PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak diragukan lagi bahwa berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah adalah kunci keselamatan
dari terjerumusnya kepada bid’ah dan kesesatan. Maka barang siapa yang berpaling dari Al-Qur’an
dan Sunnah pasti akan terbentur oleh jalan-jalan yang sesat dan bid’ah. Bid’ah adalah suatu
kebodohan terhadap hukum-hukum Ad-Dien, semakin panjang zaman dan manusia berjalan menjauhi
atsar-atsar risalah Islam, semakin sedikitlah ilmu dan tersebarlah kebodohan. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam :
Artinya: Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengambil (mencabut) ilmu dengan mencabutnya dari
semua hamba-Nya akan tetapi mengambilnya dengan mewafatkan para ulama, sehingga jika tidak ada
(tersisa) seorangpun ulamapun, maka manusia mangangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh,
mereka ditanya (permasalahan) lalu berfatwa tanpa dibarengi ilmu, akhirnya sesat dan menyesatkan.
Bid’ah juga sesuatu yang berpaling dari Al-qur’an dan Sunnah dan mengikuti hawa nafsu, firman Allah
dalam surah Al-Jatsiyah : 23 yang berbunyi :
َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َّ ْ َ َ َْ َ غ َش َاوة َب
َصه َعل َو َج َع َل َوقل ِب ِه َس ْم ِع ِه َعل َوخت َم ِعلم َعل اّلل َوأضله ه َواه ِإل َٰ ََٰهه اتخذ َمن أف َرأ ْيت
ِ ِ
ْاّلل َب ْعد م ْن َي ْهديه َف َمن َّ َ َ َ َّ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ۚ تذكرون أفل
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai illahnya dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengarannya dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)”.
Dan bid’ah itu hanyalah merupakan bentuk nyata dari hawa nafsu yang diikuti. Ashabiyah
terhadap pendapat tertentu yaitu dari mengikuti dalil dan mengatakan yang haq. Inilah keadaan
orang-orang saat ini dari sebagian pengikut-pengikut madzhab, aliran tasawuf serta penyembah-
penyembah kubur. Apabila meraka diajak untuk mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah serta membuang
jauh apa-apa yang menyelisihi keduanya (Al-Qur’an dan Sunnah) mereka berhujjah (berdalih) dengan
madzhab-madzhab, syaikh-syaikh, bapak-bapak dan nenek moyang mereka. Hal ini merupakan
penyebab paling kuat yang dapat menjerumuskan kepada bid’ah yakni orang-orang yang menyerupai
orang-orang kafir. Hal-hal inilah yang menjadi realita saat ini. Sungguh kebanyakan kaum muslimin
telah mengikuti orang-orang kafir dalam amalan-amalan bid’ah dan syirik, seperti merayakan hari-hari
kelahiran, mengkhususkan beberapa hari atau minggu untuk amalan tertentu, upacara keagamaan
dan peringatan-peringatan, mengadakan perkumpulan hari suka dan duka dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bid’ah ?
2. Pengertian Bid’ah.
3. Contoh-contoh perbuatan Bid’ah.
4. Hukum melakukan perbuatan Bid’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bid’ah diambil dari kata bida’ yaitu al ikhtira atau mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh
sebelumnya atau sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Shallallhu’alaihi wa sallam, tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarang. Nabi
menilainya sebagai kesesatan dalam agama. Perbuatan yang dimaksud ialah perbuatan baru atau
penambahan dalam peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya.
Dalam kitab Shahih Muslim bi Sarah Imam Nawawi dijelaskan “Dan yang dimaksud bid’ah,
menurut ahli bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan tanpa contoh terlebih dahulu”. Sedangkan jika
ditujukan dalam hal ibadah pengertian bid’ah yakni “Suatu jalan yang diada-adakan dalam agama yang
dimaksudkan untuk bertentangan dengan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ umat terdahulu”.
Bid’ah adalah kebalikan dari sunnah dan bertentangan dengan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma umat
terdahulu, baik keyakinannya atau peribadahannya atau ia bermakna lebih umum yaitu apa-apa yang
tidak di syariatkan oleh Allah maka yang demikian itu adalah bid’ah. Bid’ah dalam syari’ah adalah apa
yang diada-adakan yang tidak ada perintah Rasul Shallallahu’alaihi wa sallam. Membuat cara-cara
baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti, sesuatu pekerjaan yang sebelumnya belum pernah
dikerjakan, itu disebut bid’ah. Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah
(agama) tanpa adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya (tidak
ditemukan perkara tersebut) pada zaman Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam.
Secara umum bid’ah bermakna melawan ajaran asli suatu agama artinya mencipta sesuatu
yang baru dan disandarkan pada perkara agama atau ibadah. Maka inilah makna bid’ah yang
sesungguhnya. Bid’ah dalam agama juga mematikan sunnah. Pembuat bid’ah memandang agama
tidak lengkap dan bertujuan melengkapinya.
Setelah mengetahui bahwa begitu bahayanya bid’ah tersebut maka seharusnyalah kita
menghindari dari hal tersebut diatas. Maka dari itu tetaplah berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah dan Ijma sahabat. Firman Allah dalam surah Al-An’am ayat 153:
َّ َ َ َ ِ السب َل َت َّتبعوا َو َل ۖ َف َّاتبعوه م ْس َت ِقيما ُّ ۚ َسبيله َع ْن ب ُك ْم َف َت َف َّر َق
اط ه ََٰٰذا َوأن
ِِ ِص ِ ِ ِ ِِ ِ
ْون ل َع َّل ُك ْم به َو َّص ُاك ْم َذ ل ُكم
َ َّ َ
تتق
ِ ِِ
Artinya: Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (lainnya). Sebab jalan-jalan itu akan mencerai beraikan kau dari jalan-nya.
Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu agar kamu bertaqwa.
Ibnu Hajar al As-Qalani dalam Fathul Bari menjelaskan “setiap bid’ah adalah sesat”yakni apa
yang diadakan tanpa dalil padanya dari syariat baik dengan jalan khusus maupun jalan umum.
Menurut Ibnu Rajab yang dimaksudkan dengan bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada
dasarnya di dalam syariat. Menurut As-Suyuti, bid’ah adalah suatu ungkapan tentang perbuatan yang
bertentangan dengan syariat karena menyelisihi perbuatan yang menjadikannya adanya pengurangan
dan penambahan syariat.
Ulama sepakat bahwa dari beberapa pengertian bid’ah tersebut diatas yang paling mengena
pada maksud bid’ah adalah yang diartikan oleh Imam Syathibi. Dari definisi-definisi tersebut dapat
diambil pokok-pokok pengertian bid’ah sebagai berikut:
Maka tidak termasuk bid’ah sesuatu yang diadakan di luar agama untuk kemaslahatan dunia,
seperti pengadaan hasil-hasil industry dan alat-alat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia yang
bersifat duniawi.
Adapun hal-hal yang memiliki dasar-dasar syariat, maka bukan bid’ah meskipun tidak ada
dalilnya dalam syariat secara khusus. Contohnya pada zaman sekarang orang membuat alat-alat,
seperti pesawat, roket, tank, dan alin sebagainya, dari alat-alat perang modern dengan tujuan
persiapan memerangi orang-orang kafir dan membela kaum muslimin. Maka perbuatannya bukan
bid’ah meskipun syariat tidak menjelaskannya secara rinci, dan Rasulullah tidak menggunakan alat-
alat tersebut untuk memerangi orang-orang kafir. Tetapi membuatnya termasuk dalam firman Allah
secara umum,
ُّ ََ
ْاستط ْعت ْم َما له ْم َوأ ِعدوا
Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja”.(Al-Anfal:60).
Maka setiap sesuatu yang memiliki dasar dalam syara’, ia termasuk syariat dan bukanlah
bid’ah.
c. Bid’ah di dalam agama kadang dikurangi dan kadang ditambah.
C. Contoh-contoh bid’ah
5 Shalawa Nariyah
Shalawat ini
mengandung beberapa penyimpangan syariat yang sangat jelas,
di antaranya;
a. Shalawat ini dibaca ketika terjadi musibah. Ini merupakan
cara mengada
-
ada membuat sebab dalam melakukanibadah.
b. Jumlah bacaannya ditentukan 4444 kali. Inipun jumlah
yang
dibuat
-
buat dalam melakukan ibadah.
4
c. Membacanya dilakukan secara berjamaah. Ini juga
merupakan cara mengada
-
ada dalam teknik membacanya
dalam ibadah.
D. Di dalamnya terdapat penyimpangan syariat dan syirik
serta sikap berlebih
-
lebihan terhadap Nabi shall
allahu alaihi wa
sallam serta menyandarkan perbuatan kepadanya yang tidak
boleh diberikan kecuali kepada Allah Ta'ala, seperti memenuhi
berbagai keinginan, menyelesaikan problem, meraih keinginan,
husnul khotimah. Padahal Allah telah memerintahkan Nabi
-
Nya
untuk berkata, "Katakanlah, sungguh aku tidak memiliki bahaya
dan petunjuk bagi kalian."
E. Padanya terdapat tindakan meninggalkan syariat
kemudian mengada
-
ada shalawat dan doa dari dirinya sendiri.
Sikap ini mengandung tuduhan terhadap Nabi shallallahu a
laihi
wa sallam lalai menjelaskan apa yang dibutuhkan manusia. Hal
ini berarti menambah syariatnya.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, "Siapa yang mengada
-
ada
dalam perkara (agama) kami yang tidak bersumber darinya,
maka dia tertolak."
(HR. Bukhari, no. 25
50, Muslim, no. 1718. Dalam riwayat
Muslim, no. 1718 disebutkan, 'Siapa melakukan amalan yang
tidak bersumber dari ajaran kami, maka dia tertolak.')
Ibnu Rajab Hambali rahimahullah berkata, "Ini merupakan
salah satu prinsip Islam yang sangat agung. Dia bag
aikan
barometer untuk menetapkan amal secara zahir, sebagaimana
hadits 'Setiap amal ditentukan berdasarkan niat' merupakan
barometer untuk menentukan amal secara batin. Maka
sebagaimana amal yang tidak ditujukan karena Allah, maka
pelakunya tidak mendapatk
an pahala, begitupula amal yang
dilakukan tidak berdasarkan ajaran dari Allah dan Rasul
-
Nya,
maka dia tertolak dari pelakunya. Semua yang mengada
-
ada
dalam agama dengan sesuatu yang tidak Allah dan Rasul
-
Nya
5
ajarkan, maka dia bukan termasuk agama sama seka
li." (Jami
Al
-
Ulum wal Hikam, 1/180)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Hadits ini merupakan
salah satu landasan Islam yang sangat agung. Dia termasuk
Jawamiul Kalim Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (ucapan
yang sedikit namun mengandung makna yang d
alam) Karena di
dalamnya mengandung penegasan yang menolak segala bidah
dan tindakan mengada
-
ada. Dalam riwayat kedua terdapat
tambahan. Maksudnya, boleh jadi seseorang melakukan bidah
yang sudah dilakukan sebelumnya. Maka jika disampaikan
kepadanya dalil
"Siapa yang mengada
-
ada..." (
من
أحدث
...) dia
akan berkata, "Saya tidak mengada
-
ada perbuatan (karena
sudah ada yang melakukannya sebelumnya). Maka orang
seperti ini diberikan dalil, "Siapa yang berbuat...." (
من
ل
د
ع
...)
yang padanya terdapat penegasan menolak s
emua bentuk
bid'ah, apakah pencetusnya orang tersebut atau telah ada
sebelumnya orang yang melakukannya. Hadits ini layak dihafal
dan digunakan untuk membantah kemungkaran dan sering
-
sering berdalil dengannya." (Syarh Muslim, 12/16)
BAB III
KESIMPULAN
Bid’ah merupakan sesuatu yang dianggap baru dan tidak ada contoh sebelumya atau dalam syariah
ialah sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wa
sallam. Perbuatan yang dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya
dengan peribadahan. Bid’ah adalah kebalikan dari sunnah dan bertentangan dengan Al-Qur’an, As-
Sunnah, Ijma umat terdahulu, baik keyakinannya maupun peribadahannya. Dan segala sesatu yang
tidak disyariatkan oleh Allah maka yang demikian adalah bid’ah.
Bid’ah dikatakan sesat dikarenakan dalam pengertiannya menjelaskan bahwa bid’ah ialah suatu
perbuatan penambahan atau pengurangan dalam peribadahan yang tidak ada contoh, syariat,
rukun, dan perintah terlebih dahulu. Dan juga dengan adanya bid’ah umat semakin terpecah belah
satu sama lain karena masing-masing mempunyai bid’ah-bid’ah yang mereka yakini kebenarannya.
Juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam, yang artinya: “ Setiap bid’ah itu
sesat”.
DAFTAR PUSTAKA
Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. Rajawali Pers. Jakarta. 2001
Said Al-Khin, Mustofa. Larangan Berbuat Bid’ah, jilid I. Musasah
Ar-Risalah Dirut. Jakarta. 2005
Shalih Al-Munajid, M. Sunnah dan Bid’ah Tahunan. Aquam. Jakarta. 2009
Thalib M. 25 Ciri Zaman Edan dan 20 Langkah Menghadapinya. Irsyad Baitus
Salam. Bandung. 2000
Yahya, Imam. Syarah Hadits Arba’in. Trigenda Karya. Bandung. 1995