Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliyah
“Ushul Fiqih”
Dosen Pengampu:
Kelompok 2/ PAI.J :
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1
Abdul Wahid dan Mustofa, HUKUM ISLAM KONTEMPORER, (Jakarta; Sinar Grafika,2013), halaman 9
2
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,2003), halaman 32
3
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta; KECANA PRENADA MEDIA GRUP, 2010), halaman 144
Hadits Nabi dapat diketahui dari riwayat yang berantai, yang dimulai dari
sahabat Nabi yang langsung menyaksikan perbuatan Nabi atau mendengar
sabdanya. Para sahabat yang meliputi berita itu menyampaikannya kepada orang
lain, baik kepada sahabat lain maupun kepada para Tabi’in (generasi setelah
sahabat), dan proses itu terus berlangsung sampai kepada para penulis hadis,
seperti Bukhari Muslim, Abu Daud, At-Tirmizi, Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah,
Daruquthni, Ibnu Hibban, dan sebagainya.
Para ulama hadits telah bekerja keras dalam memeriksa dan menyeleksi dan
menyeleksi sesuatu yang dikatakan sebagai hadits. Apakah betul-betul dari Nabi
atau bukan. Kemudian mengkategorikan derajat, ada yang shohih (dapat
digunakan sebagai dalil/hujah).4
B. Qath’i dan dlanny
1. Dalil atau Nash Qath’i
Dalil atau nash yang qath’i ialah nash yang menunjukkan kepada makna
yang bisa difahami secara tertentu, tidak ada kemungkinan menerima ta’wil, tidak
ada tempat bagi pemahaman arti selain itu, sebagaimana firman Allah SWT :
صيَّ ٍة ِ الربُ ُع ِم َّما ت ََر ْكنَ ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو ُّ ف َما ت ََركَ أ َ ْز َوا ُج ُك ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُه َّن َولَدٌ ۚ فَإِ ْن َكانَ لَ ُه َّن َولَد ٌ فَلَ ُك ُم ُ ص ْ َِولَ ُك ْم ن
ُّ ُوصينَ بِ َها أ َ ْو دَي ٍْن ۚ َولَ ُه َّن
الربُ ُع ِم َّما ت ََر ْكت ُ ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َولَد ٌ ۚ فَإ ِ ْن َكانَ لَ ُك ْم َولَد ٌ فَلَ ُه َّن الث ُّ ُمنُ ِم َّما ت ََر ْكت ُ ْم ۚ ِم ْن بَ ْع ِد ِ ي
ۚ ُس ُ سد ُّ اح ٍد ِم ْن ُه َما ال ِ ث ك َََللَةً أ َ ِو ا ْم َرأَة ٌ َولَهُ أَ ٌخ أ َ ْو أ ُ ْختٌ فَ ِل ُك ِل َو ُ ُورَ صونَ ِب َها أ َ ْو دَي ٍْن ۗ َو ِإ ْن َكانَ َر ُج ٌل ي ُ صيَّ ٍة تُو ِ َو
َّ َصيَّةً ِمن
ۗ َِّللا ِ ار ۚ َو
ٍ ضَ ص َٰى ِب َها أَ ْو دَي ٍْن َغي َْر ُم ِ ث ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو
َ صيَّ ٍة يُو ُ فَإ ِ ْن كَانُوا أ َ ْكث َ َر ِم ْن َٰذَلِكَ فَ ُه ْم
ِ ُش َركَا ُء فِي الثُّل
َّ َو
َّللاُ َع ِلي ٌم َح ِلي ٌم
Ayat ini adalah pasti, artinya bahwa bagian suami dalam keadaaan seperti
ini adalah seperdua, tidak yang lain (yakni yang lain dari seperdua).Begitu juga
setiap nash yang menunjukkan arti mengenai bagian dalam soal harta pusaka, atau
4
Abdul Wahid dan Mustofa, HUKUM ISLAM KONTEMPORER, (Jakarta; Sinar Grafika,2013), halaman 9
ati had dalam hukuman dan atau tentang arti nishab. Semua itu telah dipastikan
atau ditentukan dan atau dibatasi.5
Dalil qath’i ini ada dua macam, yaitu :
a. Dalil al-Wurud yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari Allah (al-
Qur’an) atau dari Rasulullah (hadits mutawatir). Al-qur’an seluruhnya qath’i
dilihat dari segi wurudnya. Akan tetapi tidak semua hadits qath’i wurudnya.
Dalil atau nash yang zhanni ialah nash yang menunjukkan atas makna yang
memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna asalanya (lughawi)
kepada makna yang lain, seperti firman Allah SWT yaitu :
Artinya :
Padahal lafal quru’ itu dalam bahasa Arab mempunyai dua arti yaitu suci dan haid.
Sedangkan nash menunjukkan (memberi arti) bahwa wanita-wanita yang ditalak itu
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Maka ada kemungkinan bahwa yang
dimaksudkan, adalah tiga kali suci atau tiga kali haid. Jadi ini berarti tidak pasti
dalalahnya atas satu makna dari dua makna tersebut. Oleh karena itu para
mujtahidin berselisih pendapat bahwa ‘iddah wanita yang ditalak itu Quru’ dapat
diartikan suci atau haid. Dan sebagaimana firman allah, yaitu
5
Yudian Wahyudi, Ushul Fikih (Yogyakarta: Nawesea Press, 2006), halaman 18.
6
http://www.bacaanmadani.com/2017/02/pengertian-dalil-qathi-dan-zhanni-dan.html
Arinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah”
Padahal lafal maitah (bangkai) itu umum. Jadi ini mempunyai kemungkinan arti
mengharamkan setiap bangkai, atau keharaman itu (ditaksis) dengan selain bangkai
lautan, maka oelh karena itu nash yang mempunyai makna yang serupa (makna
ganda) atau lafal umum, atau mutlak dan atau seperti maitah ini, semua adalah
zhanni dalalahnya (indikator), karena ia mempunyai kecenderungan kepada satu
arti lebih.7 Dalil zhanni ada dua macam, yaitu :
a. Zhanni al-Wurud
yaitu dalil yang hanya memberi kesan yang kuat (sangkaan yang kuat) bahwa
datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat al-Qur’an yang zhanni wurudnya,
adapun hadits ada yang zhanni wurudnya, seperti hadits ahad.
b. Zhanni al-Dalalah
7
Yudian Wahyudi, Ushul Fikih (Yogyakarta: Nawesea Press, 2006), halaman 25
8
http://www.bacaanmadani.com/2017/02/pengertian-dalil-qathi-dan-zhanni-dan.html
cara, seperti dilalah isyaratnya, iqtidhanya, dan sebagainya. Para ulama, selain
berbeda pendapat tentang nash Al-qur’an mengenai penetapan yang qath’i dan
dhanni dilalah, juga berbedadapat mengenai jumlah ayat yang termasuk qath’i
dan dlani dilalah, juga berbeda pendapat mengenaai jumlah ayat yang termasuk
qath’i atau dhanni dilalah.
Imam Asy-Syatibi, menegaskan bahwa wujud dalil syara’ yang dengan
sendirinya dapatmenunjukkan dilalah yang qath’i itu tidak adaatau sangat jarang.
Dalil syara’ yang qath’i tsubub pun untuk menghasilkan dilalah yang qath’i masih
bergantung pada premis-premis yang seluruh atau sebagiannya zhanni. Dalil-
dalil syara, yang tergantung pada dali yang dhanni menjadi dhanni pula. 9
D. Dalil Hukum yang Muttafaq dan Mukhtalaf
1. Dalil Hukum yang Muttafaq
Yaitu dalil hukum yang telah disepakati oleh seluruh umat Islam. yanng
termasuk dalil hukum muttafaq adalah :
a. Al-Qur’an
b. Hadist
c. Ijma’
d. Qiyas
9
Juhaya S. Praja, Ilmu Ushul Fikih,(Bandung; CV.Pustaka Setia,2015) halaman 56
10
Sumber Hukum Islam, (Buku paket.com, 3013), halaman 58
BAB III
A. Kesimpulan
Sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an. Al-qur’an menurut bahasa
berarti bacaan, Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah himpunan wahyu Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. untuk disampaiakan kepada manusia sebagai
pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhira
Hadits menurut bahasa adalah khabar atau berita. Menurut istilah hadits adalah
segala berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. meliputi sabada,
perbuatan beliau dan perbuatan para sahabat yang beliau diamkan dalam arti
membenarkannya
Dalil atau nash yang qath’i ialah nash yang menunjukkan kepada makna yang
bisa difahami secara tertentu, tidak ada kemungkinan menerima ta’wil
Dalil atau nash yang zhanni ialah nash yang menunjukkan atas makna yang
memungkinkan untuk ditakwilkan atau dipalingkan dari makna asalanya (lughawi)
kepada makna yang lain
DAFTAR PUSTAKA
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada,2003),
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta; KECANA PRENADA MEDIA GRUP,
2010),
http://www.bacaanmadani.com/2017/02/pengertian-dalil-qathi-dan-zhanni-dan.html