NIM : 2007015126
Al-quran adalah firman Allah yang berbentuk mukjizat yang diturunkan kepada Nabi .1
Muhammad saw melalui Malaikat Jibril yang tertulis dalam di dalam mushahif, yang
diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir yang merupakan ibadah bila membacanya,
.dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas
Hadis Qudsi adalah suatu hadis yang oleh Nabi Muhammad saw disandarkan kepada Allah.
Maksudnya, Nabi meriwayatkannya dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam
.Allah
Hadis Nabawi adalah hadis yang disandarkan kepada selain Allah. Dengan kata lain hadis
Nabawi adalah semua hadist yangdisandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan
.(qauli), perbuatan (fi’li), maupun ketetapan (taqrir) beliau
Mukjizat adalah suatu perkara di luar kebiasaan yang dilakukan Allah swt melalui Nabi .2
.dan Rasul-Nya sebagai pembuktian pada manusia tentang kebenaran keNabiannya
Unsur-unsur mukjizat
Hal atau peristiwa yang luar biasa.1
Peristiwa-peristiwa alam yang terlibat sehari-hari walaupun menakjubkan tidak dinamai
mukjizat. Hal ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang dimaksud luar
biasa adalah sesuatu yang berbeda diluar jangkauan sebab hukum-hukumnya diketahui secara
.umum
Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengakui Nabi .2
Hal-hal diluar kebiasaaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila keluarbiasaan
terjadi bukan diri seorang yang mengakui Nabi, hal itu tidak dinamai mukjizat. Sesuatu yang
luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal atau calon menajadi Nabi pun tidak dinamai
.mukjizat melainkan dinamakan irhash
Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian .3
Tentu saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan
.sesudahnya. Disaat ini, tantangan tersebut harus pula berjalan dengan ucapan sang Nabi
Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani .4
.Artinya siapapun yang ditantang tidak mungkin berhasil melakukan hal yang serupa
3. Periode Nabi
Alqur’an merupakan sumber ajaran Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah secara
mutawatir pada saat terjadi suatu peristiwa, disamping Rasulullah menghafalkan secara
pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan
dihafalkan, ketika wahyu turun Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar
mudah dihafal karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dengan penulisan,
sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an untuk di milikinya sendiri
diantara sahabat tadi. Para sahabat selalu menyodorkan al-Qur’an kepada Nabi dalam bentuk
hafalan dan tulisan-tulisan. Pada masa rasullah untuk menulis teks al-Qur’an sangat terbatas
sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma, lempengan-
lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan, meskipun al-qur’an sudah tertuliskan
pada masa rasulullah tapi al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf.
Pada saat itu memang sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam didalam dada
para sahat dan penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh para sahabat. Dan tidak
dibukukan didalam satu mushaf di karenakan Rasulullah masih menunggu wahyu yang akan
turun selanjutnya dan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain,
jika umpama Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan
ketika ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh ayat yang lain.
Ketika Rasullulah wafat dan kekhalifaaan jatuh ketangan Abu Bakar, banyak dari
kalangan orang Islam kembali kepada kekafiran dan kemurtatan dengan jiwa
kepemimpinannya Umar mengirim pasukan untuk memerangi. Tragedi ini dinamakan perang
Yamamah (12 H) yang menewaskan sekitar 70 para Qori’dan Hufadz, dari sekian banyaknya
para hufadz yang gugur, Umar khawatir Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga,
kemudian Umar menyusulkan kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk
membukukan Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya Abu
Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa Rasulullah dengan penuh
keyakinan dan semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an, Umar berkata kepada Abu Bakar
“ Demi allah ini adalah baik” dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan Umar
diterima. Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid Bin Tsabit. Pada awalnya
Zaid bin Tsabit menolaknya dikarenakan pembukuan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada
masa Rasulullah sebagaimna Abu Bakar menolaknya. Zaid bin Tsabit dengan kecerdasannya
mengumpulkan Al-Qur’an dengan berpegang teguh terhadap para Hufadz yang masih tersisa
dan tulisan-tulisan yang tadinya ditulis oleh Zaid atas perintah Rasullullah. Zaid sangat hati-
hati didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran Islam. Yang
kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya kepada Abu Bakar dan beliau
menyimpannya sampai wafat. Yang kemudian dipegang oleh umar Bin Khattab sebagai
gantinya kekhalifaan.
Ustman Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang
berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays,
mushaf yang asli dikembalikan lagi ke hafsah. Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk
memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6 mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah
islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh
Ustaman dirumahnya. Mushaf ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani,
demikian terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya pembaruan mushaf pada masa
ustmani.
1) Setiap surahnya mengandungi keizinan dari Allah untuk berjihad dan meherangkan
hukum-hukum mengenainya.
2) Setiap ayat dan surah yang membicarakan tentang kaum Munafiqun kecuali surah al-
Ankabut.
3) Setiap ayat dan surah membicarakan tentang hukum-hukum faraid, soal-soal hak, undang-
undang awam, social dan kenegaraan.
4) Setiap ayat dan surah yang mengandungi perdebatan dengan ahli kitab dan seruan terhadap
mereka supaya tidak keterlaluan dalam agama. Kesemua ciri di atas adalah sebagai ciri-ciri
umum yang membezakannya dengan ayat-ayat Makki.
Contoh
Al-Baqarah, Al-Anfal, ‘Ali-Imran, Al-Ahzab, Al-Mumtahanah, dll.
5.Secara garis besar Asbab Al-Nuzul dapat dibagi menjadi 2 macam yakni dalam bentuk
peristiwa dan dalam bentuk pertanyaan.
Adapun dalam bentuk peristiwa dapat dibagi lagi menjadi 3 (tiga) sebagai berikut :
1. Peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan
dari suku Aus dan segolongan dari suku Khasraj. Peristiwa itu timbul dari intik-intik yang
ditiupkan orang-orang yahudi sehingga mereka bertetiak-teriak "senjata-senjata".
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti peristiwa seorang yang mengimami sholat
sedang dalam keadaan mabuk sehingga tersalah membaca surah Al-kafirun
3. Peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-persesuaian Umar Bin
Khattab dengan ketentuan ayat Al-Qur'an. Dalam sejarah ada beberapa harapan umar yang
dikemukakan kepada Nabi Muhammad SWA. Kemudian turun ayat yang dikandungnya
sesuai dengan harapan-harapan Umar tersebut. Sebagian ulama telah menulisnya secara
khusus. Sebagai contoh Imam Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Anas ra. bahwa
Umar berkata :" Aku sepakat dengan Tuhanku dalam tiga hal : Aku katakan kepada Rasul,
bagaimana sekiranya kalau kita jadikan makam Ibrahim sebagai tempat sholat". Maka
turunlah ayat surah Al-Baqarah ayat 125.
Adapun Asbab Al-Nuzul dalam bentuk pertanyaan dapat juga dibagi menjadi tiga macam,
sebagai berikut :
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti pertanyaan tentang
Zulkarnain, maka turunlah ayat 82 surah Al-Kahfi.
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlansung pada waktu itu,
seperti ayat 85 dalam surah Al-Isra'.
3. Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti ayat 42 dari surah
An-Nazi'aat.
7. Bentuk-bentuk amtsal :
1. Amtsal Musharrahah, maksudnya sesuatu yang dijelaskan dengan lafadz matsal atau
dengan sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan). Amtsal ini seperti banyak
ditemukan dalam Al-Qur’an.
2. Amtsal Kaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamtsil,
tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat,
dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.
3. Amtsal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih
secara jelas. Tetapi kalimat itu berlaku sebagai matsal.