Anda di halaman 1dari 9

1.

AL-QURAN

A. Pengertian Al-Quran
Secara bahasa (etimologi), kata Al-Qur'an berarti bacaan atau suatu yang dibaca. Menurut Al-
Lihyani, kata Al-Qur'an adalah isim masdar dengan arti isim maf'ul, yaitu yang dibaca.
Adapun menurut istilah, Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw yang lafalnya merupakan mu'jizat, dianggap ibadah bagi orang yang
membacanya, diriwayatkan kepada kita secara mutawattir, dan ditulis dalam mushaf-mushaf
yang dimulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-nas.

B. Nama-nama Al-Qur'an yang Masyhur

Kitab suci Al-Qur'an mempunyai sejumlah nama lain selain namanya sendiri, Al-Qur'an.
naman-nama tersebut adalah.

1. Al-Furqan, yang berarti pembeda antara yang hak dan batil.


2. Al-Kitab.
3. Adz-Zikr, yang berarti peringatan bagi mereka yang lupa
4. At-Tanzil, yang berarti diturunkan
5. Shuhuf, yang berarti lembaran-lembaran.

C. Kedudukan Al-Qur'an Dalam Islam

Kedudukan Al-Qur'an di dalam islam adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum yang ada
di bumi, sebagaimana firman Allah:

‫سو ِل إِن ُكنت ُ أم‬


ُ ‫ٱلر‬ َّ ‫سو َل َوأ ُ ْو ِلى أٱۡلَمأ ِر ِمن ُك أم ۖ فَإِن تَنَ ٰـزَ أعت ُ أم فِى ش أَى ٍ۬ء فَ ُردُّوهُ ِإلَى‬
َّ ‫ٱَّللِ َو‬ َّ ْ‫ٱَّللَ َوأَ ِطيعُوا‬
ُ ‫ٱلر‬ َّ ْ‫يَ ٰـٰٓأَيُّ َہا ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٰٓواْ أ َ ِطيعُوا‬
ُ‫سن‬َ ‫ٱَّللِ َو أٱل َي أو ِم ٱ أۡل َ ِخ ِر ۚ ذَٲلِكَ خ أَي ٍ۬ر َوأ َ أح‬
َّ ‫ت ُ أؤ ِمنُونَ ِب‬
‫ت أَأ ِويلا‬
"Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul [Nya], dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah [Al Qur’an] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagimu] dan lebih baik akibatnya." (An-
Nisa' : 59)

D. Fungsi Al-Qur'an Dalam Islam

Adapun sebagian fungsi dari Al-Quran yaitu :

1. Sebagai Hidayah dan Petunjuk bagi manusia dalam menjalani hidupnya secara baik dan
sebagai rahmat bagi alam semesta. Disamping itu juga sebagai pembeda antara yang
benar dan yang salah, sebagai pedoman dalam menyelesaikan sesuatu yang muncul di
tengah masyarakat.
2. Sebagai mu'jizat terbesar Nabi Muhammad saw untuk membuktikan bahwa beliau adalah
Nabi sekaligus Rasul Allah, dan bahwa Al-Qur'an benar-benar firmanNya yang tidak
dapat ditandingi
3. Sebagai Pemberi kata putus terakhir yang benar mengenai masalah yang diperselisihkan
dikalangan pemimpin-pemimpin agama, dari macam-macam agama, sekaligus sebagai
pelurus kepercayaan-kepercayaan, pendapat-pendapat, anggapan-anggapan yang salah
dan keliru yang terdapat dalam bibel atau kitab-kitab lain yang dipandang suci oleh para
pemiliknya
4. sebagai pengukuh dan penguat kebenaran adanyan Kitab-kitab suci yang pernah
diturunkan sebelum Al-Quran, dan kebenaran tentang adanya para nabi dan rasul beserta
kitab sucinya msing-masing yang sudah tidak asli lagi, karena diubah-ubah oleh para
pemuka dan pemimpin mereka
5. sebagai penutup wahyu wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya.
sehingga dengan adanya Al-Qur'an tidak dibutuhkan wahyu lainnya.

2. Hadist

Pengertian Hadits

pengertian hadits secara etimologis Menurut Ibn Manzhur, kata ‘hadis ‘ berasal dari bahasa arab,
yaitu al-hadist, jamaknya al-Ahadist , al-Hadistan dan al-hudtsan. Secara etimologis , kata ini
memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan al-
khabar, yang berarti kabar atau berita.

pengertian hadits secara etimologis Menurut Ibn Manzhur, kata ‘hadis ‘ berasal dari bahasa arab,
yaitu al-hadist, jamaknya al-Ahadist , al-Hadistan dan al-hudtsan. Secara etimologis , kata ini
memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan al-
khabar, yang berarti kabar atau berita.

Secara terminologis, para ulama, baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama ushul, merumuskan
pengertian hadits secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan tersebut lebih disebabkan oleh
terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan
pada aliran ilmu yang di dalaminya.
Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut :
“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat
maupun hal ihwal Nabi.”
Adapun menurut istilah para fuquha, hadis adalah:
“Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah
fardhu atau wajib.”

Dilihat dari segi bentuknya, hadist dibagi menjadi 3 macam :

 Hadist Qauliyah, yaitu hadist dalam bentuk perkataan atau ucapan Rosul Saw. yang
menerangkan hukum-hukum, menerangka Alquran dan lain-lain.
 Hadist Fi'liyah, yaitu hadist dalam bentuk perbuatan Nabi Saw. yang menerangkan cara
melaksanakan ibadah, misal wudhu, shalat, haji dll.
 Hadist Taqririyah, yaitu diamnya Nabi Saw. atas perkataan atau perbuatan sahabat
kemudian dibiarkan olehnya dengan tidak memerintahkan maupun melarang.

Kedudukan Hadits
Para ulama sepakat bahwa Hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-
Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukan bahwa Hadits/sunah Nabi adalah salah satu
sumber hukum Islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat Islam untuk mengikuti Rasulullah
SAW, dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Tuhan telah memerintahkan kita mengikuti rasul sebagai mana Tuhan memerintahkan kita
menaati-Nya sendiri. Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi rasul.

C. Fungsi Hadits
Fungsi Hadits sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an menurut pandangan
Para Ulama ada tiga, yaitu :
1. Hadits berfungsi memperkuat Al-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan Al-Qur’an dalam
hal mujmal dan tafshilnya. Dengan kata lain Hadits ini hanya mengungkapkan kembali apa yang
terapat alam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
2. Hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh Al-Qur’an.
Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang dominan dalam Hadits.
3. Hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam
Al-Qur’an.

. Hadits Shohih, yaitu hadits yang cukup sanadnya dari awal sampai akhir dan oleh orang-
orang yang sempurna hafalannya. Syarat hadits shohih adalah:
a. Sanadnya bersambung;
b. Perawinya adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
kehormatan dirinya (muruah);
c. Dhobit, yakni memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna serta mampu
menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki; dan
d. Hadits yang diriwayatkannya tidak bertentangan dengan hadits mutawatir atau
dengan ayat al-Qur`an.

Hadits shohih dibagi dua:


a. Shohih Lizatihi, yakni hadits yang shohih dengan sendirinya tanpa diperkuat
dengan keterangan lainnya. Contohnya adalah sabda Nabi Muhammad saw.,
``Tangan di atas (yang memberi) lebih baik dari tangan di baivah (yang menerima).
`` (HR. Bukhori dan Muslim)
b. Shohih Lighoirihi, yakni hadits yang keshohihannya diperkuat dengan keterangan
lainnya. Contohnya sabda Nabi Muhammad saw., ``Kalau sekiranya tidak terlalu
menyusahkan umatku untuk mengerjakannya, maka aku perintahkan bersiwak
(gosok gigi) setiap akan sholat.`` (HR. Hasan)
Dilihat dari sanadnya, semata-mata hadits Hasan Lizatihi, namun karena dikuatkan dengan
riwayat Bukhori, maka jadilah ia shohih lighoirihi.
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang
adil, namun tidak sempurna hafalannya. Hadits hasan dibagi dua:
a. Hasan Lizatihi, yakni hadits yang dengan sendirinya dikatakan hasan. Hadits ini
ada yang sampai ke tingkat lighoirihi;
dan
b. Hasan Lighoirihi, yakni hadits yang derajat hasannya dibantu dengan keterangan
lainnya. Contohnya sabda Nabi
Muhammad saw., ``Sembelihan bagi bayi hezvan yang berada dalam perut ibunya,
cukuplah dengan sembelihan ibunya saja.`` (HR. Tirmidzi, Hakim, dan Darimi)

Hadits di atas jika kita ambil sanad dari Imam Darimi, adalah Darimi menerima dari 1) Ishak bin
Ibrohim, dari 2) Itab bin Bashir, dari 3) Ubaidillah bin Abu Ziyad, dari 4) Abu Zubair, dari 5)
Jabir, dari Nabi Muhammad saw. Nama yang tercela dalam sanad di atas adalah nomor 3
(Ubaidillah bin Abu Ziyad). Sebab menurut Abu Yatim ia bukanlah seorang yang kuat
hafalannya dan tidak teguh pendiriannya.:

3. Hadits Dhoif (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih dan hasan.
Contohnya, ``Barangsiapa berkata kepada orang miskin: `bergembiralah`, maka luajib
baginya surga``. (HR. Ibnu A`di) Di antara perawi hadits tersebut ialah Abdul Mali bin
Harun. Menurut Imam Yahya, ia seorang pendusta. Sedangkan Ibnu Hiban memvonisnya
sebagai pemalsu hadits.
Dari segi keterputusan sanad, hadits dhoif terbagi menjadi lima macam:
a. hadits mursal, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tabi`in dengan menyebutkan ia
menerimanya langsung dari Nabi Muhammad saw., padahal tabi`in (generasi setelah
sahabat) tidaklah mungkin bertemu dengan nabi.
b. Hadits munqothi` yaitu hadits yang salah seorang rawinya gugur (tidak disebutkan
namanya) tidak saja pada sahabat, namun bisa terjadi pada rawi yang di tengah atau di
akhir;
c. Hadits al-mu`adhdhol, yaitu hadits yang dua orang atau lebih dari perawinya setelah
sahabat secara berurutan tidak disebutkan dalam rangkaian sanad;
d. Hadits mudallas, yaitu hadits yang rawinya meriwayatkan hadits tersebut dari orang yang
sezaman dengannya, tetapi tidak menerimanya secara langsung dari yang bersangkutan;
e. Hadits mu`allal, yaitu hadits yang kelihatannya selamat, tetapi sesungguhnya memiliki
cacat yang tersembunyi, baik pada sanad maupun pada matannya.
Ditinjau dari segi lain-lainnya, hadits dhoif terbagi dalam enam macam:
1. hadits mudhthorib, yaitu hadits yang kemampuan ingatan dan pemahaman
periwayatnya kurang;
2. hadits maqluub, yaitu hadits yang terjadi pembalikan di dalamnya, baik pada sanad,
nama periwayat, maupun matannya;
3. hadits mudho`af, yaitu hadits yang lemah matan dan sanadnya sehingga diperselisihkan
oleh para `ulama. Contohnya, ``asal segala penyakit adalah dingin.`` (HR. Anas dengan
sanad yang lemah)
4. hadits syaaz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang shiqoh,namun
menyalahi riwayat orang banyak yang
shiqoh juga;
5. hadits mungkar, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang lemah dan
riwayatnya berbeda dengan riwayat yang
shiqoh;
6. hadits matruuk, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang dituduh
suka berdusta, nyata kefasikannya, ragu dalam periwayatan, atau pelupa.

Pengertian Hadits Maudhu


Secara etimologi, kata Maudhu’’ adalah isim ma’ful dari kata wa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadh-‘an,
yang mempunyai arti al-isqath (meletakan atau menyimpan); al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada
ada atau membuat-buat), dan al-tarku (ditinggal).
Sedangkan secara terminologis, Ibnu Al-Shalah, yang kemudian diikuti oleh iman Al-Nawawi
mendefisinikan Hadist Maudhu’ sebegai “hadits yang diciptakan dan dibuat-buat”.
Sedangkan, Muhammad Al-Jajja Al-Khatib mendefinisikan Hadist Maudhu’ dengan: “hadits
yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-
adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengatakannya, memperbuat, maupun
menetapkannya. “
Sementara itu, Mahmud Al-Tahan, mendefinisikan sebagai: “kebohongan yang diciptakan dan
diperbuat serta disandarkan kepada Rasulullah SAW. “
Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Subhi Al-Shalih, yang menyatakan bahwa Hadist
Maudhu’’adalah “suatu berita yang diciptakan oleh para pembohong dan kemudian disandarkan
kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya mengada-adakan atas nama Beliau.”
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Hadist
Maudhu’ adalah hadist yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian
mengatasnamakannya dari Rasulullah SAW.

MACAM-MACAM HADITS

1. Hadits yang bersambung sanadnya.


Yaitu hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi saw. Hadits ini disebut hadits marfu' atau
Maushul.
2.Hadits yang terputus sanadnya:

1. Hadits Mu'allaq (Tergantung): Yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh
seorang atau lebih hingga akhir sanadnya. Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan,
telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad
antara dirinya hingga Rasulullah).
2. Hadits Mursal (Hadits yang dikirim);Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari
Nabi saw.tanpa menyebutkan sahabat penerima hadits tersebut. Atau Bila sanad putus
pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3.
3. Hadits Mudallas; (Yang ditutup-tutupi): disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya
karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi, hadits
Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
4. Hadits Munqati (Hadits yang terputus); Yaitu hadits yang hilang seorang atau dua orang
perawi selain sahabat dan tabi'in. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain
seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in
(penutur 2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).
5. Hadits Mu'dhal (Terputus sanadnya); Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'it dan
tabi'in dari Nabi saw. atau dari sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang menjadi
sanadnya. Atau bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.

III. Hadits-Hadits Dha'if Karena Cacat Perawi

1. Hadits Maudhu’ (Yang dilarang); Yaitu bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena
dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
2. Hadits Matruk ( yang ditinggalkan): yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
3. Hadits Mungkar; yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah
yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tepercaya/jujur.
4. Hadits Mu'allal (yang sakit atau cacat): Yaitu hadits yang di dalamnya terdapat cacat
yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar, hadits Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik
tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits
Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
5. Hadits Mudlthorib (yang kacau): Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi
dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan
yang dikompromikan.
6. Hadits Maqlub ( yang terbalik): Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa
sanad (silsilah) maupun matan (isi).
7. Hadits Munqalib (yang terbalik): Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga
pengertiannya berubah.
8. Hadits Mudraj; yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya.
9. Hadits Syad (yang jarang): Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
(terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi
(periwayat/pembawa) yang terpercaya pula. Hadits syad jarang dihafal para ulama hadits,
beda dengan hadits Mahfudz yang banyak dihafal.

IV. Klasifikasi Hadits Berdasarkan ujung sanad

1. Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi’in (penerus).
2. Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat.
3. Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad
saw.

3. Ijtihad
Ijtihad (Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa
dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara
yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan matang.

Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan
para ahli agama Islam.

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam
beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.

Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam
kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada
perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat
masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan
Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa
waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada
dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan
tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al
Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada
ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan
ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al
Quran dan Al Hadist.

Jenis-jenis ijtihad
Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah
keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian
dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Qiyâs

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara
yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam
Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

 Beberapa definisi qiyâs (analogi)


1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu
persamaan di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-
Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
4. menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di terangkan oleh al-
qur'an dan hadits.

Istihsân

 Beberapa definisi Istihsân


1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa
hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya..

Maslahah murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.

Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan
umat.

Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya,
Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam
Alquran dan Hadis.

Kedudukan
• Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadis.Dalilnya adalah Al-Qur’an dan Hadis.Allah SWT berfirman:Artinya:”Dan dari mana saja
kamu keluar maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram dan di mana saja kamu
(sekalian) berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya.”(Q.S.Al-Baqarah,2:150)

Anda mungkin juga menyukai