Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

AL-ADL, AL-FIDYAH, AL-QOYYIMAH, AS-SAWA, AL-MITSLU, DAN


AL-BADAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Hj. Yayan Rahtikawati, M. Ag.

Disusun oleh :
Fadly Husni Abdillah (1225020048)
Fauzan Isa Ash Shidiqi (1225020053)
Fitri Azizah Restiani (1225020057)
Habibah (1225020058)
Hanifah Silqiyaa Mabruur (1225020062)
Haris Khoirurrijal (1225020063)
Ismail Syah Razi Al-Faruq (1225020073)
Isti’ana Khotibatunnisa (1225020075)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Kami juga menghaturkan ucapan shalawat dan salam
atas Nabi Muhammad SAW juga atas semua keluarganya, sahabat serta para pengikutnya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Qur’an. Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang ،‫الع???دل‬
‫البدل‬،‫المثل‬،‫السواء‬،‫القيمة‬،‫ الفدية‬bagi para pembaca dan kami selaku penyusun.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu Prof. Dr. Hj. Yayan Rahtikawati, M, Ag selaku
dosen Ulumul Qur’an yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan
kami mengenai ‫البدل‬،‫المثل‬،‫السواء‬،‫القيمة‬،‫ الفدية‬،‫العدل‬. Dan kepada seluruh pihak yang terkait dalam
penyusunan makalah ini yang berjudul AL-ADL, AL-FIDYAH, AL-QOYYIMAH, AS-SAWA, AL-
MITSLU, DAN AL-BADAL sehingga dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya.

Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu mohon kritik
dan sarannya untuk membangun dan menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, 12 Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Adil.............................................................................................................................................5
2.2 Fidyah.........................................................................................................................................8
2.3 Al-Qoyyimah............................................................................................................................10
2.4 As-Sawa....................................................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna yang mengandung semua hal dalam
kehidupan manusia, baik kehidupan dunia yang berupa tuntunan ibadah, pergaulan dalam
keluarga dan masyarakat, cerita-cerita umat terdahulu, maupun kehidupan akhirat berupa hari
kiamat, surga, neraka dan lainnya. Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang
menceritakan hal-hal yang samar dan abstrak. Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya
mengandalkan akalnya saja. Sehingga sering kali ayat-ayat tersebut diperumpamakan dengan
hal-hal yang konkret agar manusia mampu memahaminya. faktor yang tidak dapat
ditinggalkan yaitu pemberian peringatan berupa permisalan supaya akal pikiran manusia
dapat mengkiaskanya dengan segala sesuatu yang paling dekat dengan kehidupan, agar
kandungan-kandungan isi al-Qur’an, selalu melekat dalam ingatan.
Ketika dalam pengkiasan atau permisalan surga atau neraka dalam hal ini ditekanakan
surga adalah suatu tempat yang indah, dan akan di masukkan didalamnya orang-orang yang
bertakwa., sebaliknya, dalam penggambaran neraka, diumpamakan sebagai tempat yang
mengerikan dan akan dimasukkan lah orang-orang yang yang menentang perintah Allah.
Untuk memahami itu semua maka ulama’ tafsir menganggap perlu adanya ilmu yang
menjelaskan tentang perumpamaan dalam al-Qur’an agar manusia mampu mengartikan,
mengambil pelajaran, dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut, paling tidak sebagai
pengantar untuk mempelajari dari sekian banyak ilmu yang ada dalam al-Qur’an.
Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa makna dari ‘Adil, Fidyah, Qayyimah, as-Sawa, Mitslu dan Badal menurut Al-Qur’an
dan tafsir?
2. Dan apa isi kandungan dari ayat Al-Qur’an yang membahas hal tersebut?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui makna dari ‘Adil, Fidyah, Qayyimah, as-Sawa, Mitslu dan Badal menurut Al-
Qur’an dan tafsir,
2. Serta mengetahui isi kandungan dari ayat Al-Qur’an yang membahas hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Adil
Pengertian adil adalah dimana semua orang mendapat hak menurut kewajibannya.
kata ADIL adalah suatu sikap yang tidak memihak atau sama rata, tidak ada yang lebih dan
tidak ada yang kurang, tidak ada pilih kasih dan masih banyak lagi persepsi yang lainnya.
Menurut bahasa adil mempunyai arti meletakkan sesuatu pada tempatnya atau dapat diartikan
tidak berat sebelah, tidak memihak dengan kata lain berlaku adil adalah memperlakukan hak
dan berpegang pada kebenaran
1. At-Talaq:2
‫وا ٱل َّش ٰهَ َدةَ هَّلِل ِ ۚ ٰ َذلِ ُك ْم يُو َعظُ بِِۦه َمن‬
۟ ‫ُوا َذ َوىْ َع ْد ٍل ِّمن ُك ْم َوَأقِي ُم‬
۟ ‫ُوف َوَأ ْش ِهد‬
ٍ ‫ارقُوه َُّن بِ َم ْعر‬ ِ َ‫ُوف َأوْ ف‬ ٍ ‫فَِإ َذا بَلَ ْغنَ َأ َجلَه َُّن فََأ ْم ِس ُكوه َُّن بِ َم ْعر‬
‫ق ٱهَّلل َ يَجْ َعل لَّ ۥهُ َم ْخ َرجًا‬ ِ ‫َكانَ يُْؤ ِمنُ بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬
ِ َّ‫اخ ِر ۚ َو َمن يَت‬
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”.
Tafsir :
Firman Allah ‫ﷻ‬

ِ َ‫ُوف َأوْ ف‬
ٍ ‫ارقُوه َُّن بِ َم ْعر‬
‫ُوف‬ ٍ ‫فَِإ َذا بَلَ ْغنَ َأ َجلَه َُّن فََأ ْم ِس ُكوه َُّن بِ َم ْعر‬
“Maka apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujuklah (kembali kepada)
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik”.
Ketika seorang istri dicerai, maka dia harus menunggu tiga kali haid sebagai waktu
masa idahnya. Terdapat khilaf di kalangan para ulama terkait kapan masa idah itu selesai.
Secara umum ada dua pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa
ketika darah haid berhenti pada haid yang ketiga (terakhir), baik dia telah bersuci atau belum
maka selesailah masa idahnya. Pendapat kedua menyebutkan bahwa jika seorang wanita yang
dicerai telah berhenti darah haid pada haid yang ketiga dan dia belum bersuci, maka belum
selesai masa idahnya. Masa idahnya baru selesai ketika dia bersuci (mandi junub). Pendapat
kedua ini dipilih oleh Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah dan banyak riwayat bahwa para salaf
juga lebih memilih pendapat ini. Pendapat yang lebih kuat di antara kedua pendapat ini
adalah pendapat kedua. Jadi jika seorang suami ingin rujuk kepada istrinya, sementara
istrinya telah selesai haid namun belum bersuci maka rujuknya sah.
Seorang suami harus hati-hati dalam menghitung masa idah istrinya. Karena jika telah
mendekati akhir masa idahnya, maka dia hanya punya dua pilihan yaitu rujuk atau
melepaskannya (membiarkan masa idah selesai). Oleh karenanya inilah di antara fungsi
seorang suami harus menghitung masa idah dengan detail.
Jika wanita yang dicerai telah di penghujung akhir masa iddahnya maka di hadapan
suami ada dua hal yang bisa ia lakukan, silahkan ia memilih salah satunya.
berikan kepada seorang suami yang menceraikan istrinya adalah rujuk sebelum masa idahnya
berakhir. Tentunya inilah yang diinginkan oleh Allah ‫ﷻ‬, yaitu agar tidak terjadi perceraian.
Oleh karenanya Allah ‫ ﷻ‬mendahulukan penyebutan “Fa-amsikuhunna” (rujuklah) daripada
“Faariquhunna” (pisahlah). Dan tentunya seorang suami jika ingin kembali kepada istrinya,
hendaknya dia kembali dengan cara yang makruf. Jangan sampai seorang suami kembali
kepada istrinya dalam rangka untuk memberi kemudharatan kepada istrinya sebagaimana
yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Oleh karenanya Islam datang dengan memberikan
aturan bahwa talak hanya bisa sampai tiga kali. Dan jika telah tiga kali maka dia tidak bisa
kembali lagi Melepaskan. Jika seorang suami tidak ingin kembali kepada istrinya, maka
biarkan istrinya menyelesaikan masa idahnya dengan cara yang baik, karena kebanyakan
orang yang bercerai dengan cara yang tidak baik. Betapa banyak pasangan yang bercerai
dengan dendam dan pertikaian yang masih terus berlanjut hingga masa idah berakhir.
Sampai-sampai terkadang ada seorang istri yang tatkala selesai masa idahnya, maka seketika
itupun dia langsung menikah dengan orang lain untuk membuat jengkel mantan suaminya.
Demikian pula seorang suami, ketika telah bercerai, dia berusaha untuk menikah wanita lain,
bahkan melakukan poligami sekaligus untuk membuat mantan istrinya jengkel pula.
Akhirnya pasangan seperti ini bercerai dengan penuh kedendaman, cacian, makian, padahal
cerai seperti ini tidak sesuai dengan sunnah dan melanggar hukum Allah ‫ ﷻ‬dalam
perceraian. Ketika seseorang bercerai dengan melanggar aturan Allah ‫ﷻ‬, akhirnya yang
timbul bagi mereka adalah musibah, kesedihan, dan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh
karenanya hendaknya seseorang yang ingin tetap melepaskan istrinya, maka hendaknya dia
melepaskan istrinya dengan cara yang baik, tanpa perlu menimbulkan masalah yang lain.
Biarkan hati istirahat, dan hidup dengan tenteram.

ِ ‫َوَأ ْش ِهدُوا َذ َويْ َع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم َوَأقِي ُموا ال َّشهَا َدةَ هَّلِل‬


“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian dan hendaklah
kalian tegakkan kesaksian itu karena Allah”.
Pendapat di kalangan para ulama mengatakan bahwa ketika seseorang hendak rujuk
atau melepaskan (cerai), maka disyariatkan untuk mendatangkan dua saksi yang adil.
Pendapat ini adalah pendapat jumhur para ulama. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa
jika seseorang rujuk atau cerai tanpa ada dua saksi maka tidak sah. Akan tetapi pendapat ini
adalah pendapat yang salah. Karena para ulama sepakat bahwa hukum rujuk atau cerai tanpa
saksi itu sah. Hanya saja para ulama menganjurkan untuk mendatangkan dua saksi. Adapun
hukum mendatangkan dua saksi, terdapat khilaf di kalangan para ulama, apakah hukumnya
wajib atau sunnah. Akan tetapi ulama yang berpendapat wajib pun mengatakan bahwa rujuk
atau cerai tanpa saksi sah, hanya saja dia berdosa. Ini perlu untuk kita pahami karena ada
sebagian negara yang membuat peraturan bahwa cerai tanpa saksi maka tidak sah cerainya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memiliki pendapat lain bahwasanya
menghadirkan dua saksi hanya berlaku ketika seseorang hendak rujuk. Adapun cerai maka
tidak perlu menghadirkan dua saksi. Beliau berpendapat demikian karena melihat bahwa ayat
ini berbicara tentang rujuk atau membiarkan masa idah habis, bukan kemudian membuat
talak baru. Dan sejatinya orang yang sedang berada pada masa idah adalah orang yang telah
menjatuhkan talak. Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ini juga merupakan
pendapat sebagian salaf, dan juga pendapat yang penulis kuatkan.
Menghadirkan dua saksi untuk pasangan yang ingin rujuk memiliki fungsi agar rujuk
tersebut diketahui oleh sang istri dan orang lain, sehingga sang suami serius dan tidak
bersikap bermain-main dan tentunya karena dibalik keputusan rujuk ada hak-hak yang
berlaku dan harus dipenuhi. Akan tetapi seandainya seorang suami rujuk tanpa mendatangkan
dua saksi maka rujuknya sah. Dan rujuk hendaknya dilakukan dengan perkataan, dan hal ini
lebih utama. Meskipun sebagian ulama berpendapat bahwa rujuk bisa dengan perbuatan,
yaitu jika seorang suami mendatangi istrinya dan memeluknya, maka otomatis dia rujuk
kepada istrinya. Namun yang lebih hati-hati adalah seseorang rujuk dengan perkataan
sebelum dengan perbuatan, karena sebagian ulama lain mengatakan bahwa rujuk dengan
perbuatan tidak sah dan harus dengan perkataan.
Oleh karenanya jika seseorang ingin rujuk, yang lebih utama dan termasuk dia telah
menjalankan sunnah adalah dia mendatangkan dua saksi yang adil, dan dia persaksikan
rujuknya terhadap istrinya. Namun jika sekiranya seorang suami tidak bisa mendatangkan
saksi karena malu dan alasan syar`i lainnya maka rujuknya sah dengan syarat rujuk dengan
perkataan dan dia rujuk selama masa idah belum selesai. Dan hendaknya mereka
menegakkan persaksian tersebut karena Allah.1
At Talaq ayat 2 dan 3 dikenal dengan julukan ayat seribu dinar secara khusus
memiliki isi kandungan tentang Allah SWT sang Maha pemberi rezeki.
Seribu dinar disini memiliki arti dapat memberikan kelimpahan rezeki yang banyak.
2. Al- hujurat ayat 9
ۚ ِ ‫َت ِإحْ دَاهُ َما َعلَى اُأْل ْخ َر ٰى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَب ِْغي َحتَّ ٰى تَفِي َء ِإلَ ٰى َأ ْم ِر هَّللا‬ْ ‫َان ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فََأصْ لِحُوا بَ ْينَهُ َما ۖ فَِإ ْن بَغ‬ َ ‫وَِإ ْن‬
ِ ‫طاِئفَت‬
ْ ْ ‫هَّللا‬ ُ ْ ‫َأ‬ ْ
َ‫ت فَ صْ لِحُوا بَ ْينَهُ َما بِال َع ْد ِل َو ق ِسطوا ۖ ِإ َّن َ يُ ِحبُّ ال ُمق ِس ِطين‬ ‫َأ‬ ْ ‫فَِإ ْن فَا َء‬

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil”.
Kandungan surat Al-Hujurat ayat 9
Surat Al-Hujurat menjelaskan mengenai pemberantasan beberapa kejahatan sosial
yang terjadi di masyarakat maju saat negeri Arab. Selain itu, surat ini juga mengisahkan
mengenai kemajuan islam di bidang politik serta memiliki kekayaan duniawi yang besar. Di
dalam surat ini, berisi peraturan untuk menyelesaikan sengketa internasional.
Surat ini juga membahas adab khusus untuk menghormati Nabi Muhammad SAW,
seperti nada bicara yang lembut saat berbicara dengan Rasulullah, menunjukkan rasa hormat
pada seorang nabi dan menjaga panggilan mulianya. Adapula perumpamaan memakan
bangkai saudaranya sendiri bagi orang yang berbuat ghibah pada surat ini.
1
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5917901/ayat-seribu-dinar-doa-pembuka-rezeki-dalam-arab-dan-
latin/amp
• Tafsir jalalain surat Al hujurat
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin) hingga akhir ayat. Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan suatu masalah, yaitu bahwa Nabi saw. pada suatu hari menaiki
keledai kendaraannya, lalu ia melewati Ibnu Ubay. Ketika melewatinya tiba-tiba keledai yang
dinaikinya itu kencing, lalu Ibnu Ubay menutup hidungnya, maka berkatalah Ibnu Rawwahah
kepadanya, "Demi Allah, sungguh bau kencing keledainya jauh lebih wangi daripada bau
minyak kesturimu itu," maka terjadilah antara kaum mereka berdua saling baku hantam
dengan tangan, terompah dan pelepah kurma (berperang) Dhamir yang ada pada ayat ini
dijamakkan karena memandang dari segi makna yang dikandung lafal Thaaifataani, karena
masing-masing Thaaifah atau golongan terdiri dari sekelompok orang. Menurut suatu qiraat
ada pula yang membacanya Iqtatalataa, yakni hanya memandang dari segi lafal saja (maka
damaikanlah antara keduanya) dan Dhamir pada lafal ini ditatsniyahkan karena memandang
dari segi lafal. (Jika berbuat aniaya) atau berbuat melewati batas (salah satu dari kedua
golongan itu terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu
sehingga golongan itu kembali) artinya, rujuk kembali (kepada perintah Allah) kepada jalan
yang benar (jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil) yaitu dengan cara pertengahan (dan berlaku adillah) bersikap jangan
memihaklah. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.)
• Tafsir Qurais Syihab surat Al hujurat
Wahai orang-orang Mukmin, jika ada dua golongan orang Mukmin bertikai, maka
damaikanlah mereka. Jika salah satunya berbuat aniaya dan tidak mau berdamai, maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya sampai mereka kembali kepada hukum Allah. Dan
jika mereka telah kembali kepada hukum Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil. Berlaku adillah di antara semua manusia dalam segala urusan. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat adil.

2.2 Fidyah
1. Al-Hadid:15

ِ ‫س ْٱل َم‬
‫صير‬ ۟ ‫فَ ْٱليَوْ م اَل يُْؤ َخ ُذ ِمن ُك ْم فِ ْديَةٌ َواَل ِمنَ ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
َ ‫ُوا ۚ َمْأ َو ٰى ُك ُم ٱلنَّا ُر ۖ ِه َى َموْ لَ ٰى ُك ْم ۖ َوبِْئ‬ َ
“Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang
kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia adalah sejahat-
jahat tempat kembal”i.
Tafsir
 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Hari ini tidak diterima tebusan dari seorang pun dari kalian (wahai orang-orang munafik)
untuk menebus dirinya dari azab Allah, tidak pula dari orang-orang yang kafir kepada Allah
dan RasulNya. Tempat kembali kalian semuanya adalah api neraka, ia memang pantas bagi
kalian, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”2
Pada ayat ini Allah menjelaskan akibat tindakan orang-orang munafik. Mereka akan terus
binasa dan tidak ada jalan untuk melepaskan diri dari neraka, yaitu jika salah seorang dari
2
https://tafsirweb.com/10711-surat-al-hadid-ayat-15.html
mereka ingin menebus dirinya dari azab dengan tebusan berupa emas sepenuh bumi, tidak
juga akan diterima. Mereka tetap dilempar di dalam neraka sebab tidak ada tempat yang lebih
layak bagi mereka selain itu. Dan itulah tempat yang paling buruk.3

2. Al-Ma’arij: 1-7
Kandungan Surah Al-Ma’arij Ayat 1-7 ini, sebelum membahas kandungan ayat
terlebih dahulu kita mengetahui isi surah. Di dalam surah ini terdapat ancaman berupa hari
kiamat, lama dan dahsyatnya siksa pada hari itu yang tidak dapat diwakilkan oleh anak, istri,
saudara dan kerabat. Bahkan juga tidak bisa ditebus oleh seluruh penghuni bumi.
surah ini memberitahukan kepada manusia akan kelemahannya pada saat suka maupun duka,
kecuali orang-orang yang telah dijaga oleh Allah dengan ketakwaan dan amal saleh. Mereka
selamat dari kelemahan itu Di dalam surah ini juga terdapat penolakan terhadap keinginan-
keinginan jahat orang-orang kafir.
Sebagai khatimah, surah ini ditutup dengan pesan untuk Rasulullah saw. agar
membiarkan mereka dalam kebodohan dan permainan mereka sampai datang hari yang telah
dijanjikan untuk mereka.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Ma’arij Ayat 1-7
Surah Al-Ma’arij Ayat 1
ٍ ‫َسَأ َل َسٓاِئ ۢ ٌل بِ َع َذا‬
‫ب َواقِ ٍع‬
Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa,
 Tafsir Jalalain: ‫( َسَأ َل َسٓاِئ ۢ ٌل‬Seseorang telah meminta) yakni berdoa meminta ‫ب َواقِ ٍع‬ ٍ ‫بِ َع َذا‬
(kedatangan azab yang akan menimpa.).
 Tafsir Ibnu Katsir: ‫ب َواقِ ٍع‬ ٍ ‫“( َسَأ َل َسٓاِئ ۢ ٌل بِ َع َذا‬Seorang peminta telah meminta kedatangan
adzab yang bakal terjadi”) di dalam ayat ini terkandung pengertian yang ditujukan
oleh huruf ba’, seakan-akan memiliki pengertian: ada seseorang yang meminta
disegerakan adzab yang sudah bakal terjadi. Dan itu sama seperti firman Allah yang
artinya:
“Dan mereka meminta kepadamu agar adzab itu disegerakan kedatangannya, sedang
Allah itu tidak akan mengingkari janji-Nya.” (al-Hajj: 47). Maksudnya adzab-Nya itu pasti
akan terjadi, tidak mungkin tidak. Ibnu Abi Najih meriwayatkan dari Mujahid mengenai
firman Allah Ta’ala:
‫“( َسَأ َل َسٓاِئ ۢ ٌل‬ada seseorang yang memohon didatangkan adzab yang bakal ditimpakan di akhirat
kelak.”) dia mengatakan: “Dan itulah ungkapan mereka: ‫ق ِم ۡن ِعن ِدكَ فَ?َأمۡ ِط ۡر‬ َّ ‫ٱللَّهُ َّم ِإن َكانَ ٰهَ َذا هُ َو ۡٱل َح‬
‫ب َألِ ٍيم‬ ٍ ‫“( َعلَ ۡينَا ِح َجا َرةً ِّمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َأ ِو ۡٱئتِنَا بِ َع َذا‬Ya Allah, jika benar [al-Qur’an] ini, dialah yang datang
dari sisi-Mu, maka hujanilah kami batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami adzab
yang pedih.” (al-Anfaal: 32)
 Tafsir Kemenag: Ayat-ayat ini menerangkan bahwa orang musyrik Mekah seperti
an-Nadhr bin al-Harits meminta kepada Nabi Muhammad agar segera menimpakan

3
https://kalam.sindonews.com/ayat/15/57/al-hadid-ayat-15
azab yang telah dijanjikan itu kepada mereka, seandainya ancaman itu benar-benar
berasal dari Allah, dan jika Muhammad itu benar-benar seorang rasul yang diutus
Allah.
Permintaan itu dijawab oleh ayat ini dengan mengatakan bahwa azab yang dijanjikan
itu pasti menimpa orang-orang kafir, baik diminta atau tidak. Sebab, telah menjadi sunatullah
bahwa azab itu pasti ditimpakan kepada setiap orang kafir.
 Tafsir Quraish Shihab: Di dalam surah ini terdapat ancaman berupa hari kiamat,
lama dan dahsatnya siksa pada hari itu yang tidak dapat diwakilkan oleh anak, istri,
saudara dan kerabat. Bahkan juga tidak bisa ditebus oleh seluruh penghuni bumi.
surah ini memberitahukan kepada manusia akan kelemahannya pada saat suka
maupun duka, kecuali orang-orang yang telah dijaga oleh Allah dengan ketakwaan
dan amal saleh.
Mereka selamat dari kelemahan itu Di dalam surah ini juga terdapat penolakan
terhadap keinginan-keinginan jahat orang-orang kafir. Sebagai khatimah, surah ini ditutup
dengan pesan untuk Rasulullah saw. agar membiarkan mereka dalam kebodohan dan
permainan mereka sampai datang hari yang telah dijanjikan untuk mereka.
Seseorang telah meminta–dengan nada mengejek–agar disegerakan azab yang pasti
akan diberikan Allah kepada orang-orang kafir. Tidak ada yang dapat menghalangi azab
tersebut dari mereka, karena azab itu datang dari Allah, Pemilik seluruh langit yang
merupakan sumber terlaksananya kekuatan dan keputusan.4

2.3 Al-Qoyyimah
1.al-bayyinah ayat 3 dan 5
)3( ٌ‫فِيهَا ُكتُبٌ قَيِّ َمة‬
)5( ‫ك ِدينُ ْالقَيِّ َم ِة‬
َ ِ‫صاَل ةَ َويُْؤ تُوا ال َّز َكاةَ َو َذل‬ ِ ِ‫َو َما ُأ ِمرُوا ِإاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
َّ ‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا ال‬
Artinya :
3. Di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus.
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Asbabunnuzul turunnya surat al bayyinah
Sebagian ulama berpendapat bahwa Surat Al Bayyinah termasuk surat makkiyah.
Namun sebagian ulama lainnya berpedapat ia adalah madaniyah. Ia merupakan surat ke-101
yang turun kepada Rasulullah. Yakni turun sesudah Surat Ath Talaq dan sebelum Surat Al
Hasyr. Mayoritas ulama mufassir berpendapat surat ini Madaniyah. Sebab surat ini
menerangkan tentang ahlul kitab. Sementara interaksi dengan ahlul kitab baru terjadi saat di
Madinah. Demikian pula metode pentahapan dalam menjelaskan hakikat sejarah dan
keimanan dalam surat ini.
4
https://pecihitam.org/surah-al-maarij-ayat-1-7-terjemahan-dan-tafsir-al-quran/
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mencantumkan hadits terkait dengan turunnya
Surat Al Bayyinah.
‫صلى‬- ‫ فَقَا َل النَّبِ ُّى‬.‫ب‬
ٍ ‫ى ْبنَ َك ْع‬ َ ‫ك يَْأ ُم ُر‬
َّ َ‫ك َأ ْن تُ ْق ِرَئ هَ ِذ ِه السُّو َرةَ ُأب‬ ْ َ‫لَ َّما نَزَ ل‬
َ َّ‫ت ( لَ ْم يَ ُك ْن) قَا َل ِجب ِْري ُل َعلَ ْي ِه ال َّسالَ ُم يَا ُم َح َّم ُد ِإ َّن َرب‬
‫ت ثَ َّمةَ قَا َل نَ َع ْم‬ ُ ْ‫ فَبَ َكى َوقَا َل ُذ ِكر‬.َ‫ُّورة‬
َ ‫ك هَ ِذ ِه الس‬ َ ‫ يَا ُأبَ ُّى ِإ َّن َربِّى َع َّز َو َج َّل َأ َم َرنِى َأ ْن ُأ ْق ِرَئ‬-‫هللا عليه وسلم‬
Ketika turun Lam Yakun (Surat Al Bayyinah), Jibril ‘alaihis salam berkata, “Wahai
Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memerintahkanmu membacakan surat ini kepada Ubay
bin Ka’ab.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Ubay bin Ka’ab,
sesungguhnya Tuhanku Azza wa Jalla memerintahkanku membacakan surat ini kepadamu.”
Maka Ubay menangis sembari berkata, “Apakah namaku disebut?” Rasulullah menjawab,
“Ya.” (HR. Ahmad).
Tafsir ayat ke 3
Dalam ayat ketiga tersebut terdapat kata kutub (‫ )كتب‬berasal dari kataba (‫ )كتب‬yang
artinya menetapkan. Di dalam Al Qur’an, banyak ketetapan. Misalnya ketetapan tentang
puasa: kutiba ‘alaikumush shiyam. Kutub juga merupakan bentuk jamak dari kitab (‫)كتاب‬
yang artinya buku. Al Qur’an membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Di dalam Al Qur’an ada
kandungan kitab-kitab sebelumnya.
Kata Qayyimah (‫ )قيمة‬berasal dari kata qawama (‫ )قوم‬yang artinya berdiri tegak lurus.
Banyak makna qayyimah namun semuanya bermuara pada kesempurnaan atau sempurna
memenuhi seluruh kriteria yang dibutuhkan. Dengan demikian, kutubun qayyimah adalah
kitab-kitab suci sebelumnya yang otentik, yang belum diubah lurus dan adil.
Al Qur’an sendiri merupakan kitab yang qayyimah, yang sempurna dan lurus tanpa
ada kebengkokan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
َ ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي َأ ْن َز َل َعلَى َع ْب ِد ِه ْال ِكت‬
‫َاب َولَ ْم يَجْ َعلْ لَهُ ِع َوجًا‬
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan
Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; (QS. Al Kahfi: 1)
Tafsir ayat ke 5
Tafsir dalam ayat ke-5 ini orang-orang kafir termasuk ahli kitab itu berselisih padahal
mereka tidak diperintahkan begitu. Dimana yang Allah perintahkan adalah bertauhid,
memurnikan ibadah kepada-Nya. Kemudian mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Ayat
ini menjelaskan bahwa sesungguhnya agama-agama dari Allah itu pada hakikatnya adalah
satu. Dan inilah kaidahnya; tauhid dan ibadah.
Dalam kitab tafsir Fi Zhilalil Qur’an, karya dari Sayyid Qutub “Agama itu pada
asalnya satu dan kaidah-kaidahnya sederhana dan jelas. Kaidah-kaidahnya tidak menyeru
kepada perpecahan dan perselisihan mengenai akidah dan tabiatnya yang lapang dan mudah
itu.
Kata mukhlishin (‫ )مخلصين‬berasal dari kata khalasha (‫ )خلص‬yang artinya murni setelah
sebelumnya diliputi atau disentuh kekeruhan. Dari sini, ikhlas berarti memurnikan ketaatan
hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir
mengatakan, ikhlas beribadah kepada Allah ini adalah tujuan pokok dari agama.
Kata hunafaa’ (‫ )حنفاء‬merupakan bentuk jamak dari haniif (‫ )حنيف‬yang artinya lurus
atau cenderung kepada sesuatu. Islam adalah agama yang hanif, lurus dan pertengahan. Tidak
condong kepada materialisme, tidak juga terlalu condong kepada spiritual yang memisahkan
urusan dunia. Ia juga agama yang qayyimah, lurus dan tidak bengkok sesuai apa yang di
jelaskan pada ayat ke-3 di atas.5

2. Al-Kahf: 2

ِ ‫قَيِّ ًما لِيُ ْن ِذ َر بَْأسًا َش ِديدًا ِم ْن لَ ُد ْنهُ َويُبَ ِّش َر ْال ُمْؤ ِمنِينَ الَّ ِذينَ يَ ْع َملُونَ الصَّالِ َحا‬
‫ت َأ َّن لَهُ ْم َأجْ رًا َح َسنًا‬
“sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi
Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan
amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik”6
Tafsir Jalalain Surat Al-Kahfi Ayat 2
Al-Qur’an tersebut berfungsi sebagai pembimbing yang lurus. Lafadz ‫ قَي ِّٗما‬ini
tarkibnya/susunan gramatikalnya adalah hal yang ke dua yang bersifat menguatkan dari
َ ‫ال ِكت‬.ْ
sohibul hal lafadz ‫َب‬
Al-Qur’an juga berfungsi untuk memberikan peringatan kepada para hamba yang
kafir, atas adanya siksa yang pedih yang berasal dari Allah.
Al-Qur’an itu pula memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman,
yakni orang-orang yang melakukan amal-amal sholih bahwasanya mereka ini akan
mendapatkan pahala/upah yang baik; upah yang baik ini adalah surga.

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Kahfi Ayat 2


Bahwa Al-Qur’an itu memiliki 2 fungsi :
Fungsi pertama, sebagai pemberi peringatan yang keras terhadap siapa saja yang
menentang, mendustakan, dan tidak beriman kepada Al-Qur’an. Tidak hanya peringatan, tapi
juga siksaan. Baik yang disegerakan di dunia maupun yang ditunda besok di hari kiamat.
Fungsi kedua, Al-Qur’an itu sebagai pemberi kabar gembira kepada orang-orang yang
beriman pada Al-Qur’an bahwa amal sholih yang mereka kerjakan akan mendapatkan
balasan dari Allah dengan balasan yang baik yaitu surga.

Tafsir Munir Surat Al-Kahfi Ayat 2


Allah menurunkan Al-Qur’an itu adalah untuk mengatur kemaslahatan hamba-Nya
dan membuat aturan-aturan agama.

5
(Ash-Shabuni, 2020)
6
https://tafsirq.com/18-al-kahf/ayat-2
Di samping itu, Al-Qur’an juga memberikan peringatan keras kepada orang-orang
kafir akan datangnya siksa yang pedih yang Allah turunkan, begitu pula Al-Qur’an yang
memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang percaya pada Al-Qur’an.
Tafsir Baidhowi Surah Al-Kahfi Ayat 2
Al-Qur’an diciptakan oleh Alah sebagai penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat
atau untuk kemaslahatan hamba dan untuk kesempurnaan hamba itu sendiri.7

2.4 As-Sawa
kalimah sawa’ terdiri dari dua kata (lafz) yaitu kalimah dan sawa’. Bila pengertian kalimah
dengan mudah kita ketahui, kata sawa’ perlu dielaborasi secukupnya; sejauh mana makna-
makna yang terkandung di dalamnya. Secara etimologis, kata sawa’ mempunyai sejumlah arti
antara lain: sesuatu yang semisal atau sama.
Pengertian lainnya adalah pertengahan, atau bagian tengah. Sehingga kalau ada
ungkapan sawa’u asy-syai’ artinya adalah, pertengahan atau bagian tengah dari sesuatu. Al-
Qur’an juga memakai kata sawa’ dengan makna bagian tengah, seperti dalam firman Allah:
Pengertian ketiga dari kata sawa’ adalah adil. Ibnu Manzur mengutip Q.S. Ali Imran:
64 sebagai contoh kata sawa’ yang bermakna adil. Dalam Mu’jam Alfaz al-Qur’an al-Karim
disebutkan bahwa arti kalimah sawa’ dalam ayat tersebut adalah kalimat adil atau sama. Adil
juga menyiratkan sebuah kesetaraan dan keseimbangan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa makna sawa’ secara bahasa
adalah sesuatu yang sama atau serupa, bagian tengah atau pertengahan dari suatu benda (atau
keadaan), serta bermakna adil.
 Tafsir Kalimah Sawa’
Untuk mengetahui secara lebih jelas dan tepat konsep kalimah sawa’ dalam al-Qur’an, di
sini akan diketengahkan pandangan sejumlah mufassir, seperti yang tertulis dalam kitab-kitab
mereka. Sebelumnya, terlebih dahulu akan diterangkan mengenai latar belakang turunnya
ayat di atas, yang ternyata ada beberapa versi. Secara umum perbedaan versi tersebut berkisar
pada apakah ayat tersebut turun pada kasus orang Yahudi atau Nasrani, ataupun mencakup
kedua golongan itu.
Fakhruddin ar-Razi berpendapat, ayat 64 dari Surat Ali `Imran di atas turun dalam
konteks golongan Nasrani Najran. Sebelum ayat tersebut turun, tulis ar-Razi, Nabi terlibat
perdebatan dengan pihak Nasrani Najran. Saat itu Nabi menunjukkan sejumlah argumen atas
pendapatnya, sampai akhirnya pihak Nasrani tidak mampu menyanggah lagi. Selanjutnya
Nabi mengajak mereka untuk melakukan mubahalah yang tidak dipenuhi pihak Nasrani
Najran karena takut.
Mereka lebih memilih kesediaan untuk membayar jizyah (upeti) sebagai bentuk
kompensasi. Masih menurut ar-Razi, menanggapi pilihan tersebut, Nabi yang saat itu sangat
berharap agar mereka beriman (masuk Islam) tampaknya kurang berbahagia. Sehingga –demi

7
https://ponpesduacirebon.id/surah-al-kahfi-ayat-2-3/
tercapainya hasrat Nabi itu, Allah memberi strategi agar ia mengajak kaum Nasrani untuk
berpedoman pada kalimah sawa’.
Namun, para penafsir lain seperti Sa’id Hawwa’, Wahbah az-Zuhayli berpendapat bahwa
seruan Nabi terhadap Ahl al-Kitab dalam ayat tersebut berlaku umum meliputi kaum Nasrani,
Yahudi dan yang sejalan dengan mereka. Sementara at-Tabari mengutip sejumlah riwayat
tentang asbab nuzul ayat, baik yang menunjukkan bahwa ayat tersebut terkait dengan pihak
Yahudi atau Nasrani Najran, serta yang meliputi keduanya. Menurut al-Alusi, sejumlah
ulama telah melakukan tahqiq, bahwa ayat tersebut bersifat umum.8
1. Annisa :89
‫يل ٱهَّلل ِ ۚ فَِإن تَ َولَّوْ ۟ا فَ ُخ ُذوهُ ْم َوٱ ْقتُلُوهُ ْم‬ ۟ ‫اجر‬
ِ ِ‫ُوا فِى َسب‬ ۟ ‫ُوا فَتَ ُكونُونَ َس َوٓا ًء ۖ فَاَل تَتَّ ِخ ُذ‬
ِ َ‫وا ِم ْنهُ ْم َأوْ لِيَٓا َء َحتَّ ٰى يُه‬ ۟ ‫وا لَوْ تَ ْكفُرُونَ َكما َكفَر‬
َ
۟ ‫َو ُّد‬
‫صيرًا‬ ۟ ‫ْث َو َجدتُّ ُموهُ ْم ۖ َواَل تَتَّ ِخ ُذ‬
ِ َ‫وا ِم ْنهُ ْم َولِيًّا َواَل ن‬ ُ ‫َحي‬

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka
penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka
berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah
kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula)
menjadi penolong”.
2. Al-Baqarah:6
َ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َأَأ ْن َذرْ تَهُ ْم َأ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم اَل يُْؤ ِمنُون‬
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman”.
Innal lazina kafaru, sesungguhnya orang-orang kafir —yakni orang-orang yang menutup
perkara yang hak dan menjegalnya— telah dipastikan hal tersebut oleh Allah akan dialami
mereka. Yakni sama saja, kamu beri mereka peringatan atau tidak kamu beri peringatan,
mereka tetap tidak akan mau beriman kepada Al-Qur'an yang engkau datangkan kepada
mereka.
Seakan-akan makna ayat ini mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang telah
dipastikan oleh Allah Swt. beroleh kecelakaan, maka tiada jalan selamat baginya; dan barang
siapa yang disesatkan oleh-Nya, niscaya tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.9

2.5 Al-Mitslu
Menurut bahasa (etimologi) kata amtsal berupa bentk dari jama’ lafal matsal, mitsil, dan
matsil adalah sama dengan kata sabah, syibih, dan syabih, baik dala lafal maupun
maknanya[1].
bisa diartikan perumpamaan, gambaran, atau peserupaan yang dalam bahasa
arabnya .Ada juga sebagian ulama’ yang mengatakan bahwa mitslu adalah Yaitu keadaan,
sifat atau cerita yang asing dan aneh.edangkan pengertian amtsal secara terminologi ada
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama’, yaitu:Pengertian mitslu menurut
ulama’ ahli ilmu adab adalah
8
https://kalimahsawa.id/kalimah-sawa-menyoal-titik-tengah-antar-umat-beragama/
9
http://www.ibnukatsironline.com/2014/08/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-6.html?m=1
“Mitslu dalam ilmu adab adalah ucapan yang disebutkan untuk menggambarkan
ungkapan lain yang dimaksudkan untuk menyamakan atau menyerupakan keadaan sesuatu
yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang dituju.”
Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu bayan adalah
Yaitu majaz /kiasan yang majemuk yang mana keterkaitan antara yang disamakan
dengan asalnya adalah penyerupaan. Maka bentuk amtsal menurut definisi ini adalah bentuk
isti’aarah tamtsiiliyyah, yakni kiasan yang menyerupakan. Seperti:

“Tiadalah harta dan keluarga melainkan bagaikan titipan; pada suatu hari titipan itu
pasti akan dikembalikan”.
Dalam syair di atas, tampak jelas penyair menyerupakan harta dan keluarga dengan
benda titipan yang dititipkan oleh seseorang kepada kita, yang sama-sama bisa diambil
sewaktu-waktu oleh orang yang menitipkannya.
Jadi dari sekian banyak pengertian yang telah ada diatas amtsalili qur’an aecara bahasa
adalah, cabang ulumul qur’an yang mempelajari tentang, kiasan, perumpamaan, majaz,
yang terdapat dalam al qur’an.
B. Macam-macam Amtsal Al-Qur’an
Amtsalil qur’an terbagi menjadi 3 macam yaitu:

1. Al-amtsal al-musharrahah, yaitu perumpamaan yang jelas yang di dalamnya terdapat


lafazh matsal atau lafazh lain yang menunjukkan arti persamaan atau perumpamaan.
Amtsal jenis ini banyak terdapat dalam al- Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 261:
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.”
a. Tafsir Q.s Al- Baqarah ayat 261
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Dan diantara hal yang paling bermanfaat bagi kaum mukminin adalah infak di jalan
Allah. Dan perumpamaan kaum mukminin yang menginfakkan harta mereka di jalan
Allah, adalah seperti satu benih yang ditanam di tanah yang subur. Maka tak berapa
lama, benih itu telah menumbuhkan batang yang bercabang tujuh. Dan pada tiap
cabang terdapat satu tangkai. Dan pada tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah
menggandakan pahala bagi siapa saja yang dikehendakiNya, sesuai dengan keadaan
hati orang yang berinfak berupa keimanan dan keikhlasan yang sempurna. Dan
karunia Allah itu luas. Dan Dia Maha Mengetahui siapa-siapa yang berhak
memperolehnya, juga Maha Mengetahui niat-niat hamba-hambaNya.10
b. Isi kandungan Q.s Al- Baqarah ayat 261
Pada ayat ini Allah swt menggambarkan keberuntungan orang yang suka
membelanjakan atau melindungi harta bendanya di jalan Allah, yaitu untuk mencapai
keridhaan-Nya.Hubungan antara infak dan hari akhirat adalah erat sekali karena
sebagaimana diketahui, seseorang tak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari
10
https://tafsirweb.com/1027-surat-al-baqarah-ayat-261.html
siapa pun pada hari akhirat itu, kecuali dari hasil amalnya sendiri selagi ia masih di
dunia, antara lain amalnya yang berupa infak di jalan Allah.11
3. Al-amtsal al-kaaminah, yaitu perumpamaan yang tidak jelas dengan tanpa
menggunakan lafazh matsal atau sejenisnya, akan tetapi artinya menunjukkan arti
perumpamaan yang indah dan singkat. Makna amtsal seperti ini akan mengena jika
lafazh tersebut dinukilkan kepada hal yang menyerupainya.

Jadi, sebenarnya dalam al-amtsal al-kaaminah al-Qur’an itu sendiri tidak menjelaskan
bentuk perumpamaan terhadap suatu makna tertentu. Hanya saja maknanya
menunjukkan pada makna suatu perumpamaan[7]. Tegasnya amtsal jenis ini
merupakan perumpamaan maknawi yang tersembunyi, bukan perumpamaan lafzhi
yang jelas.
Salah satu contoh al-amtsal al-kaaminah adalah sebagaimana

ungkapan yang disebutkan orang Arab yang berupa

(sebaik-baiknya perkara adalah tengah-tengah). Ungkapan ini merupakan hasil


perumpamaan dari beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya:
Surat al-Baqarah ayat 68:

Artinya: “…bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak
muda; pertengahan antara itu…”

 Tafsir Q.s Al- Baqarah ayat 68


َ‫ان بَ ْينَ ٰ َذلِكَ ۖ فَا ْف َعلُوا َما تُْؤ َمرُون‬ ِ َ‫ك يُبَي ِّْن لَنَا َما ِه َي ۚ قَا َل ِإنَّهُ يَقُو ُل ِإنَّهَا بَقَ َرةٌ اَل ف‬
ٌ ‫ارضٌ َواَل بِ ْك ٌر َع َو‬ ُ ‫قَالُوا ا ْد‬
َ َّ‫ع لَنَا َرب‬
Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia
menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu". Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak
tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu".
Tafsir Ibnu Katsir:
Allah SWT. menceritakan kebandelan kaum Bani Israil dan mereka banyak bertanya
kepada rasul-rasul-Nya. Karena itu, ketika mereka mempersempit diri mereka, maka
Allah benar-benar mempersempitnya. Seandainya mereka segera menyembelih sapi
betina apa pun, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka sesuai dengan apa yang
diperintahkan. Demikian menurut Ibnu Abbas, Ubaidah, dan lain-lainnya; tapi
ternyata orang-orang Bani Israil berkeras kepala, maka Allah memperkeras sanksi-
Nya kepada mereka. Mereka berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerang kan kepada kami sapi
betina apakah itu. (Al-Baqarah: 68)
Makna yang dimaksud ialah bagaimana ciri khas sapi tersebut.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ali, dari AlA'masy, dari Al-Minhal ibnu
Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka

11
https://sepdhani.wordpress.com/tag/kandungan-ayat-261-surah-al- baqarah/
mengambil sapi betina apa pun sejak semula, niscaya hal itu sudah cukup bagi
mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi terhadap
mereka." Sanad agar ini berpredikat sahih, dan memang agar ini telah diriwayatkan
oleh bukan hanya seorang, bersumber dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Ubaidah, As- Saddi, Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, dan lain-lainnya.
Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Ata pemah mengatakan kepadanya, seandainya
mereka (orang-orang Bani Israil) mengambil sapi betina apa pun, niscaya sudah
cukup bagi mereka. Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pemah rindu:
Sesungguhnya mereka hanya disuruh untuk mencari sapi betina apa saja, tetapi
mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi-Nya terhadap mereka. Demi
Allah, seandainya saya reka tidak mengucapkan kalimat istigna ( insya Allah),
niscaya mereka tidak akan diberi penjelasan sampai hari kiamat.12
3. amtsal al-mursalah, yaitu beberapa jumlah kalimat yang bebas yang tidak jelas
tanpa menggunakan lafazh tasybih. Al-amtsal al-mursalah ini adalah beberapa ayat al-
Qur’an yang berlaku sebagai perumpamaan. Contohnya seperti dalam surat Yusuf
ayat 51:

Artinya: “…Berkata isteri Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu…”

 Tafsir Q. S Yusuf Ayat 51


ُّ ‫ص ْال َح‬
‫ق‬ ِ ‫ت ْال َع ِز‬
َ ‫يز اآْل نَ َحصْ َح‬ ُ ‫ت ا ْم َرَأ‬ َ ‫طبُ ُك َّن ِإ ْذ َرا َو ْدتُ َّن يُوسُفَ ع َْن نَ ْف ِس ِه ۚ قُ ْلنَ َح‬
ِ َ‫اش هَّلِل ِ َما َعلِ ْمنَا َعلَ ْي ِه ِم ْن سُو ٍء ۚ قَال‬ ْ َ‫قَا َل َما خ‬
َ ‫َأنَا َر‬
َ‫او ْدتُهُ ع َْن نَ ْف ِس ِه َوِإنَّهُ لَ ِمنَ الصَّا ِدقِين‬
Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu
menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: "Maha
Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". Berkata
isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk
menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang
benar".
Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah ‫ﷻ‬: "Raja berkata (kepada wanita-wanita itu), ‘Bagaimanakah
keadaan kalian ketika kalian merayu Yusuf agar menyerahkan dirinya
(kepada kalian)?’" (Yusuf: 51) Ini mengisahkan keadaan raja ketika dia
mengumpulkan semua wanita yang melukai tangannya di rumah istri Al-Aziz. Raja
berkata kepada mereka semua, tetapi makna yang dimaksud ditujukan kepada istri
menteri negeri Mesir, yaitu Al-Aziz: “Bagaimanakah keadaan
kalian.” (Yusuf: 51) Artinya, bagaimana berita dan keadaan kalian ketika kalian
merayu Yusuf agar menyerahkan dirinya (kepada kalian)? (Yusuf: 51) Yakni ketika
istri Al-Aziz menjamu mereka. Mereka berkata, "Maha Sempurna Allah, kami tiada
mengetahui suatu keburukan pun padanya." (Yusuf: 51) Wanita-wanita itu
mengatakan dalam jawabannya kepada raja, "Maha Sempurna Allah, Yusuf bukanlah
orang yang layak mendapat tuduhan itu. Demi Allah, kami tiada mengetahui suatu
keburukan pun padanya."
Maka pada saat itu juga istri Al-Aziz berkata: “Sekarang jelaslah kebenaran itu.”
(Yusuf 51)
12
. http://www.ibnukatsiíonline.com/2014/09/tafsií-suíat- al-baqaíah-ayat-68-71.html?m=1
Ibnu Abbas, Mujahid dan lain-lain yang tidak hanya seorang mengatakan bahwa istri
Al-Aziz berkata, "Sekarang telah jelas dan gamblanglah kebenaran itu. Akulah yang
merayunya untuk menyerahkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia orang yang
benar." (Yusuf: 51)13

3.5 Al-Badal
1. Al-Baqarah: 59
َ َ‫فَبَ َّد َل الَّ ِذينَ ظَلَ ُموا قَوْ اًل َغ ْي َر الَّ ِذي قِي َل لَهُ ْم فََأ ْن َز ْلنَا َعلَى الَّ ِذين‬
َ‫ظلَ ُموا ِرجْ ًزا ِمنَ ال َّس َما ِء بِ َما َكانُوا يَ ْف ُسقُون‬
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang
zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik.
Tafsir Lengkap Kemenag Kementrian Agama RI
Dalam ayat ini diterangkan, bahwa Bani Israil tidak mau melaksanakan perintah dan
petunjuk-petunjuk Allah, bahkan sebaliknya mereka melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan perintah-perintah tersebut, seolah-olah mereka tidak mengakui
adanya segala perintah itu. Mereka mengatakan bahwa hal-hal sebaliknyalah yang
diperintahkan kepada mereka. Demikianlah orang yang fasik dengan mudah
memutarbalikkan kenyataan. Orang-orang yang durhaka senantiasa menyalahi
perintah, apabila mereka ditugaskan melakukan pekerjaan yang terasa berat bagi
mereka.
Pada akhir ayat ini dijelaskan bahwa karena sikap mereka yang ingkar dan tidak
mematuhi perintah itu, Allah menurunkan azab kepada mereka. Dalam ayat ini tidak
dijelaskan macam azab yang diturunkan itu. Allah menguji Bani Israil dengan
bermacam-macam cobaan setiap kali mereka melakukan kefasikan dan kezaliman.

Tafsir al-Jalalain
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
(Lalu orang-orang yang aniaya mengubah) di antara mereka (perintah yang tidak
dititahkan kepada mereka) mereka mengatakan, habbatun fi sya`ratin, bahkan mereka
memasukinya bukan dengan bersujud tetapi merangkak di atas pantat mereka. (Maka
Kami timpakan atas orang-orang yang aniaya itu) di sini disebutkan "atas orang-
orang yang aniaya itu", yang sebenarnya cukup dengan kata ganti 'mereka' saja,
dengan maksud sebagai kecaman (siksa) berupa penyakit taun (dari langit disebabkan
kefasikan mereka) disebabkan mereka melanggar ketaatan. Maka dalam waktu satu
jam ada 70 ribu orang atau mendekati jumlah itu di antara mereka yang mati.

Tafsir Ibnu Katsir


Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Firman Allah Swt.:

Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperintahkan kepada mereka.

13
https://tafsir.learn-quran.co/id/amp/surat-12-yusuf/ayat-51
Imam Bukhari meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ibnul Mubarak, dari
Ma'mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Dikatakan kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil
sujud. Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa-dosa kami.” Ternyata mereka memasukinya
dengan mengesot, dan mereka mengganti (ucapannya), lalu mereka mengatakan,
"Habbah fi sya'rah" (biji dalam rambut).

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Ismail ibnu
Ibrahim, dari Abdur Rahman dengan lafaz yang sama secara mauquf. Diriwayatkan
pula dari Muhammad ibnu Ubaid ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak sebagian
darinya secara musnad, sehubungan dengan firman-Nya, "Hittah." Disebutkan bahwa
mereka menggantinya dengan ucapan lain, yaitu habbah (biji-bijian).

Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari


Hammam ibnu Munabbih, dia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan
hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah berfirman kepada kaum
Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan katakanlah, 'Ampunilah
dosa kami," niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian" (Al Baqarah:58).
Maka mereka mengganti perintah itu dan mereka memasukinya dengan mengesot,
lalu mereka mengatakan.”Habbah fi sya'rah."

Hadis ini berpredikat sahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Ishaq ibnu Nasr,
dan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi', dan oleh Imam Turmuzi, dari
Abdur Rahman ibnu Humaid, semuanya meriwayatkan hadis ini melalui Abdur
Razzaq dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
berpredikat hasan sahih.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra sehubungan dengan
makna firman-Nya:

Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. Al Baqarah:142)

Yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah orang-orang Yahudi. Karena pernah
diperintahkan kepada mereka, "Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud," yakni
sambil rukuk. Dikatakan kepada mereka, "Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,'
yakni dengan ampunan yang seluas-luasnya. Ternyata mereka memasukinya dengan
mengesot, lalu mereka mengatakan, "Hintatun hamra fiha sya'irah" (gandum merah
di dalamnya terdapat sehelai rambut). Yang demikian itu disebutkan di dalam
firmanNya:

Lalu orang-orang yang zalim menggami perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperintahkan kepada mereka.

Kesimpulan dari apa yang telah dikatakan oleh Mufassirin dan ditunjukkan oleh
konteks ayat dapat dikatakan bahwa mereka mengganti perintah Allah yang
menganjurkan kepada mereka untuk berendah diri melalui ucapan dan sikap. Mereka
diperintahkan memasukinya dengan bersujud, ternyata mereka memasukinya dengan
mengesot yakni dengan menggeserkan pantat seraya menengadahkan kepala. Mereka
diperintahkan mengucapkan kalimat 'hiltah yakni hapuskanlah dari kami dosa-dosa
dan kesalahan-kesalahan kami. Tetapi mereka memperolok-olokkan perintah
tersebut, lalu mereka mengatakannya habbah fi sya'irah.

Perbuatan tersebut sangat keterlaluan dan sangat ingkar. Karena itu, Allah
menimpakan kepada mereka pembalasan dan azab sebab kefasikan mereka yang
tidak mau taat kepada perintah-Nya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
Sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena
mereka berbuat fasik.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap sesuatu yang disebut di
dalam Kitabullah dengan ungkapan ar-rijzu artinya azab. Hal yang sama
diriwayatkan pula dari Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, Al-Hasan, dan Qatadah,
semua menyatakan bahwa ar-rijzu artinya azab.

Abul Aliyah mengatakan ar-rijzu artinya murka Allah. Asy-Sya'bi mengatakan ar-
rijzu adakalanya ta'un dan adakalanya dingin yang membekukan. Sa'id ibnu Jubair
mengatakan, ar-rijzu artinya ta'un.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari
Ibrahim ibnu Sa'd (yakni Ibnu Abu Waqqas), dari Sa'd ibnu Malik dan Usamah ibnu
Zaid serta Khuzaimah ibnu Sabit. Mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Penyakit ta'un merupakan azab yang telah ditimpakan kepada
orang-orang sebelum kalian.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A’la, dari
Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ia pernah
mendengar hadis berikut dari Amir ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari Usamah ibnu
Zaid, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya penyakit dan wabah
ini merupakan azab yang pernah ditimpakan kepada sebagian umat dari kalangan
orang-orang sebelum kalian.

Asal hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dan
hadis Malik, dari Muhammad ibnul Munkadir serta Salim ibnu Abu Nadr, dari Amir
ibnu Sa'd dengan lafaz yang semisal.

Tafsir Quraish Shihab


Muhammad Quraish Shihab
Tetapi orang-orang yang lalim dan melanggar perintah Tuhan, lalu mengatakan apa-
apa yang tidak diperintahkan untuk dikatakannya sebagai sikap melecehkan dan
durhaka, maka Allah akan menurunkan siksa dari atas mereka sebagai ganjaran atas
kefasikan dan ketidaktaatan mereka kepada perintah Allah.14

14
https://quranhadits.com/quran/2-al-baqarah/al-baqarah-ayat-59/
BAB III
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5917901/ayat-seribu-dinar-doa-pembuka-rezeki-
dalam-arab-dan-latin/amp
https://tafsirweb.com/10711-surat-al-hadid-ayat-15.html
https://kalam.sindonews.com/ayat/15/57/al-hadid-ayat-15
https://pecihitam.org/surah-al-maarij-ayat-1-7-terjemahan-dan-tafsir-al-quran/
(Ash-Shabuni, 2020)
https://tafsirq.com/18-al-kahf/ayat-2
https://ponpesduacirebon.id/surah-al-kahfi-ayat-2-3/
https://kalimahsawa.id/kalimah-sawa-menyoal-titik-tengah-antar-umat-beragama/
http://www.ibnukatsironline.com/2014/08/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-6.html?m=1
https://tafsirweb.com/1027-surat-al-baqarah-ayat-261.html
https://sepdhani.wordpress.com/tag/kandungan-ayat-261-surah-al- baqarah/
http://www.ibnukatsiíonline.com/2014/09/tafsií-suíat- al-baqaíah-ayat-68-71.html?m=1
https://tafsir.learn-quran.co/id/amp/surat-12-yusuf/ayat-51
https://quranhadits.com/quran/2-al-baqarah/al-baqarah-ayat-59/

Anda mungkin juga menyukai