Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Rina Desiana, M.E.
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya kami,
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sad Dzari’ah dan metode serta masalahnya
dalam perbankan syariah”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua
jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar
bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan kita. Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ………………………………...................………………………..
A. Latar Belakang Masalah ……………………….………......................………….……...…….
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang pasti mempunyai
tujuan tertentu yang jelas, tanpa mempersoalkan apakah perbuatan yang dituju itu baik
atau buruk, mendatangkan manfaat atau menimbulkan mudarat. Sebelum sampai pada
pelaksanaan perbuatan yang dituju itu ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya yang
harus dilaluinya.
Perbuatan-perbuatan pokok yang dituju oleh seseorang telah diatur oleh syara’
dan termasuk kedalam hukum taklifi. Untuk dapat melakukan perbuatan pokok yang
disuruh atau yang dilarang, harus terlebih dahulu melakukan perbuatan yang
mendahuluinya. Persoalan yang diperbincangkan para ulama adalah perbuatan perantara
(pendahuluan) yang belum mempunyai dasar hukumnya. Perbuatan perantara itu disebut
oleh ahli Ushul dengan al-dzari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
Contohnya jual beli al-‘inah adalah seseorang menjual barang kepada orang lain
secara kredit kemudia dia membelinya kembali dari pembelinya yang pertama seacara
kontan dengan harga yang lebih mura. Misalkan linda menjual barang kepada wahyu
dengan harga 1.000.000 secara kredit selama 3 bulan. Kemudian linda membeli
barang tersebut dari wahyu dengan harga 750.000 secara kontan. Di sini seakan-akan
linda meminjam uang kepada wahyu 750.000 dan mengembalikannya kembali setelah
3 bulan sebesar 1.000.000, sedangkan barang tersebut hanya sebagai kedok saja, di
contoh tersebut sudah ada riba dan hukumnya haram.
Dasar Hukum Sadd Dzari’ah yaitu:
1. Al-Qur’an
a. Q.S Al-An’am: 108
والتسبو االذين يدعون من د و ن هللا فيسبواهللا عد وابغيرعلم
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah
kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian
kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada
mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S Al an’am: 108)
Pada ayat di atas, mencaki maki Tuhan atau sembahan agama lain adalah
Dzari’ah yang akan menimbulkan adanya sesuatu mafsadah yang dilarang,
yaitu mencaki maki Tuhan.
b. Q.S Al-Baqarah: 104
يأيهاالذ ينءامنواالتقولوارأعناوقولواانظرناواسمعواوللكفرين عذاب أليم
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad):
“Raa’ina”, tetapi Katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. dan bagi
orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.
Al-ba’its adalah motif yang mendorong pelaku untuk melakukan suatu perbuatan,
baik motifnya untuk menimbukan sesuatu yang dibenarkan (halal) maupun motifnya
untuk menghasilan sesuatu yang terlarang (haram). Misalnya, seorang pegawai bank
menjual barang dengan cara cicilan kepada pedagang dengan uang sebesar 2 juta
7 Ja’far bin Abdurrahman Qasas, Qaidatu saddu dzarai’ wa atsaruha al fiqhiyyu, Ramadhan, 1431 H, 7
8 Ibrahim bin mahna bin ‘Abdilahi bin Mahanna, sadd Dzarai’ ‘Inda Syaikh Islam ibnu Taimiyyah, (Riyad}:
Dar Fadilah, 2004), 26
9 Wahbah Zuhayli, Al wajiz Fi Us}uli-l-fiqh,(Damaskus, Suriyah :Dar-l-fikr, 1999), 108
10 Muhammad Hisyam Al Burhani, Sadd al Dzari’ah fi Al Syari’ah Al Islamiyyah, , 103-122
rupiah. Kemudian pegawai bank ini membeli kembali barang tersebut dari pedagang
dengan cara tunai seharga 1 juta rupiah. Jika dua akad tersebut dilihat secara terpisah,
kedua-dua akad tersebut sah karena memenuhi ketentuan akad yang dibenarkan. Akan
tetapi kedua akad tersebut sebenarnya dilakukan dengan motif untuk menghindarka
hukum riba, bukan untuk melakukan akad jual beli yang dibenarkan, dimana pada
hakikatnya pegawai bank meminjamkan uang kepada pedagang 1 juta rupiah
sedangkan yang akan dibayar pedagang secara cicilan sebesar 2 juta rupiah.[11]
Pada umumnya, motif pelaku suatu perbuatan sangat sulit diketaui oleh orang lain,
karena berada didalam kalbu orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, penilaian
hukum segi ini bersifat Diyanah (dikaitkan dengan dosa atau pahala yang akan
diterima pelaku di akhirat). Pada Dzariah, semata-mata pertimbangan niat pelaku
saja, tidak dapat dijadikan dasar untuk memberikan ketentuan hukum batal atau fasad-
nya suatu transaksi.[12]
Tinjauan yang kedua, difokuskan pada segi mashlahah dan mafsadah yang
ditimbulkan oleh suatu perbuatan. Jika dampak yang ditimbulkan oleh rentetan suatu
perbuatan adalah kemaslahatan, maka perbuatan tersebut diperintahkan, sesuai dengan
kadar kemaslahatannya wajib atau sunnah). Sebaliknya, jika rentetan perbuatan
tersebut membawa pada kerusakan, maka perbuatan tersebut terlarang, sesuai dengan
kadarnya pula (haram atau makruh). Contohnya, seseorang mencaci maki berhala-
berhala orang musyrik sebagai bukti keimanannya kepada Allah dan dengan niat
ibadah. Akan tetapi, perbuatan tersebut mengakibatkan tindakan balasan dalam
bentuk caci maki pula dari orang musyrik terhadap Allah. Oleh karena itu perbuatan
tersebut menjadi terlarang dalam hal ini, Allah berfirman pada surah al-An’am
(6):108
11 Muhammad Bin abi Bakar Ayyub Azzar’i Abu Abdillah Ibnul Qayyim Al Jauzi, I’lamul Muqi’in, (islamic
book)jilid 5 497, lihat juga Wahbah Zuhayli, Al wajiz Fi Usuli-l-fiqh, 109.
12 Wahbah Zuhayli, Al wajiz Fi Usuli-l-fiqh, hal:109, lihat juga Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 401
13 Imam Tajuddin Abdul Wahab bin ‘Aliyyi Ibnu ‘abdi-l-Kafi Assubki , Al Asybah Wa-l-nadzhair, (Beirut,
Lubnan:Dar Kitab ‘Ilmiyah, 1991) Jilid 1, 105
Jika dengan tinjauan dzari’ah yang pertama diatas, yaitu segi motif perbuatan,
hanya dapat mengakibatkan dosa atau pahala bagi pelakunya, maka sebaliknya,
dengan tinjauan yang kedua ini, perbuatan dzar’ah melahirkan ketentuan hukum yang
bersifat qadha’i, dimana hakim pengadilan dapat enjatuhkan hukum sah atau batalnya
perbuatan tersebut, bahkan menimbulkan hukum boleh atau terlarannya perbuatan
tersebut, tergantung pada: apakah perbuatan dzari’ah tersebut menimbulkan dampak
maslahah atau mafsadah, tanpa mempertimbangkan apakah motif pelaku adalah
untuk melakukan kebaikan atau kerusakan.
14 Abdurrahman bin Abi Bakar Al Suyuti, Al Asybah Wa-l-Nadzair, (Islamic book, 2010)68
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saddul Adz Dzari’ah adalah Dari berbagai pandangan di atas, bisa dipahami bahwa
sadd adz-dzari’ah adalah menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan tertentu yang
pada dasarnya diperbolehkan maupun dilarang untuk mencegah terjadinya perbuatan lain
yang dilarang. Macam-macam Saddul Adz Dzari’ah ada banyak sekali, ada ulama yang
membenarkan, maupun manyalahkannya. Tinggal bagaimana kita menyikapinya dalam
kehidupan sehari-harinya.
Dasar hukum Saddul Adz Dzari’ah adalah jelas, mulai dari Al Quran, sunnah, kaidah
fiqh, sampai logika. Pandangan para Ulama terhadap mengenai Saddul Adz Dzari’ah
berbeda-beda. Imam Malik dan Imam Ahmad amat banyak berpegang pada dzari.’ah,
sedangkan Imam Syafi’I dan Abu Hanifah kurang dari mereka walaupun mereka berdua
terakhir tidak menolak dzari’ah secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang
berdiri sendiri. Menurut Syafi’I dan Abu Hanifah, dzari’ah ini masuk kedalam dasar yang
telah mereka tetapkan yaitu qiyas dan istihsan menurut Hanafi.
Banyak sekali kasus sehari-hari yang sebenarnya merupakan salah satu contoh kasus
Saddul Adz Dzari’ah. Hanya saja karena istilahnya yang kurang populer sehingga masyarakat
kurang memperhatikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aibak, Kutbuddin. Metodologi Pembaruan Hukum Islam. (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2008)
Abdurrahman bin Abi Bakar Al Suyuti, Al Asybah Wa-l-Nadzair, (Islamic book, 2010)68
Amir. Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009)
Su’ud bin mulluh sultan al ‘anzi, Saddu Dzarai’ ‘inda-l- Imam Ibnu Qayyim