Anda di halaman 1dari 10

Sumber Hukum Islam

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliyah

“Ushul Fiqih”

Dosen Pengampu:

Febri Hijroh Mukhlis

Kelompok 2/ PAI.J :

Yoyok Hadi Yatmoko 210317328

Septiana Rahmawati 210317333

Nabila Salma 210317325

PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Syari’at Islam yang datang kepada kita dasarnya ialah Al-Qur’an dan Hadits
kemudian dijelaskan oleh Nabi Muhammad S.A.W baik dengan kata-kata maupun
perbuatannya. Pengetahuan ini disebabkan karena pergaulan mereka dengan Nabi
S.A.W, disamping kecerdasan mereka sendiri. Sesudah Islam meluas dan bangsa Arab
sudah bergaul dengan bangsa-bangsa lain, maka dibuatlah peraturan-peraturan bahasa
Arab. Untuk menjaga bahasa Arab itu sendiri mudah dipelajari oleh bangsa lain serta
menjaganya dari pengaruh-pengaruh bahasa lain. Disamping itu banyak peristiwa-
peristiwa baru yang muncul dalam segala macam kehidupan. Maka, para alim ulama
lah yang akan berijtihad untuk mencari dan menentukan hukum peristiwa-peristiwa
tersebut.
Para ulama yang telah tersebar di negeri-negeri yang baru akan terpengaruh
pula oleh lingkungan dan kondisi di negeri tersebut. Maka oleh karena itu, jalan
masing-masing ulama dalam menempuh ijtihad dan mencari hukum akan berbeda-
beda. Keadaan ini tentu menimbulkan perbedaan pendapat, baik sebagai keputusan
hakim maupun sebagai fatwa. Bukan saja antara satu negeri dengan yang lain, bahkan
antara satu daerah dengan daerah lain yang masih dalam satu negeri. Pada bab
sebelumnya telah dijelaskan tentang definisi ushul fiqih yang mana pengertian ushul
fiqih yaitu ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dapat
mengantarkan kepada hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia dari dalil-
dalilnya yang rinci.
Dalam makalah kelompok kami ini, akan membahas tentang adanya sumber
dan dalil hukum-hukum Islam yakni pengertian sumber dan dalil, pengertian Al-
Quran serta Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Qur’an Dan Hadits
2. Apa itu dalil atau nash qath’i dan dlanny
3. Apa itu dalil atau nash qath’i dalalah dan dlanny dalalah
4. Apa itu Dalil Hukum yang Muttafaq dan Mukhtalaf
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian al-qur’an dan hadits
2. Untuk mengetahui dalil atau nash qath’i dan dlanny
3. Untuk mengetahui dalil atau nash qath’i dalalah dan dlanny dalalah
4. Untuk mengetahui Dalil Hukum yang Muttafaq dan Mukhtalaf
BAB II

PEMBAHASAN

A. Al-Qur’an Dan Hadits


1. Al-Qur’an
Sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an. Al-qur’an menurut bahasa
berarti bacaan, Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah himpunan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk disampaiakan kepada manusia
sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.1
Menurut al- Syaukani adalah, Kalam Allah yang diturunkan kepada rasulNya
Muhammad Ibn Abdullah dalam bahasa yang murni, sampai kepada kita secara
muttawatir. Rangkaian kalam tersebut kini tertuang secara sempurna dalam kitab
suci yang diberi nama Al-Qur’an Al-Karim, secara keseluruhan berisikan ajaran-
ajaran akidah, syari’ah (norma-norma hukum), serta norma akhlak bagi umat
manusia di dunia ini dengan ajaran yang langsung di turunkan lewat rasulNya.2
Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6263 ayat, adapun isi kandungan
Al-Qur’an oleh sebagia ulama dibagi kedalam lima bagian:
Pertama, berhubungan dengan ketauhidan. Kedua, berkaitan dengan ibadah.
Ketiga, berkaitan dengan hal hal yang berhubungan dengan janji-janji akan
mendapat ganjaran. Dan ancaman akan mendapat siksa. Keempat, mengenai
penjelasan
tentang mencapai kebahagiaan dunia dan di akhirat . Kelima, mengenai sejarah
atau kisah-kisah umat zaman dahulu.3
2. Hadits
Hadits menurut bahasa adalah khabar atau berita. Menurut istilah hadits adalah
segala berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. meliputi sabada,
perbuatan beliau dan perbuatan para sahabat yang beliau diamkan dalam arti
membenarkannya.

1
Abdul Wahid dan Mustofa, HUKUM ISLAM KONTEMPORER, (Jakarta; Sinar Grafika,2013), halaman 9
2
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,2003), halaman 32
3
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta; KECANA PRENADA MEDIA GRUP, 2010), halaman 144
Hadits Nabi dapat diketahui dari riwayat yang berantai, yang dimulai dari
sahabat Nabi yang langsung menyaksikan perbuatan Nabi atau mendengar
sabdanya. Para sahabat yang meliputi berita itu menyampaikannya kepada orang
lain, baik kepada sahabat lain maupun kepada para Tabi’in (generasi setelah
sahabat), dan proses itu terus berlangsung sampai kepada para penulis hadis,
seperti Bukhari Muslim, Abu Daud, At-Tirmizi, Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah,
Daruquthni, Ibnu Hibban, dan sebagainya.
Para ulama hadits telah bekerja keras dalam memeriksa dan menyeleksi dan
menyeleksi sesuatu yang dikatakan sebagai hadits. Apakah betul-betul dari Nabi
atau bukan. Kemudian mengkategorikan derajat, ada yang shohih (dapat
digunakan sebagai dalil/hujah).4
B. Qath’i dan dlanny
1. Dalil atau Nash Qath’i
Dalil atau nash yang qath’i ialah nash yang menunjukkan kepada makna
yang bisa difahami secara tertentu, tidak ada kemungkinan menerima ta’wil, tidak
ada tempat bagi pemahaman arti selain itu, sebagaimana firman Allah SWT :

‫صيَّ ٍة‬ ِ ‫الربُ ُع ِم َّما ت ََر ْكنَ ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬ ُّ ‫ف َما ت ََركَ أ َ ْز َوا ُج ُك ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُه َّن َولَدٌ ۚ فَإِ ْن َكانَ لَ ُه َّن َولَد ٌ فَلَ ُك ُم‬ ُ ‫ص‬ ْ ِ‫َولَ ُك ْم ن‬
ُّ ‫ُوصينَ بِ َها أ َ ْو دَي ٍْن ۚ َولَ ُه َّن‬
‫الربُ ُع ِم َّما ت ََر ْكت ُ ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َولَد ٌ ۚ فَإ ِ ْن َكانَ لَ ُك ْم َولَد ٌ فَلَ ُه َّن الث ُّ ُمنُ ِم َّما ت ََر ْكت ُ ْم ۚ ِم ْن بَ ْع ِد‬ ِ ‫ي‬
ۚ ‫ُس‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫اح ٍد ِم ْن ُه َما ال‬ ِ ‫ث ك َََللَةً أ َ ِو ا ْم َرأَة ٌ َولَهُ أَ ٌخ أ َ ْو أ ُ ْختٌ فَ ِل ُك ِل َو‬ ُ ‫ُور‬َ ‫صونَ ِب َها أ َ ْو دَي ٍْن ۗ َو ِإ ْن َكانَ َر ُج ٌل ي‬ ُ ‫صيَّ ٍة تُو‬ ِ ‫َو‬
َّ َ‫صيَّةً ِمن‬
ۗ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ار ۚ َو‬
ٍ ‫ض‬َ ‫ص َٰى ِب َها أَ ْو دَي ٍْن َغي َْر ُم‬ ِ ‫ث ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
َ ‫صيَّ ٍة يُو‬ ُ ‫فَإ ِ ْن كَانُوا أ َ ْكث َ َر ِم ْن َٰذَلِكَ فَ ُه ْم‬
ِ ُ‫ش َركَا ُء فِي الثُّل‬
َّ ‫َو‬
‫َّللاُ َع ِلي ٌم َح ِلي ٌم‬

Artinya : “...Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak...” (QS. An-
Nisa’ : 12).

Ayat ini adalah pasti, artinya bahwa bagian suami dalam keadaaan seperti
ini adalah seperdua, tidak yang lain (yakni yang lain dari seperdua).Begitu juga
setiap nash yang menunjukkan arti mengenai bagian dalam soal harta pusaka, atau

4
Abdul Wahid dan Mustofa, HUKUM ISLAM KONTEMPORER, (Jakarta; Sinar Grafika,2013), halaman 9
ati had dalam hukuman dan atau tentang arti nishab. Semua itu telah dipastikan
atau ditentukan dan atau dibatasi.5
Dalil qath’i ini ada dua macam, yaitu :

a. Dalil al-Wurud yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari Allah (al-
Qur’an) atau dari Rasulullah (hadits mutawatir). Al-qur’an seluruhnya qath’i
dilihat dari segi wurudnya. Akan tetapi tidak semua hadits qath’i wurudnya.

b. Qath’i Dalalah, dalil yang kata-katanya atu ungkapan kata-katanya


menunjukkan arti dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga tidak
mungkin dipahamkan lain. Seperti firman Allah SWT yaitu dalam surat an-Nisa’
ayat 12 di atas.6

2. Dalil atau Nash Zhanni

Dalil atau nash yang zhanni ialah nash yang menunjukkan atas makna yang
memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna asalanya (lughawi)
kepada makna yang lain, seperti firman Allah SWT yaitu :

ِ ‫َّللاُ فِي أَ ْر َح‬


َّ ‫ام ِه َّن ِإ ْن ُك َّن يُؤْ ِم َّن ِب‬
ِ‫اَّلل‬ َ ‫َو ْال ُم‬
َّ َ‫ط َّلقَاتُ يَت ََربَّصْنَ ِبأ َ ْنفُ ِس ِه َّن ث َ ََلثَةَ قُ ُروءٍ ۚ َو ََل يَ ِح ُّل لَ ُه َّن أ َ ْن يَ ْكت ُ ْمنَ َما َخلَق‬
ْ ‫َو ْال َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر ۚ َوبُعُولَت ُ ُه َّن أ َ َح ُّق ِب َر ِده َِّن ِفي َٰذَلِكَ إِ ْن أ َ َراد ُوا ِإ‬
ِ ‫ص ََل ًحا ۚ َولَ ُه َّن ِمثْ ُل الَّذِي َعلَ ْي ِه َّن ِب ْال َم ْع ُر‬
‫وف ۚ َو ِل ِلر َجا ِل‬
َّ ‫َعلَ ْي ِه َّن دَ َر َجةٌ ۗ َو‬
ٌ ‫َّللاُ َع ِز‬
‫يز َح ِكي ٌم‬

Artinya :

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali


quru...” (QS. al-Baqarah : 228)

Padahal lafal quru’ itu dalam bahasa Arab mempunyai dua arti yaitu suci dan haid.
Sedangkan nash menunjukkan (memberi arti) bahwa wanita-wanita yang ditalak itu
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Maka ada kemungkinan bahwa yang
dimaksudkan, adalah tiga kali suci atau tiga kali haid. Jadi ini berarti tidak pasti
dalalahnya atas satu makna dari dua makna tersebut. Oleh karena itu para
mujtahidin berselisih pendapat bahwa ‘iddah wanita yang ditalak itu Quru’ dapat
diartikan suci atau haid. Dan sebagaimana firman allah, yaitu
5
Yudian Wahyudi, Ushul Fikih (Yogyakarta: Nawesea Press, 2006), halaman 18.
6
http://www.bacaanmadani.com/2017/02/pengertian-dalil-qathi-dan-zhanni-dan.html
Arinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah”

Padahal lafal maitah (bangkai) itu umum. Jadi ini mempunyai kemungkinan arti
mengharamkan setiap bangkai, atau keharaman itu (ditaksis) dengan selain bangkai
lautan, maka oelh karena itu nash yang mempunyai makna yang serupa (makna
ganda) atau lafal umum, atau mutlak dan atau seperti maitah ini, semua adalah
zhanni dalalahnya (indikator), karena ia mempunyai kecenderungan kepada satu
arti lebih.7 Dalil zhanni ada dua macam, yaitu :

a. Zhanni al-Wurud

yaitu dalil yang hanya memberi kesan yang kuat (sangkaan yang kuat) bahwa
datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat al-Qur’an yang zhanni wurudnya,
adapun hadits ada yang zhanni wurudnya, seperti hadits ahad.

b. Zhanni al-Dalalah

yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya memberikan


kemungkinan-kemungkinan arti dan maksud. Tidak menunjukkan kepada satu
arti dan maksud tertentu. Seperti firman allah dalam surat al-baqarah ayat 228.8

C. Qath’iy Dalalah dan Dlanny Dalalah.


1. Nash yang qath’i dalalah.
Yaitu nash yang tegas dan jelas maknanya, tidak bisa ditakwil, tidak
mempunyai makna yang lain dan tidak tergantung pada hal-hal lain diluar nash itu
sendiri. Contoh yang dapat dikemukakan di sini, adalah ayat yang menetapkan
kadar pembagian waris, pengharaman riba, pengharaman daging babi, hukuman
had zina sebanyak seratus kali dera, dan sebagainya. Ayat- ayat yang menyangkut
hal-hal tersebut maknanya jelas da tegas menunjukkan arti dan maksud tertentu,
dan dalam memahaminya tidak memerlukan ijtihad.
2. Nash yang dlanni dalalah.
Yaitu nash yang menunjukkan suatu makna yang dapat ditakwil atau nash
yang mempunyai makna lebih dari satu, baik karena lafazhnya musytarak
(homonim) ataupun karena susunan kata-katanya dapat dipahami dengan berbagai

7
Yudian Wahyudi, Ushul Fikih (Yogyakarta: Nawesea Press, 2006), halaman 25
8
http://www.bacaanmadani.com/2017/02/pengertian-dalil-qathi-dan-zhanni-dan.html
cara, seperti dilalah isyaratnya, iqtidhanya, dan sebagainya. Para ulama, selain
berbeda pendapat tentang nash Al-qur’an mengenai penetapan yang qath’i dan
dhanni dilalah, juga berbedadapat mengenai jumlah ayat yang termasuk qath’i
dan dlani dilalah, juga berbeda pendapat mengenaai jumlah ayat yang termasuk
qath’i atau dhanni dilalah.
Imam Asy-Syatibi, menegaskan bahwa wujud dalil syara’ yang dengan
sendirinya dapatmenunjukkan dilalah yang qath’i itu tidak adaatau sangat jarang.
Dalil syara’ yang qath’i tsubub pun untuk menghasilkan dilalah yang qath’i masih
bergantung pada premis-premis yang seluruh atau sebagiannya zhanni. Dalil-
dalil syara, yang tergantung pada dali yang dhanni menjadi dhanni pula. 9
D. Dalil Hukum yang Muttafaq dan Mukhtalaf
1. Dalil Hukum yang Muttafaq
Yaitu dalil hukum yang telah disepakati oleh seluruh umat Islam. yanng
termasuk dalil hukum muttafaq adalah :
a. Al-Qur’an
b. Hadist
c. Ijma’
d. Qiyas

2. Dalil Hukum Mukhtalaf


Yaitu dalil hukum yang tidak disepakati ulama’ karena bersumber dari
pemikiran merekan hasil ijtihad.10

9
Juhaya S. Praja, Ilmu Ushul Fikih,(Bandung; CV.Pustaka Setia,2015) halaman 56

10
Sumber Hukum Islam, (Buku paket.com, 3013), halaman 58
BAB III

A. Kesimpulan
Sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an. Al-qur’an menurut bahasa
berarti bacaan, Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah himpunan wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. untuk disampaiakan kepada manusia sebagai
pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhira
Hadits menurut bahasa adalah khabar atau berita. Menurut istilah hadits adalah
segala berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. meliputi sabada,
perbuatan beliau dan perbuatan para sahabat yang beliau diamkan dalam arti
membenarkannya
Dalil atau nash yang qath’i ialah nash yang menunjukkan kepada makna yang
bisa difahami secara tertentu, tidak ada kemungkinan menerima ta’wil
Dalil atau nash yang zhanni ialah nash yang menunjukkan atas makna yang
memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna asalanya (lughawi)
kepada makna yang lain
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid dan Mustofa, HUKUM ISLAM KONTEMPORER, (Jakarta; Sinar


Grafika,2013),

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada,2003),

A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta; KECANA PRENADA MEDIA GRUP,
2010),

Yudian Wahyudi, Ushul Fikih (Yogyakarta: Nawesea Press, 2006)

Juhaya S. Praja, Ilmu Ushul Fikih,(Bandung; CV.Pustaka Setia,2015)

Sumber Hukum Islam, (Buku paket.com, 3013)

http://www.bacaanmadani.com/2017/02/pengertian-dalil-qathi-dan-zhanni-dan.html

Anda mungkin juga menyukai