Anda di halaman 1dari 15

DALIL-DALIL HUKUM IJTIHADI;

‘URF, SYAR’U MAN QABLANA,


MADZHAB SHAHABI, DAN SAD-
DZARI’AH
‘URF
• Pengertian Al ‘Urf
• Al ‘Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi
tradisinya; baik ucapan, perbuatan atau pantangan-pantangan, dan
disebut juga adat. Menurut istilah ahli syara’ , tidak ada perbedaan
antara al ‘urf dan adat. Adat perbuatan, seperti kebiasaan umat
manusia berjual beli dengan tukar- menukar secara langsung, tanpa
bentuk ucapan akad.
• Macam-macam al ‘Urf
• . Urf shahih adalah sesuatu yang telah dikenal oleh manusia dan
tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan yang
haram dan juga tidak membatalkan yang wajib.
• Urf fasid adalah sesuatu yang telah sering dikenal manusia, tetapi
bertentangan dengan hukun syara’,atau menghalalkan yang haram
dan mengharamkan yang wajib.
Hukum al ‘Urf
• Adat yang benar, wajib diperhatikan dalam pembentukan hukum
syara’ dan putusan perkara. Seorang mujtahid harus
memperhatikan hal itu dalam setiap putusannya. Karena apa yang
sudah di ketahui dan dibiasakan oleh manusia adalah menjadi
kebutuhan mereka, disepakati dan ada kemaslahatannya. Selama
ia tidak bertentangan dengan syara’ maka harus di jaga. Syar’i
telah menjaga adat yang benar diantara adat orang Arab dalam
pembentukan hukumanya.
Syar’u Man Qablana ( Syari’at sebelum kita )

• Apabila Al-qur’an dan As-Sunnah yang shahih


menghabiskan suatu hukum yang telah
disyari’atkan pada umat yang terdahulu
melallui para Rasul, kemudian nash tersebut
diwajibkan kepada mereka, maka tidak
diragukan lagu bahwa syara’at tersebut di
tujukan juga kepada umat Nabi Muhammad
saw. Dengan jata lain, wajib untuk diikiuti,
seperti tentang puasa ramadhan.
Pendapat Para Ulama Syari’at Sebelum kita

• Jumhur Ulama Hanaiyah, sebagian ulama


Malikiyah, dan Syafi’iyah berpendapat
bahwa hukum tersebut disyari’atkan juga
pada umat Nabi Muhammad saw. Dan umat
Nabi Muhammad saw. Berkewajiban
mengikuti dan menerapkannya dalam hukum
tersebut telah diceritakan kepada umat
Nabi Muhammad saw. Serta tidak terdapat
hukum yang me-nasakh-nya. Alasan mereka
menganggap bahwa hal itu termasuk di
antara hukum-hukum Tuhan yang telah
disyari’atkan melalui para rasulnya dan
diceritakan pada umatnya.
MADZHAB SHAHABI
• Sebagian ulama ushul fiqh menyebut istilah qaul
ash-shahabi. Sebenarnya kedua istilah ini tidak
persis sama maknanya. Sebab yang dimaksud
dengan qaul ash- shahabi ialah, pendapat hokum
yang dikemukakan oleh seorang atau beberapa
orang sahabat Rasulallah saw. Scara individu,
sunnah Rasulallah. Sedangkan madzhab shahabi
menunjuk pengertian pendapat hukum para sahabat
secara keseluruhan, bak tentang suatu hukum
syara’ yang tidak terdapat, baik dalam alSebelum
lebih jauh menjelaskan pandangan para ulama
tentang qaul shohabi tentang sutu hokum syara’
yang tidak terdapat ketentuannya bak di dalam Al-
quran maupun shahabi,
• Madzhab Shahabi:
1. Keadaan para sahabat setelah Rasulullah
wafat
2. Kehujjahan madzhab shahabi dan
pandangan para ulama
Definisi Dzari’ah dan sadd al Dzari’ah
• Menurut Bahasa(lughoh)
Sad al dzari’ah, sadd artinya menutup dan dzari’ah artinya
jalan. Jadi, Sad al dzari’ah artinya menutup jalan
Atau

‫ﻛ ّل ﻣﺎ ﯾﺗﺧذ وﺳﯾﻠﺔ وﯾﻛون طرﯾﻘﺎ إﻟﻲ ﺷﻲء ﻏﯾره‬


“Setiap sesuatu yang menjadi perantara dan jalan kepada
sesuatu lainnya.”
Menurut Istilah

‫ ﻣﺎ ﯾﺗوﺻّل ﺑﮫ إﻟﻲ ﺷﻲء اﻟﻣﻣﻧوع اﻟﻣﺷﺗﻣل ﻋﻠﻲ ﻣﻔﺳدة‬-


“Sesuatu yang menjadikan lantaran kepada yang lain yang
dilarang karena mengandung kerusakan”
ً ‫ وﻟﻛن ﯾﻘﺿﻲ اﻷﺧذ ﺑﮭﺎ أﺣﯾﺎﻧﺎ‬,‫ اﻟوﺳﺎﺋل اﻟﺗﻲ ﺗﻛون ﻓﻲ ذاﺗﮭﺎ ﺣﻼل‬-
‫إﻟﻲ ﻣﺎ ھو‬
‫ ﻓﯾﻣﻧﻊ ذﻟك‬,‫ﻣﺣرم‬
“perantara yang dengan kenyataannya halal tetapi kadang-kadang
mengarah pada keharaman, maka hal itu dilarang”
- Menurut Imam Asy-Syatibi:

‫ اﻟﺗوﺻل ﺑﻣﺎ ھو ﻣﺻﻠﺣﺔ إﻟﻰ ﻣﻔﺳدة‬-


“Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung
kemashlahatan menuju pada suatu kerusakan (kemafsadatan)”

Jadi, Dapat disimpulkan Sadd Al-Dzariah adalah:

“Perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung


kemaslahatan atau tidak dilarang, tetapi berakhir atau dapat
mendatangkan kerusakan”
 Sumber Hukum
a. Al Quran
 Surat Al An’am ayat 108

‫ﷲ َﻋد ُْوا ِﺑ َﻐﯾْرِ ﻋِ ْﻠ ٍم‬


َ ‫ﷲ َﻓ َﯾ ُﺳﺑ ْﱡوا‬
ِ ‫َو َﻻ َﺗ ُﺳﺑ ْﱡوا اﻟّذﯾْنَ ﯾَدْ ﻋ ُْونَ ﻣِنْ د ُْو ِن‬
( ١٠٨:‫)اﻷﻧﻌﺎم‬
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan.”
• Surat Al Baqarah ayat 104
١٠٤ :‫ﯾﱠﺎأَ ﱡﯾﮭَﺎ اﻟﱠ ِذﯾْنَ ءا َﻣﻧ ُْوا ﻻَ َﺗﻘ ُْوﻟ ُْوا رَ اﻋِ ﻧَﺎ َوﻗ ُْوﻟ ُْوا ا ْﻧظُرْ ﻧَﺎ َواﺳْ َﻣﻌ ُْوا َوﻟِ ْﻠﻛَﺎﻓِرِ ﯾْنَ َﻋذَابٌ أَﻟِ ْﯾ ٌم )اﻟﺑﻘرة‬
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad) “raa’ina” tetapi katakanlah “undzurna” dan “dengarlah”. Dan
bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.“

• Surat Al A’rof ayat 163


• As Sunnah
Sabda Nabi Saw.

‫ ﻛﯾف‬,‫ ﻗﯾل ﯾﺎ رﺳول ﷲ‬.‫إن ﻣن أﻛﺑر اﻟﻛﺑﺎﺋر أن ﯾﻠﻌن اﻟرﺟل واﻟد ﯾﮫ‬
‫ وﯾﺳب أﻣﮫ‬،‫ ﯾﺳب أﺑﺎ اﻟرﺟل ﻓﯾﺳب أﺑﺎه‬: ‫ﯾﻠﻌن اﻟرﺟل واﻟدﯾﮫ؟ ﻗﺎل‬
‫ﻓﯾﺳب أﻣﮫ‬
(‫)رواه اﻟﺑﺧﺎرى و ﻣﺳﻠم وأﺑوداود‬
“ Sesungguhnya sebesar-besar dosa besar adalah seseorang melaknat kedua
orang tuanya. Lalu Rasulullah SAW, ditanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana
mungkin seseorang akan melaknat ibu dan bapaknya, Rasulullah SAW
menjawab, “Seseorang yang mencaci maki ayah orang lain, maka ayahnya
juga akan dicaci maki orang lain, dan seseorang mencaci maki ibu orang lain,
maka orang lain pun akan mencaci maki ibunya.
‫دع ﻣﺎ ﯾرﯾﺑك إﻟﻰ ﻣﺎ ﻻ ﯾرﯾﺑك‬
”Tinggalkan sesuatu yang membuat kamu ragu menuju sesuatu yang tidak
membuat kamu ragu (yaqin)“
• Kaidah Fikih
‫ب ا ْﻟﻣَﺻَ ﺎﻟِ ِﺢ‬
ِ ‫دَ رْ ُء ا ْﻟ َﻣﻔَﺎﺳِ ِد أ َْوﻟَﻰ ﻣِنْ ﺟَ ْﻠ‬
”Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih
kebaikan (maslahah)“
 Logika
 Secara logika, ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan, maka
mestinya ia juga membolehkan segala hal yang akan mengantarkan
kepada hal tersebut. Begitupun sebaliknya, jika seseorang melarang suatu
perbuatan, maka mestinya ia pun melarang segala hal yang bisa
mengantarkan kepada perbuatan tersebut
 Ibnu Qayyim Berkata (kitab A’lâm al-Mûqi’în): ”Ketika Allah melarang
suatu hal, maka Allah pun akan melarang dan mencegah segala jalan dan
perantara yang bisa mengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan
dan menegaskan pelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan
segala jalan dan perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang
dengan pelarangan yang telah ditetapkan.”
• Macam-macam sad al Dzari’ah
Para ulama membagi Dzariah menjadi dua kategori:
1. Berdasarkan Jenis Mudharat yang ditimbulkan, menurut Ibnu Qayyim :
a) Perbuatan perantara yang pada dasarnya membawa kerusakan yang pasti.
Contoh: Perbuatan zina yang dapat membawa pada kerusakan tata nasab
keturunan, meminum minuman keras yang mengakibatkan mabuk.
b) Perbuatan perantara bersifat mubah atau dianjurkan namun ditujukan untuk
perbuatan haram atau buruk yang merusak. Seperti seorang laki-laki menikahi
perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada
suami yang pertama (nikah al tahlil)
c) Perbuatan perantara bersifat mubah, dan tidak bertujuan untuk suatu kerusakan
namun bisa berpotensi kerusakan bahkan menjadi lebih besar dibanding
kemaslahatannya. Contoh: mencaci persembahan orang musyrik pada dasarnya
mubah tetapi tatkala menjadi medium umat lain mencaci Allah maka hukumnya
menjadi terlarang.
d) Perbuatan perantara bersifat mubah, tidak ditujukan untuk kerusakan namun
memiliki sifat merusak walaupun tidak sebesar kemaslahatannya. Contoh, melihat
wajah perempuan ketika dipinang. Menurut Ibnu Qayyim, kemaslahatannya lebih
besar, maka hukumnya dibolehkan sesuai kebutuhan.
2. Dzariah dari segi tingkat kemudharatan menurut Asyatibi
a) Perbuatan yang dilakukan membawa kerusakan secara pasti,
b) Perbuatan yang boleh dilakukan karena jarang sekali membawa kepada
kerusakan, contoh menggali lobang di tanah sendiri yang jarang dilalui
seseorang
c) Perbuatan perantara yang membawa kepada kerusakan menurut biasanya
dalam artian kalau dzariah dilakukan maka kemungkinan besar akan terjadi
kerusakan. Contoh, menjual anggur kepada produsen minuman keras. Pada
dasarnya boleh-boleh saja menjual anggur tapi tatkala dijual kepada
produsen minuman keras akan menjadi terlarang
d) Perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakukan karena mengandung
kemaslahatan, tetapi memungkinkan terjadinya kemafsadatan. Dalam arti
jika tidak dihindari seringkali sesudah itu akan mengakibatkan
berlangungnya perbuatan terlarang. Seperti jual-beli kredit (baiy al ajal),
tidak selalu jual beli kredit membawa kepada riba tapi seringkali dijadikan
sarana untuk riba. Namun, dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat
 Kedudukan Sadd al Dzari’ah Menurut Para Ulama
• Dari uraian tersebut diatas, jelaslah bahwa dzari’ah ini merupakan dasar
dalam fiqih islam yang dipegang oleh seluruh Fuqaha, tetapi mereka hanya
berbeda dalam pembatasannya
• Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Imam Ahmad, dan banyak berpegang
pada dzari’ah, sedangkan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Syiah dapat
menerima sad al dzari’ah namun dalam masalah-masalah tertentu saja.
• Menurut Husain Hamid, salah seorang guru besar Ushul Fiqih Fakultas
Hukum Universitas Kairo, Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menerima sad al
dzari’ah apabila kemafsadatan yang akan muncul kemungkinan besar akan
terjadi (galabah adz dzan)
• Golongan Zhahiriyah tidak mengakui kehujjahan sad al dzari’ah sebagai
salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’. Hal itu sesuai dengan
prinsip mereka yang hanya menggunakan nash secara harfiyah saja dan
tidak menerima campur tangan logika dalam masalah hukum.

Anda mungkin juga menyukai