Anda di halaman 1dari 6

Nama : Khoirunnisa Istiqomah

NIM : 2007015126

1) Nasikh dari segi bahasa adalah menghapus (izalat), menukar (tabdil),


mengubah (tahwil) dan juga berarti memindahkan (an-naql) yang berarti
juga menghapus. Menurut istilah, nasakh itu di artikan mengubah sesuatu
ketentuan/hukum dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada,
digantikan hukum yang baru yang lain ketentuannya.

Mansukh menurut bahasa ialah


dihapus/dihilangkan/dipindah/disalin/dinukil. Menurut istilah ialah hukum
syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah atau
dibatalkan/diganti dengan hukum syara’.

Adapun pembagian jenisnya yaitu :

1. Nasikh Al-Quran dengan Al-Quran. Contoh Surat al-Mujadilah ayat 12


tentang kewajiban bersedekah sebelum bermunajat dengan Nabi di
naskh dengan Surat al-Mujadilah ayat 13

‫ِإ‬ َّ
‫اك ْم‬
ُ ‫ول َف َق ِّد ُم وا َب نْي َ يَ َد ْي جَنْ َو‬
َ ‫الر ُس‬َّ ‫اج ْي تُ ُم‬
َ َ‫آم نُ وا َذ ا ن‬ َ ‫يَا َأيُّ َه ا ال ذ‬
َ ‫ِين‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ َ ‫ص َد قَ ةً ۚ ٰذَ ل‬
ٌ ‫ِك َخ ْي ٌر لَ ُك ْم َو َأطْ َه ُر ۚ فَ ْن مَلْ جَتِ ُد وا فَ َّن اللَّ هَ َغ ُف‬
ٌ‫ور َر ِح يم‬ َ
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan
khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada
orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik
bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan
disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.

ٍ َ‫ص َد ق‬
‫ات ۚ فَ ِإ ْذ مَلْ َت ْف َع لُ وا‬ ‫اك ْم‬
ُ ‫َأن ُت َق ِّد ُم وا َب نْي َ يَ َد ْي جَنْ َو‬ ْ ‫َأَأش َف ْق تُ ْم‬
ْ
َ
َ‫الز َك اةَ َو َأطِيعُ وا اللَّ ه‬ َّ ‫وا‬ ُ‫الص اَل ةَ َو آت‬
َّ ‫ِيم وا‬ ُ ‫اب اللَّ هُ َع لَ ْي ُك ْم فَ َأق‬ َ َ‫َو ت‬
َ ُ‫َو َر ُس ولَ هُ ۚ َو اللَّ هُ َخ بِريٌ مِب َ ا َت ْع َم ل‬
‫ون‬
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan
sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika
kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu
maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
2. Nasakh Al-Quran dengan Sunah. Contoh Surat Al-Baqarah ayat 44
dinaskh dengan hadis tentang perubahan arah kiblat

َّ َ‫اِ ْسَت ْقَبلَهُ ىِف ا‬


ِ ‫لصالَة‬
‫ِستَّةَ َع َشَر َش ْهًرا‬
“Bahwasannya Nabi saw menghadap (Baitulmaqdis) dalam sholat 16
bulan”.

َ ‫َف َو ِّل َو ْج َه‬


‫ك َش طْ َر الْ َم ْس ِج دِ ا حْلَ َر ِام‬

“.....Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram....”

3. Nasakh Sunah dengan Sunah. Contoh larangan ziarah kubur yang


dinasakh menjadi boleh. Seperti sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi

‫ت َن َهْيتُ ُك ْم َع ْن ِزياََر ِة اَلْ ُقُب ْو ِر اَالَ َفُز ْو ُر ْو َها‬


ُ ‫ُكْن‬
Rasulullah saw pernah melarang para sahabat untuk berziarah kubur,
tetapi dengan adanya hadis diatas Rasulullah memperbolehkan para
sahabat untuk ziarah kubur.

2) Pertama, sighat qasam adalah sighat yang digunakan untuk


menunjukkan qasam/sumpah, baik dalam bentuk fi῾il maupun huruf
seperti ba, ta, dan waw sebagai pengganti fi῾il qasam karena sumpah
sering digunakan dalam keseharian. Contoh qasam dengan memakai kata
kerja, misalnya dalam Q.S. An-Nahl [16]: 38.
Kedua, muqsam bih yaitu sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah swt.
Sumpah dalam Al-Quran ada kalanya dengan memakai nama Allah swt
dan adakalanya menggunakan nama-nama ciptaan-Nya. Aisyah binti Abd
Rahman binti Syathi’ dalam Al-Tafsir Al-Bayani Li Al-Quran Al-
Karim menjelaskan bahwa qasam yang menggunakan nama Allah swt
dalam Al-Quran hanya terdapat dalam tujuh tempat, yaitu Surah An-Nisa
ayat 65, Surah Yunus ayat 53, Surah Al-Hijr ayat 92, Surah Maryam ayat
68, Surah Saba’ ayat 3, Surah At-Taghabun ayat 7, Surah Al-Ma’arif ayat
40.
Ketiga, muqsam ‘alaih kadang juga disebut jawab qasam. Muqsam
‘alaih merupakan suatu pernyataan yang datang mengiringi qasam,
berfungsi sebagai jawaban dari qasam. Dengan kata lain, pernyataan yang
karenanya qasam diucapkan. Dalam Al-Quran terdapat dua muqsam ‘alaih,
yaitu yang disebutkan secara tegas dan yang dihilangkan.
Hikmah/manfaat adanya sumpah Quran :
 Metode Bahasa Arab untuk menguatkan sesuatu dengan sumpah,
bahwa hal itu telah diketahui oleh semua atau ketika ada bentuk
pengingkaran dari yang diajak bicara. Dan Al-Qur’an itu diturunkan
dengan memakai Bahasa Arab yang jelas.
 Orang mukmin akan bertambah keyakinannya dengan hal itu. Tidak
mengapa adanya tambahan penguat yang akan menambah keyakinan
seorang hamba. 
 Allah bersumpah dengan sesuatu yang agung, hal itu menunjukkan
kesempurnaan kekuasaan, keagungan dan ilmu-Nya. Maka, ciptaan
yang Dia bersumpah dengannya, adalah bukti akan kebenaran yang
bersumpah lewat keagungan apa yang diciptakan.
 Mengisaratkan kedudukan yang disumpah. Karena Allah tidak
bersumpah melainkan dengan sesuatu yang agung. Kedua sisi ini tidak
kembali kepada pembenaran berita, bahkan untuk menunjukkan bahwa
ciptaan yang Allah bersumpah dengannya merupakan penegasan akan
kebesarannya.

3) Bentuk-bentuk Metodelogi tafsir


 Tafsir bil-Ma’sur, ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan
yang sahih yaitu menafsirkan al-Quran dengan al-Quran, al-Quran
dengan sunah (penjelas kitabullah), al-Quran dengan perkataan
sahabat (merekalah yang dianggap paling mengetahui kitabbullah),
al-Quran dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in (mereka pada
umumnya menerimanya dari sahabat).
 Tafsir bil-Ra’yi, adalah menafsirkan ayat al-Quran dengan
menggunakan rasio atau akal. Sedangkan makna ar-ra’yu adalah
ijtihad dan olah pikir serta penelitian dalam memahami al-Quran pada
batas pengetahuan tentang bahasa Arab dan dalam kerangka
kewajiban yang harus dipenuhi oleh penafsir al-Quran dari perangkat
syarat dan akhlak.
 Tafsir Isyari, adalah apa yang ditetapkan (sesuatu yang bisa
ditetapkan/dipahami/diambil) dari suatu perkataan hanya dari
mengira-ngira tanpa harus meletakkannya dalam konteksnya
(sesuatu yang ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa dalam
konteksnya).

Corak Tafsir :
1. Corak Sufi, yaitu tafsir yang ditulis oleh para sufi atau ahli tasawuf
yang pada umumnya diungkapkan dengan bahasa mistik. Corak ini
ada 2 macam, yaitu :
a. Tasawuf teoritis, yakni tasawuf yang didasarkan atas hasil
pembahasan dan studi yang mendalam.
b. Tasawuf praktis, yakni tasawuf yang dihasilkan oleh praktik gaya
hidup sengsara, zuhud dalam rangka melaksanakan
melaksanakan ketaatan kepada Allah.
2. Corak Falsafi, adalah cara penafsiran ayat-ayat al-Quran dengan
menggunakan teori-teori filsafat. Penafsiran ini berupaya
mengompromikan atau mencari titik temu antara filsafat dan agama
serta berusaha menyingkirkan segala pertentangan diantara
keduanya.
3. Corak al-Adab al-Ijtimai’, ialah tafsir yang menekankan
pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak al-Adab al-Ijtima’i
termasuk tafsir bil-ra’yi. Namun ada juga sebagian ulama yang
mengategorikannya tafsir campuran karena prsentase atsar dan akat
sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.

Contoh kitab-kitabnya :
1. Tafsir al-Munir karya Syeikh Nawawi al-Bantani
2. Tafsir Marah Labid Li Kasyaf Ma’na al-Qur’anul Majid karya
Syeikh Nawawi bin Umar al-Jawi.
3. Tafsir Quran karya Syeikh Ahmad Sorkati as-Sudani.
4. Tafsir al-Burhan karya Syeikh Dr. Abdul Karim Amrullah

4) Tafsir bil-Ma’sur, ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan


yang sahih yaitu menafsirkan al-Quran dengan al-Quran, al-Quran
dengan sunah (penjelas kitabullah), al-Quran dengan perkataan
sahabat (merekalah yang dianggap paling mengetahui kitabbullah),
al-Quran dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in (mereka pada
umumnya menerimanya dari sahabat).

Kitab-kitab nya :
a. Tafsir Jami’ al-Bayan (Ibnu Jarir at-Tabari).
b. Tafsir al-Bustan (Abul Lais as-Samarqandi).
c. Tafsir Ma’limut Tanzil (al-Bagawi).
d. Tafsir al-Qur’anul ‘Azim (al-Hafid Ibnu Kasir).
e. Tafsir Asbabun Nuzul (al-Wahidi).
f. Tafsir an-Naskh wal Mansukh (Abu Ja’far an-Nahas).

Kelebihan :
a. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran.
b. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-
pesannya.
c. Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga
membatasinya terjerumus dalam subjektivitas berlebihan.
Kekurangan :
a. Terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan
kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Quran
menjadi kabur dicelah uraian itu.
b. Seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbabun nuzul/sisi
kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dan uraian
nasikh/mansukh) hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali,
sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu
masa.
c. Bercampur dengan riwayat yang tidak sahih bahkan isra’iliyat.
d. Sering mencatat nama-nama mufasir yang terkenal/terkemuka
tanpa ada bukti yang benar.
e. Mudah dimasuki orang-orang kafir zindiq yang memasuki al-
Quran.
f. Adanya riwayat da’if dan mungkar dari riwayat yang didapat dari
Rasulullah, sahabat, dan tabi’in.
g. Pertentangan riwayat satu sama lain.

5) Tafsir bil-Ra’yi, adalah menafsirkan ayat al-Quran dengan


menggunakan rasio atau akal. Sedangkan makna ar-ra’yu adalah
ijtihad dan olah pikir serta penelitian dalam memahami al-Quran
pada batas pengetahuan tentang bahasa Arab dan dalam kerangka
kewajiban yang harus dipenuhi oleh penafsir al-Quran dari
perangkat syarat dan akhlak.

Kitab-kitab dan metodelogi penafsirannya:


a. Tafsir Mafatihul Gaib, karya Fahruddin ar-Razi.
b. Anwarut-Tanzil wa Haqi qatut Ta’wil, karya Imam Abul-Barakah
al-Hasafi.
c. Madarikut-Tanzil fi Ma’anit-Tanzil, karya Imam al-Khazin.

Metodologi penafsirannya : tafsir ini memperbesar peranan ijtihad


dibadingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan
bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu al’Quran,
hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufasir akan
menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud
ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-
ilmu pengetahuan yang ada.
Kelebihan Tafsir bil-Ra’yi :
1. Metode Tafsir bil Ra’yi lebih rasional.
2. Relatif dinamis dan mudah menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Istinbat berarti menggali dan mengeluarkan makna-makna yang
mendalam yang terdapat dilubuk hati. Istinbat hanya bisa
dilakukan dengan ijtihad dan menyelami rahasia-rahasia al-
Quran.
4. Kalau tafsir dengan ijtihad tidak diperbolehkan, tentunya ijtihad
pun tidak diperbolehkan dan tentu saja banyak hukum yang
tergali.
5. Sesungguhnya para sahabat telah membaca al-Quran dan
berbeda-beda menafsirkannya.

Kekurangan :
1. Sulit menghindarkan diri dari subjektivitas mufasirnya.
2. Dalam hal-hal tertentu cenderung dipaksakan.
3. Para sahabat dan tabi’in tidak mau berkata sesuatu tentang al-
Quran dengan pendapat mereka.
4. Pada tafsir ini tidak bisa dinilai mutlak pada kebenarannya.

6) Kitab Tafsir Nusantara :


1. Tafsir Marah al-Labid li Kasyf al-Ma’na al-Qur’an al-Majid (1880-
an), yang lebih dikenal dengan Tafsir Munir Karya Syaikh Nawawi
al-Bantani (1815-1897).
2. Tafsir Tamsyiyyat al-Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb al-‘Alamin dan
Raudat al-‘Irfan fi Ma’rifat al-Qur’an , Karya KH. Ahmad Sanusi
(1888-1950).
3. Tafsir al-Qur’an al-Karim (1967), karya KH. Mahmud Yunus.
4. Tafsir Al-Qur’an Suci (1977), Karya R.KH. Muhammad Adnan.
5. Tafsir Al-Kitab al-Mubin (1974), Karya KH. M. Ramli.
6. Tafsir An-Nur (1966), Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.
7. Tafsir al-Misbah (tahun 2001) karya M Quraish Shihab.
8. Tafsir Rahmat (1981), Karya KH. Oemar Bakry
9. Tafsir Al-mahmudy (tahun 1989) ditulis oleh KH. Ahmad Hamid
Wijaya.
10. Tafsir Al-Ibriz (1954-1960) karya  KH. Bisri Mustofa.

Anda mungkin juga menyukai