Anda di halaman 1dari 7

TANTANGAN DAN HAMBATAN

PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

DosenPembimbing:

Dr.AgustinHanafiH.ARahman,Lc.M.A

DisusunOleh:

Cut tara Amalia (190101108)

Cut putri Sari Devi (190101086)

Nurul zikriana (190101119)

HUKUMKELUARGA

FAKULTASSYARIAHDANHUKUM

UNIVERSITASISLAMNEGERIAR-RANIRY

TAHUN2020

Tantangan dan hambatan penerapan syariat islam di aceh


Aceh adalah satu-satunya provinsi yang menerapkan syariat Islam. Tepatnya semenjak dideklarasikan syariat Islam pada tanggal 1 Muharam
1423 H bertepatan dengan tanggal 15 Maret 2002. Sebelas tahun berlalu umur penerapan syariat Islam di Aceh tidak menyurutkan semangat
kaum cendikiawan untuk terus memperbincangkannya di ranah publik. Banyak kalangan cendekiawan menilai implementasi syariat Islam
terkesan biasa saja sehingga tidak membawa perubahan signifikan bagi Aceh, daerah yang menerapkan syariat tidak berbeda dengan daerah
yang tidak menerapkan syariat, baik dari aspek identitas karakter dan keunggulannya. Padahal, .perangkat legalitas formal penerapan syariat
Islam di Aceh telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam undang-undang dan peraturan daerah (qanun Provinsi Aceh. Oleh karena itu, satu hal
yang banyak dipertanyakan adalah mengapa syariat Islam di Aceh belum berjalan, minimal sesuai dengan aturan yang telah ada? Untuk
menjawab pertanyaan di atas, kalangan ulama dan cendikiawan beranggapan bahwa sederetan qanun Aceh tentang syariat Islam tidak
dijalankan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah beserta jajarannya. Realitas ini menjadibukti pengabaian dan ketidak pedulian pemerintah
terhadap aspirasi masyarakat. Disisi lain, merupakan indikasi bahwa syariat Islam di Aceh, hanya sekedar formalisasi dari kehendak politik
sepihak pada masa-masa awal reformasi di Indonesia. Situasi dan suhu politik yang diperankan oleh pejabat publik yang berbeda, dapat
mempengaruhi arah kebijakan yang
berbeda, termasuk kemauan dan kebijakan politik menyangkut syariat Islam di Provinsi Aceh.

1. Isu perlindungan
 Isu-Isu dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh Isu-isu HAM berkembang hangat sejalan dengan penerapan syariat Islam di
Aceh, terutama sekali dari kalangan yang menantang terhadap penerapan syariat Islam di Aceh dengan mengatakan penerapan
syariat Islam di Aceh melanggar HAM. Yusdani merujuk pada Silahuddin Hamid menyebutnya dengan kalangan anti HAM. Hal ini
berkaitan dengan hukumhukum pidana Islam yang berseberangan dengan HAM, seperti potong tangan, rajam, hukum gantung dan
lain-lain. Selanjutnya, Yusdani merujuk Zuhairi menjelaskan, sedangkan kelompok formalisasi syariat menganggap bahwa hukum
pidana Islam (alhudud) merupakan hukum Tuhan. Karenanya, dalam hukum pidana Islam tidak ada tawar-menawar untuk
menafsirkan syariat yang emansipatoris. 4 Penerapan syariat Islam di Aceh dan memberlakukan qanun Jinayat pada dasarnya
bertujuan untuk menghargai nilainilai kemanusiaan di Aceh agar tidak tertindas. Qanun jinayat justru bertujuan untuk memberi
perlindungan kepada masyarakat Aceh, muslim dan setiap orang yang berada di Aceh dijamin hakhak kemanusiaannya dengan
qanuan jinayat tersebut. Ketegasan hukum yang diberikan kepada pelaku pidana atau jarimah berupa perbuatan yang dilarang
dalam qanun jinayat dengan memberikan ukubat ta zir berupa; cambuk, denda, penjara, dan restitusi. Inilah bentuk ketegasan
syariat Islam terhadap hak-hak manusia agar tidak tertindas dan dilecehkan oleh sesama manusia. Penting dipertegas bahwa jika
ada pendapat atau argumen yang menyatakan penerapan syariat Islam melanggar HAM, maka argumen tersebut keliru dan salah
besar. Misalnya, Dalmeri mengutip laporan penelitian Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) dan Konrad Adenauer
Stiftung 4 Yusdani. Formalisasi Syariat Islam Dan Hak Asasi Manusia Di Indonesia.

 Isu-Isu dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh selain agama Islam, misalnya; pemeluk agama hindu, budha, dan kristen yang
ada di Aceh. Pemberlakuan syariat Islam di Aceh khusus terhadap warga muslim yang menetap di Aceh. Hal ini ditegaskan dalam
ketetapan: 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, Bab I Pasal, Poin Nomor 7, menetapkan bahwa
Mahkamah Syar iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh dari pihak mana
pun dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk pemeluk agama Islam. 2. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Bab VXIII Pasal 128, Poin Nomor 2, menetapkan bahwa Mahkamah Syar iyah merupakan
pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Masyarakat non muslim yang menetap di Aceh tidak perlu
takut dengan penerapan syariat Islam di Aceh karena syariat Islam tidak berlaku bagi kalangan masyarakat non muslim. Hal ini,
sejalan dengan penjelasan Al Yasa Abubakar bahwa syariat Islam tidak akan diberlakukan atas orang yang tidak beragama Islam. 1
Agama lain (non-islam) yang ada di Aceh setelah penerapan syariat Islam tetap diakui dan bagi pemeluknya dapat melaksanakan
ibadah berdasarkan agama yang mereka ikuti. Penjelasan ini terdapat dalam ketetapan Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 5
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bab II Pasal 2 Poin Nomor 2 menetapkan bahwa Keberadaan 1 Al Yasa Abubakar.
Syari at Islam Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Paradigma, Kebijakan Dan Kegiatan. 185 Dr. Sulaiman, MA agama lain di
luar agama Islam tetap diakui di daerah ini, pemeluknya dapat menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Pelaksanaan syariat
Islam di Aceh tidak membatasi terhadap aktivitas agama lain. Pemerintah Aceh memberikan melalui Perda tersebut menghormati
terhadap kebebasan terhadap pemeluk agama lain (nom-islam) yang berada di Aceh. Selanjutnya dalam Perda Nomor 5 Tahun
2000 tentang pelaksanaan syariat Islam, Bagian ketujuh Pasal 15, Poin Nomor 4, menetapkan bahwa Setiap pemeluk agama selain
agama Islam diharapkan menghormati dan rnenyesuaikan pakaian/busananya sehingga tidak melanggar tata krama dan
kesopanan dalam masyarakat. Ketapan tersebut bukan untuk membatasi non muslim di Aceh. Namun menurut Marzuki, Ayat
tersebut bukan bertujuan untuk membatasi umat non Muslim, tetapi hal tersebut diatur untuk terciptanya masyarakat lebih teratur
dan rapi serta penuh dengan kesopanan, sesuai dengan tata krama. Bagi umat non muslim tetap diberikan kebebasan untuk
berpakaian tidak sama dengan umat Muslim, tetapi disyaratkan dapat mengikuti tata karma dalam masyarakat. 2 Demikian,
pelaksanaan syariat Islam membatasi terhadap non muslim yang berada di Aceh. 2. Qanun jinayat juga bisa berlaku bagi non
muslim di Aceh Hukum jinayat tidak hanya berlaku bagi kalangan muslim di Aceh. Namun juga berlaku bagi non muslim yang
melakukan pelanggaran atau perbuatan yang dilarang dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang disebut dengan jarimah.
Dalam ketetapan Qanun Jinayat Nomor 6 Tahun 2014 tetantang Hukum Jinayat, Bab I I Pasal 1 Ayat 16 menetapkan bahwa
Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam dengan Uqubat Hudud dan/atau Ta zir.

 Isu-Isu dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh Qanun jinayat berlaku terhadap pelaku pidana (jarimah) di Aceh termasuk non
muslim. Dalam ketetapan Qanun Jinayat Nomor 6 Tahun 2014 tetantang Hukum Jinayat, Bab II Bagian kedua Pasal 5 menetapkan
bahwa Qanun ini berlaku untuk: a. Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di Aceh; b. Setiap Orang beragama
bukan Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara
sukarela pada Hukum Jinayat; c. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan
d. Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh. Berdasarkan ketetapan tersebut, bagi non muslim pelaku jarimah di
Aceh bersama-sama dengan orang muslim. Dalam hal ini, non muslim tersebut dapat memilih dan menyatakan tunduk secara
sukarela pada hukum jinayat. Contoh kasus yang dikutip dari salah satu sumber berita on line, L Liu alias YM. Warga kota Sigli
beragama Budha ini dituduh menyimpan dan memperdagangkan khamar. Liu akhirnya diadili di Mahkamah Syar iyah Sigli. Dalam
putusan perkara ini terungkap demikian. Penundukan diri secara sukarela dan memilih dibolehkan, namun tidak boleh memaksa.
Selanjutnya, dalam ketetapan Setiap orang yang beragama bukan Islam melakukan perbuatan jinayah yang tidak diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 187 pidana di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana berlaku hukum jinayah. Demikian
menurut ketetapan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 129 Ayat 2. Ketetapan ini juga diatur dalam qanun
jinayat, sebagaimana tersebut di atas. B. Syariat Islam dan HAM Syariat Islam ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw
menjadi sebagai ajaran Rahmatan lil alamin. Hal ini sebagaimana terdapat dalam firman Allah. Artinya: Dr. Sulaiman, MA Dan
tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q.S. Al Anbiyaa : 107). Islam ajaran, di
dalamnya terkandung tata aturan yang mengatur tentang kehidupan manusia agar manusia hidup di muka bumi Allah saling
menghargai satu sama lainnya. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw mengandung tujuan untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia sebagi makhluk Allah yang mulai. Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, ajaran Islam
melarang keras terhadap segala bentuk kekerasan terhadap manusia. Penerapan syariat Islam di Aceh merupakan bagian dari
semangat untuk memberi rasa aman, pengangkatan harkat dan martabat manusia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanisan sejalan
dengan konsep ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

2.Pengarustamaan kesetaraan gender

Bahwa pemberlakuan regulasi syariat Islam justru menghambat bagi akselerasi demokrasi dan tumbuhnya bibit-bibit demokrasi
serta rawan terhadap pelanggaran HAM. Pada titik inilah sesungguhnya fenomena maraknya pemberlakuan regulasi syariat Islam
ternyata telah gagal menjadi fondasi utama bagi persemaian demokrasi dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah. Kondisi
dilematis seperti ini justru sangat potensial menumbuhkan benih-benih konflik antar sesama anak bangsa, serta menggerus nilai-
nilai toleransi serta meretakkan bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Jika argumen ini ditujukan terhadap penerapan
syariat Islam di Aceh sungguh keliru. C. Syariat Islam dan Gender. Salah satu Isu yang marak diperbincangkan dalam berbagai
kesempatan adalah gender 6. Dalam sebuah penelitian menjelaskan bahwa tidak ada konsep yang final mengenai kesetaraan
gender. 7 Isu kesetaraan gender dalam Islam belum 5 Dalmeri. Prospek Demokrasi: Delima Antara Penerapan Syariat Islam Dan
Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia. Volume 15 Nomor 2 D Gender adalah istilah yang diperkenalkan oleh para ilmuwan
sosial untuk menjelaskan perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat
bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini dinilai penting, karena selama ini sering sekali
mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran gender dan
peran kodrat ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah

melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis
dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Isu-Isu dalam Pelaksanaan
Syariat Islam di Aceh terdapat suatu kesepakan dan masih terjadi perdebatan. Namun, satu hal yang harus diperhatikan
bahwa Islam datang sebagai ajaran rahmatan lil alamin. Hulwati menambahkan, munculnya istilah kesetaraan gender dalam Islam
juga karena beberapa pemikir liberal yang menggagas, sebagian besar umat Islam tidak sepakat adanya konsep kesetaraan
gender. Kesetaraan gender dalam Islam beorientasi kepada berkeadilan, yang merupakan perbincangan dari pemikiran liberal,
karena satu sisi umat Islam tidak sepakat dengan istilah kesetaraan gender. 8 Meskipun terjadi perselisihan terhadap kesetaraan
gender di kalangan umat Islam. Namun, jika kita merujuk konsep dasar ajaran Islam dan tujuan diutuskan Nabi Muhammad Swa
sebagai Rasul menjadi rahmatallil alamin adalah untuk mengangkat harkat martabat dan derajat kaum perempuan. Hulwati
menjelaskan, ada beberapa bukti sejarah yang menunjukan Islam sangat respon pada permasalahan gender. Diantaranya ketika
Nabi Muhammad SAW belum diutus sebagai Rasul di tanah Arab kaum perempuan merupakan warganegara tidak berarti, bahkan
memiliki anak perempuan menjadi aib, perempuan tidak mendapatkan warisan. Namun tradisi ini langsung dihapuskan setelah
Islam datang, menjadikan kaum perempuan yang bermartabat, mendapatkan warisan. Di samping itu Islam mewajibkan perempuan
menutup aurat, pembatasan laki-laki menikahi perempuan dan masih banyak lagi. 9 Secara normatif, Islam memposisikan
perempuan sama dengan laki-laki. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari tiga Hal, yaitu: 1. Dari hakikat kemanusiaannya. Islam
memberikan sejumlah hak kepada perempuan dalam rangka peningkatan kualitas kemanusiaannya. Adapun hak 8 Hulwati.
Memahami Kesetaraan Gender. Isu-Isu dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh syariat Islam, belum terdapat suatu kesepakatan
tentang konsep kesetaraan gender. Menurut hemat penulis, meskipun kesetaraan gender masih terdapat pro dan kontra seiring
dengan pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Namun, dalam pelaksanaannya, kesetaraan gender bisa kita temukan dalam syariat
Islam di Aceh. Keterlibatan perempuan dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh dapat dilihat dari aspek berikut: 1. Pelibatan
perempuan dalam semua sektor pekerjaan. 2. Pelibatan perempuan dalam sistem pemerintah Aceh. 3. Pelibatan perempuan
sebagai pengawal syariat Islam di Aceh; polisi syariat Islam (Wilayatul Hisbah di singkat dengan WH). 4. Pelibatan perempuan
dalam TNI dan Polri. 5. Pelibatan perempuan dalam struktur Dinas syariat Islam. dll. Qanun-qanun yang terkait dengan
pelaksanaan syariat Islam di Aceh juga bersifat universal dan berlaku untuk semua kalangan laki-laki dan perempuan. Misalnya,
Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum Jinayat, bukan untuk mendiskriditkan perempuan, malah sebaliknya yaitu untuk
memberi perlindungan terhadap perempuan dan seluruh masyarakat Aceh. Isu perempuan memang selalu di diperbincangkan oleh
berbagai kalangan sejalan dengan penerapan syariat Islam di Aceh. Khususnya terkait dengan tata berbusana bagi perempuan
muslim di Aceh haruslah Islami. Ini sudah syar i bukan hanya terhadap perempuan muslim di Aceh tetapi untuk semua perempuan
muslim di negara manapun. 174 Studi Syariat Islam di Aceh.

Kesalahan besar jika disebutkan pemaksaan jilbab terhadap muslim di Aceh, sebagaimana terdapat dalam penjelasan T. Saiful
bahwa yang menonjol di Aceh pasca Otonomi Khusus yang memberikan hak keistimewaan kepada Aceh untuk menyelenggarakan
kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam adalah pemaksaan penggunaan jilbab bagi perempuan;
pengekangan kebebasan beraktivitas bagi perempuan di ranah publik; pemasangan tulisan-tulisan Arab di instansi pemerintah dan
swasta dan fasilitas publik lainnya; pemasangan tulisan Al-Qur an di sepanjang jalan-jalan protokol dan pemasangan papan iklan
yang berisi peringatan supaya menjalankan ibadah ritual. 11 Argumen ini keliru, menyatakan bahwa terjadi pemaksaan berjilbab
terhadap perempuan di Aceh dengan membawa isu gender, itu salah besar. Berjilbab sudah ketentuan agama yang sifatnya wajib
bagi perempuan untuk menutupi aurat dan dalam ranah ini tidak bisa menuntut untuk kesetaraan gender (menuntut sama laki-laki
dengan perempuan) karena sudah ketetapan hukum Islam demikian. D. Syariat Islam dan Penguatan Akidah Aqidah komponen
penting dalam Islam dan menjadi fondasi dasar dalam hal keimanan. Soufyan Ibrahim. Dkk, merujuk pada Mahmud Syaltut dalam
karangannya yang bejudul al-islam baina al-syariah mengatakan, dari Al-qur an diketahui bahwa Islam memiliki dua cabang dasar
(aqidah dan syariah), tidak akan ada hakikat dan berimplementasi kandungan Islam kecuali dua cabang itu direalisasi dan eksis.
Lebih detil Mahmud Syaltut menjelaskan al- aqidah merupakan sisi nadhar (penalaran) yang diawali dengan keimanan (keyakinan),
yang tidak mengandung keraguan dan menimbulkan subhat. Sementara, syari ah adalah aturan-aturan yang Allah tetapkan atau
Dia tetapkan.

Isu-Isu dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dasarnya agar manusia menjadikannya (sebagai pedoman) bagi dirinya dalam

berhubungan dengan Tuhannya, atau sesama saudaranya yang muslim atau sesama saudaranya manusia dan
hubungannya dengan kehidupan. 12 Aqidah unsur utama terkait keimanan dalam Islam, kekuatan aqidah tauhid yang tertanam
dalam hati manusia akan mendorong terhadap aktualisasi syariah yang merupakan hukum ketetapan Allah. Jadi, kedua aspek
tersebut saling keterkaitan. Setiap manusia yang beraqidah dengan aqidah tauhid maka baginya berlaku syariah Islam. Ketatapan
Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang pokokpokok syariat Islam, Bab I Pasal 1, menetapkan pada Poin Nomor 15, Syariat Islam
adalah tuntunan dan aturan hukum Islam dalam semua aspek kehidupan. Sementara aqidah yang diikuti oleh masyakarat Aceh
adalah aqidah ahlussunah wal jamaah. Hal ini sebagaimana dalam ketetapan Poin Nomor 16, Aqidah adalah aqidah ahlussunah
wal jamaah berdasarkan Al-Quran dan As- Sunnah yang menjadi keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi
landasan segala bentuk aktifitas, sikap, pandangan, dan pegangan hidupnya. Upaya mewujudkan masyarakat Aceh yang beraqidah
ahlussunah wal jamaah tentu harus didukung dengan sosialisasi dan pendidikan tentang aqidah sejalan dengan penerapan syariat
Islam di Aceh. Pembentukan terhadap masyarakat dan kepada generasi mudah Aceh dalam rangka penerapan syariat Islam secara
kaffah merupakan komponen pokok yang menjadi tanggung jawab bersama; pemerintah, alim ulam, dan msyarakat Aceh.
Penguatan aqidah ahlussunah wal jamaah bertujuan 12 Soufyan Ibrahim. Dinamika Sosial Keagamaan Dalam Pelaksanaan Syariat
Islam.

3.Isutajdid

menurut bahasa, maknanya berkisar pada menghidupkan, membangkitkan dan mengembalikan. Makna-makna ini memberikan
gambaran tentang tiga unsur yaitu keberadaan sesuatu kemudian hancur atau hilang kemudian dihidupkan tanpa kecacatan.

akhir-akhir ini istilah pembaharuan sering dijadikan bahan tunggangan oleh sejumlah elemen dan kelompok untuk menggugat hal-hal yang dalam
Islam sudah dipandang final. Munculnya gagasan pembaharuan dewasa ini sebenarnya tidak lain karena pengaruh yang datang dari Barat,
sebagaimana yang telah penulis uraikan secara ringkas di atas. Islam sesungguhnya samasekali tidak pernah menolak konsep pembaharuan,
bahkan menganjurkan untuk pembaharuan, tetapi itu harus pure dari Islam dan keinginannya untuk kebaikan umat Islam. Tetapi pada hari ini,
istilah pembaharuan yang dalam bahasa Islam itu disebut dengan tajdid sudah disalah tafsirkan.

Penulis mengatakan bahwa tajdid adalah bahasa/istilah Islam. Penulis rasa poin ini akan menarik sejumlah musuh di luar sana. Mereka akan
mengklaim bahwa itukan bahasa Arab, apakah karena ia bahasa Arab lalu dikatakan sebagai Islam. Musuh Islam akan marah kalau penulis
mengatakan bahwa istilah ini adalah istilah Islam. Sebelum penulis sebutkan buktinya bahwa istilah tajdid adalah murni Islam, dan bukan
dikarenakan bahasa Arab, penulis ingin ajak berfikir musuh-musuh yang di sana, bahwa setiap ajaran, agama dan keyakinan memiliki istilah dan
bahasanya yang khas. Dan itu adalah harga mati dalam semua ajaran. Sebuah istilah yang dimunculkan oleh sebuah ajaran harus dipahami sesuai
dengan maksud dan tujuan pertama sekali istilah itu dimunculkan. Sesungguhnya tidak mudah menggantikan suatu istilah dari sebuah ajaran lalu
diistilahkan dalam bahasa lain dari ajaran lain. meskipun secara bahasa memiliki makan sama, secara istilah belum tentu.

Sebuah istilah haruslah dipahami sebagaimana pertama sekali istilah itu dimunculkan. Islam dengan menggunakan bahasa Arab (al-Quran dan
hadist) sebagai pengantarnya telah memunculkan sejumlah istilah yang memiliki makna khas dan tidak bisa dengan serampangan digantikan
dengan bahasa lain. Sebagaimana istilah tajdid, melalui sebuah hadistnya yang masyhur Rasulullah bersabda, yang artinya; Sesunggunya Allah
akan mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun, orang yang memperbaharui (mujaddid) agamanya (HR: Abu Daud).

Tajdid dari sisi bahasa bermakna pembaharuan. Dari kata pembaharuan itu memunculkan tiga hal yang saling berkait dan tak terpisahkan. 1).
Yang diperbaharui itu haruslah sesuatu yang telah ada permulaannya dan dikenal oleh orang banyak, 2). Sesuatu itu telah berlalu beberapa waktu,
kemudian usang dan rusak, 3). Sesuatu itu telah dikembalikan kepada keadaan semula sebelum usang dan rusak. Secara ringkas, Amal Fathullah
Zarkasyi, memberi definisi tajdid sebagai usaha menghidupkan kembali apa yang telah dilupakan/ditinggalkan dari ajaran-ajaran agama, dan
membangkitkannya kembali demi untuk mereformasi kehidupan kaum Muslimin secara umum ke arah yang lebih baik. Beliau manambahkan,
tajdid bukanlah merubah yang lama dan menghilangkannya dari yang aslinya, lalu menggantikannya dengan sesuatu yang baru. Yang
diperbaharui dari agama ini bukanlah subtansinya, tetapi pengajaran dan pemahaman tentang ajaran agama, serta bukannya pembaharuan agama
itu sendiri (Zarkarsyi, 2010). Apa yang kini dilakukan oleh sejumlah golongan tidak lain adalah proses pembubaran Islam menuju agama baru,
dan bukannya pembaharuan Islam kembali pada ajarannya yang murni. Wallahualam.

4.kemampuan aparatur pelaksana penerapan syariat Islam di Aceh.

Aparatur sesuai dengan keahliannya bidang agama Islam, secara konsekwen (istiqamah) Menyeru dan memberi contoh kepada
masyarakat untuk tetap melaksanakan syariat Islam, Sebagai kewajiban setiap muslim mengabdi kepada pencipta-Nya, melalui
syariat Islam

Secara yuridis formal, pengaturan syariat Islam di Aceh didasarkan pada UndangUndang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.15 Kedua Undang-Undan
ini menjadi dasar kuat bagi Aceh untuk menjalankan syariat islam. Hal ini menandakan syariat Islam adalah bagian dari kebijakan Negara yang di
berlakukan di Aceh. Oleh karena itu, dalam konteks pelaksanaannya pun tidak terlepas dari tanggung jawab negara.Dalam pasal 3 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1999 dinyatakan bahwa pelaksanaan syariat Islam merupakan keistimewaan bagi Aceh. Keistimewaan ini merupakan
bagian dari pengakuan bangsa Indonesia yang diberikan kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat yang tetap dipelihara
secara turun-temurun sebagai landasan spiritual, moral dan kemanusiaan. Keistimewaan yang dimiliki Aceh meliputi : penyelenggaraan
kehidupan beragama, adat, pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. Penyelenggaran kehidupan beragama yang
diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam dilakukan secara menyeluruh (kaffah). Artinya, seluruh dimensi kehidupan masyarakat
mendapat pengaturan dari hukum syariat. Pengaturan tersebut meliputi dimensi politik, hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya,
dan lain-lain. Oleh karena itu, hukum yang diberlakukan di Aceh adalah hukum yang bersumber pada ajaran agama yaitu syariat Islam.
Pernyataan yang muncul apakah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dibenarkan suatu komunitas menjalankan hukum
agamanya seperti agama Islam. Pernyataan dapat dijawab bila kita cermati kandungan makna pasal 29 UUD 1945 ayat (2) dimana
negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama
dan kepercayaannya itu. Kata ”menjamin” dalam pasal 29 UUD 1945 jelas bermakna imperatif. Artinya, Negara berkewajiban
melaksanakan upaya-upaya agar tiap penduduk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Keaktifan
Negara di sini adalah memberikan jaminan bagaimana penduduk dapat memeluk dan menjalankan agamanya. 16 Dalam konteks
syariat Islam di Aceh Negara bukan hanya berperan memfasilitasi kehidupan keagamaan, tetapi juga terlibat mendesai formulasi-
formulasi hukum yang bersumber pada ajaran agama Islam melalui kegiatan legislasinya. Keikut sertaan Negara dalam
menjalankan syariat Islam di Aceh sebagai kewajiban konstitusional.Peran yang ditampilkan Negara dalam rangka pelaksanaan
syariat Islam di Aceh, berangkat dari pengakuan konstitusi UUD 1945 yang mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintah
daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Salah satu kekususan dan keistimewaan Aceh adalah pelaksanaan syariat Islam, yang
merupakan pandangan hidup masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh dikenal sebagai komunitas yang taat dan fanatis terhadap syariat
Islam. Masyarakat Aceh telah menjadi norma agama sebagai standar untuk mengukur apakah suatu perbuatan sesuai atau tidak
dengan syariat Islam. Setiap muslim menyakini bahwa syariat Islam merupakan jalan hidup yang dapat mengantarkan kebahagiaan
dan keselamatan didunia dan akhirat. Dengan demikian, pelaksanaan syariat Islam melalui aturan formal yang ditentukan negara,
ikut memperkuat norma dan ciri khas masyarakat Aceh yang kental dengan ajran Islam
Kesimpulan

Islam juga karena beberapa pemikir liberal yang menggagas, sebagian besar umat Islam tidak sepakat adanya konsep
kesetaraan gender.Kesetaraan gender dalam Islam beorientasi kepada berkeadilan, yang merupakan perbincangan dari pemikiran
liberal, karena satu sisi umat Islam tidak sepakat dengan istilah kesetaraan gender. 8 Meskipun terjadi perselisihan terhadap
kesetaraan gender di kalangan umat Islam. Namun, jika kita merujuk konsep dasar ajaran Islam dan tujuan diutuskan Nabi
Muhammad Swa sebagai Rasul menjadi rahmatallil alamin adalah untuk mengangkat harkat martabat dan derajat kaum
perempuan. Hulwati menjelaskan, ada beberapa bukti sejarah yang menunjukan Islam sangat respon pada permasalahan
gender.Pelibatan perempuan dalam struktur Dinas syariat Islam.Qanun-qanun yang terkait dengan pelaksanaan syariat Islam di
Aceh juga bersifat universal dan berlaku untuk semua kalangan laki-laki dan perempuan. Isu perempuan memang selalu di
diperbincangkan oleh berbagai kalangan sejalan dengan penerapan syariat Islam di Aceh. 174 Studi Syariat Islam di Aceh.
Berjilbab sudah ketentuan agama yang sifatnya wajib bagi perempuan untuk menutupi aurat dan dalam ranah ini tidak bisa
menuntut untuk kesetaraan gender karena sudah ketetapan hukum Islam demikian. Syariat Islam dan Penguatan Akidah Aqidah
komponen penting dalam Islam dan menjadi fondasi dasar dalam hal keimanan. Dkk, merujuk pada Mahmud Syaltut dalam
karangannya yang bejudul al-islam baina al-syariah mengatakan, dari Al-qur an diketahui bahwa Islam memiliki dua cabang dasar ,
tidak akan ada hakikat dan berimplementasi kandungan Islam kecuali dua cabang itu direalisasi dan eksis. Dinamika Sosial
Keagamaan Dalam Pelaksanaan Syariat Islam.

Akhir-akhir ini istilah pembaharuan sering dijadikan bahan tunggangan oleh sejumlah elemen dan kelompok untuk menggugat
hal-hal yang dalam Islam sudah dipandang final. Islam sesungguhnya samasekali tidak pernah menolak konsep pembaharuan,
bahkan menganjurkan untuk pembaharuan, tetapi itu harus pure dari Islam dan keinginannya untuk kebaikan umat Islam. Tetapi
pada hari ini, istilah pembaharuan yang dalam bahasa Islam itu disebut dengan tajdid sudah disalah tafsirkan. Penulis mengatakan
bahwa tajdid adalah bahasa/istilah Islam.Mereka akan mengklaim bahwa itukan bahasa Arab, apakah karena ia bahasa Arab lalu
dikatakan sebagai Islam. Musuh Islam akan marah kalau penulis mengatakan bahwa istilah ini adalah istilah Islam.

Anda mungkin juga menyukai