Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengumpulan Al-Qur’an

Yang dimaksud dengan pengumpulan Al-Qur`an ada dua hal: Pertama, penghafalan
Al-Qur`an ( hifzhuhu fi as-shudûr), dan kedua, penulisannya huruf demi huruf, ayat demi
ayat dan surat demi surat, baik dalam lembaran-lembaran yang masih terpisah-pisah maupun
dalam lembaran-lembaran yang sudah dibukukan dalam satu mushhaf ( jam`uhu fi as-suthur).
Pengumpulan Al-Qur`an dalam sejarahnya berlangsung dalam tiga periode: (1) Pada masa
Rasulullah SAW, (2) pada masa khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq RA, dan (3) pada masa
khalifah Utsmân ibn 'Affân RA. Masing-masing periode punya ciri-ciri sendiri. Periode
pertama ditandai dengan penghafalan dan penulisan Al-Qur`an di media-media sederhana
(seperti tulang dan kulit binatang, pelepah kurma dll). Periode kedua ditandai dengan
pembukuan Al-Qur`an dalam sebuah mushaf oleh panitia tunggal Zaid ibn Tsabit. Periode
ketiga ditandai dengan pembukuan Al-Qur`an dalam beberapa mushaf dengan sistem
penulisan yang akomodatif terhadap qiraat, yang kemudian dikirimkan kebeberapa ibu kota
provinsi (waktu itu) untuk menjadi mushaf standar bagi umat Islam.

B. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Zaman Rasulullah SAW

Pengumpulan Al-Qur’an telah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan telah
dimulai sejak masa-masa awal turunya Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah SAW masih hidup,
pengumpulan dan penyatuan Al-Qur’an dilakukan dengan 2 cara, yaitu penghafalan dan
penulisan.

1. Pengumpulan Al-Qur’an dalam Konteks Hafalan Pada Masa Rasulullah SAW

Pengumpulan dengan cara menghafal dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Penghafalan ini sangat penting mengingat Al-Qur’anul Karim diturunkan kepada Nabi yang
ummi (tidak bisa membaca dan menulis) yang diutus di tengah kaum yang juga ummi. Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 2,

“Dialah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang rasul dari kalangan
mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka al-Qur’an dan hikmah; dan sesungguhnya mereka itu
sebelumnya benar-benar (berada) dalam kesesatan yang nyata”
Ketika datang wahyu, Rasulullah SAW langsung menghafal dan memahaminya.
Tindakan Rasulullah SAW merupakan suri tauladan bagi para sahabatnya. Setelah menerima
wahyu, Rasulullah SAW membacakannya di hadapan para sahabat dan memerintahkan
mereka untuk menghafalnya. Ada beberapa riwayat yang mengindikasikan bahwa para
sahabat menghafal dan mempelajari Al-Qur’an lima ayat –sebagian meriwayatkan sepuluh -
setiap kali pertemuan. Mereka merenungkan ayat-ayat tersebut dan berusaha
mengimplementasikan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya sebelum meneruskan pada
teks berikutnya.

2. Pengumpulan Al-Qur’an dalam konteks penulisannya pada masa Rasulullah SAW

Rasulullah SAW mengangkat para penulis wahyu dari para sahabat terkemuka,
seperti Ali Muawiyah, Ubay bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit. Ketika sebuah ayat turun,
Rasulullah menunjukkan di mana letak ayat itu dalam surah dan memerintahkan untuk
menulis di lembaran. Hal ini membantu menghafal di hati. Beberapa sahabat juga menulis Al-
Qur'an atas inisiatif mereka sendiri di atas pelepah palem, lempengan batu, papan tipis, kulit
atau daun kayu, pelana, dan potongan tulang binatang. Hal ini menunjukkan besarnya
kesulitan yang dihadapi para sahabat dalam menulis Al-Qur'an. Alat-alat yang digunakan
dalam menulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain alat-alat tersebut. Namun
pelajarannya, menulis Al-Qur'an memperkuat hafalan mereka.

Satu pertanyaan yang sering muncul dari kalangan orientalis, kenapa pada zaman
Nabi SAW Al-Qur’an tidak dihimpun dalam satu mushaf? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, Az-Zarqani mengemukakan beberapa alasan: (1) Umat Islam belum
membutuhkannya karena para Qurra` banyak, hafalan lebih diutamakan daripada tulisan, alat
tulis menulis sangat terbatas, dan yang lebih penting lagi Rasul masih hidup sebagai rujukan
utama. (2) Al-Qur`an diturunkan secara berangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun, dan
masih mungkin ada ayat-ayat yang akan dinasakh oleh Allah SWT, dan (3) susunan ayat dan
surat-surat AlQur`an tidaklah berdasarkan kronologis turunnya.

B. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Zaman Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq

Pada tahun pertama pemerintahannya, Abu Bakar ra. dihadapkan pada sekelompok
orang murtad yang menyebabkan pecahnya Perang Yamamah pada tahun 12 H. Perang
tersebut

ii
akhirnya dapat dimenangkan oleh kaum Muslimin, meski tetap menimbulkan dampak
negatif, yakni banyaknya penghafal al-Qur’an dari kalangan sahabat yang gugur. Menurut
riwayat yang masyhur, sekitar 70 orang pengahafal al-Qur’an gugur dalam pertempuran
tersebut.1

Prihatin atas kondisi yang bila dibiarkan akan mengancam keberlangsungan al-
Qur’an, Umar bin Khattab menemui Abu Bakar yang ketika itu sedang dalam keadaan sakit.
Umar mengusulkan untuk segera mengumpulkan Al-Qur’an yang sementara ini berserakan di
sejumlah sahabat dan dihafal, karena khawatir akan lenyap seiring dengan banyaknya huffazh
yang meninggal. Pada awalnya, Khalifah Abu Bakar merasa ragu, namun Allah SWT
melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut. Ia mengutus
Zaid bin Tsabit dan menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Al-Qur’an
dalam satu mushaf. Mula-mula Zaid pun merasa ragu, kemudian ia pun dilapangkan Allah
SWT sebagaimana halnya Allah SWT melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.

Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid mengikuti metode yang digariskan oleh Abu
Bakar dan Umar, yaitu mengumpulkan Al-Qur`an dengan tingkat akurasi yang tinggi dan
hati-hati. Sumbernya tidak cukup hanya hafalan dan catatan yang dibuat oleh Zaid sendiri,
tapi harus bersumber dari dua sumber sekaligus: (1) Catatan-catatan yang pernah dibuat di
zaman Rasul, dan (2) hafalan para sahabat. Setiap sumber harus dikuatkan oleh dua orang
saksi yang dipercaya.

Zaid ibn Tsabit berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Tersusunlah sebuah
mushaf yang dikumpulkan dengan tingkat akurasi yang tinggi dari sumber yang mutawatir
dan diterima secara ijma’ oleh umat Islam waktu itu.Demikianlah, sebuah mushaf telah
tersusun atas inisiatif Umar, bimbingan Abu Bakar, tugas mulia Zaid dan bantuan para
sahabat. Mushaf tersebut disimpan oleh Abu Bakar, ‘Umar (setelah Abu Bakar meninggal)
dan Hafshah (setelah Umar meninggal).

C. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Zaman Khalifah Utsman bin Affan

Pengumpulan Al-Qur`an pada masa khalifah ketiga Utsman ibn 'Affan


dilatarbelakangi oleh kekhawatiran meluasnya perbedaan pendapat di antara kaum Muslim

1
Muhammad Ali Ash-Shaabuniy, Studi Ilmu Al-Quran, Penerjemah: H. Aminuddin, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1999), Cet.1, hlm. 100

iii
tentang penulisan dan bacaan Al-Qur`an yang benar. Terutama setelah wilayah Khilafah
Islamiyah semakin meluas ke utara dan ke Afrika Utara. Umat Islam di masing-masing
provinsi waktu itu mengikuti qiraah sahabat yang berbeda-beda. Misalnya umat Islam di
Syam mengikuti qiraah Ubayya ibn Ka’ab, Kufah mengikuti qiraah Abdullah ibn Mas’ud dan
wilayah lain mengikuti qiraah Abu Musa Al-Asy’ari. Satu sama lain berbeda sesuai dengan
variasi qiraah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Perbedaan qiraah seperti itu menjadi
masalah bagi sebagian umat Islam, terutama yang tidak mengerti dan tidak tahu bahwa Al-
Qur`an diturunkan dalam beberapa versi qiraah. Fenomena ini ditanggapi dengan cerdas oleh
salah seorang sahabat yang bernama Hudzaifah bin al-yaman. Ia melaporkan kepada Utsman
perbedaan pendapat yang terjadi tentang qiraah antara umat Islam dari Iraq dengan umat
Islam dari Syam waktu perang Armenia. Kalau tidak segera diatasi dikhawatirkan pada masa
yang akan datang akan menimbulkan fitnah dan malapetaka besar bagi umat Islam.

Utsman segera mengambil langkah antisipatif dengan membentuk sebuah team


penulisan kembali Al-Qur`an ke dalam beberapa mushaf dengan acuan utama mushhaf Abu
Bakar. Team terdiri dari empat orang sahabat yang terbaik dan terpercaya untuk
melaksanakan tugas suci ini. Ketua team adalah Zaid ibn Tsabit, anggota Abdullah ibn az-
Zubair, Sa`id ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harits ibn Hisyam. Ketiga anggota berasal
dari suku Quraisy, berbeda dengan Zaid yang dari Madinah. Komposisi tiga orang anggota
team dari Quraisy itu nanti diperlukan dalam memenangkan logat atau dialek Quraisy apabila
terjadi perbedaan pendapat antara anggota team dengan Zaid. Utsman memang memberi
petunjuk seperti itu, apabila terjadi perbedaan pendapat dengan Zaid maka tulislah dengan
logat Quraisy, karena Al-Qur`an diturunkan dalam logat mereka. Setelah kerja team selesai,
Utsman mengirimkan mushaf-mushaf tersebut ke beberapa wilayah untuk jadi standar.
Setelah itu Utsman memerintahkan kepada para sahabat atau siapa saja yang memiliki
shahifah, shuhuf atau mushaf pribadi supaya membakarnya atau menyerahkannya kepada
pemerintah untuk dibakar, untuk menghindari kemungkinan terjadi perbedaan atau
perselisihan di kemudian hari. Sedangkan mushaf Abu Bakar dikembalikan kepada Hafshah.

iv
1

Anda mungkin juga menyukai