PANDUAN ORGANISASI
PENGELOLA ZAKAT
Kementerian Agama RI
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Direktorat Pemberdayaan Zakat
Tahun 2016
PENGANTAR
DIREKTURPEMBERDAYAANZAKAT
s Tarmizi, MA
~1111J7121992zo31oo4f
iii
DAFTARISI
v
BAB IV PENDAYAGUNAAN ZAKAT................................................ 87
A. Zakat dan Tantangan Dunia Global........................ 87
B. Pendayagunaan Zakat ................................................ 88
C. Sasaran Penerima Zakat............................................ 90
D. Model Pendayagunaan Zakat .................................. 91
E. Profil Pendayagunaan Zakat.................................... 99
vi
BABI
POTRET ZAKAT DI INDONESIA
A. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan buku Panduan Pengelolaan Zakat
ini adalah:
1. Melengkapi buku-buku yang telah ada ten tang organisasi
pengelola zakat.
2. Memberikan panduan bagi pengelolaan zakat yang
sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
3. Memaksimalkan manajerial organisasi pengelola zakat
agar bisa mengelola potensi zakat dengan baik dan
benar.
B. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan buku ini mengikuti sistem bab
per bab.
Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang
permasalahan, meliputi: tujuan penulisan, sistematika
penulisan, fakta tentang pengelolaan zakat di Indonesia
beserta hambatan dan tantangannya.
Bab II berisi tentang Revitalisasi OPZ. Pada bab
ini akan disinggung beberapa aspek yang semestinya
segera dibenahi OPZ untuk memaksimalkan perannya
dalam pemberdayaan zakat. Dalam bab ini akan dibahas:
profesionalisme OPZ, peningkatan manajerial BAZNAS,
peningkatan SDM, standar sarana.
Bab III Optimalisasi Fundrising. Dalam bab ini akan
dibahas urgensi restrukturisasi di bidang pengumpulan
2. Peningkatan SDM
Secara garis besar, kemapanan SDM tercermin dalam
tiga hal di bawah ini:
1) Integritas, Komitmen dan Pengabdian
2) Keterampilan Manajemen
3) Pengetahuan Tentang Substansi Zakat
SDM adalah unsur terpenting dalam OPZ. Tanpa
terpenuhinya SDM, mustahil program-program dapat
berjalan dengan baik, meskipun telah ditunjang
kelengkapan infrastruktur. Di sinilah diperlukan
kecermatan dalam memilih individu yang akan duduk
dalam struktur pengelolaan zakat.
Namun demikian, sebelumnya harus diperhatikan
hal-hal di bawah ini:
b. Kualifikasi SDM
Ketika memilih amil yang akan mengelola zakat,
Rasulullah SAW memilih dan mengangkat orang-
orang pilihan yang memiliki kualifikasi tertentu.
Secara umum kualifikasi yang harus dimiliki oleh
amil zakat adalah: muslim, amanah, dan paham fiqih
zakat.
Sesuai dengan struktur organisasi di atas, berikut
dipaparkan kualifikasi SDM yang dapat mengisi
posisi-posisi tersebut:
Bagian Fundrising:
amanah & jujur
berlatar belakang atau memiliki kecenderungan
atau mempunyai pengalaman di bidang
marketing
mempunyai communication skill (kemampuan
komunikasi) yang baik
mampu bekerjasama dalam tim
Bagian Keuangan:
amanah & jujur
berlatar belakang atau mempunyai pengalaman
di bidang akuntansi dan manajemen keuangan
cermat dan teliti
mampu bekerjasama dalam tim
2. Pembinaan
Kegiatan dalam rangka pembinaan meliputi
penyelenggaraan pendidikan dan latihan pegawai,
membentuk dan memelihara semangat kerja, counseling,
mutasi, promosi dan penilaian prestasi.
a) Menyelenggarakan latihan dan pendidikan
pegawai.
Latihan dan pendidikan pegawai atau biasa
disebut dengan istilah "training" bukan saja
diperlukan oleh pegawaifkaryawan baru tetapi juga
diperlukan bagi pegawaifkaryawan yang telah lama
bekerja, baik dari tingkat yang terendah sampai
dengan tingkat pimpinan atau pegawai tinggi.
c) Counseling.
Maksudnya adalah mengadakan kunjungan
kepada para bawahan. Dalam hal ini yang diperlukan
sebagai pegangan saat-saat manakala diperlukannya
counseling yakni misalnya terlalu banyak a tau sering
terdapatnya kesalahan yang terjadi, pegawai yang
cepat letih, sering termenung, emosi cepat berubah,
banyak bicara, cepat marah dan sebagainya. Hal-
hal semacam itulah tanda-tanda saat di mana perlu
adanya counseling.
g) Komunikasi
Yang dimaksud dengan komunikasi dalam hal
ini ialah proses penyampaian kehendak, pendapat,
pikiran, perasaan, ide, perintah atau pesan dari
seseorang kepada orang lain, serta proses menerima
atau memahami pesan, perintah, pikiran dan
sebagainya dari orang lain. Komunikasi terjadi
antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya
antara rekan yang setingkat dalam organisasi atau
antara jabatan dari dalam lingkungan atau dari
3. PemeliharaanjPerawatan Personil
a. Administrasi penggajian
Yang dimaksud administrasi penggajian ialah
proses-proses kegiatan dalam rangka melaksanakan
penggajian. Berbicara tentang penggajian maka
perlu pula dikemukakan tentang macam dan dasar
penetapan atas income yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawaijkaryawan.
Income ialah pendapatan yang diperoleh
pegawai/ karyawan berupa gaji atau upah, insentif
dan sebagainya. Sedang gaji ialah imbalan jasa
berupa uang juga karena telah bekerja dan biasanya
4. Pemberhentian
Pemberhentian adalah proses yang paling akhir
dalam pengelolaan sumber daya manusia. lstilah
yang paling tepat adalah pemutusan hubungan
kerja (PHK) sebab seorang pegawai sebenarnya juga
C. Standar Sarana
Dalam rangka terciptanya efisiensi dan aktifasi
dalam pengadaan dan penggunaan sarana/ prasarana
oleh lembaga pengelola zakat maka dipandang perlu
adanya pedoman baku atau standar minimal sarana dan
prasarana organisasi pengelola zakat sebagai pedoman
untuk perencanaan pengadaan sarana dan prasarana,
disamping juga untuk menentukan standar kebutuhan
yang diperlukan untuk pengadaan dan penggunaan
sarana/ prasarana organisasi pengelola zakat.
Untuk menunjang pelaksanaan tugas sehari-hari maka
perlu adanya peralatan dan perlengkapan yang harus
dipenuhi sebagai sarana kerja. Standar Sarana OPZ ini
dimaksudkan sebagai suatu rumusan tentang penentuan
jenis, kualitas dan kuantitas yang meliputi jenis, ukuran
yang diperlukan untuk kepentingan stan dar I keseragaman.
Ruang lingkup standar sarana dan prasarana organisasi
3. Kendaraan, yaitu:
a. Kendaraan roda empat
b. Kendaraan roda dua
4. Kepustakaan, yaitu:
a. Al-Qur'an
b. Al-Qur'an dan terjemahannya
c. Tafsir Al-Qur'an
d. Buku Pedoman Zakat
e. Buku Manajemen Keuangan
f. Buku Manajemen Zakat
g. Buku Direktori BAZ
h. Buku Direktori LAZ
i. Buku Panduan Perundang-undangan Pengelo-
laan Zakat dan Wakaf
j. Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Lem-
baga Pengelolaan Zakat
k. Buku Pola Pembinaan Badan Amil Zakat
l. Buku Pola Pembinaan Lembaga Amil Zakat
m. Buku Profil Direktorat Pengembangan Zakat dan
Wakaf
n. Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan
Evaluasi Pengelolaan Zakat
C. Pembentukan UPZ
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan salah
satu amanah dari keberadaan UU No. 23 tahun 2011 yang
bertugas untuk melaksanakan pengelolaan zakat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat
Operasionalisasi UPZ
Penghimpun Zakat
1. Melakukan sosialisasi kewajiban ZIS di wilayahnya.
2. Memberikan pelayanan kepada muzakki
3. Mengumpulkan dana zakat dan non zakat
4. Mengadministras ikan pengumpulan dana ZIS
5. Mengelola database muzaki.
6. Memberikan laporan kegiatan pengumpulan ZIS di UPZ.
PenyaluranjPendayagunaan Zakat
1. Membuat program penyaluran yang tepat sesuai Syari'ah
2. Menyalurkan dana ZIS kepada mustahik
3. Mengadministras ikan penyaluran dana ZIS
4. Melakukan pembinaan dan monitoring kepada mustahik
5. Mengelola database mustahik
6. Memberikan laporan penyaluran UPZ.
I I
I Bendahara
J I
Sekretaris
I
B. Pendayagunaan Zakat
Keberhasilan zakat tergantung kepada pendayagunaan
dan pemanfaatannya. Walaupun seorang wajib zakat
(muzakki) mengetahui dan mampu memperkirakan
jumlah zakat yang akan ia keluarkan, tidak dibenarkan ia
menyerahkannya kepada sembarang orang yang ia sukai.
Zakat harus diberikan kepada yang berhak (mustahik) yang
sudah ditentukan menurut agama. Penyerahan yang benar
adalah melalui Badan Amil Zakat. Walaupun demikian
kepada Badan Amil Zakat mana pun tetap terpikul kewajiban
untuk mengefektifkan pendayagunaannya. Pendayagunaan
yang efektifialah efektifmanfaatnya (sesuai dengan tujuan)
dan jatuh pada yang berhak (sesuai dengan nas) secara
tepat guna.
Tantangan terbesar dari optimalisasi zakat adalah
bagaimana mendayagunakan dana zakat menjadi tepat
guna dan tepat sasaran. Tepat guna berkaitan dengan
program pendayagunaan yang mampu menjadi solusi
terhadap problem kemiskinan. Sedangkan tepat sasaran
berkaitan dengan mustahik penerima dana zakat. Dalam
konteks Indonesia dengan jumlah penduduk miskin yang
besar sekitar 40 juta jiwa, maka fakir miskin menempati
prioritas pertama sebagai penerima zakat.
Sayangnya program pengentasan kemiskinan yang ada
kebanyakan masih bersifat karitatif (bagi-bagi habis) dan
konsumtif. Program belum mengarah kepada program
yang lebih produktif dan memberdayakan. Persoalan
Tahapan Kegiatan
a. Perencanaan
Perencanaan meliputi:
1. Persiapan tim pelaksana, yaitu tahapan awal
untuk menyiapkan SDM pelaksana baik pada
tingkat manajemen secara umum (program
officer, Koordinator dan Keuangan), maupun
SDM pelaksana teknis yang bertugas membantu
kegiatan-kegitan teknis baik rutin maupun
berkala, serta kegiatan teknis pendampingan/
fasilitasi saat peserta program mengikuti
kegialan pemberdayaan.
2. PersiapanKonsepProgram,yaitumempersiapkan
kerangka teoritis dan teknis jenis program yang
hendak dilaksanakan.
D. Target
Target dari program beapelajar dan mahasiswa
ini bisa membantu 10.000 Pelajar dan mahasiswa.
E. Jangka Waktu
Pelaksanaan Kegiatan selama 12 (dua belas)
bulan tahun 2006-2007.
TUJUAN
Mendapatkan caJon peserta yang sesuai dengan kriteria
sasaran program.
SASARAN PROGRAM
Anak-anak yang berasal dari keluarga dhuafa yang
berada di Kota Cimahi, Kabupaten dan Kota Bandung.
Kualifikasi sasaran program adalah beragama Islam.
Usia 12 sf d 22 tahun (SMP, SMU, dan PT tingkat 2 dan 3).
Laki-laki atau perempuan; Masih aktif bersekolah;
Memiliki prestasi baik akademis maupun prestasi lainnya;
Tidak terlibat atau menggunakan obat-obatan terlarang
dan perilaku kriminal; dan termasuk orang penerima zakat
I mustahik I pra-sejahtera; dan rata-rata Nilai untuk SMP
dan SMU minimal 7,5 serta IPK minimal 3,00.
TAHAPAN SELEKSI
PENDAFTARAN. Pendaftaran dibuka secara umum bagi
warga yang berminat. Pendaftaran dapat dilakukan secara
langsung atau melalui mitra program yang telah ditetapkan.
SELEKSI ADMINISTRATIF. Tujuan seleksi administratif
adalah mendapatkan cal on pesertayang secara administratif
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Tahap ini
menggunakan sistem gugur, artinya peserta yang tidak
B. Pelaksanaan
Dengan mempertimbangkan pengalaman empms,
maka dalam pelaksanaan program beapelajar dan
mahasiswa prestatif ini kita memakai beberapa strategi
yang berbeda sebagai berikut: Strategi Terpusat
(Berbasis Pusat Kegiatan) Artinya pelaksana Daarut
Tauhiid menangani secara langsung kegiatan-kegiatan
tertentu dalam program beapelajar dan mahasiswa
C. Tahapan Kegiatan
Pelaksanaan program beapelajar dan mahasiswa
prestatif, meliputi beberapa tahapan kegitan antara lain:
Tahap 1 : Persiapan Team
Persiapan tim adalah tahapan awal untuk
menyiapkan SDM pelaksana baik pada tingkat manaje-
men secara umum (program officer, Koordinator
dan Keuangan), maupun SDM pelaksana teknis yang
bertugas membantu kegiatan-kegitan teknis baik rutin
maupun berkala, serta kegiatan teknis pendampingan/
fasilitasi saat peserta program mengikuti kegiatan
pemberdayaan.
Pemberdayaan Langsung
Kegiatan pemberdayaan yang diperuntukkan untuk
peserta meliputi program:
1. Spiritual Business School
Kegiatan ini merupakan upaya untuk membentuk
mindset dan perilaku baru para peserta beapelajar
dan mahasiswa tingkat perguruan tinggi melalui
kegiatan pemberdayaan yang berbasiskan spiritual.
peserta akan diajak mengkaji kembali mindset dan
karakternya melalui pendidikan orang dewasaf
partisipatif sehingga mendapat pengetahuan,
wawasan dan pengalaman baru menjadi sebuah
keahlian wirausaha (entrepreneurship).
2. Challenging Entrepreneur Project
Challenging Entrepreneur Project adalah sebuah
upaya untuk membentuk kemandirian bagi para
C. Pelaporan Program
Laporan perkembangan setiap kegiatan, capaian,
kendala dan pendayagunaan bantuan disampaikan
kepada komite secara berkala, dibuat oleh pelaksana
program. Dalam laporannya terdapat indikator
keberhasilan atau data kegagalan target dari
penyelenggaraan program.
TENTANG
PEDOMAN TATA CARA PENGAJUAN PERTIMBANGAN
PENGANGKATAN/ PEMBERHENTIAN PIMPINAN BADAN
AMIL ZAKAT NASIONAL PROVINSI DAN BADAN AMIL
ZAKAT NASIONAL KABUPATEN / KOTA
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Peraturan BAZNAS ini, yang dimaksud dengan:
l. Badan Amil · Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
BAZNAS adalah lembaga yang berwenang melaksanakan
tugas pengelolaan zakat secara nasional.
2. BAZNAS provinsi adalah lembaga yang berwenang
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pacta tingkat
provinsi.
3. BAZNAS kabupaten/ kota adalah lembaga yang berwenang
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pacta tingkat
kabupatenjkota.
BAB II
TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN PENGANGKATAN
PIMPINAN BAZNAS PROVINSI DAN BAZNAS KABUPATEN/
KOTA
Bagian Pertama
Jumlah, Unsur, dan Persyaratan Pimpinan
Pasal3
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, diangkat dan diberhentikan oleh gubernur setelah
mendapat pertimbangan dari BAZNAS.
(2) Pimpinan BAZNAS kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, diangkat dan diberhentikan oleh bupati/
walikota setelah mendapat pertimbangan dari BAZNAS.
(3) Masa kerja Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/ kota dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal4
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/ kota paling sedikit harus memenuhi
persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
Bagian Kedua
Tim Seleksi
Pasal5
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi dipilih oleh tim seleksi yang
dibentuk oleh gubernur.
(2) Pimpinan BAZNAS Kabupatenj kota dipilih oleh tim seleksi
yang dibentuk oleh bupati/Walikota.
Pasal6
Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 tidak
dapat dipilih menjadi calon Pimpinan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupatenj kota.
Pasal 7
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 memilih
calon Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/
kota sebanyak 2 (dua) kali jumlah yang dibutuhkan.
Pasal8
(1) Gubernur memilih 5 (lima) orang calon Pimpinan BAZNAS
provinsi yang diusulkan tim seleksi untuk disampaikan
kepada BAZNAS guna mendapat pertimbangan.
(2) Bupati/Walikota memilih 5 (lima) orang calon Pimpinan
BAZNAS kabupatenjkota yang diusulkan tim seleksi
untuk disampaikan kepada BAZNAS guna mendapat
pertimbangan.
Bagian Ketiga
Pengajuan Pertimbangan
Pasal9
Gubernur a tau bupatif walikota menyampaikan cal on Pimpinan
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenjkota yang telah
dipilih sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 kepada BAZNAS
untuk mendapatkan pertimbangan dengan melampirkan:
a. Berita Acara Hasil Seleksi; dan
b. susunan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/ kota;
c. surat pernyataan kesanggupan sebagai Pimpinan BAZNAS
provinsi a tau BAZNAS kabupaten I kota dan' masing-masing
calon Pimpinan;
Pasal10
(1) BAZNAS melakukan verifikasi administratif atas
permohonan pertimbangan pengangkatan Pimpinan
BAZNAS provinsi dari gubernur atau Pimpinan BAZNAS
kabupaten fkota dari bupati/ walikota.
(2) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk Surat
Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan BAZNAS provinsi
kepada gubernur yang tembusannya disampaikan kepada
kantor wilayah kementerian agama provinsi.
(3) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
Surat Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan BAZNAS
kabupatenj kota kepada bupatifwalikota yang
tembusannya disampaikan kepada kantor kementerian
agama kabupaten/ kota.
Bagian Keempat
Pengangkatan Pimpinan
Pasal12
(1) Gubernur mengangkat Pimpinan BAZNAS provms1
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja, terhitung
sejak Surat Pertimbangan Pengangkatan Pimpinan BAZNAS
Provinsi dari BAZNAS diterima.
(2) Bupatifwalikota mengangkat Pimpinan BAZNAS
kabupaten/ kota selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
kerja, terhitung sejak Surat Pertimbangan Pengangkatan
Pimpinan BAZNAS Kabupaten/ Kota dari BAZNAS diterima.
BAB III
TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN PEMBERHENTIAN
PIMPINAN BAZNAS PROVINSI DAN BAZNAS KABUPATEN/
KOTA
Bagian Pertama
Kriteria Pemberhentian
Pasal13
Pimpinan BAZNAS provms1 dan BAZNAS kabupatenjkota
diberhentikan apabila:
Bagian Kedua
Pengajuan Pertimbangan
Pasal14
Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/ kota
yang meninggal dunia atau habis masa jabatan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 13 huruf a atau huruf b, secara hukum
berhenti sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/ kota.
Pasal15
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenjkota
yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada
Pasal 13 huruf c harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada gubernur atau bupati/ walikota disertai
dengan alasan.
(2) Terhadap permohonan pengunduran diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), gubernur atau bupatifwalikota
memanggil Pimpinan yang mengajukan permohonan
pengunduran diri untuk memberikan klarifikasi.
Pasal16
Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten fkota
yang tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan
secara terus menerus sebagaimana dimaksud pada Pasal 13
huruf d dapat diberhentikan, apabila tidak menjalankan tugas
sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/
kota selama 90 (sembilan puluh) hari secara terus menerus
tanpa alasan yang sah.
Pasal17
(1) Pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupatenf kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 16
dilakukan setelah melalui proses pemberian peringatan
tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh Ketua BAZNAS provinsi
atau BAZNAS kabupatenf kota.
(2) Peringatan tertulis kesatu diberikan apabila Pimpinan
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/ kota tidak
menjalankan tugas secara terus menerus tanpa alasan yang
sah selama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/
kota yang telah mendapatkan peringatan tertulis
Pasal18
Pemberhentian Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupatenjkota yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai
Pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e,
dilakukan apabila:
a. menjadi Warga negara asing;
b. berpindah agama;
Pasal19
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten I
kota yang menjadi warga negara asing, pindah agama, atau
menjadi anggota partai politiksebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf a, huruf b, atau huruf e harus mengajukan
permohonan pengunduran diri sebagai Pimpinan kepada
gubernur atau bupatifwalikota.
(2) Gubernur atau bupatifwalikota mengajukan pertimbangan
kepada BAZNAS untuk pemberhentian Pimpinan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten I kota yang terbukti tidak
memenuhi syarat lagi.
Pasal20
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten I kota
yang diduga melakukan perbuatan tercela sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf c, dapat diberhentikan
sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/ kota setelah melalui proses pemeriksaan oleh
tim yang dibentuk oleh gubernur atau bupati I walikota.
(2) Gubernur atau bupatifwalikota mengajukan pertimbangan
kepada BAZNAS untuk pemberhentian Pimpinan BAZNAS
Pasal21
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenl kota
yang menderita sa.kitjasmani dan/ a tau rohani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, diberhentikan menjadi
Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenl
kota apabila mengalami sakit berkepanjangan selama
90 (sembilan puluh) hari secara terus menerus yang
mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai
Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten I kota.
(2) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenl kota
yang sakit berkepanjangan selama 90 (sembilan puluh) hari
sebagaimana dimaksud pacta ayat (I) diberhentikan apabila
berdasarkan keterangan dokter menderita sakit yang
berakibat tidak dapat menjalankan tugas sebagai Pimpinan
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenl kota.
(3) Dalam hal Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupatenl kota menderita sakit berkepanjangan
sebagaimana dimaksud pacta ayat (1), Ketua BAZNAS
provinsi atau Ketua BAZNAS Kabupatenl Kota mengusulkan
pemberhentian sebagai Pimpinan kepada Gubernur atau
bupatijWalikota dengan melampirkan bukti terkait.
(4) Dalam hal Ketua BAZNAS provinsi atau Ketua BAZNAS
kabupatenlkota menderita sakit berkepanjangan
sebagaimana dimaksud pacta ayat (1) dan tidak dapat
menjalankan tugas berdasarkan keterangan dokter
sebagaimana pacta ayat (2), gubernur atau bupatijwalikota
memberhentikan sebagai Ketua BAZNAS provinsi atau
Ketua BAZNAS kabupaten I kota.
Pasal22
(1) Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten I kota
yang diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf
f dan telah ditetapkan sebagai terdakwa, diberhentikan
semen tara sebagai Pimpinan BAZNAS provinsi a tau BAZNAS
kabupaten I kota.
(2) Pemberhentian sementara Pimpinan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh gubernur atau bupati I walikota.
(3) Keputusan gubernur atau bupatijwalikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dicabut apabila Pimpinan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tidak terbukti melakukan tindak
pidana yang didakwakan.
(4) Gubernur atau bupatijwalikota mengajukan pertimbangan
kepada BAZNAS untuk pemberhentian Pimpinan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/ kota yang terbukti
melakukan tindak pidana dan telah memperoleh putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal23
(1) BAZNAS melakukan verifikasi administratif atas
permohonan pertimbangan pemberhentian Pimpinan
BAZNAS provinsi dari gubernur atau Pimpinan BAZNAS
kabupaten/ kota dari bupatijwalikota.
(2) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk Surat
Pertimbangan Pemberhentian Pimpinan BAZNAS Provinsi
kepada gubernur yang tembusannya disampaikan kepada
kantor wilayah kementerian agama provinsi.
(3) BAZNAS menyampaikan hasil verifikasi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
Surat Pertimbangan Pemberhentian Pimpinan BAZNAS
Kabupaten/ Kota kepada bupatijwalikota yang
tembusannya disampaikan kepada kantor kementerian
agama kabupaten/ kota.
Pasal24
BAZNAS melakukan penyelesaian pemberian pertimbangan
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja.
Bagian Keempat
Pemberhentian Pimpinan
Bagian Kelima
Pimpinan Pengganti
Pasal26
(1) Untuk mengisi kekosongan Pimpinan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupatenj kota yang diberhentikan karena alas an
selain habis masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b, gubernur atau bupatifwalikota dapat
mengangkat Pimpinan BAZNAS Provinsi atau Kabupaten/
Kota pengganti setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(2) Masa jabatan Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupatenj kota pengganti adalah sisa masa jabatan
Pimpinan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenj kota
yang digantikan.
Pasal27
Peraturan BAZNAS ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal25 Agustus 20 14
KETUAUMUM
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
ttd
MEMUTUSKAN:
Menetapkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang
Pedoman Tata Cara Pemberian Rekomendasi
Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat.
Pasal 1
Dalam Peraturan BAZNAS ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
BAZNAS adalah lembaga yang berwenang melaksanakan
tugas pengelolaan zakat secara nasional.
2. BAZNAS provinsi adalah lembaga yang berwenang
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat
provinsi.
3. BAZNAS kabupaten/ kota adalah lembaga yang berwenang
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat
kabupaten/ kota.
4. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya·disebut LAZ adalah
LAZ berskala nasional, LAZ berskala provinsi, dan LAZ
berskala kabupaten/ kota.
5. Pendayagunaan zakat adalah penyaluran zakat untuk usaha
produktif (pemberdayaan) dalam rangka penanganan fakir
miskin dan peningkatan kualitas umat.
BAB II
PERSYARATAN PEMBENTUKAN LAZ
Pasal2
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk LAZ.
BAB III
PENGAJUAN REKOMENDASI
Bagian Pertama
LAZ Berskala Nasional
Pasal4
(1) Izin pembentukan LAZ berskala nasional dapat diajukan
oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala nasional,
yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis Islam.
(2) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud pada
PasalS
(1) Rekomendasi BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal
4 ayat (2) dilakukan dengan mengajukan permohonan
tertulis.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyebutkan rekomendasi izin pembentukan LAZ
berskala nasional.
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam,
yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis Islam
dengan melampirkan:
a. anggaran dasar organisasi;
b. surat keterangan terdaftar dari Kementerian Dalam
Negeri bagi organisasi kemasyarakatan Islam atau
surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum
dari KemEmterian Hukum dan HAM bagi yayasan atau
perkumpulan berbasis Islam;
c. susunan pengawas syariat yang sekurang-kurangnya
terdiri atas ketua dan I (satu) anggota;
d. surat pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat di
atas meterai yang ditandatangani oleh masing-masing
pengawas syariat;
e. daftarpegawaiyangmelaksanakan tugas di bidangteknis
(penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan),
administratif, dan keuangan;
f. surat pengangkatan pegawai;
Bagian Kedua
LAZ Berskala Provinsi
Pasal 6
(1) Izin pembentukan LAZ berskala provinsi dapat diajukan
oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala nasional,
yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis Islam.
(2) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan oleh Direktur Jenderal Bimas Islam setelah
mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
Pasal 7
(1) Rekomendasi BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal
4 ayat (2) dilakukan dengan mengajukan permohonan
tertulis.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyebutkan rekomendasi izin pembentukan LAZ
berskala provinsi.
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Bagian Kedua
LAZ Berskala Kabupaten/ Kota
Pasal8
(1) Izin pembentukan LAZ berskala kabupaten/ kota dapat
diajukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala
kabupaten /kota, yayasan berbasis Islam, a tau perkumpulan
berbasis Islam.
(2) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud pad a ayat (1)
diberikan oleh kepala kantor wilayah kementerian agama
provinsi setelah mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
Pasal9
(1) Rekomendasi BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal
4 ayat (2) dilakukan dengan mengajukan pennohonan
tertulis.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyebutkan rekomendasi izin pembentukan LAZ
berskala kabupaten/ kota.
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam,
yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis Islam
dengan melampirkan:
a. anggaran dasar organisasi;
b. surat keterangan terdaftar dari organisasi/ satuan
kerja perangkat daerah pemerintah kabupatenjkota
Pasal10
(1) BAZNAS melakukan verifikasi administratif dan faktual atas
pengajuan rekomendasi izin pembentukan LAZ.
(2) Dalam melakukan verifikasi faktual sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) BAZNAS dapat mengikutsertakan BAZNAS
provinsi danjatau BAZNAS kabupatenjkota.
Pasal11
Proses penyelesaian pemberian rekomendasi izin pembentukan
LAZ dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas)
hari kerja terhitung sejak dokumen pengajuan diterima dan
dinyatakan lengkap oleh BAZNAS.
Pasal12
BAZNAS mengabulkan pengajuan rekomendasi izin
pembentukan LAZ yang memenuhi ketentuan dengan
mengeluarkan Surat Rekomendasi Izin Pembentukan LAZ.
Pasal13
Dalam hal pengajuan rekomendasi izin pembentukan LAZ tidak
memenuhi ketentuan, BAZNAS menolak pengajuan disertai
dengan alasan.
Pasal14
Peraturan BAZNAS ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal25 Agustus 2014
KETUAUMUM
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
ttd.
A. Kesimpulan
1. Pembenahan OPZ adalah sebuah kebutuhan yang
mendesak, mengingat potensi zakat yang sangat besar.
2. OPZ harus segera membenahi diri untuk bisa
memberdayakan zakat dengan baik dan optimal.
3. Revitalisasi OPZ akan menempatkan zakat sebagai
gerakan alternatif bagi pemberdayaan ekonomi umat,
di mana hal ini berimplikasi pada penguatan ekonomi
bangsa.
B. Saran-Saran
1. Dibutuhkan kebijakan yang menyeluruh untuk
melakukan perubahan dalam diri OPZ.
2. Dibutuhkan keterlibatan semua pihak dalam
pemberdayaan zakat sebagai gerakan pemberdayaan
ekonomi umat.
3. OPZ harus bisa mensinergikan operasionalnya dengan
instansi dan lembaga terkait agar zakat bisa masuk
dalam sistem ketahanan ekonomi bangsa.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN
ZAKAT.
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim a tau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau
badan usahan di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh
Pasal2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.
Pasal4
(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia lainnya;
b. uang dan surat berharga lainnya;
c. perniagaan;
d. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
e. peternakan dan perikanan;
f. pertambangan;
g. perindustrian;
h. pendapatan dan jasa; dan
i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan
us aha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah
dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) akan diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesatu
Urn urn
PasalS
(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah
membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan
di ibu kota negara.
(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal6
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3
(tiga) orang dari unsur pemerintah.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat
Islam.
(4) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
ditunjuk dari kementerianfinstansi yang berkaitan dengan
pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh
Pasalll
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS
sebagaimana dimaksud dalam PasallO paling sedikit harus:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;
e. berusia minimal40 (empat puluh) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai politik;
h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang dian cam dengan pi dana penjara paling singkat
5 (lima) tahun.
Pasal12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara
terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasa114
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh
sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja
sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi Dan BAZNAS KabupatenjKota
Pasal15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat
provinsi dan kabupatenjkota dibentuk BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupatenjkota.
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS kabupatenjkota dibentuk oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk atas usul bupatijwalikota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur a tau bupatijwalikota tidak mengusulkan
pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupatenj
kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk
BAZNAS provinsi atau kabupatenjkota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupatenjkota melaksanakan
tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupatenjkota
masing-masing.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk LAZ.
Pasal18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan
apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan
untuk melaksanakan kegiatannya;
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit
kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi,
mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban LAZ diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan
penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya,
muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat
kepada setiap muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupatenjkota diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat Islam.
Pasal26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalamPasal 25
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan
prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Pasal27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
urn at.
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar
mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk
usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan lnfak, Sedekah,
Dan Dana Sosial keagamaan Lainnya
Pasal28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima
infak, sedekah, dan dana social keagamaan Iainnya.
(2) Pendistribyusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya harus dicatat dalam pembeukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.
Pasal31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupatenfkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1), dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
dan Hak Amil.
Pasal32
LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayai kegiatan
operasional.
Pasal33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan
Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BABV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupatenjkota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/
kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.
Pasal35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam rangka:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan
zakat melalui BAZNAS dan LAZ; dan
b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS
dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam bentuk :
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan
b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan
dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan
LAZ.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat
(3), serta Pasal29 ayat (3) dikenai sanksi administratifberupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; danfatau
c. pencabutan izin.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan,
menghibahkan, menjual, danjatau mengalihkan zakat, infak,
sedekah, danjatau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam
pengelolaannya.
Pasal38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku ami! zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan
zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak
melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal
25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
danjatau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Pasal40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal37 dipidana dengan
Pasal41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun danjatau pidana
denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
Pasal 40 merupakan kejahatari.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
merupakan pelanggaran.
BABX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-
Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai
BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya
BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah provinsi dan Badan Amil Zakat
Daerah kabupatenjkota yang telah ada sebelum Undang-
Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupatenjkota berdasarkan
Undang-Undang ini sampai terbentuknya kepengurusan baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-
Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan
Undang-Undang ini.
BABXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan
Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan
paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal25 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal25 November 2011
MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUS lA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
ttd.
Wisnu Setiawan