ISBN: 978-979-9152-54-1
Diterbitkan oleh:
LPTQ Provinsi Banten bekerjasama dengan Gaung Persada (GP) Press
Kompleks Masjid Raya Al-Bantani
Jl. Syaikh Nawawi KP3B Curug Kota Serang Banten
Bekerjasama dengan:
Gaung Persada
Ciputat Mega Mall Blok C/11
Jl. Ir. H. Juanda No. 34 Ciputat Tangerang Selatan
Telp. 021 747 075 60, Hp. 0878 86200 900
Email: gppressjkt@yahoo.com
Kata Pengantar
iii
iv Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
v
vi Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Kemiskinan menjadi atribut memilukan bagi negeri ini. Keberadaannya seolah
meneguhkan ketidakmampuan mencapai sejahtera, sebuah cita-cita luhur yang
termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan menurut Ishartono
(2016: 162), kemiskinan membawa dampak pada pelbagai permasalahan,
termasuk menggangu stabilitas ketahanan nasional. Oleh karena itu, setiap
pemimpin di negeri ini selalu menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai
program prioritas. Begitupun dengan Presiden Joko Widodo yang memasukkan
pengentasan kemiskinan ke dalam salah satu Nawa Citanya. Preseden ini
menghadirkan realita, bahwa pembangunan yang dilakukan selama ini belum
mampu meredam peningkatan jumlah penduduk miskin.
Kondisi tersebut juga terekam pada wajah Banten. Kemiskinan seolah
menjadi masalah yang alot dan tidak ada ujungnya. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten (2015: 3; 2016: 12; 2017: 3),
angka kemiskinan di Banten masih cukup tinggi dan cenderung fluktuatif. Hal
ini semakin dramatis karena pada tahun 2017, angka pengangguran di Banten
mencapai 9,55%. Kantong-kantong kemiskinan tersebar di 130 desa/kelurahan
dan sebanyak 27 desa berada dalam zona merah kemiskinan (www.finansial.
1
2 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠﮡ ﮢ ﮣ
ﮤﮥ
Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung (Q.s. Ali Imran [3]: 104) (Mushaf Al-Bantani:
2014: 63).
Makna ayat di atas dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa hendak
nya ada segolongan orang yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut,
sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu (Ibnu
Katsir, 2010: 55-56). Secara eksplisit ayat di atas juga memberikan semangat
agar ketahanan nasional dibangun melalui pasrtisipasi masyarakat.
Membahas ketahanan nasional adalah tentang konsep bangsa. Sebagaimana
Bambang (2006: 6) mendefinisikan, “konsepsi ketahanan nasional sebagai sarana
untuk mewujudkan kemampuan dan kekuatan nasional guna menghadapi
segala tantangan, untuk mecapai tujuan bersama sebagai bangsa dan negara”.
Selain berfungsi sebagai landasan konsepsional strategis bangsa, yang didasari
oleh Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusional, konsepsi ketahanan nasional juga berfungsi sebagai pola
dasar pembangunan nasional (Prabowo, 2009: 17).
Namun sejak proklamasi pada 17 Agustus 1945, Indonesia tidak luput dari
persoalan ketahanan nasional, terutama yang berhubungan dengan kesejahteraan.
Padahal menurt Agung (2014: 22), kesejahteraan telah menjadi bagian penting
dari sebuah negara. Bahkan, berdirinya Indonesia adalah untuk mewujudkan
kesejahteran masyarakatnya. Menurut Badawi, “kesejahteraan (welfare) adalah
kondisi yang menghendaki terpenuhinya kebutuhan dasar bagi individu atau
4 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin… (Q.s. Al-Isra
[17]: 31) (Mushaf Al-Bantani, 2014: 285).
Sebanarnya, banyak upaya yang dilakukan Pemerintah Banten untuk
menekan angka kemiskinan sejak provinsi ini berdiri. Seperti, Bantuan Langsung
Tunai (BLT), Bantuan Kesejahteraan Sosial (BKS), Program Kesejahteraan Sosial
KUBE (Prokesos KUBE), Bantuan Sosial Fakir Miskin (BSFK), Program Beras
Miskin (Raskin), dan Kredit Usaha Tani (KUT). Bahakan kemiskinan termasuk
Pemberdayaan Keluarga Menuju Banten Sejahtera 5
dalam program prioritas pembangunan di Banten. Akan tetapi, hingga hari ini
tampaknya kemiskinan masih saja menjadi masalah serius bagi Banten. Salah satu
preseden buruk mengenai gagalnya pemerintah dalam memenuhi hak mendasar
masyarakatnya ialah banyaknya pekerja imigran di Banten, yakni Tenaga Kerja
Wanita (TKW) dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Menurut Istiana (2015: 146),
kondisi ini mengindikasikan bahwa secara umum program-program tersebut
belum mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
Peliknya masalah kemiskinann di Banten ini, menjadi penghalang dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga memberikan dampak pada
ketahanan nasional. Menurut Dame (2010: 65), dewasa ini pemecahan masalah
kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui pelbagai
kebijakan sektoral yang terpusat, seragam, dan berjanga pendek. Senada dengan
ungkapan Ratna (2013: 22), bahwa dalam upaya pengentasan kemiskinan,
diperlukan upaya peningkatan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan
untuk memberbaiki derajat kesejahteraan. Agar upaya itu berhasil, perlu diikuti
pengembangan gerakan pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan secara intensif.
Pemberdayaan keluarga juga senapas dengan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pemberdayaan yang Berkeadilan, dimana
berisi program pembangunan yang pro rakyat dengan prioritas penanggulangan
kemiskinan berbasis keluarga (2010: 3). Pemberdayaan keluarga ini dilakukan
mengingat keluarga merupakan lembaga kecil dalam lingkungan masyarakat
dan keluarga bermutu serta kuat, akan menjadi wahana pembangunan bangsa
yang sangat efektif (Ratna, 2012: 23). Sehingga pada akhirnya, setiap keluarga
dapat memainkan perannya dalam mewujudkan kesejahteraan yang sejalan
dengan tujuan ketahanan nasional.
Namun, pola pemberdayaan yang selama ini dilakukan baik oleh pemerintah,
swasta, ataupun pihak-pihak lainnya, lebih berfokus pada program charity
(sumbangan, bantuan, dan amal) atau hanya how to give something. Seperti,
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan saran dan prasarana, serta
bantuan lahan dan pemukiman. Dampaknya, pemberdyaan dengan semangat
how to empowering jarang tersentuh bahkan dinomorduakan. Padahal, salah
satu pola pemberdayaan keluarga miskin yang dinilai mampu memberikan
kontribusi dalam jangka panjang, adalah dengan pemberdayaan keluarga.
Melalui pemberdayaan keluarga ini, masyarakat bertindak sebagai pelaku utama
dalam pemberdayaan. Menurut Ibrahim:
Pentingnya menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan
di Indonesia menunjukan perubahan paradigma pembangunan dari pendekatan
pertumbuhan (growth approach) kepada pendekatan kemandirian (self-reliance
approach). Ada lima paradigma yang mendasari proses pelaksanaan pembangunan
di suatu negara, yaitu pertumbuhan, welfare state, neo ekonomi, structuralize dan
humanizing. Namun, kelima paradigm ini hanya bergerak pada tiga dimensi, yaitu:
pertumbuhan, kesejahteraan, dan people centered. Salah satu paradigma pembangunan
yang hingga saat ini masih popular sebagai acuan pembangunan di sebagian besar
negara-negar berkembang, temasuk Indonesia adalah paradigma “people centered
development”. (Ibrahim, 2014: 486).
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pemberdayaan keluarga
menempatkan manusia sebagi subjek pembangunan yang menekankan pada
pentingnya arti pemberdayaan itu sendiri. Allah S.w.t. telah memberikan isyarat
akan hal ini, dimana ditegaskan bahwa setiap orang harus bahu-membahu dalam
kebaikan, membagi rahmat-Nya dengan memberdayakan sesama. Perbedaan
taraf hidup manusia adalah sebuah rahmat sekaligus pengingat bagi kelompok
manusia yang lebih berdaya, untuk saling membantu dengan kelompok yang
kurang mampu. Pemahaman seperti inilah yang harus ditanamkan, sehingga
sikap simpati dan empati harus dipupuk sejak awal. Sebagaimana Allah S.w.t.
berfirman:
ﯙ ﯚ ﯛ ﯜﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤﯥ ﯦ ﯧ
ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan
penghidupan ,ereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberap derajat, agar sebagian mereka dapat
memanfataakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan (Q.s. Az-Zukhruf [43]: 32) (Mushaf Al-Bantani, 2014: 491).
Menurut Tafsir Al-Maraghi, ayat di atas menjelaskan bahwa dalam kehidupan
dunia ini, Allah S.w.t. telah melebihkan sebagian hamba-hamba-Nya atas
Pemberdayaan Keluarga Menuju Banten Sejahtera 7
sebagian lainnya dalam soal kekayaan dan kefakiran, kekuatan dan kelemahan,
ilmu dan kebodohan, kemasyhuran dan tidaknya. Karena sekiranya Allah
S.w.t. samakan mereka dalam hal-hal tersebut, niscaya sebagian mereka takkan
dapat mempekerjakan sebagian lainnya (Al-Maraghi, 1993: 157). Penafisran ini
secara eksplisit memberikan ruang untuk melakukan pemberdayaan terhadap
kelompok yang dianggap perlu diberdayakan. Hal ini senada dengan Tafsir Al-
Munir, bahwa adanya perbedaan ini adalah kehendak Allah S.w.t., apabila Allah
S.w.t. menyamaratakan keadaan, maka akibatnya adalah terbengkalainya urusan
dunia dan rusaknya alam (Nawawi, 2016: 563).
Owin Jamsy (2004: 38), dalam bukunya Keadilan, Pemberdayaan dan
Penanggulangan Kemiskinan mengungkapkan, bahwa kerangka berfikir dalam
pemberdayaan setidaknya mengandung tiga tujuan penting, yaitu: Pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
atau kelompok yang akan diberdayakan. Ketiga, berupaya mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, meciptakan keadilan dan kebersamaan antara
yang sudah maju dan yang belum berkembang.
Ketika pemberdayaan keluarga menekankan pada tiga hal tersebut, akan
menjadi strategi unggulan yang berdampak positif terhadap penurunan angka
kemiskinan. Akan tetapi diperlukan pengetahuan terlebih dahulu tentang
potensi atau kekuatan yang dapat membantu proses perubahan, agar lebih
cepat dan terarah. Sebab, tanpa adanya potensi dan kekuatan yang berasal
dari masyarakat itu sendiri, maka seseorang, organisasi, atau masyarakat, akan
sulit bergerak melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini harus ada dalam
keluarga dan masyarakat, atau bahkan diciptakan lebih dahulu pada awal
proses perubahan tersebut. Alquran sesungguhnya telah memberikan pesan,
bahwa manusia harus mampu menggali potensi yang dimiliki untuk mencapai
kesejahteraan. Sebagaimana Allah S.w.t. berfirman:
ﮫ ﮬﮭﮮﮯﮰﮱﯓ ﯔ ﯕ
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman. (Q.s. Ali Imran [3]: 139)
(Mushaf Al-Bantani, 2014: 67).
Ayat di atas menunjukan bahwa Allah S.w.t. telah menciptakan manusia
dengan potensi besar yang bisa dioptimalkan untuk mencapai kesejahteraan.
Akan tetapi, adanya potensi atau kekuatan tersebut harus didukung dengan
usaha nyata; tidak bersikap lemah dan sedih hati. Disinilah urgensi bekerja
dan mengusahakan yang terbaik menemukan tempatnya. Semangat bekerja
untuk mencapai arti sejahtera ini harus tetap dijaga, agar konsep pemberdayaan
8 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ
ﯬﯭﯮ ﯯﯰ
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengehathui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.” (Q.s. At-Taubah [9]: 105). (Mushaf AL-Bantani, 2014: 203).
Menurut M. Quraish Shihab (2012: 237), ayat di atas memberikan pesan
bahwa manusia harus bekerja. “Bekerjalah kamu, demi karena Allah semata
dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun
untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat, yakni menilai dan memberi
ganjaran amal kamu itu, dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
dan menialinya juga”. Senada dengan ungkapan Al-Maraghi (2006: 165), ayat
di atas memberi pesan bahwa manusia dipetintahkan untuk bekerja, baik untuk
diri sendiri maupun masyarakat umum.
Provinsi Banten dengan luas daratan 8.800,83 km2 menyimpan kekayaan
dan keanekaragaman sumberdaya alam yang luar biasa. Selain itu, Banten
juga memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak, sekitar 12.203.148 jiwa
penduduk dengan laju pertumbuhan 1,88% (DLHK, 2017: 16). Namun,
besarnya sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di Banten belum
mampu dimanfaatkan secara optimal. Akhirnya, sampai saat ini Banten masih
terjebak pada kompeksitas masalah kemiskinan yang kemudian bermuara
pada citra negatif, seperti provinsi kumuh dan tertinggal. Kiranya, Banten
harus mulai mencontoh perkembangan beberapa daerah di Indonesia yang
berhasil memberdayakan keluarga. Sebut saja Kota Malang, dengan semangat
pemberdayaan keluarganya, kini banyak Desa Wisata yang tumbuh dan turut
menekan angka kemiskinan di sana. Ada juga Kampung Batik dan Kampung
Pelangi di Semarang, Desa Sigentung Gunungkidul Yogyakarta, Desa Ponggok
Klaten, dan Desa Ubud Bali. Daerah-daerah tersebut berhasil mengolah potensi
menjadi lebih bernilai dengan pemberdayaan.
Tidak ada kata terlambat. Demikian kalimat motivasi yang terus menggema
hingga saat ini. Bagi Banten, sebuah provinsi yang memiliki semangat untuk
terus meningkatkan kesejateraan, kalimat motivasi ini harus menjadi pijakan.
Banten memiliki banyak daerah potensial untuk dikembangkan. Kebudayaan,
potensi alam, dan makanan khas Banten juga harus terus dipromosikan
dengan sentuhan kekinian, yang tetap melibatkan masyarakat setempat. Banten
memiliki Desa Cikolelet Kabupaten Serang yang potensinya bisa menyami Desa
Pemberdayaan Keluarga Menuju Banten Sejahtera 9
Wisata di Kota Malang. Ada Pantai Tanjung Lesung, Sawarna, dan Carita yang
tidak kalah eksotik dari Bali. Juga ada makanan khas Banten, seperti Jojorong,
Emping Melinjo, Balok Menes, Rengginang, Sate Bandeng, Rabeg, Opak, dan
Kaceprek yang bersumber dari kearifan lokal dengan bahan dasar stempat.
Sehingga bukan tidak mungkin, ketika keluarga mampu diberdayakan untuk
mengoptimalkan potensi yang ada, Banten bisa sama dengan daerah-daerah
tersebut di asat yang berhasil mengolah potensi menjadi prestasi.
Pemberdayaan keluarga di Banten harus memberikan dampak yang positif
bagi keluarga yang diberdayakan. Menurut Suharto (2010: 58), pemberdayaan
menunjukan pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan
lemah, sehingga mereka memiliki kemampuan dalam pelbagai hal. Seperti: 1)
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom)
dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan juga bebas
dari kelaparan, kebodohan, dan kesakitan; 2) memanjangkan sumber-sumber
produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya
dan memperoleh barang-barang serta jasa yang mereka perlukan; dan 3)
berpartisipasi dalam proses pembangunan dalam keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat untuk
mengoptimalkan pemberdayaan keluarga di Banten, agar kata sejahtera tidak
sekadar selogan tapi bisa menjadi sebuah kenyataan.
lokal dan potensi daerah. Program ini bisa diwujudkan dengan cara mendorong
pembentukan Desa Wisata dan ekonomi kerakyatan di Banten. Ketiga, melakukan
pelatihan dan pendampingan untuk program-program pemberdayaan keluarga,
sebelum bantuan atau modal pemberdayaan diberikan. Sehingga tidak terjadi lagi
penyalahgunaan modal oleh kelompok yang telah terbentuk.
Keempat, digitalisasi promosi dan informasi usaha untuk nmendorong
percepatan perkembangan usaha. Era digital saat ini harus dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk mengambil peluang dan menciptakan kesejahteraan. Misalnya
dengan membuat akun-akun media sosial dan website untuk media promosi
usaha. Kelima, memperkuat program yang ada, menggagas program terintegrasi
dan lintas sektor. Selain memperkuat program pengentasan kemiskinan nyang
sudah ada, Pemerintah Banten juga harus menggagas program terintegrasi dan
lintas sektor. Seperti tercermin di Provinsi Riau dengan program SAMISAKE.
Program ini adalah program lintas sekor sebagai bentuk komitmen perwujudan
pembangunan kesejahteraan yang beroreintasi pada pro-poor, pro-job, pro-growth,
dan pro-enviromnent. Ketika lima cara ini bisa direalisasikan dengan baik, tidak
saja masalah kesejahteraan yang di Banten yang bisa dientaskan, tetapi ke
depannya akan tercipta sebuah sistem kehidupan yang berkualitas.
Penutup
Konsepsi ketahanan nasional adalah sarana untuk mewujdukan kemampuan
dan kekuatan guna menghadapi dan mengatasi segala tantangan, untuk
mencapai tujuan bersama sebagai bangsa dan negara. Akan tetapi hingga saat
ini, kemiskinan masih menjadi momok dalam mewujudkan kesejahteraan. Bagi
Banten, realita ini menjadi paradoks yang memilukan. Sebab, sebagai provinsi
dengan jumlah penduduk yang banyak dan sumberdaya alam yang berlimpah,
Banten belum mampu membebaskan masyarakatnya dari pelbagai masalah
kemiskinan. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, saat ini Banten memiliki
699,83 ribu jiwa penduduk miskin (BPS, 2017: 3). Bahkan, kantong-kantong
kemiskinan tersebar di 130 desa/kelurahan dan sebanyak 27 desa berada dalam
zona merah kemiskinan.
Benten akan sejahtera jika keluarga mampu diberdayakan. Pemberdayaan
keluarga di sini menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan. Alquran
telah menjelaskan hal ini, dimana ditegaskan bahwa setiap orang harus senantiasa
menyerukan yang makruf, membagi rahmat-Nya dengan memberdayakan sesama.
Perbedaan taraf hidup manusia merupakan sebuah rahmat sekaligus pengingat
bagi kelompok manusia yang lebih berdaya, untuk membantu kelompok manusia
yang belum mampu.
Pemberdayaan Keluarga Menuju Banten Sejahtera 11
Pustaka Acuan:
Abu bakar, Bahrun (Penterjemah). Tafsir Al-Munir. Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2016.
Mushaf Al-Bantani dan Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Alquran, 2014.
Agung Eko Purwana. “Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Publikai
Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIn Ponorogo, 2014.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi Jilid 3. Edisi II. Lebanon: Dar
Al-Kutub Ak-Ilmiyah, 2006.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi Juz XXV. Semarang: Karya Toha
Putra Semarang,1993.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Statistik Daerah Provinsi Banten 2015.
Serang: BPS, 2015.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Statistik Daerah Provinsi Banten 2016.
Serang: BPS, 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Statistik Daerah Provinsi Banten 2017.
Serang: BPS, 2017.
Badawi, Ahmad Zaki. Mu’jam Mushtalahatu al-Ulum al-Ijtima’iyyah. Beirut,
Maktabah Lubnan: New Impresson, 1982.
Dame Esther M. Hutabarata. “Kemiskinan Sebuah Kajian Multidimensi”.
Jurnal Darma Agung. Volume XVI. No. I. Juni, 2010.
12 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Era global menyuguhkan tantangan sekaligus peluang dalam pola pengasuhan
pada anak. Kehadiran media memberikan peluang bagi hadirnya konten negatif
yang ditampilkan, salah satunya terkait pornografi. Hal ini tentu menjadi tatangan
besar dalam upaya menjaga ketahanan nasional karena generasi mendatang
ditentukan oleh pola pengasuhan dari keluarga. Menurut Komisioner Bidang
Ponografi dan Cybercrime, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Margaret Aliyatul Maimunah menghimbau masyarakat untuk memperhatikan
pemanfaatan media sosial di tanah air. Pasalnya, kasus-kasus pornografi dan
kekerasan sosial pada anak di dunia maya menjadi masalah utama di era digital
(www.kpai.go.id).
Anak merupakan gatra dari pertumbuhan demografi yang akan mendukung
terciptanya ketahanan nasional. Menurut data yang dihimpun dari Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan
bahwa pada tahun 2015 jumlah remaja yang berusia 16-20 tahun sebanyak
66 juta orang atau sekitar 25% dari jumlah penduduk Indonesia (BKKBN,
2015: 35). Tentu hal ini menjadi modal dalam membangun Indonesia dalam
beberapa tahun kedepan. Apalagi Indonesia akan meraih bonus demografi pada
13
14 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
tahun 2020-2030 dan menuju Indonesia emas pada tahun 2045. Kesempatan
mengembangkan sumberdaya manusia akan menjadi sia-sia apabila anak dan
remaja yang dimiliki saat ini terjebak oleh candu konten pornografi yang
merusak moral.
Menurut Hartayatmoko pornografi akan menggangu anak–anak dan
remaja sehingga mengalami gangguan psikis dan kekacauan dalam perilaku.
Pornografi akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga akan mendorong
perilaku yang membahayakan atau merugikan orang lain dan dirinya sendiri
(2007: 94-95). Hal ini menyebabkan peran keluarga sebagai garda terdepan
dalam menjaga anak dari gempuran pornografi menjadi penting. Pada dasarnya,
status sosial keluarga tidak berpengaruh terhadap sikap anak. Wajar jika saat ini
kita menemukan berita jika ada anak pejabat terjerat kasus kriminal, anak orang
terpandang terjerat kasus narkoba dan berita lain yang membuat kita berkata
“kok bisa?”. Hal ini dikarenakan pola asuh dan komunikasi terhadap anaklah
yang memiliki pengaruh dalam perkembangan anak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih jauh mengenai peran keluarga dalam menghadang gempuran
pornografi dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Bagaimana problematika
keluarga di era global? Bagaimana urgensi keluarga dalam menjaga ketahanan
nasional? Bagaimana solusi dalam menjaga anak dari pengaruh pornografi menuju
Indonesia kuat? Dengan menjawab ketiga pertanyaan tersebut diharapkan akan
tercipta sebuah pemahaman dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada puncaknya semoga mendapatan
keberkahan dalam naungan ridha Allah S.w.t.
(Pranowo, 2016: 65). Ancaman pornografi melalui berbagai jenis media menjadi
pengingat bagi keluarga untuk senantiasa memberikan pengawasan kepada
anak. Hal ini disebabkan karena sosok yang paling rentan terkena bahaya
pornografi adalah anak dan remaja. Padahal baik dan buruknya kondisi mereka
akan mempengaruhi wajah bangsa di masa yang akan datang. (Soebagijo, 2008:
137). Penulis menghimpun beberapa berita tentang dampak kasus pornografi
yang terjadi di Indonesia, diantaranya:
a. Kasus pornografi anak secara online mencapai 21%, objek CD porno
sebanyak 15% dan korban kekerasan seksual online sebesar 11%. Sementara
itu sebanyak 24% anak memiliki materi pornografi (www.cnnindonesia.
com)
b. Polisi menyebut ratusan anak dapat menjadi korban kasus pornografi anak
lewat online. Polda metro jaya baru saja mengungkap dalam sebuah grup
Facebook bernama Official Candy’s Grup terdapat sekitar 500 video dan
100 foto yang menyasar banyak korban. (www.republika.co.id)
Kenyataan tersebut hendaknya menjadi alarm bagi pemerintah dan keluarga
jika saat ini Indonesia sedang mengalami darurat ancaman pornografi. Islam
sebagai agama rahmatan lil alamin telah memberikan pedoman dalam Alquran
tentang pentingnya menjaga pandangan dalam upaya menjauhkan diri dari
bahaya pornografi. Sebagaimana Allah S.w.t berfirman:
pada anak dalam tafsiran di atas diketahui jika memandang sesuatu yang tidak
baik dilakukan secara berulang akan memberikan dampak negatif. Disinilah
keluarga memainkan perannya untuk memberikan pengawasan pada anak.
Betapa hebatnya program pemerintah, sekolah, maupun agen masyarakat tidak
akan berpengaruh jika orang tua tidak ikut serta. Sebagaimana pendapat Cope
(2007:48) orang tua adalah agen terpenting dari berbagai program pencegahan.
Menelisik problematika keluaraga di era global dalam upaya menjaga
ketahanan nasional setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi akar penyebab
problematika keluarga, yaitu: psikologis, ekonomi dan pendidikan. Pertama, dari
sisi psikologis. Di era global seperti saat ini manusia menjelma menjadi generasi
dekat dengan teknologi dan menikmati banyak hal dengan instan menuju insan
kekinian. Modernitas menjadi hal yang diagungkan. Kebutuhan terhadap gawai
menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan. Saat ini orang tua menganggap
gawai adalah solusi dalam mendidik anak. Padahal penggunaan gawai tanpa
pengawasan akan memberikan ruang bagi masuknya konten pornografi yang
membahayakan.
Kedua, dari sisi ekonomi. Kebutuhan ekonomi menuntut sebagian besar
orang tua bekerja. Artinya, ayah dan ibu lebih banyak melakukan aktivitas di luar
rumah. Hal ini memberikan konsekuensi logis terhadap kurangnya komunikasi
terhadap anak. Ketiga, dari sisi pendidikan. Kurangnya pengetahuan orang tua
terhadap literasi media dan pentingnya edukasi dini terhadap masalah seksual
membuat anak mencari tahu sendiri informasi dari sumber lain. Hal ini tentu
berbahaya karena jika tanpa pengawasan maka anak akan menafsirkan sendiri
informasi yang diperolehnya tanpa diketahui kebenarannya.
ﯤ ﯥﯦﯧﯨﯩﯪﯫﯬ ﯭﯮ
ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu mu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi mu pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar
kamu bersyukur. (Q.s. Al-Nahl [16]: 78) (Kementian Agama RI, 2004: 375).
Optimalisasi Peran Keluarga dalam Menahan Gempuran Pornografi Pada Anak 17
antara peran ayah dan ibu dalam keluarga untuk mempersiapkan anaknya
menjadi generasi cerdas.
Komunikasi antara ayah dan ibu juga diperlukan dalam memberikan arahan
terkait masalah pornografi. Jika remaja tidak mengetahui bahwa pornografi
dapat merangsang keinginannya untuk melakukan hubungan seksual, maka
perilaku mereka akan cenderung semakin tergantung pada pornografi. Namun
jika mereka mengetahui tentang hal tersebut, maka mereka akan menghindari
paparan pornogrfi (Rinta, 2015: 170).
Kedua, paradoks globalisasi. Globalisasi telah membawa pengaruh terutama
dalam hal pergesaran nilai-nilai kehidupan. Kemudahan akses informasi,
hiburan yang menyenangkan hingga keterhubungan tanpa batas dengan teman
di seluruh dunia akhirnya menjadi daya tarik dan candu untuk anak senantiasa
dekat dengan media. Hal tersebut juga dimanfaatkan oleh pengusaha media
untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Menurut Haryatmoko (2007:96),
kecenderungan media untuk menampilkan yang sensasional atau spektakuler
akan mempengaruhi insan media sehingga mudah mempresentasikan pornografi
karena paling mudah memancing kebohongan.
Ketiga, degaradasi nilai agama. Saat ini muncul pemahaman untuk mensub
kontrakan pendidikan agama ke sekolah atau lembaga keagamaan. Padahal orang
tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan pemahaman agama kepada
anak. Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan batasan
pornografi dan pornoaksi adalah faktor agama. Hal tersebut disebabkan karena
faktor agama memiliki ajaran dan ketentuan yang dapat memberikan batasan yang
tegas terhadap pengertian pornografi dan pornoakasi (Djubaedah, 2003: 143).
Selama ini terdapat beberapa kegiatan dalam upaya menanamkan nilai keagamaan
di keluarga. Sebut saja gerakan maghrib mengaji yang telah dilakukan di banyak
kota termasuk di Banten. Gerakan ini secara massif memberikan dampak positif
namun dalam pelaksanaannya belum maksimal karena walaupun sebuah program
telah dibuat namun semua kembali kepada aplikasi nyata di keluarga.
Perwujudan Gagasan
Keluarga yang kuat menunjukan penghargaan dan kasih sayang, komitmen,
komunikasi yang positif, kebersamaan yang menyenangkan, pemahaman
spiritual dan kemampuan menangani stress serta krisis secara efektif. Dalam
era globalisasi seperti saat ini peran keluarga seakan tergerus dengan berbagai
problematika yang telah dibahas sebelumnya.
Dalam beberapa buku dan jurnal telah mengungkapan beberapa gagasan
terkait solusi pola asuh maupun cara dalam mendidkan anak. Namun belum
Optimalisasi Peran Keluarga dalam Menahan Gempuran Pornografi Pada Anak 19
ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇﰈ ﰉ
ﰊ ﰋ ﰌ ﰍﰎ ﰏ ﰐ ﰑ ﰒ ﰓ ﰔ ﰕ
Maka ketika anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim)
berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelih
mu. Maka pikirkan bagaimana pendapat mu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai
ayah ku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepada mu; insyaAllah engkau
akan mendapati ku termasuk orang-orang yang sabar.” (Q.s. As-Safaat [37]: 102)
(Kementrian Agama RI: 641).
Dalam ayat tersebut dapat diambil tiga pelajaran terkait cara berkomuniaksi
antara orang tua dan anak yaitu cara memanggil, cara memberikan informasi,
dan cara membuat keputusan. Pertama, cara nabi Ibrahim memanggil nabi
Ismail dengan kata yaa bunayya yang artinya wahai anak-ku. Di era global seperti
saat ini sudah jarang sekali ditemukan orang tua memanggil anaknya dengan
panggilan sayang. Panggilan sayang lebih sering terdengar dalam panggilan
keseharian antara teman atau orang lain yang tidak memiliki hubungan darah
atau bahkan tidak memiliki hubungan perkawinan.
Kedua, cara nabi Ibrahim memberikan informasi kepada Ismail. Walaupun
informasi yang disampaikan adalah informasi yang berat atau bahkan menyedihkan,
20 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
namun nabi Ibrahim menyampaikannya dengan memberikan alasan. Jika kita lihat
pada konteks kekinian, tidak sedikit orang tua yang memberikan informasi termasuk
terkait larangan tanpa menginformasikan dampaknya bagi anak. Hal ini membuat
anak menjadi lebih ingin tahu. Padahal apabila anak tidak dibekali pengetahuan
reproduksi oleh orang tuanya sendiri, maka ia akan mencari informasi di internet
yang lebih berbahaya isinya tanpa pengawasan orang tua. (Indriaty, 2014: 52).
Ketiga, cara nabi Ibrahim membuat keputusan. Dalam kisah tersebut
diceritakan bahwa nabi Ibrahim meminta pendapat nabi Ismail terkait perintah
yang turun untuk menyembelih dirinya. Jika kita lihat fenomena yang terjadi
saat ini umumnya tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan. Misalnya,
dalam kasus penggunaan gawai untuk memainkan game online. Orang tua
memberikan batasan atau bahkan larangan tanpa meminta pandangan
dalam membuat keputusan bersama dengan anak. Dampaknya, anak akan
membangkang atau bahkan mencari cara lain untuk tetap dapat bermain gawai.
Demikian pola komunikasi arahan yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim.
Selanjutnya, pola komunikasi yang kedua yaitu komunikasi berupa
tindakan. Komunikasi ini dilakukan dengan cara memberikan contoh kepada
anak. Untuk mencegah bahaya pornografi, orang tua dapat mengajarkan anak
untuk melakukan tindakan asertif, yaitu tindakan pencegahan apabila terdapat
ancaman dari orang asing yang berkaitan dengan masalah seksual. Hal ini
teramasuk jarang dilakukan pada anak karena masalah pornografi terlihat tabu
dan malu untuk diperbincangkan.
Pola komunikasi berikutnya adalah berupa ajakan. Konsep ajakan yang
penulis gagas dalam makalah ini adalah ajakan hingga tahap kritis. Penulis
terinspirasi dari kisah nabi Nuh dan anaknya yang bernama Kan’an sebagaimana
diabadikan dalam Alquran Surat Hud ayat 40-42. Dalam kisah tersebut
diceritakan bahwa nabi Nuh terus mengajak Kan’an bahkan sampai tahap kritis
saat ia akan tenggelam. Walau sering kali diajak dan terus menolak namun
nabi Nuh terus mengajaknya bahkan hingga kematian yang memisahkan. Jika
dikaitkan pada kenyataan pada umumnya, orang tua biasanya berhenti pada
tahap arahan dalam upaya memberikan infomasi. Namun jika anak menolak
untuk melakukan maka orang tua berhenti atau dalam tahap paling kritis, orang
tua lebih memilih untuk membentak.
Hal ini tentu menjadi ironi tersendiri. Jika diambil contoh saat orang tua
melarang anaknya berhenti bermain game online namun sang anak menolak
maka orang tua mengalah dengan alasan sayang. Padahal ungkapan kasih
sayang hendanya diarahan menuju tindakan preventif melindungi anak dari
pengaruh negatif di segala sisi. Oleh karena itu, melalui tiga tahapan komuniasi
yang penulis rumuskan pada makalah ini semoga dapat menjadi solusi dalam
Optimalisasi Peran Keluarga dalam Menahan Gempuran Pornografi Pada Anak 21
Penutup
Anak dan remaja menjadi amunisi Indonesia beberapa tahun mendatang dalam
menyambut bonus demografi yang ada. Sumberdaya manusia yang unggul
tentu dibutuhkan. Keluarga sebagai satuan terkecil dalam sebuah Negara
memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengetahuan dan menanamkan
nilai akhlak dan moral. Tantangan zaman menghadirkan media massa dan
media sosial menjadi sebuah paradoks tersendiri dengan berbagai kemudahan
yang disuguhkan maupun bahaya negatif yang ditimbulkan. Pornografi menjadi
ancaman serius yang dapat merusak moral bangsa sehingga dibutuhkan sinergi
antara peran orang tua dan pemerintah dalam upaya melindungi moral anak
bangsa.
Berbagai problematika keluarga di era global seperti saat ini diantaranya
dari sisi priskologi, ekonomi dan pendidikan. Sehingga problematika tersebut
hendaknya diluruskan mengingat keluarga memiliki urgensi dalam mewujudkan
ketahananan nasional. Hal tersebut dikarenakan Indonesia akan meraih bonus
demografi pada tahun 2020-2030, menjawab tantangan globalisasi serta
ancaman adanya degradasi nilai agama.
Oleh karena itu penulis menggagas adanya tiga tahapan komunikasi sebagai
sebuah solusi aplikatif yang terinspirasi dari nilai keIslaman yang diwariskan dari
para nabi. Pertama adalah komunikasi berupa arahan, kedua adalah komunikasi
berupa tindakan dan ketiga adalah komunikasi berupa ajakan. Dengan konsep
tiga tahapan komunikasi tersebut diharapkan akan tercipta kesepemahaman
antar anggota keluarga terutama dalam menghadang gempuran pornografi yang
hadir diberbagai ruang media.
Selain itu penulis juga menghimbau kepada berbagai pihak demi ter
wujudnya Indonesia cerdas tanpa pornografi. Pertama, kepada pemerintah,
selama ini sudah banyak aturan terkait pornografi namun belum maksimal
dalam hal implementasinya. Kedua, kepada orang tua hendaknya memiliki
waktu emas untuk berkomunikasi dengan anak di balik segala kesibukan yang
ada. Komunikasi berkualitas terkait pornografi akan membantu mempersempit
ruang bahaya pornografi masuk kedalam kehidupan anak dan remaja. Ketiga,
kepada media massa. Hendaknya lebih bijak dalam memberikan tayangan di
media terlepas dari berbagai kepentingan komersil yang selalu diagungkan.
Semoga dengan tulisan sederhana beserta gagasan yang diberikan dapat
memberikan manfaat dan diaplikasikan secara nyata di kehidupan sehari-hari.
22 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Baari. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi Juz 14 Terjemahan. Semarang: PT.
Karya Toha Putra. 1992.
Alquran dan Terjemahnya. Departemen Agama RI. 2004.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009.
BKKBN. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional. 2016.
Cope, Carol Soret. Stranger Danger Terjemahan. Yogyakarta: Apeiron Philotes. 2007.
Dagun, Save M. Psikologi Keluarga: Peran Ayah Dalam Keluarga. Jakarta: Rineka
Cipta. 2011.
Djuabaedah, Neng. Pornografi Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam. Jakarta: Prena
Media. 2003.
Hartati. Ibu Teladan di Era Global. Jakarta: Pusat Studi Wanita. 2006.
Haryatmoko. Etika Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius. 2007.
Indriati, Etty. Anak Ku Sayang Anak Ku Aman. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. 2014.
Naim, Ngainun. Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
2011.
Pranowo, M. Bambang. Multidimensi Ketahanan Nasional. Jakarta: Pustaka Alvabet.
2010.
Rinta Leafio. “Pendidikan Seksual Dalam Membentuk Perilaku Seksual Positif Pada
Remaja dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Psikologi Remaja.” Jurnal
Ketahanan Nasional, Vol 21. No 3. 2015
Setino, Kusdwiratri. Psikologi Keluarga. Bandung: PT. Alumni. 2011
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Vol 8. Jakarta: Lentera Hati. 2002
Silalahi, Karlinawati. Keluarga Indonesia Aspek Dinamika Zaman. Jakarta: PT.
Rajawali Pers. 2010
Soebagijo, Azimah. Pornografi Dilarang Tetapi Dicari. Jakarta: Gema Insani. 2008
http://.kpai.go.id/berita/era-digital-picu-kasus-pornografi-dan-kekerasan-seksual-
anak/. Diakses pada tanggal 9 April 2018 pukul 09.35
Dwi Murdaningsih. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/
hukum/17/03/16/omv97j368-ratusan-anak-bisa-jadi-korban-pornografi-anak-
lewat-online. Diakses pada tanggal 8 April 2018 pukul 19.00
Yo h a n n i e L i n g g a s a r i . h t t p : / / w w w. c n n i n d o n e s i a . c o m / n a s i o n a l
/20150210171810-20-31101/ada-1022-anak-menjadi-korban-kejahatan-
online. Diakses pada tanggal 8 April 2018 pukul 19.45
Tantangan dan Solusi Pembinaan
Keluarga Zaman Now (Studi Penguatan
Keluarga Untuk Menopang Ketahanan
Nasional)
Penulis: Peserta Nomor MQ.1.12
Pendahuluan
Akibat gelombang globalisasi dan perkembangan teknologi sejak tahun 1999
yang menghempas seluruh sektor kehidupan, maka ikatan kebangsaan menjadi
pudar. Pudarnya komitmen kebangsaan ini merupakan ancaman bagi keutuhan
sebuah bangsa dan negara. Kondisi ini yang dihadapi Indonesia sebagai bangsa
yang besar, berusaha meyelamatkan diri dari tantangan ini. Retaknya komitmen
kebangsaan ini bukan diakibatkan oleh adanya propaganda besar menolak segala
bentuk nasionalisme. Melainkan karena maraknya semangat individualisme
yang merambah ke dalam keluarga, yang ini juga berakibat pudarnya daya rekat
masyarakat.1
Problem besar ini sulit di atasi kecuali dengan jalan memperkuat kembali
ikatan keluarga (batih) yang merupakan elemen paling kecil dalam masyarakat
atau bangsa justru ini yang paling menentukan terbentuknya integritas bangsa.
Mengingat kondisi ini peran keluarga dengan peran keibuannya memegang
1
Andi Surya, Individulisme dalam Masyarakat dan Keluarga, Diakse dari http://www.kompasina.
com/individulisme-dalam-masyarakat-dan-keluarga/,67582sndi6ter839ndue77dnjel99, pada 1
April 2018 Pukul 21.30 WIB
23
24 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
peran strategis dalam membangun keluarga. Perlu diingat bahwa ini justru
dimulai dari lembaga keluarga. Perlu diingat bahwa ini bukan upaya untuk
mendomestifikasikan peran keluarga sebagai ibu rumah tangga, sebaliknya peran
domestik (keluarga) ini justru merupakan langkah penting untuk mempaerbaiki
situasi di diranah publik ini (bangsa).2
Mengingat pentingnya peran keluarga ini, maka aneh kalau salah satu
dari maqoshidus syariah (tujuan syaria’ah) adalah sebagai upaya hifdzul nasl
(menjaga keturunan), terutama menjaga ikatan keluarga. Di situ silaturahmi,
belajar bersama serta kerjasama bisa dilakukan dalma membentuk masa depan
bersama. Untuk memperkuat tugas keluarga dan tugas kebangsan ini maka
keluarga perlu kembali merujuk pada Alquran. Karena selama ini budaya barat
yang selama ini masuk banyak merongrong keutuhan keluarga.3
Kenapa menjaga keutuhan bangsa ini menjadi penting, tidak lain karena
kedaulatan sebuah sangat di tentukan oleh harmoni dan kerukunan keluarga
dalam bangsa itu, tentu saja kesejahteran juga ditentukan oleh adanya harmoni
social itu. Sementara untuk menciptakan harmoni sosial tidak bisa ditempuh
dengan jalan pintas dengan menciptakan media, ditempuh dengan media
organisasi soalial dan berbagai macam perkumpulan. Hal itu tetap akan pudar
kalu dilandasi dengan ikatan keluarga yang kuat tampilnya seorang bapak sebagai
kepala keluarga bukan suatu hegemoni, melainkan sebuah bentuk kepemimpinan
yang sangat dibutuhkan yang diharapkan mampu menjaga keamanan, keutuhan
dan harmoni dalam keluarga.4
Masa depan Keluarga memang sangat tergantung dalam peran Ibu,
sebagimana Hadis Nabi: “Syurga Itu dibawah telapak kaki ibu”. Dalam membina
keluarga perlu terus memperteguh pegangannya pada Alquran. Perlunnya
membangun solusi pegangan pada Alquran, perlu membangun sistem politik
dan ekonomi sesuai ajaran Alquran. Paradigma yang diterapkan dalam
pembinaan keluarga saat ini sangat liberal, karena memang berasal dari Negara-
negara liberal. Padahal Alquran memiliki pembinaan yang baik jauh dari liberal
antagonik, dan Alquran memiliki solusi yang harmonis, relevan dan moralistik.5
2
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA, Islam Nusantara Sumber Inspirasi Budaya Nusantara menuju
Masyarakat Muttamadien, (Jakarta: LTN PBNU, 2015), h. 31.
3
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat,
(Jakarta: Lentera Hati, 2016) h. 65
4
Mia Mediana, Menjaga Keutuhan Keluarga Agar Harmonis, Diakse dari http://www.kompasina.
com/menjaga-keutuhan-keluarga-agar-harmonis/,dqjb283bt9tndf8f60bdsnnndg0df96, pada 1
April 2018 Pukul 21.56 WIB.
5
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA, Islam Nusantara Sumber Inspirasi Budaya Nusantara menuju
Tantangan dan Solusi Pembinaan Keluarga Zaman Now 25
ﯛﯜﯝﯞﯟ ﯠ ﯡ
Wahai Orang yang berima! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.s.
at-Tahrim/66:6).
Sebagai elemen dasar dalam masyarakat, maka keluarga dengan sendirinya
paling mengetahui perkembangan jiwa anak, maka merekalah yang paling tahu
ketika terjadi masalah, karena itu paling bertanggung jawab dalam meluruskannya.6
Dalam kehidupan berkeluarga, suami istri dituntut menjaga hubungan
baik, menciptakan suasana yang harmonis, yaitu dengan menciptakan saling
pengrtian, saling menjaga, saling menghormati, dan menghargai, serta saling
memenuhi kebutuhan masing-masing. Apanila suami istri melalaikan tugas
dan kewajiban, maka akan terjadi kesenjangan masalah, seperti mengakibatkan
kesalahpahaman, perselisihan, dan ketgangan hidup berumah tangga.7
Oleh karena itu, antara suami istri harus selalu menjaga etika dalam
berkeluarga, yaitu selalu menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
hubungan. Calon Ibu hendaklah mempersiapkan dirinya sebagai calon guru
bagi anak-anaknya kelak. Hendaknya dia bisa mengaji Alquran dengan fasih,
sehingga pelajaran pertama dalam membaca Alquran akan didapatkan oleh
seorang anak dari mulut ibunya sendiri. Betapa anak akan sangat terkesan
dengan peristiwa bersejarah dalam kehidupan itu8
Dalam upaya pembinaan keluarga, pasangan suami istri hendaknya
melaksanakan etika dalam tanggung jawab keluarga, Allah berfirman dalam
surat an-Nisa’ [4]: 34:
ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘ ﭙﭚﭛﭜ
ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧ ﭨ
ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯﭰ ﭱ
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ
Lelaki suami (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), kerena Allah telah melebih
kan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dank arena mereka
(laki-laki) telah memberikan nafkaf dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
sholehah, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri mereka (suaminya)
tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). (Q.s. An-Nisa’/4:34).
Menurut Jawad Mugniyah, maksud ayat tersebut tidak menunjukan
perbedaan antara laki-laki/suami dengan perempuan, tetapi keduanya adalah
sama. Ayat tersebut hanya ditunjukan bahwa laki-laki sebagai suami dan
perempuan sebagai istri, keduanya adalah rukun kehidupan, tidak satu pun bisa
hidup tanpa yang lain, keduanya saling melengkapi. Ayat ini hanya ditunjukan
untuk kepemimpinan suami dalam memimpin istrinya. Bukan untuk menjadi
pemimpin secara umum dan bukan menjadi penguasa yang otoriter.9
At-Tabrani menafsirkan ayat 34 Surat an-Nisa’ Bahwa kaum laki-laki
menjadi pemimpin bagi kaum perempuan untuk mendidik dan mengarahkan
perempuan. Kepemimpinan ini didasarkan pada alasan, bahwa para suamilah
(kaum laki-laki) yang berkewajiban memberikan mahar dan nafkah (biaya
hidup) keluarga. Menurutnya, ayat ini lebih menekankan pada kedudukan
suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga dari pada kepemimpinan secara
umum. Sebagaimana pemimpin dalam keluarga, suami berkewajiban mendidik
istrinya dengan cara yang ditetapkan dalam potongan ayat selanjutnya, yang
pada akhirnya memukul istri yang membangkang dengan pukulan yang tidak
menyakti boleh dalam upaya menjalankan kewajiban tersebut10
Ungkapan at-Tabrani ini nampaknya bahwa kewajiban suami menyedia
kan nafkah menyebabkan suami sebagai pemimpin dalam keluarga. Dengan
demikian, berarti nafkah sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan keluarga,
yang pada akhirnya suami juga sebagai pendidik dalam keluarga, terutama ketika
istri berbuat nusyuz (membangkang).
Nisa/4:34 tersebut, maksudnya bahwasannya Alquran memberikan hak
pada suami untuk mendidik istrinya yang masyuz (durhaka, sombong, dan
benci kepada suami), melalui tiga cara: menasihati (membujuk), pisah tidur,
atau tidak bicara selama tiga hari menurut sebagian ulama, dan meukulnya
dengan pukulan yang tidak menyakiti.
Rumah tangga yang aman dan damai adalah gabungan diantara tegapnya
laki-laki dan halusnya perempaun. Laki-laki mencari nafkah dan perempuan
9
Muhammad Jawad Mughniyah, Tafsir al_Kasyif, (Beirut: Daarul-Islam Lil-Malayin, 1968),
cet.1 h. 143
10
At-Tabrani, Jami’ul al-Bayan fi Ta’wililil-Qur’an, h. 37-38
Tantangan dan Solusi Pembinaan Keluarga Zaman Now 27
mengurus rumah tangga. Rumah tangga tidak bisa berdiri kalau hanya kemauan
laki-laki saja berlaku, atau kalau hanya kelhalusan dan lemah lembut perempuan
sja. Penggabungan laki-laki dan perempuan yang menimbulkan keturunan.
Dari kasih sayang ibu dan bapak, dibentuknya jiwa anak-anak yang kelak akan
tiba gilirannya, mereka pula yang mendirikan rumah tangga serta melanjutkan
keturunan.
Tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga adalah menjaga, membela,
bertindak sebagai wali, memberi nafkah, dan sebagainya. Lain halnya dengan
istri, ia justru mendapat jaminan keamanan dan nafkah, Itulah sebabnya kaum
laki-laki memperoleh warisan dua kali lipat dari perempuan.11
Tugas fungsi suami istri adalah saling melengkapi. Suami tidak bisa
mengambil alih tugas istri untuk hamil, melahirkan, dan menyusui anak,
begitu juga sebaliknya, Ini ditempatkan sebagai tradisi yang serasi di kalangan
umat manusia agar istri berjiwa bersih dan bisa memenuhi fungsinya sebagai
penenang qalbu sang suami, melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga,
serta mendidik anak bersama suami. Mendidik anak adalah kewajiban dan
tanggung jawab bersama suami istri. Hal ini diisyaratkan dalam Alquran Surat
al-Isra’[17]: 24:
ﯓﯔﯕﯖﯗﯘﯙﯚﯛﯜﯝﯞﯟ
Dan Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku pada waktu kcil.” (Q.s. al-Isra [17]: 24)
Yusuf al-Qardhawi mengatakan, “Keluarga Islami terbentuk dalam
keterpaduan antara ketentraman dan kasih sayang. Ia terdiri dari istri yang
patuh dan setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih dan ramah,
ibu lemah lembut dan berparas halus, putra putri yang bakti dan taat, kerabat
yang saling membina silaturahmi dan tolong menolong.12
Menurut Yusuf al-Qardhawi, ciri ciri yang menonjol di keluarga muslim
tetaplah dominan kesetiaan, ketaatan, kasih sayang, dan membina silaturahmi.13
Dismping itu dalam keluarga muslim pempunyai ciri-ciri menjaga akhlak
mulia yang senantiasa mengikuti tuntunan Alquran dan Hadis Rasulullah
sallalahu ‘alaihi wa sallam, misalnya seorang penghuni rumah tidak masuk
kamar penghuni lainnya dalam rumah itu tanpa izin.
11
Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah: Kajian Islam kontemporer, h.137 &138
12
Dr. Yusuf al-Qardhawi, Syariat Islam Ditantang Zaman, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1990), h. 44
13
Opcit h. 44
28 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
14
Alvi Suryani, Anak Jaman Now, Diakse dari http://www.kompasina.com/anak-jaman-
now/,67582sndi6ter839ndue77dnjel99, pada 1 April 2018 Pukul 21.35 WIB
Tantangan dan Solusi Pembinaan Keluarga Zaman Now 29
Media masa zaman now seperti Youtube, Facebook, Instagram, Twitter dll.
Sangat mempengaruhi pola fikir anak. Kerna keasikan melihat media masa itu
banyak dari mereka terjerumus kedalam free sex, pornografi, pelacuran, dll.
Banyak media masa yang sifatnya memberika informasi hoax, sehingga didalam
keluarga sering terjadi mis communication bahkan terjadi konflik.
15
http//www.bps.go.id
16
Andi Surya, Individulisme dalam Masyarakat dan Keluarga, Diakse dari http://www.kompasina.
com/individulisme-dalam-masyarakat-dan-keluarga/,67582sndi6ter839ndue77dnjel99, pada 1
April 2018 Pukul 21.30 WIB
30 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
17
Komariah Wahid, Selektif dalam Informasi dan teknolog, Diakses dari http://www.facebook.
com/ria_wahid/?8kfnjfiuekvlsjhilgj;d pada 15 April 2018 pukul 13.35 WIB.
Tantangan dan Solusi Pembinaan Keluarga Zaman Now 31
dalam keharmonisan dan tidak ada ungkapan dan ujaran kebencian dalam bertutur
kata dalam keluarga.
Penutup
Pembinaan Keluarga dalam menopang ketahan nasional sangatlah penting.
Tantangan di era globalisasi atau zaman now perlu disikapi dengan bijak
sehingga dalam membina keluarga bisa menganalisis masalah-maslah yang
timbul era saat ini. Alquran memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan-
permasalah tersebut sehingga dalam mewudkan keluarga yang kuat dalam
menopang ketahanan nasional dapat terwujud.
Pustaka Acuan:
At-Tabrani, Jami’ul al-Bayan fi Ta’wililil-Qur’an,
Kemetrian Agama RI, Tafsir Alquran Tematik, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat,
dan Berpolitik,Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2012
Muhammad, Ahsin Sakho, Oase Alquran Penyejuk Kehidupan, Jakarta: PT. Qaf
Media Kreatif, 2017.
Mughniyah, Muhammad Jawad, Tafsir al_Kasyif, (Beirut: Daarul-Islam Lil-
Malayin, 1968),
MUI Propinsi Banten, Mushaf Al Bantani dan terjemahannya, 2012.
Siroj, Said Aqil, Islam Nusantara Sumber Inspirasi Budaya Nusantara menuju
Masyarakat Muttamadien, Jakarta: LTN PBNU, 2015
Shihab, M. Quraish, Menabur Pesan Ilahi Alquran dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2016
Syafitri, Niken, Ham Perempuan; Kritik Teori Hukum Feminis Terhadap KUHP,
Bandung: PT Refika Aditama, 2018
32 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Dewasa ini era globalisasi menjadi pusat perhatian dan perbincangan
kekhawatiran bagi para orang tua. Era globalisasi telah membawa dampak
luas di berbagai belahan bumi, tak terkecuali di negeri tercinta Indonesia.
Dampak globalisasi diibaratkan seperti pisau bermata dua, positif dan negatif
memiliki konsekuensi yang seimbang. Kompetensi, integrasi adalah dampak
positif globalisasi. Sedangkan dampak negatif antara lain lahirnya generasi
instan, dekadensi moral, retardasi mental, konsumerisme, permisifme, bahkan
anti nasionalisme (Asmani, 2012: 7). Selain itu, dampak negatif lainnya adalah
beragamnya modus kejahatan melalui media sosial, munculnya tindak kekerasan,
pergaulan bebas sampai pada akhirnya berujung pada hilangnya karakter bangsa
(Arifin, 2013: 5).
Mengutip permasalahan dari Azra bahwa gaya hidup hedonistik dan permisif
di era globalisasi sebagaimana banyak ditayangkan dalam sinetron dan telenovela
pada berbagai saluran televisi Indonesia hanya mempercepat disorientasi dan
dislokasi keluarga dan rumah tangga (2002: 172-173). Akibatnya banyak anak
yang tidak memiliki kebajikan dan inner beauty dalam karakternya (Marijan,
2012: 85).
33
34 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Fenomena anak bangsa saat ini yang lebih bangga dengan produk
internasional dibandingkan produk lokal, semakin menjadi puncak kekhawatiran
untuk kita semua, hilangnya identitas kebangsaan dalam diri anak bangsa
disebabkan oleh canggihnya kemodernitasan, sehingga mereka lupa struktur
sosial dan tumbuh menjadi generasi millennial. Peradaban barat telah berhasil
merenggut rasa nasionalisme anak bangsa dengan berbagai kemajuan teknologi
yang ditawarkan. Terkikisnya rasa kebangsaan menyebabkan mereka kini menjadi
kurang menghargai perjuangan bangsa, lebih mengidolakan segala hal yang berbau
barat dibandingkan dengan budaya timur. Sikap nasionalisme tidak bisa tumbuh
begitu saja tanpa diperjuangkan. Karakter cinta tanah air akan berbekas bilamana
manajemen pertama saat seorang anak dikenalkan akan bangsanya berhasil. Orang
tua menjadi sorotan utama dalam mendoktrin karakter ini. Sikap nasionalisme
akan terus ada sampai dewasa ketika pola asuh orang tua saat balita kian sukses
mengenalkannya.
Figur orang tua yang mampu mengatur semuanya dengan baik sangat
dibutuhkan dalam merehabilitasi hal ini. Kemampuan mengasuh anak dengan
sistem manajemen keluarga yang baik akan sangat berefek kepada karakter anak.
Orang tua yang berkualitas tentunya akan melahirkan generasi yang berkualitas
pula, begitupun sebaliknya, orang tua yang tidak mau mengupgrade ilmu,
tertinggal peradaban, termakan oleh zaman pada akhirnya hanya akan menjadi
budak atas adanya kemodernitasan.
Menelisik dari permasalahan di atas, maka starting point pada malakah ini
adalah Siapa yang pertama kali seharusnya bertanggung jawab atas kondisi seperti
ini?, Bagaimanakah role model orang tua, pendidikan karakter dan ketahanan
nasional?, Bagaimanakah formulasi gerakan role model dalam mewujudkan
ketahanan nasional yang tangguh?
1. Role Model
Menurut KBBI role model adalah panutan, yang sama artinya dengan teladan
yaitu “Sesuatu yang patut ditiru atau baik dicontoh (tentang kelakuan, perbuatan,
sifat, dan sebagainya)” (Tim Pustaka Phoenix, 2010: 56). Sedangkan menurut
Brickman role model adalah “Person who serves as an example, whose behaviour is
Role Model Orang Tua dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional Keluarga 35
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan dalam arti umum yakni sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan
dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam bangsa, masyarakat dan kebudayaan
(Fuad Ihsan, 1997: 1-2). Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha yang
dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mengembangkan segala
potensi manusia untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, dan akhlak
mulia sehingga tumbuh dewasa dan sempurna sebagai bekal yang diperlukan
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
36 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu “Chaessein” yang
artinya “mengukir” (Muni, 2010: 2). Istilah karakter secara harfiah berasal dari
bahasa Latin “Character” yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah karakter diartikan
sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat
yang tergantung dari faktor kehidupannya (Zubaedi, 2011: 19).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
merupakan segala usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi karakter seorang
anak. Secara filosofis pendidikan karakter merupakan kajian yang paling rasional
dan aktual, karena membahas tentang tingkah laku manusia yang tidak lekang
oleh perkembangan zaman.
3. Ketahanan Nasional
Kata Nasionalisme berasal dari kata “Nasional” yang menurut KBBI diartikan
sebagai kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya
dari ancaman luar (Tim Pustaka Phoenix, 2010: 98). Imbuhan “isme” dalam
KBBI berarti kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa secara potensial atau
aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,
integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa (Tim Pustaka Phoenix, 2010: 98).
Dari pengertian di atas kata Nasionalisme berarti seseorang yang ber
negara kemudian sudah tertanam dalam dirinya untuk mencintai, menjaga,
memelihara serta mengembangkan bangsanya. Menjaga keutuhan NKRI
sudah menjadi sebuah kewajiban bagi warga Negara Indonesia. Memiliki
rasa cinta tanah air adalah sebuah kemutlakan yang memang harus ada
pada diri setiap anak bangsa. Dan motivasi mengistiqomahkan rasa cinta
tanah air ini tentunya tidak lepas dari pola asuh orang tua yang pertama kali
mengenalkan akan bangsanya. Mengapa harus cintah tanah air?, jelas karena
kita menumpang dipup di sebuah negara yang senantiasa melayani kebutuhan
rakyatnya dan bukti rasa syukur kita kepada Allah S.W.T.. Islam sudah lebih
dahulu mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai tanah air. Sebagimana
Allah S.W.T. berfirman:
Dalam ayat ini jelas menunjukan bagaimana wujud cinta nabi Ibrahim
kepada tanah airnya, dengan cara mendo’akannya dalam tiga hal: menjadi negeri
yang aman sentosa, penduduknya dilimpahi rezeki dan penduduknya beriman
kepada Allah S.W.T. dan hari akhir. Tidaklah nabi Ibrahim berdo’a seperti ini
melainkan dalam hatinya telah tumbuh kecintaan terhadap negerinya.
ﮛﮜ ﮝﮞﮟ
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S. Al-Qalam
[68]: 4) (Depag RI, 2007: 564).
Pada ayat di atas tergambar bahwa budi pekerti yang agung benar dimiliki
oleh nabi Muhammad SAW. Tidak salah beliau adalah teladan bagi ummatnya dan
rasul terbaik pilihan Allah yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Sudah
sepantasnya meniru apa yang telah dicontohkan oleh baginda Rasullallah SAW.
Pendidikan karakter menurut Islam adalah membentuk pribadi yang
berakhlak mulia, karena akhlak mulia adalah pangkal kebaikan. Orang yang
berakhlak mulia akan segera melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Sebagaimana Allah S.W.T. berfirman:
38 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳﭴ
ﭵ ﭶﭷ ﭸﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari subli (tulan belakang) anak cuuc
Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya
berfirman), “Bukanlah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami bersaksi. “(kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,”. (Q.S. Al-
A’raaf [7]: 172) (Depag RI, 2007: 173).
Al-Maraghi dalam tafsirnya menegaskan bahwa Allah S.W.T. telah men
jadikan dalam tiap diri pribadi dari umat manusia berupa fitrah keIslaman yang
disebut gharizah imany (naluri keimanan) dan melekat di dalam hati sanubari
mereka. Sehingga potensi beriman kepada Allah terlebih dahulu tertanam dalam
diri manusia dan baik buruknya pribadi manusia tersebut tergantung upaya
mengembangkan potensi keutuhan itu. (2002: 103).
Jika pendidikan karakter jauh dari akidah Islam, lepas dari ajaran religius
dan tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak diragukan lagi bahwa seorang
manusia akan memiliki sifat kefasikan, penyimpangan, kesesatan dan kefakiran.
Bahkan ia akan mengikuti nafsu dan bisikan-bisikan setan, sesuai dengan tabiat,
fisik dan keinginan serta tuntutannya yang rendah. Dari sini jelaslah bahwa
yang menjadi fundamen utama dalam pendidikan karakter bagi anak oleh orang
tuanya sebagi identitas keimanan yang harus ditanamkan sejak dini.
ditinggalkan mencari mata air untuk anaknya hinga muncullah air zam-zam.
Kisah Siti Hajar yang ditinggal suaminya atas perintah Allah S.W.T. disuasana
lembah yang gersang dan tandus, setelah itu Ibrahim as kembali ke Palestina
seraya berdo’a, Sebagaimana Allah S.W.T. berfirman:
ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran
kepada anaknya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah,
42 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯﯰ ﯱ ﯲ ﯳ
ﯴﯵ ﯶ
Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang diwajibkan (Q.S. Luqman
[31]: 17) (Depag RI, 2007: 412).
Alquran mengabadikan ucapan-ucapan Luqman berisi berbagai pelajaran
yang patut diteladani oleh orang tua dalam hal mendidik putra-putrinya. Dalam
ayat tersebut di atas terdapat banyak pelajaran yang dapat diungkapkan secara
garis besar yang berisikan tentang aqidah, akhlak dan ibadah. Adapun rincian
pesan Luqman kepada anaknya diuraikan sebagai berikut: ketauhidan, program
pengasuhan anak, keteladanan, perintah dakwah, perintah berbuat yang ma’ruf,
larangan berbuat yang mungkar, kerendahan hati, kelembutan dan etika ketika
berbicara dengan seorang anak.
Penutup
Di era modern saat ini figur orang tua sangat dibutuhkan untuk me
numbuhkembangkan karakter (budi pekerti) yang baik untuk anak. Terciptanya
karakter seorang anak yang cinta tanah air tentunya tidak lepas dari pendidikan
karakter yang dikelola oleh sebuah lembaga keluarga. Manajemen pendidikan
terbaik adalah ketika hasil output karakter anak pun terlihat baik. Perlunya
pendidikan keluarga, manajemen keluarga serta pola asuh yang baik sangat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang seorang anak dalam mewujudkan
ketahanan nasional yang tangguh. Urgensitas kemajuan sebuah bangsa sangat
berkaitan dengan pola asuh orang tua terhadap anakanya.
Orang tua sebagai role model dalam tumbuh kembang seorang anak menjadi
titik awal dalam keberlangsungan ketahanan nasional. Ketahanan nasional yang
tangguh lahir dari sebuah keluarga yang memiliki komitmen yang kuat dalam
mengurus keluarganya. Sebaliknya, ketahanan nasional tidak akan tercapai jika
keluarga mengabaikan nilai-nilai pendidikan dalam keluarga.
Oleh karena itu, perbaikan sebuah keluarga dalam manajemen pengasuhan
anak akan sangat berdampak bagi bangsa Indonesia. Dedikasi orang tua yang
ingin terus mengupgrade diri dan pengetahuannya dalam mendidik anak akan
berdampak besar bagi sebuah bangsa.
Role Model Orang Tua dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional Keluarga 43
Pustaka Acuan:
Al-maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maraghi, Beirut: Darul Fikr, 2001.
Ar-Raghib, Al-Ashfihani, Mu’jam Mufradat Al-Fadz Alquran, Beirut: Darul Fikr,
2000.
Asmani, Jamal Ma’ruf, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di
Sekolah, Yogyakarta: Diva Press, 2012.
Azyumardi, Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekontruksi dan
demokratisasi, Jakarta: Kompas, 2002.
Arifin, Muhammad dan Barnawi, Strategi Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter, Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010.
Brickman, John, Sociology of Science and Sociology as Science, New York:
Columbia, 1998.
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah, Jakarta: PT. Cordoba
Internasional Indonesia, 2007.
Hart, Michael, The 100: A Rangking of the Most Influential Persons in History,
Jossey Bass, 1993.
Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependudukan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet.1,
1997.
Ma’arif, Ahmad Syafei, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan,
Bandung: Mizan, 2009.
Marijan, Muhammad, Metode Pendidikan Anak: Membangun Karakter Anak
yang Berbudi Mulia, Cerdas dan Berprestasi, Yogyakarta: Sabda Media,
2012.
Mulyasa, E, Revolusi Mental dalam Pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2015.
Muni, Abdullah, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madan,
2010.
Mursi, Abdul Hamid, SDM yang Produktif Pendekatan Alquran dan Sains,
Jakarta: GIP, 2001.
Parsudi, Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan: Telaah atas Merebaknya Penyakit
Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Saptono, Dimensi-dimensi Penduduk Karakter: Wawasan Strategi dan Langkah
Praktis, Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2011.
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2010.
Quraish, M. Shihab, Pengantin Alquran, Jakarta: Lentera Hati, 2007.
44 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Kepribadian yang dimiliki seorang anak adalah hasil dari pendidikan ayah
bunda. Mendidik anak merupakan persoalan yang paling penting (important).
Seorang anak akan tumbuh dengan cara bagaimana ia dibesarkan. Bila ia dididik
dengan baik, maka ia akan tumbuh menjadi orang yang baik. Sebaliknya, bila
seorang anak dibiarkan mengerjakan keburukan, maka ia akan tumbuh dengan
kepribadian yang tidak baik (Jamal Abdurrahman, 2017:17).
Ayah bunda perlu memperhatikan tumbuh kembang anak, sebab pola
asuh yang salah akan menimbulkan pelbagai macam masalah, pelbagai macam
masalah yang menimpa para anak, terutama permasalahan pada kaum remaja,
seperti narkoba, seks bebas, peer preasure, seks bebas, bolos, tawuran dan pelbagai
macam masalah lainnya banyak yang keluar dari batas wajar.
Seks bebas, sebagai salah satu dari pelbagai macam masalah, faktanya tidak
hanya berawal dari ketertarikan terhadap lawan jenis, tapi juga pada sesama
jenis, atau yang dikenal dengan perilaku Homoseksual (KBBI, 2008:506),
dimana lesbian, gay, biseksual dan transgender (waria) termasuk di dalamnya,
perilaku homoseksual tentu saja akan berdampak buruk bagi keberlangsungan
hidup dan perilaku penyimpangan seksual tersebut tidak banyak diinginkan
oleh para ayah bunda.
45
46 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯕ ﯖ ﯗ ﯘﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ
ﯣﯤﯥ ﯦﯧﯨﯩﯪﯫﯬﯭ ﯮﯯ
Menggiatkan Pendidikan Maskulin dan Feminin Dalam Keluarga 47
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa
kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun
sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada
sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui
batas.
Mengenai ayat di atas, perbuatan keji (fâhisyah) diulang sebanyak tiga belas
kali dalam Alquran (Abd. Baqiy, 1364:513), serta memiliki pelbagai macam
pengertian, di antaranya: homoseksual (Q.S. Al-A’râf [7]:80); menikahi istri
ayah (Q.S. An-Nisâ’ [4]:22); zina (Q.S. Al-Isrâ’ [17]:32); berita bohong (Q.S.
An-Nûr [24]:19); tindak pidana (Q.S. At-Talâq [65]:1); dan syirik (Q.S. Al-
A’râf [7]:28). Pengertian homoseksual terdapat pula dalam Alquran surat An-
Naml ayat 54 dan Al-Ankabût ayat 28.
Al-Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, dalam tafsirnya Al-
Munir (tt:288) memberikan penjelasan mengenai surat Al-A’râf ayat 80-81 di
atas
ﯙﯚ
“(Mengapa kamu melakukan perbuatan keji tersebut?) yakni mengapa kamu
melakukan homoseksual?”. M. Quraish Shihab dalam tafsir kontemporernya Al-
Mishbah vol. 4 (2010:188) memberikan penjelasan serupa, bahwa perbuatan keji
(fâhisyah) adalah tindakan yang sangat buruk yakni homoseksual.
Para ulama tafsir menyebut tindakan homoseksual sebagai tindakan keji
yang lebih rendah dari binatang, karena homoseksual menghalangi jalan untuk
prokreasi, yaitu memperoleh keturunan. Para ulama yang berpendapat dalam
hal ini antara lain Ahmad Shawi Al-Maliki, Ali As-Shabuni dan Ibnu Katsir
(Didi Junaedi, 2016:41).
Homoseksual tidak hanya perilaku yang meliputi perbuatan homoseks
atau gay (laki-laki yang memiliki ketertarikan seksual pada laki-laki), namun
juga lesbian (perempuan yang memiliki ketertarikan seksual pada perempuan),
kemudian biseksual (penyuka sesama jenis dan juga lawan jenis), serta transgender
atau waria (orang yang terlahir dengan jenis kelamin biologis laki-laki, namun
memiliki perilaku dan perasaan seperti perempuan (Dewi Rokhmah, 2017:1).
Selain Islam sangat memperhatikan perilaku LGBT, dasar negara
kita—Pancasila—pun memandang LGBT sebagai tindakan perilaku yang
menyimpang. Sila pertama Pancasila—Ketuhanan Yang Maha Esa—mem
bahas hal ini, sebagaimana dalam butir nilai Pancasila pertama dijelaskan,
bahwa “Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa” (Undang-undang Dasar 1945 dan Amandemennya,
2009:68), tentu saja hal ini tidak dikehendaki dalam Islam yang mengajak
48 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
pada jalan yang lurus dan melarang berbuat melampaui batas, baik dalam hal
konsep, akidah, ibadah, perilaku, hubungan dengan sesama manusia maupun
dalam perundang-undangan (Yusuf Qardhawi, 2017:22).
Sila kedua Pancasila—Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab—memperjelas
kembali, bahwa bangsa ini berkomitmen adil dan beradab (Adian Husaini,
2015:9), sedangkan perilaku LGBT adalah perilaku penyimpangan seksual
yang tidak adil, karena tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya, serta tidak
beradab karena bertentangan dengan nilai-nilai suci Alquran. Mengamalkan
Alquran yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur adalah tugas kita
bersama dengan jalan gotong royong, karena gotong royong juga merupakan
saripati Pancasila: ia adalah semangat untuk bergandengan turun tangan (Anies
Baswedan, 2015:229).
Konsekuensi yang diberikan pada para pengidap LGBT yang melakukan
tindakan seksual yang menyimpang telah diatur dalam pasal 292 KUHP dengan
kurungan penjara paling lama lima tahun bagi tersangka orang dewasa dan
korban belum dewasa. Tentu saja ini menjadi catatan penting bagi para ayah
bunda, bahwa penguatan keluarga dengan berpegang teguh pada Alquran dan
nilai-nilai pancasila adalah satu-satunya kunci utama agar keluarga terbebas dari
LGBT.
Berpegang teguh pada Alquran dan menghormati dengan patuh pula pada
Pancasila diharapkan ayah bunda mampu menjadikan kedua hal tersebut—
Alquran dan Pancasila—sebagai sumber rujukan untuk menciptakan keluarga
yang sehat lahir batin, tidak keluar dari fitrah hidup manusia yang menjunjung
tinggi kesucian dan kehormatan.
anak-anak pada umumnya, namun setelah dipicu oleh penyebab yang menjadi
titik balik individu menjadi LGBT, maka mereka mengalami perubahan
kehidupan yang tidak sama dengan kebanyakan anak-anak lainnya. Faktor
penyebab yang melatarbelakangi seseorang menjadi LGBT, antara lain: (1)
Pengalaman traumatik pernah menjadi korban pelecehan seksual; (2) Pola asuh
orang tua yang salah; (3) Kurang mendapat kasih sayang dari orang tua (ayah
bunda) yang utuh; (4) Kehilangan figur ayah; serta (5) pengaruh lingkungan
pergaulan (Dewi Rokhmah, 2017:18).
Setelah kita mengetahui beberapa faktor seseorang terjangkit perilaku
LGBT, masih ada sebagian dari mereka yang memakai dalih Hak Asasi Manusia
(HAM) sebagai pembenaran, bahkan sampai menafsirkan salah satu ayat Alquran
dengan penjelasan yang keliru, seperti firman Allah S.w.t.. dalam surat Ar-Rûm
ayat 21 yang berbunyi:
ﮉﮊﮋﮌﮍﮎﮏ ﮐﮑﮒﮓﮔ
ﮕ ﮖﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
M. Quraish Shihab dalam tafsir kontemporernya Al-Mishbah vol. 10 (2010:186)
memberikan penjelasan, bahwa kata anfusikum adalah bentuk jamak dari kata nafs
yang memiliki arti jenis atau diri. Pernyataan yang menyatakan bahwa pasangan
manusia dari jenis yang sama (laki-laki atau perempuan) adalah tindakan yang
tidak diperbolehkan dalam Islam. Allah tidak mengkhendaki hubungan seksual
kepada yang bukan pasangannya. Mengenai pasangan telah Allah S.w.t.. tegaskan
dalam Alquran surat An-Najm ayat 45:
ﭑﭒﭓﭔ ﭕ ﭖ
Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan.
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli dan Al-Imam Jalaluddin
Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi dalam kitabnya Tafsir Jalalain (tt:198)
memberikan penjelasan mengenai hal di atas, bahwa “(Sesungguhnya Dialah
yang menciptakan pasangan) dua macam (laki-laki dan perempuan), dengan
begitu dapat kita simpulkan, bahwa pasangan itu adalah dua macam: laki-laki
dan perempuan, bukan yang satu jenis.
Bagi mereka yang menjadikan surat Ar-Rûm ayat 21 sebagai pembenaran,
tentu saja hal ini keliru, karena tidak sesuai dengan makna surat An-Najm ayat
50 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
oleh jiwa yang memiliki keberanian (Robi Afrizan Saputra, 2017:120). Gelar
pemberani tentu saja layak diberikan pada mereka yang tiada merasa gentar
(Hamka, 2017:245).
Anak laki-laki harus memiliki jiwa yang siap bertanggung jawab, terutama
setelah dewasa, ketika kelak mereka menjadi ayah bagi anak-anaknya. Pendidikan
yang diberikan ayah bunda, tentu saja harus dengan jalan yang baik dan tidak
dengan cara yang kasar, karena cara yang kasar dapat menghapus kandungan
pembicaraan yang baik (Yusuf Qardhawi, 2107:226).
ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓﯔ ﯕ
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.
Ditegaskan pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.
tentang perintah agar kuat dan meninggalkan kelemahan, yakni:
Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah S.w.t.. daripada
orang mukmin yang lemah. Dan dalam segala hal memang terdapat kebaikan. Raihlah
dengan sungguh-sungguh apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada
Allah dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah.
Seseorang yang dapat dijadikan figur feminin dalam hal ini adalah bunda,
karena karakter feminin dalam dirinya terdapat keterampilan linguistik yang
dimiliki kebanyakan perempuan. Seorang anak perempuan juga perlu figur
maskulin, karena jika tidak, dikhawatirkan dirinya menjadi pasif karena tidak
memiliki keberanian dan ketakutan dalam menghadapi resiko dalam hidup yang
selalu hadir. Anak perempuan yang tidak mendapatkan figur maskulin yang baik—
apalagi jika ditambah dengan pernah mengalami trauma terhadap laki-laki—ia
bisa tumbuh menjadi lesbian karena kehilangan kepercayaan terhadap laki-laki.
Begitu pula sebaliknya berlaku bagi anak laki-laki (Irawati Istadi, 2017:39).
Usaha yang digiatkan dalam hal ini meliputi pendidikan maskulin
dan feminin, pada hakikatnya tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa
52 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Sumber Internet
Kartika Ikawati. Rappler.com. Kilas balik 3 dekade Organisasi LGBT Indonesia
Bersama dede oetomo. Diakses Pada tanggal 18 Januari 2018 Pukul 19.15
WIB.
Mahyadi. Bantenhits.com. “Jumlah LGBT di Banten meningkat 200%”.
Diakses Pada Tanggal 18 Januari 2018 Pukul 9.41 WIB.
SU02. Seruji.co.id. “Aksi Tolak LGBT digelar di Banten” Diakses pada Tanggal
18 Februari 2018 Pukul 07.30.
Peran Ibu Terhadap Pendidikan Karakter
Anak (Tinjauan Fungsi Afeksi Keluarga
dalam Upaya Menopang Ketahanan
Nasional)
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.01
Pendahuluan
Ibu merupakan salah satu dari kedudukan sosial yang memiliki banyak peran.
Peran sebagai istri dari suaminya, peran sebagai ibu dari anak-anaknya, peran
sebagai manager rumah tangganya, serta sebagai madrasah untuk anak-anaknya.
Ibu adalah status mulia yang pasti akan disandang oleh setiap wanita normal. Ia
mengemban banyak tugas dan tanggung jawab terhadap keluarganya. Didalam
Alquran dijelaskan bahwa tugas seorang ibu sebagai istri ialah melaksanakan
kewajiban-kewajiban untuk melayani suaminya, menjaga harga diri, rumah
tangga, dan harta suami ketika suami tidak ada dirumah (Q.S.an-Nisa:34).
Sedangkan tugas ibu terhadap anak diantaranya ialah mengandungnya,
melahirkannya, menyusuinya serta mendidiknya bahkan ketika masih dalam
kandungan (Q.S.Luqman:14).
Tugas seorang ibu dalam merawat dan membesarkan anaknya tidak terbatas
fisik saja, tetapi meliputi semua aspek pertumbuhan dan perkembangan manusia
sebagai makhluk Allah S.W.T.. Selain itu, hal terpenting dalam membesarkan
anak adalah bagaimana mengisi jiwanya dengan akidah yang kokoh sehingga
mampu menjalankan syari’at Islam dengan baik, karena Allah S.W.T. telah
menegaskan kepada manusia bahwa jangan sampai meninggalkan generasi
55
56 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
setelah mereka generasi yang lemah dari segi akidah, akhlak, ilmu pengetahuan,
serta aspek-aspek lainnya (Q.S.an-Nisa:9). Hal ini berarti tugas orang tua
mendidik anak merupakan hak anak yang sangat utama demi terjaminnya
kehidupan anak di masa mendatang.
Menurut pandangan Islam mengenai hak anak dalam mendapatkan
pendidikan, sebenarnya terkait erat dengan tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya. Orang tua (khususnya ibu) berkewajiban memberikan perhatian
kepada anaknya dan dituntut untuk tidak lalai dalam mendidiknya. Jika anak
merupakan amanah dari Allah S.W.T., maka mendidiknya termasuk bagian dari
menunaikan amanah-Nya. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk
khianat terhadap amanah Allah S.W.T. (Q.S.an-Nisa:58). Ada ungkapan yang
menyebutkan “al-ummu madrasatul- la” (ibu adalah sekolah pertama) untuk
menunjukkan betapa peran ibu sangat strategis dalam mendidik anak-anaknya
di awal kehidupan mereka. Namun, di zaman modern ini terjadi banyak
kemajuan pola pikir.
Dewasa kini, sebagian ibu lebih memilih meniti karirnya dari pada hanya
sekedar mejadi seorang ibu rumah tangga. Kini, hampir semua perusahaan
dalam skala local maupun nasional memberi persyaratan gender (menempatkan
wanita) pada posisi tertentu dalam bidangnya. Hal ini dimaklumkan karena
memang ada beberapa peran perempuan dalam suatu pekerjaan yang memang
tidak bisa digantikan oleh laki-laki. Contohnya, perawat (tidak bisa seluruhnya
laki-laki) atau admin perusahaan tertentu yang memberi persyaratan gender
(harus wanita dengan wajah cantik dan tinggi yang ditentukan), serta masih
banyak posisi-posisi pekerjaan tertentu yang membutuhkan seorang wanita.
Bahkan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2012
menyatakan bahwa diharuskannya 30% partisipasi wanita dalam menduduki
posisi kepengurusan partai politik tingkat pusat. Hal tersebut tentu memberikan
dampak yang tidak sedikit, minimal dalam skala keluarga.
Keluarga merupakan komunitas terkecil dalam struktur masyarakat.
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam meletakkan
dasar-dasar pendidikan bagi perkembangan anak. Salah satu fungsi keluarga juga
sebagai pemberi kasih saying (fungsi afeksi). Anak yang kekurangan kasih sayang
akan tumbuh secara menyimpang, atau mengalami suatu gangguan dalam
sikapnya bermasyarakat. Kasih sayang orang tua dapat dilakukan dengan cara
menciptakan iklim kondusif di lingkungan rumah (keluarga) guna tumbuhnya
karakter yang baik sejak kecil. Hal tersebut dibutuhkan pendampingan serta
keteladanan yang dilakukan secara terus menerus oleh orang tua kepada anaknya.
Keterlibatan wanita (khususnya ibu) dalam karirnya tentu berakibat pada
Peran Ibu Terhadap Pendidikan Karakter Anak 57
1
Hanafi, Muchlis M. Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qur’an Tematik). (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012) Hal.146
58 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
2
Hanafi, Muchlis M. Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qur’an Tematik). (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012) Hal.153
Peran Ibu Terhadap Pendidikan Karakter Anak 59
ﭶﭷﭸﭹﭺ ﭻﭼﭽﭾﭿﮀﮁﮂ
ﮃﮄ ﮅﮆﮇ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (Q.S.Luqman:14)”.
Namun meskipun ibu memiliki tanggung jawab yang sangat penting
terhadap anak, bukan berarti ia tidak boleh melakukan kepentingan
diluar rumah. Dalam Alquran memang dijelaskan bahwa sebaiknya wanita
tetap tinggal dirumah, tidak berhias dan bertingkah laku seperti orang
jahiliyah, melaksanakan shalat, menunaikan zakat serta menaati Allah dan
rasulnya (Q.S.al-Ahzab: 33). Ibnu katsir menafsirkan ayat tersebut bahwa
itu merupakan larangan bagi perempuan khususnya istri Nabi Saw dan
perempuan muslimah lainnya untuk keluar rumah jika tidak ada kebutuhan
yang dibenarkan agama, shalat dimasjid umpamanya.3 Wahbah az-Zuhaili
juga berpandangan seperti di atas, ia menyatakan: “Hendaklah perempuan
tetap tinggal di rumah, jangan sering keluar rumah tanpa ada keperluan
yang diperbolehkan agama”.4
Sedangkan, diantara pemikir muslim kontemporer adalah al-Maududi yang
berpandangan seperti di atas. Dalam bukunya al-Hijâb seperti yang dikutip oleh
M. Quraish Shihab, ia menyatakan:
“Tempat perempuan adalah dirumah, mereka tidak dibebaskan dari pekerjaan luar
rumah kecuali agar mereka selalu berada dirumah dengan tenang dan hormat,
sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban rumah tangga. Adapun kalau ada
3
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera
Hati, 2001) h.330
4
Abul-Fadl, Jamaluddin. Lisânul-‘Arab (Beirut: Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 2003) hal.418
60 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
hajat keperluannya untuk keluar, maka boleh saja mereka keluar rumah dengan syarat
memperhatikan segi kesucian diri dan memelihara rasa malu”.5
Pandangan tersebut juga dijabarkan oleh Sayyid Qutub dan M. Quraish
Shihab dalam tafsirnya Fî Zilâlil-Qur’ân, Sayyid Qutub menyatakan ayat
tersebut memberi isyarat bahwa rumah tangga adalah tugas pokok para istri,
sedangkan selain itu adalah tempat ia tidak menetap (bukan tugas pokoknya).
Sedangkan M.Quraish Shihab menambahkan argumen Sayyid Qutub dengan
menyatakan bahwa perempuan pada zaman awal Islam pun bekerja, ketika
kondisi mereka dituntut untuk bekerja. Masalahnya bukan terletak pada
ada atau tidaknya hak mereka untuk bekerja, masalahnya adalah bahwa
Islam tidak cenderung mendorong perempuan keluar rumah kecuali untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sangat diperlukan atau dibutuhkan oleh masyarakat,
atau atas dasar kebutuhan perempuan tertentu. Misalnya kebutuhan untuk
bekerja karena yang menanggung biaya hidupnya belum mampu mencukupi
kebutuhannya.6
Berikut pandangan Alquran tentang perempuan yang bekerja:7
1. Bekerja adalah keniscayaan hidup
Tujuan utama Allah S.W.T. memberikan kesempatan hidup di dunia
adalah agar manusia—termasuk perempuan- bekerja dengan baik. Hal ini
diisyaratkan dalam Surat pada Alquran, yaitu:
ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (Q.S.al-Mulk:2).
Dalam ayat ini setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, dituntut
untuk dapat mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam bekerja dan
melakukan tugas-tugasnya. Maka kalau ada orang yang enggan berusaha,
apalagi kalau itu adalah tugas utamanya baik laki-laki maupun perempuan,
sungguh orang tersebut telah melalaikan kewajibannya.
2. Memiliki kesempatan yang sama untuk berprestasi, ayat yang secara jelas
menunjukkan hal ini adalah:
ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬﮭ
5
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah, h.418
6
At-Tabari, Ibnu Jarir, Tafsir at-Tabari, jilid II (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992) h.136-137
7
Hanafi, Muchlis M. Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qur’an Tematik). (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012) Hal.83
Peran Ibu Terhadap Pendidikan Karakter Anak 61
ﮮ ﮯ ﮰ ﮱﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ
ﯝ ﯞﯟ
Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa
yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S.an-Nisa:32)
Mufassir Abu Hayyan menjelaskan ayat tersebut menyatakan bahwa “Islam
tidak menerima orang yang hanya berangan-angan dan berpangku tangan.
Tidak pula memperkenankan sikap pasif dan malas. Islam menyerukan sikap
yang progresif dan kerja keras. Adapun berangan-angan terhadap hal-hal yang
baik di dunia dan berusaha mewujudkannya dengan tujuan mendapat pahala
akhirat, maka yang seperti itu sangat terpuji. Seseorang yang menggantungkan
keberuntungannya dengan giat bekerja adalah spirit Islam.8
Kesimpulannya, wanita dianjurkan untuk menetap dirumah, namun ia juga
tidak mendapat larangan keluar rumah untuk hal tertentu sesuai kebutuhannya
dan memberikan kemaslahatan umat. Hal tersebut tentu disertakan beberapa
syarat, seperti yang dianjurkan oleh M.Quraish Shihab dalam bukunya:
1. Hendaklah pekerjaan tersebut disyari’atkan. Maksudnya adalah pekerjaan
yang dilakukan oleh wanita tersebut bukan merupakan pekerjaan yang
mendatangkan keharaman. Misalnya, menjadi wanita yang menyediakan
minuman memabukkan di bar, karena Allah melaknat siapa saja yang
meminum khamr, menyediakannya, serta menjualnya. Atau menjadi
sekretaris seorang laki-laki yang jika mereka bekerja lebih sering berduaan
sehingga menimbulkan fitnah antara keduanya.
2. Hendaklah wanita tersebut keluar rumah dengan menjaga auratnya serta
memelihara kemaluannya. Ketika ia keluar rumah, hendaklah ia memakai
pakaian yang rapih, menutupi auratnya, menjaga kehormatan suaminya,
serta menjaga dirinya dari fitnah.
3. Hendaklah mendapat izin dari suaminya serta pekerjaannya tidak
mengganggu atau melalaikannya dalam melakukan kewajibannya dalam
melayani suami, mengurus anak serta mendidik anak.
8
Al-Qurtubi, al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qurân, jilid X (Beirut: Darul-Fikr, 1999) h.261
62 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
nilai luhur, baik yang bersumber dari agama, dari nilai sosial dan budaya bangsa,
serta etika dan moral. Hal tersebut diupayakan agar seseorang mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan
melakukan kebaikan (doing the good) yang selanjutkan akan tumbuh menjadi
sikap, pandangan dan kepribadiannya.9
Sejatinya, karakter anak itu bukan dibentuk, tapi ditumbuhkan. Bagaimana
caranya orang tua memberikan umpan yang baik dan terjamin sehingga karakter
tersebut dapat tumbuh berkembang bahkan mengakar pada diri anak. Hal ini
perlu dilakukan atas kerja sama orang tua (ayah dan ibu), perbedaannya adalah
ibu lebih dominan dalam pengaruhnya terhadap proses tumbuh kembang
anak, karena sejak lahir hingga tumbuh besar seorang ibulah yang cenderung
mengurus anaknya.
Proses menumbuhkan karakter yang baik pada anak dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Penciptaan iklim yang baik (favourable)
Untuk menumbuhkan karakter yang baik pada anak secara alami, maka
dibutuhkannya rangsangan atau penciptaan iklim yang baik. Anak akan
melakukan apa yang menurutnya menarik dari lingkungannya, maka orang
tua harus berupaya menciptakan hal yang bisa merangsang anak agar dapat
melakukan hal yang baik, seperti membantu ibunya, membantu ayahnya,
merapihkan mainan atau barang miliknya. Dari hal-hal sederhana tersebut
akan tercipta sifat mandiri, sifat menghormati dan sifat menolong pada diri
anak.
2. Pembiasaan (Habitly)
Dalam upaya menumbuhkan karakter, perlu adanya pembiasaan yang
dilakukan secara terus-menerus dan berkala pada anak. Hal tersebut
membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Al-Hakim dan Abu Daud
meriwayatkan dari Ibnu Amr bin A-Ash r.a dari Rasulullah Saw, bahwa
beliau bersabda yang artinya: “Perintahkan anak-anakmu menjalankan
ibadah saat shalat jika mereka sudah berusia 7 tahun. Dan jika mereka sudah
berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya
dan pisahkanlah tempat tidur mereka”.10
Berdasarkan perintah tersebut, dapat kita fahami bahwa Rasulullah bukan
9
Tafsir, MA. Prof. Dr. H. Ahmad. Pendidikan Karakter Berbasis Wahyu. (Jakarta: Gaung Persada,
2016) hal.7
10
Nashih Ulwan, Dr. Abdullah. Pendidikan Anak Dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)
hal.167
Peran Ibu Terhadap Pendidikan Karakter Anak 63
11
Badan Pusat Statistik. Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. (Jakarta: CV. Lintas
Khatulistiwa, 2016) hal.8
64 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
materi yang mencukupi serta kasih sayang yang tiada batasnya. Sehingga
akan tertanam pada dirinya sifat saling menyayangi terhadap yang lain.
Penutup
Peran ibu terhadap pendidikan anak sangatlah penting. Karena ibu merupakan
sekolah pertama bagi anak. Untuk melahirkan anak yang cerdas dibutuhkan
seorang ibu yang cerdas. Untuk menjadikan anak shalih/shalihah maka orang
tuanya pun harus shalih/shalihah. Wanita yang shalihah merupakan tiang negara,
oleh karena itu untuk membangun sebuah negara yang kokoh dibutuhkannya
peran wanita untuk mendidik anak-anak bangsa yang merupakan aset untuk
membangun ketahanan suatu negara.
Ketika seorang ibu memilih untuk berkarir dan tidak hanya menjadi ibu
rumah tangga serta mengurus anak dirumah, maka hal tersebut diperbolehkan
dengan adanya beberapa syarat, yaitu: 1) pekerjaannya sesuai syari’at; 2)
menutup aurat dan menjaga dirinya dari fitnah; 3) atas izin suaminya dan tidak
meninggalkan kewajibannya untuk mengurus anak dan suaminya.
Keluarga merupakan pilar utama yang memiliki peran sentral bagi
pembentukan karakter anak bangsa, peningkatan sumber daya manusia yang
berkualitas, dan peningkatan tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, keluarga-
keluarga yang shalih-shalihah akan berpengaruh kepada kokohnya suatu bangsa.
Pembinaan dalam keluarga dapat memainkan peranan penting untuk
membentengi anak dari pengaruh negative globalisasi. Keberadaan keluarga
ditempatkan sebagai lini pertama yang berperan dalam pemenuhan hak anak
dan menjamin tumbuh kembang anak. Keluarga merupakan institusi terkecil
dalam suatu bangsa, namun keberadaannya memiliki pengaruh besar terhadap
keberhasilan pembangunan bangsa.
Seorang ibu yang berkarir dapat memanfaatkan sisa waktunya dirumah
dengan menjadikannya waktunya berkualitas. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara: 1) komunikasi yang aktif dengan anak; 2) memberikan sentuhan
pada anak; 3) menjadi pendengar yang baik; 4) mengajarinya life skills. Hal
tersebut guna mengatasi dilematika ibu masa kini yang meski berkarir namun
tetap menjalankan kewajibannya untuk menumbuhkan karakter anak bangsa
yang kokoh dan shalih-shalihah, sehingga dapat terwujudnya ketahanan bangsa
yang kuat.
Peran Ibu Terhadap Pendidikan Karakter Anak 67
Pustaka Acuan:
Alquran al-Kariim.
Abul-Fadl, Jamaluddin. Lisânul-‘Arab. Beirut: Daarul Kutub al-Ilmiyyah, 2003.
Al-Qurtubi, al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qurân, jilid X. Beirut: Darul-Fikr, 1999.
At-Tabari, Ibnu Jarir, Tafsir at-Tabari, jilid II. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992.
Badan Pusat Statistik. Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. Jakarta:
CV.Lintas Khatulistiwa, 2016.
Dahlan, Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.
Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Panji Masyarakat,
1996.
Hanafi, Muchlis M. Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Alquran Tematik).
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, 2012.
Husain Fadhlullah, Sayyid Muhammad. Dunia Wanita Dalam Islam. Jakarta:
Lentera Basritama, 2000.
Nashih Ulwan, Dr.Abdullah. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta: Pustaka
Amani, 2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran.
Jakarta: Lentera Hati, 2001.
Tafsir,MA. Prof.Dr.H.Ahmad. Pendidikan Karakter Berbasis Wahyu. Jakarta:
Gaung Persada, 2016.
Islamic Parenting Ala Nabi Ya’qub AS
Sebagai Strategi dalam Membentuk
Generasi Kuat
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1. 09
Pendahuluan
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil dalam masyarakat. Itulah sebabnya,
bangunan sebuah keluarga haruslah kuat supaya mampu menghasilkan generasi
kuat. Pemahaman kita pada generasi kuat bukanlah sekedar pada fisik atau
tubuhnya saja, melainkan lebih penting pada kekuatan keimanan dan ketakwaan.
Karena dengan keimanan dan ketakwaanlah seorang anak dapat membangun
diri, keluarga, agama dan negaranya.
Kecenderungan generasi saat ini yang semakin merosot kedalam jurang
kehancuran adalah karena tidak adanya penguatan iman, moral dan mental
pada anak. Dilansir dari Kompas.com, kasus kenakalan remaja pada tahun
2017 meningkat sebanyak 400 persen. Berdasarkan data Badan Narkotika
Nasional, 50-60% remaja di Indonesia menjadi pengguna narkoba. 48% dari
jumlah tersebut merupakan pecandu dan sementara sisanya hanya mencoba
penggunaan narkoba. Kenyataan ini diperparah dengan fakta lapangan bahwa
90% video porno yang beredar dalam beberapa tahun terakhir diperankan
oleh remaja. Tingginya seks bebas ini juga turut meningkatkan angka aborsi.
Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, sekitar 21,2 % remaja
SMP dan SMA di 17 kota besar pernah melakukan aborsi.
69
70 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
langsung pada saat itu juga. Meskipun pada saat pemberian nasihat tersebut
anak-anak Nabi Ya’qub AS belum dapat menerapkan saat itu juga apa yang
diajarkan ayahnya, namun ia terus berdo’a dan membimbing anak-anaknya secara
kontinu dan konsisten sehingga pada akhirnya sang anak sedikit demi sedikit
dapat menerapkannya.
Prinsip memelihara fitah anak dalam proses parenting sangat penting karena
setiap anak memiliki kemampuan dan kekurangan masing-masing dan orang
tua tidak semestinya memaksakan kemampuan tersebut. Generasi kuat dibentuk
dengan memelihara fitrah anak sesuai dengan apa yang telah diajarkan Allah dan
Rasul-Nya dalam Islam. Apabila ada anak yang melakukan kesalahan, maka orang
tua harus memberikan nasihat kepadanya tanpa memaksakan nasihat tersebut
harus diterapkan saat itu juga. Apabila anak tersebut belum berubah, maka orang
tua harus terus berdo’a dan membimbing anak-anaknya secara kontinu dan
konsisten sampai anak tersebut dapat menjadi lebih baik. Karena sejatinya tugas
kita sebagai orang tua adalah berikhtiar dan tidak putus asa, adapun hasilnya
semuanya ditentukan oleh Allah S.W.T.
Misalnya ketika anak perempuan kita tidak mau menutup aurat, maka
kita wajib memberikan pengajaran tentang hukum wajib menutup aurat bagi
muslimah. Akan tetapi kita boleh memaksa anak tersebut harus menerapkan
hal tersebut saat itu juga. Sebagai orang tua kita perlu mengetahui apa yang
menyebabkan sang anak tidak mau menutup auratnya, kemudian dengan
mengetahui latar belakang tersebut orang tua dapat memilih langkah lain
sebagai upaya mengajak anak untuk menutup aurat. Karena sejatinya, sang
anak mengetahui kebenaran dalam menutup aurat karena fitrah perempuan
adalah ingin dilindungi. Maka tugas orang tua adalah mengarahkan anak sesuai
dengan fitrahnya dengan cara yang baik, bukan memaksa atau menggunakan
cara lainnya.
yang memiliki orientasi pada pengajaran tilawah Alquran. Begitu pula apabila
anak kita memiliki kekurangan berupa lambat dalam menghafal, maka yang
harus dilakukan orang tua adalah memberikan pendampingan secara konsisten
dan kontinu sampai anak tersebut bisa.
ﯘﯙﯚﯛﯜﯝ ﯞﯟﯠﯡﯢﯣﯤﯥﯦ
ﯧ ﯨﯩﯪﯫﯬﯭﯮ ﯯﯰﯱﯲ
ﯳ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata
kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sebeninggalku?” Mereka menjawab,
“Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangnmu, Ibrahmi, Ismail,
dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
(Q.S. Al-baqarah: 133).
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa menjelang tibanya ajal Nabi Ya’qub AS
beliau menanyakan kepada anak-anaknya tentang apa yang mereka sembah
setelah kematiannya. Anak-anaknya menjawab bahwa yang mereka sembah
adalah Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhannya Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail
AS dan Nabi Ishaq AS. Keseriusan Nabi Ya’qub AS menanyakan komitmen
78 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
1. Tunjukkan Teladan/Qudwah
Syeikh Nawawi Al-Bantani didalam Kitab Uqudulujain (2013) menyatakan
bahwa salah satu ciri rumah tangga Islami adalah yang didalamnya suami dan
istri dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya. keteladanan merupakan suatu
model yang sangat efektif untuk memengaruhi orang lain. Karena sejatinya anak
adalah peniru yang ulung, ia akan mudah mengikuti apa yang dipraktekkan
kedua orang tuanya.
Didalam menerapkan Islamic parenting strategi yang digunakan Nabi Ya’qub
AS adalah dengan menunjukkan teladan kepada anak-anaknya. Sehingga ketika
di akhir hayatnya saat Nabi Ya’qub AS menanyakan keimanan dan ketakwaan
anak-anaknya, mereka menjawab bahwa mereka mengikuti keimanan yang
diimani juga oleh ayahnya. Hal ini diceritakan dalam Surat Al-Baqarah ayat
133 “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya.” (Q.S. 2: 133).
Dalam implementasi Islamic parenting Nabi Ya’qub AS, strategi yang
dapat digunakan di masa kini dalam membentuk generasi kuat adalah dengan
menunjukkan teladan kepada anak-anak kita. Misalnya, dalam mencegah seks
bebas pada anak-anak kita, kita harus memberikan contoh dengan menjaga
diri kita sebagai orang tua dari yang bukan muhrimnya. Menjaga jarak dengan
Islamic Parenting Ala Nabi Ya’qub AS Sebagai Strategi dalam Membentuk Generasi Kuat 79
“Ade tau tidak? Kalau Ade sering meninggalkan sholat atau menunda-nunda
sholat, maka mamah dan Ade juga akan dibakar seperti itu juga di neraka.”
Strategi ini lebih mudah diterima anak daripada menasehati anak dengan cara
marah atau dengan tiba-tiba berbicara tentang pesan moral tanpa adanya sesuatu
yang dapat dijadikan topik untuk mengawali nasihat tersebut.
3. Melalui Kisah
Kisah merupakan sarana yang mudah untuk mendidik manusia. Model ini
sangat banyak dijumpai dalam Alquran (Syafri, 2014:137). Nabi Ya’qub AS
dalam mengajarkan tentang keimanan menggunakan strategi mengisahkan
leluhur-leuhur mereka yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq. Hal ini diceritakan oleh
Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 133, sehingga ketika di akhir hayatnya saat
Nabi Ya’qub AS menanyakan keimanan dan ketakwaan anak-anaknya, mereka
menjawab bahwa mereka mengikuti keimanan yang diimani juga oleh leluhur
mereka yang telah diceritakan oleh Nabi Ya’qub AS. Anak-anaknya berkata
“Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail,
dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-
Nya.” (Q.S. 2: 133).
Pada masa kini, maraknya kasus kedurhakaan anak terhadap orang tua
semakin marak. Kasus anak yang menuntut orang tua bukan lagi satu atau dua
kasus, dan video-video yang beredar di media sosial tentang anak yang tidak
menghormati orang tua bukanlah berjumlah sedikit. Fenomena ini bahkan
sampai diangkat oleh beberapa media untuk dijadikan sebuah tayangan dalam
rangka memberikan pelajaran kepribadian. Dalam membentuk anak menjadi
generasi kuat, orang tua dapat mengajarkan anak tentang perintah menghormati
dan menghargai kedua orang tua dengan menggunakan strategi menceritakan
kisah-kisah yang telah terjadi. Misalnya kisah Anak Nabi Nuh AS yang harus
binasa diterjang banjir karena tidak mengikuti perintah ayahnya. Penyampaian
kisah ini juga dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya dengan menyediakan
buku-buku kisah yang dapat menarik minat anak atau melalui video-video
kartun yang saat ini mudah di download di internet.
4. Melalui Pembiasaan
Untuk mencapai tujuan pendidikan karakter pada taraf yang baik, dalam artian
terjadi keseimbangan nagata ilmu dan amal, maka Alquran juga memberikan
model pembiasaan (Syafri, 2014:136). Nabi Ya’qub AS dalam mendorong
anaknya untuk senantiasa menepati janji, menggunakan model pembiasaan
kepada anak. Nabi Ya’qub AS tidak mengizinkan anak-anaknya membawa
Islamic Parenting Ala Nabi Ya’qub AS Sebagai Strategi dalam Membentuk Generasi Kuat 81
Bunyamin dan meminta mereka membuat sebuah janji adalah sebagai pem
biasaan anak agar senantiasa memenuhi amanat dan menepati janji.
Dalam realita masa kini, untuk membentuk generasi kuat yang memiliki
kepribadian kuat dapat dilakukan dengan strategi pembiasaan. Anak dapat
kita bimbing untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik. Misalnya kasus
pertengkaran antar remaja yang sering terjadi, baik itu di media sosial maupun
di dunia nyata adalah karena anak tidak dibisakan berbicara dengan sopan dan
tidak menyinggung hati siapapun. Pembiasaan yang diterapkan oleh orang
tua kepada anak agar anak senantiasa menjaga ucapannya adalah salah satu
pencegahan sekaligus penyelesaian kasus-kasus tersebut.
Penutup
Konsep dasar parenting adalah bahwa dalam mendidik anak, orang tua harus
memiliki cara yang baik dan orang tua tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya
dalam mendidik anak. Apabila orang tua melalaikan tugasnya dalam mendidik
anak, terbentuknya generasi kuat yang dapat membangun diri, keluarga, agama
dan negaranya adalah hal yang mustahil.
Islamic parenting merupakan sebuah pola pengasuhan anak dalam proses
tumbuh kembangnya sesuai ajaran Islam yang berkiblat pada Alquran dan Sunnah
Rasul yang menitikberatkan pada pendidikan keimanan dan ketakwaan. Islamic
parenting diterapkan oleh Nabi Ya’qub AS kepada anak-anaknya sebagai strategi
dalam membentuk generasi kuat. Islamic parenting Nabi Ya’qub AS merupakan
konsep berkesinambungan yang saling melengkapi satu sama lain dan memiliki
prinsip-prinsip diantaranya memelihara fitrah anak, mengembangkan potensi
dan memahami kekurangan anak, pendidikan dilakukan secara bertahap dan
berlangsung hingga akhir hayat. Adapun strategi yang dapat diterapkan dalam
menerapkan Islamic parenting Nabi Ya’qub AS adalah melalui keteladanan/
qudwah, nasihat, kisah dan pembiasaan.
Pustaka Acuan:
Alquran dan Terjemahnya. Bandung : Mikhraz Khasanah Ilmu
Ad-Damasyqi, Abu Fida’ Bin Katsir. 2002. Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Sinar
Baru Algesindo
Ad-Damasyqi, Abu Fida’ Bin Katsir. 2015. Kitab Qashashul Anbiya. Jakarta:
Ummul Qura
Al-Aris, Fuad. 2013. Pelajaran Hidup Surat Yusuf. Jakarta: Zaman
Al-Bantani, Syeikh Muhammad bin Umar An-Nawawi. 2013. Kitab Uqudulu
Jain. Surabaya : Mutiara Ilmu
82 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Sejarah awal, Islam telah memaparkan kenyataan bahwa Islam mendorong dan
mengangkat kemuliaan perempuan yang belum pernah diberikan sebelumnya
oleh suku bangsa mana pun dan peradaban sebelum Islam. Pada saat ini, Islam
menjadi salah satu agama yang banyak mendapat sorotan dalam kaitannya
terhadap status dan aturan yang diberikan agama ini terhadap kaum perempuan.
Alquran sebagai kitab petunjuk samawi sendiri secara komprehensif dan
lugas memaparkan hak asasi perempuan dan laki-laki yang sama, hak itu
meliputi hak beribadah, keyakinan, pendidikan, potensi spiritual, hak sebagai
manusia dan eksistensi menyeluruh hampir pada semua sektor kehidupan
(Syarif Hidayatullah, 2010: 11).
Kesetaraan tersebut menimbulkan banyak penafsiran, salah satunya ada yang
memaknainya dengan persamaan dan diidentikan dengan produk pemikiran
barat yang tercermin dalam kebebasan yang dibelikan dalam gerakan Women
Liberation, lihat Sri Suhandjati Sukri, dkk (2002: sekapur sirih editor). Hal ini
tidak sejalan dengan pemahaman Islam karena cenderung kepada menyebabkan
kebebasan yang berlebihan di berbagai aspek. Oleh karena itu, anak-anak muda
perlu diantisipasi dengan pendidikan yang memadai agar dapat memahami dan
83
84 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
sama bila amal yang mereka lakukan sama kualitas dan kuantitasnya, seperti
ditegaskan Allah S.W.T. dalam Alquran surat Al-Ahzab [33]: 35.
ﮢﮣﮤﮥﮦ ﮧﮨﮩ
ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮﮯ
ﮰ ﮱ ﯓ ﯔﯕﯖ
ﯗﯘﯙﯚﯛﯜﯝﯞﯟﯠﯡ
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dakam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan
yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dna perempuan
yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut (nama ) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 35) (Departemen
Agama RI, 1993).
Tampak jelas bahwa laki-laki dan perempuan di sisi Allah memiliki status
yang sama, mereka yang beramal baik dibalas dengan kebaikan dan yang beramal
buruk dibalas dengan keburukan, tak peduli apakah ia istri Nabi, orang shaleh
ataupun istri orang kafir atau penjahat.
ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘ ﭙﭚﭛﭜﭝ
ﭞﭟ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka….” (Q.S.
An-Nisa [4]: 34) (Departemen Agama RI, 1993).
Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa secara fitrah, fisiologis
dan psikologis, maka prialah yang mempunyai tugas untuk memimpin, membela
dan melindungi istrinya, karena Allah telah membentuk pria itu dengan tubuh
yang kuat, otot-otot yang kuat yang dapat dipakai untuk berkelahi melindungi
keluarganya. Tubuh pria itu menggambarkan kekuatan dengan jiwa yang rasionil
jauh dari emosionil yang didorongkan oleh perasaan mudah tersinggung seperti
yang terdapat pada kaum perempuan, lihat Ali Akbar (1978: 34).
Peran perempuan sebagai istri menggambarkan tugas melayani dan
mematuhi suami, sedangkan jika sudah berperan sebagai ibu perempuan
memiliki tugas yang lebih besar yaitu menjaga, melindungi, mendidik secara
psikologis dan intelektual. Melihat dari peran tersebut tak salah jika ibu
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anaknya. Jika peran tersebut
dilaksanakan oleh seorang ibu dengan baik, maka anak akan tumbuh dengan
baik pula, sebaliknya, jika peran tersebut tidak terlaksana dengan baik, maka
akan menimbulkan masalah terhadap perkembangan anak. Terlebih sekarang
ini, anak akan dihadapkan dengan perkembangan dunia yang sangat pesat
dengan pergaulan dan budaya yang mengiringinya.
Oleh karena itu, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi tantangan-
tantangan berat pada masa kini dan yang lebih berat lagi pada masa mendatang,
maka perempuan Islam Indonesia harus mampu memilih prioritas dari serentetan
kewajiban. Yang jelas adalah bahwa kualitas Perempuan Islam Indonesia yang
rata-rata masih berada di bawah garis standar wawasan keIslaman, kondisi
intelektual dan kondisi ekonomi sosial perlu mendapatkan priorotas pertama,
lihat Ali Akbar (1978: 267).
Menurut Iis Nuraeni Afgandi dan Novi Hidayati Afsari (2011: 107) ilmu
pengetahuan semakin penting bagi perempuan ketika ia akan tampil menjadi
ibu bagi anak-anaknya. Agar mampu melahirkan generasi yang berkualitas,
maka ibu harus berkualitas terlebih dahulu.
Sebagai seorang perempuan yang ditugaskan untuk menjadi pengajar
pertama bagi anak-anaknya tidak semerta-merta ia hanya mengajarkan yang
ia ketahui, ibu yang mampu melahirkan generasi cerdas bagi nusa dan bangsa
haruslah memiliki kecerdasan dalam dirinya. Bagi seorang perempuan tidaklah
88 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
salah jika memiliki pendidikan yang tinggi agar dapat mencerdaskan anak-
anaknya, (Zakiah Darajat, 1995: 53).
Jika kita merujuk ke sumber-sumber ajaran Islam, kita menemukan
banyak sekali petunjuk menyangkut kewajiban orang tua kepada anaknya,
bahkan sebelum anak itu lahir. Karena itu Alquran berpesan bahwa: untuk
menggambarkan kesyukuran dan kegembiraan dengan kelahiran anak, maka
begitu dia lahir setelah dibersihkan maka diazankan di telinga kanan dan
diiqomatkan di telinga kirinya. Selanjutnya, pada hari ke tujuh disembelihkan
untuknya aqiqah, digunting rambutnya, ditetapkan nama yang baik untuknya.
Menjadi hak anak dan kewajiban ibu untuk menyusukan anaknya, dan
mempersiapkan sesuai kemampuan orang tua sarana yang diperlukan untuk
pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwanya. Anak sejak dini telah harus
dididik baik melalui orang tuanya maupun sekolah, antara lain melalui
pembiasaan dan ini berlanjut hingga ia dewasa. Anak juga berhak memperoleh
pendidikan sesuai dengan bakatnya dan tidak memaksakan kehendak orang tua
kepada anak, lihat Quraish Shihab (2010: 181-182).
Melihat kajian tersebut menjelaskan bahwa peran ibu sebagai pendidik
pertama bagi anaknya menjadi suatu kewajiban yang mulia. Profesi di luar
sebagai ibu rumah tangga terkadang membuat para ibu terlena akan tugas
pokoknya dalam rumah tangga. Bahkan pada zaman sekarang ini, ibu lebih
mempercayakan anaknya dididik oleh orang lain yang dipekerjakan sebagai
pengasuh. Dari sinilah permasalahan pendidikan muncul, tangan ibu dengan
kodratnya akan lebih menjamin anak berkembang menjadi generasi yang baik
dan Qur’ani dibandingkan oleh orang lain.
Islam dan dasar-dasar Syariah, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami
sesuatu (Abdullah Nashih Ulwan, 1981: 151).
Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan generasi Qur’ani suatu bangsa
dalam asuhan dan tangan seorang ibu, perlu kiranya penulis menjelaskan peran
dan sifat yang harus dimiliki seorang ibu sebagai pondasi utama pendidikan
dalam perspektif Alquran. Peran tersebut di antaranya adalah:
ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯﮰ ﮱ ﯓ
ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟ ﯠﯡ ﯢ ﯣ
ﯤﯥﯦﯧ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakkan
(kebenaran) karena Allah….” (Q.S. Al-Maidah [5]: 8) (Departemen Agama RI, 1993).
Pendidikan harus dapat menyiapkan anak agar mampu hidup meng
hadapi segala tantangan masa depan. Dalam konteks ini, ditemukan pesan yang
menyatakan:”ajarilah anak-anakmu karena mereka diciptakan untuk masa depan
yang berbeda dengan masa depanmu”. Hal yang bias dilakukan yaitu dengan cara
pembiasaan, sedangkan pembiasaan terhadap anak akan sangat ampuh melalu
keteladanan. Dari sini, contoh keteladanan dari ibu, bapak dan keluarga akan
menentukan kadar keberhasilan mereka.
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ
ﭞﭟ
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan. (Q.S. Al-Kahfi [18]: 46) (Departemen Agama RI, 1993)
Begitulah firman Allah S.W.T. dalam Q.S. Al-Kahfi [18]: 46 yang
menjelaskan bahwa anak baru menjadi hiasan hidup bila ia terdidik dengan baik.
Ayah dan ibu diberi tanggung jawab oleh Allah S.W.T. untuk membesarkan
anak-anaknya serta mengembangkan potensi-potensi positif yang dimilikinya.
90 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧﭨ ﭩ
ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵﭶ ﭷ ﭸ ﭹ
ﭺﭻ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu… (Q.S. Ali-Imran [3]: 159) (Departemen Agama RI, 1993).
3. Memiliki Kesabaran
Cara mengajarkan anak bagi seorang ibu yang paling utama adalah kesabaran,
saat seorang ibu mampu menahan emosi agar tidak mengeluarkan suara
bernada tinggi dan menyebutkan hal-hal yang tidak perlu didengar atau
sampai mengangkat tangan. Bagi anak yang pertama kali belajar perlu adanya
pembinaan dari sosok seorang ibu, dengan kesabaran dan kelemah lembutan
ibu mampu mengajarkan anak perlahan-lahan memahami dan mengerti apa
yang sudah diajarkan. Ibu, bapak dan guru harus memberikan kesempatan
kepada anak untuk bermain sebanyak mungkin, tetapi hendaknya jangan
dilupakan bahwa bermain itu belajar. Dengan sifat sabar tersebut ibu dapat
mendidik anak dengan baik, jika pendidikan yang diberikan baik maka anak
akan tumbuh dengan baik sebagai generasi-generasi Qur’ani bangsa.
ﯪﯫﯬﯭ ﯮﯯﯰﯱﯲ
ﯳﯴ
Peran Perempuan Sebagai Pondasi Utama Pendidikan dalam Perspektif Alquran 91
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya
kamu beruntung. (Q.S. Ali-Imran [3]: 200) (Departemen Agama RI, 1993)
ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟ ﯠﯡ
ﯢ ﯣﯤﯥﯦﯧ
“….dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (Q.S. Al-Maidah [5]: 8) (Departemen Agama RI, 1993).
Dari uraian di atas, telah dipaparkan beberapa peran dan sifat pokok yang
harus dimiliki oleh seorang ibu yang akan ditanamkan dan diajarkan kepada
anak-anaknya sebagai suatu pembekalan yang berguna bagi masa depan anak.
Jika ketahanan dan keutuhan negara ada pada pundak generasi pemuda yang
ada pada negara tersebut, maka pembentukan sifat yang ada pada diri pemuda
itu dibentuk dan dicetak dari tangan dan peran seorang ibu.
Penutup
Berbicara tentang perempuan, Allah S.W.T. melalui firman-Nya yang
tercantum di banyak surat dalam Alquran telah menjelaskan bahwa Islam
sangat memuliakan dan menghormati seorang perempuan. Perempuan ataupun
laki-laki memiliki hak yang sama, walaupun dalam beberapa hal laki-laki tetap
menjadi pemimpin paling tinggi. Lebih dari sepuluh surat dalam Alquran yang
menjelaskan tentang perempuan. Selain berperan sebagai ibu, Alquran telah
menjelaskan bagaimana peran perempuan sebagai istri yang hendak patuh dan
senantiasa melayani kebutuhan suami. melihat begitu banyak dan besarnya peran
seorang perempuan dalam kehidupan, maka tak heran jika Allah memuliakan
kedudukan permpuan.
Peran ibu sebagai pendidik bagi anaknya sangatlah penting, mengingat
bahwa ibu adalah pendidikan pertama sebelum seorang anak menempuh
kehidupan di luar lingkungan keluarga. Pendidikan yang diberikan seorang
ibu akan menjadi dasar utama kepribadian seorang anak dalam menjalani
92 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
masa depannya. Jika pendidikan yang ditanamkan baik, maka akan baik pula
perkembangan seorang anak. Sebaliknya, jika pendidikan seorang anak oleh
ibunya kurang, maka bangsa ini keilangan agen yang akan menjaga keutuhan
dan ketahanan bangsa. Di antara peran dan sifat yang harus dimiliki oleh
seorang ibu dalam mendidik anaknya, adalah: ibu berperan sebagai pembentuk
kejujuran, bersikap lemah lembut dalam mendidik anak, memiliki sifat sabar
dan berlaku adil.
Pustaka Acuan:
Afgandi, Iis Nuraeni dan Novi Hidayati Afsari. Ternyata Wanita Bukan Makhluk
Lemah. Bandung: Ruang Kata, 2011.
Akbar, Ali. Merawat Cinta Kasih. Jakarta: Pustaka Antara, 1978.
Chalil, Moenawar. Nilai Wanita. Solo: Ramadhani, 1984.
Daradjat, Zakiah. Kesehatan Mental Dalam Keluarga. Jakarta: Pustaka Antara,
1991.
Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: CV
Ruhama, 1995.
Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: Depag, 1993.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Abdul Halim Mahmud, Ali. Fiqh Dakwah Muslimah. Jakarta: Robbani Press.
2003.
Hamka. Buya Hamka Berbicara Tentang Perempuan. Jakarta: Gema Insani. 2015.
Hidayatullah, Syarif. Teologi Feminisme Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Muthahari, Murtadha. Filsafat Perempuan Dalam Islami. Yogyakarta: Rausyan
Fikr, 2015.
Shihab, M Quraish. Menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui.
Jakarta: Lentera Hati, 2010.
Shihab, M Quraish. Membumikan Alquran. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004.
Sri Suhandjati Sukri, dkk. Bias Jender Dalam Pemahaman Islam. Yogyakarta:
Gama Media, 2002.
Syaltut, Mahmud. Tafsir Alquranul Karim (Pendekatan Syaltut Dalam Menggali
Esensi Alquran. Bandung: CV Dipenegoro, 1990.
Ulwan, Abdullah Nashih. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Semarang,
CV Asy-Syifa. 1981.
Qur’anic Parenting: Solusi Tepat dalam
Mengikis Kecanduan Gawai
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.04
Pendahuluan
Dilansir dari liputan6.com pada Januari 2018 terdapat dua siswa SMP asal
Wonosobo yang dilarikan ke rumah sakit jiwa ole orangtuanya. Hal ini karena
perubahan drastis mereka akibat kecanduan gawai seperti tidak ingin sekolah
hingga berbulan-bulan dan jika dilarang untuk memainkan gawai keduanya
akan marah dan bahkan menyakiti diri sendiri. Dari peristiwa tersebut dapat
dipahami bahwa dampak negatif gawai sangat memprihatinkan.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat mampu membodohi generasi
muda secara kilat. Tak hanya para remaja yang mengalami kecanduan gawai,
anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) kini telah mampu mengoperasikannya
dengan lihai. Permainan seperti petak umpet dan lompat tali yang syarat akan
pesan kejujuran, gotong royong, dan percaya diri tergeser dalam duni anak-anak.
Masa-masa bermain mereka tergerus dengan berbagai macam konten menarik
yang gawai tawarkan. Merosotnya akhlak dan moral ditambah era digital yang
memprihatinkan menjadi masalah tersebut tak sederhana. Pemerintah dan
orangtua harus mengambil aksi cepat dan tepat dalam penanganan hal tersebut.
Dorongan dari dalam diri anak untuk mengetahui segala sesuatu di sekelilingnya
sangatlah besar. Untuk itu terkadang mereka mengalami fase ledakan emosi,
93
94 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
terutama jika keinginannya tak dituruti. Seperti contoh saat tidak diizinkan
bermain gawai. Mereka akan menangis, histeris, berteriak, membanting benda
di sekelilingnya, bahkan memukul orang terdekatnya.
Menurut UNICEF, hasil penelitian terbaru menunjukan pengguna internet
di kalangan anak-anak dan remaja di usia 7-17 tahun mencapai 30 juta jiwa.
Dan setengah di antaranya adalah pengguna gawai. Hal tersebut menunjukan
bahwa gawai telah menjadi bagian dari dunia mereka. Segala aktifitas ditunjang
oleh gawai, terutama tugas sekolah yang sangat mudah di akses lewat internet.
Alih-alih memudahkan tugas, mereka malah tidak belajar secara sungguh-
sungguh dan malas.
Dalam hal ini, peran keluarga sangat dibutuhkan. Orangtua menjadi model
yang akan ditiru oleh anaknya. Seperti pribahasa mengatakan, “Buah tidak
akan jatuh jauh dari pohonnya” yang menggambarkan hubungan orangtua dan
anak. Orangtua perlu menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang paling
berpengaruh terhadap perilaku anaknya, termasuk perilaku buruk. Terkadang
muncul perilaku orangtua yang terlalu memanjakan anaknya dengan dasar
merasa tak tega. Jangan karena alasan sayang, anak malah bernasib malang.
Kemalangan karena kecandua gawai yang disebabkan orangtua yang sibuk
bekerja tanpa memperhatikan kondisi anak. Memberikan gawai tanpa batas dan
asal. Asal anak diam, asal anak betah di rumah, juga asal anak bisa mengakses
tugas.
Bertolak dari pemikiran di atas, tulisan ini bermaksud menjelaskan bahwa
konsep parenting menurut Alquran mampu mengatasi kecanduan gawai pada
anak. Maka, starting point dari masalah di atas yaitu apa epistemologi qur’anic
parenting dan kecanduan gawai itu? Apa saja dampak negatif kecanduan gawai
terhadap pola pikir dan tindak anak? Bagaimana konsep qur’anic parenting
dalam mengikis kecanduan gawai?
ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒﮓ
ﮔﮕﮖﮗ ﮘﮙﮚﮛﮜﮝﮞ
ﮟ ﮠﮡﮢﮣﮤ ﮥ ﮦ
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu
ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika
kamu memaafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah Pahala yang besar (Q.S At-Taghabun [64]:14-15) (Tubagus
Najib, 2012:557).
Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam ayat tersebut bahwa “Sesungguhnya
harta dan anak-anak itu merupaka ujian dan cobaan dari Allah S.W.T. dari
makhluk-Nya, agar dapat dijelaskan siapa orang yang taat kepada-Nya dan siapa
yang durhaka terhadap-Nya”. (2006:560)
2. Kecanduan Gawai
Candu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah amat meng
gemari atau menyukai. (Tim Pustaka Phoenix, 2010:152). Dan gawai berarti
peranti akses cepat atau biasa di dalam bahasa Inggris disebut gadget/smartphone.
Dengan demikian, kecanduan gawai berarti seseorang yang sangat menggemari
atau menyukai gadget/smartphone, sehingga sering kali menggunakannya dan
menghabiskan sangat banyak waktu dengan gawai tersebut. Waktu mereka dengan
gawai melebihi waktu interaksi dengan manusia nyata. Anak selalu memegang
gawai dalam setiap kesempatan, termasuk pada saat makan, atau di tempat tidur
bahkan di kamar mandi/ WC pun begitu. Mereka abai terhadap banyak hal,
seperti interaksi dengan orang lain, pelajaran, dan tugas-tugas di rumah. Sistem
96 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯤ ﯥﯦﯧﯨﯩﯪﯫﯬ ﯭﯮ
ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar
kamu bersyukur. (Q.S An-Nahl [16]:78) (Tubagus Najib, 2012:275).
Dengan turunnya aya tersebut maka bayi ketika dilahirkan dalam keadaan
tidak mengetahui apapun. Maksudnya, bahwa bayi yang baru dilahirkan dalam
keadaan nihil dari segi pengalaman empiris. Allah S.W.T. membekalinya dengan
pendengaran dan penglihatan yang berpengaruh pada penguatan kapasitas
intelek, emosi, dan spiritual bayi yang berbasis pada kalbu.
ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯﯰ ﯱ ﯲ ﯳ
ﯴﯵ ﯶ
Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan
cegahlah (mereka) dari yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting (Q.S Luqman
[31]:17) (Tubagus Najib, 2012:412).
Dengan demikian, apabila orangtua mengajarkan anaknya untuk mendirikan
shalat, dan menegakkan amar makruf nahi munkar, maka akan dapatmengikis
kecanduan gawai, karena anak tersebut akan mengetahui dampak negatif dari
sering memakai gawai tersebut.
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ
ﭞﭟ
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus
menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhamnu serta lebih baik untuk menjadi
harapan (Q.S Al-Kahfi [18]:46) (Tubagus Najib, 2012:299).
Sebagai perhiasan kehidupan dunia untuk kedua orangtuanya bahwa
orangtua merasa sangat senang dan bangga dengan berbagai prestasi yang
diperoleh oleh anak-anaknya, sehingga dia pun akan terbawa baik namanya di
depan masyarakat.
Anak tidak terlahir langsung berperilaku baik, keterampilan mengendalikan
emosi dan lain-lain. Dalam langkah ini, orangtua harus memahami barbagai
perilaku anak sebagai proses belajar dan menyadari sepenuhnya bahwa tugas
membimbing ada pada orangtua. Orangtua yang bertanggung jawab bertugas
membimbinganak-anaknya dalam mengikis kecanduan gawai agar dapat
brperilaku baik dan menghilangkan berbagai perilaku buruk.
ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧﭨ
ﭩﭪﭫﭬ
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.
Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan (Q.S Ali-Imran [3]:134)
(Tubagus Najib, 2012:67).
Dengan demikian, seseorang yang dapat menahan amarahnya dan
memaafkan kesalahan orang lain, maka Allah S.W.T. akan memberikan surga
yang luas seluas langit, karena Allah S.W.T. mencintai orang-orang yang
berbuat kebaikan. Maka selaku orangtua harus dapat meredam amarah terhadap
anaknya, jika anak tersebut mempunyai kesalahan atau membuat orangtua
menjadi marah, agar anak tersebut tidak beranggapan orangtuanya galak atau
tidak pynya kasih sayang, sehingga ketika orangtua tersebut melarang anaknya
dalam berlebihan menggunakan gawai, maka anak tersebut akan menuruti
perintah orangtuanya.
4. E (Empati mendengarkan)
Langkah ini bertujuan agar anak lebih mudah diarahkan. Dalam hal ini, tentu
orangtua harus melakukannya secara berkala bahkan setiap hari. Tahap ini juga
dapat berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada anak. Oleh karena itu,
anak lebih mudah diarahkan dan orangtua dapat memberikan arahan dengan
lebih baik melalui mendengarkan masalah yang dihadapi anak terlebih dahulu.
Dalam hal ini ada kaitannya dengan firman Allah S.W.T.
ﯙﯚﯛ ﯜﯝﯞﯟﯠﯡ
Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah baik-
baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Q.S Al-A’raaf
[7]:204) (Tubagus Najib, 2012:176).
Dengan demikian, sebagai oaarangtua harus dapat mendengar keluh kesah
anaknya, agar dapat mengikis kecanduan gawai, karena dengan mendengarkannya,
anak akan menjadi patuh kepada orangtuanya. Ketika anak tersebut sering
menggunakan gawai , lalu sebagai orangtua menasehatinya, maka anak tersebut
akan patuh terhadap nasihat orangtua yang telah diberikan kepadanya.
ﭶﭷﭸﭹﭺ ﭻﭼﭽﭾﭿﮀﮁﮂ
ﮃﮄ ﮅﮆﮇ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya ...
(Q.S Luqman [31]:14) (Tubagus Najib, 2012:412).
Oleh karena itu, anak apabila sudah diberitahukan oleh orangtuanya agar
senantiasa berbakti kepadanya, maka anak tersebut akan patuh, jika orangtuanya
melarang untuk berlebihan dalam menggunakan gawai, dengan demikian akan
dapat mengikis kecanduan gawai terhadap anak.
ﮥﮦﮧﮨﮩﮪﮫﮬﮭ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar (Q.S Al-Ahzab [33]:70) (Tubagus Najib, 2012: 427).
Dengan demikian, orang tua harus berkata benar kepada anaknya, agar anak
tersebut mudah patuh dan taat atas perintah orangtuanya, ketika memerintahkan
untukmengikis kecanduan gawai. Sehingga dengan demikian, anak akan dapat
mengurangi penggunaan gawai tersebut.
7. I (Istiqamah)
Kunci keberhasilan dari konsep ini adalah ketika orangtua mampu menjalankan se
tiap langkah dengan istiqamah atau konsisten. Sebagaimana Allah S.W.T. berfirman:
ﮅ ﮆ ﮇﮈ ﮉ ﮊ ﮋ
Maka tetaplah istiqomah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah
ampun kepada-Nya ... (Q.S Fushilat [41]:6) (Tubagus Najib, 2012:477).
102 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘﭙﭚ ﭛﭜﭝ
ﭞﭟﭠ ﭡ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Q.S Al-‘Ashr
[103]:1-3) (Tubagus Najib, 2012:601).
Dengan demikian, menggunakan waktu sebaik mungkin itu sangat penting.
Oleh karenanya, Time Out harus diberikan ketika anak berperilaku buruk dan
berlebihan dalam menggunakan gawai. Konsep ini dilakukan dengan tujuan
memberikan pemahaman kepada anak bahwa perilaku buruk harus dihentikan,
dan mengikis kecanduan gawai.
Dalam konsep PARENTING yang disebutkan di atas. Anak diberikan jeda
untuk sendiri, berusaha merenung tanpa diganggu orang lain. Orangtua harus
menghindari nada tinggi dan sikap tubuh mengancam, sampaikan harapan dan
arahan pada anak dengan jelas, jangan disampaikan di keramaian orang banyak.
Pastikan orangtua dalam keadaan tenang saat melakukan hal tersebut.
Solusi yang dapat dilakukan dari pengaruh gawai antara lain memantau
histori penggunaan internet, mendampingi anak-anak saat memakai gawai,
jangan memberikan anak gawai pribadi mereka sendiri, akan tetapi pinjamkan
saja gawai dengan dibicarakan waktu batasan untuk memakainya, ajak dan
luangkan waktu bermain seperti piknik bersama keluarga dengan begitu anak
akan lebih reaktif pada lingkungannya.
Qur’anic Parenting: Solusi Tepat dalam Mengikis Kecanduan Gawai 103
Penutup
Qur’anic parenting mengingatkan manusia bahwa anak tidak hanya memiliki
potensi menjadi kebanggaan dan hiasan keluarga, tetapi juga memiliki potensi
untuk menjadi musuh dan ujian berat bagi keluarga. Hal ini akan terjadi, jika
anaktumbuh dan berkembang dengan pola pengasuhan yang salah. Dengan
demikian, dengan qur’anic parenting, maka anak akan menjadi berkarakter
qur’ani.
Dampak negatif kecanduan gawai terhadap pola pikir dan tindak anak di
antaranya anak menjadi terobsesi, mudah marah, sedih, dan frustasi jika tidak
bermain dengan gadget. Contohnya jika orangtua tidak mau meminjamkan
gawai makai anak akan berontak dan marah. Begitu pula ketika orangtua
hendak mengambil gadget yang sedang dipakai oleh anak. Selain itu, anak
akan enggan bersosialisasi pada dunia nyata, berbohong agar dapat melakukan
aktifitas di dunia maya dan hal lainnya yang mampu memberikan dampak
buruk terhadap perkembangan anak. Dampak negatif kecanduan gawai sendiri
merupakan perilaku menyimpang anak yang terjadi akibat kelalaian orangtua.
Dan dapat di atasi dengan mengamalkan pengasuhan menurut Alquran. Dengan
begitu pengalaman beragama yang tertanam sejak usia dini di lingkungan
keluarga menjadi kekuatan yang mengembalikan seseorang pada kehidupan
normal. Kemudian harus ada momentum yang segera menyadarkan, entah
lewat membaca buku ke-Islam-an, atau mengikuti pengajian.
Konsep qur’anic parenting dalam mengikis kecanduan gawai. Anak diberikan
jeda untuk sendiri, berusaha merenung tanpa diganggu orang lain. Orangtua
harus menghindari nada tinggi dan sikap tubuh mengancam, sampaikan harapan
dan arahan pada anak dengan jelas, jangan disampaikan di keramaian orang
banyak. Pastikan orangtua dalam keadaan tenang saat melakukan hal tersebut.
Keluarga terutama orangtua memiliki peranan penting sebagai guru pertama
dan utama bagi anak. Dari lingkungan keluarga, anak mendengar, melihat,
dan kemudian menirukan berbagai hal dalam kehidupan ini sehingga menjadi
kebiasaan anak. Pengasuhan dengan demikian, harus bernilai edukatif dalam
memberikan stimulus-stimulus yang memberikan pengarah dan penguatan
kapasitas intelek, emosi dan spritual, dan psikososial anak berjalan dengan wajar
sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangan.
Alhamdulillah ‘Ala Kulli Haal. Dengan adanya makalah yang sederhana ini,
berharap agar setiap orang tua mampu mengasuh anaknya sesuai kemampuan
serta melakukan sesuai pola pengasuhan menurut Alquran, serta berharap agar
pemerintah dapat mem-blokir atau menghapus situs-situs atau aplikasi yang
tidak baik ditayangkan atau digunakan dalam gawai, sehingga seorang anak
104 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Al-Ma’arif, Ucup Fathuddin. Kepemimpinan Dalam Perspektif Alquran. Serang:
LPTQ Provinsi Banten. 2015.
Al-Munajid, Muhammad bin Shalih. 40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga.
Jakarta: Darul Haq. 2014.
Cahyono, Rudi. Daily Parenting Menjadikan Orangtua Pendidik Yang Luar
Biasa. Jakarta Selatan: Panda Media. 2015.
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2016.
Echols, John M dan Hassan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia. 2015.
Hidayati, Zulaehah dan Ratiqah Munawar Wahyu. Time Out Dalam Parenting.
Jakarta: Erlangga. 2015.
Ismail, Asep Usman. Alquran dan Kesejahteraan Sosial. Tangerang: Lentera Hati.
2012.
Katsir, Ibnu Abul Fida Ismail. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
2006.
Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2011.
Muhyidin, Muhammad. Mengajar Anak Berakhlak Alquran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2008.
Mustofa, Ahmad. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.
Najib, Tubagus. Mushaf Al-Bantani Alquran dan Terjemahnya. Serang: Majelis
Ulama Indonesia Provinsi Banten. 2012.
Suhada, Idad. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: PT. Rosdakarya.
2016.
Syahwan, Yahya bin Sa’id Alu. Fatwa-Fatwa Untuk Anak Muslim. Surabaya:
Elba. 2006.
Tim Pustaka Phoenix. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: PT
Media Pustaka Phoenix. 2010.
Hukum Keluarga Islam dalam
Perspektif Alquran Sebagai Basis Untuk
Mengokohkan Ketahanan Nasional
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.06
Pendahuluan
Tidak ada satupun cabang ilmu pengetahuan yang apabila dipelajari tidak
memberikan nilai guna (manfaat). Terlebih lagi jika ilmu yang dipelajari
menyentuh kehidupan setiap anggota masyarakat seperti hukum keluarga dalam
kaitan ini hukum keluarga Islam dalam mengokohkan ketahanan nasional.
Sosiologi (ilmu ijtima’i) mengajarkan kepada kita bahwa unit terkecil dalam
masyarakat adalah keluarga. Karenanya, keluarga memiliki peran dangat
signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Berkenaan dengan posisi penting
keluarga dalam masyarakat sebagai basis utama dalam mengkohohkan ketahanan
nasional (Amin Summa, 2004: 32)
Setiap bangsa sudah pasti mempunyai cita-cita yang ingin diwujudkan
dalam kehidupan nyata. Cita-cita itu merupakan arahan yang sebenar-benarnya
dan mempunyai fungsi sebagai penentu arah dari tujuan nasional. Namun
demikian, pencapaian cita-cita dan tujuan nasional bukan sesuatu yang mudah
diwujudkan dalam perjalanannya kearah tersebut akan muncul energi positif
maupun energi negatif yang memaksa suatu bangsa untuk mencari solusi
terbaik, terarah, konsisten, efektif dan efesien.
105
106 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ini, maka setiap orang baik sebagai individu atau anggota masyarakat terikat
oleh keempat norma social tersebut dalam tetanan kehidupan masyarakat.
Untuk mempertahankan hukum keluarga Islam, setiap keluarga, setiap
anggota keluarga mempunya tanggung jawab dan tugas masing-masing untuk
dipenuhi. Berusaha untuk saling mengisi dalam segala lini yang berkiatan
dengan peningkatan hukum keluarga Islam, karena pada dasarnya hukum
keluarga Islam mampu dicapai apabila dalam suatu kelurga memiliki satu visi
dan tujuan yang sama untuk meningkatkan hukum keluarga Islam.
Kesemuanya itu dibutuhkan perencanaan yang matang dengan menyiasati
struktur manajemen pemeberdayaan diri masing-masing dalam berkeluarga.
Keluarga yang bahagia, mandiri, sejahtera dan konsisten terhadap tanggung jawab
anggota keluarganya. Segala persoalan diselesaikan dengan cara berkomunikasi
yang baik dan tidak mendahulukan ego masing-masing. Hal ini yang menjadi
faktor untuk meningkatkan ketahanan keluaga.
ﯖ ﯗ ﯘﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ
ﯢ ﯣ ﯤ ﯥﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ
ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ
ﯷﯸ
Hukum-hukum tersebut adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalamm syurga yang
mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya, dan itulah
kemenangan yang besar. Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasulnya dan
melanggar ketentuan-Nya. Niscaya ia kekal didalamnya, dan baginya siksa yang
menghinakan.” (Q.S. An-nisa (4) ayat:13-14) (Mushaf Al-Bantani 2013: 79).
Menurut Quraih Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (2002: 98) menafsirkan
ayat di atasbahwasanya setiap hukum merupakan ketentuanlah dari Allah dan
apabila itu berdampak baik maka lakukanlah, kareana setiap perkara yang baik
akan terdapat kebaikan pula.
Prof. Muhammad Amin Summa dalam buku “Hukum Keluarga Islam di Dunia
Islam” menawarkan beberapa solusi yang diterapkan dalam hukum keluarga Islam
dalam mengokohkan ketahanan nasional sesuai dengan perintah dalam Alquran.
bahawa nafs manusia ada tiga tingkatan, yakni yang pertama, nafs ammarah,
yaitu jiwa yang mudah terpengaruhi bisikan hati yang sama-sama dimilik
oleh manusia dan binatang. Dengan nafs ammarah ini, manusia memiliki
ambisi dan emosi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hiduopnya.
Kedua, nafs lawammah, yaitu jiwa yang berhati-hati atau sadar secara normal
untuk berjuang meraih kebaikan dan menolak perbuatan jahat. Ketiga, nafs
muthma’inanah, yaitu jiwa yang selaras secara sempurna dengan kehendak Allah
S.w.t. Pembagian tersebut berpijak pada keterangan dari ayat sebagai berikut.
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyruuh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberikan rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf (12)
ayat: 53) (Mushaf Al-Bantani, 2013: 242).
Menurut Quraish Shihab (2002: 167) dalam tafsir al-misbah ayat di atas
menjelaskan bahwasanya semua potensi yang dimilikinya, manusia dapat hidup
secara layak sesuai dengan kemampuannya dalam mengontrol dalam dirinya
dan mengendalikan nafs-nya yang keseluruhannya mengarah pada munculnya
kreativitas manusia untuk mengembangkan kemampuan dirinya disegala bidang.
Dengan kemampuan mengendalikan nafs manusia akan menyadari bahwa setiap
yang dikerjakan akan dimintai pertanggung jabawan. Hal ini yang diajarkan
dalam hukum keluarga Islam yang nantinya dapat mengembangka potensi
setiap individu sehingga nantinya mereka dapat mengerti tentang bagaimana
cara mengokohkah ketahanan nasional.
ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ
ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟﯠ ﯡ ﯢ
ﯣﯤﯥ ﯦﯧ
Allah tidak akan merubah apa (keadaan) yang ada pada suatu kaum (masyarakat),
sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka (Q.S.
Ar-Rad 13 ayat:11) (Mushaf Al-bantani, 2013: 251).
Menurut Quraish Shihab dalam buku Tafsir Al-lubab (2012: 62)
menafsirkan tentang ayat di atas bahwasanya pada ayat ini menegaskan bahwa
Allah S.w.t. tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau
sebaliknya dari negative ke positif sampai mereka mengubah terlebih dahulu
apa yang ada pada dirinya, yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri.
Ayat ini melanjutkan bahwa apabila Allah S.w.t. menghendaki keburukan
terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah ketentuan-Nya di atas,
yakni yang berdasarkan Sunatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang
ditetapkan-Nya. Dan apabila itu terjadi, maka taka da yang dapat menolaknya
dan tidak ada satu pun pelindung baginya selain Allah S.w.t.
Penutup
Begitu penting arti dari keberadaan unit-unit keluarga dalam mengokohkan
ketahanan nasional, dan begitu menentukan baik dan buruknya sebuah
ketahanan nasional yang ingin dibangun secara bersama-sama. Baik buruknya
unit keluarga itu sendiri antara lain sangat ditentukan oleh disiplin dan kesadaran
hukum masing-masing anggota keluarga terhadap hukum keluarga Islam yang
dianutnya. Bagi keluarga muslim, idealnya tentu menganut dan mengamalkan
hukum keluarga Islam akan memiliki sejumlah manfaat bagi anggota keluarga
dalam upaya untuk mengokohkan ketahanan nasional.
Tanpa mengetahui hukum keluarga Islam secara benar dan baik, hampir
mustahil sebuah keluarga terutama keluarga muslim akan mampu mewujudkan
impian atau tepatnya keluarga idaman yang didambakan, yakni keluarga sakiinah
(sejahtera) yang di bangun atas dasar hubungan mawaddah dan rahmah. Hukum
keluarga Islam memiliki fungsi dan tujuan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia bagi kehidupan manusia guna mengokohkan ketahanan nasional.
Dan alquran memberikan formula dan staretagi tentang penerapan dari
114 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Adiwikarya. Hak-hak dalam Berkeluarga. Jakarta: Sallam Press. 2007.
Al-imam Al-akbar Mahmud Syaltut. Al-Islam’aqidah wa-Syariah. Jakrta: Lentera
hati. 1998.
Al-maududi. Abu Al-A’la et. Al, Esensi Alquran. Bandung: Mizan. Cet ke-8. 1997.
Budi Santoso. Ketahanan Keluarga dalam Islam. Bandung: Salim Press. 1995.
Dian Kusuwardani. Keluarga Berkarakter. Jakarta: Dwi Mulya Press. 2002.
Dimyati, Irman. Membangun Ketahahan Keluarga. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2007.
Hadhiri, Chairuddin. Klasifikasi Kandungan Alquran. Jakarta: Gema Insani
Press. 1996.
Hamidi. Implikasi Keluarga dalam Pengembangan Anak. Bandung: Rajawali
Press. 2003.
Harun, Nasution. Islam Rasional. Bandung: Mizan. 2002.
Muhammad Abdul Raud. The Islamic Family. Jakarta: Lentera hati. 1994.
Pemprov Banten. Mushaf Al-Bantani dan Terjemahannya. Jakarta: (LPQ)
Kemenag RI. 2013.
Prof. Wabhbah Az-Zuhayli. Eksistensi Keluarga sebagai Pendidikan Awal Anak.
Jakarta: Lenterahati. 1989.
Rosyanti, Imas. Esensi Alquran. Bandung: Pustaka Setia Bandung. 2002.
Rawas. Pengenbangan Individu dalam keluarga. Bandung: Pustaka Widya. 1996.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Alquran. Bandung: Mizan. 1996.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan. 1996.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Lubab. Jakarta: Lentera Hati. 2012.
Shihab, M. Quraish.Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Summa, M. Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT
Rajagrafindo. 2004.
Baiti Jannati Sebagai Penangkal
Radikalisme Anak (Upaya Keluarga
dalam Menopang Ketahanan Nasional)
Penulis: Peserta Nomor MQ.1.03
Pendahuluan
Popularitan puisi gubahan Dorothy Law Nolte (1924-2005) tersebut tak
terbantahkan. Pendidik dan ahli konseling kelas dunia ini meluncurkannya pada
1954. Bgi wanita asal Amerika ini, kepribadian anak sangat tergantung pada
pola pendidikan, pergaulan dan keteladanan yag di dapatkannya. Karena itu,
kearifan lokan negeri ini mengatakan: “Mendidik di waktu kecil bagai mengukir
di atas batu”, Nurul H. ma’arif (2007)
Memang benar yang disebutkan oleh Dorothy. Kepribadian anak sangat
tergantung pada “di mana”, “bagaimana” dan “siapa” yang mengelilinginya.
Anak sering klai menjadi cerminan dari orang tuanya, kebaikannya adalah
pantulan dari kebaikna orang tuanya, begitupun sebaliknya. Sehingga kata
mutiara yang popular di kalangan pesantren mengatakan al-waladu sirru abihi,
yaitu “anak adalah rahasia orang tuanya”.
Anak adalah mutiara kehidupan yang diamanatkan Allah S.w.t. kepada
orang tua. Kehadirannya senantiasa memberi arti untuk menggores kanvas
kehidupan mendatang. Sejatinya ank adalah pemilik masa depan. Karenanya,
ketepatan pendidikan dalam mengasah dan membentuk kepribadian anak
115
116 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
menjadi landasan utama terjelmanya masa depan bangsa yang gemilang, Akram
Misbah (2005: 9).
Namun, kenyatanan mencemaskan yang belakangan sering terjadi adalah
keberanian anak-anak dan remaja melakukan pelanggaran-pelanggaran, baik itu
pelanggaran norma, hukum, adat istiadat, bahkan susila. Pelanggaran seperti
ini biasanya disertai dengan tindakan-tindakan yang mengganggu ketentraman
masyarakat. Dan pada umumnya anak-anak dan remaja yang melakukannya
adalah mereka yang kurang mendapatkan kasih sayang serta pendidikan agama,
Zakiah Daradjat (1972: 481).
Berangkat dari permasalahan di atas, tulisan sederhana ini berupaya
menghadirkan konsep Baiti Jannati sebagai solusi untuk menangkal radikalisme
anak dengan mengacu pada beberapa pertanyaan, yaitu: Apakah radikalisme
anak dan penyebabnya? Lantas, apa saja pola didik anak? Dan Bagaimana cara
menghadirkan surga di rumah?. Tiga pertanyaan tersebut akan menghadirkan
solusi terhadap radiklisme anak yang sering kali terjadi dan diharapkan akan
mampu menjadi solusi untuk menguatkan kembali ketahanan bangsa dengan
berlandaskan Alquran dan hadits.
Ada beberapa hasil survei yang sangat mengejutkan terkait dengan tindakan
radiakalisme anak. Diantaranya adalah survei yang dilakuakan oleh Lembaga
Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) pimpinan Bambang Purnomo (Guru
Besar Sosiologi Islam UIN Jakarta) pada Oktober 2010 s/d Januari 2011. Survei
dilakuakan pada siswa dan guru pendidikan agama Islam (PAI) di Jabodetabek.
Hasilnya 50% siswa setuju dengan tindakan radikal; 25% siswa dan 21% guru
menyatakan Pancasila sudah tidak relevan lagi; 84,8 % siswa setuju dengan
kekerasan atas nama solidaritas agama; dan 14,2% membenarkan serangan
bom, Abdul Munip (2012).
Dalam konteks akademik, penelitian tersebut memang sudah termakan
waktu. namun indikasi gerakan radikalisme di kalangan anak-anak dan remaja
nampaknya terus berkembang seiring berjalannya waktu. Fakta tersebut
seharusnya menjadi lampu merah peringatan untuk para orang tua, untuk
memedulikan masa depan anaknya yang masih gamang dalam menemukan jati
dirinya. Jangan sampai mereka menemukan jati dirinya dari orang-orang atau
media yang tidak tepat.
Jika orang tua dan para pendidik tidak mampu bertanggung jawab dan
mengemban amanat dengan baik terhadap anak, tidak mengetahui sebab-sebab
yang menjadikan anak tidak dapat dikontrol, dan tidak tahu cara mengatasi,
menjaga serta melindungi anak, maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut di
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat akan menjadi anak yang tidak dapat
di atur, suka menyusahkan orang lain dan memiliki perangai yang tidak baik,
Nashih Ulwan (2009: 189-190).
Sudah semestinya para orang tua merasa khawatir jika meninggalkan
anaknya dalam keadaan terancam dunia dan akhiratnya. Sebagaimana Allah
S.w.t. telah berfirman di dalam Q.S. An-Nisa[4]: 9:
dengan baik (di masyarakat) maka perlakukanlah mereka dengan baik (didik
dengan baik) dalam pemeliharaanmu (Tafsir Ibnu Katsir, 2002: 316).
Radikalisme di kalangan anak dan remaja tidak akan terjadi tanpa sebab.
Karena hal itu tidak pernah berlangsung dalam isolasi dan tidak berproses
dalam ruang yang vakum, tetapi selalu berlangsung dalam konteks antarpersonal
dan sosio-kultural, Kartini Kartono (1998: 37). Lalu, apa sebenarnya akar
dari radikalisme anak? Banyak teori yang berusaha menjawabnya tergantung
pada jenisnya. Seperti radikalisme agama misalnya, Yusuf Qardhawi (2009:
61) mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya sikap radikal adalah
lemahnya pengetahuan tentang hakikat agama dan kurangnya bekal untuk
memahaminya secara mendalam, mengetahui rahasia-rahasianya, memahami
maksud-maksudnya, dan mengenali ruhnya.
Namun dalam hal radikalisme anak, menurut Moch. Lukman Fathullah
Rais (1997) setidaknya ada tiga faktor penyebabnya, yaitu:
berita yang datang dari orang fasik dan hendaknya kita berhati-hati serta tidak
menerimanya begitu saja, yang akibatya akan kita sesali. Orang yang menerima
begitu saja suatu berita, maka dia sama saja dengan si penyampai berita.
anak muda (siswa) terjadi akibat hilangnya keteladanan di sekolah, rumah dan
masyarakat sekitar. Mereka telah tercabut dari akar-akar niali agama, etika dan
kemanusiaan.
tugas-tugasnya sebagai khalifah fil ardh dengan tidak berbuat kerusakan dan
kekacauan (Q.S. Al-A’raf[7]: 36) yang akan merugikan diri sendiri dan orang
lain. Kelima, ajarkan tentang nilai-nilai keteladanan yang luhur. Contohnya
adalah dengan memperkenalkan sosok Rasulullah saw agar anak menjadikannya
sebagai tauladan yang utama (Q.S. Al-Ahzab[33]: 21). Keenam, perkenalkan
anak dengan kearifan lokal, sehingga anak tidak antipati terhadap kebudayaan-
kebudayaan yang ada di sekelilingnya.
Ketujuh, perkenalkan anak pada nilai-nilai perdamaian dan kasih sayang
(Q.S. Al-Anbiya[21]: 107) agar anak tidak tumbuh menjadi pribadi pembenci.
Karena rasulullah saw pun bersabda: “Kaum muslim yang memiliki sifat kasih
sayang , ia akan dikasihi oleh Dzat yang maha Pengasih (Allah). Untuk itu,
kasihilah makhluk yang ada di bumi, maka kalian akan dikasihi oleh makhluk
yang ada di langit”. HR. Abu Dawud dan Tirmidzi.
Interaksi yang baik antara anak-anak dan orang tua dalam keluarga akan
mengantarkan bahasa rasa yang sangat mendalam, sehingga orang tua menjadi
figur tauladan baginya. Hal itu dapat dipahami karena contoh dan perbuatan
dapat dengan mudah di definisikan. Anak-anak mempunyai ghazirah meniru
ucapan, perbuatan dan gerak-gerik orang yang berhubungan erat dengan
mereka, Enung Asmaya (2012).
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Daradjat, perilaku
manusia 83% dipengaruhi oleh apa yang ia lihat, 11% dipengaruhi oleh apa
yang ia dengar, da 6% sisanya dipengaruhi oleg berbagai stimulus campuran.
Dilihat dari perspektif ini, maka nasihat orang tua hanya memiliki efektifitas
11%, sedangkan contoh tauladannya memiliki efektifitas yang lebih tinggi, Imam
Mustofa (2008).
Karena itulah Athiyah Al-Abrasyi, seorang filosof Muslim. Sebagaimana
dikutip oleh Enung Asmaya mengharapkan “agar setiap orang tua menghias
diri mereka dengan akhlak yang baik dan mulia, serta menghindari setiap yang
tercela”. Dan apabila para orang tua dapat menunaikan ketujuh hal di atas di
dalam rumah, maka upaya orang tua untuk mewujudkan surge di rumah akan
nyata terlaksana. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter mulia dan
tidak berpikir untuk mencari “surga lain” diluar rumahnya. Karena surga yang
di asosiasikan anak di luar rumah, boleh jadi itu adalah neraka yang sebenarnya.
Penutup
Radikalisme merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung.
Respon tersebut dapat muncul dalam bentuk evaluasi ataupun penolakan
terhadap asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang berhubungan dengan
Baiti Jannati Sebagai Penangkal Radikalisme Anak 123
nilai kebaikan, maka dari keluarga seperti itulah akan terbentuk anak-anak yang
berkarakter tangguh dan akan menjadi kekuatan bagi bangsanya.
Pustaka Acuan:
Asmaya, Enung, Implementasi Agama Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah.
Dalam Jurnal Dakwah-Dakwah & Komunikasi. Vol. 6, No. 1, 2012.
Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il, Ensiklopedi Hadits Shahih
Bukhari 2. Cet. 1. Jakarta: Almahira.
Daradjat, Zakiah, Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak, Cet. I. Jakarta: Bulan
Bintang, 1972.
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: Al-Hudd Kelompok
Gema Insani, 2002.
Ibnu Katsir, Tafsir Alquran Al-‘Adzim. Beirut: Dar El-Khayr, 2004.
Idris, Meity H, Pola Asuh Anak; Melejitkan Potensi & Prestasi Sejak Usia Dini.
Cet. I. Jakarta: Luxima Metro Media, 2012.
Kartono, Kartini, Patalogi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Cet. III. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998.
Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Provinsi Banten, Panduan dan Contoh
Contoh Pensyarah Musabaqah Syarhil Qur’an. Cet. I. 2016. Laisa, Enma,
Islam dan Radikalisme. Dalam Jurnal Islamuna. Vol.1, No. 1, 2014.
Ma’arif, Nurul Huda, Islam Mengasihi Bukan Membenci. Cet. I. Jakarta: Mizan,
2007.
Munip, Abdul, Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah. Dalam Jurnal
Pendidikan Islam. Vol. 1, No. 2, 2012.
Mustofa, Imam, Keluarga Sakinah dan Tantangan Globalisasi. Dalam Jurnal Al-
Mawardi. Edisi XVIII, 2008.
Qardawi, Yusuf, Islam Radikal; Analisis Terhadap Radikalisme Dalam BerIslam
dan Upaya Pemecahannya. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2009.
Rais, Moch Lukman Fatahullah, Tindak Pidana Perkelahian Pelajar. Cet. I.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.
Ulwan, Nashih Abdullah, Mencintai dan Mendidik Anak Secara Islami. Cet. I.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.
Utsman, Akram Misbah, 25 Kiat Membentuk Anak Hebat. Cet. I. Jakarta: Gema
Insani Press, 2005.
Zidni, Ervi Siti Zahroh, Kemitraan Keluarga dalam Menagkal Radikalisme.
Dalam Jurnal Studi Alquran Membangun Tradisi Berfikir Qur’an. Vol. 14,
No. 1, 2018.
Keluarga Islami Sebagai Pilar dalam
Membangun Ketahanan Nasional
Penulis: Peserta Nomor MQ.1.08
Pendahuluan
Manusia merupakan Makhluk Sosial yang dianugerahi oleh Allah S.W.T. naluri
yang menjadikannya gemar memperoleh manfaat serta mudharat, serta membenci
lawan keduanya itu, seimbang dengan kelebihan atau kekurangannya, demikian
dengan kesenangan dan kebenciannya. Untuk meraih apa yang disenanginya
atau menampik apa yang yang tidak disukainya itu, lahirlah dorongan fitrah
untuk mengantar kepada aneka aktivitas Manusia, (M. Quraish Shihab, 2008:
1)
Dalam kehidupannya manusia mempunyai kesatuan sosial dari terkecil
sampai terbesar, satuan terkecilnya ialah Keluarga. Keluarga memiliki peran
yang sangat penting, karena didalam sebuah keluarga berlangsung proses
sosialisasi yang akan berpengaruh besar terhadap tumbuh dan berkembangnya
setiap individu, baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena itu tugas
utama Keluarga untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial semua
anggotanya, mencakup pemeliharaan dan perawatan Anak-anak membimbing
perkembangan pribadi, serta mendidik agar merka hidup sejahtera.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 15), suatu keluarga dikatakan memiliki
ketahanan dan kemandidrian yang tinggi, apabila keluarga itu dapat berperan
125
126 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
juga terdapat nilai tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Proses
pelestarian budaya dan adat dijalankan melalui ilustrasi keluarga sebagai
komponen terkecil masyarakat. Keluarga dalam fungsi ini juga berperan
sebagai katalisator budaya serta filter nilai yng masuk kedalam kehidupan.
6) Fungsi ekonomi. Keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana
keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan
anggaran, pengelolaan dan cara memanfaatkan sumber-sumber penghasilan
dengan baik, mendistribusikan secara adil dan profesional, serta dapat
mempertanggung jawabkan kekayaan dan harta bendanya secara social
maupun moral.
7) Fungsi status keluarga atau menunjukan status, yaitu dengan adanya
keluarga maka kedudukan seseorang dalam suatu keluarga menjadi jelas.
8) Fungsi Rekreatif. Keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan
kesejukan dan melepaskan lelah serta penyegaran (refresing) dari seluruh aktifitas.
Fungsi ini dapat mewujudkan suasana keluarga menjadi menyenangkan,
saling menghargai, menghormati, menghibur anggota keluarganya, sehingga
terciptanya hubungan yang harmonis, kasih sayang, dan setiap anggotanya
merasakan bahwa Rumahku adalah Surgaku.
ﮉﮊﮋﮌﮍﮎﮏ ﮐﮑﮒﮓﮔ
ﮕ ﮖﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikannya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar benar tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S Ar-Rum [30]: 21) (Kemenag,
1971: 644).
Islam sebagai agama yang tujuan utamanya adalah kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Islam sangat mementingkan pembinaan pribadi dan keluarga.
Pribadi yang baik akan melahirkan keluarga yang baik, apabila keluarga baik,
maka akan melahirkan negara yang baik, ataupun sebaliknya.
Manusia diberi mandat atau amanah oleh Allah S.W.T. sebagai mandastaris-
Nya. Manusia ditantang untuk menemukan, memahami dan menguasai
hukum alam yang sudah digariskannya, sehinnga dengan usaha itu ia dapat
mengeksploitasinya untuk tujuan-tujuan yang baik. Keluarga merupakan “Umat
Kecil” yang memiliki pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan
kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya, dari sanalah
mereka belajar kesetiaan, rahmat, dan kasih saying, ghirah (kecemburuan
positif) dan sebagainya.
Semua anggota keluarga merasa nyaman karena pemecahan masalah dengan
mengedepankan perasaan dan akal yang terbuka. Apabila terjadi perselisihan
dalam hal apa saja, tempat kembalinya berdasarkan kesepakatan agama,
sebagaimana Firman Allah S.W.T.:
ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ
Keluarga Islami Sebagai Pilar dalam Membangun Ketahanan Nasional 131
ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ ﰍﰎ ﰏ ﰐ ﰑ ﰒ ﰓ
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dta’atilah Rasul, dan ulil amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya” (Q.S An-Nisa [4]: 59) (Kemenag, 1971: 128).
Hali ini wajar karena keluarga merupakan persyaratan baiknya suatu Bangsa
dan Negara. Apabila semua keluarga mengikuti pedoman yang disampaikan
agama, maka Allah akan memberi hidayah kepadanya. Karenanya dalam Islam
wajar disebut baiti jannnati (Rumahku Surgaku)
ﯻﯼﯽﯾ ﯿﰀ
“….. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (Tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya……” (Q.S Hud [11]: 61), (Kemenag, 1971: 336).
keamanan yang dicapai merupakan tolak ukur ketahanan nasional asas ini
merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan yang wajib dipenuhi bagi
individu maupun masyarakat atau kelompok.
b) Asas komperhensif/menyeluruh terpadu
Artinya, ketahanan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan. Aspek-
aspek tersebut berkaitan dalam bentuk persatuan dan perpaduan secara
selaras, serasi, dan seimbang
c) Asas kekeluargaan
Asas ini bersikap keadilan, keberagaman, kesamaan, gotong royong, tenggang
rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam hal hidup dengan asas kekeluargaan ini diakui adanya
perbedaan, dan kenyataan real ini dikembangkan secara serasi dalam
kehidupan kemitraan dan dijaga dari konflik yang bersifat merusak/destruktif.
2. Prespektif Psikologi
Agar keluarga yang dibentuk menjadi keluarga yang bias selamat, dalam keluarga
harus ada rasa ketenangan, saling mencintai dan kasih sayan. Dalam keluarga
terlebih dahulu harus memperoleh keberkahan. Keberkahan bias didapatkan
apabila dalam suatu keluarga terdapat ketentraman.
Penutup
Disini lah Peran Keluarga yang berbasis Sakinah Mawaddah Warahmah
sangat berpengaruh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, teruama dalam
Ketahanan nasional. Keluarga Islami akan di pupuk dengan pengetahuan
tentang keagamaan yang tidak bertentangan dari rasa nasionalisme dari semua
konsep ajaran-ajar Agama Islam menerapkan sifat cinta tanah air dan Keutuhan
bangsa Baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur
Serta upaya yang dilakukan sebuah keuarga ialah menerapkan fungsi
dari terbentuknya sebuah keluarga itu sendiri, antara lain : Fungsi Biologis,
Fungsi Edukatif (Pendidikan), Fungsi Religius (keagamaan), Fungsi Protektif
(perlindungan), Fungsi Sosial Budaya, Fungsi ekonomi, Fungsi status, Fungsi
Rekreatif. Agar terciptanya sebuah keharmonisan antara Keluarga, Masyarakat
yang bernegara terus berjalan tanpa adanya perpecahan dan akan membentuk
suatu ketahanan nasional, begitupula dengan peran pemerintah sumaya
menertibkan pelanggaran pelanggaran yang terjadi
134 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Alquran dan Terjemahnya, Jakarta: Depag, 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Kemendikbud, 1990.
Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Al-Munawar, Said Agil, Alquran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta:
Ciputat Press, 2005.
Al-Qordowi, Yusuf, Pendidikan Islam, Kaerah: Maktabah wahabah, 1997.
Ch, Mufidah, Psikologi Keluarga Islam, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Hanafi, Muchlis M, Tafsir Tematik (etika berkeluarga, bermasyarakat dan
berpolitik), Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012.
Prodjodikoro,Wiryono, Asas-asas Imu Negara dan Politik, Yogyakarta: salahuddin
Press, 1984
Rofofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013.
Shihab, M Quraish, Berbisnis dengan Allah, Tangerang: Lentera Hati, 2008.
Shihab, M Quraish, Membumikan Alquran Jilid II, Jakarta: Lentera Hati, 2008.
Shihab, M Quraish, Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 2000.
Sunarto, Ahmad dan Syamsudin, Noor, Himpunan Hadits Shahih, Jakarta: Setia
Kawan, 2011.
Usman, Idris M, Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam, Bogor: Media
Karya, 2013.
Waryono, Abdul Gofur, Hidup bersama Alquran, Yogyakarta: Rihlah, 2006.
Bingkai Keluarga Qur’ani dalam Upaya
Ketahanan Nasional
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.10
Pendahuluan
Islam merupakan agama yang universal, ajaran Islam segala aspek dan
problematika dalam kehidupan manusia di muka bumi. Diantara asek dan
problematika manusia itu adalah masalah dalam keluarga.
Setiap anggota dalam keluarga mempunyai peran penting demi terwujudnya
keluarga yang sakinah, mawadah,dan warohmah. (QS:Ar-rum 21), tegaknya
keluarga muslim memeberikan potensi yang sangat besar bagi generasi bangsa
ini, Islam sendiri memberikan tanggung jawab besar kepada orang tua untuk
mendididik anak-anaknya, anak merupakan “qurrata’ayuun” buah hati yang
menyejukan dan “zina hayat al-dunya” hiasan kehidupan dunia.
Sungguh besar peran keluarga dalam memberikan pendidikan kepada
anaknya, karena itu merupakan salah satu tanggung jawab yang menjadi orang
tua pada dasarnya anak adalah sebuah titipan dari Allah S.W.T., anak yang
terlahir kedunia dalam keadaan suci, bagaimana orang tuanya menjadikan ia
seorang majusi, nasrani, ataupun agma yang lainnya.
Setiap anggota keluaga berkewajiban untuk bekerja sama dalam memberikan
pendidikan yang terbaik untuk anaknya, namun pada kenyataannya banyak
135
136 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
sekali orang tua yang tidak peduli dengan anak-anaknya meraka melantarkannya
sehingga timbul permasalah-permasalahan dalam keluarga, kekerasan dalam
rumah tangga (KDART), ini menjadi penomena yang tidak asing lagi bagi kita,
sehingga anak dalam keluarga tidak di berikan kenyaman dan ketentaraman
sehingga nekad melakukan sesuatu tindak kejahatan, minum-minuman keras,
dan perbuatan yang lainnya.
Bahkan penomena ini sudah tidak asing lagi bagi mata dan telinga
masyarakat Indonesia, surat kabar, media social, media cetak kian menyuguhkan
berita-berita seputar tentang hal tersebut, kalau sudah demikian yang terjadi
siapa yang akan bertaggung jawab? Presiden kah, atau kementrian agama, atau
bahkan seluruh aspek social masrakat, tentunya ini menjadi sebuah PR dalam
keluarga.
Dalam Islam mengajarkan tuntunan keluarga yang sesuai dengan pedoman
Alquran dan Hadis, ini rujukan untuk membuatan generasi-generasi muda yang
qur’ani, sesuai dengan ajaran rosullah saw, di dalam sebuah bingkai keluarga
qu’ani akan terciptanya Negara yang baldatun thoyibbatun warobunn ghofur.
Rumusan Masalah dalam tulisan ini adalah: Bagaiman konsep keluarga dan
peranannya dalam masyarakat? Bagaimna bingkai keluarga qur’ani dalam
membentuk ketahanan nasional?
ﭳ ﭴﭵﭶﭷﭸ ﭹ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada Ku.
Dari penjelasan ayat di atas berdasarkan tafsir tematik adalah allah
menciptakan jin manusia pada hakikatnya adalah untuk beribadah, dalam
ajaran Islam yang namanya ibadah banyak sekali, yaitu slah satunya adalah
perkawinan dalam dalam Islam merupakan suatu ibadah, oleh karena itu
untuk menjaga eksis tensi manusia perlunya adanya jenjang keturunan.
b. Mewujudkan, Ketenangan, Cinta, dan Kasih Sayang
Membina sebuah keluarga adalah untuk melindungi anggota keluarganya
dari bahaya baik yang fisik , non fisik yang bersifat halus, menanamkan
rasa cinta dan kasih saying kepada anggota keluarganya, bukan untuk
menciptakan kerusakan dalam keluarga atau pun ke tidak harmonisan yang
dapat menyebabkan kehancuran dalam keluarga. Firman allah di dalam
Alquran surat al-ahzab ayat 22:
ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ ﰍﰎ ﰏ
ﰐﰑ ﰒ ﰓﰔ
Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu
mereka berkata ,”inilah yang di janjikan allah dan rasul-nya kepada kita.”dan benarlah
allah dan rasul-nya., dan yang demikian itu menambah keimanan dan keIslaman.
Dari penjelasan ayat di atas dapat di simpulkan bahwa ketenangan dan
ketentraman dalam keluarga akan terwujud melalu ajaran-ajaran Islam.
138 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
c. Menjaga Nasab
Dalam sebuah perkawinan yang sah tentunya setiap orang menginginkan
keturunan yang sah dan sesuai dengan tuntunan Islam sebagimna firman
allah dalam al quran Surat an-nisa ayat 23:
ﮃﮄﮅﮆ ﮇ ﮈ ﮉ
ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐﮑ ﮒ
ﮓ ﮔﮕﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ
ﮜﮝﮞﮟﮠﮡﮢﮣ ﮤﮥﮦﮧ
ﮨﮩ ﮪﮫﮬﮭﮮﮯ ﮰ ﮱﯓ
ﯔﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ
Di haramkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu,anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan,saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,anak
saudara-saudaramu yang permpuan , ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara
permpuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu
(anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu, dan istri yang telah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum bercampur dengan istrimu itu ( sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa
kamu menikahinya,( dan di haramkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu)
dan di haramkan mengumpulkan dalam pernikahaan dua permpuan bersaudara kecuali
yang telah terjadi masa lampau. Sungguh allah maha pengampun, maha penyayang.
Dari ayat di atas dapat di simpulkan bahwa mana permpuan yang boleh
kita nikahi dan mana permpuan yang tidak boleh kita nikahi, yang sesuai
dengan ajaran agama Islam,hal tersebut untuk menjaga nasab dan keterunan
yang Islami.
d. Menjaga Kesucian
Pernikahan yang sesuai ajaran Islam akan menjaga harkat dan martabat
kaum perempuan di tengah hiruk pikuknya pelecehan sekual terhadap
permpuan, pernikahan yang Islami akan menuntun dan menjaga kesucian
dalam diri dan menyerahkan kepada yang berhak, Firman allah S.W.T.
dalam Alquran surat an-Nur ayat 30:
ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈﮉ ﮊ ﮋ ﮌ
ﮍﮎﮏ
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemalaunnya; yang demikian itu lebih suci dari mereka. Sungguh allah
maha mengetahui apa yang mereka perbuat.
Bingkai Keluarga Qur’ani dalam Upaya Ketahanan Nasional 139
Dari ayat di atas dapat di simpulkan bahwa perihalalah kesucian kamu jika
kamu memang orang-orang yang beriman.
ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻﭼ ﭽ ﭾ
ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ
ﮎﮏﮐ
140 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (adam) dan dari padanya dia
menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah di campurinya,
(istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa
waktu). Kemudian ketika dia terasa berat, keduanya (suami-istri) bermohon kepada allah,
tuhan mereka (seraya berkata),” jika engkau memberi kami anak yang saleh, maka kami
akan selalu bersyukur.”
2. Berakhlak Karimah
Berahklak karimah yaitu berahlaq terpuji dan sesuai dengan pedoman dan
ajaran-ajaran Islam, seseorang yang berahlaqul karimah akan menjadikan dirinya
jauh dari kebohongan, kemunafikan yang akan mendorong seseorang pada
jurang ke kemaksiatan, contoh ahlak karimah:
a. zuhud
Sifat juhud yaitu meninggalkan gemerlap keduniawian demi akhirat.
b. Tawaqal
Yaitu berserah diri kepada allah S.w.t., karena pada hakikatnya semua di
muka bumi ini adalah milik allah S.w.t.
c. Ikhlas
Bahwasannya semua ujian baik itu berupa kebahagiaan atau kesengsaraan
adalah dari allah S.w.t..
ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿﮀ ﮁ ﮂ ﮃ
ﮄ ﮅﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ
Wahai manusia! Sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal, sungguh yang paling mulia di antar kamu di sisi allah
ialah orang yang bertakwa. Sungguh allah, maha mengetahui, maha teliti.
Dari penjelasan di atas tentunya untuk membangun sebuah keluarga yang
qurani tidaklah mudah ada proses menuju ke sana yang harus di lalui oleh setiap
keluarga, jika ingin memperoleh keluarga yang qur’ani maka harus sesuai dengan
ajaran ajaran dan tuntunan agama Islam yang harus di tempuh.
Bingkai Keluarga Qur’ani dalam Upaya Ketahanan Nasional 141
Penutup
Membangun keluarga qur’ani sesuai dengan ajaran-ajaran dan pedoman-
pedoman dalam al quran dan sunah nabi Muhammad saw, keluarga yang Islami
akan menopang upaya dalam membentuk ketahanan nasional, konsep ini yang
kemudian akan merubah tatanan social dalam masyarkat melalu bingkai keluarga
qurani dalam upaya membentuk ketahanan nasional: 1.menjaga keharmonisan
dalam keluarga dan masyarakat; 2. menjaga persaudaraan dalam keluarga dan
masyarakat. Hal ini yag dapat membawa perubahan yang signifikan di dalam
tatantan social dan masyarakat. Yang sesuai dengan pedoman Alquran dan
Hadis.
Pustaka Acuan:
Abu Laila & Muhammad Tohir (1995) ahlak seorang muslim. Bandung: al-
ma’arif
Ahmad tafsir.(2004). Pendidikan dalam presfektif Islam. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya
Kementrian agama RI. (2012). Penciptaan manusia dalam prespektif al qur’an
dan sains, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia
Hamdi Anwar (1995).Pegantar Ilmu Tafsir, Jakarta : fikahati Aneska
142 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Mudzakir AS. (2015), Studi Ilmu-Ilmu Alquran, Bogor: Litera Antar Nusa
Hernowo. (2003). 7 warisan keluarga, Jakarta:hikmah
Hamzah yakub.( 1983) Etika Islam.
Penguatan Keluarga Berbasis
Pendidikan Islam: Pilar Utama dalam
Menopang Ketahanan Nasional
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.13
Pendahuluan
Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan
total seorang anak didik. Pendidikan agama tidak benar jika dibatasi
hanya kepada pengertian-pengertian yang konvensional dalam masyarakat.
Meskipun pengertian pendidikan agama yang dikenal dalam masyarakat
itu tidaklah seluruhnya salah –jelas sebagian besar adalah baik dan harus
dipertahankan- namun tidak dapat dibantah lagi bahwa pengertian seperti ini
harus disempurnakan (Madjid, 2004: 93).
Pendidikan termasuk dalam salah satu faktor yang sangat menentukan dan
berpengaruh terhadap perubahan sosial. Melalui pendidikan diterapkan bias
menghasilkan para generasi penerus yang mempunyai karakter yang kokoh
untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa (Zuhriy, 2011: 288).
Belakangan ini, dalam dunia pendidikan dibicarakan tentang pendidikan
karakter. Munculnya pendidikan karakter sebagai wacana baru pendidikan
nasional bukan merupakan fenomena yang mengagaetkan. Sebab perkembangan
sosial politik dan kebangsaan ini memang cenderung menghasilkan karakter
bangsa. Maraknya perilaku anarkis, tawuran antar warga, penyalahgunaan
143
144 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Oleh karena itu, tulisan ini secara umum akan melihat bagaimana penguatan
keluarga dengan basis pendidikan Islam berperan penting dalam pembentukan
kepribadian seseorang atau tempat pertama seseorang mendapat pendidikan
yang dijadikan landasan sebagai penopang ketahanan nasional. Kajian ini
pun akam mencoba menguraikan peran keluarga dalam perspektif Alquran,
kemudian akan mencoba mengelupas bagaimana keluarga menjadi sebuah
institusi pembentuk karakter individu, mendidik dan mengasuh para generasi
bangsa agar berperan aktif dalam setiap bidang sebagai cerminan generasi yang
berkarakter dan berakhlakul karimah yang menegakkan ketahanan nasional.
ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿﮀ ﮁ ﮂ ﮃ
ﮄ ﮅﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 13) (Pemerintah Provinsi Banten, 2013: 517).
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Allah S.W.T. telah menciptakan semua
manusia berasal dari laki-laki yaitu Adam, dan seorang perempuan yaitu Hawa.
Allah S.W.T. menjadikan manusia yang banyak ini berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, berbeda-beda warna kulit dan berbeda bahasanya, semua itu
bukan untuk saling mencemooh dan saling merendahkan, melainkan supaya
saling mengenal dan tolong menolong. Allah S.W.T. tidak menyukai orang-
orang yang menyombongkan diri dengan keturunan, kepangkatan atau pun
kekayaan mereka, karena yang paling mulia di sisi Allah S.W.T.. hanyalah orang
yang paling bertakwa kepada-Nya (Kementrian Agama Republik Indonesia,
2011: 148). Maka, bekal asuhan dan didikan dalam keluarga mempunyai
peranan yang besar dalam konteks pembangunan dan pemberdayaan karakter
kebangsaan yang positif, yang menunjang pada kemandirian bangsa dan
ketahanan nasional di tengah terpaan arus globalisasi.
konsep ‘nation state’ rupanya tidak memadai lagi untuk menghadapi persoalan-
persoalan masa kini dan masa depan (Bell 1987: 7). Konsep ‘nationn state’ terasa
menjadi terlalu besar untuk menyelesaikan masalah-masalah kecil suatu bangsa
dan terlalu kecil untuk menyelesaikan masalah-masalah besar.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang
tidak pernah bias ditinggalkan. Pendidikan bias dianggap sebagai sebuah proses
yang terjadi secara tidak sengaja atau berjalan secara alamiah. Dalam hal ini,
pendidikan bukanlah proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan
menggunakan metode-metode yang dipelajari berdasarkan aturan-aturan yang
telah dipelajari mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas masyarakat
(negara), melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang memang telah
berjalan sejak manusia diciptakan. Pengertian ini merujuk pada fakta bahwa
pada dasarnya manusia secara alamiah merupakan makhluk yang belajar dari
peristiwa alam dan gejala-gejala kehidupan yang ada untuk mengembangkan
kehidupannya (Mu’in, 2011: 287-288).
Dalam konteks ke-Indonesia-an yang merupakan sebuah negara besar
dengan ribuan pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke. Yang tentunya
dihuni oleh berbagai suku Bangsa yang berbeda-beda: etnis, bahasa, kebudayaan,
bahkan agama. Akan tetapi, pada posisi yang lain, bentuk Negara semacam ini
berpotensi menimbulkan masalah. Lain ceritanya, jika asuhan sejak kecil dalam
keluarga sudah dididik tentang nilai-nilai dan norma agama, sosial, dan budaya
yang sifatnya tetap dalam masyarakat.
Setelah didikan dan asuhan yang baik dalam ranah kelauarga, konteks ber-
negara pun harus dijiwai dengan semangat berkeluarga dan kebersamaan. Dalam
artian, keberadaan negara bisa memberikan jaminan bagi kepentingan seluruh
rakyat sehingga mampu melampaui kepentingan golongan atau individu. Inilah
yang diistilahkan dengan integralistik kehidupan nasional, dimana semua
golongan, semua bagian, dan semua anggota berhubungan erat antara satu
dengan yang lainnya (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2011: 298).
Kesadaran kelompok bangsa dengan identitasnya masing-masing masih akan
mendominasi kehidupan umat manusia. Maka betapa pentingnya kebudayaan
nasional dalam pendidikan nasional dapat disimak dari fungsi pendidikan dalam
mengembangkan kepribadian seseorang yang mempunyai jati diri yang kuat.
Jati diri atau identitas seseorang merupakan sebagian dari identitas kelompok
atau bangsa, yang merupakan suatu tolak ukur dari tumbuhnya nasionalisme
yang tepat dan kuat (Tilaar, 2004: 164-165). Suatu bangsa yang kuat perlu
mempunyai “ketahanan budaya”, hal ini berkaitan dengan apa yang disebut
dengan ketahanan nasional suatu bangsa.
Penguatan Keluarga Berbasis Pendidikan Islam 149
Dalam bahasa Arab “ketahanan nasional” atau biasa sering disebut juga
dengan “ketahanan negara” dikenal dengan istilah................ Ini menunjukkan
bahwa esensi ketahanan nasional adalah terciptanya rasa aman diantara warga
negara. Hanya saja, rasa aman dalam hal ini disertai kesejahteraan yang merata.
Sebab, kesejahteraan tanpa rasa aman menjadikan setiap warga tidak mampu
melaksanakan aktifitas kehidupannya dengan baik. Begitu juga, rasa aman
tanpa kesejahteraan yang merata tidak mungkin melahirkan sebuah bangsa dan
negara yang kuat, bahkan akan mangancam munculnya disintegrasi bangsa
(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2011: 229).
Dengan demikian, kualitas sumber daya manusia dan peran serta para
generasi muda saat ini bukan saja menjadi porter masa depan bangsa, tetapi
juga menjadi taruhan atas ketahanan sebuah bangsa dan negara tersebut. Atau
dengan istilah lain, ketahanan nasional yang meliputi ideologi, politik, ekonomi,
sosial-budaya, pertahankan dan kemananan, tidak akan mungkin terwujud
jika generasi penerusnya tidak berkarakter. Alquran banyak megisahkan posisi
kaum muda dalam perjalanan sebuah bangsa, sebagaimana dalam Firman Allah
S.W.T..:
ﮱﯓﯔﯕﯖﯗﯘﯙﯚﯛﯜﯝﯞ
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya
mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami
tambahkan petunjuk kepada kereka.” (Q.S. Al-Khaf [18]: 13) (Pemerintah Provinsi
Banten, 2013: 294).
Sayyid Qutub menggambarkan sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir
Alquran Tematik Kementraian Agama Republik Indonesia, bahwa kelompok
pemuda tersebut bukan saja memiliki fisik yang kuat, tetapi juga memiliki
mentalitas baja. Keimanan dan mentalitas baja inilah yang mendukung
kebijakan penguasa yang otoriter (Kementrian Agama Republik Indonesia,
2011: 318). Karakter terpuji merupakan hasil internalisasi nilai-nilai agama
dan moral pada diri seseorang yang ditandai oleh sikap perilaku positif (Shihab,
2011: 714). Di sinilah terukur keberhasilan dan kegagalan pendidikan, karena
ukuran keberhasilan lembaga pendidikan bukan saja melalui kedalaman ilmu
dan ketajaman nalar, tetapi juga pada kecerdasan emosi dan spiritual. Sebagian
para pakar menyebutkan, bahwa kecerdasan emosi dan spiritual berperan
sekitar tujuh puluh sampai dengan delapan puluh persen dalam meraih sukses,
bahkan dapat menopang ketahanan nasional (Shihab, 2011: 716-717).
150 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Penutup
Keluarga dalam pandangan Islam bukanlah sekedar tempat berkumpulnya
orang-orang yang terkait karena pernikahan maupun keturunan, akan tetapi
mempunyai fungsi sedemikian luas. Oleh karena itu untuk mempertahankan
eksistensi ketahanan nasional salah satu alternatif yang sangat mungkin adalah
memperdalam dan mengintensif-kan penanaman dan mengamalan nilai-nilai
Islam dalam setiap anggota keluarga dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Negara akan sejahtera bila kelompok-kelompok masyarakat hidup dalam
situasi yang baik, kelompok tersebut akan sejahtera bila keluarga yang hidup
di dalam kelompok itu sejaktera pula. Jadi negara –bahkan dunia- ditentukan
kesejahteraannya oleh keluarga dalam negara atau masyarakat tersebut, yang
artinya mewujudkan keluarga yang sejahtera sangatlah penting.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran tentang bagaimana keluarga
memposisikan dirinya sebagai institusi yang berbeda pada garda terdepan,
memberikan suatu pemahaman klimaks perihal penguatan keluarga sebagai
152 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
pembentuk karakter bagi generasi penerus bangsa agar dapat berperan aktif
dalam setiap bidang sebagai cerminan generasi kerakhlakul karimah yang me
negakkan ketahanan nasional.
Hampir semua pembahasan tentang penguatan keluarga, baik dalam konsep
Barat, Alquran dan Sunnah sepakat memasukkan unsur pendidikan moral atau
spiritual atau karakter sebagai pilar utama untuk menopang ketahanan nasional.
Apabila nilai-nilai agama yang terkandung dalam teks-teks agama dijadikan
sebagai dasar pendidikan dalam keluarga, maka niscaya ketahanan nasional
pun akan kuat. Selain itu, yang harus dilakukan adalah mempertahankan
prinsip-prinsip dan nilai moral yang ada dalam masyarakat. Karena nilai-nilai
lokal ini sebagai identitas kearifan lokal (local wisdom) yang secara natural
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi sosio-kultural tanpa bertabrakan atau
bertentangan dengan norma agama dan tidak memaksa masyarakat untuk
merubah gaya hidupnya secara radikal.
Pustaka Acuan:
Bell, Daniel, “The World in 2013.” Daedalus DXVI, no. 3. Reprinted in
Dialogue, Summer 1987.
Buchori, Mochtar, Transformasi Pendidikan, Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan,
1995.
Bukhari, Imam, Sahihul Bukhari, Kitabul-Jana’iz, Bab Iza aslamas-sabi famata,
No. 1292; Imam Muslim, Muslim Kitabul Qadr, Bab Ma’na Kullu
Mauludin Yuladu ‘Alal-Fitrah, No. 6926.
Buseri, Kamrani, Pendidikan Keluarga dalam Islam, Yogyakarta: Bina Usaha,
1990.
Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Kementrian Agama Republik Indonesia, Tafsir Alquran Tematik: Pembangunan
Generasi Muda, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, 2011.
Madjid, Nurcholish, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam
Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Paramadina, 2004.
Mas’udi, Ali, “Peran Pesantren dalam Pembangunan Karakter Bangsa.” Paradigma
II, no. 1, November 2015.
Mu’in, Fathchul, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011.
Mustofa, Imam, “Keluarga Sakinah dan Tantangan Globalisasi.” Al-Mawwarid
XVIII, 2008.
Pemerintah Provinsi Banten, Mushaf al-Bantani, Jakarta: Lajnan Pentashihan
Mushaf Alquran, 2013.
Penguatan Keluarga Berbasis Pendidikan Islam 153
Pendahuluan
Diskursus ketahanan nasional telah dikaji dari pelbagai perspektif. Kajian ini
muncul disebabkan kondisi bangsa Indonesia yang terus mengalami banyak
tantangan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri, Salah
satu bentuk ancaman ini adanya kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender
(LGBT). Kaum ini berdalih “cinta tidak mengenal hukum” menjadi pembebasan
berseksual kaum ini yang menganggap hubungannya alamiah dan sehat. Warna
ekspresi cinta kaum ini disimbolkan dengan pelangi yang berarti kaum ini
sama seperti manusia yang hidup di muka bumi ini. Pengakuan ini terlihat dari
semakin berani mereka menunjukkan eksistensinya dihadapan publik untuk
disahkannya Undang-undang (UU) kebolehan LGBT.
Eksistensi yang terus mereka bangun ini dianggap sebagai persoalan Hak
Asasi Manusia (HAM) saja, sehingga tidak perlu mencampuradukkan dengan
agama dan negara. Padahal realita yang terjadi di Indonesia Banten khususnya,
LGBT tidak mendapat tempat. Hal ini diperkuat dengan adanya UU Perkawinan
No. 1 Tahun 1974, sebagai dasar perkawinan semua manusia Indonesia, yaitu
antara laki-laki dan perempuan (UU Pokok Perkawinan, 2000:1).
155
156 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Jika dilihat dari aspek agama, eksistensi kaum ini bertolak belakang
dengan fakta yang ada sebab Islam memandang bahwa perilaku LGBT itu
bertentangan dengan perintah dalam Alquran. Islam membenarkan seksualitas
dan kebutuhan biologis. Tapi, hal ini harus sejalan dengan ketentuan agama
yakni dilakukan dengan lawan jenis dan melalui mekanisme pernikahan.
Sebab, agama dan negara menjadikan pernikahan sebagai hal yang suci
dan terhormat. Namun, meskipun aspek agama dan falsafah negara ini
telah menentang perilaku LGBT nyatanya belum mampu mempengaruhi
penurunan jumlah kaum LGBT, yang ada justru Banten menyandang status
mengkhawatirkan (www.BPSBanten.go.id).
Berdasarkan Data Komisi Penanggulangan Aids Banten (www.
KPABanten.2017), jumlah waria yang ada di provinsi Banten sebanyak 3.275
orang, penyuka sesama jenis 2.175 orang, lesbian 1.300 orang. Dari angka
tersebut 5.196 menjadi Orang Dengan HIV Aids (ODHA) dan penyakit
seksual lainnya akibat seks sesama jenis. Hal ini sebagai bukti, kehadiran kaum
LGBT memberikan sumbangsih penularan virus HIV Aids di provinsi Banten.
Padahal, dalam aspek hukum dan agama bab mengenai pernikahan telah
diatur secara jelas diantaranya dilakukan dengan lawan jenis antara laki-laki dan
perempuan. (Yusuf Qardhawi, 2000: 307) pernikahan pada dasarnya bertujuan
membentuk keluarga agar memperoleh ketenangan, kedamaian, juga dapat
menjaga keturunan (hifdzu al-nasli).
Sebagai unit terkecil masyarakat, keluarga sangat berkontribusi aktif sebagai
yang pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika
anggota keluarganya. Hal ini berarti, keluarga merupakan instrumen penting
yang yang mampu menopang ketahanan nasional sesuai dengan intisari dalam
Alquran surat an-Nisa’ ayat 9 bahwa janganlah meninggalkan anak-anak dalam
keadaan lemah. Dalam menopang ketahanan nasional ini dipelukan karakter
Qur’ani yang dimulai dari keluarga.
Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan pendekatan yang lebih responsif
untuk meramu ketahanan nasional yang dibangun melalui keluarga. Inilah yang
akan dikaji lebih dalam.
Karakter Moral
Moral dalam Islam sering diidentikkan dengan akhlak. Karena dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan
(Quraish Shihab, 1999: 253). Akhlak atau moral juga diartikan sebagai perangai,
watak atau tabiat manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu
(Mukhson, 2013:9).
Banyak definisi dan arti tentang moral dan akhlak menunjukkan ke
anekaragaman kelakuan bernama manusia. Para filosof dan ahli tafsirpun
memberi catatan penting terkait dengan moral, seperti adanya baik dan buruk.
Ibarat uang logam, manusia memiliki dua sisi yang berbeda. Sisi pertama,
manusia dengan kesempurnaan melalui kebaikannya dan dari sisi yang lainnya
menjelaskan manusia yang tak luput dari salah serta keburukan. Alquran
memuat firman Allah S.w.t. sebagai berikut:
Pelangi Cinta di Langit LGBT 159
ﭨﭩﭪﭫﭬﭭﭮﭯ
“Dan (demi) jiwa serta penyempurnaan ciptaan-Nya, maka Allah mengilhami (jiwa
manusia) kedurhakaan dan ketakwaan (Q.S. Asy-Sayms: 7-8).
M. Quraish Shihab (1999:254) menguraikan ayat di atas, walaupun kedua
potensi ini terdapat dalam diri manusia, namun ditemukannya isyarat. Isyarat
dalam Alquran bahwa kebaikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada
kejahatan dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.
Kecenderungan manusia kepada kebaikan terbukti dari persamaan konsep-
konsep pokok moral pada setiap zaman dan peradaban. Tujuan akhir dari
pendidikan moral seharusnya adalah bagaimana manusia dapat berperilaku
sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Agus Santoso (2012: 45) mengatakan,
kebanyakan pendidikan moral yang dilakukan di sekolah-sekolah tidak
pernah memperhatikan bagaimana pendidikan itu dapat berdampak terhadap
perubahan perilaku. Pendidikan moral itu dimungkinkan hanya mencapai
tingkat ‘urf. ‘urf itu sendiri memiliki definisi mengetahui, menyadari dan
mengenal (Enjang&Tajri, 2009:81).
Pendidikan agama telihat semakin gencar dilakukan dan indikator kasat
mata tentang maraknya kehidupan beragama juga terlihat jelas di Indonesia.
Namun, mengapa perilaku sebagian manusia masih jauh menyimpang dari
kaidah moral, termasuk perilaku LGBT? Jadi tampaknya tujuan beragama
untuk menjadikan manusia berakhlak mulia belum tercapai. Dugaannya, karena
karakter moral terjebak pada formalitas saja.
materiil dan spiritualnya terpenuhi. Lebih dari itu, dengan menjadi keluarga
sejahtera seluruh anggota keluarga akan mengembangkan diri dengan baik
sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki.
Secara konseptual, keluarga sejahtera bercirikan ketahanan keluarga yang
tinggi. Ketahanan keluarga yang dimaksud adalah kondisi keluarga yang memiliki
kemampuan fisik, mental, spiritual untuk hidup mandiri dan mengembangkan
diri serta keluarganya demi meningkatkan kesejahteraan lahir batin.
Untuk membangun ketahanan keluarga yang sejahtera lahir dan batin
diperlukan tuntunan hidup agar selalu terjaga dari perbuatan yang bisa
menjerumuskannya kedalam api neraka. Dengan kata lain, orang tua harus
mampu menjaga, membimbing, mendidik dan menjadi teladan yang baik agar
sang anak tidak melakukan hal negatif yang membuat sengsara baik di dunia
maupun di akhirat. Maka, tetap dibutuhkan komunikasi (interaksi) yang baik
dengan memberikan arahan, bimbingan dan contoh yang baik dalam keluarga.
Sebab, keluarga adalah pondasi negara.
Disinilah pentingnya setiap keluarga muslim memahami dasar-dasar
penguatan keluarga agar keluarganya tidak goyah dan rapuh (Majid Khadduri,
1978:36). Namun, tetap saja untuk membangun penguatan keluarga ini selalu
ada rival, salah satunya lemahnya komunikasi dalam keluarga sehingga karakter
moral tidak terbangun dengan baik. Padahal, dengan jelas Islam memberikan
petunjuk dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 9:
Komunikasi (interaksi) yang baik antara orang tua, dan anak akan
membentuk perilaku yang terarah dan tercipta kedekatan yang harmonis dalam
keluarga. Komunikasi yang sejajar dan dua arah ini tentu akan dirasakan juga
oleh anak-anak sehingga mereka merasa dihargai, diperhatikan, dan dicintai
oleh orang tua. (Sven Wahlroos, 1999:3) komunikasi adalah semua perilaku
yang membawa pesan dan diterima oleh orang lain. Perilaku ini bisa verbal
dan non verbal. Untuk menanamkan karakter moral keluarga maka diperlukan
tiga komunikasi kepada anak agar tidak terjerumus pada perilaku seksual
menyimpang LGBT dan perilaku menyimpang lainnya.
Pertama, komunikasi verbal. Interaksi antara orang tua dan anak sangatlah
dibutuhkan dalam perkembangan anak. Dengan komunikasi verbal yang baik
maka orang tua akan lebih tau bagaimana memahami, mengenali, dan membina
perilaku anak sebaik-baiknya. Keakraban yang dibangun melalui komunikasi
verbal akan mengarahkan perilaku anak menjadi positif dan tentunya sesuai
dengan ajaran Islam. Sebaliknya, jika anak jarang berkomunikasi verbal dengan
orang tuanya maka hal itu pula yang tampak pada lingkungan keluarga dan
sosial, diantaranya anak menjadi tertutup, merasa kurang dihargai, dan kurang
diperhatikan sehingga anak mencari perhatian dan pergaulan dari luar yang
akibatnya banyak terjadi tindakan amoral, dan berkembangnya perilaku seksual
menyimpang LGBT disebabkan tidak adanya komunikasi verbal yang baik
dari orang tua kepada anak. Dengan demikian, komunikasi verbal bertujuan
menciptakan keakraban melalui ucapan dan nasihat orang tua kepada anak. Jika
komunikasi verbal ini diterapkan pada setiap keluarga, maka hal tersebut akan
mencegah terjadinya perbuatan amoral dan penyimpangan seksual.
Kedua, komunikasi fisik. Dalam komunikasi keluarga, maka diperlukan juga
komunikasi fisik yang diberikan kepada orang tua dan anak. Bentuk komunikasi
ini tercermin pada perilaku yang dicontohkan orang tua kepada anaknya yang
secara sadar ataupun tidak mempengaruhi perilaku anak. Dengan demikian,
orang tua dapat memberikan efek positif dan negatif pada perkembangan anak.
Jika orang tua mencontohkan perilaku baik kepada anaknya sejak awal, maka
akan tertanam karakter moral yang baik bagi anak sejak dini, sebab menurut
(Didik Hermawan, 2002:49) meniru adalah tahap pertama perkembangan anak.
Sehingga anak tidak mencari figur di luar rumah yang bisa jadi menjerumuskan
mereka ke dalam perilaku tak bermoral atau bahkan tergabung dalam komunitas
LGBT.
Ketiga, komunikasi fikiran. Komunikasi ini terjalin jika komunikasi verbal
dan fisik telah terjalin dari orang tua kepada anak. Dalam hal ini, doktrin agama
Islam sangat dibutuhkan agar tertanam pada anak iman yang kuat sehingga
Pelangi Cinta di Langit LGBT 163
segala hal yang mengikis keimanan secara otomatis tertolak. Hal ini diperkuat
oleh (Bamuallim & Latief, 2018: 32) keluarga adalah pondasi awal pendidikan
agama, seorang anak mendapatkan sentuhan pertama kali di keluarga. Dalam
praktiknya, komunikasi verbal, fisik dan fikiran memerlukan proses batin.
(Mukhson dan Samsuri, 2013:45) proses batin secara tidak langsung akan
menampakkan interaksi afeksi dan kognisi moral yang melahirkan perilaku
moral. Dengan demikian, ketiga komunikasi ini sangat penting diterapkan
bagi setiap keluarga. Selain itu, ada hal yang direkomendasikan oleh orang tua
menurut (Ibrahim Amini, 2006:253).
“Memahami anak, berbicaralah dengan bahasa yang mereka pahami, jalinlah pondasi
hubungan internal yang kukuh, tunjukkan sikap positif terhadap anak baik lewat lisan
atau perbuatan. Tunjukkan sikap respek kepadanya, jangan membeberkan kekurangan-
kekurangannya, jangan langsung memvonis kesalahan mereka, perlakukanlah mereka
dengan penuh simpati dan cinta”.
Dengan demikian, dari Alquran surat an-Nisa’ ayat 9 tadi maka dapat
dijelaskan bahwa kata lemah pada ayat tersebut tidak hanya kekhawatiran kurang
harta benda saja, melainkan juga kata lemah ini merujuk pada terjerumusnya
anak-anak dan keturunan ke perilaku menyimpang LGBT. Selain itu, kata
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar menuntut orang
tua untuk memberikan ilmu pendidikan, karakter dan moral yang baik demi
bekal keberlangsungan hidup melalui komunikasi-komunikasi dalam keluarga.
Sehingga, jika hal ini diterapkan oleh setiap orang tua maka dapat dipastikan
kaum LGBT semakin tak akan menunjukkan eksistensinya sebab hal ini sudah
tertanam dari setiap orang tua dan anak bahwa hal tersebut (perilaku LGBT)
merupakan perbuatan seksual menyimpang berlawanan dengan nilai agama,
norma dan negara.
Pada akhirnya, demi menciptakan sistem pencegahan perilaku LGBT
secara alamiah (natural) maka hal utama yang harus dilakukan adalah melalui
komunikasi dalam keluarga. Dalam keluarga diperlukan komunikasi (interaksi)
yang baik antara orang tua dan anak baik komunikasi verbal, fisik maupun
komunikasi fikiran guna mencetak generasi Qur’ani yang terhindar dari perilaku
negatif terutama perilaku amoral dan perilaku seksual menyimpang yang
dampaknya terasa di masyarakat.
Penutup
Benang kusut terjadinya penyimpangan seksual (LGBT) ini menjadi kerapuhan
negara itu sendiri. Eksistensi kaum LGBT walaupun dilawan dengan kekuatan
hukum dengan menetapkan UU dan peraturan daerah, tetap saja kaum ini
punya jawaban pamungkas yakni hal ini adalah Hak Asasi Manusia (HAM).
164 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Buku:
Ad-Dimasqi Al Imam Abu al Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 5.
Terj. Bahrun Bakar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006
Alquran dan Terjemahnya, Jakarta: Kemenag RI, 2010
Amini, Ibrahim, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta: Al-Huda, 2006
Bamualim, Latief, dkk, Kaum Muda Muslim Milenial cet. 1, Tangerang Selatan:
Pusat Kajian Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, 2018
Pelangi Cinta di Langit LGBT 165
Internet:
WWW.BPSBanten.go.id
WWW.KPABanten.go.id
Jurnal:
Khadduri, Majid, “Marriage in Islamic Law: the Modernists Viewpoints” dalam The
American Journal of Comparative Law no 26, 1978.
Revolusi Mental Sebagai Upaya Untuk
Menata Kembali Moralitas Bangsa
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.16
Pendahuluan
Hal pertama yang paling menarik dilakukan Presiden ke-7 Joko Widodo setelah
dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia dan serah terima jabatan adalah
melaqkukan video confrence dengan sejumlah masyarakat diberbagai daerah
(delapan daerah). Dalam video confrence, Presiden menekankan perlunya revolusi
mental dalam berbagai bidang kehidupan (E. Mulyasa, 2015, iii-iv).
Munculnya gagasan revolusi mental ini dilandasi oleh kenyataan bahwa
bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis moral dalam berbagai aspek,
mulai dari aspek politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Adapun krisis moral
yang dialami bangsa Indonesia saat ini antara lain, menghalalkan segala cara
dalam mencapai tujuan, berkembangnya kekerasan, praktik korupsi yang
semakin meluas, penyalahgunaan narkoba, pornografi dan pornoaksi, dan lain-
lain.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka
penulis tertarik membuat makalah dengan judul “Revolusi Mental sebagai
Upaya untuk Menata Kembali Moralitas Bangsa” .Adapun rumusan masalah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Bagaimana wawasan Alquran tentang
167
168 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
revolusi mental? Bagaimana moralitas bangsa Indonesia saat ini?, dan Bagaimana
solusi Alquran untuk mengatasi masalah dekadensi moral bangsa?
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ
ﭢﭣﭤ
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat
yang gtelah diberikan-Nya kepada suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa
ayang ada pada diri mereka sendiri (Q.s. Al-Anfal : 53).
Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Allah tidak akan mengubah nikmat yang
telah dikaruniakan kepada seseorang, melainkan karena dosa yang dilakukannya,
seperti dalam firman-Nya Q.S. Ar-Ra’d ayat 11:
ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu
sendiri yang mengubahnya (Q.S. Ar-Ra’d : 11).
Ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku.
Pertama, perubahan masyarakat yang pelakuknya adalah Allah S.W.T., dan
kedua, perub ahan keadaan diri manusia yang pelakunya adalah manusia.
Agaknya, yang perlu mendapat pembahasan disini adalah pelaku kedua, yaitu
manusia. Perlu ditekankan bahwa uraian Alquran tentang diri manusia disini
bukannya bentuk lahiriahnya, tetapi kepribadiannya atau manusia dalam
totalitasnya (Shihab, 1994, 246-247).
Munzir Hitami (2009, 48-49) menjelaskan, ayat tersebut adalah bahwa
Allah tidak akan mengubah sesuatu (nikmat) yang ada suatu kaum sehingga
kaum itu mengubah sesuatu (mental, sikap) yang ada pada diri mereka.
Revolusi Mental Sebagai Upaya Untuk Menata Kembali Moralitas Bangsa 169
Dari redaksi ayat tersebut yang menggunakan term qawm dan kata ganti
plural (waw) pada kata kerja hatta yughayyiru dapat dijadikan isyarat bahwa
yang ditekankan adalah keterlibatan manusia dalam perubahan pada tingkat
komunitas kolektif.
2. Berkembangnya kekerasan
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia cenderung memamerkan kekerasan. Banyak
permasalahan sosial diselesaikan dengan kekerasan dan perkelahian. Perkelahian
antar kelompok masyarakat, antar aparat keamanan, antar masyarakat dan
penegaqk hukum sering terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.
Bangsa indonesia yang semula dikenal ramah dan santun, sejak reformasi
cenderung menjadi beringas, kasar daan keras. Semuanya itu menunjukkan
bahwa nilai musyawarah yang diwariskan nenek moyang bangsa Indonesia
seolah-olah tidak berlaku lagi. Budaya kekerasan disertai pengrusakan telah
menggantikan budaya musayawarah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Tindakan kekerasan dan pengrusakan yang mengatasnamakan agamapun akhir-
akhir ini sedang terjadi (Sumodiningrat dan Wulandari, 2015: 76-77).
4. Penyalahgunaan narkoba
Kini, ditengah-tengah masyarakat kita, penyalahgunaan narkoba merupakan
salah satu bentuk dekadensi moral yang sedang mewabah dan menggejala. Badan
Narkotika Nasional (BNN) melaporkan, dulu Indonesia merupakan distribution
zone, daerah penyebaran narkoba. Namun kini, Indonesia merupakan production
zone, daerah pembuat narkoba. Sehingga 3,8 juta lebih penduduk Indonesia
terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Dan yang lebih memprihatinkan
ternyata pemakai narkoba tersebut 80% adalah generasi muda (Herdiansyah
dan Syarbini, 2016: 45).
ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ
ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽﯾ ﯿ ﰀ ﰁ
ﰂﰃﰄﰅﰆ
Dan orang-orang (Anshor) yang telah menempati mota Madinah dan telah beriman
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke
tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa
yang diberikan kepada mereka (muhajirin), dan mereka mengutamakan (Muhajirin)
atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya
dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. Al-Hasyr : 9).
Ayat ini menurut penafsiran Al-Maraghi, bahwa kaum Anshor men
cintai orang-orang Muhajirin dan menginginkan kebaikan untuk orang-orang
Muhajirin itu sebagaimana halnya mereka menginginkan kebaikan untuk diri
mereka sendiri. Mereka tidak menginginkan sedikitpun dari harta fa’i (rampasan
perang) dan lain-lain yang diberikan kepada orang-orang Muhajirin. Mereka
mendahulukan orang-orang yang membutuhkan di atas diri mereka sendiri
dan memulai dengan orang lain sebelum diri mereka sendiri (Al-Maraghi, terj.
Bahrun, dkk, 1993: 67-68).
2. Keteladanan pemimpin
Mengingat bangsa Indonesia masih bersifat paternalistik, maka keteladanan
para pemimpin sangat dibutuhkan. Upaya perbaikan moral harus dimulai para
pemimpin, baik pemimpin formal (pemimpin negara) maun informal (tokoh
masyarakat dan pemuka agama). Para pemimpin dituntuk untuk memiliki
integritas moral yang tinggi. Hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Integritas
moral tersebut berkaitan dengan kepercayaan masyarakat kepada mereka yang
memimpin (Sumodiningrat dan Wulandari, 2015: 79). Apabila para pemimpin
itu rusak, maka rusaklah umat atau bangsa itu, dan jika mereka baik maka umat
dan bangsa itu baik juga (Al-Ghalayain, terj. An-Nadwi, 2010: 151).
Revolusi Mental Sebagai Upaya Untuk Menata Kembali Moralitas Bangsa 173
ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵﯶ ﯷﯸﯹ ﯺ ﯻ ﯼﯽ ﯾ
ﯿ ﰀ
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”.
(Q.S. Al-Ahzab : 21).
Ayat tersebut, menurut penafsiran Imam Ali Ash-Shabuny dalam kitab
Showatut Tafaasir adalah, bahwa Rasulullah merupakan figur yang luhur yang
wajib kita ikuti seluruh perbuatan dan perkataannya. Sedangkan makna uswatun
hasanah menurut Al-Maraghi adalah, bahwa Rasulullah merupakan contoh
terbaik dalam semua perkataan, perbuatan dan seluruh aspek kehidupannya
(Herdiansyah dan Syarbini, 2016: 20-21). Sejalan dan sejalin dengan maksud
ayat tersebut, Siti Aisyah ketika ditanya bagaimana gambaran akhlak Rasulullah,
beliau menjawab, “akhlak Rasulullah adalah ibarat Alquran” (Ibnu Katsir, terj.
Bahreisy, 1993: 180).
ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯﯰ ﯱ ﯲ ﯳ
ﯴﯵ ﯶ
Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)” (Q.S. Luqman: 17).
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, bahwa ayat tersebut
merupakan inti ajaran Luqmanul Hakim yang ditanamkan kepada anaknya
sebegai generasi penerus. Lalu, bagaimana konketstualisasi ayat tersebut jika
kita kaitkan dengan upaya menata kembali moralitas bangsa? Ayat tersebut
174 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
mendeskripsikan bahwa untuk menata kembali moralitas bangsa, hal yang harus
dilakukan adalah menanamkan pendidikan agama kepada anak-anak, remaja
dan pemuda sejak dini. Karena kita ketahui, bukankan dengan pemahaman
agama yang mendalam generasi muda akan memiliki moralitas yang baik
(Herdiansyah dan Syarbini, 2016: 47-48).
Penutup
Revolusi mental merupakan sebuah perubahan dalam bidang menyangkut
batin, watak atau kepribadian dan bukan bersifat fisik atau tenaga. Munculnya
gagasan revolusi mental ini karena melihat bangsa Indonesia saat ini sedang
mengalami krisis moral dalam berbagai aspek kehidupan, mulai aspek ekonomi,
politik, sosial-budaya, keamanan, dan sebagainya.
Oleh karena itulah, Islam datang dengan membawa sebuah solusi untuk
menata moralitas bangsa Indonesia. Adapaun solusi yang ditawarkan Islam
antara lain, membiasakan perilaku mengedepankan kepentingan orang lain,
keteladanan pemimpin, pemahaman dan penghayatan agama dengan benar serta
menjadikan pendidikan moral dan budi pekerti sebagai kurikulum nasional dan
mata pelajaran wajib di sekolah.
Dengan demikian, jika hal-hal tersebut diaplikasikan, maka moralitas bangsa
Indonesia akan membaik. Jika moralitas bangsanya baik, maka bangsa Indonesia
akan mampu menjadi bangsa yang unggul dan berkarakter serta menjadi bangsa
yang baldatun, thoyyibatun, warobbun ghofuur, bangsa yang aman, nyaman,
tentram, damai dan sejahtera dibawah naungan Allah S.W.T.. Aamiin.
Revolusi Mental Sebagai Upaya Untuk Menata Kembali Moralitas Bangsa 175
Pustaka Acuan:
Alquran dan Terjemahannya
Abu Alfida Ibnu Katsir. 1994. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8. Terjemahan oleh Salim
Bahreisy dan Said Bahreisy. Surabaya: Bina Ilmu.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi. 1974. Tafsir Al-Maraghi Juz 28. Terjemahan
oleh Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly dan K. Anshori Umar Sitanggal.
Semarang: CV. Toha Putra.
Dindin Herdiansyah dan Amirullah Syarbini. 2016. Panduan dan Contoh-contoh
Musabaqah Syarh Alquran. Serang: LPTQ Provinsi Banten.
E. Mulyasa. 2015. Revolusi Mental dalam Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Pendahuluan
Begitu banyak permasalahan di negeri ini yang bersumber dari buruknya
mental. Diskursus seputar revolusi mental pun telah menjadi perbincangan yang
menyita perhatian banyak kalangan. Menurut Juwaini (2014: 173-174), hal
ini disebabkan oleh dilema kerja saat ini yang berkembang semakin kompleks,
bukan hanya seputar proses manajemen dan teknologi produksi serta perluasan
pasar, tetapi juga tentang karisma moral dan kekuatan spiritual. Menariknya
kondisi ini berlaku pada semua sektor kehidupan, termasuk isu-isu lingkungan.
Lingkunagn (environment), merupakan salah satu isu penting yang dihadapi
manusia sejak awal kehidupannya hingga menjadi isu global saat ini. Seperti terlihat
pada Resolusi Stockholm tahun 1972, dimana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
membentuk badan yang khusus membidangi permasalahan lingkungan bernama
United Nations Environmental Programs (UNEP). Akan tetapi menurut Saifullah
(2007: 1), satu setengah daSaw.arsa setalah dicetuskannya resolusi tersebut, Komisi
Dunia untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan PBB dalam laporannya
yang bertajuk Common Future, mengidentifikasi sejumlah gejala yang mengancam
eksistensi bumi. Di antara yang sangat mengkhawatirkan adalah, rusaknya lapisan
177
178 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ozon, pemanasan global, hujan asam, dan pencemaran air laut oleh bahan berbahya
dan beracun (B3).
Bahkan, di Indonesia dewasa ini permasalahan lingkungan tetap saja
mengemuka. Berdasarkan data Rencana Strategis Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK), disebutkan bahwa Indonesia terus mengalami
peningkatan pencemaran udara, penurunan kualitas air, masalah hutan dan
lahan, hingga ancaman punahnya keanekaragaman hayati (Restra KLHK, 2015:
4-5). Pelbagai gejala tersebut kemudian menderivat menjadi bencana nasional,
seperti pada tahun 2017 terjadi banjir Sumbawa dan Jakarta, kekeringan di
Pulau Jawa, gempa bumi di Tasikmalaya dan Banten, kebakaran hutan di Riau,
hingga deforestasi dan degradasi hutan yang selalu terjadi di Pulau Sumatera
dan Kalimantan. Seolah tidak berkesudahan, berdasarkan informasi dalam situs
www.nasional.kompas.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
mencatat ada 2.271 bencana yang terjadi di Indonesia sejak awal hingga akhir
tahun 2017.
Banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi secara dominan dan signifikan
tersebut, apabila dilihat secara seksama, sebenarnya berakar pada perilaku eksploitatif
dan konsumtif manusia yang berparadigma antroposentris dengan menempatkan
manusia sebagai centre of the universe. Manusia semakin terobsesi mengejar kepuasan
material, tetapi mengorbankan lingkungan. Bahkan demi mengejar kepentingan
tersebut, terkadang seseorang tidak lagi merasakan beban moral dan mengabaikan
etika lingkungan. Disinilah pentingnya revolusi mental berwawasan ekologis diletekan
dalam sendi-sendi kehidupan. Hal ini sesuai dengan semangat ajaran Islam, bahwa
umatnya perlu merestorasi diri dengan semangat menjaga alam sepanjang hayat,
sebagaimana termaktub dalam Q.s. Al-A’raf [7]: 56-58.
Tulisan ini akan memaparkan revolusi mental berwawasan ekologis
sebagai upaya mengatasi permasalahan lingkungan, dengan mengajukan
beberapa pertanyaan, yaitu: Bagaimanakah Alquran memandang permasalahan
lingkungan? Bagaimanakah konsep revolusi mental berwawasan ekologis?
Selanjutnya, bagaimanakah cara membumikan revolusi mental berwawasan
ekologis? Ketiga pertanyaan tersebut akan memberikan jawaban terhadap
permasalahan lingkungan yang terjadi, dengan harapan akan tercipta pemahaman
yang bijak untuk merevolusi mental agar bumi tetap lestari. Semoga tulisan ini
bisa menjadi ‘oase’ dalam meneguhkan diri menjaga lingkungan.
ﯾ ﯿﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄﰅ ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ
ﰋﰌﰍ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Q.s. Al-Rum [30]: 41) (Mushaf
Al-Bantani, 2014: 408).
Ayat di atas dalam Tafsir Al-Maraghi dijelaskan, bahwa orang-orang musyrik
yang menyekutukan Allah S.w.t. merupakan penyebab kerusakan, sebagaimana
termaktub dalam Q.s. Al-Anbiya ayat 22. “Sekiranya ada di langit dan di bumi
Tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa”. Ayat di atas
juga menginformasikan, bahwa manusia telah melanggar larangan-larangan Allah
180 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ
ﯢﯣ
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setalah (diciptakan) dengan baik.
Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat
Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (Q.s. Al-a’raf [7]: 56) (Mushaf
Al-Bantani, 2014: 157).
M. Quraish Shihab (2007: 123), menjelasakan bahwa ayat di atas melarang
perusakan bumi karena merupakan bentuk pelampauan batas. Oleh karena itu, ayat
di atas melanjutkan tunutuan ayat yang lalu dengan menyatakan, “Dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya,
dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut sehingga kamu lebih khusyuk”.
Sesungguhnya rahmat Allah S.w.t. sangat dekat kepada al-muhsinin, yakni orang-
orang yang berbuat baik.
ﯧﯨﯩﯪﯫﯬ ﯭﯮﯯﯰﯱﯲ
ﯳﯴﯵ
…dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah. (Q.s. Al-Hajj; [22]: 5). (Mushaf Al-Bantani, 2014: 332).
Berdasarkan makna semantik kata ardun dalam ayat Alquran di atas,
terdapat indikasi kuat bahwa kata ardun tersebut dalam Alquran dijadikan
sebagai salah satu terma guna memperkenalkan istilah lingkungan dalam disiplin
ilmu ekologi. Ayat di atas juga memeberikan pesan, bahwa tidak ada satu pun
di muka bumi ini yang berdiri sendiri. Semuanya saling bergantung dan saling
membutuhkan. Inilah letiak urgensi menjaga lingkungan agar bisa memberikan
manfaat berkelanjutan.
Ironisnya, penyempitan wacana lingkungan dalam ekologi terapan dewasa
ini melahirkan suatu kenyataan, bahwa titik fokus kajian permasalahan
lingkungan selalu didasarkan pada keuntungan bagi kepentingan manusia, bukan
keuntungan bagi lingkungan itu sendiri, atau keuntungan pahala yang didapat
dari Tuhan. Akibatnya, permasalahan lingkungan ditelantarkan, diacuhkan,
bahkan dikesampingkan. Sehingga, ekologi akan memunculkan wajah arogan,
bukan ekologi santun yang untuh dan menjunjung nilai-nilai humanis. Kondisi
ini menjadi pemicu terjadinya pelbagai permasalahan lingkungan di bumi
tercinta.
Pondasi yang harus dipersiapkan dalam revolusi mental adalah ajaran
agama Allah S.w.t. secara utuh, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Ketiga asas
tersebut merupakan integrasi ajaran Islam yang meliputi kelimuan syariat, adab,
kelembutan, ibadah zahiriyah dan ibadah batiniyah. (Ajat, 2018: 6-7). Pondasi
selanjutnya dalam mewujudkan revolusi mental yang bernilai ialah, perubahan
ke dalam jiwa individu pada beberapa dimensi: pertama, perubahan fitrah
fisik disebut fitrah jismiyah (jasadiyah); kedua, perubahan fitrah psikis (fitrah
ruhaniyah), dan; ketiga, perubahan fitrah psikofisik (fitrah nafsaniyah), yang
meliputi akal, qalb (hati), dan nafs. (Abdul, 1999: 39). Unsur-unsur inilah yang
kemudian membentuk mental seseorang menjadi sebuah tindakan yang baik.
Melalui revolusi mental inilah seharusnya pemerintah membangun ke
pribadian bangsa. Sebagaimana Islam dengan totalitas ajarannya, menawarkan
konsep pembinaan mental yang tidak sekadar membina perkara yang dainggap
sepele, tetapi juga mengatur urusan yang berkenaan dengan manusia terhadap
tuhannya, dirinya, masyarakat sekitar, dan dengan lingkungannya. Revolusi
mental berwawasan ekologis ini dimulai dari komponen inti manusia, yaitu akal,
hati, dan jiwa. Ketika ketiga unsur ini baik maka baik pula kepribadian manusia,
Revolusi Mental Berwawasan Ekologis 185
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, pemahaman ini harus dibumikan agar
lingkungan bisa diwariskan untuk generasi mendatang.
Penutup
Permasalahan lingkungan di negeri ini bersumber dari kesalahan cara pandang
manusia terhadap dirinya dan alam, dengan menempatkan manusia sebagai
centre of the universe. Adanya permasalahan lingkungan pada dasarnya bermula
dari buruknya mental, karena mengabaikan petunjuk Alquran yang berhubungan
dengan interaksi manusai dengan alam. Alquran secara tegas telah memberikan
peringatan tentang hal ini, seperti tercermin dalam Q.s. Al-Rum [30]: 41
dan Q.s. AL-A’raf [7]: 56. Kegiatan merusak lingkungan ini bisa mengancam
eksistensi manusia dan alam, serta mendatangkan azab dari Allah S.w.t. Oleh
karena itu, permasalahan lingkungan dewasa ini perlu disikapi dengan bijak,
salah satunya melalui konsep revolusi mental berwawasan ekologis.
Konsep revolusi mental berwawasan ekologis menghendaki adanya
perubahan yang terjadi pada masyarakat dan negara yang berhubungan dengan
pola pikir (mindset), sikap, dan kebaikan (akhlak) terhadap lingkungan dan
bertujuan untuk membangun peradaban baru yang lebih baik. Keterpaduan
antara revolusi mental dengan wawasan ekologis senada dengan peran dasar
manusia sebagai khalifah di bumi. Sebagaimana dalam Tafsir Alquran Tematik
disebutkan, bahwa manusia sejatinya adalah makhluk yang didelegasikan Allah
Revolusi Mental Berwawasan Ekologis 187
S.w.t. bukan hanya sekadar penguasa di bumi, tetapi juga peranannya untuk
memakmurkan bumi. Selain itu, digulirkannyan revolusi mental berwawasan
ekologis merupakan perwujudan dari semangat menjaga lingkungan agar bisa
diwariskan kepada generasi mendatang.
Revolusi mental berwawasan ekologis ini akan sia-sia jika berhenti hanya
pada tataran konsep atau sekadar inspirasi dokumentasi. Oleh karena itu,
ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membumikan revolusi mental.
Pertama, kontekstualisasi peran manusia sebagai khalifah. Kedua, Indonesia
harus memiliki Environmental Data Base. Ketiga, mendorong pemerintah untuk
mengeluarkan kebijakan No-Paper dan digitalisasi file. Keempat, memperkuat
program yang ada, menggagas program terintegrasi dan lintas sektor. Kelima,
optimlisasi era digital dalam pendekatan sosial.
Revolusi mental berwawasan ekologis ini akan berjalan optimal jika
semua pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat bersama-sama
mewujdukan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, sebagai pihak yang
merumuskan kebijakan, pemerintah harus mampu mendorong terwujudnya
iklim yang berwawasan lingkungan. Masyarakat dan pihak swasta sebagai subjek
pembangunan juga harus sadar bahwa setiap aktivitas yang dilakukan akan
memberikan pengaruh bagi lingkungan. Ketika pemahaman ini sudah dimiliki
oleh setiap orang, maka lingkungan akan ikut terjaga.
Pustaka Acuan:
Abdul Quddus. Échoteology Islam: Teologi Konstruktif Atasi Krisis Lingkungan”.
Jurnal Studi Keislaman Ulumuna, Vol. 16, No. 2, Desember, 2014.
Achmad Cholil Zuhdi. “Krisis Lingkungan Hidup dalam Perspektif Alquran”.
Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis (Mutawatir), Vol 2, No. 2, Desember, 2012.
Aji Purwanti, Semiarto. Revolusi Mental sebagai Strategi Kebudayaan. Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, 2015.
Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2014.
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Tafsir Al-Maraghi. Kairo-Mesir: Musthofa Al-
Babi Al-Habib, 1946.
Dasuqy, Fajar.”Ekologi Alquran”. Jurnal Kaunia, Vol. Iv, No. 2, Oktober,2008.
Departemen Agama RI. Tafsir Tematik Alquran: Pelestarian Lingkungan Hidup.
Jakarta: Lajnah Pelestarian Mushaf Alquran, 2009.
Ghoffar, M. Abdul (Penterjemah). Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Imam As-
Syafi’I, 2008.
Juwaini. “Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Pembangunan Revolusi
188 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Indonesia saat ini sedang mengalami krisis mental. Sebuah problematika lama
yang masih terus diobati hingga hari ini. Wajar jika Presiden Joko Widodo
mengumandangkan kembali gerakan revolusi mental yang pernah digaungkan
oleh Ir. Soekarno. Melalui gerakan ini, Presiden Joko Widodo berharap adanya
perubahan sikap dan pola pikir yang berorientasi kepada kemajuan. Akan tetapi,
kehadiran era global membawa kemudahan dalam akses informasi sekaligus
tantangan terhadap perubah nilai yang boleh jadi tidak sejalan dengan gerakan
revolusi mental.
Saat ini kita berada dalam ruang publik yang serba instan. Opini publik
semakin tidak terkontrol sehingga memberikan ancaman bagi hubungan
dalam bermasyarakat. Dampakanya, kemerdekaan yang telah dimiliki bangsa
Indonesia tidak diikuti oleh kepercayaan anatar sesama sehingga mudah diadu
domba. Produk lama warisan penjajah bernama devide et impera yang tumbuh
subur di era media. Berdasarkan data yang dari dewan pers, diketahui jika
terdapat 40.000 media online di Indonesia namun yang terverifikasi jumlahnya
tidak lebih dari 300 media. Selain itu Kominfo telah memblokir 11 situs yang
189
190 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
dianggap melakukan provokasi berbau Suku Agama Ras dan Antar Golongan
(SARA) (www.cnnindonesia.com). Artinya terdapat banyak ancaman dari media
jika tidak disikapi dengan benar.
Hal ini menunjukan kebebasan berpendapat saat ini telah disalah artikan
menjadi ajang berekspresi melalui gagasan tanpa kendali. Hadirnya berita bohong
atau biasa disebut hoax maupun ujuaran kebencian (hatespeech) akhirnya mudah
masuk dan merusak mental bangsa. Ironisnya hal ini dimanfaatkan oleh segelintir
orang yang memiliki kepentingan baik ekonomi maupun politis namun abai
terhadap dampak panjang kerusakan mental. Padahal di dalam Alquran terdapat
beberapa ayat yang memberikan tuntunan terkait ajaran dan upaya menjaga lisan
seperti yang terdapat dalam Q.s. Al-Hujurat: 12, Q.s. Al-Hujurat: 6, Q.s. Al-Nur:
15, Q.s. Al-Baqarah: 83. Q.s. Qaaf:18 dan ayat lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
lebih jauh terkait upaya menjaga lisan dalam ruang perang informasi seperti
saat ini dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Bagaimana problematika
menjaga lisan di era global? Bagaimana solusi dalam mengupayakan revolusi
mental menjaga lisan? Diharapkan setelah adanya penulisan makalah sederhana
ini, maka akan diperoleh informasi dan solusi aplikatif yang dapat diterapkan
menuju bangsa maju seperti yang dicita-citakan.
Setidaknya terdapat tiga alasan hal ini dapat terjadi, yaitu kebebasan ber
pendapat yang salah kaprah, pola konsumsi informasi dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Pertama, kebebasan berpendapat yang salah kaprah. Kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum sebagaimana diamanahkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 28 telah menjadi dalil
legitimasi untuk mengungkapkan gagasan baik secara lisan maupun tulisan.
Padahal kebebasan berpendapat yang dimaksud adalah kebebasan berpendapat
yang bertanggung jawab. Oleh karena itu penting bagi manusia untuk menjauhi
prasangka dari sebuah berita yang belum tentu diketahui kebenarannya.
Sebagaimana Allah S.w.t. berfirman:
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛﭜ ﭝ ﭞ ﭟ
ﭠ ﭡ ﭢﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫﭬ ﭭ ﭮﭯ
ﭰ ﭱﭲ ﭳﭴ
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah di antara kamu ada yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu
merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha penerima tobat,
Maha penyayang. (Q.s. Al-Hujurat [49]: 12)(Departemen Agama RI, 2004: 745).
Menurut Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi kata wa laa tajassasu berarti
janganlah mencari-cari kesalahan orang lain. Hal tersebut disebabkan sejak
semula pada diri orang yang berprasangka itu sudah ada tuduhan (kecurangan),
kemudian dia berusaha mencari tahu, memeriksa, melihat dan mendengar berita
itu dan memastikan tuduhan (kecurigaan) yang ada pada dirinya. Oleh karena
itu, Nabi SAW. melarang hal tersebut. Sedangkan menurut Al-Maraghi dalam
Tafsir Al-Maraghi kata wa laa tajassasu menyatakan bahwa jangan sebagian
kamu meneliti keburukan sebagian lainnya dan jangan mencari-cari rahasia-
rahasianya dengan tujuan mengetahui cacat-cacatnya. Akan tetapi puaslah
kalian dengan apa yang nyata bagi mu mengenai dirinya. Lalu pujilah atau
kecamlah berdasarkan yang nyata itu bukan berdasarkan hal yang kamu ketahui
dari yang tidak nyata (1993: 229).
Berdasarkan kedua tafsiran tersebut dapat diambil pelajaran bahwa Allah
S.w.t. melarang untuk mencari-cari aib orang lain. Jika hal tersebut sulit untuk
dilakukan maka Islam mengajarkan cara proteksi diri yang begitu mudah namun
elegan, yaitu dengan diam. Sebagaimana dalam sebuah hadis dikatakan:
Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya bertutur kata
yang baik atau diam (Al-Asqalani, 2011: 265).
192 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ
ﭢﭣﭤ
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat
yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum hingga kaum itu mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri. Sungguh Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui
(Q.s. Al-Anfal [8]: 53) (Departemen Agama RI, 2004: 248)
Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran, nash ini memperlihatkan
keadilan Allah dalam memperlakukan manusia sehingga tidak dicabut kenikmatan
mereka sebelum mereka sendiri yang mengubahnya dan mengganti sikap mereka
dengan perilaku yang baik (2013: 215). Berbagai upaya dan program sehebat
apapun jika tidak diikuti oleh tindakan dari pribadi manusia maka tidak akan
terwujud revolusi mental yang dicita-citakan. Hal ini dikarenakan misi besar revolusi
mental merangkul seluruh rakyat Indonesia.
Dalam mewujudkan perbaikan mental dalam upaya menjaga lisan di era
global Islam hadir dengan membawa solusi untuk mencari tahu kebenaran suatu
berita terlebih dahulu, Allah S.w.t. berfirman:
ﭟ ﭠ ﭡ ﭢﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ
ﭮﭯﭰ
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepada mu membawa
suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatan mu itu.
(Q.s. Al-Hujurat [49]: 6) (Departemen Agama RI, 2004: 744).
Dalam kaitan ini, Alquran menggunakan kata fatabayyanuu. Kata perintah
tersebut menuntut penyampaian informasi agar berusaha dengan teliti dan
sungguh-sungguh dalam mencari keterangan dan informasi yang diterima
(Kementrian Agama RI, 2011: 397). Sedangkan menurut Al-Qurthubi dalam
Tafsir Al-Qurthubi menjelaskan bahwasanya kesalahan dalam menerima
informasi disebabkan karena tergesa-gesa dan tidak pelan-pelan. Sehingga pada
ayat ini menunjukkan rusaknya pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa
seluruh kaum muslimin itu unggul sampai ditetapkan adanya cacat. Allah
memerintahkan untuk melakukan pemeriksaan secara teliti dan pemeriksaan
tersebut tidak akan berguna jika sudah dilakukan putusan (2009:30).
Dari kedua tafsiran tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa dalam
menyikapi sebuah berita hendaknya diperiksa telebih dahulu kebenaran isinya
sebelum menyampaikannya kepada orang lain. Hal tersebut penting dilakukan
untuk menghindari munculnya sebuah pemahaman yang salah dan akhirnya
menebar berita bohong ke banyak tempat. Di akhir ayat tersebut dikatakan
194 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
jika manusia akan menyesali perbuatannya. Jika kita liat ke fenomena yang
terjadi saat ini sudah terdapat beberapa orang yang akhirnya tertangkap polisi
karena melakukan ujaran kebencian. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 28 ayat
1 UU ITE mengatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan serta mengakibatkan kerugian
maka akan dipidana paling lambat 6 tahun penjara atau denda maksimal 1
milyar rupiah (2016: 24).
Selain itu dampak kekeliruan dalam menjaga lisan juga dapat memutuskan
hubungan pertemanan. Hal ini biasanya terjadi hanya karena status di media
sosial, kesalah pahaman membalas pesan elektronik dan kenyataan lain
yang membuat hubungan hidup antar manusia menjadi kurang harmonis.
Sebagaimana firman Allah S.w.t:
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu
katakan dengan mulut mu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun dan kamu
menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar. (Q.s. Al-Nur
[24]: 15)(Departemen Agama RI: 490).
Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah kata buhtan adalah
kebohongan yang sangat besar. Kata ini terambil dari kata buhita yang
berarti tercengang dan bingung tidak mengetahui apa yang harus dilakukan.
Kebohongan besar biasa menjadikan seseorang tidak mengerti bagaimana hal
tersebut dapat diucapakan. Penyebaran isu dinilai sebagai buhtan karena ia
adalah ucapan yang disengaja dan tanpa alasan serta bukti yang berkaitan
dengan kehormatan manusia. (2009:501).
Berdasarkan tafsiran tersebut, dalam menyikapi realitas yang terjadi di
masyarakat bahwasanya sering kali opini masyarakat tergiring oleh opini
mayoritas yang pada akhirnya mengesampingkan makna konfirmasi. Selain itu
terkadang masyarakat abai dengan kehadiran para penyebar isu yang lebih sering
terlihat di dunia maya bukan di dunia nyata. Oleh karena itu, penting bagi
manusia untuk menjaga lisannya dan melindungi diri dari pengaruh provokasi
yang bertebaran di berbagai media maupun dari mulut ke mulut. Dalam sebuah
hadis riwayat Buhkari, Rasulullah SAW. telah mengingatkan:
Dari Abu Hurairah dia mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya ada
hamba yang pasti mengucapkan kalimat yang tidak dipikirkannya terlebih dahulu yang
karenanya dia tergelincir ke dalam neraka yang lebih jauh dari apa yang ada diantara
Timur” (Al-Asqalani, 2011: 267)(HR. Bukhari, No. 6477).
Kedua, menggandeng media. Tidak dapat dimungkiri jika media memiliki
peran besar dalam menyediakan ruang berbicara. Namun hal tersebut menjadi
momok berbahaya saat isi berita yang ditayangkan di media pada akhirnya
membuka ruang berbicara tanpa batas, saling umpat dan menebar kebencian
Menjaga Lisan: Sebuah Upaya Memperkukuh Revolusi Mental di Era Global 195
tanpa batas. Peran media dalam upaya merevolusi mental dalam rangka menjaga
lisan menjadi penting mengingat pengguna media sosial di Indonesia cukup
banyak. Berdasarkan data yang penulis himpun dari Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2006 terdapat 132,2 juta pengguna
internet di Indonesia. Dari jumlah tersebut 129,2 juta diantaranya menggunakan
media sosial (2016: 22).
Pada dasarnya pemilik media memahami dampak negatif munculnya
perpecahan akibat saling serang gagasan di media sosial. Mark Zuckenberg
seorang pendiri media sosial nomor 1 di dunia bernama Facebook sebagaimana
dikutip Syuhada dalam Jurnal Etika Media di Era “Post-Truth” menyebutkan
bahwa berita palsu dapat menyebar dalam sesaat karena penggunanya abai
dalam menyelesaikan bias konfirmasi. Penggunaan algoritma dalam membaca
fitur “like” dan “sharing” sangat mengeksploitasi elemen psikologi manusia dan
membuat mereka lebih cenderung untuk menerimanya. Sayangnya Facebook
justru mengabaikan perannya sebagia wadah sosial dalam meminimalisir efek
dan masalah yang dihadapi penggunanya seperti fakenews, hoax maupun
hatespeech (2017: 77).
Dari fakta tersebut dapat diketahui jika pemilik media pada dasarnya
mengetahui adanya efek negatif dari media yang didirikan namun belum
ada upaya meminimalisir hal tersebut. Untuk itu penulis menggagas adanya
gerakan menggandeng media. Secara sederhana apabila ingin membuat media
melakukan perubahan besar adalah dengan melakukan hal besar berupa gerakan
berhenti menggunakan media. Tentu jika tidak memiliki pengguna maka media
akan melakukan perubahan signifikan. Namun hal tersebut agak sulit untuk
diwujudkan karena media massa ibarat telah menjadi candu bagi masyarakat.
Oleh karena itu upaya menggandeng media dapat dilakukan dengan komunikasi
yang baik antara pemerintah dengan media maupun media dengan masyarakat.
Menurut Direktur Jendral (Dirjend), Informasi dan Komunikasi Publik
(IKP) Kominfo, Rosarita Niken Widiastuti mengatakan, media massa memiliki
potensi dalam membangun dan membentuk karakter bangsa. Media dapat
menentukan arah karakter dan nilai yang diterima publik (www.kpi.go.id). Oleh
karena itu dengan menggandeng media melalui pengawasan dan komunikasi
yang bijak antara pemerintah dan masyarakat serta kesadaran masyarakat untuk
menyampaikan kritik terhadap isi berita di media massa maupun media sosial
dapat menjadi senjata melawan godaan kebohongan, pertikaian atau bahkan
perpecahan akibat dari tidak dapat menjaga lisan.
Ketiga adalah peran agama. Kejayaan sebuah bangsa dipengaruhi oleh
komitmennya terhadap keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah ta’la (Waskito,
196 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Penutup
Revolusi mental berbeda dengan revolusi fisik yang mengakibatkan pertumpahan
darah. Tantangan revolusi mental di era global memerlukan dukungan moral
dan spiritual dari masyarakat serta pemerintah dalam usaha bersama menjaga
lisan dalam upaya memperkukuh revolusi mental. Pemahaman kebebasan
berpendapat yang salah kaprah, pola konsumsi informasi dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat yang belum stabil mengakibatkan berbagai godaan menjaga
lisan tumbuh subur di era global.
Dalam menjawab problematika tersebut, penulis menggagas tiga solusi yang
dapat diaplikasikan dalam upaya menjaga lisan baik secara perkataan maupun
tulisan. Pertama, mengubah pola pikir dengan menumbuhkan kesadaran jika
manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama sehingga perlu menyadari
keberadaan orang lain sehingga tidak sembarangan dalam berkata. Selain
itu perlu adanya sikap tabayyun dalam memeriksa informasi yang diperoleh.
Kedua, menggandeng media, hal yang tidak mudah menahan media dari segala
kepentingan komersilnya namun hal yang mungkin menggandeng media untuk
ikut turut serta menyeleksi konten negatif untuk memberikan perlindungan
informasi terhadap konsumen. Ketiga, memaksimalkan peran tokoh agama
Menjaga Lisan: Sebuah Upaya Memperkukuh Revolusi Mental di Era Global 197
Pustaka Acuan:
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 18. Semarang: PT.
Karya Toha Putra
Al-Quran dan Terjemahnya. Departemen Agama RI. 2004
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009.
Arifianto, S. Dinamika Perkembagan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi serta Implikasinya di Masyarakat. Jakarta: Media Bangsa. 2013.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Interner Indonesia. Info Grafis Penetarsi dan Perilaku
Pengguna Internet di Indoensia. 2016.
Kementrian Agama RI. Tafsir Al-Quran Tematik Komunikasi dan Informasi. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran. 2011
Misrawi, Zuhri. Al-Quran Kitab Toleransi. Jakarta: Penerbit Fitrah. 2007.
Perse, Elizabeth M. Media Effect and Society. New Jersey: Lawrance Elbaraum
Associates. 2008.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Quran Terjemahan. Jakarta: Gema Insani. 2013
Raharjo, M Dawam. Menuju Persatuan Umat. Jakarta: Mizan. 2012.
Rivers, William L. Media Massa dan Masyarakat Modern Terjemahan. Jakarta:
Prena Media Grup. 2015
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Vol 8. Jakarta: Lentera Hati. 2009.
198 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Demoralisasi yang terjadi akhir-akhir ini begitu memprihatinkan, terutama
bagi para ibu bapak yang tidak ingin hal tersebut menimpa anak-anak mereka.
Beragam perbuatan tercela (al-af ’al al-madzmumah): korupsi, politik uang,
pengabaian anak-anak terlantar, perundungan, pembunuhan dan pembantaian
oleh massa yang main hakim sendiri, teror bom atas nama jihad dan perusakan
atas nama agama terdapat pada negeri yang mayoritas penduduknya beragama
Islam ini, serta sudah menjadi bagian dari citra Indonesia sehari-hari (Said Aqil
Siroj, 2006:356).
Aksi kejahatan—perundungan (bullying)—kembali terjadi di Provinsi
Banten, pada Jumat (9/3/2018), yang bertempat di sekitar kawasan Ruko
Modernland, Cipondoh, Kota Tangerang. Tindakan tidak terpuji tersebut
dilakukan oleh dua orang remaja wanita berinisial LS (15) dan YIZ (16) terhadap
siswi SMP yang berinisial WN (13). Sambil memaki, kedua pelaku memukul
dan menendang siswi SMP tersebut di bagian kepala hingga membuat siswi
tersebut terjatuh dan menangis (www.kompas.com, 2018).
Hal di atas menjadi catatan penting, bahwa tindakan kejahatan karena masih
199
200 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭬﭭﭮﭯﭰﭱﭲﭳﭴﭵﭶﭷﭸﭹ
Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh
beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang
mengotorinya.
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli dan Al-Imam Jalaluddin
Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Jalalain (tt:263)
memberikan penjelasan: (Maka Dia mengilhamkan kepadanya [jalan] kejahatan
dan ketakwaannya) bahwa antara jiwa terdapat dua jalan, yakni keburukan dan
kebaikan. Kemudian Thabâthabâ’i dikutip dari M. Quraish Shihab dalam tafsir
kontemporernya Al-Mishbah Vol. XV (2010:345) menuturkan, bahwa yang
dimaksud dengan “mengilhami jiwa” adalah penyampaian Allah kepada manusia
tentang sifat perbuatan, apakah dia termasuk ketakwaan atau kedurhakaan setelah
memperjelas perbuatan dimaksud dari sisi substansinya sebagai perbuatan yang
dapat menampung ketakwaan atau kedurhakaan. Memakan harta, misalnya,
adalah suatu perbuatan yang dapat berbentuk memakan harta anak yatim atau
memakan harta sendiri. Jika memakan harta anak yatim, maka hal tersebut
merupakan bentuk kedurhakaan. Sedangkan yang kedua—memakan harta
sendiri yang dicari dari jalan halal—merupakan bentuk ketakwaan.
Alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan menurut Abuddin
Nata dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (2012:129) adalah hati nurani.
Sedangkan alat yang digunakan untuk mencapai keburukan adalah hawa nafsu.
Dalam hal ini, pendidikan harus berupaya mengarahkan manusia agar memiliki
202 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
keterampilan dalam menggunakan akal dengan baik, dan mengatur diri agar
terhindar dari hawa nafsu yang membawa pada keburukan.
Beberapa indikator akhlak menurut Muhammad Iqbal dalam bukunya 8
Golongan yang Dicintai Allah dan 6 Golongan yang Dibenci Allah (2015:24) di
antaranya ialah: (1) berserah diri kepada Allah agar terhindar dari rasa takut dan
bersedih hati (Q.S.. Al-Baqarah [2]:112); (2) berdamai dan memiliki rasa empati
(Q.S.. An-Nisa [4]:128); (3) menahan amarah dan suka memaafkan (Q.S.. Ali
Imran [3]:134); (4) tidak membuat atau mencari-cari masalah, melainkan
memohon maaf (Q.S.. Al-A’raf [7]:56); (5) membalas dengan perbuatan baik
(Q.S.. Yunus [10]:26); (6) sabar dan tabah (Q.S.. Hud [11]:115); (7) bertakwa
dan senantiasa mengambil hikmah dalam tiap persoalan (Q.S.. Yusuf [12]:22);
serta (8) saling menasehati agar terhindar dari perbuatan keji dan munkar (Q.S..
An-Nahl [16]:90).
Dari beberapa indikator di atas, tentu figur yang dapat dijadikan suri teladan
adalah Rasulullah Saw.. dengan begitu keagungan budi pekerti yang dimilikinya
(Q.S.. Al-Ahzâb [33]:21). Selain itu, menurut Imam Al-Ghazali, Asmaul Husna
yang berjumlah 99 dapat diteladani oleh manusia, kecuali sifat ketuhanan-Nya
(M. Quraish Shihab, 2011:760). Berbuat baik tidak hanya akan menjadikan kita
pribadi yang lebih baik, tapi juga dicintai Allah Swt. sebagaimana termaktub
dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 195, yang berbunyi:
ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨﮩ ﮪﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ
Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri)
ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.
berbeda dalam berperilaku, banyak perubahan baik yang akan terjadi (Raghib
As-Sirjani dan Abdul Muhsin, 2017:22).
Manusia Alquran memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersumber dari
gumpalan tanah yang menumbuhkan pelbagai macam sumber makanan yang
baik. Memenuhinya ala manusia, bukan ala binatang. Demikian pula dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruhaniah (M.Quraish Shihab, 2013:364).
Seorang muslim sejati tahu bagaimana menyeimbangkan jasmani dan ruhani.
Idealnya ruhani yang baik didukung oleh jasad yang tangguh, karena pada
keduanya terdapat kebaikan yang begitu bermanfaat (Sri Nuryati, 2008:40).
Sebagian manusia bahkan menjadikan akhlak untuk membangun budi
pekerti yang baik. Semakin baik seseorang membangun budi pekerti dan
merealisasikannya, maka semakin baik masyarakatnya dalam berperilaku (M.
Quraish Shihab, 2017:17). Sejatinya, esensi diciptakannya manusia termaktub
dalam Alquran surat Adz-Dzâriyât ayat 56, yang berbunyi:
ﭳ ﭴﭵﭶﭷﭸ ﭹ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Menggunakan akal dan menjaga diri dari berbuat buruk pada intinya
adalah bentuk dari ketaatan pada Allah Swt. dan yang menggerakkan hati
manusia mengerjakan kewajibannya sebagai bentuk taat pada Allah Swt.
disebabkan karena dua perkara. Pertama, dari dalam, yaitu perasaan sendiri
sebagai orang hidup harus berperangai utama. Kedua, dari luar, yaitu menilik
peraturan pergaulan hidup dan masyarakat bersama, untuk menuju hal tersebut
perlu disatukan tujuan diri (Hamka, 2017:85).
Budi pekerti—akhlak baik—pada manusia juga menjadi kewajiban dan
hak. Dia menjadi kewajiban, karena undang-undang budi pekerti menyuruhnya.
Dia menjadi hak, sebab undang-undang kesopanan memberi kebebasan kepada
manusia untuk mengajarkannya (Hamka, 2017:129). Tentu saja setelah
memahami bagaimana akhlak terbangun dan penyebab bobroknya akhlak,
harus ada akhlak yang kokoh (Matinul Khuluq) dalam jiwa setiap manusia
karena ia merupakan salah satu konsep pondasi inner beauty yang tidak boleh
hilang (Arif Hidayat, 2015:19).
Menggagas Solusi Menuju Banten Religius
Setelah mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perilaku
kejahatan karena akhlak yang tidak baik, maka penulis memberikan formulasi
yang diharapkan mampu menjadi solusi agar tercipta kehidupan masyarakat
Banten yang religius. Solusi yang penulis berikan antara lain:
204 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭲﭳﭴﭵﭶ ﭷﭸ ﭹ ﭺﭻ
Artinya: Kitab (Alquran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka
menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.
Hasan Al-Bishri dikutip dari Aby Al-Fida’i Ismail bin Umar bin Katsir
Al-Quraisy Ad-Dimsyiqy dalam kitabnya Tafsir Alquran Al-‘Adzim (1999:63)
mengatakan mengenai tafsiran ayat di atas: “Demi Allah, tidaklah cara meng
ambil pelajaran dengan menghafal huruf-hurufnya, dan tidak menghilangkan
aturannya, sehingga salah seorang dari mereka berkata: “saya telah membaca
Alquran seluruhnya”, tetapi tidak terlihat padanya Alquran pada akhlak dan
tidak pula pada amalnya. Dengan begitu, membaca ayat-ayat suci Alquran,
diikuti dengan perbuatan baik menjadi tujuan utama dari konsep revolusi
mental agar tercipta masyarakat Banten yang melek kandungan Alquran.
Kedua, menerapkan konsep keteladanan (qudwah). Hal ini sangat di
perlukan, sebagaimana menurut Muhammad Abu Fath Bayanuni—dosen
Pendidikan dan Dakwah di Universitas Madinah—dikutip dari Ulil Amri Syafri
dalam bukunya Pendidikan Karakter Berbasis Alquran (2014:142) mengatakan,
bahwa menurut teorinya, Allah menjadikan konsep qudwah ini sebagai acuan
manusia untuk mengikuti. Selain itu, fitrah manusia adalah suka mengikuti
dan mencontoh, bahkan fitrah manusia adalah lebih kuat dipengaruhi dan
melihat contoh ketimbang dari hasil bacaan. Tuntunan hidup yang bersumber
pada Alquran menjadi realistis karena terdapat konsep qudwah pada penerapan,
sehingga semua konsep ajaran Islam tidak saja idealis, namun juga realistis.
Ketiga, membentuk program “Banten Nyantri”. Program ini penulis
pandang sebagai suatu hal yang perlu dibentuk, latar belakang dari program ini
adalah nilai-nilai kepesantrenan yang begitu baik, kehidupan pesantren ibarat
miniatur masyarakat. Di dalamnya terbentuk struktur kepengurusan mulai dari
pimpinan hingga anggota, serta kehidupan gotong-royong—bermasyarakat—
yang mencerminkan nilai kebaikan hidup. Kehidupan pesantren berbeda
dengan kehidupan non-pesantren. Di pesantren, seseorang lebih banyak jam
belajar daripada waktu santai, serta lebih beragam karakter masyarakatnya
karena banyak yang tidak hanya masyarakat pribumi.
Pada praktiknya, Banten nyantri diharapkan tidak hanya menjadi tugas
masyarakat akademis, tapi juga kalangan pemerintah, organisasi Islam dan
tentunya seluruh elemen masyarakat kalangan atas atau bawah. Formulasi dari
Menjadikan Alquran Sebagai Pilar Visi Misi Provinsi Banten 205
gagasan ini diharapkan mampu mengubah pola pikir masyarakat menjadi lebih
maju, mandiri, bisa berdaya saing, sejahtera dan berakhlak mulia sesuai dengan
visi Provinsi Banten.
Program Banten nyantri bukan berarti mengekang seluruh lapisan ma
syarakat untuk menetap di Pondok Pesantren. Tetapi ikut andil dalam hal:
(1) mensyiarkan ajaran Islam; (2) membentuk lembaga dakwah (3) mengikuti
kajian-kajian Islami (4) membangun madrasah atau pesantren bagi yang
mampu; (5) mengamalkan ilmu atau hadir di majelis taklim yang dekat dengan
tempat tinggal; (6) mengirimkan anak bagi ibu bapak agar mereka tinggal
atau menimba ilmu di pesantren (7) tidak berpikiran buruk terhadap pola
pendidikan yang diterapkan dalam pesantren; serta (8) Menjalin hubungan
dengan pihak pesantren untuk membentuk masyarakat Banten nyantri.
Segala sesuatu yang direncanakan, pada hakikatnya tidak akan berjalan
dengan baik jika bukan kita yang membangun, mengatur, melindungi, atau
menjalankannya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Alquran surat Ar-Ra’d
ayat 11, yang berbunyi:
ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah
keadaan diri mereka sendiri.
Penutup
Dengan berakhirnya tulisan ini, maka dapat diambil benang merah. Pertama,
revolusi mental dapat dilakukan dengan menerapkan pola pendidikan Islami
yang sesuai dengan kandungan ayat-ayat Alquran. Pendidikan akhlak dalam
hal ini juga perlu, sebab akhlak merupakan karakteristik pendidikan Islami.
Pemberian yang Allah anugerahkan—ketakwaan dan keburukan—menjadi
ujian tersendiri. Ketakwaan tentu akan mengantarkan pada kemaslahatan,
sedangkan keburukan akan memberikan timbal balik (feedback) yang buruk
pula. Seorang muslim diharapkan mampu mengontrol hati nurani dan hawa
nafsunya.
Kedua, bejatnya perilaku yang merebak akhir-akhir ini disebabkan karena
tidak tertanamnya nilai-nilai suci Alquran dan tidak teraplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruhani yang tidak
seimbang juga menjadi salah satu faktor penyebabnya, sebab hati yang bersih—
baik bersikap—didukung oleh jasad yang tangguh
Ketiga, membentuk program “Banten Nyantri” sebagai solusi yang
diharapkan mampu mengurangi tindak kejahatan dan bisa menumbuhkan hati
206 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
masyarakat Banten yang dalam hatinya tersimpan nilai-nilai luhur Alquran dan
bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tentu, hal ini akan berjalan
dengan baik jika seluruh elemen masyarakat bergerak, membangun dan peduli
akan nasib generasi cemerlang masyarakat Banten yang diharapkan memiliki
kecakapan ilmu dan berudi pekerti baik.
Pustaka Acuan:
Sumber Buku
Ad-Dimsyiqy, Aby Al-Fida’i Ismail bin Umar bin Katsir Al-Quraisy. 1999. Tafsir
Alquran Al-‘Adzim. Riyadh: Darut Tayyibah.
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. 1989. Ihyâ’ ‘Ulûmuddin. Beirut: Dâr Al-
Fikr.
As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli dan Al-Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar. tt. Tafsir Jalalain. t.pn: CV
Pustaka Assalam.
Departemen Agama RI. 2006. Alquran Al-Karîm dan Terjemah Bahasa Indonesia.
Kudus: Menara Kudus.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa: Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hamka. 2015. Lembaga Hidup. Jakarta: Republika Penerbit.
_____. 2015. Falsafah Hidup. Jakarta: Republika Penerbit.
Hidayat, Arif. 2015. Gantengnya tuh di sini: Mendesain Inner Beauty bagi Muslim
Ala Rasulullah Saw... Jakarta: Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia.
Iqbal, Muhammad. 2015. 8 Golongan yang Dicintai Allah dan 6 Golongan yang
Dibenci Allah. Bandung: Mizania.
Muhammad, Ahsin Sakho. 2017. Oase Alquran Penyejuk Kehidupan. t.pn: Qaf.
Muhsin, Raghib As-Sirjani dan Abdul. 2017. Orang Sibuk pun Bisa Hafal
Alquran. Surakarta: PQ.S. Publishing.
Mulyasa, E. 2015. Revolusi Mental dalam Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2012. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Nuryati, Sri. 2008. Halalkah Makanan Anda?. Surakarta: Aqwamedika.
Shihab, M. Quraish. 2010. Tafsîr Al-Mishbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian
Alquran. Tangerang: Lentera Hati.
_____. 2011. Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat Jilid II. Tangerang: Lentera Hati.
Menjadikan Alquran Sebagai Pilar Visi Misi Provinsi Banten 207
_____. 2013. Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan.
_____. 2017. Akhlak: Yang Hilang Dari Kita. Tangerang: Lentera Hati.
Siroj, Said Aqil. 2006. TaSaw.uf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam
Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Bandung: Mizan.
Syafri, Ulil Amri. 2014. Pendidikan Karakter Berbasis Alquran. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sumber Internet
Dares. 2017. “Visi Misi Provinsi Banten 2017-2022”. Diakses dari www.
bantenprov.go.id, Pada Tanggal 12 April 2018 Pukul 09.09 WIB.
Kabar Banten. 2017. “Hasil Survei LPTQ Terhadap Muslim di Banten, 76,72
Persen Belum Lancar Baca Alquran”. Diakses dari www.kabar-banten.com,
Pada Tanggal 19 Maret 2018 16.42 WIB.
Ridwan Aji Pitoko. 2018. “Polisi Tangkap Dua Remaja Wanita yang Aniaya
Siswi SMP di Tangerang”. Diakses dari www.megapolitan.kompas.com,
Pada Tanggal 18 Maret 2018 Pukul 20.24 WIB.
Revolusi Mental Masyarakat Banten
(Transformasi dari Mental Mustahiq
Menjadi Mental Muzakki)
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.15
Pendahuluan
Indonesia kaya Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Tambang adalah bentuk SDA Indonesia yang hasilnya bisa dimanfaatkan menjadi
emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi. Pemerintah dengan wewenangnya
berhak mengatur dan mengelola hasil tambang. Sektor ini dijadikan sebagai
salah satu penunjang kesejahteraan rakyat, baik dalam skala besar maupun skala
kecil. Hal ini karena faktor pertambangan bernilai ekonomis dan menjadi salah
satu sumber pemasukan negara yang cukup besar nilainya (Salim HS, 2014:12).
Selain dari sektor pertambangan, sektor panganpun menjadi perhatian
khusus bagi bangsa Indonesia. Sebagai negara agraris, secara langsung Indonesia
memiliki sumber pangan. Pangan menjadi kebutuhan dasar manusia untuk
mempertahankan hidup, sebagaimana (Isment, 2007:3 & Suryana, 2008:5)
kecukupan pangan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Oleh karena
itu, ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan Indonesia
dan menjadi fokus utama dalam pertanian apalagi saat ini pemerintah sedang
menggaungkan swasembada pangan.
Sadar atau tidak, ternyata potensi alam ini dimiliki oleh masyarakat Banten.
209
210 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Di daerah Cikotok menjadi daerah penghasil emas, biji besi di Cikurut, bahan
semen di Anyar, intan di Cibaliung dan penghasil batubara di gunung Kencana
(banten.bps.go.id). Selain itu, provinsi Banten menjadi daerah penyangga
pangan Ibu kota (detiknews.com). Artinya, kekayaan produk tambang dan
pangan ini bisa mendongkrak perekonomian masyarakat Banten khususnya dan
negara pada umumnya.
Namun, disamping berbangga dengan dengan kekayaan sektor per
tambangan dan pangan ternyata tetap saja dihadapkan pada persoalan yang
pelik. Banten sebagai negara kaya tampaknya perlahan meredup setelah pelbagai
pertambangan milik negara telah dikuasai asing, pribumi menganggur, dan
kemiskinan semakin teratur dan terstruktur. Bagaimana tidak, kemiskinan di
provinsi tercinta ini masih menunjukkan angka yang memprihatinkan dari tahun
ke tahun. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan hingga September
2017 naik 10,7 persen dari total penduduk di Banten (BPSBanten.go.id).
Hal ini seperti sebuah aksi gali lubang tutup lubang yang tak berkesudahan.
Pemerintah seolah memangkas rumput namun tidak sampai pada akarnya.
Ironisnya, meskipun kekayaan SDA dan SDM berlimpah, ternyata terjadi
impor beras, daging sapi, bahkan garam padahal Indonesia adalah negara
maritim (dikelilingi pulau) harusnya justru mengeskpor bukan impor. Inilah
yang menjadi persoalan serius. Hal ini disebabkan karena belum tertanam
mental dan etos kerja yang lebih baik pada diri bangsa Indonesia serta minimnya
kemampuan sumber daya manusia menjadi faktor penghambat kesejahteraan
bangsa dan ini menjadi catatan penting bagi semua elemen masyarakat.
Padahal provinsi Banten mayoritas muslim seharusnya menerapkan nilai-nilai
Alquran, sehingga masyarakatnya tidak berada pada kondisi memprihatinkan
dan ketergantungan dengan yang lain. Kita harus sadar, Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya
(Q.S.. Al-Ra’du:11).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan transformasi mental
masyarakat Banten yang malas bekerja dan hanya mengharap bantuan orang
lain saja (mustahiq) menjadi mental yang siap bekerja keras demi kehidupan
yang baik bagi mereka namun tidak melupakan yang lainnya (muzakki) dengan
menerapkan empat unsur transformasi dan tiga nilai revolusi mental. Hal inilah
yang dikaji lebih dalam makalah ini.
mental adalah salah satu gerakan untuk melatih dengan sekuat tenaga generasi
Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, dan
berjiwa api menyala-nyala.
Kata revolusi dipahami sebagai perubahan yang cukup mendasar dalam suatu
bidang. Sedangkan kata mental memiliki pengertian sesuatu yang menyangkut
batin, watak dan bukan bersifat badan atau tenaga. Jika digabungkan, maka
revolusi mental dapat dipahami sebagai gerakan perubahan mendasar dalam
watak, batin, pola pikir manusia.
Menteri dalam negeri Thahjo Kumolo mengatakan revolusi mental yakni
perubahan mendasar terhadap cara berfikir, bekerja, dan cara hidup yang
lebih baik (Hamry Gusman, 2016). Revolusi mental mengajak kita untuk
menyadari dan mengubah sikap hidup yang tidak hanya sekedar hanyut dalam
arus kehidupan serta tidak menjalani hidup sekedar pasrah mengalir seperti air,
namun perlu adanya perubahan-perubahan menuju kemaslahatan hidup yang
baik. Pendeknya, revolusi mental diartikan sebagai perubahan mendasar atas
pola pikir (mindset) dan pola kerja yang mencerahkan.
Ada tiga nilai dalam gerakan revolusi mental, yaitu integritas, etos kerja
dan gotong royong (Kemenko, 2015:29). Integritas dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1988: 335) memiliki pengertian jujur dan dapat dipercaya.
Orang yang memiliki integritas adalah yang dianggap baik, panutan dan
menjadi teladan dalam banyak hal sebab mampu berkomitmen secara benar baik
perkataan maupun perbuatan. Wujud integritas untuk mencapai kemakmuran
dilakukan dengan cara masyarakat Banten harus berintegritas yang tinggi dan
yakin, bahwa bisa melakukan segala sesuatu dengan baik. Sehingga, pekerjaan
apapun yang dikerjakan akan maksimal dan optimal apalagi jika dibarengi
dengan tekad bulat memajukan kesejahteraan. Nilai integritas terdapat dalam
surat as-Shaf ayat 3:
ﮤ ﮥﮦﮧﮨﮩﮪﮫﮬﮭ
“Sangatlah besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
kerjakan”
Dengan demikian, jika masyarakat Banten memiliki integritas yang tinggi,
maka pasti mampu mengemban amanah untuk mengelola kekayaan ini dengan
penuh komitmen memajukan negara ini,
Nilai revolusi mental yang kedua, etos kerja. Etos kerja juga mengandung
sebuah makna tentang semangat yang menggelegar untuk mengubah sesuatu
lebih bermakna (Toto tasmara, 2002:21). Etos kerja ini tentang perilaku kerja
yang inovatif, memiliki daya saing yang tinggi, optimis, dan produktif juga
212 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ
ﯬﯭﯮ ﯯﯰ
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah
yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata “bekerjalah kamu” merupakan bentuk
perintah yang tidak hanya untuk Rasulallah Saw., namun bentuk perintah
ini juga berlaku untuk seluruh hambaNya. Lakukan dan kerjakan segala
amalan karna nanti di hari kiamat segala amalan yang pernah dilakukan akan
diperlihatkan dihadapan Allah swt, Rasul dan orang-orang mukmin.
Selain merupakan bentuk perintah, kata ini juga sebagai bentuk ancaman
untuk semua hamba Allah agar berusaha, bekerja, dan melakukan segala amalan
baik dan meninggalkan yang buruk. Revolusi mental mengajak setiap jiwa
untuk menuju pada perubahan yang lebih baik, sehingga jiwa akan terbiasa dan
selalu terdorong untuk melakukan hal yang baik-baik.
Bentuk kesadaran jiwa akan suatu keburukan, kemudian membiasakan
jiwa untuk terbiasa melakukan hal baik dapat menjadi titik awal perubahan
mental, jiwa, sikap menjadi lebih baik, berintegritas, selalu bekerja keras, dan
selalu membangun kemitraan (gotong royong). Pada titik inilah revolusi mental
seseorang untuk lebih baik akan terjadi.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bekerja adalah salah satu
kewajiban bagi umat manusia untuk mencari karunia dari Allah dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sikap kerja keras, inovatif dan memiliki
daya saing tinggi tentu akan membawa perubahan-perubahan dasar menuju
penghidupan yang lebih baik. Jika, masyarakat ditananmkan dengan karakter
kerja yang baik, maka akan selalu mengerjakan sesuatu dengan penuh usaha dan
pasti akan menjadi pekerja keras.
Sedangkan nilai revolusi mental yang ketiga adalah gotong royong.
Gotong royong menjadi kerjasama kelompok masyarakat untuk mencapai
tujuan positif secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam Alquran
gotong royong dikenal dengan istilah ta’awun. Kata ini terdapat pada surat
al-Maidah ayat 2:
ﯭ ﯮ ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶﯷ ﯸ ﯹﯺ ﯻ ﯼ
ﯽﯾﯿ
Revolusi Mental Masyarakat Banten 213
Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat berat siksaannya.
Melalui ayat tersebut, Allah memerintahkan manusia untuk saling tolong
menolong dalam hal kebaikan dan melarang untuk tolong menolong dalam
keburukan. Semangat nilai-nilai gotong royong dapat tercermin pada sikap
saling berbuat baik dan membangun mitra yang baik terhadap sesama. Adanya
kerjasama tentu akan melahirkan kinerja dan keuntungan yang lebih baik pula
antar kedua belah pihak. Hal ini berarti, diperlukan kerjasama dan kemitraan
yang baik antar semua elemen masyarakat untuk bisa berjuang bersama
mensejahterakan masyarakat menuju masyarakat sejahtera.
Penjelasan nilai-nilai revolusi mental di atas menunjukkan bahwa pentingnya
penerapan tiga nilai tersebut sebagai gerakan hidup baru dalam bermasyarakat.
Masyarakat harus mampu mengubah pola pikir dan kerja lebih baik lagi demi
tercapainya cita-cita bangsa Indonesia menuju kesejahteraan bersama melalui
gerakan revolusi mental.
ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Mengenai ayat ini, (Wahbah Zuhaili, 2015:126) mengungkapkan bahwa
Allah tidak akan mengubah keadaan dan kondisi umat Islam yang mulia,
kuat, makmur, sejahtera, unggul dan merdeka selagi umat Islam tersebut tidak
mengubah dirinya pada perbuatan yang keji.
Sedangkan, (Quraish Shihab, 2002: 556-557) menjelaskan bahwa ayat
tersebut berbicara tentang perubahan sosial. Ini dapat dipahami dari penggunaan
kata “qaum” pada ayat tersebut. Selain itu, ayat ini juga menekankan bahwa
perubahan yang dilakukan oleh Allah haruslah didahului oleh perubahan yang
dilakukan oleh masyarakat.
Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa ayat ini menunjukkan pesan
revolusi mental bagi manusia untuk memperbaiki kehidupannya melalui
perubahan-perubahan ke arah lebih baik. Perubahan tersebut tidak hanya
dilakukan oleh individu saja, namun juga dilakukan dan disebarkan kepada
masyarakat luas. Karna itu, boleh saja terjadi perubahan oleh penguasa namun
jika masyarakatnya tidak berubah maka keadaan akan tetap sama seperti
sediakala.
Untuk itu, masyarakat harus mempertahankan nilai-nilai positif yang
ditunjukkan dengan perubahan pola pikir dan mental pribadi masing-masing
yang dimulai dengan membangun niat, tekad, dan komitmen dalam hati untuk
sama-sama memperbaiki kondisi diri menuju lebih baik lagi. .
Dengan segala kebaikan yang ada pada manusia maka karakter moral
bangsa harus dibangun sedini mungkin, bahkan harus dibangun sebelum
manusia mengenal kejahatan. Terdapat dua jenis karakter, yaitu karakter moral
dan karakter kinerja (Anis, Baswedan, 2015:13).
Pertama, karakter moral harus ditumbuhkan pada setiap pribadi. Bertakwa,
jujur, berintegritas, dan segala kebaikan lainnya harus menghiasi jiwa dan mental
masyarakat Banten sebagai bekal mengubah mental menjadi lebih beriman dan
cerdas untuk mengubah mental diri agar tidak menjadi mustahiq (mental selalu
ingin diberi) agar Banten sejahtera.
Kedua, karakter kinerja. Hal ini juga sangat dibutuhkan dalam merevolusi
mental masyarakat Banten, sebab untuk mewujudkan Banten yang bahagia
harus dilakukan dengan kerja keras, professional dan tanggung jawab. Jika
hal ini yang dilakukan masyarakat, maka sangat dimungkinkan lambat laun
karakter ini akan melekat pada diri bangsa dan upaya mewujudkan Banten
sejahtera akan terwujud.
ﭺﭻﭼﭽﭾ ﭿ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebajikan.
Ayat di atas, sangat penting dikaji berkaitan dengan bagaimana sikap
menghadapi bangsa asing yang menguasai aset bangsa ini yakni. Lebih lanjut,
proses nasionalisasi menurut ayat ini dilakukan dengan menyuruh pribumi
untuk bersikap proporsional dan baik. Maksudnya, sikap proporsional ini tidak
boleh membiarkan negara dan bangsa ini terpuruk tapi kita juga tidak bisa diam
melihat keserakahan bangsa asing yang menjarah kekayaan negeri Indonesia
dengan trik, strategi dan perhitungan yang matang. Usaha ini dilakukan
dengan terus memperbaiki Sumber Daya Manusia dengan membekali dengan
pendidikan dan keterampilan.
Sedangkan, kata ihsan berarti baik, bagus. Maksudnya, hanya pemimpin
yang ihsan (tidak hanya janji di lisan) ia berani menasionalisasi aset bangsa
ini yang tentunya harus dengan mufakat semua elemen masyarakat demi
kesejahteraan rakyat.
d. Tawakkal
Tawakkal adalah pasrah diri terhadap kehendak Allah. Orang yang bertawakkal
artinya orang yang punya iman, artinya segala sesuai dengan pengawasan Allah.
Tanda orang yang bertawakkal bersikap optimis, tenang dan tentram atas apa
yang telah diterimanya. Tawakkal juga diartikan sebagai wujud penyandaran
hati kepada Allah dan percaya Allah berkuasa atas segala sesuatunya (Syaikh
Ahmad Farid, 2012: 348).
Kata tawakal disebut dalam Alquran sebanyak 83 kali dalam 31 surat
(Jejen, Musfah, 2001:189) diantaranya Q.S.. Ali Imran 159, al-Anfal 61, Hud
123, al-Furqan 58, al-An’am 66, asy-Syuara 217 yang semuanya mengacu pada
penyerahan.
Dengan demikian, Islam menyuruh pemeluknya untuk berusaha keras,
dan beramal di jalan Allah dan mewajibkan agar segala usaha dan amalnya
dikerjakan sambil bertawakal kepada Allah. Dalam rangka memajukan Banten
menuju lebih baik maka diperlukan mental bangsa agar menjadi pekerja keras,
bermoral, dan tawakal kepada Allah. Artinya, jika masyarakat telah sepakat
melakukan usaha terbaik untuk negeri ini, maka diperlukan niat yang baik,
karakter moral dan kinerja yang baik, menasionalisasi aset bangsa, setelah itu
serahkan kepada Allah.
Revolusi Mental Masyarakat Banten 217
Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk merevolusi mental
masyarakat Banten menjadi lebih baik lagi tidak bisa dilakukan secara instan.
Namun, diperlukan proses untuk mewujudkannya.
Dalam hal ini, transformasi menjadi jalan keluar untuk mengubah mental
masyarakat Banten agar aset negara tidak dikelola asing dan tidak import
kebutuhan pokok (mental mustahiq ) menuju masyarakat pekerja keras, mengelola
kekayaan alam secara mandiri dan ekspor kebutuhan pokok (muzakki) untuk
hidup sejahtera dan lebih baik lagi.
Proses transformasi ini terdiri dari (niat, tarbiyah, nasionalisasi dan
tawakkal) dan dengan menerapkan tiga nilai revolusi mental bidang ekonomi
yakni integritas, etos kerja dan gotong royong. Jika proses transformasi dan
nilai revolusi mental ini diterapkan oleh masyarakat Banten, maka akan tercipta
mental-mental pekerja keras (muzakki) yang akan membantu perekonomian
lebih baik lagi.
Pustaka Acuan:
Sumber Buku
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia dan Arab, Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007
Hayyie, Abdul, Tafsir al-Munir Wahbah Zuhaili Jilid 7, Jakarta: Gema Insani, 2014
Alquran dan Terjemahan, Jakarta: Kemenag RI, 2010
Baswedan, Anis, Merawat Tenun Bangsa, Jakarta: Serambi, 2015
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2002
Gusman, Hamry, 5 Pilar Revolusi Mental, Jakarta:PT. Elex Media Komputindo,
2016
Ismet, M. Tantangan Mewujudkan Kebijakan Pangan yang Kuat, Jakarta: Badan
Urusan Logistik, 2007
Muchson, Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Serat Wedhatama, Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2013
Musfah, Jejen, Indeks Alquran Praktis, Bandung: Mizan, 2001
Salim, HS, Hukum Pertambangan dan Batubara, Jakarta: Sinar Grafika, 2014
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta:
Lentera Hati, 2002
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran Vol 2, cet.
VIII, Jakarta: Lentera Hati, 2007
Shihab, M. Quraish, Wawasan Alquran, Bandung: Mizan, 1999
218 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Sumber Internet
www.BPSBanten.go.id
www.detiknews.com
www.kompas.com
Ustad Gaul: Rekonstruksi Revolusi
Mental dalam Membentuk Generasi
Qur’ani
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.04
Pendahuluan
Pesatnya kemajuan dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah membuka
era baru dalam perkembangan budaya, serta cara berfikir umat manusia yang
dikenal dengan era globalisasi. Pada era ini ditandai dengan semakin dekatnya
jarak dan hubungan serta komunikasi antar bangsa dan budaya umat manusia.
Dunia tampak sebagai satu kesatuan system yang saling memiliki ketergantungan
antar satu dengan yang lainnya. Dalam suasama semacam itu, tentunya umat
manusia membutuhkan seorang yang dapat membawa kepada jalan kebaikan.
Dalam realita hidup, generasi muda Indonesia, masih terbelenggu dengan
masalah narkoba atau obat-obatan terlarang. Banyak dari mereka yang ter
perangkap dalam hasutan teman pergaulannya sehingga ikut-ikutan untuk
mengonsumsi barang itu. Setelah terperangkap, mereka akan terus membuat
semacam geng atau biasa disebut “Komplotan narkoba” untuk membujuk
generasi muda yang masih mengalami transisi. Tidak hanya orang dewasa
ataupun remaja, bahkan anak-anakpun bisa jadi korbannya.
Namun, semua itu tidak akan dibiarkan begitu saja oleh generasi muda
yang masih sadar dan tahu akan pentingnya nasib bangsa Indonesia di masa
219
220 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
depan. Mereka tidak akan tinggal diam dan termenung, melainkan cepat sigap
mangantisipasi serta menumpas habis masalah generasi muda penerus bangsa
untuk tuntas dari berbagai persoalan yang sedang menimpanya. Oleh karena
itu, harus ada cara bagaimana mengantisipasi hal tersebut.
Syekh Az-Zarnuji menjelaskan bahwa ketika temanmu itu mempunyai tabiat jelek
dan perusak maka jauhilah ia dengan secepatnya sebelum kejelekan temanmu itu
mempengaruhimu, lalu kamu berulah seperti apa yang dilakukannya. Namun jika
temanmu itu adalah sosok yang mempunyai tabiat baik, maka bertemanlah kamu
dengannya, supaya kamu mendapatkan petunjuk, sebab pertemanan itu berpengaruh,
karena itu buah dan manfaat dari sebuah pertemanan akan berpengaruh untukmu.
Hal ini seperti apa yang telah dikukuhkan dalam sebuah hadiys, bahwa sesungguhnya
pertemanan itu punya sisi yang dapat mempengaruhi, jika tidak maka semua makhluk
yang diciptakan Allah SWT akan terhindar dari kerusakan dan hal buruk atau celaka.
(2006:14)
Dengan demikian, sebagai seorang pelajar atau generasi muda hendaknya
dalam bergaul membatasi dirinya untuk tidak berteman dengan orang-orang
yang malas atau mempunyai akhlak jelek.
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar merupan tujuan utama dan termulia
diciptakannya seorang manusia. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠﮡ ﮢ
ﮣﮤﮥ
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung (Q.S Ali-Imran [3]:104) (Tubagus Najib, 2012:63).
Dengan turunnya perintah tersebut, maka hendaknya ada sebagian orang
dari orang-orang yang beriman yang senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar, agar umat manusia tidak tenggelam dalam kesesatan, dan sekaligus
dapat mengurangi jumlah kemaksiatan. Jika di dalam suatu masyarakat telah
ada sejumlah orang yang senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar,
maka masyarakat semacam itu akan terlindungi dari murka dan siksaan-Nya.
Dengan adanya ustad gaul akan dapat merubah mental generasi qur’ani
saat ini, karena ustad gaul dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar,
serta berperan sangat penting bagi para remaja bahkan anak-anak, juga dapat
menyampaikan dakwah sesuai dengan situasi, kondisi, dalam masyarakat sekitar,
baik dalam bahasanya, gayanya, mauapun cara penyampaiannya. Sehingga
dapat diterima oleh masyarakat serta para remaja khususnya.
Bertolak dari pemikiran di atas, tulisan ini bermaksud menjelaskan bahwa
ustad gaul dapat mengatasi rekonstruksi revolusi mental dalam membentuk
generasi qur’ani. Maka, starting point dari masalah di atas yaitu apa yang di
Ustad Gaul: Rekonstruksi Revolusi Mental dalam Membentuk Generasi Qur’ani 221
maksud ustad gaul? Bagaimana gagasan rekonstruksi revolusi mental? Apa saja
ikhtiar untuk membentuk generasi qur’ani?
ﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ ﰍ ﰎ ﰏ ﰐﰑ
…Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…
(Q.S Al-Mujadalah [58]:11) (Tubagus Najib, 2012:543)
Dengan demikian, Imam Jalaluddin Al-Mahalli menjelaskan dalam ayat
tersebut bahwa “Niscaya Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian karena ketaatannya dalam hal tersebut dan Dia me
ninggikan pula orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat di
Surga nanti. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan” (tt:450).
Oleh karena itu, Allah SWT akan meninggikan derajat di Surga nanti
kepada orang-orang yang beriman dan diberikan ilmu pengetahuan. Diantara
222 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
nya kepada seorang guru, karena guru memiliki ilmu, selain memiliki ilmu, ia
mengamalkan kepada orang-orang yang senantiasa ingin mendapatkan ilmu
agar bermanfaat. Akan tetapi, jika seorang guru tersebut tidak beriman, maka
tidak akan ditinggikan derajat oleh-Nya, karena beriman dan berilmu harus ada
pada diri manusia, terutama oleh seorang guru sebagai penegak amar ma’ruf
nahi munkar.
ﭞﭟﭠﭡﭢﭣﭤﭥﭦﭧﭨ
ﭩﭪ
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena
kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf. Dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah… (Q.S Ali-Imran [3]:110) (Tubagus Najib, 2012:64)
Cara berdakwah yang paling mendekati keberhasilan adalah hendaknya
si da’i hidup dengan apa yang ia sampaikan kepada umat atau pendengar
dakwahnya. Sebab, tujuan dakwah hanyalah untuk mengajak manusia kepada
jalan Allah SWT yang lurus. Dan seorang mukmin adalah siapa yang lahir
maupun batinnya lurus. Dan seorang mukmin adalah siapa yang lahir maupun
batinnya lurus. Jika hidup seorang mukmin setengah-setengah, maka ia dapat
dikatakan sebagai seoarang yang bersikap munafik. Oleh karena itu, seorang da’i
harus bersih dari segala sifat tidak terpuji. Karena keimanan yang kuat bernilai
sangat tinggi, dan ia tidak akan menyampaikan sesuatu kecuali yang baik serta
lurus di setiap masa dan tempat.
Ustad Gaul: Rekonstruksi Revolusi Mental dalam Membentuk Generasi Qur’ani 223
Syekh Manna’ Al-Qaththan mengatakan alam yang luas dan dipenuhi makhluk-makhluk
Allah SWT ini, gunung-gunung yang menjulang tinggi, samudranya yang melimpah,
dan datarannya yang menghampar luas, menjadi kecil dihadapan makhluk yang
lemah, seperti manusia. Yang demikian disebabkan Allah SWT telah menganugrahkan
kepadanya berbagai keistimewaan, dan memberinya kekuatan berfikir yang mampu
menebus segala sisi untuk menundukkan unsur-unsur kekuatan alam tersebut dan
menjadikan sebagai pelayan bagi kepentingan kemanusiaan. Allah SWT sama sekali
tidak akan melantarkan manusia tanpa memberikan kepadanya sebersit wahyu, dari
waktu ke waktu, yang akan membimbingnya ke jalan petunjuk sehingga mereka
dapat menempuh kehidupan ini atas dasar keterangan dan pengetahua. Ungkapan
tersebut memberikan penyerahan kepada setiap manusia, bahwa Allah SWT telah
menganugrahkan kepada manusia sebagai keistimewaan. (2004:257).
Oleh karena itu, seorang ustad gaul sangat berperan bagi kehidupan
generasi qur’ani saat ini, dan harus merekonstruksinya agar timbul banyak
generasi-generasi seperti ustad gaul tersebut, karena dapat mencetak generasi
yang berakhlak Alquran, dan dapat merubah mental generasi saat ini.
Setiap kali terdegar berita tentang wafatnya guru atau ulama, betapa
setiap dada mukmin pasti bergetar, khawatir yang patah takkan tumbuh dan
hilang berganti. (El Saha, 2008:9). Persoalan mendasar yang mungkin inheren
dengan keprihatinan umat dengan kelangkaan ustad saat ini, karena beban dan
tugas mereka begitu berat dalam merekat umat untuk tidak terpecah-pecah.
Pada dasarnya ustad memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam
pembangunan bangsa. Hal ini karena ketokohannya di bidang ilmu agama dan
merupakan panutan masyarakat. Sebagai panutan, mereka mempunyai charisma.
Sampai sekarang, masyarakat umumnya masih menerima dan menghayati
pengertian ustad sebagai ketokohan yang khas.
Selain itu, tugas menegakkan amar ma’ruf nahi munkar bukanlah
merupakan tugas utama seorang ustad gaul atau setiap mukmin semata. Akan
tetapi, lebih jauh dari itu juga menjadi tugas utama Negara dan pemimpinnya.
Sebab, mereka mempunyai kekuasaan untuk menindak segala kemunkaran
melalui kekuasaan yang tengah disandangnya, seperti menghapuskan perzinaan,
perjudian, minuman keras, dan penimbunan barang kebutuhan pokok.
Pekerjaan semacam itu tidak dapat dilakukan oleh orang biasa yang tidak
mempunyai kewenangan atau kekuasaan apa pun. Apalagi jika ia bertindak
dengan kekerasan, tentunya ia akan menghadapi tuntutan hukum dari Negara.
Jika para pemimpin suatu negeri tidak mau menindak segala bentuk perbuatan
munkar dengan kekuatan dan kekuasaan yang telah diamanahkan, maka mereka
harus diberi peringatan oleh rakyat yang telah memilih mereka sebagai para
pemimpin pada negeri tersebut. Alhasil, tugas amar ma’ruf nahi munkar adalah
beban bagi setiap mereka yang mengaku dirinya sebagai muslim dan mukmin.
224 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱﯓ
ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
Ustad Gaul: Rekonstruksi Revolusi Mental dalam Membentuk Generasi Qur’ani 225
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk (Q.S An-Nahl [16]:125) (Tubagus Najib,
2012:281).
Berdasarkan ayat di atas, metode dakwah di dalam Alquran ada 3 perkara,
yaitu:
a. Bil Hikmah (Kebijaksanaan)
Yaitu cara penyampaian dakwah sesuai dengan keadaan penerima dakwah.
Contoh ceramah dalam pengajian, pemberian santunan kepada anak yatim,
korban bencana alam, pembangunan tempat ibadah, dan lain-lain.
b. Mauizhah Hasanah
Yaitu memberi nasehat atau mengingatkan kepada orang lain dengan
tutur kata yang baik, sehingga nasehat tersebut dapat diterima tanpa ada
unsur keterpaksaan. Miasalnya, ceramah umum, tabligh akbar, kunjungan
keluarga, penyuluhan, dan lain-lain.
c. Mujadalah (Bertukar pikiran dengan cara yang baik)
Pada zaman sekarang, bertukar pikiran menjadi suatu kebutuhan karena
tingkat berpikir masyarakat sudah mengalami kemajuan. Namun demikian,
seorang da’i harus mengetahui kode etik dalam pembicaraan atau perdebatan
sehingga akan memperoleh mutiara kebenaran, bahkan terhindar dari ingin
mencari popularitas ataupun kemenangan semata.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam ayat Wa Jaadilhum Billati Hiya Ahsan
yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlakukan
perdebatan dan bantahan. Maka hendaknya hal ini dilakukan dengan cara yang
baik, yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta secara yang bijak.
(2006:292).
Dari ketiga metode dakwah di atas. Maka ada beberapa upaya dakwah
ustad gaul dalam membentuk generasi qur’ani di antaranya;
1) Berdakwah dengan penuh kasih sayang
Seorang da’i atau ustad adalah pejuang yang mengembangkan kasih sayang
kepada segala sesuatu. Dia tidak akan menggunakan cara-cara yang keliru
untuk menyampaikan dakwahnya, misalnya menggunakan kekerasan,
kekuatan, dan paksaaan. Karena untuk meneguhkan iman dalam hati
seseorang tidak perlu menggunakan cara yang keliru seperti yang disebutkan
di atas. Untuk menerangkan keimanan kepada orang lain dibutuhkan
sikap kasih sayang, toleransi, dan kesabaran. Bila ini yang dilakukan maka
keimanan dapat tumbuh subur di hati setiap orang yang berjiwa qur’ani.
2) Mengiringi dakwah dengan do’a
Berdo’a merupakan tugas utama yang harus senantiasa dilakukan oleh
226 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
seorang da’i atau ustad, karena berdo’a merupakan sarana paling utama
untuk berhubungan dengan Allah SWT. Setiap ingin melakukan sesuatu
harus diawali dengan niat dan do’a, agar setiap aktivitas mendapatkan
ridho-Nya.
3) Berdakwah dengan cerdas
Seorang da’i atau ustad yang selalu mengajak orang lain ke jalan Allah SWT,
hendaknya berfikir objektif, sehingga dapat menempatkan dirinya sesuai
dengan lingkungan yang dihadapinya. Ketika ia berbicara dihadapan para
pendengarnya, ia menyesuaikan materi dan bahasanya sesuai kemampuan
berpikir para pendengarnya. Sehingga pembicaraan dapat diterima oleh
mereka, karena isi pembicaraanya dikagumi oleh para pendengarnya, tidak
muluk-muluk, tidak membosankan, dan tidak menyakitkan hati mereka.
4) Menjaga empati
Setiap mukmin khususnya para da’i dan ustad, hendaknya mempunyai
perasaan sangat prihatin ketika melihat kesesatan dan pembangkangan
umatnya terhadap agama Allah SWT. Dengan perasaan itu, maka hatinya
akan tergerak untuk membimbing ke jalan yang lurus, seperti yang
dirasakan oleh Rasulullah SAW., ketika melihat kaumnya sangat sesat,
sehingga Alquran menggambarkan sebegai berikut, seperti yang disebut
dalam firman-Nya:
ﭘﭙﭚ ﭛﭜﭝﭞ
Boleh jadi engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu (dengan kesedihan),
karena mereka (penduduk mekah) tidak beriman (Q.S Asy-Syu’ara [26]:3) (Tubagus
Najib, 2012:367).
Dengan demikian, Allah SWT mengisyaratkan bahwa beliau sangat
menghawatirkan keselamatan umatnya ketika mereka menentang ajaran
Islam. Sifat ini hendaknya dimikili oleh para da’i dan ustad.
5) Memiliki kedalaman ruhani
Seorang da’i atau ustad harus mempunyai ruhani yang sangat dalam, karena
perilaku dan tutur katanya akan dijadikan suri tauladan yang baik bagi
orang lain dan sebagai tanda bahwa ruhani adalah sehat. Jika seorang
da’i atau ustad sangat dalam keruhaniannya, maka ia akan sukses dalam
berdakwahnya kepada orang lain.
6) Melaksanakan dakwah dengan penuh kerinduan
Seorang da’i atau ustad yang melaksanakan tugasnya dengan penuh
kerinduan dan merindukan, maka ia tidak berharap imbalan apapun dari
selain Allah SWT. Karena ia mengetahui bahwa rizki itu sudah diatur oleh
Sang Pemberi Rizki yaitu Allah SWT.
Ustad Gaul: Rekonstruksi Revolusi Mental dalam Membentuk Generasi Qur’ani 227
ﮬﮭ ﮮﮯ ﮰ ﮱ
Wahai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah! Lalu berilah peringatan” (Q.S
Al-Muddatsir [74]:1-2) (Tubagus Najib, 2012:575).
Memang semua ajaran agama ini berisikan nasihat bagi setiap pengikutnya.
Karenanya, menegakkan tugas suci amar ma’ruf nahi munkar merupakan
pengabdian paling besar. Demikian pula setiap da’i harus mengenalkan kepada
228 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
setiap muslim atas kitab Alquran sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘﭙ ﭚﭛ
Sungguh, Kami telah mendatangkan Kitab (Alquran) kepada mereka, yang Kami
jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman (Q.S Al-A’raf [7]:52) (Tubagus Najib, 2012:157).
Pemuda termasuk dalam naungan Surga jika pemuda yang tumbuh dalam
keadaan beribadah kepada Allah SWT. (Handoko, 2014:9). Mengapa pemuda
yang demikian itu menjadi begitu istimewa? Karena masa remaja itu dipenuhi
dengan berbagai gejolak dan problematika. Apalagi dengan kondisi kejiwaan
masih labil, kemungkinan para pemuda terjerumus ke dalam pergaulan yang
rusak, hanya menuruti syahwatnya jauh lebih besar dari pada kemungkinan
menjadi pribadi yang tenang (Mutmainnah) dan rajin (Istiqamah) mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Pertalian dan kerja sama yang erat antara guru-guru lebih berharga dari pada
gedung yang molek dan alat-alat yang cukup. Sebab apabila guru-guru saling
bertentangan, anak-anak akan bingung dan tidak tahu apa yang dibolehkan
dan apa yang dilarang. Oleh karena itu, guru hendakya jangan bersikap seperti
majikan terhadap bawahannya. Malahan ia harus mengabdi kepada guru-guru
lain, artinya ia harus mengurus dan siap sedia memperjuangkan kepentingan
guru-guru lain. (Daradjat, 2016:44)
ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢﮣ ﮤ ﮥ
Dan sungguh, telah Kami mudahkan Alquran untuk peringatan, maka adakah orang
yang mau mengambil pelajaran? (Q.S Al-Qamar [54]:17) (Tubagus Najib, 2012:529).
Dengan demikan, bahwa Alquran itu mudah untuk dipelajari jika benar-
benar ingin mempelajarinya. Alquran mencakup sehgala aspek, bukan hanya
tilawahnya, tetapi juga pemahaman terjemah dan tafsirnya. Bagi umat Islam
yang peduli dengan ketentuan agama, sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak
bisa lancar membaca dan memahami isinya dengan baik. Apalagi selama ini
banyak pihak dan lembaga yang konsen dalam memberikan perhatian kepada
Alquran, agar dikaji dan dipelajari secara serius, terpadu, dan berkesinambungan.
Mereka berusaha secara optimal dengan berbagai cara untuk mendekatkan
dan mengakrabkan masyarakat muslim Indonesia dengan bacaan, hafalan,
Ustad Gaul: Rekonstruksi Revolusi Mental dalam Membentuk Generasi Qur’ani 229
Penutup
Ustad gaul adalah seorang guru yang hidup berteman atau bersahabat dengan
masyarakat di lingkungan sekitarnya. Sehingga dapat dijadikan contoh bagi
kaum remaja sebagai generasi di masa yang akan dating untuk meneladani jejak
dakwah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Bukan berarti ustad gaul itu
identik dengan aneka pernak pernik yang melekat di tubuhnya.
Sebagai seorang ustad gaul memiliki peran dalam rekonstruksi revolusi
mental membentuk generasi qur’ani di antaranya sebagai orang yang dipercayai
oleh masyarakat, sebagai penasihat untuk senantiasa berada dalam jalan yang
lurus, serta sebagai penegak amar ma’ruf nahi munkar untuk dapat mencetak
generasi yang berkarakter qur’ani serta menjadi generasi yang bermanfaat bagi
agama, nusa, dan bangsa.
Dalam upaya dakwah ustad gaul membentuk generasi qur’ani di antara
nya berdakwah dengan penuh kasih sayang, memupuk sikap pengorbanan,
mengiringi dakwah dengan do’a, berdakwah dengan cerdas, menjaga empati,
memiliki kedalaman ruhani, melaksanakan dakwah dengan penuh kerinduan,
serta memelihara kebersihan qalbu.
Alhamdulillah ‘alaa Kulli Haal. Dengan selesainya makalah yang sederhana
ini, berharap akan selalu ada seseorang yang dapat menegakkan amar ma’ruf
nahi munkar untuk kemaslahatan umat. Selanjutnya, sebagai pemerintah harus
ada perhatian khusus terhadap ustad, terlebih kepada ustad yang mengajarkan
Alquran, agar ustad dengan pemerintah bisa bersatu untuk mewujudkan generasi
yang berkarakter qur’ani.
230 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Al-Mahalli, Jalaluddin. Tafsir Jalalain. Surabaya: Nurul Huda. tt.
Al-Qaththan, Manna. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah.
1425H./2004M.
Aziz, Muhammad Abdul. Jurus Jitu Da’i Profesional. Kediri: Lirboyo Press. 2015.
Az-Zarnuji. Ta’lim Muta’lim. Bandung: Alharomain Jaya. 2006.
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2016.
El Saha, M. Ishom. Manajemen Kaderisasi Ulama. Jakarta: Transwacana. 2008.
Handoko, Rahmat. Pemuda Pemudi Yang Dirindukan Surga. Jakarta: Matabara.
2014.
Ibrahim, Ibnu. Dakwah Jalan Terbaik Dalam Berpikir dan Menyikapi Hidup.
Jakarta: PT. Gramedia. 2014.
Kasir, Ibnu Abul Fida Ismail. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
2006.
Maarif, Ahmad Syafii. Alquran dan Realitas Umat. Jakarta: Republika. 2010.
Muhammad, Ahsin Sakho. Oase Alquran Penyejuk Kehidupan. Jakarta: PT. Qof
Media Kreativa. 2017.
Mulyasa, E. Revolusi Mental Dalam Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2015.
Najib, Tubagus. Mushaf Al-Bantani Alquran dan Terjemahnya. Serang: Majelis
Ulama Indonesia Provinsi Banten. 2012.
Qohar, Mas’ud Khasan Abdul, Kamus Istilah Pengetahuan Populer. Yogyakarta:
CV Bintang Pelajar. tt.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: PT
Media Pustaka Phoenix. 2010.
Yusuf, Kadar M. Studi Alquran. Jakarta: Amzah. 2014.
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya
Mewujudkan Revolusi Mental Kaum
Buruh Perkotaan di Banten
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.01
Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berpenduduk muslim terbesar di
dunia. Terkait hal tersebut, seharusnya bangsa ini mencerminkan karakter Islam
pada diri manusia-manusianya. Manusia pada hakikatnya selalu menginginkan
kebahagiaan. Namun sebenarnya, kebahagiaan yang hakiki bukan didapat dari
bebasnya kehidupan yang kita jalani, melainkan melalui pola hidup yang konsisten
menaati peraturan tertentu, yaitu agama. Agama berperan sebagai pendorong
atau penggerak serta mengontrol tindakan anggota-anggota masyarakat agar
tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya
sehingga terciptanya ketertiban sosial. Karena dalam kehidupan bermasyarakat,
selalu terdapat permasalahan-permasalahan atau bahkan penyimpangan sosial yang
dilakukan oleh manusia. Penyimpangan sosial dapat terjadi disebabkan beberapa
faktor, salah satunya yaitu bobroknya akhlak. Akhlak yang buruk tercipta dari
moral yang buruk, dan moral yang buruk merupakan hasil dari mental yang
buruk.
Mental secara bahasa diartikan sebagai kejiwaan, rohani, batin, mengenai
pikiran atau pola pikir (mindset), sikap, dan kepribadian. Mental yang bersumber
231
232 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
dari agama akan menjadi kuat dan tahan terhadap berbagai benturan zaman,
sehingga agama akan tetap memposisikan dan membimbing manusia sebagai
manusia seutuhnya sesuai dengan fitrahnya. Manusia dipandang sebagai satu-
satunya makhluk moral, yakni makhluk yang dapat menilai baik dan buruk. Orang
baik adalah orang yang memfokuskan dirinya untuk meraih tujuan penciptaan
nya.1 Dengan demikian, merevolusi mental menjadi lebih baik merupakan salah
satu cara untuk mengurangi angka penyimpangan sosial.
Banten merupakan salah satu provinsi yang didalamnya terdapat
penyimpangan sosial. Sebagian penduduknya ada yang bersifat hedonis, fragmatis
dan memiliki mobilitas yang tinggi. Banten juga merupakan salah satu daerah
industri yang termasuk maju dalam segi perekonomian. Namun, alangkah
baiknya kemajuan perekonomian tersebut diseimbangi oleh kemajuan moralitas.
Beberapa waktu lalu, di salah satu kota provinsi banten terjadi kerusuhan
antar pencari nafkah (transportasi ojek online dengan transportasi umum).
Mereka saling bertentangan, beradu kekuasaan, saling menyakiti hanya demi
kepentingan materi. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara masalah
keduniawian dengan moralitas dan mentalitas. Masalah ekonomi berimbas pada
buruknya mental, sehingga berpengaruh terhadap buruknya akhlak. Terkait
hal ini perlu adanya transformasi solusi demi meningkatkan mutu mentalitas
masyarakat banten, yaitu Uzlah.
Uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia dan berusaha
menghindari kenikmatan dunia. Uzlah pada masa lalu dilakukan dengan cara
berpindah tempat ke gunung-gunung, bukit-bukit, desa-desa, dan segala tempat
yang dirasa jauh dari kehidupan perkotaan yang sarat akan lingkungan masyarakat
yang hedonis. Hal tersebut bertujuan untuk membentuk kepribadian yang
sederhana demi terciptanya ketenangan batin untuk beribadah. Ketika seseorang
dapat memaksimalkan ibadahnya, maka hal tersebut akan berpengaruh kepada
kesucian jiwanya, kebaruan mentalnya, serta berpengaruh terhadap akhlaqnya.
Namun permasalahannya, jika kita memahami Uzlah dalam konteks sekarang,
terlebih lagi jika kita tinggal di kota metropolitan apakah masih relevan makna
Uzlah tersebut untuk di terapkan di masa kini?. Oleh karena itu, penulis akan
mencoba memberikan sebuah gagasan tentang reaktualisasi Uzlah di masa
modern untuk mewujudkan revolusi mental.
Demi terfokusnya masalah, maka penulis akan memberikan batasan dan
cakupan masalah terkait hal ini dengan menjadikan kaum buruh sebagai objek
penelitian dan membatasi area penelitian yang hanya terpusat di Banten.
1
Kartanegara, Mulyadhi. Filsafat Islam, Etika, dan Tasawuf. (Jakarta:Ushul Press, 2009) hal.73
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya Mewujudkan Revolusi Mental Kaum Buruh 233
Tujuannya agar para pembaca dapat lebih memahami secara fokus terkait
maksud penelitian ini dan dapat melihat dengan jelas manfaat dari makna Uzlah
bagi masyarakat buruh perkotaan.
ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ
ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟﯠ ﯡ ﯢ
ﯣﯤﯥ ﯦﯧ
Baginya manusia ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan
dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S.ar-
Ra’d:11)
Hal tersebut juga dijelaskan dalam ayat:
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ
ﭢﭣﭤ
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat
yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri. Sungguh Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
(Q.S.al-Anfâl:53)
Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya, kedua ayat diatas berbicara
tentang perubahan.3 Ayat pertama yang menggunakan kata m (apa) berbicara
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,
2002) hal.954
3
Shihab, M.Quraish. Tafsir Al-Misbah Vol.6. hal.232
234 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
tentang perubahan apapun, baik dari nikmat atau suatu yang positif menuju ke
niqmat (murka ilahi) atau sesuatu yang negatif, maupun sebaliknya. Sedangkan
ayat kedua berbicara tentang perubahan nikmat. M.Quraish Shihab menggaris
bawahi ada beberapa hal yang menyangkut kedua ayat diatas:
Pertama, kedua ayat tersebut menjelaskan tentang perubahan sosial
bukan perubahan individu. Dapat dipahami dari kata qaum (masyarakat)
pada kedua ayat tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja.
Namun, perubahan tersebut bisa dimulai dari hanya seorang individu yang
menyebarluaskan ide-idenya, lalu diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini,
berarti perubahan tersebut bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat.
Pola pikir (mindset) dan sikap perorangan itu menular kepada masyarakat, lalu
sedikit demi sedikit mewabah pada masyarakat luas.
Kedua, penggunaan kata qaum juga menunjukkan bahwa hukum
kemasyarakatan itu tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku,
ras, dan agama tertentu. Tetapi, ia berlaku umum, kapan dan dimanapun
mereka berada. Selanjutnya, karena ayat tersebut berbicara tentang qaum, berarti
sunnatullâh yang dibicarakan berkaitan dengan duniawi, bukan ukhrawi.
Ketiga, kedua ayat tersebut juga berbicara tentang dua pelaku perubahan.
Pelaku yang pertama adalah Allah SWT yang mengubah nikmat yang di
anugerahkan-Nya kepada suatu masyarakat. Sedangkan pelaku kedua adalah
manusia, dalam hal ini masyarakat yang melakukan perubahan pada sisi dalam
mereka atau apa yang terdapat dalam diri mereka (mâ bi anfusihim).
Keempat, kedua ayat tersebut juga menekankan bahwa perubahan yang
dilakukan oleh Allah haruslah didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh
masyarakat menyangkut dirinya. Tanpa perubahan ini mustahil akan terjadi
perubahan sosial. Karena itu boleh saja terjadi perubahan pemimpin sistem,
tetapi jika dalam diri masyarakat tidak berubah, keadaan tetap bertahan
sebagaimana sediakala.
Berdasarkan penafsiran ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika
kita ingin melakukan perubahan pada suatu bangsa maka kita harus melakukan
perubahan tersebut dalam diri kita terlebih dahulu. Perubahan tersebut berdasar
dari jiwa kita dan dapat dimulai dengan merubah mental kita dengan perubahan
yang progressif, sehingga akan meluas kepada perubahan akhlak dan moralitas
kita.
Pondasi yang harus dipersiapkan untuk merevolusi mental adalah perubahan
ke dalam jiwa individu pada beberapa dimensi, yaitu: 1) perubahan fitrah fisik
(fitrah jismiyah/jasadiyah); 2) perubahan fitrah psikis (fitrah ruhaniyah); 3)
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya Mewujudkan Revolusi Mental Kaum Buruh 235
4
Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam (sebuah pendekatan psikologi). (Jakarta: Daarul
Falah, 1999) hal.39
5
Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya. Mu’jam al-Maqayis fi al-lughah.
6
Al-Umairy, Abdul Aziz. Maratib al-Aql Wa ad-Din. (Thaba’ah Mushahah, 2009) hal.11
7
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan. (Jakarta: PT.al-Husna, 2003) hal.267
236 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘ ﭙ ﭚﭛﭜﭝ
ﭞﭟﭠﭡﭢﭣ ﭤ
8
Husin al-Habsyi, Kamus al-Kautsar (Bangli: Yayasan Pesantren Islam, 1999) hal.252
9
Abu al-Fadhl Muhammad Ikram ibn al-Mandzur. Lisan al-Arab Jilid XI. (Beirut: Dar al-Shadr
1994) hal.440
10
Syarif Ali bin Muhammad al-Jurjani. Kitab at-Ta’rifat. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1983) hal.150
11
Muhammad Abdullah Darraz. Dustur al-Akhlaq fi al-Qur’an. (Beirut: Muassasah ar-Risalah,
1991) hal.647
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya Mewujudkan Revolusi Mental Kaum Buruh 237
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah,
maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya tuhanmu akan melimpahkan
sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu
dalam urusanmu” (Q.S.al-Kahfi: 16)
Az-Zuhaili menafsirkan ayat diatas sebagai berikut: “Dan ingatlah! Hai
ashabul kahfi akan seruan itu, yang muncul dari antara kamu kepada yang lain.
Ketika kalian berketetapan hati untuk melarikan diri, menyelamatkan agama
kalian, maka asingkanlah diri kalian. Berpisahlah dengan kaum kalian seraya
ber-Uzlah secara fisik dan non fisik dengan berpindah dari tempat tinggal secara
mental/kejiwaan dengan ketetapan tidak menyembah apa yang mereka sembah,
melainkan hanya kepada Allah semata.12
Menurutnya, Allah memerintahkan mereka ber-Uzlah secara fisik dengan
cara masuk ke gua besar didalam gunung secara total. Di tempat yang sunyi
itu mereka dapat memurnikan jiwa dengan beribadah kepada Allah dan
mampu menjauhi orang-orang musyrik. Ini dilakukan mereka sehingga Allah
mencurahkan rahmat-Nya kepada mereka dan memudahkan persoalan mereka
serta menjadikannya bermanfaat. Hal ini berarti, Uzlah merupakan alat yang
mampu merevolusi mental seseorang, menentramkan hati, menenangkan hidup
serta meningkatkan kekhusyu’an seseorang dalam beribadah.
Uzlah terbagi dua, yakni Uzlah zahir dan Uzlah bathin. Uzlah zahir ialah
ketika seorang manusia mengasingkan diri dan menahan badannya dari manusia
agar tidak menyakiti orang lain dengan akhlak yang buruk, meninggalkan
kesenangan-kesenangan nafsu dan meninggalkan amal buruknya yang zahir agar
indera batinnya terbuka dengan niat yang ikhlas, meninggal dan masuk kubur
dengan kepasrahan.13 Sedangkan, Uzlah bathin ialah ketika seorang manusia
mengasingkan dirinya dari pikiran-pikiran bangsa nafsu dan syaitan, seperti
menyenangi makanan, minuman, pakaian, riya’, kemasyhuran. Hatinya secara
sadar tidak memasuki sifat sombong, ujub, kikir, dengki, mengumpat, mengadu
domba, pemarah, dan sebagainya yang merupakan sifat-sifat tercela. Manusia
yang didalam hatinya memiliki sifat-sifat seperti itu, maka ia termasuk dari
mufsidin (orang-orang yang merusak) walaupun pada lahirnya termasuk orang
yang shaleh. Tujuan konsep Uzlah pada tahap awal adalah membersihkan hati
dari semua itu, serta menahan nafsu dan hawa nafsu.
Berikut ini akan dipaparkan manfaat ataupun faedah yang akan diperoleh
seseorang dalam ber-Uzlah:14
12
Dr.Wahbah az-Zuhaili. Tafsir al-Munir. (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1990) hal.220
13
Abdul Qadir al-Jailani. Sirrur Ashror. (Beirut: Dar Fikr) hal.20
14
Imam al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin Juz II. (Kairo: Isa al-Bab al-Halabi) hal.226
238 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Muhammad al-Zabidi. Ithaf al-Sadat al-Muttaqin Juz VI. (Beirut: Dar al-Fikr) hal.341
15
16
Armyn Hasibuan. Transformasi Uzlah dalam Kehidupan Modern. (Medan: IAIN Sumatera
Utara, 2015) hal.98
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya Mewujudkan Revolusi Mental Kaum Buruh 239
ﭑﭒﭓﭔ ﭕﭖﭗﭘﭙﭚﭛﭜﭝﭞﭟﭠﭡ
ﭢ ﭣ ﭤ ﭥﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ
ﭰﭱﭲﭳﭴ ﭵﭶ ﭷﭸﭹﭺﭻ ﭼﭽﭾ
ﭿﮀﮁﮂ ﮃﮄﮅﮆﮇ ﮈ ﮉﮊﮋﮌﮍ ﮎﮏ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat
pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila shalat telah
240 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. Dan apabila mereka melihat perdagangan
atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau
(Muhammad) sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah
lebih baik daripada permainan dan perdagangan” dan Allah pemberi rezeki yang
terbaik” (Q.S.al-Jumu’ah: 9-11).
Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa keseimbangan antara
bekerja dan beribadah sangatlah penting. Hal tersebut guna menyeimbangkan
kebutuhan jasmani dan rohani seseorang agar tetap sehat badan serta pikiran
(mental). Oleh karena itu, disela-sela waktu kerjanya, mereka membutuhkan
waktu untuk beribadah. Terbebasnya seseorang dalam beberapa waktu dari
kegiatan duniawi secara tidak langsung memberikan perubahan baginya untuk
mendedikasikan diri secara utuh pada Allah SWT demi tujuan ukhrawi.
Disamping itu, ia akan merasakan ketenangan batin dan kemantapan jiwa serta
kejernihan pikiran (mentalnya lebih siap) dalam beraktifitas kembali di waktu
berikutnya.
Ibn at-Thailah al-Sakandari mengatakan bahwa, “bagaimana mungkin
hati seseorang dapat terang dan bersih dari noda bila bayangan dunia masih
memantul dari lensa hatinya?. Oleh karena itu, ber-Uzlah merupakan salah satu
cara yang dapat kaum buruh lakukan untuk merevolusi mental dan pikirannya.
17
Ibn at-Thailah al-Sakandari. Al-Hikam. (Jakarta: Mizan, 2006) hal.25
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya Mewujudkan Revolusi Mental Kaum Buruh 241
karena tidak relevan dengan masa kini yang modern. Sebab perkembangan
zaman terus mengalami perubahan serta kondisi sosial yang membutuhkan
tanggung jawab terhadap keluarga, anak, istri, suami, orang tua, atau bahkan
orang lain sekalipun.
Uzlah dalam ajaran Islam pada dasarnya harus disesuaikan dengan
perkembangan zaman, yakni dengan makna yang lebih kontekstual. Nilai-
nilai faedah yang terkandung dalam Uzlah dapat diimplementasikan dengan
menjauhi berbagai hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam atau syari’at.
Dalam hal ini dapat dikatakan seseorang di masa kini dapat ber-Uzlah secara
bathin, yakni tidak perlu mengasingkan diri dari pergaulan manusia, serta
perkembangan zaman. Tetapi, cukup dengan membiasakan diri dengan menjaga
hatinya agar tidak mengalami kehampaan spiritual dan dzikir kepada Allah.
Fisiknya tetap pada hal dunia, seseorang akan tetap bekerja tapi dengan aturan
yang disiplin yang tentunya tidak meninggalkan ibadah. Namun hatinya tetap
hidup dan mengingat Allah dengan kondisi, suasana, waktu, dan aktifitasnya
yang berorientasi pada kekhusyu’annya kepada Allah.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara bahwa Uzlah
sebagaimana yang telah diaplikasikan oleh para nabi dan salafus shalih masih
relevan untuk zaman modern ini. Sibuknya seseorang beraktifitas mungkin
hanya menyisakan beberapa hari saja untuk beristirahat dalam sebulan. Oleh
karena itu, waktu-waktu tersebut jangan hanya dijadikan ajang untuk pesta
dan hura-hura, tetapi akan lebih berdaya guna apabila dimanfaatkan untuk
mengisinya dengan hal-hal yang bernuansa ibadah spiritual. Seseorang mungkin
dapat pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian untuk merenung dan
bertafakkur atas alam ciptaan Allah yang sangat luas, sambil mengisinya dengan
berbagai ritual sebagai bentuk lahiriyah dari dedikasinya kepada Allah.
Transformasi Uzlah yang lebih modernisasi dapat dilihat dalam tabel
berikut:18
Formasi Klasik Modern
Menghindari, mawas diri,
Pengasingan diri dari pergaulan yang dilakukan secara latihan
Makna manusia untuk beribadah periodik, menuju kehidupan
kepada Allah SWT lebih ilahiyah ditengah kehidupan
bermasyarakat.
Luar kota atau dalam kota Dimana saja, asalkan tidak
Tempat
dengan tempat khusus teganggu untuk ibadah
18
Armyn Hasibuan, Op.Cit,. hal.101
242 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Penutup
Uzlah merupakan salah satu alat untuk merevolusi mental setiap orang,
khususnya kaum buruh. Uzlah di masa modern dapat membantu kita dalam
mengabdi kepada Allah juga tidak meninggalkan pengabdian kita kepada
keluarga dan masyarakat. Ber-Uzlahnya kaum buruh dapat dilaksanakan dengan
cara menyisakan sedikit waktu bekerjanya untuk menyempatkan diri beribadah,
berzikir dan bermunajat kepada Allah. Tentunya dengan dukungan lingkungan,
yakni musholla atau tempat ibadah yang nyaman sehingga terciptanya
kekhusyu’an para buruh dalam beribadah. Kaum buruh juga dapat mengikuti
kajian-kajian yang sifatnya membangun dan memberi pencerahan pola pikir
dan hati. Karena, seseorang yang telah menuntut ilmu, ia akan pulang dengan
hati yang lebih tenang, dan pikiran yang lebih jernih sehingga hal tersebut
berpengaruh terhadap kebugaran jiwa dan mentalnya. Karena sesungguhnya
orang yang bermental baik, akan merefleksikan pengetahuannya kepada perilaku
dan akhlak yang juga baik.
Demi terwujudnya revolusi mental, maka kita perlu memperbaharui cara
beribadah kita dengan terus meningkatkannya. Tentunya hal tersebut perlu
dukungan dari pemerintah atau pimpinan suatu instansi terkait. Sebagai saran
yang penulis sampaikan bahwa demi terciptanya perwujudan revolusi mental
kaum buruh di banten, diperlukan hal sebagai berikut:
Reaktualisasi Uzlah dalam Upaya Mewujudkan Revolusi Mental Kaum Buruh 243
Pustaka Acuan:
Al-Quran al-Kariim
Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya. Mu’jam al-Maqayis fi al-lughah.
Al-Habsyi, Husin. Kamus al-Kautsar. Bangli: Yayasan Pesantren Islam, 1999.
Al-Mahalli dan as-Suyuthi, Tafsir Jalalain. (Tafsir Alquran al-adzim). Semarang:
Taha Putra.
Al-Umairy, Abdul Aziz. Maratib al-Aql Wa ad-Din. Thaba’ah Mushahah, 2009.
Hasibuan, Armyn. Transformasi Uzlah Dalam Kehidupan Modern. Medan: IAIN
Sumatera Utara, 2015.
Kartanegara, Mulyadhi. Filsafat Islam, Etika, dan TaSaw.uf. Jakarta:Ushul Press,
2009.
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan. Jakarta: PT.al-Husna, 2003.
Mahardi, Dedi. Revolusi Mental. Depok: Khalifah Mediatama, 2017.
Muhammad Ikram, Abu al-fadhl. Lisan al-Arab Jilid XI.
Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam (sebuah pendekatan psikologi).
Jakarta: Daarul Falah, 1999.
244 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pendahuluan
Multikukturalisme di Indonesia memang selalu menjadi perbincangan, baik
dalam forum nasional maupun internasional. Tahun 1979, di kota Vatikan
Roma, diadakan konferensi Agama Internasional yang dihadiri oleh seluruh
tokoh pembesar agama dunia. Dalam konferensi tersebut terungkap, bahwa
Indonesia merupakan Negara percontohan dalam kehidupan toleransi antar
umat beragama. Bahkan Paus Paulus II mengatakan, “Indonesia meskipun terdiri
dari beragam suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama, namun hidup dalam
kerukunan dan keramahtamahan”, LPTQ Provinsi Banten (2016: 135).
Namun sayang, kekaguman dunia internasional tersebut kini tinggal
kenangan, sebab perbedaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan agama
kini sering menjadi pemicu dan pemacu lahirnya radikalisme, fanatisme buta,
persaingan tidak sehat, perselisihan, perpecahan, bahkan tindakan saling serang
yang megikis habis nilai-nilai toleransi yang selama ini kita jaga.
Dan kini, radikalisme dan intoleransi tidak hanya menjadi fenomena yang
berkembang bukan hanya dalam komunitas tertentu, tapi keberadaannya sudah
berkembang dalam corak yang berbentuk trans-nation dan trans-religion. Banyak
245
246 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
radikalisme dan intoleransi yang kian hari kian memanas dengan lendasan
Alquran dan hadits.
ﯡﯢﯣ
...Perangilah orang-orang musyrik secara keseluruhan…
Berbasis pemahaman yang tekstual-literal, bahwa orang musyrik harus
diperangi, bisa saja sesorang kemudian melakukan kekerasan terhadap orang
Revolusi Mental Base On Islam Ramah 249
lain, manakala ia melihat praktik kemusyriikan dari versinya. Kedua, Q.S.. Ali-
Imran[3]: 19 yang berbunyi:
ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼﭽ
Sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalh ISLAM …
Ayat tersebut bisa saja dipahami sebagai sebuah legitimasi untuk menafika
eksistensi agama lain. Yahudi dan Nasrani dinilai sebagai agama yang harus
dihapuskan oleh Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.. Bahkan
ayat tersebut dianggap telah menaskh ayat tentang jaminan kebebasan dalam
beragama dan brkeyakinan (Q.S..Al-Baqarah[2]: 256).
Ketiga, pada Q.S.. Al-Baqarah[2]: 208 sebagai berikut:
ﮭﮮﮯﮰ ﮱﯓ ﯔ
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian dalam ‘agama Islam’ secara
keseluruhan...
Ayat tersebut seringkali dijadikan justifikasi untuk konsep Islam yang
Kaffah dengan formulasi Negara Islam. Bagi mereka, Islam secara “formal”
harus diterapkan secara totalitas dalam setiap lini kehidupan umat Islam. Maka
munculah konsep Islam al-Din wa Daulah, Islam adalah agama dan Negara.
Yang sebaga impliksinya, hokum-hukum produk manusia, atau system Negara
yang tidak berlandaskan Islam dianggap sebagai Negara thagut.
Keempat, terdapat pada Q.S.. Al-Maidah[5]: 51 yang berbunyi :
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙﭚ ﭛ ﭜ ﭝﭞ
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orag-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu)…”
Pada ayat ini, pemahaman golongan radikal antipasti dengan pemimpin
yang dianggap kafir karea tidak berhukm kepada Allah. Ayat ini tidak jaarng
dimaknai dengan literal yang kemudoan menjadikan mereka eksklusif, juga
menuntut mereka untuk melakukan aksi simbolik yag bertujuan untuk
membedakan antara Muslim dan non-Muslim.
Para kelompok radikal militant membaca ayat-ayat Alquran di dalam
kesunyian, seakan-akan makna ayat tersebut begitu transparan sehingga ide moral
dan konteks sejarah tidak relevan dalam penafsiran mereka. Padahal pemahaman
teradap konteks diturunkannya ayat-ayat Alquran sangatlah penting, karena
Alquran tidak turun dala sebuah ruang yang hampa, Harfin Zuhdi (2010: 68).
Hal ini senada dengan ungkapan Yusuf Qardhawi (2009: 61), bahwa salah
satu penyebab utama terjadinya sikap radikal dalam agama adalah lemahnya
250 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
pengetahuan tentang hakikat agama itu sendiri, dan kurangnya bekal untuk
memahaminya secara mendalam, mengetahui rahasia-rahasianya, serta mengenali
ruhnya.
Jika dilihat sepintas, ayat-ayat tersebut memang tampak benar dan
merupakan dalil yang kuat. Akan tetapi, jika dilihat dengan seksama, maka
akan terlihat bahwa mereka kurang teliti dalam memahami dalil-dalil tersebut,
baik dari segi teks maupun konteknya. Sehingga melahirkan pandangan yang
sempit, ekstrim dan radikal, dan pada gilirannya akan menimbulkan tindakan
terorisme.
Dari beberapa contoh ayat diatas, penulis contohkan satu diantara contoh
penafsiran yang radikal pada penafsiran Q.S.. Al-Taubah[9]: 29, Allah berfirma :
ﭽﭾ ﭿﮀﮁﮂﮃﮄﮅﮆﮇﮈ ﮉ
ﮊﮋﮌﮍﮎﮏﮐﮑ ﮒﮓﮔﮕ
ﮖﮗﮘﮙ ﮚ
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan tidak
mengharamkan apa yang telah dihramkan Alla swt dan Rasul-Nya dan tidak beragama
dengan agama yang benar, yaitu orang yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai
mereka membayar jizyah, sedangkan mereka dalam ekadaan yang patuh dan tunduk.
Sepintas pemahaman radikal akan muncul ketika membaca ayat tersebut.
Namun bila ditinjau dari pendekatan sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul),
ayat ini berkenaan dengan perang terhadap ahli kitab (musyrik), Karen aad
sekelompok Nasrani yang merasa khawatir terhada ajaran nabi Muhammad,
lalu mereka mengumpulkan pasukan dari suku Arab yang beragam Kristen
dan bergabung dengan kekuasaan Romawi untuk menyerang umat muslim,
sehingga umat muslim merasa cemas terlebih setelah mereka mendengar bahwa
pasukan penyerang sudah smapai di Yordania. Kecemasan umat muslim tersebut
dijawab oleh Allah dengan menurunkan ayat ini, Al-Maraghi (2001: 52-53).
Tentu saja konteks ketika ayat itu turun sangat berbeda dengan konteks masa
kini, sehingga perintah pada ayat ini tidak menjadi relevan lagi, terutama dengan
konteks Indonesia.
memandang adanya perbedaan agama dan suku, sebagai anggota yang tunggal
dengan hak-hak dan kewajiban yang sama, Abudin Nata (2013: 127).
Alquran dengan tegas menyatakan bahwa perbedaan adalah sunnatullah.
Sebagaimana termaktub dalam firman-Nya Q.S.. Al-Hujurat[49]: 23, yang
artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh,
yang mulia diantara kamu di sisi Allah adalah ia yang paling bertakwa. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. (Departemen Agama RI (2005:518).
Pada prinsipnya, Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan kasih
sayang, menjunjung tinggi sifat tolong menolong, toleransi, perdamaian, saling
menasehati dalam hak dan kesabaran, menghargai egaliter (kesamaan derajat),
tenggang rasa, demokratis dan sebagainya, Yatimin (2006: 19).
Prinsip-prinsip tersebut sangat banyak ditemukan dalam ayat-ayat Alquran.
Salah satunya dalam Q.S. Al-Anbiya[21]: 107:
ﮐﮑﮒ ﮓﮔ ﮕ
Aku tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.
Khitab (objek sasaran) kewajiban ayat ini memang spesifik kepada Nabi
Muhammad Saw.. Namun tentu saja titah mengemban misi kerahmatan tidak
hanya berlaku baginya, melainkan untuk selruh umat muslim yang mewarisi
keteladanannya (Q.S.. Al-Ahzab[33]: 21). Sebagai umat yang meneladaninya,
tak elok rasanya jika kita mengabaikan nilai-nilai kerahmatan yang di
dengungkan Allah swt melalui ayat-ayat-Nya dan Nabi Muhammad melalui
sabda-sabdanya. Juga malu rasanya jika keberadaan kita sebagai umat muslim
bukannya menebarkan rahmat, justru malah menebarkan laknat bagi kehidupan
bersama dalam bangsa dengan melakukan tindakan-tindakan radikalisme dan
intoleransi, Nurul Huda (2007: 162-163).
Ibnu Mandzur, seorang ahli bahasa terkemuka, mengatakan bahwa kata
“rahmat” dalam ayat ini mengandung makna kepekaan hati (Riqqah al-Qalb),
kelembutan hati (At-Ta’athuf) dan mudah memberi maaf (Al-Maghfirah), Husein
Muhammad (2015:2). Alquran juga menegaskan:
ﭥ ﭦ ﭧ ﭨﭩ
...Rahmat Tuhan meliputi segala sesuatu…
Para ahli tafsir sepakat bahwa rahmat Allah yang dimaksud mencakup
orang-orang mukmim dan orang-orang kafir, orang baik (al-Birr), dan yang
jahat (al-Fajir), serta semua makhluk Allah. Kerahmatan Islam juga berarti
Revolusi Mental Base On Islam Ramah 253
menghormati orang lain, termasuk yang berbeda agama, bukan hanya ketika dia
masih hidup, bahkan juga ketika dia sudah mati.
Pernyataan diatas memberikan bukti bahwa Islam mempunyai tujuan
untuk mewujudkan kebaikan dalam kehidupan. Islam adalah agama yang selalu
mengutamakan kemaslahatan bagi semua makhluk tanpa terkecuali. Islam adalah
agama yang ramah, yang selalu mengajarkan perdamaian dan melarng berbagai
bentuk tindakan radiklisme dan intoleransi. Sebab, radikalisme dan intoleransi
tidak hanya membawa dampak yang buruk bagi konteks masyarakat yang
plural, tapi juga implikasinya dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan.
Penutup
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa radikalisme dan
intoleransi sejatinya merupakan realitas dari kemajemukan suatu bangsa. Adanya
perbedaan merupakan sunnatullah yang mesti di sukuri, sehingga sikap toleransi
harus menjadi landasan dalam kehidupan. Sebab, dalam konteks masyarakat
yang plural, sikap dasar yang seharusnya dikembangkan adalah sikap bersedia
menghargai adanya perbedaan pada masing-masing anggota masyarakat.
Dalam keadaan bangsa yang majemuk, revolusi mental harus di lakukan
sebagai sebuah terobosan untuk memberantas praktik-praktik yang buruk yang
selama ini berkemabng diantara multikulturalnya bangsa, seperti radikalisme
dan intoleran yang jika dibiarkan akan mengancam persatuan, kesatuan dan
perdamaian bangsa ini.
Islam mempunyai misi untuk menjadi agama yang ramah dengan
menciptakan perdamaian, keadilan dan menebar kasih saying (rahmatan li al-
‘alamin). Berdasarkan konsep ini, maka tidaklah tepat jika dalil-dalil agama di
absahkan sebagai dasar dari tindakan radikalisme dan intoleransi yang ini marak
terjadi. Adanya berbagai konflik terkait dengan radikalisme dan intoleransi
sebenarnya berakar pada dua hal, pertama, kesenjangan sosial-ekonomi yang
sering kali mendrong manusia menjadi sensitive, intoleransi dan bertundak
radikal. Kedua, adanya ketidak tepatan dalam memahami teks-teks keagamaan
sehingga menimbulkan pemahaman yang salah tentang pokok-pokok ajaran
agama.
Oleh karena itu, umat muslim perlu membumikan kembali sikap toleransi,
cinta damai dan saling mengasihi demi kembali terwujudnya negeri Indonesia
yang laksana Qith’ah min al-Jannah (serpihan surge) yang bisa dijadikan contoh
kehidupan berbangsa yang damai.
254 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Harmonisasi Dalam Kebhinekaan.
Cet. I. bogor: 2005.
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: Al-Hudd Kelompok
Gema Insani, 2002.
Ma’arif, Nurul Huda, Islam Mengasihi Bukan Membenci. Cet. I. Bandung:
Mizan, 2017.
Simarmata, Henry Thomas, dkk, Indonesia Zamrud Toleransi. Cet, II. Friedrick-
Ebert-Stiftung, 2017.
Tahir, Suaib, Isis Buka Islam. Cet. II. Badang Penanggulangan Terorisme, 2016.
Qardhawi, Yusuf, Islam Radikal; Analisis Terhadap Radikalisme Dalam Berislam
dan Upaya Pemecahannya. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2009.
Muhammad, Husein, Toleransi Islam; Hidup Damai Dalam Masyarakat Plural.
Cet. I. Cirebon: Fahmina Institut, 2015.
Perpustakaan Nasional RI, Panduan dan Contoh Pensyarah MSQ. Cet. I. Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an Provinsi Banten, 2016.
Zada, Khamami, dkk, Prakarsa Perdamaian; Pengalaman dari berbagai Konflik
Sosial. Jakarta: PP Lakpesdam NU, 2008.
Rais, Moch Lukman Fatahullah, Tindak Pidana Perkelahian Pelajar. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1997.
Misrawi, Zuhairi, Alquran Kitab Toleransi; Tafzir Tematik Islam Rahmatan lil
‘Alamin. Jakarta: Pustaka Oasis, 2010.
Kartono, Kartini, Patalogi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Cet. III. Jakarta: Raja
Grafindo Petsada, 1998.
Said, Hasani Ahmad, Fathurrahman Rauf, Radikalisme Agama Daam Pers[ektif
Hukum Islam. Dalam Jurnal Al-‘Adalah. Vol. XII. No. 3, 2015.
Laisa, Enma, Islam dan Radikalisme. Dalam Jurnal Islamuna. Vol. 1, No. 1,
2014.
Mustaqim, Abdul, De-Radikalisme Penafsiran Alquran dalam Konteks
KeIndonesiaan yang Multikultural. Diakses Minggu, 8 Juni 2014, pukul
06:48
Munip, Abdul, Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah. Dalam Jurnal
Pendidikan Islam. Vo. 1. No. 2, 2012.
Pesantren Budaya Nusantara:
Ikhtiar Membumikan Revolusi Mental
Perspektif Alquran
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.05
Pendahuluan
Dewasa ini timbul kerisauan disebagian kalangan masyarakat terhadap perilaku
manusia Indonesia yang dianggap telah menyimpang dari nilai-nilai luhur
agama, budaya dan falsafah bangsa. Bahkan sebagian masyarakat yang lain
berani menjustifikasi bahwa telah terjadi kerusakan moral yang amat parah, baik
di tingkat elit, rakyat, maupun pelajar dan remaja. Pada tingkat elit rusaknya
moral bangsa ini ditandai dengan maraknya praktek ketidakadilan, korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), praktik
KKN di Indonesia tahun 2017 menjadi 3.5% dari 3% pada tahun 2016.
Dengan skor ini peringkat Indonesia terdongkrak cukup signifikan, yakni
berada di urutan 37 dari keseluruhan negar yang disurvai oleh Transparancy
International. Pada tingkat akar rumput (rakyat), hancurnya moral bangsa ini
ditunjukan dengan merajalelanya pelbagai tindakan kejahatan dan kriminal,
seperti penipuan, perampokan, pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, dan
termasuk juga tindak kekerasan atas nama ras, suku dan agama. Kerusakan
moral juga terjadi dikalangan pelajar. Hal ini ditandai dengan maraknya seks
bebas, penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan lain sebagainya. Direktur remaja
255
256 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
1. Pesantren
Pesantren atau yang lebih dikenal dengan pondok pesantren terdiri dari dua kata
yaitu “pondok dan pesantren”. Menurut Azra, kata pondok berasal dari bahasa
Arab yaitu “funduk” yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal
sederhana. Dengan penggunaan kata “pondok” orang membayangkan “gubuk”
atau “saung bambu”, suatu lambing yang baik tentang kesederhanaan sebagai
dasar pemikiran kelompok, di sini guru dan murid tiap hari bertemu dan
berkumpul, dan dalam waktu yang lama bersama-sama menempuh kehidupan
untuk menimba ilmu (2011: 19).
Sedangkan pesantren berasal dari kata santri dengan awalah “pe” dan
akhiran “an” menjadi pesantrian, kemudian berubah menjadi pesantren (santri-
pesantrian-pesantren). Proses perubahan tersebut sesuai dengan hukum tata
bahasa Indonesia, yakni fonem “ian” berubah menjadi “en”, sehingga menjadi
pesantren yang berarti tempat tinggal para santri (Rustiawan, 2005: 274).
Dalam wawasan Abdurrahman Wahid, pondok pesantren adalah sebagai
institusi yang menggambarkan komunitas subkultur, artinya memiliki keunikan
dalam aspek-aspek cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai
yang diikuti, serta hirarki kekuasaan intern yang ditaati sepenuhnya (Mughits,
2008:9). Sehingga pesantren telah banyak berpengaruh dalam pola kehidupan
masyarakat Indonesia lebih khusus masyarakat pedesaan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren adalah
sebuah lembaga pengkajian ilmu keislaman yang merupakan hasil penyerapan
akulturasi dari masyarakat Indonesia dari kebudayaan agama Hindu-Budha
dan kebudayaan islam yang kemudian menjelmakan suatu lembaga yang lain
dengan warna Indonesia.
2. Budaya
Menurut KBBI budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi, atau adat istiadat
(Tim Pustaka Phoenix, 2010: 54). Sedangkan menurut Mulyana, budaya
258 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi (2006: 25).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan suatu
pola hidup menyeluruh yang dimiliki oleh sebuah kelompok yang terbentuk
dari sistem yang rumit termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa,
pakaian, karya seni, dan lain sebagainya.
3. Nusantara
Nusantra secara etimologi tersusun dari dua kata “nusa” dan “antara”, dalam
bahasa Sanskerta berarti pulau atau kelupauan. Sedangkan antara dapat diartikan
sebagai laut, sebrang atau luar. Secara terminologi nusantara dapat diartikan
sebagai kemampuan yang dipisahkan oleh laut atau bangsa-bangsa (Abduh,
2003: 13).
Dari pengertian di atas bahwa nusantara adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatra
sampai Papua. Sehingga, budaya nusantara merupakan perwujudan cipta,
karya, dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya
manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat bangsa, serta
mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa.
Dengan demikian, pesantren budaya nusantara merupakan perpaduan antara
konsep pondok pesantren dengan keberagaman budaya yang ada di Indonesia,
dengan tetap memperhatikan elemen-elemen yang ada di pondok pesantren.
Elemen-elemen dasar tradisi pondok pesantren terdiri dari pondok, masjid, santri,
pengajaran kitab klasik, dan kyai. Masjid tidak dapat dipisahkan dari pesantren dan
dianggap sebgai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama
dalam praktik sholat lima waktu, khutbah dan sholat jum’at, dan pengajaran
kitab-kitab islam klasik (Dhofier, 2011: 85). Elemen-elemen penting selanjutnya
adalah santri, perlu diketahui bahwa santri ada dua macam, yakni pertama santri
mukim (yaitu murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam pondok
pesantren). Dan kedua santri kalong (murid yang berasal dari desa-desa di sekitar
pesantren, dan biasanya tidak menetap di pesantren). Selain itu ada unsur penting
lainnya yaitu kyai atau ulama, artinya orang yang mengetahui, memahami ilmu-
ilmu keislaman secara mendalam Rustiawan, 2005: 276).
dan kebudayaan. Perubahan sosial dan kebudayaan yang terkait erat dengan
perubahan mental, terutama menyangkut cara-cara hidup, seperti cara berpikir,
cara memandang masalah, cara merasa, meyakini, cara berperilaku, bertindak, di
samping itu juga pangangan-pandangan, pengetahuan, nilai-nilai, dan norma-
norma.
Dalam rangkain Alquran sesungguhnya tidak ditemukan sebuah term yang
persis sepadan dengan “revolusi mental” ( ). Namun demikian, ada beberapa
ayat Alquran yang menggunakan term seakar kata dengan . Sebagaimana Allah
SWT berfirman dalam Alquran:
ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲﭳ
ﭴ ﭵ ﭶ ﭷﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ
Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum
pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat,
dan tanpa belang”. Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang
sebenarnya”. Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan
(perintah) itu. (Q.S.. Al-Baqarah [2]: 71) (Depag RI, 2007: 11).
Selain ayat di atas, masih terdapat ayat yang lain yang menggunakan term
“ats-tsaurah”, seperti terdapat dalam surat Ar-Ruum [30]: 9 dengan menggunakan
kata “mengolah”. Surat Fathir [35]: 9 dengan menggunakan kata “menggerakan,
dan surat Al-A’diyat [100]: 4 dengan menggunakan kata “menerbangkan”. Dari
keempat ayat tersebut apabila diperhatikan maka semuanya menggunakan
kata kerja. Hal ini menunjukan bahwa dalam revolusi ada proses perubahan,
pergerakan dan pergeseran. Lebih jauh pada tataran nilai Alquran secara jelas
telah membawa gagasan-gagasan revolusi, baik revolusi mental-spiritual maupun
revolusi sosial.
Menurut M. Quraish Shihab, sejak semula Alquran memperkenalkan
diri sebagai kitab suci yang fungsi utamanya mendorong lahirnya perubahan-
perubahan positif dalam masyarakat. Atau, dalam bahasa Alquran “mengeluarkan
manusia dari kegelapan menuju terang benderang”. Sebagaimana Allah SWT
berfirman:
ﭢﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ
ﭰﭱﭲﭳ
Alif laam raa (ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu Muhammad) agar
engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan
izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha perkasa, Maha terpuji (Q.S.
Ibrahim [14]: 1) (Depag RI, 2007: 253).
Pesantren Budaya Nusantara: Ikhtiar Membumikan Revolusi Mental Perspektif Alquran 261
ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ
ﯴﯵﯶ ﯷﯸﯹﯺﯻ ﯼ ﯽﯾ
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam
pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya (Q.S. At-Taubah [9]: 122)
(Depag RI, 2007: 206).
Ayat tersebut di atas menggarisbawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh
atau memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar, sedang
motivasi utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh. Dalam pandangan
Quraish Shihab, ayat ini tidak berkata bahwa hendaklah jika mereka pulang
mereka bertafaqquh, tetapi berkata “untuk memberi peringatan kepada kaum
mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka supaya mereka berhati-hati”.
Peringatan itu hasil tafaqquh, tidak mereka peroleh pada saat terlibat dalam
perang karena yang terlibat ketika itu pastilah sedemikian sibuk menyusun
strategi dan menangkal serangan, mempertahankan diri sehingga tidak mungkin
ia dapat bertafaqquh memperdalam ilmu pengetahuan (2010: 191-192).
Memang harus diakui bahwa yang bermaksud memperdalam pengetahuan
agama harus memahami arena serta memperhatikan kenyataan yang ada, tetapi
itu tidak berarti dapat dilakukan oleh mereka yang tidak ikut terlibat dalam
perang itulah yang lebih mampu menarik pelajaran, mengembangkan ilmu dari
pada mereka yang terlibat langsung dalam perang.
262 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿﮀ ﮁ ﮂ ﮃ
ﮄ ﮅﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ
Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laik-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-
Pesantren Budaya Nusantara: Ikhtiar Membumikan Revolusi Mental Perspektif Alquran 263
suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisis
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha mengetahui, Maha teliti
(Q.S. Al-Hujurat [49]: 13) (Depag RI, 2007: 517).
Kedua, konsep bahasa yang dijadikan sebagai bahasa komunikasi dalam
keseharian pesantren budaya, tidak melulu menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa utama, bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai bahasa tambahan,
akan tetapi juga menggunakan komunikasi dengan bahasa-bahasa daerah yang
ada di Indonesia. Jumlah bahasa daerah yang ada di Indonesia menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) berjumlah 742 bahasa. Jumlah yang sangat banyak ini
pesantren budaya menjadwalkan agar para santri meskipun tidak menguasai,
tapi setidaknya mengenal bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dengan konsep
seperti ini, maka para santri akan lebih menghargai perbedaan-perbedaan bahasa
yang ada di Indonesia. Sehingga menjadikan santri memiliki toleransi yang
tinggi terhadap perbedaan.
Dalam Alquran bahwasanya menciptakan perbedaan bahasa dan warna
kulit sebagai tanda kebesaran bagi orang-orang yang mengetahui, sebagiaman
Allah SWT berfirman:
ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦﮧ ﮨ ﮩ ﮪ
ﮫﮬﮭ
Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi,
perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengatahui (Q.S. Ar-Ruum [30];
22) (depag RI, 2007: 406).
Ketiga, konsep yang tidak kalah penting dalam pesantren budaya
adalah guru atau ustadz sebagai role model bagi para santri. Revolusi mental
di pesantren harus dapat membangun pribadi guru atau ustadz yang dapat
dijadikan contoh atau teladan bagi para santri. Sebab, terdapat kecenderungan
yang sangat besar untuk menganggap bahwa guru atau ustadz menjadi sorotan
bagi para santri dalam perilaku sehari-hari. Sebab, menyesuaikan antara konsep
keilmuan dengan amaliah keseharian, baik dalam berkomunikasi, berpakaian,
memberikan pengajaran maupun amaliah yang lainnya.
Dalam masalah teladan, Alquran menyebutkan dalam kehidupan harus
menjadi contoh bagi orang lain, sebagaimana Allah SWT berfirman:
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Allah (Q.S. Al Ahzab [33]: 21) (Depag RI, 2007: 420).
Penutup
Revolusi mental merupakan istilah yang cukup hangat untuk dibicarakan,
meskipun bukan istilah baru namun karena diungkapkan oleh presiden Republik
Indonesia terutama di awal pemilihan presiden 2014. Maka hal tersebut menjadi
ramai dan menarik diperbincangkan.
Gagasan revolusi mental ini muncul karena dilandasi oleh kenyataan
bangsa Indonesia belum mampu menjadi bangsa yang unggul dan ber
karakter. Berbagai kebiasaan yang tumbuh subur sejak zaman pra-kolonial
hingga pasca kemerdekaan masih berlangusng hingga kini, mulai dari korupsi,
intoleransi terhadap perbedaan, sifat tamak, ingin menang sendiri, cenderung
menggunakan kekerasan dalam memecahkan masalah, melecehkan hukum dan
sikap oportunis. Sebab itulah, masalah revolusi mental menjadi masalah yang
mengemuka di negeri tercinta ini. Pesantren budaya nusantara menjadikan
jargon “revolusi mental” sebagai suatu peluang untuk mengembalikan kembali
keadaan mental Indonesia yang sudah semakin terpuruk, menuju kepada mental
yang bermartabat, dengan cara: kontruksi asrama tempat tinggal para santri
menyerupai rumah-rumah adat yang ada di Indonesia atau miniatur rumah
adat sebagai asrama. Kemudian, bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi
bukan hanya bahasa Indonesia, Arab dan Inggris, tapi juga dikenalkan bahasa-
bahasa daerah yang ada di Indonesia. Selain itu, guru atau ustadz tidak hanya
menyampaikan materi secara klasikal, akan tetapi menjadi contoh atau teladan
bagi para santri dalam setiap amaliah keseharian.
‘Ala kulli hal, semoga tulisan ini menjadi kontribusi dalam membumi
kan revolusi mental di Indonesia, revolusi mental bukan hanya cita-cita, akan
tetapi terwujud dalam kehidupan bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang lebih bermartabat.
Pustaka Acuan:
Amman, Saifuddin, Membangun Masyarakat Madani, Jakarta: PT. Mawardi
Prima, 2000.
Azra, Azyumardi, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Bandung: Muzan,
2002.
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemah, Jakarta: CV. Dana Nala, 2007.
Dhofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3S, 2011.
Pesantren Budaya Nusantara: Ikhtiar Membumikan Revolusi Mental Perspektif Alquran 265
Pendahuluan
Cita-cita sosial Islam menempati posisi strategis dalam kerangka ajaran
Islam, karena merupakan arah dan acuan kehidupan keberIslaman. Gerakan
Islam, bagaimanapun bentuknya, sepanjang diorientasikan dalam rangka
memperjuangkan cita-cita sosial Islam, dengan demikian, merupakan faktor
instrumental untuk mengantarkan umat kepada pencapaian (tepatnya
penghampiran) cita-cita tersebut.
Menurut Amien Rais (1995: 15), menjelaskan dalam perspektif ini gerakan
Islam, seyogyanya melakukan interpretasi dan aktualisasi cita-cita sosial Islam
dalam konteks sosial, budaya, dan dinamika masyarakat yang dihadapinya.
Interpretasi cita-cita sosial tersebut mengambil bentuk perumusan nilai-nilai
dasar (basic values), dan nilai-nilai instrumental (instrumental values), dan
aktualisasi diselenggarakan dalam suatu proses dinamis dan sistematis untuk
mencapai masyarakat madani.
Konsistensi gerakan Islam baik pada tujuan maupun khitah perjuangan
nya, dengan cita-cita sosial Islam yang dimaksud akan mengukuhkan gerakan
masyarakat madani sebagai gerakan Islam untuk mencapai tujuan bersama.
Kemampuan menginterpretasikan dan mengaktualisasikan cita-cita sosial Islam
267
268 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢﭣ ﭤﭥ ﭦ ﭧ
ﭨ ﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱﭲ ﭳ ﭴ ﭵ
ﭶﭷ
Kamu sekalian adalah umat yang terbaik (khairul ummah) yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”
(Q.S. Ali Imran (3): 110) (Mushaf Al-bantani 2013).
Menurut Quraish Shihab dalam buku Tafsir Al-Misbah (2000: 90),
menjelaskan bahwa kata ummah yang terdapat dalam ayat diatas berasal dari kata
amma yauma yang berarti jalan dan maksud. Dari asal kata ini dapat diketahui
bahwa masyarakat adalah kumpulan individu yang memiliki keyakinan yang
sama. Menghimpun diri seca harmonis dengan maksud dan tujuan bersama.
Selanjutnya dalam al-mufradat fi Gharib Alquran (1998: 325), masyarakat
diartikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh persamaan agama,
waktu, tempat, baik secara terpaksa maupun kehendak sendiri.
Masyarakat Madani dalam Perspektif Al-Quran Sebagai Upaya Mencapai Revolusi Mental 273
Kemudian Ali Sari’ati (1986: 15), berpendapat bahwa ayat diatas menjelas
kan tentang masyarakat yang merupakan sekumpulan dari manusia antara
satu dan lainnya yang terkait dalam satu nilai, adat istiadat yang didalamnya
terdapat sistem hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ibn Khaldun dalam buku Filsafat Islam tentang sejarah
(1976: 35), mengatakan bahwa adanya masyarakat yang memiliki ciri-ciri yang
demikian itu merupakan suatu keharusan, karena menurut wataknya, manusia
adalah makhluk sosial.
Alquran merupakan pedoman umat Islam yang memberikan solusi menganai
segala permasalahan yang ada dimuka bumi, tidak lain dengan permasalahan
revolusi mental yang ada di Negara Indonesia. Alquran memberikan solusi
melalui masyarakat madani yang didalamnya terdapat beberapa strategi yang
diterapkan dalam masyarakat madani sehingga dapat menjadi basis dalam upaya
mencapai revolusi mental, strategi yang dijelaskan dalam Alquran mengenai
penerapan masyarakat madani dalam upaya mencapai revolusi mental sebagai
berikut:
ﮙﮚﮛ ﮜﮝ ﮞﮟﮠﮡﮢﮣﮤ
274 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Dan bagi mereka orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan sholat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Asy-Syura
(42): 38). (Mushaf Al-Bantani, 2013: 487).
Menurut Quraish Shihab dalam buku Tafsir Al-Misbah (2002: 178),
menjelaskan bahwa ayat diatas berisi tentang sifat-sifat orang mukmin, yaitu
mengamalkan perintah Allah swt yang oleh Nabi Muhammad Saw., mengerjakan
sholat, memusyawarahkan urusan mereka, dan menafkahkan sebagian rezeki
yang pernah mereka peroleh. Dari ayat ini dapat dikatakan bahwa musyawarah
merupakan salah satu bentuk ibadah. Musyawarah bukanlah produk sosial
melainkan institusi yang dihasilkan oleh wahyu yang diturunkan kepada
Rasulullah Saw..
Dengan demikian, musyawarah merupakan bagian dari ajaran Islam.
Ini artinya bahwa dalam masalah-masalah dunia, seperti strategi perang,
pemilihan pemimpin, menghadapi sebuah perbedaan dan lain sebagainya, Islam
mengajarkan demokrasi yang tetap berpegang teguh kepada Alquran.
Alquran juga menjelaskan sisi penting dari musyawarah, yaitu konsultasi.
Dalam masalah yang memerlukan masukan dari orang lain, konsultasi merupakan
suatu hal yang diperintahkan Allah swt. Seperti disebutkan dalam Firman-Nya:
ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚﯛ ﯜ
ﯝ ﯞ ﯟﯠﯡﯢﯣﯤﯥ
“Jika kamu (Muhammad) berada dalam karagu-raguan tentang apa yang kami
turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab
sebelum kamu. Sesungguhnya telah dating kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab
itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu” (Q.S. Yunus
(10): 94) (Mushaf Al-Bantani 2013: 219).
Menurut Quraish Shihab (2002: 78) menjelaskan bahwa ayat diatas
menunjukkan bahwa apanila seseorang ragu tentang suatu hal, hendaklah
bertanya kepada orang yang dianggap mengetahuinya. Salah satu maksud dan
tujuan dari bertanya adalah untuk berkomunikasi. Allah Saw. mengabadikan
konsultasi yang dilakukan oleh Ratu Bilqis dengan para pembesar kerajaannya
ketika hendak mendapatkan tawaran “merger” dari Raja Sulaiman dalam Q.S.
An-Naml ayat 32:
ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ
Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menurunkan
dengan keadilan. Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat?” (Q.S.
Asy-Syura (42): 17). (Mushaf Al-Bantani, 2013: 485).
Menurut Quraih Shihab (2002: 92), menjelaskan bahwa adil adalah sifat
yang utama bagi setiap manusia, yang ditumbuhkan oleh tiga kekuatan yang
terdapat pada dirinya, yaitu al-hikmah (kebijaksanaan), al-iffah (memelihara
diri dari maksiat) dan asy-syja’ah (keberanian). Ketiga kekuatan itu berjalan
beriringan sehingga menimbulkan dorongan untuk selalu berbuat adil terhadap
dirinya dan orang lain. Maksud sifat adil disini adalah memberikan hak
kepada yang berhak menerimanya dengan tidak membesar-besarkan antara
orang yang satu dengan lainnya, melainkan berdasarkan besar kecilnya hak itu.
Pengertian ini menunjukkan bahwa baik memberikan hak dan penghargaan
maupun menuntut kewajiban dan menjatuhkan hukuman adalah sama-sama
adil apabila dilakukan secara proporsional. Allah swt berfirman dalan Q.S.
An-Nisa (4): 58):
Penutup
Masyarakat madani secara umum bisa diartikan sebagai suatu masyarakat
atau institusi sosial yang memiliki sifat kemandirian, toleransi, keswadayaan,
kerelaan menolong satu sama lain, dan menjunjung tinggi norma dan etika
yang disepakati secara bersama-sama. Di Indonesia, secara historis, upaya untuk
merintis lahirnya institusi semacam ini ini sudah muncul sejak masyarakat
kita sudah mulai bersentuhan dengan pendidikan modern, berkenalan dengan
system kapitalisme global, dan modernisasi.
Masyarakat madani dalam konsep Alquran, akan terwujud manakala setiap
anggota masyarakatnya menjadikan musyawarah dan keadilan sebagai salah
satu pilar penyangga kehidupan masyarakat tersebut. Alquran mengisyaratkan
bahwa bermusyawarah merupakan salah satu berntuk fitrah manusia dengan
berpegang teguh dengan bagaimana cara yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.,
dan keadilan sebagai bagian dari sesuatu yang ma’ruf tidak ada tawar menawar
lagi. Praktik musyawarah dan keadilan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw.
yang dijadikan acuan setiap muslim dalam membangun sebuah bangsa yang
memilki kemampuan sumber daya yang baik dan mampu berdaya saing sehingga
nantinya mampu memberikan perubahan dan mencapai revolusi mental
Demikianlah ajaran Islam menekankan ditegakkannya musyawarah dan
keadilan ditengah-tengah masyarakat, keduanya memberikan kebebasan yang penuh
dan sempurna kepada setiapn individu dalam batas-batas yang sama dengan tidak
merusak dan tidak pula mempersempit ruang gerak individu lain. Orang yang
berhati jahat sekalipun akan berhati-hati dengan keadaan yang dapat merugikan
dirinya. Menerapkan musyawarah dan menegakkan keadilan tidak akan berjalan
dengan sendirinya, banyak resiko dan pengorbanan yang besar untuk menegakkan
keduanya. Namun kedua hal tersebut merupakan barometer bagi ketakwaan seorang
muslim. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali harus berbuat adil agar
tujuan dari revolusi mental dapat dicapai dengan cara yang baik dan bernilai mulia
di sisi Allah swt.
Masyarakat Madani dalam Perspektif Al-Quran Sebagai Upaya Mencapai Revolusi Mental 277
Pustaka Acuan:
Abdulahmed, Sultan. Alquran untuk Hidupmu. Jakarta: Outskirt Press. 2001.
Al-Jurjani. Asy-Syaksiyah al-mumtazah, terj. Moh Nurhakim. Jakarta: Gema
Insani. 1969.
Basri, Asghary. Solusi Alquran tentang Problem Sosial, Politik, Budaya. Jakarta:
Rineka Cipta. 1994.
Khaldun, Ibn. Filsafat Islam tentang sejarah. Jakarta: Pustaka Media. 1976.
Kementrian Agama RI. Tafsir Tematik Pembangunan Generasi Muda. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran. 2011.
Kementrian Agama RI. Tafsir Tematik Alquran dan Kenegaraan. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Alquran. 2011.
Hikam. Masyarakat Madani di Dunia Islam. Jakrta: Salim Press. 1996.
Nata, Abudin. Tafsir Al-Ayat Al-Taebawiy. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002.
Pemprov Banten. Mushaf Al-Bantani. Jakarta: LPQ Kemenag RI. 2013.
Raghib, Al-Asfiari. Almufradat Fil Ghoril Jakarta: CV Pustaka Ceria. 2002.
Rais, Amien. Dinamika Masyarakat di Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Setia. 1995.
Rais, Amien. Cakrawala Islam. Jakarta: GS Press. 1992.
Rosyanti, Imas. Esensi Alquran. Bandung: CV Pustaka Setia. 2002.
Sari’ati, Ali. Quranic Society Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Alquran.
Jakarta: Erlangga. 1986.
Shihab, Quraish. Membumikan Alquran. Bandung: Mizan. 1996.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta:Lentera Hati. 2002.
Syamsuddin, Din. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Jakarta:
PT logos cahaya ilmu. 2000
Taher, Tarmidzi. Menuju Ummatan Wasathan. Jakarta: PPIM. 1998.
Muthada. Masyarakat Madani Pelopor Perubahan. Jakarta: Rajawali Press. 1997.
Spirit Ekologi Qur’ani (Mematri
Mental Ekologi di Tengah Gempuran
Modernisasi)
Penulis: Peserta Nomor MQ. 1.08
Pendahuluan
Manusia adalah Makhluk yang paling Unik diantara Makhluk Allah SWT
lainnya. Keuinikan terlihat ketika manusia selalu mencari makna dan nilai-nilai
luhur yang dicita citakannya. Hal ini selaras dengan perintah Allah SWT agar
manusia senantiasa berfikir tentang Alam Semesta, sebagai tangga yang mesti
dilalui untuk mendaki kejenjang yang lebih tinggi dalam mengenal Allah SWT.
Dalam perjalanan hidupnya, manusia mengemban amanah yang dibebankan
kepadanya agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya, yakni
dengan dikarunia potensi yang ada pada diri manusi (fitrah, akal, ruh, qalb dan
jasmani), (M. Quraish Shihab, 2000: 283).
Menurut Fahrudin M. Mangunjaya (2005: xiv), kurangnya kesadaran dan
pemahaman seseorang tentang masalah lingkungan hidup menjadi salah satu
indicator penyebab kerusakan lingkungan, selain itu didukung dengan lemahnya
penegakan hokum bagi mereka yang merusak lingkungan dengan skala besar
(makro). Manusia dengan segala kegiatannya, mereka mengeksploitasi alam
dengan terus menguras energi dan seumber daya alam yang ada di dalamnya.
Gambaran umum tentang terjadinya beragam bencana ekologis yang
279
280 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶﯷ ﯸ
ﯹ ﯺﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ
”Dialah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan dia
berkehendak menuju langit, lalu dijadikannya tujuh langit. Dan dia maha mengetahui segala
sesuatu” (Q.S Al-Baqarah [2]: 29), (Kemenag, 1971: 13).
Umat islam telah diberi petunjuk menemukan segala seuatu untuk
keperluan keselamatan hidup manusia di Dunia dan di Akhirat kelak. Sebagai
agama yang Ramah Lingkungan, Alquran telah banyak berbicara tentang alam
raya serta potensi yang ada didalamnya, sebagaimana ayat-ayat yang berkaitan
dengan deskripsi penciptaan alam, aktivitas alamiah, perintah untuk mengambil
pelajaran darinya, serta untuk menjaga keberlangsungannya (Q.S Al-An’am [6]:
102), (Q.S Al-Hijr [15]: 19), (Q.S An-Nur [24]: 43), (Q.S Al-A’raf [7]: 53) dan
(Q.S Al-Waqiah [56]: 68-70).
Berdasarkan pada beberapa kajian para peneliti, terdapat ayat-ayat Alquran
yang dapat dideskripsikan dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, yaitu
ayat-ayat yang berkaitan dengan Binatang (Fauna) yang ditemukan dalam
Alquran sebanyak 50 kali (ad-dabbah 18 kali dan al-an’am 32 kali), Tumbuh-
tumbuhan (Flora) sebanyak 21(nabat 9 kali dan al-harts 12 kali), Tanah (al-ard)
sebanyak 451 kali, Air (al-maa) sebanyak 63 kali, Lautan (bahr) sebanyak 32
kali, (Agus S Djamil, 2004: 517), dan Udara atau Angin (ar-riih) sebanyak 28
kali, Analisis Muhammad Fahmi As-Syafi’I (Ad-Dalil Al-Mufahrasy).
Menurut Djamil (2004: xxxi), ayat-ayat diatas menantang manusia
untuk memahami proses alam sebagai sumber ilmu pengetahuan yang harus
diperdalam, dan kemudian dijadikan Pemantik keimanan. Ayat-ayat diatas pula
merupakan bukti kebenaran dan kebesaran Islam sebagai satu-satunya agama
yang diridhoi Allah SWT.
Dalam Balutan Alquran, Allah SWT telah menyampaikan akan kebesaran
dan potensi yang besar untuk dieksplorasi oleh manusia, karena sejatinya
Allah SWT Menundukan Apa yang ada di Bumi dan di Lautan, hanya untuk
kesejahteraan manusia.
tapi akan memberikan dampak positif bagi segenap Alam oleh karena itu Ekologi
Qur’ani sebagai Fikih Lingkungan harus di dibumikan dilubuk sanubari Masyarakat
Banten yang kemudian pada akhirnya ,menjadi pribadi yang memakmurkan,
melestarikan dan cinta pada lingkungan.
ﯟﯠﯡﯢﯣﯤ ﯥﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ
ﯫ ﯬﯭﯮﯯ ﯰﯱﯲ
Sesungguhnya kami telah mengemukakan Amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dam mereka khawatir akan
menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia amat
zalim dan amat bodoh (Q.S Al-Ahzab [33]: 72) ((Kemenag, 1971: 680).
Islam merupakan agama yang memandang lingkungan sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap tihannya, manifestasi
dari keimanan seseorang dapat dilihat daro prilaku manusia, sebagai Khalifah
terhadap lingkungannya. Islam mempunyai konsep yang sangat detail terkait
pemeliharaan dan kelestarian alam (lingkungan hidup).
Sebagaiman Firman Allah SWT:
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ
ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ
Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’ mereka berkata:’Mengapa engkau hendak
menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan dengan memuji
Spirit Ekologi Qur’ani (Mematri Mental Ekologi di Tengah Gempuran Modernisasi) 285
ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ
ﯢﯣ
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat dengan
kepada orang-orang yang berbuat baik (Q.S Al-A’raf [7]: 56), (Kemenag, 197: 230).
Hal ini diperparah dengan sikap yang tamak dan serakah yang melekat
pada diri manusia. Dengan demikian, tidak keliru apabila beberapa Sarjana
Muslim yang konsen dengan isu lingkungan, mengharuskan manusia untuk
memperbaiki aspek spiritualnya untuk menciptakan lingkungan yang asri.
Karena tindakan merusak alam merupakan tindakan kezaliman. Semua
perbuatan manusia yang dapat merugikan kehidupan manusia merupakan
perbuatan dosa dan kemungkaran. Maka setiap individu maupun Kelompok,
yang melihat tindakan tersebut, wajib menghentikannya melalui segala cara
yang mungkin dan dibenarkan.
Namun terkadang sebaliknya, masyarakat sering menyepelekan lingkungan
serta tidak memperdulikan ekosistem yang ada di dalamnya, seperti penebangan
pohon di hutan untuk keperluan pemukiman dan industry, over eksploitasi, alih
fungsi tanah secara besar-besaran (sebagaimana terjadi di berbagai wilayah Banten),
membuang sampah ke sungai, membuang limbah industry ke laut, pembakaran
Hutan untuk pembukaan lahan, penggalian pasir yang tidak sesuai aturan dan lain
sebagainya.
286 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
ﮐﮑﮒ ﮓﮔ ﮕ
Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
Alam (Q.S Al-Anbiyaa [21]: 107), (Kemenag, 197: 508).
Hormat terhadap Alam merupakan suatu perinsip dasar bagi manusia
sebagai bagian dari alam seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota
komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan
bersama (kohesivitas sosial).
2) Prinsip tanggung jawab (Moral Responsibility For Nature)
Terkait prisnsip di atas ada tanggung jawab moral terhadap alam, karena
manusia diciptakan sebagai Khalifah (Penanggung jawab) di muka bumi
dan secara ontologis manusia adalah bagian Integral dari alam.
3) Solidaritas kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkai dari kedua prinsip moral tersebut adalah prinsip solidaritas. Sama
halnya dengan kedua prinsip itu, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan
bahwa manusia adalah bagian Integral dari semesta alam semesta.
4) Prinsip kasih saying dan kepedulian terhadap alam (Caring For Nature)
Sebagai sesama anggota Komunitas Ekologis yang setara, manusia digugah
untuk mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesta dan seluruh
isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian
ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas
ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi,
dipelihara (tidak disakiti) dan dirawat.
Manusia umumnya bergantung pada keadaan lingkungan sekitar (alam)
yang berupa sumber daya alam sebagai menunjang kehidupan sehari-hari,
seperti pemanfaatan air, udara dan tanah yang merupakan sumber alam yang
utama. Lingkungan yang sehat dapat terwujud jika manusia dan lingkungan
dalam kondisi yang baik.
Krisis lingkungan yang terjadi pada saat ini adalah efek yang terjadi akibat
dari pengelolaan atau pemanfaatan lingkungan manusia tanpa menghiraukan
Spirit Ekologi Qur’ani (Mematri Mental Ekologi di Tengah Gempuran Modernisasi) 287
etika. Dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi oleh manusia yang
berkarakter dalam krisis etika atau krisis moral. Manusia kurang peduli terhadap
norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan
norma-norma ciptaan dan kepentingan sendiri. (Abdul Mazid Aziz Al-Zindan,
1997: 68).
Manusia modern menghadapi alam hamper tanpa menggunakan Hati
Nurani. Alam dieksplitasi dengan begitu saja dan mencemari tanpa merasa
bersalah. Akibatnya terjadi penurunan kualitas Sumber Daya Alam seperti
punahnya sebagian Spesies dari muka Bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas
alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah
yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Etika Islam tidak melarang
manusia untuk memanfaatkan Alam, namun hal tersebut harus dilaksanakan
secara seimbang dan tidak berlebihan.
Penutup
Berdasarkan Kajian dan Analisis Penulis, sungguh menarik mencermati susunan
kalimat dalam beberapa ayat Alquran yang menyinggung tentang Lingkungan.
Ketika Allah SWT menginformasikan tentang Fenomena Alam, atau manfaat
disekitarnya, maka di ujung ayat-ayat tersebut ditutup dengan Anjuran ”Supaya
kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya)” dan “supaya kamu bersyukur”.
Untuk menggali jutaan misteri yang terkandung di dalamnya, langkah solutifnya
dapat dieksplorasi dengan menanamkan nilai Spirit Qur’ani.
Adapun upaya implementasi yang mesti dilakukan dalam merestorasi
kajian-kajian sebagai media pendidikan cinta lingkungan di Banten, dapat
dilakukan dengan menambah wawasan ramah lingkungan kepada Pemerintah
dan Masyarakat yang ada, khususnya di wilayah Banten, baik oleh pemerintah
maupun no-pemerintah, kemudian dilengkapi dengan elemen-elemen Pesantren,
dan ditunjang dengan Pasilitas serta sarana pendukung Ilmu Pengetahuan
tentang Lingkungan.
Gagasan untuk merestorasi Spirit Qur’ani di Banten, tidak hanya bernilai
positif bagi pemerintah, namun akan berdampak positif pula bagi kehidupan
masyarakat sekitar. Sebab melalui ini, selain terus membina para pejabat
pemerintah dengan meneladani ilmu-ilmu tentang Lingkungan. Seluruh aktivitas
“Pendidikan Lingkungan dikemas dalam Pengajian” adalah bentuk kegiatan
dakwah yang dapat dilakukan melalui bahasa Agama (lisan dan perbuatan),
yakni selain membentuk kelompok-kelompok pengajian bagi pemerintah, dapat
pula dengan pola membimbing masyarakat sekitar untuk cinta lingkungan
berbasis Alquran.
288 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
_____, Alquran dan Terjemahnya, Jakarta: Kementrian agama, 1971.
_____, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
_____, Laporan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten, Banten: Prodata
Nusaraya, 2013.
_____, Fiqih Lingkungan, Jakarta: PP Muhammadiyah pustaka Ramadhan, 2005.
Al-Qordlawi, Yusuf, Pendidikan Islam, Maktabah Wahbah: Kaeherah, 1997.
As-Syafii, Husain Muhammad Fahmi, Al-Daliilul Al-Mufaharas, Iskandarariah
Mesir: Daar Al-Salman, 2008.
Aziz Al-zindan, abdul Mazid, Pendidikan Lingkungan, Bandung: Pelajar, 1997.
Burhanudin, Jajat (penyunting), Mencetak Muslim Modern, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006.
Busri, Endang, Futurologi dan Phenomenology Nilai Spritual, Pontianak: Karya
Utama, 2002.
Djamil, Agus S, Alquran dan Lautan, Bandung: Mizan, 2004.
Mangunjaya, Fahrudin M, Konservasi Alam Dalam Islam, Jakarta: Y. Obor
Indonesia, 2005.
Masturi, Niam Ulin, Pelestarian Lingkungan dalam Prespektif Islam, Semarang:
Raja Karya, 2014.
Marzuki, Melestarikan Lingkungan Hidup dan Mensikapi Bencana Alam dalam
Perspektif Islam, Yogyakarta: Media Karya, 1998.
Muhtadi, Asep S, Alquran Kitab Ramah Lingkungan, Bandung: Mizan, 2000
Nasr, Sayyed Hoessein, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, Yogyakarta: IRCiSod,
2005.
Putra, Dulay Haidar, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.
Ryadi, Slamet AL, Ecology(Ilmu Lingkungan), Surabaya: Usana Opi, 1981.
Sajogyo, Ekologi Pedesaan, Jakarta: Rajawali, 1982.
Setiadi, Elly M, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana, 2010
Shihab, M Quraish, Membumikan Alquran, Bandung: Mizan Media Utama,
2009
Shihab, M Quraish, Wawasan Alquran, Bandung: Mizan Media Utama, 2000.
Soemarwoto, Otto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta:
Imagraph, 2004
Usman, M idris, Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam, Bogor: Media, 2013.
Wijaya, Nyoman, Ekologi, Bandung: Pelajar, 2000.
Komitmen dan Integritas Seluruh Lapisan
Masyarakat Kota Tangerang dalam
Mewujudkan Kota Tangerang Yang Bersih
Indah dan Aman (Studi Kasus Revolusi
Mental di Kota Tangerang)
Penulis: Peserta Nomor MQ.1.12
Pendahuluan
Di negara maju biasa kita lihat sungai, jalan, dan selokan yang bersih. Itu
disebabkan bukan karena banyaknya petugas kebersihan dan alat pemungut
sampahnya, melainkan kesadaran warganya untuk menjaga kebersihan dan
tidak membuang sampah sembarangan dijalan. Mereka menerapkan prinsip
hidup bersih dimulai dari diri mereka dengan adanya komitmen dari seluruh
lapisan masyarakatnya.1
Bagi warga Jepang kebersihan adalah cara mendekatkan diri pada tuhan,
sehingga mereka terus berlomba-lomba manjaga kebersihan dan menjadikan hal
itu sebagai budaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Selain faktor tersebut,
ternyata masyarakat Jepang sejak kecil dididik untuk berbudaya bersih dan
memikirkan kenyamanan orang lain. Orang tua di Jepang mendidik anak-anak
mereka sejak kecil untuk selalu menjaga kebersihan dimanapun mereka berada,
seperti membuang sampah pada tempatnya, mengelompokan sampah sesuai
1
Agus Hardoyo, Mejaga Kebersihan Bagian dari Revolusi Mental, Diakses dari http//:www.
facebook.com/agus_day/kfa773jhf99wjbf/ Pada 15 April 2015 Pukul 20.30 WIB
289
290 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
2
Andri Haris, Mari Mulai Revolusi Mental dengan Menjaga Kebersihan, Diakses dari http/kompasiana.
com/mari-mulai-revolusi-mental-dengan-menjaga-kebersihan/?24480mdsgedjn93n03/ Pada 15 April
2018 Pukul 16.30 WIB.
3
Akhsin Sakho Muhammad, Oase al-Qur’an Penyejuk Kehidupan, (Jakarta: PT. Qaf Pustaka
Kreativa, 2018) h. 67.
4
http:ppid/menlhk.go.id/siaran_pers/browse/544
5
Shoheh al-Baihaqi
6
Wiji Harahap, Kota Tangerang Menangkan Piala Adipura Diakses dari http://www.infopinang.com/
berita/kota-tangerang-menangkan-piala-adipura/jfjhjbuu83939937ndfidsjiu/, pada 14 April 2018
pukul 22. 30 WIB
Komitmen dan Integritas Seluruh Lapisan Masyarakat Kota Tangerang 291
surat al-Anfal ayat 8/53 dan surat ar-Ra’d ayat 13/11 keduanya mempunyai
konteks yang sama mengenai reolusi mental7
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ
ﭢﭣﭤ
Yang demikian itu sesungguhnya Allah tidak akan merubabah suatu nikmat yang telah
diberikan Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada
diri mereka sendiri, Sungguh Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S..
al-Anfal 8/53)8
Alquran juga menjelaskan mengenai pentingnya untuk hidup bersih, hidup
bersih merupakan langkah yang harus ditempuh oleh muslim untuk memulai
dalam beribadah. Ibadah apapun harus dimulai dengan sesuatu dan niat yang
bersih, baik bersih dari kotoran dan dosa. Islam adalah agama yang bersih.
dahulu ketika Islam masuk ke Indonesia banyak yang tertarik dengan islam
akibat pola hidup bersih. Kerajaan Demak membuat masyarakat yang belum
mengenal islam disitu terpesona karena pola hidup bersih masyarakat kerajaan
demak.9 Maka mereka semua setelah menjadi islam merasa senang karena dalam
Islam diajarkan untuk menjaga kebersihan. Sebagaimana Firman Allah:
ﯚﯛﯜﯝﯞ ﯟ ﯠ
...Sesungguhnya Allah menyukai orang bertaubat dan menyukai orang yang mnyuci
kan diri(Q.S. al-Baqarah 2/222).10
M. Quraish Shihab menjelaskan mengenai kebersihan merupakan ceriman
dari nilai-nilai luhur yang melekat di diri muslim. Seseorang bisa diukur
keimannya berdasarkan kebersihannya karena keberihan merupakan sebagian
dari iman. Iman merupakan spirit untuk mendekatkan diri kepada Allah
maupun untuk memotivasi diri dalam berbuat sesuatu. Spirit untuk melakukan
sesuatu kebersihan itu terjadi jika mereka mau menghayati nilai-nilai yang ada
dalam al-Quran. Nilai-nilai dalam Alquran itu sangat kental dengan dorongan
agar kita menjadi lebih baik untuk menjalani hidup.11
Bersih mengandung arti segala sesuatu yang terlepas dari najis dan kotoran
7
M. Quraish Shihab, Revolusi Mental dalam al-Qur’an Diakses dari http://youtube/watch?/
nd28479h pada 15 April pukul 20.00 WIB
8
MUI Propinsi Banten, Mushaf al-Bantani dan Terjemahannya, 2012
9
Amin Sudarsono, Ijtihad Mambangun Basis gerakan, (Jakarta: Muda Cedekia, 2000), h. 30
10
MUI Propinsi Banten, Mushaf al-Bantani dan Terjemahannya, 2012
11
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat
(Jakarta: Lentera Hati, 2006) h. 56
292 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
yang ada pada diri dan lingkungan, yang dimaksud dengan bersih ruhani
yaitu suatu kondisi dimana rohani terbebas dari dosa-dosa, belenggu-belenggu
nestapa, dan sesuatu yang menyebabkan matinya hati untuk menerima pedoman
dari Alquran atau petunjuk ilahi.12 Indikator kebersihan adalah suatu acuan
untuk menentukan kebersihan baik kebersihan jasamana dan kebersihan ruhani.
Indikator kebersihan ruhani bisa dinilai dengan senangnya menghadiri majlis-
majelis ilmu, suka menderngarkan nasihat-nasihat yang baik, suka sedekah,
berkata jujur, dan senantiasa selalu berdzikir setiap waktu. Indikator kebersihan
jasmani dilihat dari cara dia menjaga kebersihan seperti menjaga kebersihan
pakaian, kebersihan badan, selalu suci dari najis.13
Alquran juga memerintahkan untuk menjaga alam dan lingkungan karena
manusia yang beriman dan betaqwa kepada Allah mereka yang bisa menjaga
kebersihan. Sifat manusia pada hakikatnya manusia yang ingin memperoleh
kebahagiaan. Kebahagiaan yang ada di manusia disebabkan dengan terpenuhnya
kebutuhan manusia. Dalam memenuhi kebutuhan manusia kadangkalanya
manusia tak menghiraukan kebersihan dari lingkungannya.14 Padahal Alquran
menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan dalam upaya mewujudkan
revolusi mental.
ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄﰅ ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ
ﰋ ﰌ ﰍ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛﭜ ﭝ
ﭞ ﭟﭠ
Telah Nampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan
masnusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), berpergilah di bumi
lalunlihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu, Kebanyakan dari mereka
adalah orang yang menpersekutukan (Allah) (Q.S. Ar-Rum 30/41-42).15
Manusia diciptakan dengan segala hal yang bisa dilakukan olehnya.
Kerusakan alam yang saat ini terjadi merupakan sebagian dari aktifitas manusia.
Aktifitas manusia kadang tidak disengaja bisa membuat kerusakan lingkungan.
12
Irja, Etika dam Susila, (Medan: Firma Islamia), 1992, h. 19
13
Wardah Arminah, Menjadi Muslim yang Bersih, Diakses dari http://www.islapos.com/
kolom/menjadi-muslim-yang-bersih./1319jds, Pada 15 Aplil 2017 pukul 23.30 WIB
14
Said Aqil Munawar Husin Al-Munawar, al-Quran Membangun Tradisi Kesholehan Haqiqi,
(Jakarta: Ciputat Press, 2004) h. 98
15
MUI Propinsi Banten, Mushaf al-Bantani dan Terjemahannya, 2012
Komitmen dan Integritas Seluruh Lapisan Masyarakat Kota Tangerang 293
Sebagai mana yang dijeskan Q.S.. ar-Rum ayat 41-42 kita dituntut untuk
menjaga lingkungan. Karena itu menjaga lingkungan merupakan implementasi
dari nilai-nilai yang tertanam dalam Alquran dan suatu hal yang harus di
laksanakan oleh seluruh komponen masyarakat yang menginginkan keindahan
dan kenyamanan16
Dalam membangun hidup bersih diperlukan komitmen dari masyarakat
nya. Komitmen “Mitsaqon Gholizho” merupakan salah satu unsur dimensi dalam
pro-aktivitas , ia lahir dari akal dengan berpikir yang disadari, Kesadaran bukan di
otak, tetapi berpusat di hati. Hati adalah alat untuk menghayati, oleh karena itu
komitmen merupakan hasil kerja hati dengan penghayatannya. Diantara prasayarat
terpenting unuk ibadah adalah kehadiran hati yang sebenarnya merupakan esensin
ibadah. Tanpa hati, ibadah tidak ada artinya dan tidak diterima disisi Allah.17
Komitmen dan integritas yang baik di masyarakat akan menjadikan sebuah
perubahan yang menjadikan keadaan bersih yang lebih baik. Hati orang mukmin
adalah hati yang cemerlang, yang tidak keluar dari fitrahnya yang suci. Hati orang
mukmin bergerak pada jalan yang lurus, yaitu jalan spiritual yang lempeng menuju
nilai-nilai kemanusian, dan memiliki hati yang bersih dapat mengantarkan drajat
yang tinggi di hari akhir. Dengan adanya Komitmen dan Integritas, membangun
manusia dapat dilakukan dengan baik.18
16
Alfian Muhammad, Menjaga Lingkungan dalam Islam, Diakses Dari http://www. Alfian.Moch.
blogspot.com/15-12-15/menjaga-lingkungan-dalam-islam, pada 11 April 2018 pukul 10.30 WIB
17
Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan Islam: Mengurai Akar
Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004) h. 24
18
Komaruddin Hidayat, “Etika Dalam Kitab Suci dan Relevansinya dalam Kehidupan
Modern”, dalam Budi Munawar RAchman, Kontektualisasi Doktrin Dalam Sejarah, (Jakarta:
Paramadina, 1995) h. 23
19
Maritsa Handana, Peduli sampah Masyarakat kini, Diakse dari http://kompasiana.com/peduli-
294 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
d.l.l, bahu membahu mewujudkan kota yang menerapkan prinsip hidup bersih
menurut Alquran. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah dan nyaman
diperlukan beberapa cara diantaranya:
23
http://www.klh.kotatangerang,go.id
296 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Penutup
Alquran memerintahkan untuk menjadikan menjaga kebersihan dan
lingkungan. Menjaga kebersihan merupakan nilai-nilai dari revolusi mental.
Alquran juga memberikan solusi untuk menjaga kebersihan. Manusia adalah
makluk yang senantiasa berinovasi untuk mnciptakan sesuatu yang bermaslahat
dalam kehidupan,.semua itu tidak akan terjadi jika seluruh lapisan masyarakat,
pemerintah, ulama dan pengusaha tidak bahu membahu dalam memenjadikan
semangat untuk hidup bersih.
24
Arif Hasan, Pengolaan Sampah di Kota Tangerang, Diakses dari http://www.tangerangsatu.
co.id/12032016/28e2r2rindsd, Pada 15 April 2018 pukul 21.00 WIB
Komitmen dan Integritas Seluruh Lapisan Masyarakat Kota Tangerang 297
Pustaka Acuan:
MUI Propinsi Banten, Mushaf al-Bantani dan Terjemahannya, 2012
Al-Munawar, Said Aqil Munawar Husin al-Quran Membangun Tradisi
Kesholehan Haqiqi, Jakarta: Ciputat Press, 2004
Hidayat, Komaruddin “Etika Dalam Kitab Suci dan Relevansinya dalam
Kehidupan Modern”, dalam Budi Munawar RAchman, Kontektualisasi
Doktrin Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995
Irja, Etika dam Susila, Medan: Firma Islamia, 1992
Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan Islam:
Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta:
Rajawali Press, 2004
Muhammad, Akhsin Sakho, Oase Alquran Penyejuk Kehidupan, Jakarta: PT.
Qaf Pustaka Kreativa, 2018
Alfian Muhammad, Menjaga Lingkungan dalam Islam, Diakses Dari http://
www. Alfian.Moch.blogspot.com/15-12-15/menjaga-lingkungan-dalam-
islam
Arminah, Wardah, Menjadi Muslim yang Bersih, Diakses dari http://www.
islapos.com/kolom/menjadi-muslim-yang-bersih./1319jds
Halimi, Kebersihan lingkungan masyarakat, Diakses dari http://www.istitut.
com/kolom/93739/kebersihan-lingkungan-masyarakat
Handana,Maritsa, Peduli sampah Masyarakat kini, Diakse dari http://kompasiana.
com/peduli-sampah-masyarakat-kini/uwfnnw72383nnd9bw837/
Harahap, Wiji Kota Tangerang Menangkan Piala Adipura Diakses dari http://
www.infopinang.com/berita/kota-tangerang-menangkan-piala-adipura/
jfjhjbuu83939937ndfidsjiu/
Hardoyo, Agus Mejaga Kebersihan Bagian dari Revolusi Mental, Diakses dari
http//:www.facebook.com/agus_day/kfa773jhf99wjbf/ WIB
Haris, Andri, Mari Mulai Revolusi Mental dengan Menjaga Kebersihan,
Diakses dari http/kompasiana.com/mari-mulai-revolusi-mental-dengan-
menjaga-kebersihan/?24480mdsgedjn93n03/
Hasan, Arif, Pengolaan Sampah di Kota Tangerang, Diakses dari http://www.
tangerangsatu.co.id/12032016/28e2r2rindsd,
Http:www.ppid/menlhk.go.id/siaran_pers/browse/54
Http://www.klh.kotatangerang,go.id
Http://www.kotatangerang.go.ig/beranda/kota-tangerang-akhlaqul-karimah
298 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Perintah Allah
Usaha pendidikan atau peningkatan ketakwaan itu, tentu saja, diperintahkan di
dalam Alqur’an. Misalnya, ayat yang memerintahkan untuk bertakwa dengan
sebenar-benarnya bertakwa yang biasa dibaca sang khatib Jum’ah, yaitu ittaqû
ّ ّ
Allâha haqqa tuqâtihi (اتقوا اهلل حق تقاته, QS Ali Imrân: 102). Secara bijak, ada
299
300 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Makna Takwa
Sebelum mengungkap tentang metode peningkatan atau pendidikan ketakwaan
di dalam Alqur’an, maka makna takwa itu perlu dipahami supaya tidak
menimbulkan kesalahpengertian. Tentu saja, tidak ada kewajiban untuk
menyetujui hal-hal yang diungkap dalam tulisan ini.
Kata takwa (= taqwâ, )تقوىmerupakan salah satu di antara kata-kata agama
yang banyak dikenal, sering diucapkan, dan sering diwasiatkan atau dinasehatkan.
Di dalam Alqur’an, kata takwa ini digunakan dalam bentuk dua bentuk, yaitu
isim (ism, kata benda) dan fi‘il (kata kerja), yang penyebutannya tampak sama
banyaknya dengan penyebutan kata iman, amal, shalat dan zakat (Murtadha
Muthahhari, 1999: 12). Di dalam Al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfâzh Alqur’ân
al-Karîm dapat diketahui bahwa jumlah kata takwa di dalam al-Qur’an, dengan
berbagai bentuknya, adalah berjumlah 233 kali. Penyebutan yang sebanyak ini
memungkinkan kata takwa, semisal dikemukakan Fazlur Rahman (1996: 43),
Pendidikan Takwa di dalam Al-Qur’an 301
(QS 2: 123). Adapun contoh yang diartikan dengan “penjagaan diri” atau
“pemeliharaan diri” adalah ayat: “Wattaqû yawmân lâ tajzî nafsun ‘an nafsin
ّ
syaiân” (واتقوا يوما ال جتزى نفس عن نفس شيئا, dan jagalah dirimu dari—azab—hari
kiamat, yang pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang lain, walau
sedikitpun) (QS 2: 48) dan ayat: “wattaqû yawmân turja‘ûna fîhi ilâ Allâh”
(dan peliharalah dirimu dari—azab yang terjadi pada—hari yang pada waktu
itu kamu semua dikembalikan kepada Allah) (QS 2: 281).
Dari pengartian-pengartian di dalam Alqur’an dan Terjemahnya itu,
tampaknya pengartian pada Surat al-Baqarah ayat 48 dan 281 itulah yang
paling tepat. Hal ini sesuai yang dikatakan Muthahhari bahwa kata takwa
itu berasal dari akar kata waqyan, yang berarti menjaga dan memelihara. Arti
dari kata ittaqâ adalah penjagaan. Dengan demikian, ungkapan seperti ittaqû
Allâh dan ittaqû al-nâra berarti “peliharalah dirimu dari siksa balasan Ilahi”
dan “peliharalah dirimu dari siksa neraka.” Atas dasar ini, Muthahhari (1999:
14) menyatakan bahwa terjemahan yang benar dari kata taqwâ ialah menjaga
dan memelihara diri, dan kata muttaqîn berarti orang-orang yang menjaga dan
memelihara diri.
Di bagian lain, Muthahhari (1999: 16) tampak tidak menolak makna takwa
itu dengan takut. Namun, kata takut di sini tidak dimaksudkan “takut kepada
Allah,” melainkan “takut kepada hukum keadilan Ilahi.” Jadi, bila dikaitkan
dengan arti “penjagaan dan pemeliharaan diri” itu, maka kata takwa dapat
didefinisikan menjadi “menjaga dan memelihara diri dari perbuatan-perbuatan
yang tidak baik karena takut hukum keadilan Ilahi akan mengakibatkan
perbuatan yang tidak baik ini berakibat pada yang tidak baik pula (kepadanya),
baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.”
Pengertian seperti itu sejalan dengan yang dikemukakan Fazlur Rahman
(1996: 43). Menurut Rahman, akar perkataan taqwâ adalah wqy yang berarti
“berjaga-jaga atau melindungi diri dari akibat-akibat perbuatan sendiri yang
buruk dan jahat.” “Dengan demikian,” kata Rahman, “takut kepada Allah
dengan pengertian takut kepada akibat-akibat perbuatan sendiri—baik akibat-
akibat di dunia maupun di akhirat—adalah tepat sekali.”
Definisis atau pengertian takwa menurut Muthahhari dan Rahman itu
sejalan dengan pandangan Muhammad Abduh (t.t.: 124-5). Menurut Abduh,
akar kata takwa adalah waqâ yaqî wiqâyah yang berarti jauh atau menjauhi
kesusahan (kemadharatan) atau menolak kesusahan. Kemudian, di dalam
Alqur’an kata takwa ini dinisbahkan kepada lafal Allah sehingga menjadi “takwa
Allah,” yang dalam bentuk amr-nya adalah ittaqî Allâh. Abduh mengartikan
kalimah ittaqî Allâh ini dengan “takut kepada azab dan siksa-Nya.” Selanjutnya,
Pendidikan Takwa di dalam Al-Qur’an 303
penyandaran kata takwa kepada Allah ini, menurut Abduh, adalah untuk
menunjukkan betapa besar azab dan siksa-Nya, yang kalau tidak demikian maka
manusia tidak akan takut kepada Allah, tidak akan mengakui kekuasaan-Nya
dan tidak akan tunduk kepada kehendak-Nya. Dari sini Abduh mendefinisikan
orang yang bertakwa sebagai “orang yang menjaga dirinya dari siksa” (man
yahmâ nafsahu min al-‘iqâb, )من حيىم نفسه من العقاب.
Pendefinisian Abduh tentang orang yang bertakwa dengan “orang yang
menjaga dirinya dari azab dan siksa-Nya” itu menunjukkan bahwa konsep
takwa, sebagaimana dikatakan Toshihiko Izutsu (1966: 195), berkaitan erat
dengan visi eskatologis. Dengan demikian, bila kata takwa ini diartikan dengan
takut, maka takut yang tidak biasa, tapi takut yang bersifat eskatologis, yakni
takut yang luar biasa akan azab dan siksa Allah di akhirat nanti. Untuk rasa
takut yang biasa, menurut Izutsu (1966: 196) di dalam Alqur’an digunakan kata
khasyyah dan khawf. Namun, Abduh (t.t.: 125) tidak berkesimpulan semacam
ini. Artinya, Abduh tidak memandang takwa itu sebagai ketakutan yang bersifat
eskatologis belaka, melainkan bersifat duniawi pula sehingga bersifat duniawi
ukhrawi atau dunia akhirat. Dengan demikian, orang yang bertakwa, dalam
pandangan Abduh, tidak hanya menjaga diri dari azab dan siksa-Nya di akhirat
nanti, tetapi juga di dunia ini.
Kebajikan Negatif
Oleh karena itulah orang yang bertakwa berarti orang yang memiliki rasa
tanggung jawab dunia akhirat, dan sebab rasa tanggung jawabnya inilah orang
yang bertakwa, sebagaimana dikatakan Rahman, disebut sebagai makhluk
yang bermoral. Dalam konteks inilah Rahman (1995: 187) memandang takwa
sebagai konsep sentral moralitas bagi manusia, meski bukan sebagai konsep
moralitas yang bersifat positif, melainkan yang bersifat negatif. Artinya, karena
takwa itu berarti menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang
akan mengakibatkan tidak baik pula kepadanya, baik di dunia ini maupun
di akhirat nanti, maka takwa itu merupakan moralitas yang bersifat negatif
atau, dalam istilah Mustansir Mir, merupakan kebajikan yang bersifat negatif
(negative virtue). Hanya saja, Mir (1987, h. 157) tetap mengatakan bahwa di
dalam Alqur’an kebajikan negative (takwa) ini sering disebut bersamaan dengan
kebajikan yang bersifat posistif, positive virtue, semisal, “Orang-orang yang
bertakwa dan berbuat baik” (QS 7: 35; 4: 128, 129; 5: 93; 16: 128). Kalimat
“berbuat baaik” di sini dipandang Mir sebagai kebajikan positif.
Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa metode pendidikan takwa itu
tidak diwujudkan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
304 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
keimanan dan rohani seseorang yang kuat ini akan menjaga orang tersebut dari
perbuatan dosa dan maksiat sehingga orang tersebut terjaga dari kemaksiatan,
meski hidup di tengah-tengah lingkungan yang penuh dengan peralatan dan
fasilitas kemaksiatan. Dengan demikian, orang tersebut tidak perlu menjauhi,
apalagi mengucilkan diri dari, masyarakat. Bahkan, mereka ini adalah orang-orang
yang beriman yang senantiasa berbuat kebaikan di tengah-tengah masyarakat.
Inilah “hakikat ketakwaan” yang sebenarnya, yang sepadan maknanya dengan
“hakikat kebajikan” (haqîqah al-birr), semisal dikemukakan Muhammad al-
Ghazali (1995: 17), bersasarkan Firman Allah: “Bukanlah menghadapkan wajahmu
ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang
yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa” (QS 2: 177).
Dengan demikian, berdasarkan ayat di atas, hakikat takwa sama dengan
hakikat birr; pendidikan takwa sama dengan pendidikan birr. Dengan kata
lain, kata takwa sinonim dengan kata birr atau hakikat ketakwaan sama dengan
hakikat kebajikan; pendidikan takwa sama dengan pendidikan kebajikan. Dalam
istilah lain, seperti dikatakan Toshihiko Izutsu, orang-orang yang memiliki cirri-
ciri birr dan orang-orang yang memiliki cirri-ciri takwa pada dasarnya adalah
sama. Izutsu juga mengatakan bahwa, dengan mengutip pendapat Ibn Taimiyah,
kata takwa bila digunakan secara “mutlak,” maka maknanya sama dengan birr
(dan iman). Namun, bila tidak digunakan secara mutlak, maka makna takwa
berbeda dengan makna birr. Misalnya, dalam ayat: “dan tolong menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) birr dan takwa” (QS 5: 2). Ayat yang menyebutkan
birr dan takwa secara bersama-sama semacam ini, menurut Ibn Taimiyah yang
dinukil Izutsu, merupakan dua konsep yang berbeda satu sama lain, yang
masing-masing secara khusus digunakan sebagai syarat yang penyebutannya
secara tidak mutlak, maka kata takwa di sini berarti dalam arti sempit atau tidak
sama dengan syarat yang lainnya. Umpamanya, ayat “wa in tashbirû wa tattaqû”
ّ
(وان تصربوا وتتقوا, QS 3: 120, 125, 186), “wa in tu’minû wa tattaqû” (وان تؤمنوا
ّ ّ
وتتقوا, QS 3: 179, 47: 36), “in tuhsinû wa tattaqû” (ان حتسنوا وتتقوا, QS 4: 128)
ّ
dan “in tushlihû wa tattaqû” (ان تصلحوا وتتقوا, QS 4: 129), maka makna takwa di
sini berbeda maknanya dengan kata sabar, iman, ihsan dan ishlah.
Di samping bermakna berbeda, penyebutan secara iqtirânân itu menunjuk
306 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Tingkatan Ketakwaan
Konsekuensi logis dari proses pendidikan ketakwaan itu pastilah menghasilkan
ketakwaan orang-orang bertakwa yang bertingkat-tingkat. Tingkatan ketakwaan
ini, menurut Quraish Shihab, sesuai dengan tingkat pengabdian dan kedekatan
mereka kepada Allah. Quraish menyebutkan sebuah hadis yang menyatakan
bahwa “iman itu telanjang, dan pakaiannya adalah ketakwaan.” Quraishpun
Pendidikan Takwa di dalam Al-Qur’an 307
Pembinaan Takwa
Supaya orang-orang bertakwa ikhlas menempuh keempat belas proses pendidikan
takwa tersebut, maka sesuai makna dan pengertian takwa yang diungkap di atas,
meniscayakan adanya internalisasi yang tiada henti akan azab dan siksa-Nya
yang amat dahsyat, yang hanya mampu dihindari melalui penjauhan larangan-
larangan-Nya dan pelaksanaan perintah-perintah-Nya. Melalui cara inilah in syâ
Allâh orang-orang bertakwa ikhlas menempuh keempat belas proses pendidikan
ketakwaan di atas dan in syâ Allâh dapat selamat dari segala azab dan siksa-Nya.
Untuk itu, diperlukan adanya pengetahuan tentang sebab-sebab yang
menimbulkan azab dan siksa Allah tersebut. Menurut Abduh, takut kepada
azab dan siksa Allah ini, baik siksa dunia maupun akhirat, berarti “takut” kepada
sebab-sebabnya, yakni memelihara diri dari sebab-sebab yang menimbulkan
siksa-Nya (bittiqâ’i asbâbih), yang meliputi dua hal, yaitu sebab melanggar agama
dan syariat-Nya (mukhâlafatu dîni Allâhi wa syar‘ihi) serta sebab melanggar
hukum-hukum-Nya atau sunnah-sunnah-Nya yang diberlakukan pada ciptaan-
Nya (mukhâlafatu sunânihi fî nizhâmi khalqihi), yang sering disebut Sunnatullah
atau hukum alam. Dalam pandangan Abduh, menjaga diri dari siksa akhirat
adalah dengan cara menjaga diri melalui keimanan yang benar (al-imân al-
Pendidikan Takwa di dalam Al-Qur’an 309
Penutup
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa arti kata takwa yang
tepat bukanlah “takut,” tetapi “menjaga dan memelihara diri,” yakni menjaga dan
memelihara diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, yang akan berakibat
tidak baik pula terhadapnya, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Dengan
demikian, orang yang bertakwa adalah orang yang menjaga dan memelihara diri
dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, yang akan mendatangkan azab dan
siksa-Nya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, dunia maupun akhirat.
Beranjak dari arti dan pengertian takwa itu berarti metode pendidikan
ketakwaan tidak diawali dengan pelaksanaan perintah-perintah-Nya baru
kemudian meninggalkan larangan-larangan-Nya, tetapi justeru sebaliknya,
yakni dengan mendahulukan peninggalan larangan-larangan-Nya dibanding
pelaksanaan perintah-perintah-Nya. Jadi, pendidikan takwa yang tepat adalah
meninggalkan larangan-larangan-Nya dan melaksanakan perintah-perintah-
Nya. Hanya saja, dalam ranah praksisnya metode ini tetap ditempuh secara
bersamaan.
Wallâhu a‘lam.
310 Peran Keluarga dalam Ketahanan dan Konsepsi Revolusi Mental Perspektif Alquran
Pustaka Acuan:
Abduh, Syaikh Muhammad, Tafsir Al-Manar, Juz I, t.t.
Al-Ghazali, Muhammad, Nahw Tafsir Mawdhu’i li Suwar Al-Qur’an Al-Karim,
Kairo: Dar al-Syuruq, 1995.
Al-Imâmaini al-Jalâlaini, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Kudus: Makatabah wa
Mathba’ah Menara Kudus, 1896.
Izutsu, Toshihiko, Ethico-Religious Concpts in the Qur’an, Montreal: McGill
University Press, 1966.
Mir, Mustansir, Dictionary of Qur’anic Terms and Concepts, USA: Garland
Reference Library of the Humanities, 1987
Muthahhari, Murtadha, Ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan
Kehidupan, Jakarta: Lentera, 1999.
Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 1996.
_____, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, Bandung:
Pustaka, 1995.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir atas Surat-Surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.