ﻛﯾف, ﻗﯾل ﯾﺎ رﺳول ﷲ.إن ﻣن أﻛﺑر اﻟﻛﺑﺎﺋر أن ﯾﻠﻌن اﻟرﺟل واﻟد ﯾﮫ
وﯾﺳب أﻣﮫ، ﯾﺳب أﺑﺎ اﻟرﺟل ﻓﯾﺳب أﺑﺎه: ﯾﻠﻌن اﻟرﺟل واﻟدﯾﮫ؟ ﻗﺎل
ﻓﯾﺳب أﻣﮫ
()رواه اﻟﺑﺧﺎرى و ﻣﺳﻠم وأﺑوداود
“ Sesungguhnya sebesar-besar dosa besar adalah seseorang melaknat kedua
orang tuanya. Lalu Rasulullah SAW, ditanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana
mungkin seseorang akan melaknat ibu dan bapaknya, Rasulullah SAW
menjawab, “Seseorang yang mencaci maki ayah orang lain, maka ayahnya
juga akan dicaci maki orang lain, dan seseorang mencaci maki ibu orang lain,
maka orang lain pun akan mencaci maki ibunya.
دع ﻣﺎ ﯾرﯾﺑك إﻟﻰ ﻣﺎ ﻻ ﯾرﯾﺑك
”Tinggalkan sesuatu yang membuat kamu ragu menuju sesuatu yang tidak
membuat kamu ragu (yaqin)“
• Kaidah Fikih
ب ا ْﻟﻣَﺻَ ﺎﻟِ ِﺢ
ِ دَ رْ ُء ا ْﻟ َﻣﻔَﺎﺳِ ِد أ َْوﻟَﻰ ﻣِنْ ﺟَ ْﻠ
”Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih
kebaikan (maslahah)“
Logika
Secara logika, ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan, maka
mestinya ia juga membolehkan segala hal yang akan mengantarkan
kepada hal tersebut. Begitupun sebaliknya, jika seseorang melarang suatu
perbuatan, maka mestinya ia pun melarang segala hal yang bisa
mengantarkan kepada perbuatan tersebut
Ibnu Qayyim Berkata (kitab A’lâm al-Mûqi’în): ”Ketika Allah melarang
suatu hal, maka Allah pun akan melarang dan mencegah segala jalan dan
perantara yang bisa mengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan
dan menegaskan pelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan
segala jalan dan perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang
dengan pelarangan yang telah ditetapkan.”
• Macam-macam sad al Dzari’ah
Para ulama membagi Dzariah menjadi dua kategori:
1. Berdasarkan Jenis Mudharat yang ditimbulkan, menurut Ibnu Qayyim :
a) Perbuatan perantara yang pada dasarnya membawa kerusakan yang pasti.
Contoh: Perbuatan zina yang dapat membawa pada kerusakan tata nasab
keturunan, meminum minuman keras yang mengakibatkan mabuk.
b) Perbuatan perantara bersifat mubah atau dianjurkan namun ditujukan untuk
perbuatan haram atau buruk yang merusak. Seperti seorang laki-laki menikahi
perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada
suami yang pertama (nikah al tahlil)
c) Perbuatan perantara bersifat mubah, dan tidak bertujuan untuk suatu kerusakan
namun bisa berpotensi kerusakan bahkan menjadi lebih besar dibanding
kemaslahatannya. Contoh: mencaci persembahan orang musyrik pada dasarnya
mubah tetapi tatkala menjadi medium umat lain mencaci Allah maka hukumnya
menjadi terlarang.
d) Perbuatan perantara bersifat mubah, tidak ditujukan untuk kerusakan namun
memiliki sifat merusak walaupun tidak sebesar kemaslahatannya. Contoh, melihat
wajah perempuan ketika dipinang. Menurut Ibnu Qayyim, kemaslahatannya lebih
besar, maka hukumnya dibolehkan sesuai kebutuhan.
2. Dzariah dari segi tingkat kemudharatan menurut Asyatibi
a) Perbuatan yang dilakukan membawa kerusakan secara pasti,
b) Perbuatan yang boleh dilakukan karena jarang sekali membawa kepada
kerusakan, contoh menggali lobang di tanah sendiri yang jarang dilalui
seseorang
c) Perbuatan perantara yang membawa kepada kerusakan menurut biasanya
dalam artian kalau dzariah dilakukan maka kemungkinan besar akan terjadi
kerusakan. Contoh, menjual anggur kepada produsen minuman keras. Pada
dasarnya boleh-boleh saja menjual anggur tapi tatkala dijual kepada
produsen minuman keras akan menjadi terlarang
d) Perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakukan karena mengandung
kemaslahatan, tetapi memungkinkan terjadinya kemafsadatan. Dalam arti
jika tidak dihindari seringkali sesudah itu akan mengakibatkan
berlangungnya perbuatan terlarang. Seperti jual-beli kredit (baiy al ajal),
tidak selalu jual beli kredit membawa kepada riba tapi seringkali dijadikan
sarana untuk riba. Namun, dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat
Kedudukan Sadd al Dzari’ah Menurut Para Ulama
• Dari uraian tersebut diatas, jelaslah bahwa dzari’ah ini merupakan dasar
dalam fiqih islam yang dipegang oleh seluruh Fuqaha, tetapi mereka hanya
berbeda dalam pembatasannya
• Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Imam Ahmad, dan banyak berpegang
pada dzari’ah, sedangkan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Syiah dapat
menerima sad al dzari’ah namun dalam masalah-masalah tertentu saja.
• Menurut Husain Hamid, salah seorang guru besar Ushul Fiqih Fakultas
Hukum Universitas Kairo, Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menerima sad al
dzari’ah apabila kemafsadatan yang akan muncul kemungkinan besar akan
terjadi (galabah adz dzan)
• Golongan Zhahiriyah tidak mengakui kehujjahan sad al dzari’ah sebagai
salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’. Hal itu sesuai dengan
prinsip mereka yang hanya menggunakan nash secara harfiyah saja dan
tidak menerima campur tangan logika dalam masalah hukum.