, bahkan independen dari kondisi fisik manusia, dalam arti
an, sholat diwajibkan kepada orang yang tua renta, orang yang sakit bahkan lumpuh s
ekalipun, dalam perjalanan, bahkan dalam kondisi peperangan. Dalam menunaikan ke
wajiban ibadah sholat, kaum muslimin tidak bisa memilih waktu seperti yang dikehen
dakinya. Sholat tidak dikerjakan saat kaum muslimin memiliki waktu luang akan tetap
i kaum muslimin harus meluangkan waktu untuk mengerjakan sholat bila waktunya te
lah tiba, karena sholat telah terikat dengan waktu-waktu yang telah ditentukan. Waktu
sholat yang ada selama ini di tempat-tempat ibadah, seperti masjid dan musalla adalah
hasil kreatifitas para ahli falak dalam menetapkan patokan waktu sholat berdasarkan p
ada gerak semu matahari dengan patokan tinggi matahari dilihat dari suatu tempat, ya
ng dengan keteraturan gerak harian matahari sehingga bisa dimodelkan dalam bentuk
rumus atau algoritma.

Ilmu falak yang membahas tentang perhitungan awal waktu sholat pada dasarnya
merupakan perhitungan untuk menentukan nilai tinggi matahari dan nilai sudut waktu
matahari dalam perjalanan semu dari arah Timur ke Barat. Dalam penerapannya yaitu
menghitung berapa jarak busur tinggi matahari sepanjang lingkaran vertikal mulai dar
i ufuk sampai ke matahari dan berapa nilai sudut waktu matahari yang dihitung mulai
dari titik kulminasi atas sampai matahari berada.

Bila dilihat dari sisi objek material, maka ilmu falak memiliki kesamaan dengan i
lmu lain, seperti astrofisika, astromekanik, kosmografi dan kosmologi, karena sama-s
ama menjadikan benda-benda langit sebagai sasaran penyelidikan atau penelitian, teta
pi objek formalnya yang berbeda. Astrofisika melihat benda-benda langit dari segi ilm
u alam dan kimia. Astromekanik, dari segi ukuran dan jarak antara satu benda langit d
engan lainnya. Kosmografi, dari segi susunan dan gambaran umum terhadap benda-be

1
nda langit. Kosmologi, dari segi asal-usul struktur dan hubungan ruang waktu dari ala
m semesta.

B. Rumusan Masalah

a) Apa dasar hukum yang dipakai dalam menentukan waktu sholat ?

b) Bagaimana cara menentukan waktu sholat ?

C. Tujuan Masalah

a) Untuk mengetahui dasar hukum yang dipakai dalam menentukan waktu shola
t.

b) Untuk mengetahui cara menentukan waktu sholat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum yang Dipakai dalam Menentukan Waktu Sholat

Penentuan awal waktu sholat merupakan bagian dari ilmu falak yang
perhitungannya ditetapkan berdasarkan garis edar matahari atau penelitian posisi
matahari terhadap bumi. Oleh karena itu, menghisab waktu sholat pada dasarnya
adalah menghitung kapan matahari. akan menempati posisi tertentu yang sekaligu
s menjadi penunjuk waktu sholat, yatu pada saat tergelincir, saat membuat bayan
g-bayang sama panjang dengan bendanya, saat terbenam, saat hilangnya mega me
rah, saat terbitnya fajar dan saat terbit. Sehubungan dengan itu, saat matahari berk
ulminasi (mencapai titik puncak) seringkali juga dijadikan pedoman dalam meng
hisab setiap awal atau akhir waktu sholat. Begitu juga dengan persoalan berapa la
ma waktu yang diperlukan oleh matahari untuk bergerak dari titik kulminasi samp
ai kepada posisi awal atau akhir waktu sholat yang dicari.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan Turmudzi dari
Jabir bin Abdullah ra. Mengatakan :

“Telah datang kepada Nabi Muhammad saw Jibril as lalu berkata kepadanya
bangunlah! lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat Dzuhur di kala matahari ter
gelincir, kemudian datang lagi ia di lain waktu kepada Nabi saw di waktu Ashar l
alu berkata: bangunlah lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat Ashar di kala ba
yangbayang sesuatu sama dengan panjang bendanya, kemudian ia datang lagi diw
aktu Maghrib lalu berkata: bangunlah lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat

3
Maghrib. dikala matahari terbenam, kemudian dilain waktu ia datang di waktu Isy
a' lalu berkata: bangunlah lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat Isya di kala m
ega merah di ufuk Barat telah terbenam, kemudian ia datang lagi diwaktu fajar lal
u berkata: bangunlah lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat Fajar (Shubuh) di
kala fajar menyingsing atau diwaktu fajar bersinar, kemudian Jibril as datang lagi
pada hari lain di waktu Dzuhur, lalu berkata kepada Nabi saw: bangunlah lalu sho
latlah, kemudian Nabi saw sholat Dzuhur di kala bayang-bayang sesuatu benda sa
ma dengan panjangnya, kemudian datang lagi diwaktu Ashar dan berkata: bangun
lah lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat Ashar di kala bayang-bayang suatu
benda dua kali panjang benda itu, kemudian ia datang lagi diwaktu Maghrib dala
m waktu yang sama dan tidak bergeser dari waktu yang semula sebagaimana sebe
lumnya, kemudian ia datang lagi kepada Nabi saw diwaktu Isya' di kala telah berl
alu separuh malam, atau telah hilang sepertiga malam, kemudian Nabi saw sholat
Isya', selanjutnya ia datang lagi kepada Nabi saw di kala telah muncul cahaya ben
ar (terang) di ufuk Timur dari sinar matahari yang sebentar lagi terbit lalu berkata:
bangunlah lalu sholatlah, kemudian Nabi saw sholat fajar (Shubuh), kemudian Ji
bril as berkata kepada Nabi Muhammad saw: bahwa saat atau waktu-waktu di ant
ara dua waktu tersebut di atas adalah batas awal dan akhir dari waktu-waktu shola
t fardhu.”
B. Cara Menentukan Waktu Sholat

a) Waktu Dzuhur

Dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah matahari mencap


ai titik kulminasi (puncak) dalam peredaraan hariannya, sampai tiba waktu as
har. Dalam dalam hadis diterangkan bahwa Nabi sholat zuhur ketika matahar
i tergelincir dan disebutkan pula ketika bayang-bayang sama panjang dengan
dirinya. Ini tidaklah bertentangan sabab untuk Saudi Arabaia yang berlintang
sekitar 200 – 300 utara pada saat matahari tergelincir panjang bayang-bayang
dapat menapai panjang bendanya bahkan lebih. Keadaan ini dapat terjadi keti
ka matahari sedang berposisi jauh di selatan, yakni di antara bulan juni dan D
esember. Jika matahari sedang berkulminasi, maka titik pusat matahari berke
dudukan tepat di meridian. Dalam keadaan yang demikian, jika matahari tida
k berkulminasi di zenith, bayang-bayang sebuah benda yang terpancang tega
k lurus di atas tanah, membujur tepat Menurut arah Utara – Selatan. Garis po
ros bayang-bayang itu dan titik pusat matahari membentuk sebuah bidang, ya
ng berimpitan dengan bidang meridian.

Untuk itu maka lebih lanjut Muhyiddin Khazin mengatakan bahwa, sebe
lum melakukan perhitungan awal waktu-waktu shalat, ada baiknya mengetah
ui tiga istilah, yaitu Tinggi Matahari, Sudut Waktu Matahari, dan Ikhtiyat

4
1. Tinggi Matahari

Tinggi Matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran vertikal dihit


ung dari ufuk sampai matahari. Dalam ilmu falak disebut Irtifa'us Syams
yang biasa diberi notasi h0 (hight of Sun). Tinggi matahari bertanda posit
if (+) apabila posisi matahari berada di atas ufuk. Demikian pula bertand
a negatif (-) apabila matahari di bawah ufuk.

Z = Zenit

N = Nadir

U = Utara

S = Selatan

EQ = Equator

UAS = Ufuk

M = Matahari

2. Sudut Waktu Matahari

Sudut Waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matah


ari dihitung dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Atau sudut
pada kutub langit selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian dan l
ingkaran deklinasi yang melewati matahari. Dalam ilmu falak disebut Fa
dl-lud Da'ir yang biasa dilambangkan dengan t0

Harga atau nilai sudut waktu adalah 0º sampai 180º. Nilai sudut waktu
0º adalah ketika matahari berda di titik kulminasi atas atau tepat di meri
dian langit, sedangkan nilai sudut waktu 180º adalah ketika matahari ber
ada di titik kulminasi bawah. Apabila matahari berada di sebelah barat
meridian atau di belahan langit sebelah barat maka sudut waktu bertanda
positif (+). Apabila matahari berada di sebelah timur meridian atau di be
lahan langit sebelah timur maka sudut waktu bertanda negatif (-). Harga
sudut waktu matahari ini dapat dihitung dengan rumus :

5
to = Sudut Waktu Matahari
φ = Lintang Tempat
δo = Deklinasi Matahari
ho = Tinggi Matahari pada awal waktu shalat
sudut waktu dinamakan positif jika benda langit yang bersangkutan b
erkedudukan dibelahan langit sebelah barat, dan dinamakan negative ap
abila benda langit berkedudukan dibelahan langit sebelah Timur. Jika be
nda langit sedang berkulminasi sudut waktu = 0o, selanjutnya besarnya d
iukur dengan derajat sudut dari 0o sampai 180o, sudut waktu senantiasa b
erubah sebanyak ± 15o setiap jam, hal itu disebabkan oleh gerak harian b
enda-benda langit yang diakibatkan oleh perputaran bumi sekeliling por
osnya yang berlaku satu kali dalam setiap 24 jam. Dengan demikian, da
patlah jumlah derajat sudut waktu dipindahkan menjadi jumlah jam, me
nit dan detik waktu, karena :

360o = 24 jam
15o = 1 jam
1o = 4 menit
15’ = 1 menit
1’ = 4 detik, begitu selajutnya.
3. Ikhtiyat

Ikhtiyat yang diartikan dengan "pengaman", yaitu suatu langkah penga


man dalam perhitungan awal waktu shalat dengan cara menambah atau meng
urangi sebesar 1 s/d 2 menit waktu dari hasil perhitungan yang sebenarnya.

Oleh karena itu waktu zuhur adalah waktu pertengahan pada saat matah
ari berada di meridian (Meridian Pass) dirumuskan dengan MP = 12 – e. Sesa
at setelah waktu inilah sebagai permulaan waktu dluhur menurut waktu perte
ngahan dan waktu ini pula lah sebagai pangkal hitungan untuk waktu-waktu s
halat lainnya.

b) Waktu Ashar

6
Menurut hadits Nabi “ nabi melakukan sholat ashar pada saat panjang b
ayang-bayang sepanjang dirinya” dan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada waktu bayang-bayang matahari sepanjang bendanya.

2. Pada waktu bayang matahari dua kali panjang bendanya

Dan secara astronomis, maka tinggi matahari pada waktu ashar dirumus
kan sebagai berikut :

Atau dijelaskan lebih lanjut oleh Muhyiddin Khazin bahwa : ketika mata
hari berkulminasi atau berada di meridian (awal waktu zuhur) barang yang be
rdiri tegak lurus dipermukaan bumi belum tentu memiliki bayangan. Bayang
itu akan terjadi manakala harga lintang tempat ( λ ) dan harga deklinasi mata
hari ( δ ) itu berbeda seperti yang dicontohkan dalam Pada gambar berikut ini,
AB adalah panjang tongkat yang dipancangkan di permukaan bumi. Sedang
kan BAZ adalah arah zenith dan CAM adalah arah matahari ketika berkulmin
asi, sehingga BC adalah panjang bayangan tongkat ketika matahari berkulmi
nasi yang panjangnya tan[φ-δ].

CD panjangnya sama dengan AB yang nilainya 1 (satu), sehingga waktu


ashar dimulai ketika bayangan tongkat itu sepanjang BD yakni sepanjang bay
angan ketika matahari berkulminasi ditambah panjang tongkat ybs atau diru
muskan dengan tan [φ - δ] + 1.

Dengan demikian, ketika matahari pada posisi sedemikian rupa sehingg


a membentuk bayangan seperti itu, apabila dilihat dari permukaan bumi akan
terbentuk suatu sudut yang diapit oleh arah yang menuju ke ufuk dan arah ya
ng menuju ke matahari, yang dalam gambar di bawah ini adalah sudut D itula
h tinggi matahari ketika awal waktu ashar, yang dirumuskan dengan cotan ha
sar = tan [φ - δ] + 1.

7
Z = Zenit
M = Posisi matahari ketika berkulminasi
AB = Panjang Tongkat.
BC = Panjang bayangan tongkat ketika ma
tahari berkulminasi.
CD = Panjangnya sama dengan AB.
BD = Panjang bayangan pada waktu awal
ashar.
D = Sudut Tinggi Matahari
c) Waktu Maghrib

Waktu magrib mulai pada saat setelah maahari terbenam (ghurub), dan
waktu shubuh berahir pada saat matahari terbit (shuruq), dan dikatakan juga
bahwa matahari terbenam, jika piringan matahari sudah seluruhnya berada di
bawah ufuk (buat keadaan terbit berlaku syarat-syarat yang sama) pada wakt
u itu garis ufuk bersinggungan dengan tepi piringan matahari yang sebelah at
as (lihat gambar)

Penjelasannya : titik pusat matahari sudah agak jauh dibawah ufuk. Jara
k dari garis ufuk ke titik pusat matahari besarnya adalah seperdua garis tenga
h matahari. Garis tengah matahari besarnya rata-rata 32’ ; jadi jarak pusat ma
tahari dari garis ufuk besarnya ½ x 32’ = 16 ‘
Perhitungan tentang kedudukan maupun posisi benda-benda langit, ter
masuk matahari, pada mulanya adalah perhitungan kedudukan atau posisi titi
k pusat matahari di ukur atau dipandang dari titik pusat bumi, sehingga dala
m melakukan perhitungan tentang kedudukan matahari terbenam kiranya perl
u memasukkan Horizontal Parallaks matahari, kerendahan ufuk atau Dip, Ref
raksi cahaya, dan semidiameter matahari. Hanya saja karena parallax matahar
i itu terlalu kecil nilainya yakni ± 8 sehingga parallaks metahari dalam perhit
ungan waktu magrib ini dapat diabaikan. Atas dasar itu, kedudukan matahari
atau tinggi matahari pada posisi awal waktu magrib dihitung dari ufuk sepanj
ang lingkaran vertical ( hmg ) dirumuskan dengan

8
Hmg = - (SD0 + Refraksi + Dip )

SD = 0 16’ 00”

Refraksi = 0 34’ 30”

Dip = 0,0293 P tinggi tempat (meter)

Perhitungan harga tinggi matahari pada awal waktu magrib dengan rum
us diatas sangat dianjurkan apabila untuk perhitungan awal bulan. Tetapi apa
bila untuk perhitungan awal waktu sholat cukup dengan hmg = - 10

d) Waktu Isya

Kalau matahari sudah dibawah ufuk, cahayanya yang langsung mengena


i tempat peninjauan di atas bumi, tidak ada lagi. Tetapi sinar-sinar matahari y
ang dipantulkan dan dibiaskan (disebarkan) masih dapat mencapai mata si pe
ninjau. Bila pada siang hari matahari sedang bersinar dan kita berdiri di dala
m rumah, tidak ada pula cahaya matahari yang secara langsung kemata kita.
Tatapi segala benda-benda di dalam rumah seperti kursi, meja, lemari dan lai
n-lain tampak dengan jelas oleh kita, dan di dalam rumah tetap terang kelihat
annya.

Jika partikel-partikel pada bagian yang amat tinggi diangkasa itu masih
menerima sinar matahari, cahaya merah masih dapat dilihat. Bayangan merah
sesudah matahari terbenam tidak kelihatan lagi jika matahari sudah 180 diba
wah ufuk, jadi jarak zenith pusat matahari sama dengan 1080. Pada saat itu, w
aktu magrib berakhir, dan masuklah waktu isya (900 + 180 = 1080)

Awal waktu subuh, yang ditandai oleh kelihatannya fajar shadiq, diangg
ap masuk, jika matahari 200 di bawah ufuk, jadi jarak zenith matahari berjum
lah 1100. (900 + 200). Oleh karena itu pada posisi matahari – 180 di bawah ufu
k, malam sudah gelap karena telah hilang bias pertikel (mega merah), maka d
itetapkan bahwa awal waktu isya apabila tinggi matahari -180. Oleh sebab itu
hmg = -180

e) Waktu Subuh

9
Untuk awal waktu subuh, Menurut hadis nabi di atas adalah pada saat m
ulai terbit fajar, yaitu fajar sidiq, atau awal mega merah sebelah timur mulai
menyingsing. Para ahli astronomi umum tidak membedakan kuantitas derajat
antara akhir masa mega merah sebelah barat dengan awal masa mega merah s
ebelah timur (fajar). Mereka mengambil 18o sebagai angka patokan. Tetapi ul
ama islam umumnya (prof. Sa’aboedin Djambek) mengambil patokan 20 o. Ar
tinya, jarak zenith ke matahari pada awal waktu subuh adalah = 90 o + 20o = 1
10o, sehingga tinggi matahari waktu itu = 200 di bawah horizon sebelah timur.
Dengan demikian awal waktu subuh : h = -20 0 Untuk waktu terbit matahari
(waktu suruq) jarak zenith matahari sama dengan pada saat magrib, yakni = 9
00 + 10 =910, maka tinggi matahari waktu suruq = -1 0, yakni 10 di bawah horiz
on sebelah timur, atau : h = - 10 Terbitnya matahari ditandai dengan piringan
atas matahari bersinggungan dengan ufuk sebelah timur, sehingga ketentuan-
ketentuan yang berlaku untuk waktu magrib berlaku pula untuk waktu matah
ari terbit.

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penentuan awal waktu sholat tersebut dapat dikatakan bahwa awal waktu sh
olat didasarkan pada peredaran semu matahari mengelilingi bumi, atau dengan kata lai
n waktu-waktu sholat ditentukan oleh posisi matahari terhadap bumi. Maka waktu-wa
ktu sholat dapat dihitung berdasarkan kaidah ilmu falak dalam menentukan posisi mat
ahari pada titik-titik tertentu. Atau dengan menentukan posisi matahari yang menimbu
lkan bayang-bayang sebagai penenda yang menunjukkan waktu-waktu sholat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhyiddin Khazin. 2004. Ilmu Falak dan Teori dan praktiknya. Cet. I; Yogjakarta : B
uana Pustaka.

Saleh, Zakariya. 2009. Using GPS to Provide Prayer Times onboard an Airplane whil
e in Using GPS to Provide Prayer Times onboard an Airplane while in Motion. Jo
urnal of International Technology and Information Management.

Suleman, Frengky. 2011. Penentuan Awal Waktu Sholat. https://www.neliti.com/id/p


ublications/240349/penentuan-awal-waktu-shalat

Tono Saksono, Mengungkap Rahasia Simponi Dzikir Jagat Raya, cet. I (Bekasi: Pusta
ka Darul Ilmi, 2006), 99

Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Cet. II (Yogyakarta: Buana P
ustaka, t.th), 80-82

12

Anda mungkin juga menyukai