Anda di halaman 1dari 129

OUTLOOK

Zakat Indonesia
2018
Pusat Kajian Strategis BAZNAS
OUTLOOK ZAKAT INDONESIA 2018

Kata Pengantar Ketua BAZNAS:


Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA

Kata Pengantar Direktur PUSKAS BAZNAS:


Dr. Irfan Syauqi Beik

Penyusun:
Divisi Publikasi dan Jaringan PUSKAS BAZNAS
Divisi Perencanaan dan Pengembangan BAZNAS

Penyunting:
Anggota BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Deputi BAZNAS
Direktur PRDN BAZNAS
Direktur DPKIN BAZNAS
Direktur KSU BAZNAS

©Hak Penerbit Dilindungi Undang-Undang


All Rights Reserved

Cetakan I, September 2017

Penerbit:
Pusat Kajian Strategis
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, 10340, Jakarta Pusat
Telp.(021) 3904555 Faks.(021) 3913777 Mobile. +62857 8071 6819
Email: sekretariat@puskasbaznas.com
www.baznas.go.id
www.puskasbaznas.com

Desain Cover dan Tata Letak :


Nahruddin A
Amelya DA

ISBN : 978-602-51069-2-7

Photo Source Support on Design


by Unsplash & Freepik
TIM PENYUSUN OUTLOOK ZAKAT INDONESIA

Penasihat : Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, M.B.A, CA


Dr. Zainulbahar Noor, SE, MEc
Dr. H. Mundzir Suparta, MA
KH. Drs. Masdar Farid Mas’udi
Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail
drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Drs. Irsyadul Halim
Ir. Nana Mintarti, MP
Prof. Dr. H. M. Machasin, MA
Drs. Nuryanto. MPA
Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax
Drs. H. Jaja Jaelani, MM
M. Arifin Purwakananta
Mohd. Nasir Tajang

Penanggung Jawab : Dr. Irfan Syauqi Beik

Ketua : Dr. Muhammad Hasbi Zaenal

Anggota : 1. Dr. Muhammad Quraisy


2. Dr. Muhammad Choirin
3. Amelya Dwi Astuti, S.Psi
4. Ayu Solihah Sadariyah, S.EI
KATA PENGANTAR

Ketua
BAZNAS
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahiim

Pada hari ini, Indonesia sebagai negara dengan warga


negara Muslim terbesar di dunia, idealnya dapat menjadi
kiblat bagi negara-negara lain dalam ikhwal praktik, studi,
dan sharing knowledge subjek keislaman. Idealisme itu
menjadi salah satu misi BAZNAS di ranah perzakatan.

Zakat merupakan rukun Islam ketiga dengan cakupan


dimensi yang luas, mulai dari aspek keimanan, ekonomi, Prof. Dr. Bambang Sudibyo,
MBA, CA
dan sosial; suatu dimensi persoalan yang besar untuk
bangsa sebesar Indonesia.

Untuk itulah, amat disayangkan ketika dinamika perzakatan Indonesia tidak terekam
dengan baik dan tepat, atau hanya diperbincangkan dengan landasan kata “kira-
kira”. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini kita patut bersyukur dan menyambut
baik kehadiran Outlook Zakat Indonesia 2018, sebuah buku yang diterbitkan oleh
Pusat Kajian Strategis BAZNAS (Puskas BAZNAS). Outlook Zakat Indonesia 2018
menjadi penting karena hingga hari ini, Indonesia –yang kembali saya tekankan
sebagai negara Muslim terbesar di dunia– belum memiliki publikasi sejenis yang
mengkomprehensikan data dan proyeksi penghimpunan dan penyaluran zakat pada
skala nasional.

Di samping itu, hadirnya Outlook Zakat Indonesia ini juga merefleksikan kerja nyata
yang BAZNAS perjuangkan demi kebangkitan zakat Indonesia. Outlook Zakat
Indonesia diterbitkan secara berkala dan akan terus memperkaya khazanah
perzakatan Indonesia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama, kami secara
terbuka menerima kritik dan saran konstruktif untuk menghasilkan Outlook Zakat
Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan umat.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

iv
KATA PENGANTAR

Direktur
PUSKAS BAZNAS
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahiim.Puji dan syukur kami


panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,
karunia dan hidayah-Nya menjelang akhir tahun 2016 ini,
Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) dapat mempersembahkan buku Outlook Zakat
Indonesia 2018. Kehadiran buku ini diharapkan akan
menjadi acuan dan sumber informasi bagi para
stakeholders perzakatan Indonesia, dalam upaya
Dr. Irfan Syauqi Beik
mengoptimalkan potensi zakat pada tahun 2018.

Selain memuat proyeksi perzakatan di Indonesia, Outlook Zakat Indonesia 2018 ini
memaparkan perkembangan zakat di Indonesia. Oleh karena itu, kami berharap
bahwa Outlook Zakat Indonesia 2018 ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih menyeluruh tentang dinamika perzakatan Indonesia.

Semoga buku ini mampu menjadi sumbangsih yang nyata bagi perkembangan dunia
perzakatan di Indonesia maupun bagi khazanah keilmuan di kalangan kaum
muslimin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA BAZNAS .................................... iv
KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSKAS BAZNAS ................... v
DAFTAR ISI ......................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................. ix

BAB I GAMBARAN UMUM PERZAKATAN INDONESIA 2017 .. 1


1.1. Latar Belakang ................................................................... 2
1.2 Potensi Zakat Indonesia ...................................................... 2
1.3 Perkembangan Zakat Indonesia .......................................... 5
1.4 Peran Indonesia terhadap Pergerakan Zakat Global ........... 15

BAB II STATISTIK ZAKAT DI INDONESIA........................................


2.1 Pertumbuhan Penghimpunan ZIS Nasional................................
2.2 Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana.......................
2.3 Penyaluran Nasional berdasarkan Ashnaf...................................
2.4 Penyaluran Nasional berdasarkan Bidang Penyaluran................
2.5 Penghimpunan dan Penyaluran Nasional Tahun 2016...............

BAB III INDEKS PERZAKATAN INDONESIA....................................


3.1 Indeks Zakat Nasional...............................................................
3.2 Indeks Desa Zakat.....................................................................

BAB IV HASIL SURVEI ZAKAT INDONESIA 2017.............................


4.1 Hasil Survei Indeks Zakat Nasional (IZN)...................................
4.2 Hasil Survei Indeks Kesejahteraan..............................................

vi
BAB V PROSPEK PERTUMBUHAN ZAKAT 2018...................... 59
5.1 Proyeksi Efek Regulasi Zakat 2018............................... 60
5.2 Proyeksi Penghimpunan Zakat 2018............................ 61
5.3 Proyeksi Penyaluran Zakat 2018.................................. 66
5.4 Proyeksi Pertumbuhan Data Realtime BAZNAS............ 70
5.4.1 Proyeksi Allocation to Collection Ratio (ACR)............. 70
5.4.2 Proyeksi Pertumbuhan Muzakki.................................. 72
5.4.3 Proyeksi Distribusi Mustahik....................................... 75
5.4.4 Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi....... 79
5.4.5 Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi............ 82

BAB VI TANTANGAN DAN PELUANG ZAKAT 2018............... 85


6.1 Masalah Sosial dan Kemiskinan di Indonesia....................... 86

6.2 Pembangunan Keuangan Inklusif di Indonesia.................... 89

6.3 Zakat sebagai Instrumen Keuangan Inklusif di Indonesia...... 90

6.4 Prospek Pembangunan Zakat 2018............................ 92

............................................. 19
............................................. 20 DAFTAR PUSTAKA.................................................... 95
............................................. 22 LAMPIRAN................................................................ 98
............................................. 23 Lampiran 1. Data Penghimpunan dan Penyaluran Appendix 1.
............................................. 26 OPZ BAZNAS dan LAZNAS TahunAllocation of
2016.................................................. .98
............................................. 28
Lampiran 2. Data Penyaluran OPZ BAZNAS danAppjjjjjjjjjjjjjjj
............................................. 31 LAZNAS berdasarkan Ashnaf tahunjjjjjjjjendix 2.
............................................. 33 2016.................................................. .99

............................................. 35 Lampiran 3. Data Penyaluran OPZ BAZNAS danAppendix 3.


LAZNAS berdasarkan BidangInstitutions b
............................................. 41 Penyaluran tahun 2016........................100
............................................. 42 Lampiran 4. Program Unggulan OPZ..................... .101
............................................. 52

vii
DAFTAR
TABEL
Tabel 2.1 Pertumbuhan Penghimpunan ZIS................................................20
Tabel 2.2 Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana........................22
Tabel 2.3 Jumlah Dana Tersalur berdasarkan Ashnaf 2016..........................23
Tabel 2.4 Jumlah Penerima Manfaat berdasarkan Ashnaf 2016...................24
Tabel 2.5 enyaluran berdasarkan Bidang Penyaluran..................................26
Tabel 2.6 Penghimpunan dan Penyaluran 2016..........................................28
Tabel 3.1 Komponen Indeks Zakat Nasional..............................................33
Tabel 3.2 Kategori Nilai IZN......................................................................34
Tabel 3.1 Dimensi, Variabel, dan Indikator IDZ..........................................36
Tabel 4.2 Dimensi dan Indikator Makro IZN..............................................44
Tabel 4.3 Hasil Skoring Dimensi dan Indikator Mikro IZN 2017..................46
Tabel 4.4 Nilai Indikator Kelembagaan 2017..............................................48
Tabel 4.5 Skor Dampak Zakat dan Variabelnya..........................................50
Tabel 4.6 Provinsi, Area, dan Jumlah Responden 2016...............................52
Tabel 4.7 Rata-rata Skor Spiritual Mustahik 2016........................................53
Tabel 4.8 Rata-rata Pendapatan Mustahik 2016.........................................54
Tabel 4.9 Skor Before-After Kuadran dan Perubahannya (Survei 2017)........56
Tabel 5.10 Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia................................62
Tabel 5.11 Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia....................................64
Tabel 5.3 Total Penghimpunan ZIS di Indonesia.........................................65
Tabel 5.4 Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia.....................................66
Tabel 5.5 Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia........................67
Tabel 5.6 Total Penyaluran ZIS di Indonesia...............................................68
Tabel 5.7 ACR berdasarkan Provinsi di tahun 2017.....................................71
Tabel 5.8 Total Muzakki di Indonesia........................................................72
Tabel 5.9 Distribusi Muzakki berdasarkan Provinsi (2013-2017)..................74
Tabel 5.10 Total Mustahik di Indonesia.......................................................75
Tabel 5.11 Distibusi Mustahik berdasarkan Provinsi (2013-2017)..................77
Tabel 5.12 Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi (2013-2017)...79
Tabel 5.13 Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi............................82

viii
Tabel 4.8 Rata-rata Pendapatan Mustahik 2016 71

Tabel 4.9 Rata-rata Skor Spiritual Mustahik 74

Tabel 4.10 Hasil Kaji Dampak Zakat di Sumatera Utara 76

DAFTAR
GAMBAR

Gambar 2.1 Jumlah Penghimpunan ZIS tahun 2002 - 2016........................21


Gambar 2.2 Penghimpunan dan Penyaluran 2016....................................29
Gambar 3.1 Tahapan Survei IZN..............................................................34
Gambar 4.1 Skor Hasil IZN 2017..............................................................43
Gambar 4.2 Hasil Dimensi IZN 15 Provinsi...............................................43
Gambar 4.3 Grafik Pengelompokan Kuadran Mustahik Nasional 2016......54
Gambar 5.4 Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia..........................63
Gambar 5.5 Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia..............................64
Gambar 5.6 Total Penghimpunan ZIS di Indonesia...................................65
Gambar 5.7 Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia................................67
Gambar 5.8 Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia...................68
Gambar 5.9 Penyaluran ZIS di Indonesia..................................................69
Gambar 5.10 Total Muzakki di Indonesia...................................................73
Gambar 5.11 Total Mustahik di Indonesia..................................................76

ix
DAFTAR
GAMBAR

Gambar 2.1 Jumlah Pengumpulan ZIS tahun 2002-2016 29

Gambar 2.2 Penghimpunan dan Penyaluran Nasional

Tahun 2016 36

Gambar 3.1 Tahapan Riset 42

Gambar 4.1 Hasil IZN 15 Provinsi 51

Gambar 4.2 Hasil Dimensi IZN 15 Provinsi 52

Gambar 4.3 Pengelompokan Kuadran Mustahik

Nasional 2016 72

Gambar 4.4 Kuadran Indeks Kesejahteraan Mustahik 75


2016 86

Gambar 4.5 Indeks Indikator Dimensi Ekonomi 86

Secanggang

Gambar 4.6 Indeks Indikator Dimensi Eknomi Selotong

Gambar 4.7
Indeks Indikator Dimensi Eknomi
Buring 87
halaman | 1
1.1. Latar Belakang
Dalam sejarah perzakatan di zaman Rasulullah SAW dan pemerintah setelah
kewafatan Nabi, didapati bahwa pemerintah menangani secara langsung
pengumpulan zakat dan pendistribusiannya. Negara memiliki kewenangan
untuk untuk melantik seseorang atau membentuk lembaga dalam mengelola
zakat. Pengelolaan zakat semacam ini merupakan manifestasi dan pelaksanaan
dari firman Allah SWT yang termaktub dalam surah al-Taubah/9:103. Ayat
tersebut secara eksplisit menuntut kepada Negera untuk hadir secara langsung
dalam memastikan agar kewajiban zakat dapat ditunaikan secara baik dan
tepat. Dengan dasar ayat tersebut para ulama fiqih menyimpulkan bahwa
kewenangan untuk melakukan pengambilan zakat dengan kekuatan hanya
dapat dilakukan oleh pemerintah yang memiliki otoritas dan kewenangan yang
dapat dipertanggung-jawabkan.
Dalam khazanah pemikiran hukum Islam, terdapat beberapa pandangan
seputar kewenangan pengelolaan zakat oleh negara. Pertama: zakat hanya
boleh dikelola oleh negara. Kedua: zakat harus diserahkan kepada amil yang
ditunjuk oleh negara. Ketiga: pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh badan-
badan hukum swasta di bawah pengawasan negara. Keempat: zakat merupakan
kewajiban individu seorang Muslim yang harus ia tunaikan tanpa perlu campur
tangan negara.
Seiring dengan perkembangan sistem pemerintahan di berbagai negara
Islam, pengelolaan zakat memiliki bermacam bentuk, terdapat badan yang
dibentuk oleh pemerintah, terdapat lembaga yang dikelola oleh masyarakat
langsung, adapula sebuah lembaga yang didirikan oleh masyarakat dan diakui
oleh pemerintah. Keragaman tersebut merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sejarah pengelolaan zakat.

1.2 Potensi Zakat Indonesia


Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim yang
memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara
menyalurkan zakatnya kepada Amil dan Amil menyalurkannya kepada
penerima (mustahik).
Zakat memiliki potensi untuk dikembangkan secara ekonomi. Jika dilihat
dari pertumbuhannya, zakat mengalami perkembangan yang pesat, khususnya
pada satu dekade terakhir. Akan tetapi pertumbuhan zakat tersebut masih
sangat jauh dari potensi zakat sebenarnya. Menurut Kahf, total potensi zakat di

halaman | 2
negara-negara anggota OIC berkisar antara 1,8 – 4,34 persen dari total PDB.
Jika potensi zakat ini dikalikan dengan PDB harga berlaku tahun 2010 dari
negara-negara anggota OIC, maka potensi zakat dunia mencapai USD 600
miliar (Beik, 2015).
Terdapat beberapa studi yang membahas mengenai potensi zakat di
Indonesia, antara lain: Pertama, studi PIRAC menunjukkan bahwa potensi zakat
di Indonesia memiliki kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan
survey yang dilakukan di 10 kota besar di Indonesia, PIRAC menunjukkan
bahwa potensi rata-rata zakat per muzakki mencapai Rp 684.550,00 pada
tahun 2007, meningkat dari sebelumnya yaitu Rp 416.000,00 pada tahun
2004. Kedua, PEBS FEUI menggunakan pendekatan jumlah muzakki dari
populasi Muslim Indonesia dengan asumsi 95 persen muzakki yang membayar
zakat, maka dapat diproyeksikan potensi penghimpunan dana zakat pada tahun
2009 mencapai Rp 12,7 triliun (Indonesia Economic Outlook, 2010). Ketiga,
penelitian yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan
bahwa potensi zakat nasional dapat mencapai Rp 19,3 triliun.
Keempat, penelitian Firdaus et al (2012) menyebutkan bahwa potensi
zakat nasional pada tahun 2011 mencapai angka 3,4 persen dari total PDB, atau
dengan kata lain potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 217
triliun. Jumlah ini meliputi potensi penerimaan zakat dari berbagai area, seperti
zakat di rumah tangga, perusahaan swasta, BUMN, serta deposito dan
tabungan. Kelima, menurut penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS, potensi
zakat nasional pada tahun 2015 sudah mencapai Rp 286 triliun. Angka ini
dihasilkan dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang mempertimbangkan
pertumbuhan PDB pada tahun-tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, potensi zakat di Indonesia yang digambarkan oleh
berbagai penelitian di atas, belum didukung oleh pencapaian dalam
penghimpunan zakat di lapangan. Hal ini berarti terdapat kesenjangan yang
amat tinggi antara potensi dan realitas penghimpunan. Dilihat dari data aktual
penghimpunan ZIS nasional oleh OPZ resmi, pada tahun 2016 penghimpunan
ZIS baru mencapai sekitar Rp 5 triliun, itu artinya realisasi penghimpunan masih
cukup jauh dari potensi. Kesenjangan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti:
Rendahnya kesadaran wajib zakat (muzakki). Dari realitas ini masyarakat
harus kembali digalakkan pemahamannya tentang zakat. Minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai zakat menjadi faktor utama rendahnya

halaman | 3
perolehan dana zakat, terlebih sebagian masyarakat hanya memahami zakat
fitrah yang dikeluarkan saat Bulan Ramadhan saja.
Kurangnya dukungan regulasi dari negara untuk proaktif dalam
menjalankan amanah UU 23/2011 tentang zakat. Tugas pemerintah seyogyanya
tidak hanya menyediakan pelayanan dan menciptakan kondisi yang kondusif,
melainkan harus ada ketegasan yang ditujukan kepada institusi zakat tanpa izin
agar patuh terhadap UU. Agar terwujudnya pembangunan ekonomi Indonesia
melalui zakat, pendekatan sentralisasi pembayaran zakat melalui lembaga zakat
resmi harus mendapat penekanan dari pemerintah.
Basis zakat yang tergali masih terkonsentrasi pada dua jenis objek zakat
saja yaitu zakat fitrah dan profesi. Masih banyaknya objek dan subjek zakat
yang belum tergali antara yang menjadi sebab terlalu jauhnya antara realisasi
dan potensi. Dalam konteks Indonesia, aset-aset peternakan dan perkebunan
antara yang belum tergali secara maksimal ditambah perkembangan zaman
sekarang ini, zakat e-commerce, fintech, dan hal-hal baru lainnya perlu juga
menjadi perhatian pengelolaan zakat.
Masih rendahnya insentif bagi wajib zakat untuk membayar zakat,
khususnya terkait zakat sebagai pengurang pajak sehingga wajib zakat tidak
terkena beban ganda (Indonesia Economic Outlook 2010).
Masih adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat
yang dinilai lemah dan tidak profesional. Beberapa lembaga zakat di sebagian
daerah hanya menerima pengumpulan dan tidak melakukan gerakan yang aktif
dan progresif. Maka penting untuk mengatur positioning lembaga zakat; baik
lembaga pemerintah ataupun lembaga non pemerintah untuk memaksimalkan
peran penguatan manajemen lembaga.
Distribusi zakat hanya untuk keperluan konsumtif masyarakat. Zakat
yang disalurkan untuk konsumsi masyarakat tidaklah salah, karena tujuan zakat
untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahik. Namun alangkah baiknya jika
penyaluran zakat didistribusikan untuk kepentingan produktif dan bisa memberi
manfaat jangka panjang. Hal ini yang menjadikan zakat mampu mengentaskan
kemiskinan, karena prinsipnya masyarakat tidak diberikan ikan segar melainkan
alat pancing yang akan mereka gunakan untuk menangkap ikan lebih banyak
(prinsip pemberdayaan).

halaman | 4
1.3 Perkembangan Zakat Indonesia
Dalam sejarah kehidupan ummat Islam di Indonesia, zakat telah mengambil
peran yang cukup strategis dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Peran
yang sedemikian besar, telah dicatatkan dalam sejarah masyarakat Muslim jauh
sebelum Indonesia merdeka. Zakat telah menjadi instrumen penting dalam
membangun ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat Muslim di
Indonesia. Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, zakat merupakan salah satu
sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam serta sebagai pendanaan dalam
perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Tempat yang
dijadikan pengelolaan sumber-sumber tersebut adalah masjid, surau atau
langgar.
Sebelum datang penjajah di Indonesia, terdapat beberapa Kesultanan
yang mencapai kejayaan berkat dukungan dana internal dari umat Islam sendiri.
Misalnya, Kesultanan di Aceh, Sumatera Barat, Banten, Mataram, Demak, Goa
dan Ternate. Kesultanan-kesultanan tersebut dinilai telah berhasil
mendayagunakan potensi ekonomi umat dengan memperbaiki kualitas
ekonomi rakyat, antara lain dengan mengatur sumber-sumber keuangan Islam
seperti zakat, pemeliharaan harta wakaf, wasiat, infak dan sedekah. Dana yang
bersumber dari umat cukup memadai untuk memadai untuk membiayai
kepentingan Islam.
Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda pada awalnya tidak
ingin intervensi terhadap urusan sumber keuangan Islam karena hal itu
dipandang sebagai urusan internal umat Islam. Bahkan, menurut pasal 134 ayat
2 Indische Staatsregeling (IS), pemerintah Hindia Belanda harus bersikap netral
terhadap semua agama yang ada di seluruh daerah kekuasaannya (Policy of
Religion Neutrality). Namun setelah melihat betapa besar potensi sumber
keuangan Islam, yang umumnya dikelola di masjid-masjid dalam mendukung
perjuangan anti-kolonial, seperti pengalaman Perang Paderi di Sumatera (1821-
1837), Perang Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830) dan Perang Aceh (1873-
1903), maka Kolonial Belanda melakukan upaya pengaturan, khususnya terkait
sumber keuangan Islam. Pada tanggal 4 Agustus 1893, pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan Bijblad nomor 1892 yang berisi kebijakan pemerintah
untuk mengawasi pelaksanaan zakat yang dilakukan oleh penghulu atau naib.
Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat, Pemerintah
Hindia Belanda melarang semua pegawai dan priyayi pribumi ikut serta
membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu dituangkan dalam Bijblad nomor
6200 tanggal 28 Februari 1905.

halaman | 5
Kalau pada masa sebelumnya kas-kas masjid yang antara lain bersumber
zakat dari zakat dikelola sepenuhnya oleh umat Islam melalui lembaga-lembaga
yang dibentuknya dan dipergunakan untuk membantu mensejahterakan umat,
maka setelah berada di bawah kendali dan kekuasaan pemerintah Hindia
Belanda, dana-dana tersebut dimanfaatkan untuk memberikan sumbangan
kepada rumah sakit Zending di Mojowarno yang pendirinya diprakarsai oleh
Pendeta Johanes Kruyt (1835-1918), kas masjid di Kediri dimanfaatkan untuk
membiayai sebuah asrama pelacur, dan secara rutin kas-kas masjid juga
dimanfaatkan untuk membantu aktifitas Kristen. Sehingga telah terjadi
penyimpangan penggunaan dana umat Islam oleh pemerintah Belanda.
Anehnya lagi, kas masjid itu tidak bebas digunakan untuk keperluan umat
Islam, seperti pemugaran dan pembangunan masjid, kas masjid lebih bebas
digunakan untuk membiayai pemugaran rumah penghulu, peralatan kantor
bupati dan tukang kebun penghulu, ketimbang untuk kepentingan masjid.
Dalam meminimalkan jumlah saldo juga dilakukan Pemerintah Hindia Belanda.
Hal ini dilakukan dalam rangka mematikan semangat perjuangan rakyat dalam
perang antikolonial.
Ketika keinginan untuk melibatkan pemerintah dalam pengumpulan
zakat mengemuka dalam Rakernas MUI tahun 1990, Menteri Agama Munawir
Sjadzali menkonsultasikannya kepada Presiden Soeharto, mengingat kepala
negara dulu pernah bersedia menjadi amil zakat, tetapi kurang mendapat
respon secara luas dari umat Islam di tanah air ketika itu. Pada ketika itu,
Presiden Soeharto justru menyatakan ketidaksediannya amil zakat. Sebagai
alternatifnya, ia memberikan petunjuk agar pengelolaan zakat diserahkan
kepada setiap provinsi, yang dalam pengumpulan dan pengelolaannya
melibatkan kepala daerah sesuai prinsip otonomi daerah. Sedangkan secara
kelembagaan, ia menjadi lembaga non struktural untuk menghindari dualisme
dalam pengelolaan zakat dan pajak.
Pada periode kepemimpinan empat Presiden pasca Soeharto, gerakan
monumental zakat di tanah air dapat dicatat sebagai berikut: (a) Presiden B. J.
Habibie pada tanggal 23 September 1999 atas persetujuan DPR telah
mensahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. (b)
Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 17 Januari 2001 mengeluarkan
Keputusan Presiden No. 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional (c)
Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 2 Desember 2001 melakukan
pencanangan Gerakan Sadar Zakat dalam acara peringatan Nuzulul Qur’an di
Masjid Istiqlal Jakarta. (d) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal

halaman | 6
26 Oktober 2005 melakukan pencanangan Gerakan Zakat Infak dan Shadaqah
Nasional dan mengukuhkan Kepengurusan BAZNAS periode 2004-2007 di
Istana Negara.
Indikasi positif ini selain disebabkan oleh kesadaran menjalankan
perintah agama di kalangan umat Islam semakin meningkat dan menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan. Bahkan setelah itu dorongan untuk
membayar zakat juga datang dari pemerintah dengan dikeluarkannya
perangkat perUndang-undangan berupa UU No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Zakat
Untuk lebih memerinci perkembangan kebijakan pemerintah dalam
sejarah pengelolaan zakat di Indonesia, terdapat beberapa tahapan sejarah yang
dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama: Sebelum Kelahiran UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan


Zakat
Pengelolaan Zakat Masa Penjajahan
Zakat sebagai bagian dari ajaran Islam wajib ditunaikan oleh umat Islam
terutama yang mampu, tentunya sudah diterapkan dan ditunaikan oleh umat
Islam Indonesia berbarengan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Kemudian
ketika Indonesia dikuasai oleh para penjajah, para tokoh agama Islam tetap
melakukan mobilisasi pengumpulan zakat. Pada masa penjajahan Belanda,
pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordonantie Pemerintah
Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini
pemerintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan
sepenuhnya kepada umat Islam dan bentuk pelaksanaannya sesuai dengan
syari’at Islam.
Pengelolaan Zakat di Awal Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur
pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951
barulah Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367,
tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Pemerintah dalam
hal ini Kementerian Agama hanya menghimbau dan menggiatkan masyarakat
untuk menunaikan kewajiban zakatnya serta melakukan pengawasan supaya
pemakaian dan pembagian dari pungutan zakat tadi dapat berlangsung
menurut hukum agama.

halaman | 7
Pada tahun 1964, Kementerian Agama menyusun Rancangan Undang-
undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan
Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul-Maal, tetapi kedua perangkat
peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) maupun kepada Presiden.

Kedua: Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru


Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan Undang-
undang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong (DPRGR) dengan surat Nomor: MA/095/1967 tanggal 5 Juli
1967. Dalam surat Menteri Agama tersebut disebutkan antara lain: “Mengenai
rancangan Undang-undang zakat pada prinsipnya, oleh karena materinya
mengenai hukum Islam yang berlaku bagi agama Islam, maka diatur atau tidak
diatur dengan Undang-undang, ketentuan hukum Islam tersebut harus berlaku
bagi umat Islam, dalam hal mana pemerintah wajib membantunya. Namun
demikian, pemerintah berkewajiban moril untuk meningkatkan manfaat dari
pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya diatur dalam Undang-
undang”.
Rancangan Undang-undang (RUU) tersebut disampaikan juga kepada
Menteri Sosial selaku penanggungjawab masalah-masalah sosial dan Menteri
Keuangan selaku pihak yang mempunyai kewenangan dan wewenang dalam
bidang pemungutan zakat. Menteri Keuangan dalam jawabannya menyarankan
agar masalah zakat ditetapkan dengan peraturan Menteri Agama. Kemudian
pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 tahun 1968
tentang pembentukan Baitul-Maal. Kedua PMA (Peraturan Menteri Agama) ini
mempunyai kaitan sangat erat, karena Baitul-Maal berfungsi sebagai penerima
dan penampung zakat, dan kemudian disetor kepada Badan Amil Zakat (BAZ)
untuk disalurkan kepada yang berhak.
Pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor
4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ). Pada tahun yang
sama dikeluarkan juga PMA Nomor 5 tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul-
Maal. Baitul-Maal yang dimaksud dalam PMA tersebut berstatus Yayasan dan
bersifat semi resmi. PMA Nmor 4 tahun 1968 dan PMA Nomor 5 tahun 1968
mempunyai kaitan yang sangat erat. Bait al-Mal itulah yang menampung dan
menerima zakat yang disetorkan oleh Badan Amil Zakat seperti dimaksud dalam
PMA Nomor 4 Tahun 1968.

halaman | 8
Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun
1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan
yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam
dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12
Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 16/1989 tentang
Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran
Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang
mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana
zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain-lain. Pada tahun 1991
dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri
Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan
Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan instruksi Menteri Agama
Nomor 5 tahun1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat,
Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988
tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.

Ketiga: Pengelolaan Zakat Era Reformasi


Pada era reformasi tahun 1998, setelah menyusul runtuhnya
kepemimpinan nasional Orde Baru, terjadi kemajuan signifikan di bidang politik
dan sosial kemasyarakatan. Setahun setelah reformasi tersebut, yakni 1999
terbitlah Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk menyerpurnakan sistem
pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi
ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk itulah
pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah
menerbitkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan
Zakat, yang kemudian diikuti dengan dikeleluarkannya Keputusan Menteri
Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji
Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan
zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh Pemerintah
yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat
yang terhimpun dalam berbagai ormas (organisasi masyarakat) Islam, yayasan
dan institusi lainnya.

halaman | 9
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip
pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan
oleh masyarakat bersama pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban
memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki,
mustahiq, dan pengelola zakat.
Dari segi kelembagaan tidak ada perubahan yang fundamental dibanding
kondisi sebelum tahun 1970-an. Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil
Zakat yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi kedudukan formal badan itu
sendiri tidak terlalu jauh berbeda dibanding masa lalu. Amil zakat tidak memiliki
kekuasaan untuk menyuruh orang membayar zakat. Mereka tidak teregistrasi
dan diatur oleh pemerintah seperti halnya petugas pajak guna mewujudkan
masyarakat yang peduli bahwa zakat adalah kewajiban.

Keempat: Pasca Kelahiran Undang-undang Nomor 38 tahun 1999


Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pada tahun 1999 terbit dan
disahkannya Undang-undang Pengelolaan Zakat. Dengan demikian, maka
pengelolaan zakat yang bersifat nasional semakin intensif. Undang-undang
inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia,
walaupun di dalam pasal-pasalnya masih terdapat berbagai kekurangan dan
kelemahan, seperti tidak adanya sanksi bagi muzakki yang tidak mau atau
enggan mengeluarkan zakat hartanya dan sebagainya.
Sebagai konsekuensi Undang-undang Zakat, pemerintah (tingkat pusat
sampai daerah) wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat,
yaitu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk tingkat Pusat dan Badan Amil
Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat Daerah. BAZNAS dibentuk berdasarkan
Kepres Nomor 8 /2001, tanggal 17 Januari 2001. Ruang lingkup BAZNAS
berskala Nasional yaitu unit pengumpul Zakat (UPZ) di Departemen, BUMN,
Konsulat Jenderal dan Badan Usaha Milik Swasta berskala nasional, sedangkan
BAZDA ruang lingkup kerjanya di wilayah propinsi tersebut.
Sesuai Undang-undang Pengelolaan Zakat, hubungan BAZNAS dengan
Badan amil zakat yang lain bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif.
BAZNAS dan BAZDA-BAZDA bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ),
baik yang bersifat nasional maupun daerah. Sehingga dengan demikian
diharapkan bisa terbangun sebuah sistem zakat Nasional yang baku dan yang
bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.

halaman | 10
Dalam menjalankan program kerjanya, BAZNAS menggunakan konsep
sinergi, yaitu untuk pengumpulan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) menggunakan
hubungan kerjasama dengan unit pengumpul zakat (UPZ) di Departemen,
BUMN, Konjen, dan dengan lembaga amil zakat lainnya. Pola kerjasama itu
disebut dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Mitra BAZNAS. Sedangkan untuk
penyalurannya, BAZNAS juga menggunakan pola sinergi dengan Lembaga Amil
Zakat lainnya, yang disebut sebagai Unit Salur Zakat (USZ) Mitra BAZNAS.
Dengan demikian, maka Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat telah melahirkan paradigma baru pengelolaan zakat yang
antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah,
yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama
masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh
masyarakat yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan-yayasan.
Dengan lahirnya paradigma baru ini, maka semua Badan Amil Zakat
harus segera menyesuaikan diri dengan amanat Undang-undang yakni
pembentukannya berdasarkan kewilayahan pemerintah Negara mulai dari
tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Sedangkan untuk
desa/kelurahan, mesjid, lembaga pendidikan dan lain-lain dibentuk unit
pengumpul zakat. Sementara sebagai Lembaga Amil Zakat, sesuai amanat
Undang-undang tersebut, diharuskan mendapat pengukuhan dari pemerintah
sebagai wujud pembinaan, perlindungan dan pengawasan yang harus diberikan
pemerintah. Karena itu bagi Lembaga Amil Zakat yang telah terbentuk di
sejumlah Ormas Islam, yayasan atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat),
dapat mengajukan permohonan pengukuhan kepada pemerintah setelah
memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan.
Dalam rangka melaksanakan pengelolaan zakat sesuai dengan amanat
Undang-undang Nomor 38 tahun 1999, pemerintah pada tahun 2001
membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Keputusan Presiden.
Di setiap daerah juga ditetapkan pembentukan Badan Amil Zakat Provinsi,
Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota hingga Badan Amil Zakat Kecamatan.
Pemerintah juga mengukuhkan keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang
didirikan oleh masyarakat. LAZ tersebut melakukan kegiatan pengelolaan zakat
sama seperti yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat. Pembentukan Badan Amil
Zakat di tingkat nasional dan daerah mengantikan pengelolaan zakat oleh
BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah) yang sudah berjalan dihampir
semua daerah.

halaman | 11
Kelima: Pasca Kelahiran Undang-undang Nomor 23 tahun 2011
Organisasi dan tata kerja pengelolaan zakat di Indonesia hari ini
sepenuhnya mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat. UU tersebut merupakan pengganti Undang-undang Nomor
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sebelumnya menjadi landasan
hukum pengelolaan zakat di Indonesia.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik mengamanatkan
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai pelaksana utama dalam
pengelolaan zakat di Indonesia dan pemerintah mendapatkan fungsi sebagai
pembina dan pengawas terhadap pengelolaan zakat yang dilakukan oleh
BAZNAS. Perubahan regulasi tersebut secara substantif telah mengubah suatu
sistem pengelolaan zakat di Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS dibentuk
oleh pemerintah dalam tugas melaksanakan kewenangan pengelolaan zakat
secara nasional. Kewenangan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat secara nasional tersebut meliputi 4 (empat) fungsi yang
secara spesifik dituangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011,
sebagai berikut: (a) fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; (b) fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat; (c) fungsi pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan (d) fungsi pelaporan dan
pertanggungjawaban pengelolaan zakat (Pasal 7).
Selain daripada empat fungsi pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional, BAZNAS juga
mendapatkan 2 (dua) fungsi non-operasional pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat, yaitu: (a) pemberian pertimbangan pembentukan
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota (Pasal 15) dan (b) pemberian
rekomendasi izin pembentukan LAZ (Pasal 18).
Untuk memaksimalkan peran strategis ini, pada tahun 2017 Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) mengembangkan Arsitektur Zakat Indonesia (AZI)
dalam skala teknis untuk 5 tahun kedepan, dengan tujuan agar pembangunan
zakat nasional bisa berkelanjutan dan lebih terukur mengacu pada UU No. 23
tahun 2011 sekaligus menjawab tantangan dari konsekwensi dinobatkannya
lembaga zakat Indonesia menjadi lembaga keuangan Islam.
Terdapat lima pilar utama yang dibahas dalam AZI ini. Pilar pertama
adalah regulasi dan kebijakan; Pilar kedua adalah sistem informasi dan database

halaman | 12
perzakatan nasional; Pilar ketiga adalah pilar kelembagaan yang meliputi sistem
penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan dan pelaporan; Pilar
keempat adalah dampak zakat terhadap isu sosial ekonomi masyarakat
Indonesia; dan pilar kelima adalah komunikasi dan kerjasama stakeholders.
Lima pilar ini kemudian dianalisis menggunakan kacamata UU 23/2011
dan PP No. 14 tahun 2014 meliputi: Pertama, bagaimana kedepan sistem
perzakatan nasional punya struktur yang jelas dan terarah mengenai regulasi
profesi amil termasuk sertifikasi amil, remunerasi amil, kualitas dan kuantitas
amil, KPI & insentif amil, jaminan hari tua amil dan jenjang karir amil. Kedua
adalah instalasi tata kelola lembaga zakat, pembahasan ini meliputi struktur tata
kelola sistem perzakatan nasional hari ini dan proyeksi yang akan datang
dengan kualifikasi standar lembaga keuangan terpercaya, antara lain
indikatornya memiliki sistem informasi zakat nasional terpadu, memiliki sistem
akuntansi zakat nasional berbasis PSAK, ISAK dan manual lembaga, memiliki
standar pelaporan publik secara berkala, memiliki informasi data realtime,
memilki sistem penegakkan pelaporan, memiliki sistem pengawasan internal,
memiliki sistem pengawasan eksternal dan lain sebagainya.
Kedua, bagaimana sistem kelembagaan zakat yang ada bisa membawa
kepada instalasi pengumpulan zakat yang inklusif, maksud dari kata insklusif
adalah pungutan zakat sudah bisa menjangkau semua kalangan muslim
masyarakat Indonesia, pada saat sistem pengumpulan zakat sudah tersistem
secara padu dengan regulasi yang ada, bahkan sudah ada insentif-insentif
signifikan bagi para wajib zakat (muzaki) maka pada saat itu diproyeksikan akan
terjadi inslusifitas pengumpulan zakat dimana jumlah pengumpukan zakat akan
meningkat dengan pesat. Pembahasan dalam urgensi ini meliputi pemetaan
potensi zakat, sistem terpadu Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), akuntabilitas
pengumpulan, kredibilitas, insentif muzaki, sistem identifikasi muzaki, dan
konektifitas sistem pajak & zakat.
Ketiga, bagaimana sistem pemerataan distribusi zakat ini mengacu pada
Surah At-Taubah ayat 60. Secara eksplisit disebutkan delapan asnaf yang
dinyatakan dalam al-taubah ayat 60 meliputi: al-fuqara '(orang fakir), al-
masakin (orang miskin), amil, muallaf yang perlu dilembutkan hatinya, al-riqab
(perbudakan), al-gharimin (orang yang sedang terlilit hutang) dan ibn sabil
(traveller) yang membutuhkan perlindungan. Kedelapan asnaf ini merupakan
gambaran dari pemerataan distribusi dalam bentuk jaring pengaman untuk
mengatasi problem sosial dan ekonomi masyarakat yang implikasinya langsung
menyentuh kepada aspek ekonomi.

halaman | 13
Melalui pemerataan distribusi zakat, secara makro masyarakat akan
mendapatkan hak yang sama terhadap sumber-sumber ekonomi termasuk akses
terhadap kebutuhan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah, warisan,
sumber daya alam, teknologi baru (seperti panel surya) dan layanan keuangan
termasuk keuangan mikro. Distribusi ini juga dapat menggairahkan mereka
untuk penghematan dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan cuaca,
dan guncangan sosial (social shock) dan lingkungan.
Pembahasan-pembahasan ini secara nyata bersinggungan dengan
berbagai program pembangunan ekonomi nasional seperti pemerataan
distribusi zakat pada efek pembangunan ekonomi nasional untuk kegiatan
produktif, penciptaan lapangan kerja, dan memperlebar akses keuangan;
pemerataan distribusi zakat pada efek sistem ketenagakerjaan; pemerataan
distribusi zakat pada efek meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan
pelestarian kekayaan alam.
Hal menarik dari sistem perzakatan di Indonesia dalam memaksimalkan
fungsi BAZNAS sesuai amanah UU 23/2011 adalah dibentuknya Pusdiklat (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan) Amil dan Sertifikasi Amil Zakat oleh BAZNAS. Hal ini
didasari bahwa salah satu unsur penting dalam pengelolaan zakat adalah peran
Amil. Amil yang berkualitas akan meningkatkan trust para Muzakki, dan bisa
memberdayakan mustahik secara konkrit dan membebaskan mereka dari
kemiskinan. Tujuannya agar kualitas SDM perzkatakan di Indonesia kedepan
bisa lebih baik dalam hal menjalankan tugasnya sebagai pengelola zakat.
Untuk dapat melakukan peningkatan kompetensi amil diperlukan suatu
standar komptensi kerja bagi amil. Standar kompetensi ini merupakan hal yang
lazim dalam pengelolaan suatu sektor pekerjaan. Amil merupakan sektor
pekerjaan yang khas, maka selayaknya memiliki standar kompetensi kerja
tersendiri. Standar kompentensi kerja ini digunakan sebagai acuan untuk
mengukur kelayakan individu untuk menjadi dan bekerja sebagai seorang amil.
Dengan standar kompetensi kerja ini, maka pekerjaan sebagai amil dapat
disetarakan dengan pekerjaan professional lainnya. Standar kompetensi kerja
ini juga dapat memberikan batasan-batasan jenjang pekerjaan dalam keamilan,
termasuk mengenai kriteria kompetensi dalam pelaksanaan evaluasi kinerja atau
untuk kebutuhan personalia lainnya. Namun, di luar itu, keberadaan standar
kompetensi kerja amil berskala nasional ini akan mampu menciptakan
pelayanan pengelolaan zakat yang terstandar dan merata di seluruh wilayah
Indonesia.

halaman | 14
Setelah ditetapkan standar kompetensi kerja bagi amil yang secara garis
besar meliputi unit kompetensi perencanaan penghimpunan, unit kompetensi
perencanaan pendistribusian, unit kompetensi transaksi keuangan zakat, unit
kompetensi analisis kinerja keuangan zakat, unit kompetensi likuiditas dana
penyaluran zakat, unit kompetensi pelaporan kaji dampak zakat dan unit
kompetensi anti pencucian uang maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan
sertifikasi bagi amil-amil di seluruh wilayah Indonesia. Amil yang telah lulus
dalam pelaksanaan sertifikasi tersebut maka ia berhak mendapatkan sertifikat
amil nasional yang berlaku pada seluruh BAZNAS dan LAZ sesuai dengan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. Keberadaan sertifikasi amil ini menjadi
penting, mengingat selama ini profesi amil seringkali dipandang sebagai
pekerjaan kelas tiga yang mungkin menjadi pilihan terakhir dari sejumlah opsi
pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

1.4 Peran Indonesia Terhadap Pergerakan Zakat Global


Wujud peran Indonesia terhadap arus perzakatan global saat ini tercermin
melalui keaktifan Indonesia menginisiasi World Zakat Forum (WZF) atau Forum
Zakat Dunia pada tahun 2010 sebagai forum penting kebangkitan zakat dunia.
Berdirinya WZF adalah bentuk kesadaran untuk mengatur membahas isu-isu
perzakatan global secara kelembagaan dengan mengumpulkan dan menjalin
jaringan lembaga-lembaga zakat dunia disatu ruang tunggal dengan maksud
untuk mengembangkan praktik rencana dan pengembangan zakat dunia.
Selain itu adanya Forum Zakat Dunia atau WZF diharapkan bisa
merumuskan solusi efektif dalam beberapa isu sosial ekonomi umat melalui
instrumen zakat, seperti: Bagaimana memaksimalkan peran zakat, dimana zakat
selain bersifat mengatasi kemiskinan fauriyah (sesaat), tapi juga bisa
berkelanjutan melalui kegiatan pemberdayaan; Bagaimana memainstream-kan
instrumen zakat sebagai instrumen utama kesejahteraan ummat; Bagaimana
forum ini diharapkan bisa mengangkat pengaruh negara-negara Muslim agar
memunyai peran lebih terhadap isu-isu zakat, dan yang terakhir bagaimana
forum ini bisa menghidupkan kembali peran zakat di berbagai aspek secara
global, sebagaimana peran zakat pada zaman nabi dan para sahabat.
Hal ini didasari oleh situasi dunia Islam yang sekarang ini yang sedang
menghadapi masalah dan tantangan multi-dinamis baik secara eksternal
maupun internal. Disini, gerakan zakat global dapat mengambil peran untuk
berkontribusi mengatasi krisis kemanusiaan tersebut, serta mendukung

halaman | 15
pembangunan kembali aspek dasar manusia, seperti sektor kesehatan, dan
pendidikan.
Sebagai bagian untuk menjawab berbagai masalah ini, kehadiran zakat
harus digarisbawahi sebagai modalitas strategis bagi Dunia Muslim untuk
melepaskan diri dari sistem ribawi jangka panjang dari negara-negara barat atau
dari belahan bumi utara yang menjadi perpanjangan kolonisasi pada banyak
kesempatan di wajah baru.
Kebangkitan Dunia Muslim harus dimulai dari keberhasilan bagaimana
menyelesaikan masalah umat secara tidak langsung, secara otonom di kalangan
negara-negara Muslim sendiri dengan memperkuat peran zakat sebagai 'senjata
sosial ekonomi' yang kemudian dapat digunakan sebagai 'lengan politik' untuk
dalam menghadapi kapitalisme, dan liberalisme. Penggunaan zakat harus
memiliki signifikansi strategis dalam memperkuat ukhuwah, kolaborasi, dan
solidaritas antar negara Muslim untuk mencapai tujuan bersama.
WZF menjadi harapan umat, bersamaan dengan bagaimana dunia Islam
dapat berkontribusi di dunia global dan umat manusia sebagai bagian dari
solidaritas universal (ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah) bersama
ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah. Sebagai bagian dari mimpi bersama
yang terkonsolidasi dan menempa sebuah solidaritas, Forum Zakat Dunia telah
menyelenggarakan serangkaian konferensi di New York, Banda Aceh, dan Kuala
Lumpur sejak formasi pertamanya di Yogyakarta pada tahun 2010.
Hingga pada tahun 2017, tepatnya bulan Maret, konferensi WZF
diadakan kembali di Indonesia tepatnya di Jakarta dalam membicarakan
banyak hal dan mencari solusi terkait dengan pemahaman fiqih, model
manajemen, distribusi zakat antar negara, mekanisme kerja sama dalam praktik
zakat berkaitan dengan masalah diplomatik, dan isu-isu terkait lainnya.
Selanjutnya, berdasarkan kesepatakan pada konferensi WZF 2017, pada tahun
2018 nanti konferensi ini akan diadakan di Bosnia.
Selain peran Indonesia dalam World Zakat Forum (WZF), Indonesia juga
diantara negara paling aktif mendirikan International Working Group (IWG)
Zakat Core Principles. IWG ini berisikan lembaga-lembaga zakat, akademisi dan
institusi keuangan lainnya dalam bekerja dan terus menerus menyusun
dokumen-dokumen penting penataan governance lembaga-lembaga zakat
dunia. Sampai dengan Mei 2016, IWG telah melahirkan dokumen principles
perzakatan dunia, yaitu dokumen Zakat Core Principles (ZCP) yang mana
dokumen ini telah disepakati oleh 20 perwakilan negara pengelola zakat dan
sudah mulai diimplementasikan dalam tatanan praktek.

halaman | 16
Pada tahun 2017 ini IWG telah menghasilkan dua dokumen teknis
(Technical Notes) turunan dari ZCP yaitu TN Good Amil Governance (GAG)
dan TN Risk Management (RM), kedua dokumen ini telah melalui pembahasan
panjang dan sudah disahkan secara aklamasi oleh seluruh anggota IWG pada
tahun 2017 untuk kemudian dipatenkan pada saat acara Annual Meeting IMF
& World Bank, 2018.

halaman | 17
halaman | 19
Kewajiban dalam mengeluarkan zakat dari harta yang dimiliki adalah hal
penting bagi umat Muslim. Kesadaran masyarakat dalam berzakat melalui
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) tercatat dalam statistik zakat Indonesia terus
mengalami tren yang meningkat. Pada bab ini dipaparkan realisasi laporan
pencapaian pengelolaan zakat di Indonesia tahun 2016 beserta dengan
persentase dan pertumbuhannya.

2.1 Pertumbuhan Penghimpunan ZIS Nasional


Jumlah penghimpunan dana zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) di Indonesia
melalui OPZ resmi mengalami kenaikan dari tahun 2002 hingga 2016 sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Pertumbuhan Penghimpunan ZIS Peningkatan jumlah
penghimpunan ZIS dari tahun
Jumlah ZIS Pertumbuhan
Tahun
(Miliar Rupiah) (%) 2002 - 2016 ini menunjukkan
bahwa tingkat kepercayaan
2002 68.39 0.00%
masyarakat terhadap
2003 85.28 24.70% pengelolaan zakat semakin
2004 150.09 76.00% tinggi. Hal ini seiring dengan
upaya oleh para stakeholders
2005 295.52 96.90%
pada masyarakat untuk
2006 373.17 26.28%
menyalurkan zakat melalui
2007 740.00 98.30% lembaga-lembaga zakat resmi
2008 920.00 24.32% atau yang telah sesuai dengan
amanah UU 23/2011. Upaya
2009 1,200.00 30.43%
ini perlu tetap dilaksanakan
2010 1,500.00 25.00%
guna meningkatkan
2011 1,729.00 15.27% optimalisasi potensi zakat di
2012 2,212.00 27.94% Indonesia yang mencapai Rp.
217 Triliun rupiah, disamping
2013 2,639.00 19.30%
proses transparansi dan
2014 3,300.00 25.05%
akuntabilitas dari organisasi
2015 3,653.27 10.71% pengelola zakat yang juga
2016 5,017.29 37.34% perlu ditingkatkan melalui
sistem satu pelaporan satu
Rata-Rata 35.84%
pintu yang terintegrasi.

Peningkatan jumlah penghimpunan yang sangat signifikan terjadi pada


tahun 2005 sebesar 96.90 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini

halaman | 20
dikarenakan pada tahun tersebut terjadi bencana tsunami Aceh yang
mendorong masyarakat untuk membantu para korban bencana. Selain itu, pada
tahun 2007 juga mengalami peningkatan hingga 98.30 persen dibandingkan
tahun sebelumnya karena ada bencana gempa Yogya. Terjadinya peningkatan
penghimpunan yang sangat tinggi ketika terjadi bencana alam di Indonesia,
mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat kedermawanan
yang tinggi untuk saling membantu.

Berikut grafik pergerakan jumlah penghimpunan ZIS di Indonesia dari


tahun 2002 - 2016:
6,000.00

5,000.00 5,017.29

4,000.00
3,653.27
Miliar Rupiah

3,300.00
3,000.00
2,639.00

2,212.00
2,000.00
1,729.00
1,500.00
1,200.00
1,000.00 920.00
740.00

295.52 373.17
68.39 85.28 150.09
0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 2.1 Jumlah Penghimpunan ZIS tahun 2002 - 2016

Berdasarkan grafik di atas, pengumpulan ZIS terus mengalami tren naik


seiring dengan perbaikan regulasi, koordinasi, pengelolaan dari Organisasi
Pengelola Zakat (OPZ), dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam
membayar zakat melalui OPZ resmi. Jumlah dana zakat yang terkumpul secara
nasional mengalami peningkatan, walaupun bila ditinjau berdasarkan
pertumbuhannya mengalami fluktuasi. Seperti pada tahun 2013 dan 2015.
Peningkatan pada tahun 2013 (19,31 persen) lebih rendah daripada peningkatan
di tahun 2012 (27,97 persen), begitu pula peningkatan pada tahun 2015 (10,62
persen) yang lebih rendah dari peningkatan di tahun 2014 (25,02 persen).
Meski demikian setiap tahun selalu mengalami peningkatan jumlah
penghimpunan. Peningkatan pertumbuhan dan jumlah penghimpunan secara
signifikan terjadi pada tahun 2016 menjadi 5,017.29 Triliun rupiah atau sebesar
37.46 persen.

halaman | 21
2.2 Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana
Tabel 2.2 Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana

No Jenis Dana 2015 % 2016 %

1 Zakat 2.312.195.596.498 63.29 3.738.216.792.496 74,51

2 Infak/Sedekah 1.176.558.166.696 32.21 1.001.498.305.006 19,96

3 Dana Sosial Keagamaan 163.986.086.154 4.49 277.336.514.452 5,53


Lainnya (DSKL)

4 Dana Lainnya 533.400.945 0.01 241.514.997 0,00

JUMLAH 3.653.273.250.292 100 5.017.293.126.950 100

Penghimpunan nasional merupakan total dana yang dihimpun oleh berbagai


organisasi pengelola zakat (OPZ) se-Indonesia selama setahun. OPZ se-
Indonesia ini meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota,
LAZ Nasional, LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan
penghimpunannya kepada BAZNAS sesuai dengan amanah UU 23/2011.
Jenis dana yang dihimpun oleh para OPZ ini mencakup (1) dana zakat,
termasuk di dalamnya zakat fitrah dan zakat maal, (2) dana infak/sedekah, baik
infak terikat (muqayyadah) maupun tidak terikat (ghair muqayyadah), (3) dana
sosial keagamaan lainnya (DSKL) yang meliputi harta nazar, harta amanah atau
titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris, kurban, kafarat, fidyah,
hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di pengadilan agama,
serta (4) dana lainnya, yang dalam hal ini merupakan penerimaan bagi hasil
bank yang menjadi saluran penghimpunan dana-dana yang dipaparkan
sebelumnya.
Total penghimpunan nasional pada tahun 2016 mencapai lebih dari 5
Triliun rupiah. Jumlah ini meningkat lebih dari 1,36 Triliun dari total
penghimpunan pada tahun sebelumnya. Proporsi dana zakat masih
mendominasi total penghimpunan, bahkan lebih besar daripada tahun
sebelumnya, yakni sebesar 74,51 persen atau lebih dari 3,7 Triliun rupiah.
Proporsi tersebut meningkat 11,22 persen dari tahun sebelumnya, dengan
jumlah dana yang juga meningkat hampir 1,5 Triliun rupiah. Namun demikian,
jika dilihat dari potensi zakat nasional, total realisasi penghimpunan zakat
nasional pada tahun 2016 ini baru mencapai sekitar 1,7 persen dari yakni
potensinya yang sebesar 217 Triliun rupiah. Dengan demikian, penghimpunan
zakat nasional ini masih sangat dapat dikembangkan.

halaman | 22
Proporsi terbesar kedua dari total penghimpunan nasional tahun 2016
merupakan dana infak/sedekah yang mencapai 19,96 persen atau senilai lebih
dari 1 Triliun. Proporsi ini menurun 12,25 persen dari tahun sebelumnya dengan
jumlah dana yang juga menurun sekitar 175 Miliar rupiah. Kondisi ini berbeda
dengan DSKL yang mengalami peningkatan jumlah dana lebih dari 100 Miliar
dari tahun sebelumnya menjadi sekitar 277 Miliar rupiah dengan proporsi yang
juga lebih besar daripada sebelumnya, yakni dari 4,49 persen dari total
penghimpunan pada tahun 2015 menjadi 5,53 persen dari total penghimpunan
pada tahun 2016.
Sementara itu, dana lainnya merupakan penyumbang terkecil dari total
penghimpunan nasional. Dengan jumlah sekitar 241 juta rupiah, proporsi dana
lainnya jauh di bawah 0,01 persen dari total penghimpunan nasional tahun
2016. Jumlah tersebut tidak sampai separuh dari jumlah dana lainnya yang
terhimpun pada tahun 2015, yang proporsinya 0,01 persen dari total
penghimpunan pada tahun tersebut.

2.3 Penyaluran Nasional berdasarkan Ashnaf

Tabel 2.3 Jumlah Dana Tersalur berdasarkan Ashnaf 2016

2015 2016
No Ashnaf
Jumlah Dana % Jumlah Dana %

1 Fakir Miskin 1.524.057.868.548 67,69 2.143.434.539.579 73,13

2 Amil 202.097.814.408 8,98 209.233.041.289 7,14

3 Muallaf 19.098.188.696 0,85 17.403.367.642 0,59

4 Riqob 10.627.238.844 0,47 4.278.727.729 0,15

5 Gharimin 13.213.514.847 0,59 16.435.575.105 0,56

6 Sabilillah 459.055.933.695 20,39 518.991.599.898 17,71

7 Ibnu Sabil 23.484.186.508 1,04 21.379.958.163 0,73

TOTAL 2.251.634.745.545 100 2.931.156.809.405 100

halaman | 23
Tabel 2.4 Jumlah Penerima Manfaat berdasarkan Ashnaf 2016

2015 2016
No Ashnaf
Jumlah Jiwa % Jumlah Jiwa %

1 Fakir Miskin 3.853.699 85,35 6.098.152 89,60

2 Amil 10.301 0,23 10.262 0,15

3 Muallaf 14.004 0,31 10.684 0,16

4 Riqob 826 0,02 334 0,00

5 Gharimin 6.167 0,14 7.645 0,11

6 Sabilillah 609.111 13,49 661.468 9,72

7 Ibnu Sabil 21.018 0,47 17.629 0,26

TOTAL 4.515.126 100 6.806.175 100

Penyaluran nasional berdasarkan ashnaf merupakan total dana yang disalurkan


oleh berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi1 se-Indonesia beserta
jumlah penerima manfaatnya selama setahun dilihat dari golongan penerima
manfaatnya. Penyaluran berdasarkan ashnaf ini dilihat dari dua aspek, yakni
jumlah dana yang disalurkan dan jumlah penerima manfaat dana tersebut.

Sesuai dengan QS At Taubah: 60, penerima zakat dibagi ke dalam 8


(delapan) golongan. Golongan (ashnaf) tersebut adalah fakir, miskin, amil,
muallaf, riqob, gharimin, sabilillah, dan ibnu sabil. Namun, karena ashnaf fakir
dan miskin kerap kali berada di lingkungan yang sama dan sulit dipisahkan,
penyalurannya pun dilakukan bersamaan untuk kedua ashnaf tersebut, sehingga
dalam hal ini fakir dan miskin langsung digabungkan ke dalam satu kelompok
yaitu fakir miskin.

1OPZ resmi se-Indonesia meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, LAZ Nasional,
LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penyalurannya pada BAZNAS sesuai
dengan amanah UU 23/2011.

halaman | 24
Pada tahun 2016, fakir miskin merupakan kelompok yang menerima
penyaluran tertinggi baik dari jumlah dana yang diterima maupun jumlah
penerima manfaatnya. Ashnaf fakir miskin memiliki proporsi sebesar 73,13
persen dari total dana yang disalurkan atau senilai lebih dari 2 Triliun rupiah.
Proporsi ini 5,44 persen lebih tinggi daripada proporsi di tahun sebelumnya,
dengan jumlah sekitar 619 Miliar rupiah lebih tinggi. Sementara dari jumlah
penerima manfaat, lebih dari 6 juta mustahik yang tergolong fakir miskin
menerima penyaluran ZIS atau sebesar 89,6 persen dari total jumlah penerima
manfaat pada tahun 2016. Proporsi tersebut lebih tinggi 4,25 persen daripada
tahun sebelumnya, tetapi jumlah penerima manfaatnya hampir dua kali lipat
daripada jumlah fakir miskin yang menerima penyaluran ZIS di tahun 2015.
Tingginya proporsi penyaluran untuk ashnaf ini tidak terlepas dari masih
banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah ataupun rentan
terhadap garis kemiskinan. Bahkan, kemiskinan pula yang menjadi salah satu
permasalahan utama negeri ini yang kemudian dapat menjalar ke berbagai
permasalahan sosial lainnya.

Dengan jumlah yang cukup jauh, baik dari segi dana yang disalurkan
maupun jumlah penerima manfaat, dari ashnaf fakir miskin, sabilillah
merupakan kelompok penerima manfaat dengan proporsi penyaluran terbesar
kedua pada tahun 2016. Golongan ini menerima 17,71 persen dari total dana
yang disalurkan oleh OPZ se-Indonesia atau senilai lebih dari 518 Miliar rupiah.
Proporsi ini lebih rendah daripada proporsi tahun sebelumnya yang mencapai
20,39 persen atau sekitar 459 Miliar rupiah. Sementara itu, dari segi jumlah
penerima manfaatnya, jumlah ashnaf sabilillah mencapai hampir sepersepuluh
(9,72%) dari total penerima manfaat atau sekitar 661 ribu jiwa. Proporsi ini
lebih rendah 3,77 persen dari tahun sebelumnya, tetapi dari segi jumlah
mustahik lebih tinggi sekitar 52 ribu jiwa.

Selanjutnya, proporsi dana terbesar ketiga disalurkan untuk ashnaf amil,


yakni sebesar 7,14 persen dari total dana yang disalurkan atau sekitar 209 Miliar
rupiah. Proporsi ini lebih rendah 1,84 persen dari tahun sebelumnya, dengan
jumlah dana lebih tinggi sekitar 7 Miliar rupiah. Proporsi untuk pengelola zakat
ini terhitung wajar karena masih kurang dari seperdelapan bagian atau 12,5
persen. Proporsi untuk amil ini tidak hanya diterima oleh orang yang berprofesi
sebagai amil, tetapi juga untuk biaya operasional bagi sebagian OPZ. Dilihat
dari jumlah penerimanya, sebanyak 10.262 orang yang bekerja sebagai amil di
Indonesia memperoleh penyaluran dana ini. Jumlah ini menurun 39 orang dari
tahun sebelumnya.

halaman | 25
Kelompok ibnu sabil, muallaf, dan gharimin masing-masing menerima
dana sebesar 0,73 persen, 0,59 persen, dan 0,56 persen dari total penyaluran
atau sekitar 21 Miliar, 17 Miliar dan 16 Miliar rupiah pada tahun 2016. Seperti
tahun sebelumnya, ketiga kelompok ashnaf ini memiliki proporsi yang tidak
jauh berbeda antara satu dengan yang lain. Meski proporsi untuk ketiga ashnaf
ini mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya, yakni 0,31 persen bagi
ibnu sabil, 0,26 persen bagi muallaf, dan 0,03 persen bagi gharimin, hanya ibnu
sabil dan muallaf yang juga mengalami penurunan dari segi jumlah dana
masing-masing sekitar 2 Miliar, sedangkan jumlah dana yang disalurkan untuk
ashnaf gharimin meningkat sekitar 3 Miliar rupiah. Sementara itu, jumlah
penerima manfaat pada tahun 2016 di antara kelompok ibnu sabil, muallaf, dan
gharimin ini pun tidak berbeda jauh, yakni masing-masing sekitar 17 ribu, 10
ribu, dan 7 ribu jiwa. Seperti halnya jumlah dana yang disalurkan, dari jumlah
penerima manfaatnya pun proporsi ketiga ashnaf ini mengalami penurunan,
yakni 0,21 persen pada kelompok ibnu sabil, 0,15 persen kelompok muallaf,
dan 0,03 persen kelompok gharimin, serta hanya kelompok ibnu sabil dan
muallaf yang mengalami penurunan dari segi jumlah penerima manfaatnya
masing-masing sekitar 3 ribu jiwa sementara kelompok gharimin mengalami
peningkatan hampir 1.500 jiwa.
Ashnaf yang memperoleh proporsi penyaluran terkecil adalah riqob.
Pada tahun 2016, dengan proporsi dana penyaluran sebesar 0,15 persen dari
total dana penyaluran yang kurang lebih senilai 4,3 Miliar, jumlah penerima
manfaat untuk ashnaf ini adalah sebesar 334 jiwa, atau jauh di bawah 0,01
persen dari total penerima manfaat di tahun tersebut. Proporsi dana yang
disalurkan pada riqob di tahun 2016 ini lebih rendah 0,32 persen daripada
tahun sebelumnya dengan jumlah dana yang disalurkan juga lebih rendah
sekitar 6,5 Miliar rupiah. Proporsi penerima manfaatnya pun berkurang sekitar
0,02 persen dengan penurunan jumlah penerima sekitar 500 jiwa.

2.4 Penyaluran Nasional Berdasarkan Bidang Penyaluran

Tabel 2.5 Penyaluran berdasarkan Bidang Penyaluran

No Bidang Jumlah Penyaluran 2015 % Jumlah Penyaluran 2016 %

1 Ekonomi 338.030.622.008 15,01 493.075.489.398 18,30

2 Pendidikan 458.195.272.997 20,35 842.980.341.134 31,28

3 Dakwah 334.749.823.815 14,87 418.454.281.897 15,53

halaman | 26
4 Kesehatan 191.419.750.663 8,50 226.004.399.823 8,39

5 Sosial Kemanusiaan 929.239.276.062 41,27 714.267.956.361 26,51

TOTAL 2.251.634.745.545 100 2.694.782.468.613 100

Penyaluran nasional berdasarkan bidang penyaluran merupakan total dana


yang disalurkan oleh berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi 2 se-
Indonesia selama setahun dilihat dari jenis kegiatan penyalurannya. Total dana
penyaluran berdasarkan bidang ini merupakan total dana penyaluran di luar
ashnaf amil. Secara umum, aktivitas penyaluran yang dilakukan para OPZ dapat
dikelompokkan ke dalam lima bidang, yaitu ekonomi, pendidikan, dakwah,
kesehatan, dan sosial kemanusiaan. Meskipun demikian, sebagian program
penyaluran terkadang mencakup beberapa bidang sekaligus.

Pada tahun 2016, proporsi aktivitas penyaluran pada setiap bidang relatif
tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan dengan proporsi penyaluran
berdasarkan ashnaf. Bidang penyaluran yang menyerap dana dengan proporsi
tertinggi adalah pendidikan, yakni sebesar 31,28 persen dari total penyaluran
atau sebesar hampir 843 Miliar rupiah. Dengan persentase yang naik lebih dari
10 persen dari tahun sebelumnya, jumlah dana yang disalurkan dalam bidang
pendidikan pada tahun 2016 ini naik menjadi hampir dua kali lipat dari jumlah
dana yang disalurkan pada tahun 2015.

Proporsi penyaluran terbesar kedua disalurkan dalam bidang sosial


kemanusiaan yakni sebesar 26,51 persen atau sebesar 714 Miliar rupiah. Berbeda
dengan pendidikan, proporsi penyaluran dalam bidang sosial kemanusiaan
pada tahun 2016 ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan proporsi tahun
sebelumnya dengan penurunan sebesar hampir 15 persen. Jumlah dana yang
disalurkan juga sekitar 215 Miliar lebih rendah daripada tahun 2015.

2OPZ resmi se-Indonesia meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, LAZ Nasional,
LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penyalurannya pada BAZNAS sesuai
dengan amanah UU 23/2011.

halaman | 27
Bidang ekonomi dan dakwah memiliki proporsi yang tidak terlalu jauh
berbeda pada tahun 2016 yakni masing-masing sebesar 18,3 persen dan 15,53
persen dari total penyaluran atau senilai 493 Miliar dan 418 Miliar rupiah.
Kedua bidang ini pun memiliki proporsi yang hampir sama di tahun
sebelumnya, yakni sebesar 15,01 persen dan 14,87 persen atau senilai 338 Miliar
dan hampir 335 Miliar rupiah. Sementara itu, bidang penyaluran dengan
proporsi penyaluran terkecil pada tahun 2016 adalah kesehatan, yakni sebesar
8,39 persen dari total dana yang disalurkan atau senilai 226 Miliar rupiah.
Secara persentase, proporsi penyaluran dalam bidang kesehatan ini sedikit
menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 8,5 persen, tetapi secara jumlah
dana, terdapat kenaikan sekitar 35 Miliar dari tahun 2015.

Berdasarkan perubahan besar proporsi penyaluran yang dipaparkan di


atas, dapat dilihat bahwa bidang sosial kemanusiaan tampaknya tidak lagi
menjadi fokus utama penyaluran, dan sebaliknya pendidikan mendapat alokasi
yang lebih dari tahun sebelumnya.

2.5 Penghimpunan dan Penyaluran Nasional Tahun 2016

Berdasarkan paparan sebelumnya, total penghimpunan dan penyaluran ZIS


secara nasional pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.6 Penghimpunan dan Penyaluran 2016

Penghimpunan (Rupiah) Penyaluran (Rupiah) Daya Serap

5,017,293,126,950 2,931,156,809,405 58.42 %

Pertumbuhan penghimpunan secara signifikan terjadi pada tahun 2016


dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu sebesar 37.34 persen (5,017.29 Triliun)
dari 10.71 persen (3,653.27 Triliun). Begitupun dengan pertumbuhan dalam
penyaluran mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015, yaitu sebesar
30.18 persen. Dari 2,251 Triliun rupiah pada tahun 2015 menjadi 2,931 Triliun
rupiah pada tahun 2016.

Selain ditinjau dari segi penghimpunan dan penyaluran, salah satu


indikator yang menunjukan organisasi pengelola zakat berjalan secara efektif
adalah dengan meninjau tingkat daya serap (Allocation to Collection Ratio)
berdasarkan total dana penghimpunan yang berhasil disalurkan secara efektif.
Konsep Allocation to Collection Ratio (ACR) tertulis dalam dokumen Zakat
Core Principle (ZCP) yang merupakan bagian dari sisi rasio keuangan zakat yang

halaman | 28
dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). ACR adalah rasio perbandingan
antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan dana zakat yang dihimpun.

Pada tahun 2016 ini, secara kumulatif total penghimpunan dana


mencapai Rp 5,017,293,126,950 dan jumlah penyaluran sebesar Rp
2,931,156,809,405. Sehingga diperoleh tingkat daya serap sebesar 58.42
persen, capaian ini menunjukkan bahwa OPZ pada tahun ini dinilai “cukup
efektif” dalam penyerapan dana yang digunakan. Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, tingkat daya serap ini mengalami penurunan yaitu dari 61,6 persen
pada tahun 2015. Walaupun tingkat daya serap mengalami penurunan, namun
secara jumlah penyaluran mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah
penghimpunan lebih meningkat signifikan dibandingkan dengan jumlah
penyaluran. Penggunaan sisa dana yang yang belum tersalurkan OPZ pada
tahun ini disalurkan pada tahun berikutnya.

Kualitas penyaluran zakat ini perlu untuk terus ditingkatkan menuju nilai
efektif (>70-90%) dan sangat efektif (>90%) melalui peningkatan kapasitas
penyaluran zakat OPZ baik melalui program-program yang bersifat konsumtif
dan jangka pendek, maupun melalui program-program produktif,
memberdayakan dan memiliki dampak jangka panjang.

Berikut proporsi penghimpunan dan penyaluran nasional tahun 2016


oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ):

Gambar 2.2 Penghimpunan dan Penyaluran 2016

halaman | 29
halaman | 31
BAZNAS sebagai otoritas yang diberikan kewenangan untuk mengelola dan
mengkoordinasikan semua lembaga zakat yang ada di Indonesia memiliki peran
strategis dalam mengoptimalkan kontribusi zakat bagi pembangunan sosial
ekonomi Indonesia. Dengan jumlah penyaluran dana zakat yang dikelola
BAZNAS sebesar Rp 5,017 triliun sudah terdistribusi kepada lebih dari 4,5 juta
jiwa. Oleh karena itu, sebuah kaji dampak merupakan hal penting yang harus
dilakukan sebagai upaya meningkatkan peran lembaga zakat sesuai amanah UU
23/2011 seberapa efektifkah dana yang disalurkan sebagai dievaluasi program
dari waktu ke waktu.
Dalam amanah Undang-undang, disebutkan zakat adalah instrumen
potensial mengatasi permasalahan sosial ekonomi bangsa, hal ini senada dengan
Qardawi (2011) beliau menyatakan bahwa zakat merupakan salah satu
instrumen sosial dan ekonomi yang memiliki potensi luar biasa besar sehingga
dapat dioptimalkan untuk pembangunan sebuah bangsa. zakat diproyeksikan
dapat mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat dan mendorong masyarakat
miskin untuk lebih sejahtera.
Konteks Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September
2016, penduduk miskin per September 2016 mencapai 28,51 juta orang atau
11,13 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Karena itu zakat memiliki peran
penting yang diharapkan dapat membantu menekan angka kemiskinan di
Indonesia3. Dilihat dari kelompok mustahik yang telah dibantu, sebanyak
67,7% merupakan golongan fakir dan miskin4. Pada tahun 2016 secara
keseluruhan penyaluran zakat di Indonesia terdistribusi kepada 41,3% bidang
sosial kemanusiaan, disusul oleh bidang pendidikan 20,3%, bidang ekonomi
sebanyak 15%, bidang dakwah 14,9%, dan kesehatan 8,5%5.

3 Dokumen Statistik BAZNAS 2016


4 Buku Statistik Zakat Nasional 2015, BAZNAS, hal. 15
5
Ibid, hal. 22

halaman | 32
3.1 Indeks Zakat Nasional (IZN)

Pada tahun 2017 BAZNAS telah meluncurkan Index Zakat Nasional (IZN). IZN
merupakan sebuah alat ukur yang ditujukan untuk mengevaluasi perkembangan
kondisi perzakatan pada level aggregat (nasional, provinsi dan
kabupaten/kota). Di Indonesia IZN menjadi indikator yang dapat memberikan
gambaran sejauh mana zakat telah berperan terhadap kesejahteraan mustahik
dan pada tahap apa institusi zakat telah dibangun, baik secara internal
kelembagaan, partisipasi masyarakat, maupun dukungan pemerintah. Selain itu,
IZN juga menjadi sebuah ukuran standar yang dapat dipakai oleh regulator,
lembaga zakat, dan juga masyarakat dalam mengevaluasi perkembangan zakat
secara nasional.
IZN terdiri dari multiple indices yang bukan saja dapat memberikan
angka indeks agregat (IZN) namun juga indeks per indikator dan juga per
variable. Misalnya, sebagaimana tercermin pada tabel 3.2, melalui metode IZN
ini, para peneliti dapat memetakan nilai variable kemandirian dan dimensi
dampak zakat, kemudian menganalisanya secara lebih dalam.
Tabel 3.1 Komponen Indeks Zakat Nasional

Dimensi Indikator Variabel


Makro Regulasi Regulasi
Dukungan APBN Dukungan APBN
Database lembaga zakat Database jumlah lembaga zakat resmi, muzakki,
dan mustahik
Rasio Muzaki individu
Rasio muzaki badan
Mikro Kelembagaan Penghimpunan
Pengelolaan
Penyaluran
Pelaporan
Dampak Zakat Kesejahteraan Material dan Spiritual
(Indeks Kesejahteraan CIBEST)
Pendidikan dan Kesehatan
(Modifikasi IPM)
Kemandirian

Nilai indeks IZN akan berada diantara 0 hingga 1. Secara umum, nilai
IZN tersebut dapat dikategorikan sebagaimana pada menjadi 5. Pengelolaan
zakat dianggap sangat baik apabila nilai IZN berada pada range 0,81 hingga

halaman | 33
1,00. Sedangkan kategori terburuk dari IZN berada pada nilai 0,00 hingga 0,20.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kategori Nilai IZN

Kategori Range Nilai


Tidak Baik 0,00 – 0,20
Kurang Baik 0,21 – 0,40
Cukup Baik 0,41 – 0,60
Baik 0,61 – 0,80
Sangat Baik 0,81 – 1,00

Dalam perhitungannya, IZN memiliki dua metode utama, yakni review


dokumen, Focus Group Discussion (FGD) dan survei langsung (wawancara).
Pada tahap awal, peneliti melakukan komunikasi intensif dengan BAZNAS
Provinsi yang akan menjadi target pengukuran IZN, untuk mempersiapkan hal-
hal yang diperlukan dalam pengukuran. Tahap berikutnya, FGD yang dihadiri
oleh pimpinan atau perwakilan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota
dilakukan untuk mengisi bagian indeks selain kaji dampak zakat. Pada tahap ini,
perwakilan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota sudah siap dengan
dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penghitungan.

Gambar 3.1 Tahapan Survei IZN

Survei kaji dampak penyaluran zakat sebagai salah satu indikator IZN
juga dilakukan. Survei ini melibatkan para penerima zakat produktif di provinsi
yang menjadi objek perhitungan IZN. Jumlah responden yang disurvei berada
dikisaran 100 hingga 200 responden per provinsi. Hasilnya kemudian menjadi
input untuk menghitung indeks variable CIBEST dan variabel Kemandirian.
Pada tahap ketiga, data-data yang diperoleh dari kedua metode tersebut
di verifikasi melalui dashboard perhitungan IZN yang telah dibuat. Dashboard
ini dapat menyajikan hasil perhitungan IZN secara agregat wilayah maupun
hasil dari masing-masing dimensi dan variabelnya. Hasil yang telah diperoleh
kemudian dianalisa sebagaimana dalam laporan ini.

halaman | 34
3.2. Indeks Desa Zakat (IDZ)

Selain IZN, pada tahun 2017 BAZNAS juga melaunching Indeks Desa Zakat atau
IDZ. IDZ merupakan sebuah alat mekanisme yang digunakan untuk mengukur
(assessment) kondisi sebuah desa sehingga dapat dikatakan layak atau tidak
layak dibantu oleh dana zakat. Indeks Desa Zakat ini juga dapat digunakan
sebagai alat monitoring dan evaluasi atas proses pengelolaan zakat di suatu
desa.
Indeks Desa Zakat disusun berdasarkan prinsip Process–Oriented yang
dapat digunakan oleh organisasi pengelola zakat untuk melihat perkembangan
programnya pada proses yang berlangsung. Sehingga penyusunan Indeks Desa
Zakat ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi organisasi pengelola zakat
yang akan atau sedang melaksanakan program pemberdayaan berbasis desa
atau komunitas tertentu agar lebih terukur dan integral dalam pengelolaannya.
Penyusunan IDZ dilakukan dengan menggunakan penelitian berbasis
Mixed Methods, yaitu sebuah metodologi penelitian yang mengintegrasikan
metode kuantitatif dan kualitatif. Dalam proses menentukan komponen-
komponen IDZ, tim peneliti dari Pusat Kajian Strategis BAZNAS (Puskas
BAZNAS) mengeskplorasi indeks-indeks serupa, melalui hasil-hasil kajian
sebelumnya yang terkait, dan berdiskusi dengan para ahli di bidangnya. Dari
komponen IDZ kemudian ditetapkan bersama dengan pemberian bobot atas
masing-masing komponen di dalamnya dengan mekanisme Focus Group
Discussion (Diskusi Kelompok Terarah) dan kriteria expert judgment (Penilaian
Para Ahli).
Komponen-komponen pembentuk IDZ terdiri dari 5 dimensi yaitu
Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Sosial dan Kemanusiaan, dan Dakwah. Dari
masing-masing dimensi diturunkan lagi menjadi 15 variabel dan 39 indikator
dengan bobot kontribusinya. Teknik estimasi penghitungan untuk memperoleh
nilai IDZ menggunakan metode Multi-Stage Weighted Index. Metode ini
menggabungkan setiap tahap pembobotan di masing-masing komponen
penyusun indeks. Sedangkan nilai Indeks Desa Zakat yaitu berkisar antara 0 dan
1. Semakin nilai IDZ mendekati 1 maka desa tersebut semakin tidak
diprioritaskan untuk dibantu. Sebaliknya, semakin IDZ mendekati 0 maka desa
tersebut semakin diprioritaskan untuk dibantu.

halaman | 35
Tabel 3.3 Dimensi, Variabel, dan Indikator IDZ
Bobot Bobot Bobot
Dimensi dimensi Variabel Variabel Indikator Indikator
=1 =1 =1
EKONOMI 0.25 Kegiatan Ekonomi Produktif 0.28 Memiliki diversifikasi produk 0.33
unggulan/sentra produksi (didefinisikan)
Tingkat partisipasi angkatan kerja 0.35
Terdapat komunitas penggiat Industri 0.32
kreatif
Total Bobot Indikator 1.00
Pusat perdagangan Desa 0.24 Terdapat pasar sebagai sarana perdagangan 0.53
dan penyedia kebutuhan masyarakat baik
tradisional dan online (online marketing)
Terdapat tempat berdagang (komplek 0.47
pertokoan, minimarket, warung, pusat
jajanan/ Pujasera/ Pusat Kuliner)
Total Bobot Indikator 1
Akses transportasi dan Jasa 0.22 Aksesibilitas jalan desa 0.42
Logistik/ pengiriman Terdapat moda transportasi umum 0.32
Terdapat jasa logistic/pengiriman barang 0.26
Total Bobot Indikator 1

halaman | 36
Akses Lembaga Keuangan 0.26 Tersedianya dan teraksesnya lembaga 0.37
keuangan Syariah dan konvensional
Keterlibatan masyarakat terhadap rentenir 0.29
Tingkat pengguna jasa/layanan lembaga 0.34
keuangan
Total Bobot Variabel 1 Total Bobot Indikator 1
KESEHATAN 0.16 Kesehatan Masyarakat 0.41 Ketersediaan fasilitas air bersih untuk mandi 0.37
dan cuci di setiap rumah
Ketersediaan fasilitas kamar mandi dan 0.29
jamban di dalam rumah
Sumber air minum 0.34
Total Bobot Indikator 1
Pelayanan Kesehatan 0.36 Tersedia sarana Puskesmas/ Poskesdes 0.25
Tersedia sarana Polindes 0.25
Tersedia sarana Posyandu 0.25
Ketersediaan dokter/ bidan bersertifikat 0.25
Total Bobot Variabel 1.00
Jaminan Kesehatan 0.23 Tingkat kepesertaan BPJS di masyarakat 1.00

Total Bobot Variabel 1 Total Bobot Indikator 1.00


PENDIDIKAN 0.20 Tingkat pendidikan dan literasi 0.50 Tingkat pendidikan penduduk desa 0.48

halaman | 37
Masyarakat dapat membaca dan berhitung 0.52

Total Bobot Variabel 1.00


Fasilitas Pendidikan 0.50 Tersedia sarana dan prasarana belajar 0.34
Akses ke sekolah terjangkau dan mudah 0.34

Ketersediaan jumlah guru yang memadai 0.32


Total Bobot Variabel 1 Total Bobot Indikator 1.00

SOSIAL DAN 0.17 Sarana ruang interaksi terbuka 0.36 Ketersediaan sarana olahraga 0.44
KEMANUSIAAN masyarakat Terdapat kelompok kegiatan warga (badan 0.56
permusyawaratan desa, pengajian, karang
taruna, arisan, dll)
Total Bobot Indikator 1.00
Infrastruktur listrik, 0.43 Ketersediaan aliran listrik 0.32
komunikasi dan informasi Terdapat akses komunikasi (handphone) 0.25
Terdapat akses internet 0.23
Terdapat siaran televisi atau radio 0.20
Total Bobot Indikator 1.00
Mitigasi bencana alam 0.21 Penanggulangan bencana 1.00
Total Bobot Variabel 1.00 Total Bobot Indikator 1.00

halaman | 38
DAKWAH 0.22 Tersedianya Sarana & 0.33 Tersedianya Masjid di lingkungan 0.31
Pendamping Keagamaan masyarakat
Akses ke Masjid. 0.32
Terdapat pendamping keagamaan 0.37
(ustadz/ah, dll)
Total Bobot Indikator 1.00
Tingkat Pengetahuan Agama 0.30 Tingkat literasi Al-qurán masyarakat 0.46
Masyarakat Kesadaran masyarakat untuk zakat dan 0.54
infak (berbagi kepada sesama manusia)
Total Bobot Indikator 1.00
Tingkat Aktifitas keagamaan 0.37 Terselenggaranya kegiatan rutin 0.30
dan Partisipasi Masyarakat keagamaan
Tingkat partisipasi masyarakat untuk sholat 0.39
5 waktu berjama’ah
Tingkat partisipasi masyarakat dalam 0.31
kegiatan rutin keagamaan (pengajian
mingguan, atau bulanan)
Total Bobot IDZ 1.00 Total Bobot Variabel 1.00 Total Bobot Indikator 1.00

halaman | 39
halaman | 41
4.1 Hasil Survei Indeks Zakat Nasional (IZN)

Pada tahun 2017, BAZNAS telah mengadakan proses penilaian indeks Indeks
Zakat Nasional telah diselenggarakan di 15 Provinsi. Untuk memperolehnya,
serangkaian kegiatan berupa eksplorasi data dan dokumen, pelaksanaan survei
dampak zakat di masing-masing wilayah, verifikasi data yang telah diperoleh,
serta perhitungan Indeks Zakat Nasional, telah dilakukan.
Hasilnya, Banten dan Jawa Timur menjadi provinsi dengan kategori IZN
tertinggi, yakni Baik. Banten memeroleh nilai IZN agregat tertinggi sebesar 0,74
dan Jawa Timur mengikuti di posisi kedua dengan nilai IZN agregat 0,68.
Sementara itu, sebanyak 6 (enam) provinsi mendapatkan kriteria Cukup Baik.
Provinsi tersebut adalah (i) Kepulauan Riau; (ii) Kalimantan Selatan; (iii)
Kalimantan Barat; (iv) Sumatera Selatan; (v) Jawa Tengah; dan (vi) Yogyakarta.
Tiga provinsi terakhir memiliki nilai yang sama, yakni 0,41. Sedangkan tiga
provinsi awal memiliki nilai 0,57; 0,53; dan 0;41, secara berturut-turut.
Empat provinsi juga tercatat masuk dalam kategori Kurang Baik, yakni
Provinsi Gorontalo, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Provinsi
Gorontalo mendapatkan nilai IZN sebesar 0,36, sedangkan nilai IZN Provinsi
Bali lebih rendah 0,01 dari Provinsi Gorontalo. Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Barat masing-masing mendapatkan IZN sebesar 0,29 dan 0,23.
Sedangkan tiga provinsi, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan dan
Sumatera Utara menjadi- Provinsi dengan kategori IZN terendah, yakni Tidak
Baik. Kalmantan Utara mendapatkan nilai IZN 0,20, sedangkan Sumatera Utara
mendapatkan nilai 0,16. Satu provinsi mendapatkan nilai 0, yakni Provinsi
Sulawesi Selatan.

halaman | 42
Gambar 4.1 Skor Hasil IZN 2017

Kalau diambil rata-rata, maka nilai rata-rata dimensi makro di 15 provinsi


adalah 0,20, jauh dibawah nilai rata-rata dimensi mikro yang dapat mencapai
0,51. Hal ini artinya, rata-rata nilai dimensi makro masih berada dalam kategori
Tidak Baik, sedangkan rata-rata nilai dimensi mikro telah masuk kedalam
kategori Cukup Baik.

Gambar 4.2 Hasil Dimensi IZN 15 Provinsi

halaman | 43
Dari 15 provinsi yang diukur dan dinilai hanya ada dua provinsi yang memiliki
nilai IZN Makro dengan kategori Baik. Provinsi tersebut adalah Banten dengan
nilai Indeks Dimensi Makro 0,78. Nilai dimensi makro pada provinsi Banten
bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mikronya.
Sementara itu, berada satu kategori dibawah mereka adalah Provinsi
Jawa Timur dan Kepulauan Riau yang mendapatkan kategori Cukup Baik.
Provinsi tertimur di Pulau Jawa itu mendapatkan nilai dimensi makro IZN
sebesar 0,58, sedangkan Kepulauan Riau mendapatkan nilai 0,45. Provinsi
Sumatera Selatan mengikuti dengan nilai 0,23 dan menjadi satu-satunya
provinsi pada kategori makro IZN Kurang Baik.
Sedangkan 11 provinsi yang lain masuk kedalam mayoritas kategori yang
didapatkan, yakni Tidak Baik. Kalimantan Selatan dan Gorontalo masuk
kedalam batas atas kategori Tidak Baik dengan nilai Makro IZN 0,20.
Sedangkan batas bawah kategori tersebut, yakni nilai makro IZN 0, diperoleh
oleh Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara.
Tabel 4.1 Dimensi dan Indikator Makro IZN

Rank Indikator Makro Dimensi Kategori


BAZNAS
IZN Regulasi APBN Database Makro Makro
1 Banten 0,75 1,00 0,50 0,78 Baik
2 Jawa Timur 0,50 1,00 0,08 0,58 Cukup Baik
3 Kepulauan Riau 0,00 1,00 0,17 0,45 Cukup Baik
4 Kalimantan Selatan 0,50 0,00 0,17 0,20 Tidak Baik
5 Kalimantan Barat 0,00 0,00 0,17 0,05 Tidak Baik
6 Sumatera Selatan 0,75 0,00 0,00 0,23 Kurang Baik
7 Jawa Tengah 0,00 0,00 0,08 0,02 Tidak Baik
8 Yogyakarta 0,00 0,00 0,24 0,07 Tidak Baik
9 Gorontalo 0,50 0,00 0,17 0,20 Tidak Baik
10 Bali 0,00 0,00 0,50 0,15 Tidak Baik
11 Sulawesi Tengah 0,00 0,00 0,00 0,00 Tidak Baik
12 Kalimantan Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 Tidak Baik
13 Sulawesi Barat 0,50 0,00 0,17 0,20 Tidak Baik
14 Sumatera Utara 0,00 0,00 0,17 0,05 Tidak Baik
15 Sulawesi Selatan 0,00 0,00 0,00 0,00 Tidak Baik
Rata-rata 0,23 0,20 0,16 0,20 Tidak Baik
Maksimal 0,75 1,00 0,50 0,78 Baik
Minimal 0,00 0,00 0,00 0,00 Tidak Baik

Apabila ditinjau lebih lanjut, rendahnya nilai dimensi makro merupakan


implikasi dari rendahnya nilai indikator yang membetuknya. Kurangnya

halaman | 44
dukungan regulasi dan APBD, serta lemahnya dokumentasi database lembaga,
mustahik, dan muzakki diduga menjadi penyebab rendahnya nilai dimensi
makro IZN 15 provinsi.
Provinsi Banten, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau memiliki dukungan
APBD yang sangat baik. Hampir seluruh biaya operasional BAZNAS Provinsi
tersebut dibiayai oleh APBD.
Meskipun sudah cukup baik dalam hal regulasi dan dukungan APBD,
akan tetapi hampir seluruh provinsi belum memiliki database yang cukup baik
sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dari 3 besar provinsi dengan nilai
IZN tertinggi, hanya Banten yang sudah mendapatkan kategori Cukup Baik
dalam hal database.
Berbicara regulasi zakat 2017, saat ini secara nasional sudah tersedia UU
No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, sebagai pengganti dari UU No.
38 tahun 1999. Namun tidak cukup, nyatanya masih banyak di berbagai
wilayah berpendapat perlu dan penting untuk membuat Perda pengelolaan
zakat di tingkat wilayahnya sebagai penegasan dan konstekstualisasi UU
tersebut. Karena apabila ditelaah lebih lanjut, variabel regulasi yang kurang baik
tersebut disebabkan oleh belum adanya Peraturan Daerah tentang perzakatan
yang mengikat dan tetap baik di tingkat Provinsi maupun di Kabupaten/Kota di
Provinsi tersebut. Kalimantan Barat, Bali dan Kalimantan Utara menjadi
provinsi yang hampir tidak memiliki peraturan tentang pengolaan zakat pada
tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
Selanjutnya berbicara ketersediaan database zakat tahun 2017 yang
terdiri dari data lembaga zakat resmi, mustahik, jumlah dan rasio muzaki baik
individu dan badan, serta peta persebarannya. Sebagian besar provinsi tidak
memiliki database sebagaimana dimaksud dengan baik untuk dapat digunakan
pengambilan keputusan yang strategis, tidak terkecuali provinsi-provinsi yang
telah memiliki nilai IZN makro tinggi seperti Banten, Jawa Timur dan Kepulauan
Riau.
Di sisi lain, provinsi dengan kategori nilai dimensi makro yang tidak baik
seperti Bali justeru memiliki itikad yang baik dalam hal pengelolaan database
mereka. Provinsi Bali mendapatkan predikat Cukup Baik dengan nilai 0.50,
setara dengan predikat Provinsi Banten. BAZNAS provinsi maupun kab/kota di
Bali memiliki 90% database kelembagaan. Sedangkan Provinsi lain belum
beranjak dari kategori Tidak Baik.

halaman | 45
Oleh karena itu tahun 2017 ini menjadi momentum penting bagi
BAZNAS Provinsi agar lebih memberikan perhatian terhadap kelengkapan
database yang dapat sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Database
juga dapat berfungsi untuk memastikan siapa saja para donatur yang telah
membantu maupun calon donatur yang akan dapat berkontribusi, siapa saja
penerima manfaat (bila perlu per nama) untuk mencegah pengulangan bantuan
kepada orang yang sama atau orang yang tidak tepat. Pada akhirnya database
dapat membantu tercapainya KPI (Key Performance Indikator) serta tujuan
zakat.
Sementara itu dari sisi dimensi kedua pada IZN yaitu dimensi mikro. Pada
tahun 2017 ini secara umum, perolehan nilai dimensi mikro IZN lebih besar
dibanding nilai dimensi makro sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.1 (a).
Hasil pengukuran dimensi mikro IZN menunjukkan bahwa hampir separuh (7)
provinsi yang diukur sudah memiliki nilai indeks dalam kategori Baik. Tabel 4.1
(b) menunjukan provinsi tersebut adalah (i) Jawa Timur, (ii) Kalimantan Selatan,
(iii) Banten, (iv) Kepulauan Riau, (v) Kalimantan Barat, (vi) Jawa Tengah dan
(vii) Yogyakarta. Provinsi diatas memiliki nilai indeks mikro diantara 0,63
hingga 0,75.
Tabel 4.2 Hasil Skoring Dimensi dan Indikator Mikro IZN 2017

Rank Indikator Mikro Dimensi


BAZNAS Kategori
IZN Kelembagaan Dampak Zakat Mikro
1 Banten 0,71 0,60 0,71 Baik
2 Jawa Timur 0,76 0,75 0,75 Baik
3 Kepulauan Riau 0,56 0,70 0,64 Baik
4 Kalimantan Selatan 0,61 0,85 0,75 Baik
5 Kalimantan Barat 0,69 0,65 0,67 Baik
6 Sumatera Selatan 0,15 0,80 0,54 Cukup Baik
7 Jawa Tengah 0,70 0,65 0,67 Baik
8 Yogyakarta 0,52 0,70 0,63 Baik
9 Gorontalo 0,58 0,40 0,47 Cukup Baik
10 Bali 0,29 0,60 0,48 Cukup Baik
11 Sulawesi Tengah 0,15 0,70 0,48 Cukup Baik
12 Sulawesi Barat 0,61 0,00 0,24 Kurang Baik
13 Kalimantan Utara 0,00 0,55 0,33 Kurang Baik
14 Sumatera Utara 0,60 0,00 0,24 Kurang Baik
15 Sulawesi Selatan 0,00 0,00 0,00 Tidak Baik
Rata-rata 0,46 0,53 0,51 Cukup Baik
Maksimal 0,76 0,85 0,75 Baik
Minimal 0,00 0,00 0,00 Tidak Baik

halaman | 46
Lebih lanjut 4 (empat) provinsi mendapatkan predikat IZN mikro Cukup
Baik, yakni Sumatera Selatan (0,54), Bali (0,48), Sulawesi Tengah (0,48) dan
Gorontalo (0,47). Sementara itu 3 (tiga) provinsi tercatat mendapatkan nilai
IZN mikro dalam kategori Kurang Baik. Provinsi tersebut adalah Kalimantan
Utara dengan nilai 0,33, Sulawesi Barat dan Sumatera Utara dengan nilai
masing-masing 0,24. Hanya terdapat 1 (satu) provinsi yang menyandang
kategori mikro Tidak Baik, yakni Sulawesi Selatan. Hal ini cenderung
dikarenakan tidak tersedianya data yang valid dari BAZNAS provinsi tersebut
sehingga IZN tidak dapat dikalkulasi.
Cukup baiknya nilai indeks mikro, dibandingkan dengan makro,
disebabkan karena dimensi makro mengukur kinerja operasional dari BAZNAS,
sehingga tinggi atau rendahnya indeks pada dimensi ini sangat bergantung
dengan kinerja operasional BAZNAS itu sendiri. Lebih lanjut, hal ini juga dapat
disebabkan karena tuntutan untuk memenuhi keinginan publik, sebagai
donatur, terhadap dampak nyata atas kepercayaan dan kontribusi yang bisa
dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat. Oleh karena itu lembaga zakat
cenderung lebih mengutamakan aspek dampak zakat dan kelembagaan yang
dianggap memiliki pengaruh secara langsung bagi kinerja zakat.
Indikator pertama dimensi mikro IZN adalah kelembagaan. Berbicara
scoring indikator kelembagaan tahun 2017 yaitu mengukur seberapa baik
kinerja seluruh proses bisnis lembaga zakat, termasuk didalamnya
penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dan pelaporan. Maka rata-rata nilai
kelembagaan IZN di 15 provinsi telah masuk dalam kategori cukup baik, yakni
0,46. Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi dengan nilai terbaik yakni 0,76. Di
sisi lain, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara yang mendapatkan nilai 0
dalam hal Kelembagaan6. Provinsi Sumatera Selatan dan Sulawesi Tengah
menjadi provinsi dengan nilai Kelembagaan IZN yang paling rendah setelahnya,
yakni 0,15. Sedangkan Provinsi Bali berada satu tingkat diatasnya, yakni 0,29.

6 Nilai 0 diberikan dikarenakan BAZNAS Provinsi Kalimantan Utara tidak memberikan data
terkait kelembagaan yang mencakup penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dan pelaporan.

halaman | 47
Tabel 4.3 Nilai Indikator Kelembagaan 2017

Rank Kelembagaan
BAZNAS
IZN Penghimpunan Pengelolaan Penyaluran Pelaporan
1 Banten 1,00 0,75 0,75 0,50
2 Jawa Timur 1,00 0,75 0,69 0,50
3 Kepulauan Riau 1,00 0,75 0,19 0,25
4 Kalimantan Selatan 1,00 0,50 0,19 0,75
5 Kalimantan Barat 1,00 0,25 0,81 0,50
6 Sumatera Selatan* 0 0 0 0
7 Jawa Tengah 1,00 0,25 1,00 0,25
8 Yogyakarta 0,50 0,50 0,75 0,25
9 Gorontalo 1,00 0,75 0,25 0,25
10 Bali 0 0,50 0,31 0,50
11 Sulawesi Tengah* 0 0 0 0
12 Sulawesi Barat 1,00 0,25 0,69 0,25
13 Kalimantan Utara* 0 0 0 0
14 Sumatera Utara 0 0,50 1,00 1,00
15 Sulawesi Selatan* 0 0 0 0
Rata-rata 0,57 0,38 0,44 0,33
Maksimal 1,00 0,75 1,00 1,00
Minimal 0,00 0,00 0,00 0,00
Keterangan: *tidak ada data tersedia

Pada variabel penghimpunan, delapan provinsi mendapatkan nilai indeks


sebesar 1,00. Nilai indeks tertinggi dari variabel pengelolaan diperoleh 4
provinsi yakni Banten, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Gorontalo. Kemudian
pada variabel penyaluran nilai indeks tertinggi didapatkan oleh provinsi Jawa
Tengah dan Sumatera Utara. Selain dari sisi penyaluran, BAZNAS provinsi
Sumatera Utara juga memperoleh indeks tertinggi dari sisi pelaporan.
Dari tabel tersebut bisa kita lihat, rata-rata nilai indeks penghimpunan
dana zakat oleh BAZNAS sudah cukup baik dengan nilai indeks 0,57. Delapan
dari 15 provinsi menunjukkan nilai indeks yang sempurna. Artinya,
pertumbuhan penghimpunan dana zakat (year on year) pada provinsi-provinsi
tersebut sudah mencapai lebih dari 20%. Disisi lain, salah satu provinsi yang
memiliki nilai IZN kelembagaan paling rendah, yakni Provinsi Bali, memiliki
nilai pengumpulan zakat yang belum terlalu besar sehingga nilai indeks
penghimpunan zakatnya sebesar 0. Pada tahun 2016 Provinsi Bali baru

halaman | 48
mengumpulkan Rp. 184.187.503. Nilai ini bahkan hanya setara dengan 3,6%
dari penerimaan zakat yang didapatkan oleh Kota Denpasar7.
Begitu juga dengan pengelolaan, dimana hal ini merupakan yang penting
dalam pelaksanaan operasional lembaga zakat. Dalam pengukurannya,
ketersediaan dokumentasi program kerja, rencana strategis, SOP dan ISO
menjadi ukuran baik atau buruknya pengelolaan lembaga zakat tertentu. Disini,
skor pengelolaan juga merupakan variabel yang mendukung tingginya nilai
kelembagaan di Banten, Kepulauan Riau dan Jawa Timur. Provinsi-provinsi
tersebut sudah cukup baik memiliki dokumen-dokumen pengelolaan zakat,
seperti Program Kerja, Rencana Strategis, dan SOP. Satu-satunya dokumen yang
belum dimiliki oleh mereka adalah sertifikat ISO.
Pada praktiknya tahun 2017 ini memang terjadi perbedaan kesiapan
provinsi dalam hal pemenuhan dokumen-dokumen untuk pengelolaan zakat di
provinsi tersebut. Kalimantan Barat misalnya, hanya memiliki dokumen
program kerja saja. Sedangkan Kalimantan Utara dan Sumatera Selatan tidak
melaporkan memiliki seluruh dokumen pendukung pengelolaan zakat tersebut.
Menjadi sebuah fenomena umum bahwa BAZNAS Provinsi masih belum
memberikan fokusnya untuk mendapatkan sertifikat ISO pengelolaan organisasi
nirlaba. Sampai saat ini hanya BAZNAS Pusat yang telah memilikinya.
Mendapatkan sertifikat ISO memang menjadi tantangan tersendiri bagi BAZNAS
Provinsi dikarenakan biaya moneter, tenaga dan pikiran yang harus diluangkan
untuk meraihnya.
Dari sisi penyaluran, dimana variabel ini diukur dengan menggunakan
Allocation to Collection Ratio (ACR) atau rasio alokasi penyaluran terhadap
penghimpunan, baik yang bersifat sosial maupun produktif. Dalam hal
penyaluran, Banten dan Jawa Timur tidak menjadi yang terbaik diantara 15
provinsi. Jawa Tengah dan Sumatera Utara menjadi provinsi dengan rasio

7 Pertumbuhan penghimpunan zakat BAZNAS Provinsi Bali tidak dapat dihitung dikarenakan
tidak tersedianya data penghimpunan tahun 2015.

halaman | 49
penyaluran terbesar yakni 100%. Sedangkan rasio penyaluran terkecil terjadi di
Kepulauan Riau dan Kalimantan Selatan yakni 19%.
Dari sisi pelaporan, variabel ini diukur dengan ketersediaan laporan
keuangan yang teraudit, mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
dipublikasikan dan terdapat laporan audit syariah. Haasilnya di tahun 2017 nilai
pelaporan dari penggunaan dana zakat dari BAZNAS 15 provinsi masih sangat
kurang. Misalnya, walaupun mendapatkan nilai tertinggi pada indikator
kelembagaan, Jawa Timur masih harus meningkatkan pelaporan mereka. Jawa
Timur baru memiliki laporan keuagan namun belum memiliki laporan keuangan
yang diaudit dan mendapatkan opini WTP. Masih sangat jarang didapati
BAZNAS provinsi yang sudah mempublikasikan laporan keuangan teraudit
WTP. Baznas Provinsi Banten adalah satu diantara sedikit provinsi yang sudah
memiliki laporan dengan status WTP.
Berbicara sejauh mana nilai dampak Zakat pada tahun 2017. Nilai
variabel ini menggambarkan pendistribusian atau pendayagunaan dana zakat
diharapkan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan
rumah tangga mustahik. Teknis pengukuran kaji dampak zakatyaitu dengan
menggunakan tiga variabel, antara lain Indeks kesejahteraan CIBEST, modifikasi
IPM, dan Indeks kemandirian. Provinsi Kalimantan Selatan menjadi wilayah
dengan indeks dampak zakat terbaik, yakni 0,85. Di sisi lain, terdapat 3 (tiga)
provinsi yang mendapatkan nilai indeks 0, yakni Sulawesi Barat, Sulawesi
Selatan dan Sumatera Utara.
Tabel 4.4 Skor Dampak Zakat dan Variabelnya

Dampak Zakat
Rank
BAZNAS Indeks
IZN Indeks CIBEST Modifikasi IPM
Kemandirian
1 Banten 0,75 0,50 0,50
2 Jawa Timur 0,75 0,75 0,75
3 Kepulauan Riau 0,75 0,75 0,50
4 Kalimantan Selatan 1,00* 0,75 0,75
5 Kalimantan Barat 0,50 0,75 0,75
6 Sumatera Selatan 1,00* 0,75 0,50
7 Jawa Tengah 1,00 0,25 0,57
8 Yogyakarta 1,00 0,50 0,75
9 Gorontalo 0,17 0,75 0,50
10 Bali 0,50 0,75 0,50
11 Sulawesi Tengah 0,75 0,75 0,50
12 Sulawesi Barat 0 0,75 0
13 Kalimantan Utara 0,50 0,75 0,25

halaman | 50
14 Sumatera Utara 0 0,75 0,75
15 Sulawesi Selatan 0 0 0
Rata-rata 0,51 0,63 0,50
Maksimal 1,00 0,75 0,75
Minimal 0 0 0
Keterangan: *responden kurang dari 30 orang

Secara khusus tentang indeks CIBEST yang mengukur tingkat


kesejahteraan rumah tangga mustahik secara material dan spiritual setelah
program zakat produktif. BAZNAS wilayah Yogyakarta, dan Jawa Tengah
memiliki nilai indeks sempurna sebesar 1,00 sedangkan BAZNAS wilayah
Gorontalo memiliki nilai indeks terendah sebesar 0,17. BAZNAS wilayah
Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan juga memiliki nilai indeks sempurna,
namun jumlah mustahik yang menjadi responden survei kurang dari 30 artinya
tidak merepresentasikan kondisi mustahik pada wilayah provinsi tersebut.
Pengukuran kesejahteraan mustahik berdasarkan indeks CIBEST ini
dilakukan pada tingkat provinsi, namun data yang diperoleh terdiri atas data
mustahik BAZNAS provinsi serta BAZNAS kab/kota di provinsi terkait. Oleh
karena itu, jumlah responden juga harus representatif terhadap jumlah seluruh
mustahik.
BAZNAS wilayah Yogyakarta memiliki nilai indeks tertinggi karena
mustahik yang diukur merupakan mustahik zakat produktif yang berhasil dalam
menjalankan usahanya. Keberhasilan tersebut karena mustahik tidak hanya
diberikan bantuan dalam bentuk modal dan peralatan saja, namun juga
dilakukan pembinaan, misalnya dalam hal produksi, pengemasan produk,
ataupun pemasaran. Berbeda dengan Yogyakarta yang melakukan pembinaan,
penyaluran dana zakat terhadap mustahik di Gorontalo masih belum sampai
pada tahap pembinaan. Kasus yang terjadi adalah mustahik diberikan bantuan
sejumlah harga tertentu yang dapat dikonversi menjadi alat untuk produksi
usaha mereka. Setelah diberikan bantuan, kecenderungannya mustahik belum
secara rutin dibina ataupun dievaluasi.
Pada tahun 2017, nilai kualitas hidup atau skor modifikasi IPM
berdasarkan tingkat pendidikan dan kesehatan di 15 provinsi cukup bervariasi.
Modifikasi IPM mengukur kualitas hidup rumah tangga mustahik berdasarkan
tingkat pendidikan dan kesehatan. Dari 15 (lima belas) provinsi yang disurvei
tahun 2017, masing-masing memiliki perbedaan IPM yang beragam. Namun
rata-rata nilai indeks modifikasi IPM dari 15 provinsi sudah baik. Sebelas dari 15
provinsi memiliki nilai indeks di atas rata-rata dan merupakan provinsi dengan

halaman | 51
indeks tertinggi. Sedangkan nilai indeks terendah ada pada Provinsi Jawa
Tengah dengan Modifikasi IPM sebesar 0,25.
Sementara itu, dari sisi indeks kemandirian 2017 yang mengukur tingkat
kemandirian rumah tangga mustahik berdasarkan tingkat pendapatan, aset yang
disewakan dan tabungan. BAZNAS wilayah Kalimantan Utara memiliki nilai
indeks terendah yaitu 0,25, sedangkan BAZNAS wilayah Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Yogyakarta, dan Sumatera Utara
menjadi diantara yang memiliki nilai indeks kemandirian tertinggi, yakni 0,75.
Mustahik di kelima provinsi tersebut memiliki pekerjaan tetap atau usaha
bisnis serta memiliki tabungan sehingga nilai indeksnya tinggi. Artinya, tingkat
kemandirian mustahik di kelima provinsi tersebut sudah baik. Hal ini
menunjukkan bahwa mustahik tidak hanya berpikir untuk kelangsungan
hidupnya saat ini saja. Sedangkan, yang terjadi di Kalimantan Utara adalah
sebaliknya. Mustahik kurang aware dan peduli dengan kelangsungan hidup di
masa depan.

4.2 Hasil Survei Indeks Kesejahteraan


BAZNAS secara khusus telah mensurvei para mustahiq pada tahun 2016 dan
2017 menggunakan model CIBEST8. Survei pertama kali dimulai pada akhir
tahun 2016 untuk mengukur dampak distribusi zakat kepada para mustahik.
Tabel 5.1 menampilkan hasil pengukuran kaji dampak yang dilakukan oleh
BAZNAS terhadap 13 provinsi pada bulan November 2016 dan diolah awal
tahun 2017.
Tabel 4.5 Provinsi, Area, dan Jumlah Responden 2016

No Provinsi Area Survei Jumlah Responden


1 Jawa Barat Sumedang 85
2 Bandung Barat 63

8
Model CIBEST ini adalah model yang mengkombinasikan kuadran pemenuhan kebutuhan
manusia material dan spiritual. Indeks CIBEST terdiri dari kategori kesejahteraan, kemiskinan
material, kemiskinan spiritual dan kemiskinan absolut.

halaman | 52
3 Sukabumi 256
4 DIY Yogyakarta Bantul 104
5 Bali Tabanan 60
6 Jawa Timur Gresik 200
7 Provinsi Jawa Tengah 178
8 Provinsi Aceh 400
9 Nusa Tenggara Barat 400
10 Kutai Timur 209
11 Gorontalo 151
12 Sumatera Barat Sijunjung 150
13 Riau Siak 400
Total Responden 2656
Sumber: Data primer 2016

Dari jumlah total yang diamati sebanyak 2656, dengan jumlah kuesioner
yang berhasil diverifikasi dan digunakan dalam analisis adalah sebanyak 2613
responden.
Pertama, hasil penghitungan score spiritual meliputi shalat, puasa, zakat
dan infak, lingkungan rumah tangga, dan kebijakan pemerintah sebagaimana
ditampilkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Rata-rata Skor Spiritual Mustahik 2016
Skor Rata-Rata Kebutuhan Spiritual Mustahik
Sebelum Program Zakat Setelah Program Zakat
3.84 4.17

Berdasarkan data survey ini, skor rata-rata kebutuhan spiritual mustahik


sebelum program 3.84 dan setelah program mencapai 4.17. Kondisi awal
spiritual mustahik sebenarnya sudah relatif baik. Ditambah lagi dengan adanya
pemberian bantuan zakat produktif biasanya dilakukan juga pembinaan
spiritual baik dalam bentuk pengajian, penerapan nilai-nilai keagamaan dalam
aktivitas seperti saling mengingatkan untuk shalat, puasa, zakat, dll. Skor rata-
rata tersebut menunjukkan bahwa program pendayagunaan zakat produktif
yang dilakukan oleh BAZNAS berkorelasi positif terhadap peningkatan kondisi
spiritual para mustahik/ penerima manfaat.
Sementara itu hasil skor rata-rata pendapatan per bulan para mustahik
memiliki kecenderungan peningkatan yang positif dan signifikan yaitu sebesar
27%, meningkat dari Rp 2,660,770/ bulan menjadi Rp 3,231,438/ bulan.

halaman | 53
Tabel 4.7 Rata-rata Pendapatan Mustahik 2016
No Pendapatan Bulanan
Sebelum Program Sesudah Program Perubahan
(Rp) (Rp)
1 Bandung Barat 1,678,791 2,059,585 22,68%
2 Bantul 1,998,558 2,550,077 27,60%
3 Tabanan 3,894,061 4,626,192 18,80%
4 Sumedang 371,605 814,553 119,20%
5 Sukabumi 3,516,859 4,237,977 20,50%
6 Gresik 1,754,850 2,103,600 19,87%
7 Semarang 2,188,077 2,882,885 31,75%
8 Aceh 7,494,553 8,043,250 7,32%
9 Nusa Tenggara Barat 4,464,753 4,964,753 11%
10 Kutai Timur 2,471,800 3,948,828 60%
11 Gorontalo 1,614,286 1,731,429 7%
12 Sijunjung 1,590,333 2,014,917 27%
13 Siak 1,551,482 2,030,648 31%
Rata-rata 2,660,770 3,231,438 27%
Sumber: Data primer 2016 (diolah)

Kedua tabel tersebut kemudian dikelompokkan pada peta perubahan


sebagaimana dijelaskan dalam grafik 4.3 di bawah ini meliputi sejahtera (W),
kemiskinan material (Pm), kemiskinan spiritual (Ps), dan kemiskinan absolut
(Pa). Grafik tersebut menunjukkan bahwa indeks sejahtera (W) dari mustahik
BAZNAS 2016 dengan sampel 13 wilayah meningkat 0,10 yaitu dari 0,63
menjadi 0,73. Demikian halnya dengan indeks kemiskinan material, kemiskinan
spiritual dan kemiskinan absolut yang menurun (Pm:-0,01; Ps:-0,03, dan Pa:-
0,06). Artinya program pendayagunaan zakat produktif yang telah dilakukan
BAZNAS berdampak positif pada pengurangan kemiskinan sekaligus
peningkatan kesejahteraan baik secara materi dan spiritual. Meskipun dilihat
dari angkanya masih relatif kecil atau sedikit.

Gambar 4.3 Grafik Pengelompokan Kuadran Mustahik Nasional 2016


Sumber: Data primer 2016 (diolah)

halaman | 54
Umumnya, dampak dari pengelolaan zakat produktif oleh BAZNAS
tahun 2016 berdasarkan sampel 13 wilayah telah berdampak positif yaitu
mengurangi kemiskinan absolut dan meningkatkan kesejahteraan mustahik.
Meskipun demikian, untuk peningkatan dampak zakat, khususnya melalui
program produktif agar lebih signifikan, masih dibutuhkan upaya dan usaha
lebih keras lagi. Misalnya lebih mematangkan di dalam perencanaan program,
assessment yang lebih rinci, pendampingan ketat, pemantauan
pemasaran/penjualan produk, hingga evaluasi yang memadai untuk
memastikan program berjalan dengan baik.
Secara khusus, dilihat dari masing-masing wilayah yang disurvei tahun
2016 menunjukkan bahwa potret dampak penyaluran bantuan produktif yang
dikelola oleh BAZNAS berdampak positif. Di kuadran 4 atau kuadran
kemiskinan absolut, dari 13 wilayah yang disurvei, 5 wilayah yang telah berhasil
mengurangi angka kemiskinan absolut yaitu Jawa Tengah (57%), Bantul dan
Sijunjung (5%), Sukabumi (3%) dan Gresik (1%). Khusus pada wilayah Jawa
Tengah, dengan perubahan di kuadran 4 yang demikian signifikan yaitu 57%,
hal ini dibaca karena terjadi peralihan terhadap jumlah perubahan kuadran 2
atau kuadran kemiskinan material yaitu sebanyak 52%. Artinya program
produktif di wilayah Jawa Tengah baru meningkatkan kualitas spiritualitasnya
akan tetapi belum dapat meningkatkan pendapatan mustahik dan
mengangkatnya dari kemiskinan material. Sementara 8 wilayah yang disurvei
lainnya belum menunjukkan perubahan khususnya di dalam mengurangi angka
kemiskinan absolut yaitu kemiskinan material dan kemiskinan spiritual.
Sementara hasil survei pada tahun 2017 yang diperluas terhadap 25
wilayah survei, hasilnya sebagaimana yang digambarkan oleh tabel berikut:

halaman | 55
Tabel 4.8 Skor Before-After Kuadran dan Perubahannya (Survei 2017)
Kuadran Index (SEBELUM) Kuadran Index (SESUDAH) Perubahan
Provinsi 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Sumatera Utara 0.42 0.03 0.41 0.14 0.53 0.02 0.42 0.03 11% -1% 1% -11%
Sumatera Barat 0.73 0.26 0 0.01 0.89 0.11 0 0 16% -15% 0% -1%
Kepulauan Riau 0.77 0.12 0.10 0.01 0.89 0.08 0.02 0.01 12% -3% -8% 0%
Riau 0.9 0.1 0 0 0.98 0.02 0 0 8% -8% 0% 0%
Jambi 0.83 0.17 0 0 0.96 0.04 0 0 13% -13% 0% 0%
Bengkulu 0.93 0.00 0.08 0.00 0.96 0.00 0.04 0.00 3% 0% -3% 0%
Bangka Belitung 0.34 0.62 0.01 0.03 0.43 0.54 0.00 0.03 0.09 -0.08 -0.01 0.00
Sumatera Selatan 0.48 0.12 0.16 0.24 0.76 0.04 0.2 0 28% -8% 4% -24%
Banten 0.29 0.59 0.009 0.01 0.62 0.31 0.009 0 0.33 -0.28 0.00 -0.01
Jawa Barat 0.77 0.18 0.03 0.02 0.79 0.14 0.03 0.04 2% -4% 0% 2%
Jawa Tengah 0.86 0.13 0 0.01 0.94 0.05 0 0.01 8% -8% 0% 0%
DI Yogyakarta 0.70 0.30 0 0 0.80 0.20 0 0 10% -10% 0% 0%
Jawa Timur 0.67 0.31 0.01 0.01 0.73 0.26 0.01 0.00 6% 5% 0% 1%
Bali 0.53 0.43 0.03 0.01 0.66 0.32 0.02 0.00 13% 12% 1% 1%
Nusa Tenggara Barat 0.66 0.33 0.01 0.00 0.73 0.27 0.00 8% 7% 1% 0%
Kalimantan Barat 0.574 0.347 0.030 0.050 0.748 0.218 0.030 0.005 17% -13% 0% -4%
Kalimantan Utara 0.63 0.08 0.28 0.01 0.93 0.05 0.02 0 30% -3% -26% -1%
Kalimantan Timur 0.65 0.24 0.08 0.03 0.87 0.06 0.06 0.01 22% -18% -2% -2%
Kalimantan Tengah 0.84 0.16 0 0 0.93 0.07 0 0 9% -9% 0% 0%
Kalimantan Selatan 0.88 0.08 0.04 0.01 0.90 0.05 0.05 0.01 3 4% 1% 0%
Sulawesi Utara 0.95 0.03 0.02 0.00 0.99 0.01 0.00 0.00 5% -2% -2% 0%
Sulawesi Barat 0.538 0.264 0.137 0.061 0.736 0.218 0.036 0.010 20% -5% -10% -5%
Sulawesi Tengah 0.67 0.22 0.06 0.05 0.77 0.20 0.00 0.04 10% 2% 6% 0%
Gorontalo 0.14 0.40 0.06 0.41 0.05 0.63 0.15 0.18 -0.09 0.23 0.09 -0.23
Papua Barat 0.855 0.127 0.000 0.018 0.982 0.018 0.000 0.000 13% -11% 0% -2%

halaman | 56
Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa perubahan positif yang
diharapkan dari pengelolaan dan pendayagunaan zakat terutama melalui
program produktif telah dapat dicapai, dengan catatan harus mendapatkan
evaluasi yang jelas dan konkrit. Hal tersebut tergambar dari indeks agregat yang
telah menunjukkan bahwa indeks kesejahteraan telah meningkat.

halaman | 57
halaman | 59
Sebagai rukun Islam yang ketiga dan salah satu elemen terpenting dalam sistem
keuangan Islam, zakat memegang peranan yang penting dalam sendi
perekonomian Indonesia yaitu sebagai instrumen pemerataan pendapatan
dalam mencapai perekonomian yang berkeadilan. Dewasa ini peran dari
institusi zakat dalam aktifitas ekonomi Indonesia tidak kalah signifikan dengan
fungsi institusi keuangan Islam yang lain. Eksistensi institusi zakat yang ada
diharapkan mampu berperan menggerakkan lokomotif perekenomian suatu
negara. Diharapkan pula institusi zakat dapat menjadi faktor stimulus
kemakmuran ekonomi Indonesia dalam membantu mengentaskan kemiskinan,
menghadirkan keadilan ekonomi, dan menciptakan pemerataan pendapatan
antar lapisan sosial di masyarakat.
Menurut data terakhir dari BPS per Maret 2017, jumlah penduduk miskin
di Indonesia mencapai 10.64 persen atau sekitar 27.077.000 orang,
menggunakan tolak ukur pengeluaran USD 0.80/hari/ per kapita. Sehingga jika
digunakan tolak ukur yang digunakan World Bank, yaitu USD 2/ hari/ per
kapita, maka angka kemiskinan ini akan semakin melonjak menjadi sekitar 40
persen. Sejak era krisis moneter tahun 1998 dan krisis global tahun 2008 tingkat
ketimpangan sosial di Indonesia terus memburuk. Sebagai dampaknya, angka
gini ratio tidak pernah turun dari angka 0.40 selama 6 tahun berturut turut
mulai dari periode 2011- 2016. Artinya pada periode tersebut, satu persen
golongan terkaya di Indonesia menguasai 40 persen asset nasional. Hal ini tentu
menjadi tantangan Pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial ekonomi
masyarakat di Indonesia.

5.1 Proyeksi Efek Regulasi Zakat 2018

Dengan memperhatikan perkembangan regulasi zakat dewasa ini dan


memperhatikan aspek perkembangan kondisi masyarakat saat ini, maka kita
dapat memperkirakan berbagai perkembangan zakat sebagai efek dari
kebijakan regulasi yang akan terjadi pada tahun 2018, yaitu:
Pertama, dengan perbaikan regulasi dan tata kelola zakat, diperkirakan
tingkat pertumbuhan zakat akan mencapai sebesar 58 persen. Sehingga capaian
penghimpunan zakat secara nasional pada tahun 2018 diproyeksikan dapat
mencapai Rp. 8 triliun. Angka ini artinya tingkat pencapaian penghimpunan
zakat masih berada pada kisaran 3.2 persen dari potensinya.
Kedua, dengan pembatasan bahwa syarat minimal penghimpunan zakat
di tahun 2017 bagi LAZNAS adalah Rp. 50 milyar, maka kedepannya proses

halaman | 60
dan prosedur pendirian LAZNAS akan semakin ketat. Dengan kondisi seperti ini,
konsekuensinya LAZNAS yang ingin beroperasi secara resmi harus mendapatkan
izin dari pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama dengan pertimbangan
BAZNAS) dan dituntut untuk mengelola zakatnya secara professional dan sesuai
aturan yang berlaku.
Ketiga, jumlah Unit Pengelola Zakat (UPZ) akan semakin banyak, akibat
terjadi arus formalisasi organisasi para pengelola zakat informal. Pengelola zakat
di masjid, pesantren, sekolah, universitas dan BMT serta organisasi atau institusi
yang pengumpulan dananya masih kecil akan berbondong-bondong
membentuk atau menjadikan jumlah UPZ semakin banyak.
Keempat, peran BAZNAS dalam pengelolaan zakat di Indonesia akan
semakin signifikan. Hal ini sejalan dengan kewenangan yang dimiliki BAZNAS
berdasarkan UU No.23/2011 dan regulasi turunannya. Dengan strategisnya
posisi BAZNAS sebagai regulator dan operator diharapkan perannya akan
semakin optimal melalui kualitas kepemimpinan dan manajemen BAZNAS yang
semakin baik khususnya dalam berinteraksi dengan semua stakeholder zakat di
Indonesia.
Kelima, LAZ dituntut untuk berkembang menjadi lembaga amil zakat
yang semakin berkualitas. Dengan adanya fungsi pengawasan dan evaluasi yang
dilakukan Kementerian Agama dan BAZNAS, maka LAZ pun dituntut untuk
mengembangkan kapabilitas dan kualitas lembaganya.

5.2 Proyeksi Penghimpunan Zakat 2018

Dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam menunaikan


kewajiban zakatnya, tren penghimpunan zakat pun semakin meningkat dari
tahun ke tahun. BAZNAS telah memproyeksikan penghimpunan dana zakat
dari para muzakki pada tahun 2017 dapat mencapai 6 triliun. Sampai saat ini
proses kalkulasi penghimpunan dana zakat masih terus dilakukan. Penggunaan
sistem pelaporan ini sesuai dengan UU No. 23/2011, dimana seluruh lembaga
zakat di Indonesia diwajibkan untuk menyerahkan laporan zakat kepada
BAZNAS.

halaman | 61
Akan tetapi masih terdapat beberapa tantangannya diantaranya terkait
Sistem IT SIMBA1 yang mulai dikembangkan oleh BAZNAS pada tahun 2012
untuk memfasilitasi sistem pelaporan lembaga zakat belum dapat sepenuhnya
diadopsi oleh LAZ. Sehingga sampai akhir tahun 2017 ini penggunaan SISTEM
IT SIMBA belum meluas dan masih terbatas pada lingkup BAZNAS yang meliputi
BAZNAS Pusat dan BAZNAS Daerah. Walaupun SIMBA sudah disosialisasikan
kepada lembaga zakat resmi, sistem ini masih belum diadopsi secara optimal
oleh lembaga amil zakat tersebut. Konsekuensinya, data riil penghimpunan
zakat melalui sistem ini belum bisa memotret keseluruhan penghimpunan zakat
dari seluruh lembaga zakat di Indonesia.
Secara umum, data pengimpunan zakat dapat dikategorikan menjadi
penghimpunan zakat perorangan, penghimpun zakat lembaga, total
penghimpunan zakat secara keseluruhan, dan distribusi penghimpunan zakat
per provinsi di Indonesia. Per Agustus 2017, BAZNAS telah menerima data
penghimpunan zakat yang ter-input di SIMBA sebagaimana yang ditampilkan
pada Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3 serta Gambar 5.1, 5.2, dan 5.3.
Tabel 5.1 Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*
Zakat 23.320.146.044 117.085.731.136 2.217.083.240.925 3.395.248.274.318 0
Infaq
1.635.310.122 23.499.642.443 613.903.803.762 858.631.089.706 0
Shadaqah
TOTAL 24.955.456.166 140.585.373.579 2.830.987.044.687 4.253.879.364.024 0
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

1 Sistem SIMBA (Sistem Informasi Manajemen BAZNAS) ini mempunyai dua kategori utama yaitu Sistem
Informasi Operasional (SIO) dan Sistem Informasi Pelaporan (SIP). Masing masing BAZNAS dan LAZ
menggunakan SIO untuk operasi Sistem SIMBA (Sistem Informasi Manajemen BAZNAS) ini mempunyai
dua kategori utama yaitu Sistem Informasi Operasional (SIO) dan Sistem Informasi Pelaporan (SIP). Masing
masing BAZNAS dan LAZ menggunakan SIO untuk operasi sehari hari dengan pendekatan kas masuk dan
kas keluar. Dalam kas masuk, antara lain, dapat di-input database muzakki, transaksi penghimpunan dana
zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Sedangkan dalam kas keluar, bisa di- input database mustahik dan
penyaluran ZIS. Data-data tersebut, termasuk yang sifatnya keuangan dan transaksi keuangan, akan di
input dan akan menghasilkan laporan laporan, seperti profil muzakki, jumlah penghimpunan dana ZIS,
profil ashnaf, dan jenis program penyaluran. Laporan keuangan dalam SIMBA mengacu kepada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109.

halaman | 62
4,500,000,000,000
4,000,000,000,000
3,500,000,000,000
3,000,000,000,000
2,500,000,000,000
2,000,000,000,000
1,500,000,000,000
1,000,000,000,000
500,000,000,000
-
2013 2014 2015 2016 2017

Zakat Infaq Shadaqah

Gambar 5.1 Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia

Tabel 5.1 menunjukkan penghimpunan ZIS perorangan di Indonesia per


Agustus 2017. Penghimpunan zakat perorangan yang terdata di SIMBA dari
tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 4.069 trilyun atau
17.451 persen. Untuk dana infaq dan sedekah perorangan, jumlah dari tahun
2013 hingga 2017 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 1.12 trilyun atau
68.822 persen. Sedangkan untuk total penghimpunan ZIS perorangan dari
tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 5.19 trilyun atau
20.817 persen. Disamping itu, Tabel 5.1 juga menunjukkan tren peningkatan
penghimpunan ZIS perorangan dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Peningkatan
terbesar terjadi pada tahun 2015 yaitu mencapai 1.886 persen. Adanya
peningkatan yang sangat signifikan baik pada zakat serta infak dan sedekah
perorangan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
Pertama, semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat dalam
menunaikan kewajiban zakatnya melalui BAZNAS dan LAZ resmi. Kedua,
semakin berkembangnya penggunaan sistem IT SIMBA sehingga laporan data
riil penghimpunan zakat terkini dari berbagai daerah di Indonesia bisa
dikonsolidasikan dengan baik. Sehingga dari data dan penjelasan tersebut,
dapat diproyeksikan bahwa penghimpunan zakat perorangan pada tahun 2018
akan terus meningkat sesuai dengan tren peningkatan penghimpunan zakat
pada tahun-tahun sebelumnya.

halaman | 63
Tabel 5.2 Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*

Zakat 19.091.201.735 35.916.501.176 557.823.481.692 620.546.547.627 0


Infaq
4.126.077.822 9.382.342.129 124.360.978.892 142.867.215.300 0
Shadaqah

TOTAL 23.217.279.557 45.298.843.305 682.184.460.584 763.413.762.927 0

Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

Mengacu pada Tabel 5.2 diatas, penghimpunan zakat secara lembaga di


Indonesia per Agustus 2017 mengalami peningkatan mulai dari dari tahun 2013
yaitu sebesar Rp. 677 miliar atau 3.498 persen. Sementara itu untuk dana infaq
serta sedekah secara lembaga, jumlah dari tahun 2012 hingga tahun 2017 juga
mengalami peningkatan sebesar Rp 150 miliar atau 3.645 persen.

800,000,000,000

700,000,000,000

600,000,000,000

500,000,000,000

400,000,000,000

300,000,000,000

200,000,000,000

100,000,000,000

-
2013 2014 2015 2016 2017

Zakat Infaq Shadaqah

Gambar 5.2 Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia

Sedangkan untuk total penghimpunan ZIS lembaga dari 2013 hingga


tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 667 milyar atau 3498 persen.
Selain itu, Gambar 5.2 juga menunjukkan tren peningkatan penghimpunan ZIS
lembaga dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Penurunan sebesar Rp 7,05 miliar
atau 23.22 persen terjadi di tahun 2013. Namun penurunan ini langsung diikuti
lonjakan penghimpunan di periode tahun 2014-2015 sehingga mencapai Rp
636 miliar atau 1406 persen. Adanya tren peningkatan pada penghimpunan ZIS
lembaga ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti meningkatnya

halaman | 64
kesadaran dan partisipasi lembaga atau perusahaan untuk berzakat melalui
BAZNAS dan LAZ resmi. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya sosialisasi
terkait kewajiban lembaga atau perusahaan untuk menunaikan zakat. Dari
penjelasan tersebut, dapat diproyeksikan bahwa penghimpunan ZIS lembaga
pada tahun 2018 juga akan terus meningkat sesuai dengan tren peningkatan
penghimpunan zakat lembaga pada tahun-tahun sebelumnya.

Tabel 5.3 Total Penghimpunan ZIS di Indonesia


Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*
Perorangan 24.955.456.166 140.585.373.579 2.830.987.044.687 4.253.879.364.024 0
Lembaga 23.217.279.557 45.298.843.305 682.184.460.584 763.413.762.927 0
TOTAL 48.172.735.723 185.884.216.884 3.513.171.505.271 5.017.293.126.951 0
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

7,000,000,000,000

6,000,000,000,000

5,000,000,000,000

4,000,000,000,000

3,000,000,000,000

2,000,000,000,000

1,000,000,000,000

-
2013 2014 2015 2016 2017

Perorangan Lembaga TOTAL

Gambar 5.3 Total Penghimpunan ZIS di Indonesia

Sejak diluncurkannya SIMBA pada tahun 2012, penghimpunan ZIS baik


secara perorangan ataupun lembaga menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan. Dilihat dari tabel 5.3 diatas, total dana ZIS yang dikumpulkan pada
tahun 2017 yaitu sebesar Rp. 6.06 trilyun, meningkat 21 persen dari tahun 2016.
Peningkatan signifikan juga ditunjukkan pada tahun 2015 yaitu naik sebesar Rp.
3.3 trilyun atau 1.790 persen dari tahun 2014. Jika dilihat dari Gambar 5.3,
penghimpunan ZIS perorangan menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi
dibandingkan ZIS lembaga. Data ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya,
pembayaran zakat secara individu/perorangan masih mendominasi
dibandingkan pembayaran zakat secara lembaga/institusi. Padahal dari studi

halaman | 65
yang pernah dilakukan Firdaus, dkk (2012) diketahui bahwa potensi zakat yang
berasal dari perusahaan dan lembaga jauh melebihi potensi zakat individu/
rumah tangga. Data ini mengindikasikan perlu adanya sosialisasi dan
peningkatan kesadaran dari lembaga/institusi untuk membayar zakatnya
melalui BAZNAS atau LAZ resmi.
Secara umum, gambaran ini menunjukkan pertumbuhan penghimpunan
ZIS yang meningkat dari tahun ke tahun sehingga diprediksikan bahwa total
penghimpunan ZIS pada tahun 2018 juga akan meningkat. Jika melihat tren
yang ada, setidaknya terdapat tiga scenario yang mungkin terjadi yaitu scenario
optimis, moderat dan pesimis. Skenario optimis di indikasikan dengan
peningkatan pertumbuhan penghimpunan zakat diatas 30 persen. Sementara
itu, Skenario kedua yaitu scenario moderat dimana pertumbuhan
penghimpunan zakat berada di antara 20-30 persen. Sedangkan pada scenario
pesimis, pertumbuhan penghimpunan zakat yaitu dibawah 20 persen.
Walaupun data historis yang berasal dari SIMBA dalam lima tahun terakhir
menunjukkan tren yang relative meningkat namun pada tahun 2013,
penghimpunan ZIS sempat mengalami penurinan sebesar 8.16 persen. Sehingga
berdasarkan data tersebut, scenario pesimis mungkin saja dpat terjadi.
Jika penghimpunan zakat pada tahun 2017 sebesar Rp. 6.06 trilyun,
maka pada tahun 2018, total zakat yang bisa dihimpun yaitu lebih dari Rp.7.87
trilyun pada scenario optimis; Rp. 7.27 trilyun – Rp. 7.87 trilyun pada scenario
moderat; dan lebih kecil dari Rp. 7.27 trilyun pada scenario pesimis. Namun,
angka ini hanya memproyeksikan penghimpunan zakat berdasarkan data riil
penghimpunan zakat dari SIMBA sehingga angka penghimpunan zakat nasional
ini juga akan meningkat seiring dengan peningkatan system pelaporan IT-SIMBA
dan partisipasi dari seluruh lembaga zakat atau LAZ resmi di Indonesia.

5.3 Proyeksi Penyaluran Zakat 2018

Data penyaluran zakat dapat dibagi menjadi penyaluran zakat perorangan,


zakat kelompok, total penyaluran zakat, dan distribusi penyaluran zakat per
provinsi di Indonesia. Per November 2017, BAZNAS melalui IT SIMBA telah
menerima data pelaporan penyaluran zakat sebagaimana yang ditampilkan
oleh Tabel 5.4, 5.5, 5.6, dan 5.7 serta Gambar 5.4, 5.5, dan 5.6.
Tabel 5.4 Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*

Zakat 2.746.157.341 5.609.690.003 900.728.470.334 1.280.126.463.635 1.856.183.372.271

halaman | 66
Infaq
56.500.000 312.690.000 395.810.560.775 528.310.169.558 739.634.237.381
Shadaqah
TOTAL 2.802.657.341 5.922.380.003 1.296.539.031.109 1.808.436.633.193 2.595.817.609.652
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

2,000,000,000,000
1,800,000,000,000
1,600,000,000,000
1,400,000,000,000
1,200,000,000,000
1,000,000,000,000
800,000,000,000
600,000,000,000
400,000,000,000
200,000,000,000
-
2013 2014 2015 2016 2017

Zakat Infaq Shadaqah

Gambar 5.4 Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia

Tabel 5.4 menunjukkan penyaluran ZIS perorangan di Indonesia per


Agustus 2017. Penyaluran zakat yang diberikan perorangan yang terdata di
SIMBA dari tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.85
trilyun atau 67.492 persen. Untuk penyaluran dana infaq sedekah perorangan,
jumlah dari tahun 2013 hingga 2017 juga mengalami peningkatan signifikan
sebesar Rp 739 miliar atau 13.089 persen. Sedangkan untuk total penyaluran
ZIS perorangan mengalami peningkatan sebesar Rp. 2.59 miliar atau 92.520
persen. Tren peningkatan penyaluran ZIS perorangan dari tahun 2013 hingga
tahun 2017 juga ditunjukkan oleh Gambar 5.4. Peningkatan penyaluran ZIS
perorangan terbesar terjadi pada tahun 2015 yaitu mencapai 21.792 persen.
Tabel 5.5 Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*

Zakat 5.527.745.843 10.357.237.035 720.625.974.000 800.452.769.872 960.543.323.846

Infaq Shadaqah 649.499.247 1.210.674.840 231.874.923.000 322.267.406.168 451.174.368.635

TOTAL 6.177.245.090 11.567.911.875 952.500.897.000 1.122.720.176.040 1.411.717.692.481

Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

halaman | 67
1,200,000,000,000

1,000,000,000,000

800,000,000,000

600,000,000,000

400,000,000,000

200,000,000,000

-
2013 2014 2015 2016 2017

Zakat Infaq Shadaqah

Gambar 5.5 Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia

Sementara itu, Tabel 5.5 menunjukkan penyaluran dana ZIS melalui


lembaga/kelompok per Agustus 2017. Penyaluran zakat lembaga/kelompok
yang terdata di SIMBA dari tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan
sebesar Rp. 955 miliar atau 17.277 persen. Untuk penyaluran dana infaq
sedekah kelompok, jumlah dari tahun 2013 sampai 2017 juga mengalami
peningkatan sebesar Rp. 450 miliar atau 69.365 persen. Sedangkan untuk total
penyaluran ZIS kelompok dari tahun 2013 sampai tahun 2017 mengalami
peningkatan sebesar Rp. 1.40 trilyun atau 22.754 persen. Selain itu, Gambar 5.5
juga menunjukkan tren peningkatan penyaluran ZIS lembaga dari tahun 2013
hingga tahun 2017. Lonjakan terbesar penyaluran ZIS lembaga/kelompok
terjadi dari tahun 2014 ke tahun 2015 hingga mencapai Rp. 940 miliar atau
8.134 persen.
Tabel 5.6 Total Penyaluran ZIS di Indonesia
Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*

Perorangan 2.802.657.341 5.922.380.003 1.296.659.894.526 1.808.436.633.193 2.595.817.609.652

Lembaga 6.177.245.090 11.567.911.875 952.500.897.000 1.122.720.176.040 1.411.717.692.481

TOTAL 8.979.902.431 17.490.291.878 2.249.160.791.526 2.931.156.809.233 4.007.535.302.133


Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

halaman | 68
4,500,000,000,000
4,000,000,000,000
3,500,000,000,000
3,000,000,000,000
2,500,000,000,000
2,000,000,000,000
1,500,000,000,000
1,000,000,000,000
500,000,000,000
-
2013 2014 2015 2016 2017

Perorangan Lembaga TOTAL

Gambar 5.6 Penyaluran ZIS di Indonesia

Secara umum, penyaluran ZIS nasional menunjukkan peningkatan yang


cukup signifikan. Berdasarkan Tabel 5.6, total dana ZIS yang disalurkan pada
tahun 2017 yaitu sebesar Rp. 4.077 trilyun, meningkat 37 persen dari tahun
2016. Jika dilihat dari Gambar 5.6, penyaluran ZIS secara kelompok pada tahun
2013 sampai tahun 2014 relatif lebih tinggi dibandingkan penyaluran dana ZIS
melalui perorangan. Sedangkan pada tahun 2015 sampai tahun 2017,
penyaluran dana ZIS melalui perorangan lebih tinggi dibandingkan penyaluran
dana ZIS melalui kelompok. Namun secara keseluruhan, total penyaluran dana
ZIS selalu meningkat setiap tahunnya dari tahun 2013.
Dari gambaran peningkatan pertumbuhan penyaluran ZIS dari tahun ke
tahun, dapat diprediksikan bahwa penyaluran dana ZIS pada tahun 2018 juga
akan meningkat. Hal ini seiring dengan tren peningkatan pada penghimpunan
ZIS dari tahun 2013 hingga tahun 2017 dan prediksi adanya peningkatan
pertumbuhan penghimpunan dana ZIS di tahun 2018.
Pada proyeksi penyaluran ZIS tahun 2018, terdapat tiga scenario yang
mungkin terjadi yaitu scenario optimis, moderat dan pesimis. Sementara itu, jika
dilihat dari sisi penyalurannya, dapat diprediksikan bahwa penyaluran dana ZIS
pada tahun 2018 dapat mencapai lebih dari Rp. 5.2 trilyun pada scenario
optimis; berada antara Rp. 4.8 trilyun – Rp. 5.2 trilyun pada scenario moderat;
dan kurang dari Rp. 4.8 trilyun pada scenario pesimis. Sama seperti proyeksi
penghimpunan ZIS, scenario angka ini hanya memproyeksikan penyaluran zakat
berdasarkan data riil penyaluran zakat dari sistem IT SIMBA di tahun 2017
(sampai Agustus 2017) sehingga angka penyaluran zakat nasional ini juga akan

halaman | 69
meningkat seiring dengan peningkatan sistem pelaporan SIMBA dan partisipasi
dari seluruh lembaga zakat resmi di Indonesia.

5.4 Proyeksi Pertumbuhan Data Realtime BAZNAS

Saat ini telah telah terjadi peningkatan kesadaran masyarakat untuk untuk
menunaikan kewajiban zakatnya tidak hanya di BAZNAS tapi juga di LAZ resmi
telah mendorong adanya urgensi untuk memonitor perkembangan data rill
penghimpunan dan penyaluran zakat terkini di berbagai daerah. Tahun 2018
nanti diharapkan semua OPZ sudah tidak ada lagi yang tidak terintegrasi dengan
sistem IT BAZNAS (sistem SIMBA), hal ini juga untuk memantapkan kualitas
database zakat di Indonesia. Setelah semua data OPZ terintegrasi dengan sistem
SIMBA maka proses penyajian data berkualitas tinggi ini dapat tersaji secara
realtime2.
Walaupun begitu pada beberapa tahun belakangan, BAZNAS sejatinya
memulai menerapkan terobosan yaitu menghadirkan data zakat nasional
terpadu yang memuat data-data secara realtime. Meskipun, beberapa kendala
masih dihadapi BAZNAS sehingga terobosan ini masih belum membuahkan hasil
maksimal antara kendalanya adalah masih bersifat “sukarela”, atau dikarenakan
ketiadaan law enforcement dari otoritas zakat. Berikut adalah ulasan data
realtime dan proyeksinya.

5.4.1 Proyeksi Allocation to Collection Ratio (ACR)

Selain data penghimpunan dan penyaluran ZIS yang telah dijelaskan


sebelumnya, hal penting lainnya yang perlu dianalisis adalah ratio efektivitas
penyerapan dana zakatnya atau disebut Allocation to Collection Ratio (ACR).
Rasio ini dapat mengukur kemampuan sebuah lembaga zakat dalam
menyalurkan dana zakatnya dengan cara membagi total dana penyaluran
dengan total dana penghimpunan (Zakat Core Principle, 2015). ACR ini

2 http://api.baznas.go.id/v1/dashboard/nasional/

halaman | 70
dinyatakan dalam persentase yang dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kategori, yaitu:
1. Highly Effective (jika ACR ≥ 90 persen)
2. Effective (jika ACR mencapai 70- 89 persen)
3. Fairly Effective (jika ACR mencapai 50- 69 persen)
4. Below Expectation (jika ACR mencapai 20- 49 persen)
5. Ineffective (jika ACR < 20 persen)
Nilai ACR berdasarkan provinsi di Indonesia pada tahun 2017 dapat
dilihat pada tabel 5.7 dibawah
Tabel 5.7 ACR berdasarkan Provinsi di tahun 2017*
Penghimpunan Penyaluran
No Provinsi ACR (%) Keterangan
(Rp) (Rp)
1 Nangroe Aceh Darusalam 11.431.439.189 16.134.993.887 141.15 Highly Effective
2 Sumatera Utara 4.009.171.991 2.285.866.140 57.02 Fairly Effective
3 Sumatera Barat 46.804.460.009 30.541.945.175 65.25 Fairly Effective
4 Riau 38.516.894.593 25.041.581.051 65.01 Fairly Effective
5 Jambi 7.367.819.860 2.774.850.000 37.66 Below Expectation
6 Sumatera Selatan 4.735.195.082 2.238.802.870 47.28 Below Expectation
7 Bengkulu 6.255.824.119 2.285.774.800 36.54 Below Expectation
8 Lampung 3.290.844.970 1.383.983.125 42.06 Below Expectation
Kepulauan Bangka 7.122.340.260 2.909.674.770 40.85 Fairly Effective
9
Belitung
10 Kepulauan Riau 10.845.055.977 6.487.570.972 59.82 Fairly Effective
11 DKI Jakarta 10.047.483.599 15.950.000 0.16 Ineffective
12 Jawa Barat 68.689.861.205 51.391.192.869 74.82 Effective
13 Jawa Tengah 40.596.867.780 8.423.251.057 20.75 Below Expectation
14 Yogyakarta 3.925.419.604 1.394.544.564 35.53 Below Expectation
15 Jawa Timur 29.875.467.718 16.519.244.503 55.29 Fairly Effective
16 Banten 16.273.475.140 9.271.949.146 56.98 Below Expectation
17 Bali 2.538.620.948 1.044.378.863 41.14 Below Expectation
18 Nusa Tenggara Barat 26.611.672.685 16.338.814.299 61.40 Fairly Effective
19 Nusa Tenggara Timur 1.459.790.944 42.136.500 2.89 Ineffective
20 Kalimantan Barat 1.827.959.225 28.500.000 1.56 Ineffective
21 Kalimantan Tengah 152.080.500 28.950.000 19.04 Ineffective
22 Kalimantan Selatan 8.616.401.248 4.626.313.251 53.59 Fairly Effective
23 Kalimantan Timur 17.412.445.685 10.794.107.611 61.99 Fairly Effective
24 Kalimantan Utara 9.133.420.907 3.712.444.770 40.65 Below Expectation
25 Sulawesi Utara 10.259.321.841 5.080.178.657 49.52 Below Expectation
26 Sulawesi Tengah 805.046.223 645.204.502 80.15 Effective
27 Sulawesi Selatan 30.161.026.047 16.272.413.692 53.95 Fairly Effective
28 Sulawesi Tenggara - - 0 Ineffective
29 Gorontalo 57.296.177.315 1.260.097.600 2.20 Ineffective

halaman | 71
30 Sulawesi Barat 140.660 - 0 Ineffective
31 Maluku 3.664.294.134 1.070.171.541 29.21 Below Expectation
32 Maluku Utara 1.389.198.326 1.345.846.288 96.88 Highly Effective
33 Papua 8.004.072.330 5.507.108.055 68.80 Fairly Effective
34 Papua Barat 209.044.600 127.049.500 60.78 Fairly Effective
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, terdapat


dua provinsi dengan kategori Highly Effective, dua provinsi dengan kategori
Effective, dua-belas provinsi dengan kategori Fairly Effective, sebelas provinsi
dengan kategori Below Expectation, dan tujuh provinsi dengan kategori
Ineffective. Sedangkan total ACR berdasarkan data pengumpulan dan
penghimpunan zakat pada tahun 2017 di seluruh provinsi di Indonesia
menunjukkan angka 50 persen atau kategori Fairly Effective. Kategori Fairly
Effective ini menunjukkan bahwa total dana zakat yang bisa disalurkan masih
lebih sedikit dibandingkan dana zakat yang berhasil dihimpun.
Masih rendahnya nilai efektivitas penyerapan atau nilai ACR ini
mengindikasikan adanya pengelolaan dana ZIS yang belum efektif dilakukan
oleh beberapa lembaga zakat. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kurang
lengkapnya data pelaporan yang terhimpun dalam sistem IT-SIMBA sehingga
belum merepresentasikan keseluruhan data yang terdapat di seluruh lembaga
zakat atau LAZ yang tersebar di Indonesia. Belum optimalnya data pelaporan
ke dalam sistem SIMBA ini dapat dijadikan bahan evaluasi ke depannya agar
setiap LAZ atau lembaga zakat yang resmi dan BAZNAS di seluruh daerah dapat
mengadopsi dan mengoptimalkan penggunaan sistem IT-SIMBA. Sehingga ke
depannya dapat terhimpun data riil penghimpunan dan penyaluran ZIS
diseluruh wilayah di Indonesia agar nilai ACR yang didapat juga dapat
memotret efektifitas penyerapan zakat di Indonesia. Upaya penggunaan data
riil yang berasal dari sistem SIMBA sebagai acuan proyeksi ini merupakan sebuah
langkah awal yang tepat dan strategis untuk dapat memprediksikan pengelolaan
zakat nasional ke depannya secara lebih sistematis dan akurat.

5.4.2 Proyeksi Pertumbuhan Muzakki

Tabel 5.8 Total Muzakki di Indonesia


Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*
Perorangan 33492 28033 56837 119332 124534
Lembaga 28033 2143 3066 7568 7881
TOTAL 61525 30176 59903 126900 132415
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017

halaman | 72
Tabel 5.8 menunjukkan jumlah muzakki di Indonesia yang terdata di
SIMBA dari tahun 2013 hingga Agustus 2017. Jumlah muzakki tersebut terdiri
dari muzakki perorangan dan lembaga. Secara umum, terdapat peningkatan
jumlah muzakki yang terdata di SIMBA. Kenaikan drastis terutama terlihat pada
tahun 2013 dimana jumlah total muzakki lembaga dan perorangan mengalami
peningkatan sekitar 35 kali lipat daripada tahun sebelumnya. Namun pada
tahun 2014 jumlah tersebut mengalami sedikit penurunan hingga menjadi
sekitar 30 ribu muzakki yang terdiri dari muzakki perorangan dan muzakki
lembaga. Di tahun berikutnya, total muzakki kembali mengalami peningkatan
hampir 100 persen, dan bahkan dari tahun 2015 hingga 2016 peningkatan yang
terjadi lebih dari 100 persen. Di tahun 2016 sampai Agustus 2017 terjadi
peningkatan sebesar 4.35% (berdasarkan data input riil SIMBA sampai dengan
Agustus 2017).
Setidaknya terdapat dua kemungkinan terjadinya peningkatan di
beberapa tahun tersebut khususnya tahun 2013, 2015, 2016 dan 2017. Pertama,
penggunaan SIMBA masih jauh dari optimal pada tahun 2012 sehingga tidak
seluruh muzakki terdata di tahun tersebut. Penurunan jumlah muzakki pada
tahun 2014 juga tidak terlepas dari kemungkinan adanya hal teknis terkait
dengan sistem informasi buatan BAZNAS tersebut. Sementara itu, disamping
pengunaan SIMBA yang semakin baik, peningkatan yang cukup berarti pada
tahun 2015, 2016 dan 2017 bisa terwujud disebabkan oleh meningkatnya
harapan publik terhadap BAZNAS dengan adanya kepemimpinan baru yang
sudah berjalan efektif sejak semester kedua tahun 2015 serta tingginya
kepercayaan masyarakat untuk membayar melalui BAZNAS dan lembaga LAZ
resmi yang diakui. Tingginya ekspektasi ini kemudian mendorong masyarakat
untuk membayar zakat melalui BAZNAS dan lembaga LAZ resmi.

Gambar 5.7 Total Muzakki di Indonesia

halaman | 73
Gambar 5.7 di atas menunjukkan bahwa peningkatan jumlah muzakki
secara umum lebih dominan dipengaruhi oleh muzakki perorangan. Jumlah
muzakki perorangan terlihat mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun
ke tahun kecuali pada tahun 2014 dimana terdapat sedikit penurunan.
Sementara itu jumlah muzakki secara lembaga terlihat tidak mengalami
peningakatan yang berarti. Peningkatan yang cukup terlihat berada di tahun
2016 dan 2017. Disamping kemungkinan pendataan jumlah muzakki di SIMBA
baru cukup optimal di tahun 2017, kemungkinan tidak banyaknya pertumbuhan
muzakki secara lembaga ini di antaranya adalah kesadaran masyarakat
mengenai kewajiban membayar zakat bagi perusahaan atau badan usaha belum
sebesar kesadaran membayar zakat bagi individu atau perorangan. Oleh karena
itu, peningkatan jumlah muzakki yang terjadi belum cukup signifikan.

Tabel 5.9 Distribusi Muzakki berdasarkan Provinsi* (tahun 2013-2017)


No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017
1 Nangroe Aceh Darusalam 36888 0 0 1032 328
2 Sumatera Utara 0 0 1824 2403 294
3 Sumatera Barat 0 446 737 4134 3706
4 Riau 973 92 6566 8755 1238
5 Jambi 219 2 2628 3533 46
6 Sumatera Selatan 0 3015 1466 4945 1406
7 Bengkulu 376 0 69 834 113
8 Lampung 180 0 0 308 49
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 119 132 2216 3600
10 Kepulauan Riau 122 180 252 2681 789
11 DKI Jakarta 0 9762 13531 11558 15976
12 Jawa Barat 21663 1557 4320 20973 707
13 Jawa Tengah 3886 179 0 7120 4489
14 Yogyakarta 199 1212 2773 4729 588
15 Jawa Timur 12 4866 10979 16217 633
16 Banten 2818 7467 5439 2696 3111
17 Bali 2956 10 23 739 275
18 Nusa Tenggara Barat 13 0 0 10541 920
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 352 8
20 Kalimantan Barat 9 0 1136 959 112
21 Kalimantan Tengah 20 99 57 36 33
22 Kalimantan Selatan 339 199 550 808 239
23 Kalimantan Timur 693 667 2102 5209 125

halaman | 74
No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017
24 Kalimantan Utara 1909 0 586 4866 197
25 Sulawesi Utara 0 117 583 640 547
26 Sulawesi Tengah 192 184 5 1518 3031
27 Sulawesi Selatan 0 0 1265 4433 0
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 13 36
29 Gorontalo 0 0 2675 1314 319
30 Sulawesi Barat 0 0 0 617 0
31 Maluku 0 0 0 214 0
32 Maluku Utara 0 3 205 111 1
33 Papua 309 0 0 391 271
34 Papua Barat 0 0 0 5 228
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017

Tabel 5.9 menunjukkan jumlah muzakki di setiap provinsi sejak tahun


2013 hingga Agustus 2017. Pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa hingga
tahun 2015, terdapat beberapa provinsi yang masih memiliki 0 (nol) muzakki.
Hal ini tidak lantas berarti pada provinsi tersebut tidak ada muzakki, namun
disebabkan diantaranya diakibatkan karena penggunaan sistem SIMBA yang
belum meluas dan merata di provinsi provinsi tersebut. Akibatnya para muzakki
di provinsi provinsi tersebut tidak dapat terdata dalam sistem SIMBA.
Mencermati pola yang ada pada tabel dan gambar di atas, pada tahun
2018 diproyeksikan bahwa jumlah muzakki akan lebih tinggi daripada tahun
tahun sebelumnya. Ditambah lagi, dengan semakin optimalnya penggunaan
SIMBA di seluruh provinsi di Indonesia pertumbuhan jumlah muzakki di
Indonesia dapat semakin terekam dengan lebih baik lagi sehingga jumlah
muzakki yang tidak terdata menjadi dapat diminimalisasi. Dukungan penguatan
regulasi melalui Peraturan Daerah (Perda) di beberapa kota dan daerah di
Indonesia diharapkan dapat semakin meningkat di 2018 sehingga zakat dapat
diwajibkan untuk PNS dan pegawai BUMD. Dengan demikian dapat
diperkirakan jumlah muzakki pada tahun 2018 akan lebih tinggi lagi.

5.4.3 Proyeksi Distribusi Mustahik

Tabel 5.10 Total Mustahik di Indonesia


Tahun 2013 2014 2015 2016 2017*
Perorangan 428 9487 42270 104145 68575
Lembaga 25 3291 3332 5772 4005
TOTAL 453 12778 45602 109917 72580
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017

halaman | 75
Jumlah mustahik di Indonesia pada tahun 2013 sampai Agustus 2017
yang terdata di SIMBA dapat dilihat pada tabel 5.10 diatas. Seperti halnya
jumlah muzakki, jumlah mustahik juga terlihat meningkat drastis di tahun 2013.
Pola yang serupa dapat terlihat di tahun tahun berikutnya, yakni adanya
peningkatan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar 256.88 % dan kemudian
meningkat kembali dari tahun 2015 ke tahun 2016 sebesar 141%. Diperkirakan
tren peningkatan ini akan terjadi juga di akhir tahun 2017 nanti.
Kemungkinan terjadinya pola pertumbuhan jumlah mustahik yang
serupa dengan pola pertumbuhan jumlah muzakki ini juga mengindikasikan
bahwa pada periode tahun 2012-2013, SIMBA masih sangat terbatas
penggunaanya dan mungkin masih terdapat kendala teknis dalam pendataan
jumlah mustahik. Peningkatan yang pesat selanjutnya terjadi pada periode
tahun 2015- 2017 (berdasarkan data input riil SIMBA sampai dengan Agustus
2017) disamping karena semakin baiknya pendataan SIMBA BAZNAS, juga
dapat dipengaruhi dengan semakin tingginya penghimpunan dana zakat
sehingga semakin banyak mustahik yang dapat dilayani oleh BAZNAS.

Gambar 5.8 Total Mustahik di Indonesia

Gambar 5.8 menampilkan bahwa peningkatan jumlah mustahik di


Indonesia secara umum merupakan mustahik secara individu atau perorangan.
Hal ini menunjukkan bahwa program penyaluran zakat lebih banyak
menjadikan mustahik perorangan sebagai target penerima manfaatnya. Seperti
halnya pada pola pertumbuhan jumlah muzakki, peningkatan mustahik secara
kelompok yang terlihat lebih tinggi di tahun 2016 dibandingkan tahun tahun
sebelumnya. Hal ini mungkin dapat terjadi karena semakin banyak program
penyaluran yang menyasar mustahik kelompok. Kemungkinan lainnya, dana

halaman | 76
zakat yang ada semakin memungkinkan penyaluran zakat untuk mustahik secara
berkelompok.
Tabel 5.11 Distibusi Mustahik berdasarkan Provinsi* (tahun 2013- 2017)

No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017*

1 Nangroe Aceh Darusalam 0 0 0 2976 41579


2 Sumatera Utara 0 0 2024 3992 912
3 Sumatera Barat 988 0 1392 7812 437
4 Riau 164 199 8024 17557 548
5 Jambi 0 0 163 7603 0
6 Sumatera Selatan 87 171 687 2675 57
7 Bengkulu 0 0 1037 1044 1770
8 Lampung 0 0 0 303 73
9 Kepulauan Bangka Belitung 10 70 1245 1388 2409
10 Kepulauan Riau 2 79 492 1063 331
11 DKI Jakarta 2165 1511 1611 286 14440
12 Jawa Barat 7643 4711 3699 8338 2711
13 Jawa Tengah 1283 0 17 2568 3051
14 Yogyakarta 0 0 339 503 431
15 Jawa Timur 274 2949 11480 13177 78
16 Banten 4117 2168 1366 4178 332
17 Bali 72 52 103 2049 130
18 Nusa Tenggara Barat 4294 0 0 11067 1115
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 358 53
20 Kalimantan Barat 0 0 274 696 1
21 Kalimantan Tengah 889 102 6 101 60
22 Kalimantan Selatan 132 325 4443 3488 132
23 Kalimantan Timur 413 305 1961 4474 11
24 Kalimantan Utara 93 0 26 897 36
25 Sulawesi Utara 114 66 1485 720 53
26 Sulawesi Tengah 0 70 16 185 320
27 Sulawesi Selatan 0 0 66 1981 0
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 5
29 Gorontalo 0 0 3646 7614 64
30 Sulawesi Barat 0 0 0 0 86
31 Maluku 0 0 0 92 241
32 Maluku Utara 35 0 0 298 0
33 Papua 0 0 0 434 1046
34 Papua Barat 0 0 0 0 68
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data SIMBA BAZNAS sampai dengan Agustus 2017

halaman | 77
Tabel 5.11 menunjukkan jumlah mustahik di setiap provinsi tahun 2013
sampai Agustus 2017. Tabel ini juga menunjukkan bahwa di beberapa provinsi
data jumlah penerima manfaat zakat masih sebanyak 0 (nol) mustahik. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sampai bulan Agustus 2017 jumlah mustahik
di beberapa provinsi belum dimasukkan seluruhnya ke dalam sistem SIMBA.
Faktor lainnya disebabkan oleh belum optimalnya program penyaluran zakat
di beberapa daerah utamanya di daerah daerah yang terpencil dan tertinggal.
Berdasarkan tabel dan gambar mengenai jumlah mustahik di Indonesia,
dapat di proyeksikan pada tahun 2018 akan terdapat peningkatan jumlah
mustahik di Indonesia. Selain penggunaan SIMBA yang semakin optimal dalam
mencatat jumlah penerima manfaat, semakin tingginya penghimpunan juga
dapat mendukung pertumbuhan jumlah mustahik yang dapat dilayani oleh
BAZNAS. Koordinasi BAZNAS di seluruh daerah di Indonesia yang semakin
optimal dengan adanya UU No. 23 tahun 2011 juga diharapkan dapat
mendorong peningkatan jumlah penerima manfaat (mustahik) di berbagai
daerah, khususnya daerah daerah yang terpencil dan tertinggal, karena setiap
daerah kan saling terhubung dengan BAZNAS seperti BAZNAS kabupaten/kota
dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ).

halaman | 78
5.4.4 Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi

Tabel 5.12 Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi (2013-2017)


No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017*
1 Nangroe Aceh Darusalam 38.000.000 0 0 6.651.147.596 11.431.439.189
2 Sumatera Utara 0 0 4.276.588.772 7.415.291.606 4.009.171.991
3 Sumatera Barat 282.656.061 3779463230 4.763.612.710 24.281.252.859 46.804.460.009
4 Riau 1.344.397.234 15329111121 20.153.308.397 32.759.602.879 38.516.894.593
5 Jambi 1.377.896 0 1.074.222.824 9.338.513.652 7.367.819.860
6 Sumatera Selatan 968.521.184 1376396718 3.399.710.074 6.709.948.063 4.735.195.082
7 Bengkulu 10.638.000 0 1.362.945.079 3.160.328.599 6.255.824.119
8 Lampung 0 0 0 3.516.915.617 3.290.844.970
9 Kepulauan Bangka Belitung 396.494.161 479031725 1.201.349.257 4.443.631.944 7.122.340.260
10 Kepulauan Riau 0 681378236 2.977.635.181 5.735.203.171 10.845.055.977
11 DKI Jakarta 27.808.201.876 117.539.397.851 192.060.269.506 130.982.048.323 10.047.483.599
12 Jawa Barat 5.986.259.562 18613000264 45.208.416.664 65.812.484.551 68.689.861.205
13 Jawa Tengah 23.529.900 241835065 1.872.201.361 11.352.132.040 40.596.867.780
14 Yogyakarta 0 0 39.229.813 4.495.722.178 3.925.419.604
15 Jawa Timur 553.199.338 703.067.736.756.425 19.948.992.053 29.838.686.577 29.875.467.718
16 Banten 1.212.017.249 2200477198 13.615.613.203 19.017.700.663 16.273.475.140
17 Bali 8.340.000 13580000 172.300.200 1.359.329.105 2.538.620.948
18 Nusa Tenggara Barat 300.000 0 1.350.000 23.215.571.724 26.611.672.685
19 Nusa Tenggara Timur 54.236.000 0 24.406.300 1.753.938.138 1.459.790.944
20 Kalimantan Barat 0 168638800 2.787.285.356 3.324.289.704 1.827.959.225
21 Kalimantan Tengah 167.405.650 260840000 73.428.000 66.315.700 152.080.500
22 Kalimantan Selatan 1.517.202.617 2714900774 3.559.683.835 3.732.321.088 8.616.401.248
23 Kalimantan Timur 7.319.945.030 5855476651 13.801.761.177 18.616.717.364 17.412.445.685
24 Kalimantan Utara 4.640.000 1897114913 6.345.654.569 6.524.625.846 9.133.420.907
25 Sulawesi Utara 358.544.089 359840344 317.438.666 2.318.309.950 10.259.321.841
26 Sulawesi Tengah 0 66684147 16.308.000 4.302.430.254 805.046.223

halaman | 79
27 Sulawesi Selatan 1.693.000 0 1.550.315.757 11.671.638.260 30.161.026.047
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 64.540.000 -
29 Gorontalo 52.670.838 342158095 3.346.787.342 8.745.951.173 57.296.177.315
30 Sulawesi Barat 0 0 0 101.784.353 140.660
31 Maluku 0 0 0 3.664.294.134 3.664.294.134
32 Maluku Utara 62.466.038 2175000 23.363.000 1.697.727.671 1.389.198.326
33 Papua 0 0 0 2.500.998.500 8.004.072.330
34 Papua Barat 0 0 0 860.000 209.044.600
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

halaman | 80
Selain dari penghimpunan ZIS tahun 2013 sampai 2017, proyeksi
penghimpunan zakat 2018 juga dapat dilihat dari distribusi penghimpunan ZIS
berdasarkan provinsi. Dari Tabel 5.12 dapat disimpulkan bahwa penghimpunan
ZIS di berbagai provinsi masih sangat bervariasi. Penghimpunan ZIS terbesar
juga masih di dominasi provinsi yang terletak di wilayah bagian Barat Indonesia.
Secara nasional, provinsi Jawa Barat adalah penyumbang dana zakat terbesar
se-Indonesia pada tahun 2017 yaitu mencapai Rp. 68.6 M, disusul oleh
Gorontalo, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Riau. Sedangkan untuk beberapa
daerah seperti Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara masih menunjukkan
jumlah penghimpunan ZIS yang belum maksimal (masih di bawah Rp. 1 juta).
Kesenjangan jumlah penghimpunan ZIS di berbagai daerah ini menunjukkan
adanya sistem penghimpunan zakat yang masih tersentralisasi sehingga masih
terkumpul di kota-kota besar saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan
seperti berikut ini. Pertama, belum optimalnya penggunaan SIMBA sehingga
beberapa provinsi di Indonesia masih belum memasukkan seluruh data riil
penghimpunan zakatnya. Kedua, terbatasnya sumber daya manusia untuk
memaksimalkan penghimpunan zakat terutama di daerah daerah terpencil dan
tertinggal. Ketiga, belum adanya standardisasi pengelolaan zakat nasional yang
benar benar dapat diaplikasikan di BAZNAS daerah maupun lembaga zakat
daerah. Keempat, masih adanya Pemerintah Daerah di kabupaten/kota yang
belum membuat regulasi daerah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Zakat
atau peraturan lainnya di daerahnya masing masing sehingga kesadaran
masyarakat untuk membayar zakat di beberapa daerah belum merata.

halaman | 81
5.4.5 Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi

Tabel 5.13 Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi


No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017*
1 Nangroe Aceh Darusalam 0 0 0 2.031.200.000 16.134.993.887
2 Sumatera Utara 20.000 500000 1.969.425.000 1.935.830.262 2.285.866.140
3 Sumatera Barat 73.250.000 0 376.160.000 12.973.697.919 30.541.945.175
4 Riau 1.655.890.000 1915335000 6.544.690.000 19.915.709.614 25.041.581.051
5 Jambi 0 0 0 2.821.863.000 2.774.850.000
6 Sumatera Selatan 43.198.000 939537600 2.078.453.609 4.331.984.470 2.238.802.870
7 Bengkulu 0 0 0 623.700.001 2.285.774.800
8 Lampung 0 0 0 1.237.692.000 1.383.983.125
9 Kepulauan Bangka Belitung 22.170.000 64965000 583.009.000 2.105.964.640 2.909.674.770
10 Kepulauan Riau 0 418033000 2.925.649.000 3.192.857.905 6.487.570.972
11 DKI Jakarta 1.800.003 0 12.785.970.764 33.107.843.216 15.950.000
12 Jawa Barat 804.386.338 2016465964 4.276.855.576 22.553.443.437 51.391.192.869
13 Jawa Tengah 0 0 45.000.000 1.283.934.700 8.423.251.057
14 Yogyakarta 0 0 0 1.160.183.400 1.394.544.564
15 Jawa Timur 0 1.957.007.174 14.060.695.936 14.839.651.211 16.519.244.503
16 Banten 4.799.392.090 8003673640 8.643.194.031 9.432.337.704 9.271.949.146
17 Bali 500.000 5800000 70.600.000 716.792.655 1.044.378.863
18 Nusa Tenggara Barat 400.000 0 0 6.832.754.200 16.338.814.299
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 929.493.970 42.136.500
20 Kalimantan Barat 0 600000 113.050.000 867.000 28.500.000
21 Kalimantan Tengah 44.400.000 9470000 16.900.000 23.000.000 28.950.000
22 Kalimantan Selatan 48.200.000 1538798000 1.787.709.000 2.117.825.000 4.626.313.251
23 Kalimantan Timur 1.472.396.000 558206500 4.039.194.792 7.918.115.798 10.794.107.611
24 Kalimantan Utara 0 2500000 3.773.547.525 395.479.185 3.712.444.770

halaman | 82
25 Sulawesi Utara 0 23900000 0 496.900.800 5.080.178.657
26 Sulawesi Tengah 0 35500000 0 477.671.500 645.204.502
27 Sulawesi Selatan 0 0 283.700.000 938.956.090 16.272.413.692
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 -
29 Gorontalo 0 0 0 6.456.001.590 1.260.097.600
30 Sulawesi Barat 0 0 0 0 -
31 Maluku 0 0 0 1.070.171.541 1.070.171.541
32 Maluku Utara 13.900.000 0 0 1.361.846.288 1.345.846.288
33 Papua 0 0 0 1.094.182.000 5.507.108.055
34 Papua Barat 0 0 0 0 127.049.500
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017

halaman | 83
Selain data penyaluran ZIS di Indonesia untuk periode 2013- 2017, dapat
dilihat juga distribusi penyaluran ZIS berdasarkan setiap provinsi di Indonesia.
Dari data di Tabel 3.8, dapat disimpulkan bahwa penyaluran ZIS nasional
tertinggi pada tahun 2017 yaitu diraih oleh provinsi Jawa Barat, dengan total
penyaluran ZIS sebesar Rp. 51.3 miliar. Provinsi lain yang juga memiliki dana
penyaluran ZIS yang cukup tinggi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jawa
Timur, dan NTB. Sedangkan berdasarkan data input riil sistem SIMBA, untuk
beberapa daerah di wilayah timur Indonesia seperti provinsi Sulawesi Tenggara,
dan Sulawesi Barat menunjukkan jumlah penyaluran ZIS sebesar Rp 0
(berdasarkan data input riil SIMBA).
Masih adanya kesenjangan jumlah penyaluran ZIS di berbagai daerah ini
menunjukkan adanya sistem penghimpunan zakat yang masih tersentralisasi dan
berkumpul di kota kota besar. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab
terjadinya hal ini. Pertama, belum optimalnya adopsi penggunaan sistem SIMBA
di beberapa LAZ sehingga beberapa provinsi di Indonesia masih belum
dimasukkan seluruh data riil penyaluran zakatnya. Kedua, terbatasnya sumber
daya manusia untuk memaksimalkan penghimpunan zakat terutama di daerah
daerah terpencil dan tertinggal sehingga hal ini juga berdampak dalam
penyaluran zakat yang juga tentu akan terbatas. Ketiga, belum adanya
standardisasi pengelolaan zakat nasional yang benar benar dapat diaplikasikan
di BAZNAS daerah maupun lembaga zakat di daerah.

halaman | 84
halaman | 85
Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa potensi zakat sangat
besar hingga mencapai Rp 271 triliun pada tahun 2016, jika diekstrapolasikan
dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun-tahun
sesudahnya. Dimana secara realita, pertumbuhan penghimpunan zakat oleh
lembaga-lembaga amil zakat resmi yang dimiliki pemerintah atau yang diakui
oleh pemerintah untuk periode 2002-2016 adalah lebih dari 37.85 persen, jauh
melampaui rerata pertumbuhan ekonomi nasional periode tersebut yang
kurang dari 5.4 persen.
Ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab tingginya
pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) meningkatnya kesadaran ummat Islam untuk
membayar dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah melalui lembaga-
lembaga amil zakat resmi yang dimiliki pemerintah atau yang diakui oleh
pemerintah, (2) meningkatnya rasa solidaritas dan empati diantara sesama
Muslim untuk membantu saudara-saudaranya yang sedang terkena musibah di
dalam dan luar negeri seperti di Rakhine, Myanmar, (3) membaiknya kualitas
pelaporan zakat oleh lembaga-lembaga amil zakat resmi yang dimiliki
pemerintah atau yang diakui oleh pemerintah, (4) Membaiknya perekonomian
masyarakat yang setidaknya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
dan juga naiknya angka simpanan masyarakat di bank umum, dan (5)
meningkatnya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia merupakan salah satu
yang tercepat diantara negara-negara anggota ASEAN. Adanya peningkatan
pertumbuhan zakat ini diprediksi akan terus berlanjut mengingat adanya kaitan
erat antara zakat dengan masalah-masalah sosial dan kemiskinan di Indonesia.

6.1 Masalah Sosial dan Kemiskinan di Indonesia


Perkembangan ekonomi global berpengaruh cukup berarti terhadap
perekonomian Indonesia. Pada tahun 2017 dan 2018, pertumbuhan ekonomi
global diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun 2016 yang besarnya sekitar 2.3
persen. Perekonomian domestik Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,1 –
5,5 persen, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan
membaiknya perekonomian global.
Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional tidak sepenuhnya
memberikan dampak yang positif dalam hal pemerataan kemakmuran. Indikasi
ini tampak dalam Berita Resmi Statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) pada Maret 2017, bahwa Gini Ratio Indonesia mencapai angka
0,393. Artinya, saat ini, satu persen kelompok orang terkaya menguasai 39,3
persen aset nasional. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa distribusi

halaman | 86
kekayaan dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak tersebar merata dan
hanya dikuasai oleh sekelompok golongan tertentu.
Hal yang juga memperihatinkan adalah angka kemiskinan versi BPS
dalam Laporan Profil Kemiskinan di Indonesia pada Maret 2017 yang mencapai
10,64 persen dari total penduduk Indonesia. Walaupun angka ini turun 0,52
persen dari tahun lalu, namun setidaknya masih terdapat 27.77 juta jiwa
penduduk Indonesia yang memiliki penghasilan dibawah garis kemiskinan versi
BPS, yakni rata-rata sebesar Rp 374,478 per kapita per bulan. Angka kemiskinan
dipastikan akan jauh membesar secara signifikan jika pengukuran dilakukan
dengan standar batas kemiskinan global yang dikeluarkan oleh Bank Dunia,
yang setara dengan USD 0.92 per kapita per hari.
Sementara itu, dalam laporan United Nation Development Programme
(UNDP) (2016), nilai Indonesia untuk Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index/HDI) sebesar 0,689. Hal ini menandakan bahwa Indonesia
termasuk dalam negara kategori menengah (middle class) dalam hal
pembangunan sumber daya manusia nya. Secara umum, berdasarkan partisipasi
pengukuran sejak tahun 1980, nilai Indonesia relatif mengalami kenaikan yang
signifikan dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 44,3 persen per tahun.
Namun, angka tersebut masih menempatkan Indonesia pada peringkat 113 dari
188 negara anggota PBB (Human Development Report 2016).
Pada saat yang sama, Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap
dampak bencana alam baik yang bersifat alamiah seperti gunung berapi, gempa
bumi, dan tsunami, maupun bencana alam yang bersifat kesalahan
pembangunan seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Kondisi rawan
bencana ini memberikan dampak yang signifikan dalam penciptaan kondisi
kemiskinan baru sebagai dampak dari bencana yang terjadi, seperti kehilangan
aset, sumber pekerjaan, maupun akses terhadap jaminan sosial yang disediakan
oleh negara.
Dalam upaya pengurangan kesenjangan social, pengurangan kemiskinan
serta mencapai kesejahteraan rakyat, pemerintah melalui APBN menekankan
program prioritas nasional (antara lain infrastruktur konektivitas, kedaulatan
pangan dan energi, kemaritiman, pariwisata, pengurangan kesenjangan serta
pertahanan) untuk memperbaiki kualitas pembangunan. Mulai APBN 2017 ini
juga terdapat sembilan hal baru.
Pertama, pemerintah mengalokasikan Rp 410.7 triliun untuk percepatan
pelaksanaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur utamanya MRT, LRT
dan Monorail. Kedua, percepatan pengurangan kesenjangan antara lain melalui

halaman | 87
naiknya alokasi subsidi dan bantuan sosial dimana Rp.292 triliun dialokasikan
untuk program penanggulangan kemiskinan, adanya perluasan jangkauan
penerima Program Keluarga Harapan menjadi 10 juta keluarga dan bantuan
tunai pendidikan untuk masyarakat miskin dalam program Indonesia Pintar.
Ketiga, menjaga kesejahteraan aparatur negara dimana 369.2 triliun
diperuntukkan untuk belanja kementrian atau lembaga (K/L). Keempat, alokasi
anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa dalam APBN 2017 mendekati
anggaran kementerian/lembaga (Belanja K/L). Kelima, meningkatkan besaran
dan memperbaiki formula alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) guna
meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Keenam,
meningkatkan besaran serta memperbaiki dan memperkuat kebijakan Dana
Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung implementasi Nawacita dan
pencapaian prioritas nasional. Ketujuh, membenahi komposisi alokasi Dana
Desa sesuai jumlah penduduk miskin di tiap daerah dan meningkatkan peran
swakelola Dana Desa sesuai kemandirian tiap desa. Kedelapan, mempertajam
alokasi penyertaan modal nasional (PMN) melalui peningkatan peran BUMN
dan penyediaan dukungan untuk pembangunan infrastruktur (listrik, jalan,
bandara dan pelabuhan).
Secara spesifik, agenda pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan
diamanatkan kepada Kementerian Sosial dalam tugas penyelenggaraan urusan
di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan
sosial, dan penanganan fakir miskin. Sejak tahun 2014, Kementerian Sosial
mencanangkan empat Strategi Penanggulangan Kemiskinan yang meliputi
peningkatan akses kesempatan berusaha melalui pemberian modal usaha,
pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan (makanan) dan papan (rumah),
peningkatan kapasitas melalui pemberian pelatihan dan keterampilan, dan
pendampingan sosial dalam rangka memberikan bimbingan kepada penerima
manfaat (beneficiaries) serta mempercepat proses pemberdayaan ekonominya.
Pada tahun 2017 ini BAZNAS juga telah menandatangani MOU dengan
Kementerian Sosial dalam hal penyelarasan data kemiskinan serta kesepakatan
untuk mendayagunakan sumber daya dan meningkatkan koordinasi dalam
peningkatan kesejahteraan sosial fakir miskin dan mustahik.
Secara praktikal, strategi penanggulangan kemiskinan yang diusung oleh
pemerintah tersebut diimplementasikan dalam sejumlah program, di antaranya:
Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Keluarga Sejahtera, Program Indonesia
Pintar, Program Keluarga Harapan, Raskin, dan Kredit Usaha Rakyat.

halaman | 88
6.2 Pembangunan Keuangan Inklusif di Indonesia
Di dalam Roadmap Keuangan Syariah Indonesia 2015-2019 Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), diungkapkan bahwa nilai ekonomi syariah memiliki kesamaan
dengan nilai luhur dan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Nilai dasar
ekonomi syariah terkait dengan akidah, syariah, akhlak yang melahirkan
kesetiakawanan (ukhuwah), keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan.
Sedangkan nilai luhur bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat berke-Tuhanan
Yang Maha Esa, adab dan moral yang tinggi, persatuan dan gotong royong,
musyawarah untuk mufakat dan kesejahteraan bersama.
Dalam Masterplan Arsitektur Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia
(MAKSI), yang dirilis oleh BAPPENAS, zakat merupakan salah satu pilar penting
dalam Religious Financial Sector. Keberadaan zakat dalam kerangka ini menjadi
komplemen penyempurna yang tidak dimiliki oleh model keuangan
konvensional. Penguatan ekonomi syariah tidak bisa terlepas dari pertumbuhan
pengelolaan zakat di Indonesia. Hadirnya karakteristik aktivitas ekonomi
syariah yang berkualitas diharapkan memberikan implikasi positif bagi
perekonomian, antara lain: akses sumberdaya ekonomi yang merata, dorongan
implementasi konsep bagi hasil, harmonisasi sektor keuangan dan sektor riil,
investasi berkelanjutan dan bertanggung jawab, praktek ekonomi yang berhati-
hati, dan pemenuhan prinsip syariah. Praktik dari semua ini muaranya adalah
bagaimana tujuan pembangunan dan ekonomi syariah itu bisa terwujud yakni:
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Salah satu bentuk dukungan yang diperlukan dalam mewujudkan
pembangunan ekonomi syariah adalah melalui keuangan inklusif (financial
inclusion). Keuangan inklusif adalah seluruh upaya yang bertujuan meniadakan
segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses
masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Keuangan inklusif ini
merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem
keuangan. Di tahun 2017 ini BAZNAS telah melakukan penandatanganan
kerjasama dengan OJK guna meningkatkan literasi dan inklusi keuangan , yakni
dengan cara mendorong pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat secara non tunai, antara lain melalui Layanan Keuangan Tanpa Kantor
dalam rangka Keuangan Inklusi (Laku Pandai).
Survei Bank Dunia (2010) menunjukkan hanya 49 persen rumah tangga
Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Hal serupa
ditemukan Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga (2011) yang

halaman | 89
menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga
keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48 persen. Rendahnya
akses ini disebabkan karena tingkat pendapatan yang rendah, tata operasional
bank rumit, kurangnya edukasi keuangan dan perbankan, biaya administrasi
bank yang tinggi serta jauhnya lokasi bank dari tempat tinggal mereka. Untuk
itu, muncul pemikiran untuk menerapkan strategi keuangan inklusif untuk
mendorong kegiatan ekonomi kelompok masyarakat yang belum menikmati
layanan keuangan, sehingga mendorong pemerataan pendapatan dan
pengentasan kemiskinan.
Keuangan inklusif telah menjadi agenda penting di tingkat internasional
maupun nasional. Di tingkat internasional, keuangan inklusif telah dibahas
dalam forum G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN, dimana Indonesia
berpartisipasi aktif di dalamnya. Sedangkan di tingkat nasional, komitmen
pemerintah telah disampaikan Presiden RI dalam Chairman Statement pada
ASEAN Summit 2011 dan komitmen untuk memiliki Strategi Nasional Keuangan
Inklusif. Strategi ini berisi 6 pilar, yaitu edukasi keuangan, fasilitas keuangan
publik, pemetaan informasi keuangan, kebijakan/peraturan pendukung, fasilitas
intermediasi dan distribusi, serta perlindungan konsumen.

6.3 Zakat Sebagai Instrumen Keuangan Inklusif di Indonesia


Geliat ekonomi syariah yang mulai menemukan momentumnya dan gaung
inklusi dalam sektor keuangan menandakan bahwa zakat memiliki peranan
yang penting. Setidaknya, ada empat peran yang dapat dilakukan oleh zakat
dalam pembangunan ini, yaitu: (1) memoderasi kesenjangan sosial; (2)
membangkitkan ekonomi kerakyatan; (3) mendorong munculnya model
terobosan dalam pengentasan kemiskinan; dan (4) mengembangkan sumber
pendanaan pembangunan kesejahteraan umat di luar APBN maupun APBD.
Keempat peran tersebut akan dijabarkan secara terperinci sebagai berikut.
Pertama, peran moderasi kesenjangan sosial yang dapat dilakukan oleh
zakat tampak secara konkret dalam distribusi harta dari para wajib zakat
(muzakki) kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahik), dengan amil
zakat sebagai perantara. Dengan redistribusi harta nontransaksional ini, zakat
secara teoritik dapat mengurangi kesenjangan kemakmuran antara golongan
kaya dan golongan miskin. Implementasi zakat secara benar diyakini dapat
mengurangi ketimpangan ekonomi yang ada selama ini.

halaman | 90
Kedua, peran kebangkitan ekonomi kerakyatan merupakan agenda zakat
yang secara bahasan bermakna tumbuh dan berkembang. Penyaluran zakat
kepada mustahik memiliki agenda untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, baik yang dalam bentuk pendistribusian
zakat yang bersifat karitatif maupun pendayagunaan zakat yang bersifat
produktif. Pemberdayaan mustahik merupakan agenda memberdayakan
ekonomi masyarakat miskin dan membangkitkan ekonomi kerakyatan. Ketiga,
zakat memiliki peran dalam mendorong munculnya model terobosan dalam
pengentasan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan yang ada
selama ini merupakan program belas kasih dari pemerintah kepada orang-orang
miskin. Program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah sangat
bergantung pada keberpihakan pemerintah dalam upaya peningkatan keadilan
dan kesejahteraan sosial. Berbeda dengan zakat yang merupakan syariat wajib
yang harus ada dalam kehidupan umat Islam. Dengan demikian, zakat memiliki
kerangka filosofi yang lebih jangka panjang dan dengannya diharapkan mampu
mendorong munculnya model terobosan dalam pengentasan kemiskinan yang
berkelanjutan.
Keempat, zakat merupakan sumber pendanaan pembangunan
kesejahteraan umat di luar APBN maupun APBD. Jika selama ini program
penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kucuran dana pemerintah,
maka sejatinya, umat Islam di Indonesia memiliki potensi dana Rp 271 triliun
setiap tahunnya yang dapat dipergunakan secara spesifik bagi kelompok orang
yang tidak berdaya dalam delapan ashnaf (kategori) mustahik. Jika dapat
dioptimalkan, maka potensi dana zakat ini dapat menjadi pelengkap agenda
program penanggulangan kemiskinan dengan sinergi pada program pemerintah
yang sedang dijalankan.
Pada tahun 2017, BAZNAS, ICMI dan BAPPENAS juga telah mengadakan
konferensi dan pertemuan untuk inisiasi pendirian Lembaga Wakaf Ventura
(LWV) di tahun 2018. Kehadiran LWV diharapkan akan bisa mensinergikan
instrumen zakat dengan wakaf untuk menguatkan peranannya dalam
pembangunan nasional. Dalam hal ini instrumen wakaf bertanggung jawab
untuk penyediaan fasilitas dan infrastruktur sementara tugas zakat adalah
menyiapkan mustahik agar mereka bisa memiliki usaha produktif yang memiliki
prospek yang baik. Sinergi zakat dan wakaf misalnya dapat diwujudkan dengan
membangun sentra usaha UMKM yang menjual barang dan jasa hasil produksi
para mustahik.

halaman | 91
6.4 Prospek Pembangunan Zakat 2018
Dengan melihat prospek ke depan dan faktor-faktor pendukungnya, tahun 2017
dan 2018 bisa dikatakan sebagai momentum strategis dalam pembangunan
zakat nasional. Paling tidak terdapat dua hal yang bisa dijabarkan. Pertama,
tahun tersebut adalah tahun yang sangat penting dalam hal konsolidasi
kelembagaan zakat dengan format baru, dimana BAZNAS memiliki
kewenangan sebagai koordinator perzakatan nasional. Kedua, meningkatnya
harapan publik terhadap BAZNAS, yang telah memiliki kepemimpinan baru
yang sudah berjalan efektif sejak semester kedua tahun 2015. Publik memiliki
ekspektasi yang besar terhadap BAZNAS agar lembaga tersebut memiliki kinerja
yang optimal dalam memimpin dunia perzakatan nasional sehingga baik
penghimpunan maupun penyaluran zakat dapat berjalan dengan baik.
Secara internasional, tahun 2017 dan 2018 juga diperkirakan menjadi
momentum penguatan kerja sama zakat dunia. Hal ini ditandai dengan semakin
mengkristalnya hasil pembahasan dalam empat kali pertemuan IWG ZCP
(International Working Group on Zakat Core Principles) sepanjang tahun 2014-
2015 lalu. Dokumen Zakat Core Principle (ZCP) yang telah disahkan pada
tanggal 23-24 Mei 2016 di Istanbul, Turki ini bahkan telah menghasilkan dua
dokumen technical notes turunannya, yaitu Technical Notes on Risk
Management for Zakat Institution dan Technical Notes on Good Amil
Governance for Zakat Institution. Pada akhir tahun 2017, BAZNAS kembali
menjadi tuan rumah pertemuan Forum Zakat Dunia (World Zakat Forum) yang
agenda utamanya membahas dokumen teknis Good Amil Governance dan Risk
Management for Zakat Institution sebagai langkah untuk merealisasikan ZCP.
Pada tahun 2016 juga telah ditandatangani nota kesepahaman antara
BAZNAS dengan UNDP terkait kerjasama membangun Laboratorium Finansial
dan Pendanaan Inovatif Islam untuk pelaksanaan tujuan SDGs atau Islamic
Innovative Funding and Financing Lab for SDGs. Adanya kerjasama yang
strategis dengan lembaga atau institusi luar negeri serta keberadaan dokumen-
dokumen tersebut diharapkan menjadi sumber referensi pengelolaan zakat
dunia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata kelola sistem
perzakatan dunia. Sehingga dalam hal partisipasi ini peran Indonesia melalui
BAZNAS, tidak diragukan lagi, sangat penting dan krusial.
Dengan melihat kondisi di atas, terlihat bahwa tahun 2017 dan 2018
akan menjadi tahun yang akan lebih dinamis, progresif, dan menantang. Agar
perjalanan pembangunan zakat nasional dan internasional berjalan selaras,

halaman | 92
setidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh
BAZNAS sebagai penanggung jawab pengelolaan zakat nasional.
Pertama, konsolidasi kelembagaan yang tengah berjalan harus dapat
dituntaskan dengan baik. Konsolidasi ini meliputi penyesuaian terhadap aturan
perUndang-undangan yang baru, seperti penyesuaian persyaratan LAZ,
pengisian pos-pos pimpinan BAZNAS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
hingga penyamaan frekuensi visi misi perzakatan nasional agar
terinternalisasikan dengan baik oleh seluruh pegiat zakat nasional. Ini sangat
penting agar BAZNAS daerah dan LAZ memahami dengan baik seluruh agenda
dan kebijakan zakat nasional.
Kedua, perlunya penguatan strategi penghimpunan dan penyaluran
zakat secara nasional agar kesenjangan antara potensi zakat dengan
penghimpunan aktual zakat bisa direduksi. Dalam konteks ini, maka sosialisasi
dan edukasi publik (zakah awareness) harus terus diperkuat dan dikembangkan
secara masif, sistematis dan efektif. Termasuk memperkuat kerja sama dengan
otoritas lain yang terkait, seperti OJK, Bank Indonesia, BAPPENAS dan
Kementerian Sosial.
Dengan OJK, perlu dikembangkan strategi penghimpunan zakat institusi-
institusi keuangan yang berada di bawah kendali OJK serta peningkatan inklusi
keuangan atas produk dan layanan keuangan kepada pemangku kepentingan
di bidang perzakatan nasional. Misalnya, bagaimana memunculkan kesadaran
kolektif lembaga keuangan, baik perbankan, industri keuangan non-bank, dan
pasar modal untuk menunaikan kewajiban zakat mereka melalui BAZNAS dan
LAZ resmi. Contoh kongkretnya antara lain yaitu upaya untuk menetapkan
syarat saham-saham yang masuk kategori saham syariah melalui penerapan
kewajiban zakat yang harus mereka tunaikan. Jika hal ini diakomodasi dalam
Peraturan OJK, maka dipastikan penghimpunan zakat akan meningkat.
Pada sisi penyaluran, upaya adaptasi terhadap dokumen ZCP disarankan
untuk mulai dilakukan. Sebagai contoh, ketentuan tentang perhitungan rasio
ACR (Allocation to Collection Ratio), yaitu perbandingan antara jumlah zakat
yang disalurkan dengan jumlah zakat yang dihimpun. Perhitungan ini penting
sebagai indikator kinerja penyaluran zakat lembaga yang ada. Jika suatu
lembaga nilai ACR-nya mencapai 90 persen, maka artinya 90 persen zakat yang
dihimpun telah disalurkan. Amil hanya menggunakan dana sebanyak 10 persen
untuk memenuhi seluruh kegiatan operasionalnya. Dengan demikian, semakin
rendah persentase nilai ACR menunjukkan semakin lemahnya kemampuan

halaman | 93
manajemen penyaluran lembaga zakat sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk
memperbaikinya.
Ketiga, rencana untuk mendirikan IIFSB (Islamic Inclusive Financial
Services Board) pada tahun 2018 harus dikawal dengan baik. BAZNAS perlu
berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan terkait
dengan upaya pendirian tersebut sehingga IIFSB dapat diluncurkan sesuai
rencana awal. IIFSB ini diharapkan menjadi lembaga internasional yang dapat
mengeluarkan output berupa standarisasi sehingga nantinya akan menjadi
media penguatan dan peningkatan kualitas pengelolaan ZISWAF secara global.
Namun begitu, diprediksikan akan ada sejumlah tantangan yang akan
dihadapi lembaga-lembaga zakat di tahun 2018. Pertama, kesadaran
masyarakat untuk berzakat masih relatif rendah. Kondisi ini ditambah dengan
kewajiban zakat masih bersifat sukarela dalam tata peraturan perUndang-
undangan di Indonesia. Kedua, ada fenomena umum bahwa masyarakat
cenderung menunaikan zakat secara langsung kepada mustahik yang mereka
kenal, tanpa melalui lembaga zakat resmi Ketiga, kepercayaan masyarakat
kepada lembaga pengelola zakat masih rendah. Semua faktor tersebut
memberikan pengaruh terhadap rendahnya angka pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, maupun
LAZ dari potensi zakat yang tersedia.

halaman | 94
DAFTAR PUSTAKA

Badan Amil Zakat Nasional. (2016). Dokumen Sistem Informasi Manajemen


BAZNAS (SIMBA). Jakarta: BAZNAS.
Badan Amil Zakat Nasional. (2016). Dokumen Rencana Strategis BAZNAS 2016-
2020. Jakarta: BAZNAS.
Badan Amil Zakat Nasional. (2016). Dokumen Statistik BAZNAS 2016. Jakarta:
BAZNAS.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Gini Ratio Maret 2016, BPS Official News.
Bank Dunia (2010) Survei Bank Dunia 2010
Bank Indonesia (2011) Survei Neraca Rumah Tangga
Beik, I. S. (2015). Towards International Standardization of Zakat. Conference
Paper, November 2015.
Beik, I.S., Hanum, H., Muljawan, D., Yumanita, D., Fiona, A., Nazar, J. K.
(2015). Core Principles for Effective Zakat Supervision: Consultative
Document. Jakarta: International Working Group on Zakat Core
Principles.
Citibank (2010) Citibank Annual Report 2010
Daarut Tauhiid Jakarta. (n.d.) Misykat Fasilitas Penerima Manfaat Belajar
Mengaji. Diambil dari http://dtjakarta.or.id/misykat-fasilitas-penerima-
manfaat-belajar-mengaji/
Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid. (n.d.). Misykat. Diambil dari
https://dpudtjakarta.wordpress.com/program/pusat-kemandirian-
ummat/misykat/
Firdaus, M., Beik, I. S., Irawan, T., Juanda, B. (2012). Economic Estimation and
Determinations of Zakat Potential in Indonesia (Working Paper Series
WP#1433-07). Jeddah: Islamic Research and Training Institute.
Hartono. 2016. Mengungkap Tabir Zakat di Indonesia. Diambil dari
http://www.pajak.go.id/content/article/mengungkap-tabir-zakat-di-
indonesia pada 17 November 2016
Human Development Index (2016). Human Development Index (HDI). Human
Development Report. Diambil dari: http://hdr.undp.org/en/2016-report

halaman | 95
Indonesia Magnificence of Zakat. (2012). Indonesia Zakat Development Report
2012. Jakarta: IMZ.
Islamic Research and Training Institute. (2014). Islamic Social Finance Report
2014. Jeddah: IRTI-IDB.
Kahf, M. (2000). Zakat Management in Some Muslim Societies. Jeddah: IRTI‐
IDB.
Kahf, M. (2002). Economics of Zakat. Jeddah: IRTI-IDB.
Kemenkeu (2014) Road Map Dana Desa 2015-2019
Kinsey (2012) 2012 Kinsey Annual Report
LAZIS Dewan Da’wah. (2009). Masjid Kota Peduli Da’i Pedalaman. Diambil
dari https://lazisddii.wordpress.com/2009/04/23/satu-masjid-kota-
peduli-da%E2%80%99i-pedalaman/
LPEM Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2010). Indonesia Economic
Outlook 2010. Jakarta : Grasindo.
McKinsey Global Institute. (2012). Urban world: Cities and the rise of the
consuming class.
Murdaningsih, D. (2015). Mengenal Trensains, Pondok Pesantren berbasis Sains.
Diambil dari www.khazanah.republika.co.id
NU Care-LAZISNU Jawa Tengah. (n.d.). #Jum’atberbagi. Diambil dari
https://nucarelazisnu.org/jumatberbagi/
NU Care-LAZISNU Jawa Tengah. (2017). Tidak Semua Orang Bisa Makan Enak.
Diambil dari https://nucarelazisnu.org/2017/04/26/tidak-semua-orang-
bisa-makan-enak/
Persis Al Amin. (2016). PZU Luncurkan Program Masjid Bangkit. Diambil dari
http://persisalamin.com/info-jamiyyah/pzu-luncurkan-program-masjid-
bangkit/
Pondok Pesantren Daarut Tauhiid. (2016). Microfinance Syariah berbasis
Masyarakat (Misykat) mengikuti program PUSPA. Diambil dari
http://www.daaruttauhiid.org/berita/read/1827/microfinance-syariah-
berbasis-masyarakat-misykat-mengikuti-program-puspa.html
Pricewaterhouse Coopers. (2005). PWC Annual Report 2005. Diambil dari
http://www.pwc.co.uk/assets/pdf/pwc-annualreport2005-full.pdf.

halaman | 96
Pusat Zakat Umat. (2016). Soft Launching Program Masjid Bangkit. Diambil dari
http://pzu.or.id/index.php?mod=content&cmd=news_detail&category
_id=54&berita_id=2088
Pusat Zakat Umat. (2016). Pelatihan Kewirausahaan Masjid Bangkit PZU.
Diambil dari
http://pzu.or.id/index.php?mod=content&cmd=news_detail&berita_id
=2124&category_id=52
United Nation Development Programme (UNDP). (2015).
Rumah Yatim. (n.d.). Profil Sekolah SD El Fitra. Diambil dari http://rumah-
yatim.org/web/download/wakaf.pdf
Rumah Yatim. (2016). Membuka Jendela Prestasi dan Masa Depan Gemilang di
ElFitra. Diambil dari
http://rumahyatimind.blogspot.co.id/2016/11/membuka-jendela-
prestasi-dan-masa-depan.html
Suceno, J. (2015). Awalnya SMPIT Bina Insan Unggul Bidik Kalangan Yatim dan
Dhuafa. Diambil dari
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/15/02/08/njg
9ua-awalnya-smpit-bina-insan-unggul-bidik-kalangan-yatim-dan-dhuafa
Wahyusuryana. (2016). Lazismu Gandeng TNP2K Gelorakan Indonesia Terang.
Diambil dari http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/wakaf/16/10/06/oemdtb301-lazismu-gandeng-tnp2k-gelorakan-
indonesia-terang
Yulianto, A. (2016). Lazismu-TNP2K Sepakati Program ‘Indonesia Terang’.
Diambil dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/wakaf/16/10/14/of1h94396-lazismutnp2k-sepakati-program-
indonesia-terang

halaman | 97
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penghimpunan dan Penyaluran OPZ BAZNAS dan LAZNAS tahun 2016
Penghimpunan Total
OPZ Penghimpunan
Zakat Infaq/Sedekah DSKL Dana Lainnya 2016
BAZNAS 97,426,463,462 13,646,535,969 376,400,000 241,514,997 111,690,914,428
BAZNAS Provinsi 164,760,157,808 26,640,450,786 1,208,391,900 0 192,609,000,494
BAZNAS Kab/Kota 2,877,667,830,161 430,506,821,830 3,570,390,032 0 3,311,745,042,023
LAZ Rumah Zakat Indonesia 109,189,570,539 72,756,519,550 43,061,515,208 0 225,007,605,297
LAZ Daarut Tauhid 18,702,004,053 38,748,544,004 25,200,383,265 0 82,650,931,322
LAZ Baitul Maal Hidayatullah 40,211,978,000 78,815,137,000 11,100,069,000 0 130,127,184,000
LAZ Dompet Dhuafa Republika 139,848,950,846 27,152,321,608 46,134,562,135 0 213,135,834,589
LAZ Nurul Hayat 8,724,118,020 53,341,674,028 6,015,094,995 0 68,080,887,043
LAZ Inisiatif Zakat Indonesia 36,922,170,276 4,066,922,339 18,013,292,541 0 59,002,385,156
LAZ Yatim Mandiri Surabaya 10,073,724,104 65,023,959,252 9,665,844,723 0 84,763,528,079
LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah 10,948,749,742 14,578,062,920 14,960,534,330 0 40,487,346,992
LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya 7,800,040,673 42,662,498,474 668,620,423 0 51,131,159,570
LAZ Pesantren Islam Al Azhar 14,665,318,380 7,253,057,712 14,874,889,340 0 36,793,265,432
LAZ Baitulmaal Muamalat 20,120,716,140 8,587,995,094 3,813,173,794 0 32,521,885,028
LAZIS-NU 56,842,207,442 1,524,144,342 1,540,159,094 0 59,906,510,878
LAZ Global Zakat 0 0 0 0 0
LAZ Muhammadiyah 41,615,679,645 14,347,790,868 8,694,609,461 0 64,658,079,974
LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia 8,115,135,166 11,658,553,222 4,501,551,127 0 24,275,239,515
LAZ Perkumpulan Persatuan Islam 5,593,060,574 1,715,191,463 25,451,237,019 0 32,759,489,056
LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia 19,794,426,549 52,768,516,280 1,899,316,657 0 74,462,259,486
Total 3,689,022,301,580 965,794,696,741 240,750,035,044 241,514,997 4,895,808,548,362

halaman | 98
Lampiran 2. Data Penyaluran OPZ BAZNAS dan LAZNAS berdasarkan Ashnaf tahun 2016
Penyaluran
OPZ Penyaluran perAsnaf 2016
Fakir Miskin Mualaf Riqob Gharimin Fi sabilillah Ibnu Sabil
BAZNAS 44,739,483,698 168,224,100 83,576,850 474,366,967 16,955,331,071 44,121,448 80,252,586,454
BAZNAS Provinsi 93,416,735,568 840,179,200 167,131,600 317,151,600 10,997,083,378 922,326,270 108,379,364,672
BAZNAS Kab/Kota 1,209,612,846,457 13,341,736,457 4,015,452,612 11,933,549,613 298,483,646,714 14,891,584,780 1,578,717,135,970
LAZ Rumah Zakat Indonesia 104,944,533,008 85,434,049 0 343,009,165 40,159,076,374 289,354,822 223,708,161,100
LAZ Daarut Tauhid 41,444,075,548 6,460,000 0 6,100,000 13,200,676,125 22,859,800 65,490,032,853
LAZ Baitul Maal Hidayatullah 90,826,852,000 1,913,151,000 0 286,902,000 11,254,734,000 162,072,000 119,206,205,000
LAZ Dompet Dhuafa Republika 62,367,671,874 17,470,000 0 511,314,000 44,958,543,388 55,070,200 164,841,923,676
LAZ Nurul Hayat 42,663,521,003 143,682,510 0 0 18,226,322,972 0 67,355,622,798
LAZ Inisiatif Zakat Indonesia 17,685,255,742 6,239,700 0 9,615,000 7,063,731,544 21,851,000 41,804,086,859
LAZ Yatim Mandiri Surabaya 45,191,062,497 0 0 0 265,518,230 0 71,806,593,628
LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah 14,369,643,883 97,941,300 0 124,180,000 4,832,906,556 10,580,000 35,330,664,273
LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya 33,588,542,989 28,000,000 0 68,230,000 3,892,077,000 6,598,000 39,909,968,686
LAZ Pesantren Islam Al Azhar 10,425,505,148 135,806,749 0 950,647,244 4,074,202,474 271,613,499 31,896,787,946
LAZ Baitulmaal Muamalat 20,240,852,395 0 0 0 1,831,034,746 0 25,282,357,663
LAZIS-NU 51,707,122,283 0 0 0 5,745,235,809 0 58,992,517,186
LAZ Global Zakat 0 0 0 0 0 0 0
LAZ Muhammadiyah 18,908,348,030 228,696,890 10,000,000 77,393,780 7,905,596,666 111,246,890 31,947,081,964
LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia 7,847,442,908 3,980,000 0 150,000 9,443,175,200 21,902,600 21,395,812,200
LAZ Perkumpulan Persatuan Islam 5,270,040,250 147,865,925 0 147,865,925 1,478,659,250 147,865,925 30,015,268,677
LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia 18,488,184,568 2,362,000 0 0 23,876,831,753 5,445,000 42,372,823,321
Total 1,933,737,719,849 17,167,229,880 4,276,161,062 15,250,475,294 524,644,383,250 16,984,492,234 2,838,704,994,926

halaman | 99
Lampiran 3. Data Penyaluran OPZ BAZNAS dan LAZNAS berdasarkan bidang tahun 2016
Penyaluran Penyaluran
OPZ
Ekonomi Pendidikan Dakwah Kesehatan Sosial perBidang 2016

BAZNAS 15,521,186,587 8,070,388,736 3,421,034,921 14,352,705,575 21,046,487,110 62,411,802,929


BAZNAS Provinsi 22,847,922,868 13,909,870,112 6,660,449,888 4,055,337,886 29,335,333,582 76,808,914,336
BAZNAS Kab/Kota 356,770,467,275 305,040,704,046 167,953,272,043 63,936,597,441 470,999,556,175 1,364,700,596,980
LAZ Rumah Zakat Indonesia 20,958,516,665 94,598,284,106 10,386,867,381 37,707,128,084 22,905,102,704 186,555,898,940
LAZ Daarut Tauhid 5,661,175,916 11,924,019,645 23,138,742,964 2,448,372,315 11,892,903,896 55,065,214,737
LAZ Baitul Maal Hidayatullah 1,342,620,000 20,938,617,000 31,566,796,000 15,978,411,000 27,791,082,000 97,617,526,000
LAZ Dompet Dhuafa Republika 42,219,095,371 35,562,877,192 27,611,380,525 39,149,355,598 3,982,410,826 148,525,119,512
LAZ Nurul Hayat 1,653,215,190 28,758,317,554 21,295,081,565 2,089,739,831 7,207,172,345 61,003,526,485
LAZ Inisiatif Zakat Indonesia 991,440,397 2,017,869,374 2,109,808,088 4,956,814,737 24,352,856,119 34,428,788,715
LAZ Yatim Mandiri Surabaya 289,961,391 29,768,040,531 13,361,372,690 6,432,886,233 208,361,646 50,060,622,491
LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah 3,211,611,900 6,314,505,351 8,329,431,935 744,215,271 16,730,899,816 35,330,664,273
LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya 789,175,000 10,596,741,845 13,594,359,539 856,288,506 12,905,435,348 38,742,000,238
LAZ Pesantren Islam Al Azhar 1,711,400,261 3,257,298,050 16,401,154,069 1,687,188,982 4,855,544,552 27,912,585,914
LAZ Baitulmaal Muamalat 649,470,072 18,760,109,917 938,405,964 10,491,500 2,377,654,600 22,736,132,053
LAZIS-NU 5,745,235,809 22,980,943,237 2,872,617,905 14,363,089,523 13,030,630,712 58,992,517,186
LAZ Global Zakat 0 0 0 0 0 0
LAZ Muhammadiyah 2,386,454,244 173,138,500,000 5,676,757,290 81,930,000 530,723,151 181,814,364,685
LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia 0 240,135,000 9,459,935,200 526,835,600 5,406,060,400 15,632,966,200
LAZ Perkumpulan Persatuan Islam 1,732,354,885 1,869,491,964 23,689,604,398 1,164,833,355 819,653,300 29,275,937,902
LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia 1,113,757,800 40,719,306,827 9,544,474,085 5,815,717,063 19,476,583,388 76,669,839,163
Total 485,595,061,631 828,466,020,487 398,011,546,450 216,357,938,500 695,854,451,670 2,624,285,018,739

halaman | 100
Lampiran 4. Program Unggulan
Zakat Community Development
oleh Badan Amil Zakat Nasional

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengembangkan program pengembangan


komunitas yang mengintegrasikan aspek sosial (pendidikan, kesehatan, agama,
lingkungan, dan aspek sosial lainnya) dan aspek ekonomi secara komprehensif
yang pendanaan utamanya bersumber dari zakat, infak, dan
sedekah sehingga terwujud masyarakat
sejahtera dan mandiri.Program ZCD meliputi
kegiatan pembangunan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan sehingga
terwujud masyarakat yang memiliki
keberdayaan dalam pendidikan,
kesehatan, ekonomi dan
kehidupan beragama
yang disebut dengan
“Caturdaya
Masyarakat”.
Caturdaya
Masyarakat dalam
Program ZCD
merupakan unsur utama
dan saling terkait satu dengan yang
lain. Dengan demikian masyarakat
dapat dikategorikan sebagai
masyarakat yang sejahtera dan mandiri
apabila telah memenuhi empat daya tersebut.

Program ZCD memiliki enam prinsip yang harus ada dalam konsep dan tahapan
pelaksanaan program serta tertanam dalam diri pengelola dan peserta program. Enam
prinsip ZCD meliputi Berbasis Komunitas, Syari’ah Islam, Partisipasi, Kemanfaatan,
Kesinambungan, dan Sinergi.

Tujuan utama Program ZCD adalah “Terwujudnya Masyarakat Sejahtera dan Mandiri“
meliputi :
1. Menumbuhkan kesadaran dan kepedulian mustahik/penerima manfaat tentang
kehidupan yang berkualitas.
2. Menumbuhkan partisipasi menuju kemandirian masyarakat.
3. Menumbuhkan jaringan sosial ekonomi kemasyarakatan.
4. Menciptakan program pemberdayaan yang berkelanjutan dalam mewujudkan
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.

halaman | 101
Mandiri Enterpreneur Center
oleh Yatim Mandiri

“Bisa saja dapat kerja, tapi susah. Apalagi,


harus bersaing sama lulusan diploma
atau sarjana”, begitulah awal mula
Mandiri Enterpreneur Center (MEC)
didirikan agar anak-anak yatim yang
lulus SMA/SMK Sederajat mampu
bersaing. MEC didirikan oleh LAZNAS
Yatim Mandiri pada tahun 1 Juni 2007.
Program ini bertujuan untuk
memberikan keterampilan khusus bagi
adik-adik Yatim Purna Asuh guna
mencetak tenaga ahli dibidangnya,
berjiwa entrepreneurship yang memiliki
karakter pribadi muslim yang jujur, amanah, dan profesional. Pembinaan pribadi anak
yatim menjadi pribadi yang bertakwa, mandiri dan kreatif menjadikan mereka menjadi
pribadi yang disiplin, berani, profesional, dan memiliki keberanian.
Profil para lulusan tertib menjalankan shalat lima waktu, mampu membaca Al-
Quran dan mengajarkannya, hafal Al-Quran minimal juz 30, profesional dalam bidangnya
masing-masing, mandiri secara ekonomi, belajar dan ibadah, memiliki jiwa enterpreneur
dan memiliki keberanian membuka rintisan usaha.
Kegiatan utama Yatim Mandiri adalah untuk memberikan keterampilan dan
mental yatim piatu untuk menjadi penguasa yang mandiri dan kompeten. Di pusat
pelatihan ini, sekitar 80 anak yatim dari berbagai daerah di Indonesia diberi persediaan
dan keterampilan ilmiah. Dalam periode pelatihan satu tahun, mereka dicetak menjadi
pengusaha dan penghasilan. Bahkan
mayoritas dari mereka sudah memiliki
bisnis sebelum kelulusan berlangsung.
Kegiatan siswa yang dapat
memupuk semangat belajar, kerja keras,
kerja cerdas, belajar tuntas dan belajar
ikhlas diantara praktik mengolah lahan
sawah yang akan di tanami padi. Selain itu
kegiatan yang memupuk jiwa enterpreneur
ada menjual hasil produk sendiri yang
dapat memupuk tekad dan keberanian
kuat, tanpa modal sepeserpun hanya bekal
komunikasi, rasa percaya diri dan
kepercayaan.

halaman | 102
Pemberdayaan Muallaf Klepu
oleh Lembaga Manajemen Infaq

Zakat dan Muallaf memiliki korelasi yang


sudah termaktub di dalam Al-Quran bahwa
Muallaf merupakan golongan yang berhak
menerima zakat. Seperti yang terjadi di
kampung Klepu. Klepu merupakan sebuah
desa di ujung timur, sekitar 25 Km dari
Ponorogo.
Demografi penduduk kampung Klepu
selama 40 tahun didominasi oleh masyarakat
Katolik, kini banyak penduduk yang kembali
pada Islam (mualaf) namun mereka hidup
pada kategori fakir miskin.
Mata pencaharian masyarakatnya melalui berladang. Hasil ladang seperti jagung,
ketelam beras dan lainnya. Keseharian hidup masyarakat tidak tertutupi dari hasil
ladang tersebut. Meninjau kondisi kampong tersebut, Lembaga Manajemen Infaq
melakukan program terhadap masyarakat yang meliputi peternakan ayam petelur,
produksi roti jahe khas Klepu, produksi keset, dan produksi kripik tempe. Upaya yang
sama-sama penting disamping pengembangan ekonomi masyarakat adalah peningkatan
spiritualitas melalui pengajian rutin.
Pemberdayaan yang berkembang
secara signifikan adalah peternakan
ayam petelur. Program yang
diterapkan ini dimulai sejak Januari
2016 dengan omset awal 250 ribu
rupaih, kini sudah mencapai 35 jutaan
rupiah (Maret 2017). Dengan adanya
perbaikan ekonomi tersebut,
masyarakat di Kp. Klepu bahkan bisa
membantu korban bencana longsor di Gua Maria di Kampung Klepu, peninggalan
masyarakat setempat dalam kurun waktu 40
Banaran. tahun

halaman | 103
Pemberdayaan Komunitas Ibu dan Yatim Piatu
oleh Yayasan Dompet Sosial Al-Falah

Sejumlah ibu-ibu dan beberapa anak berkumpul di Balai RW 13 Keputran Panjunan,


Kelurahan Embong Kaliasin Surabaya untuk menerima beasiswa bagi anak-anaknya.
Program binaan yatim telah berjalan selama 6 bulan mulai Mei 2017. Selain memberikan
beasiswa YDSF, menanamkan akhlak dan penguatan aqidah kepada anak-anak.
Disamping itu juga ibu-ibu mereka secara rutin juga mengadakan pengajian disini.
Tak hanya anak SD, tingkat SMP dan SMA juga ikut dalam pembinaan. Di komunitas
Yatim Keputran Panjunan ini kegiatannya antara lain hafalan Quran, pembelajaran
tajwid Quran, kajian pengetahuan menstruasi, kajian puasa, dan banyak yang lainnya.
Dengan kegiatan ini selain mendapatkan ilmu, anak-anak yatim mendapatkan beasiswa.
Setiap hari Ahad, Komunitas Yatim dengan 40 anak yatim mulai dari SD sampai SMA
mengaji dan melakukan pembinaan rutin. Tenaga pembina 4 orang ustadzah dan 1 orang
ustadz. Sebagai bentuk apresiasi kepada anak-anak yang hadir di pembinaan, selain
beasiswa, juga diberikan uang saku pembinaan.
Program tersebut merupakan satu dari program lain yang diusung oleh LAZNAS
YDSF. Program garapan YDSF bertujuan untuk :
a. Meningkatkan Kualitas Pendidikan
b. Merealisasaikan Dakwah Islamiyah
c. Memakmurkan Masjid
d. Memberikan Santunan Yatim Piatu
e. Peduli Kemanusiaan

halaman | 104
Rumah Singgah Pasien
oleh Inisiatif Zakat Indonesia

Rumah sakit pusat yang jaraknya jauh dari tempat tinggal, membuat keluarga pasien
mencari-cari tempat tinggal selama sang pasien menjalani proses pengobatan. Proses
pengobatan yang tidak sekedar menghabiskan waktu sehari dua hari saja bahkan hingga
berbulan-bulan menambah beban berat keluarga pasien untuk mendapatkan tempat
tinggal sementara di Jakarta dengan harga yang terjangkau.
Inisiatif Zakat Indonesia hadir menyediakan layanan khusus bagi pasien sakit dan
keluarga pasien dari luar Jabodetabek untuk tinggal sementara selama dalam berobat
jalan ke rumah sakit yang menjadi rujukan nasional di Jakarta; RSCM, RS Dharmais/RS
Harapan Kita. Layanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga fakir miskin yang
tidak mampu dalam pembiayaan hidup tinggal karena mahalnya biaya sewa tempat
tinggal (kontrakan) di Jakarta untuk menunggu selama waktu pengobatan ini diberikan
secara cuma- cuma. IZI juga menyediakan layanan ambulace antar pasien ke RS rujukan
bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berjalan. Selain itu konsultasi perawatan
selama di rumah singgah juga disediakan, tidak hanya konsultasi kesehatan, melainkan
ada kajian rutin bagi pasien dan keluarga pasien untuk tetap meningkatkan kekuatan
spiritualitas mereka. Pasien dan keluarga pasien merasa terbantu dengan dekatnya lokasi
rumah singgah pada rumah sakit tersebut dan pelayanan yang diberikan.

halaman | 105
Anak Indonesia Sehat
oleh Dompet Dhuafa

Tak bisa dipungkiri kesehatan menjadi sebuah


prioritas utama dalam hidup manusia.
Mendukung visi Indonesia Sehat, Dompet Dhuafa
meluncurkan program Anak Indonesia Sehat
(AIS). Program ini memiliki tujuan utama
mengarahkan masyarakat dhuafa agar selalu
menerapkan paradigma hidup sehat dalam
kehidupannya sehari-hari, guna mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Program AIS merupakan program
unggulan LKC Dompet Dhuafa yang memberikan
pendampingan unit kesehatan sekolah (UKS)
yang dilaksanakan di beberapa sekolah dengan
sasaran program pembinaan pada seluruh
komunitas sekolah. AIS berupaya memastikan
anak-anak usia sekolah mendapat asupan gizi
yang baik dan meningkatkan status tumbuh
kembang anak sekolah dasar melalui penguatan
kontrol sekolah, masyarakat dan pemerintah.
AIS dilaksanakan dengan mengedepankan Trias UKS, yaitu pendidikan, kesehatan,
pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat.
Berdiri sejak tahun 2015 hingga sekarang, AIS tersebar di 4 wilayah, yaitu
Kupang (NTT), Palembang (Sumatera Selatan), Jakarta Utara (Jakarta) dan Jayapura
(Papua). Hingga saat ini, sebanyak 14.687 anak usia sekolah telah menerima manfaat
dari program ini.

halaman | 106
Rumah Bersalin Gratis
oleh Rumah Zakat

Salah satu program penyaluran yang dilakukan oleh Rumah Zakat dalam bidang
kesehatan adalah Rumah Bersalin Gratis (RBG). Pada awalnya, klinik ini khusus untuk
persalinan ibu dan anak, namun saat ini RBG juga melayani pengobatan umum dan gigi.
Sampai saat ini, terdapat 7 cabang RBG di seluruh Indonesia, yaitu di Bandung,
Medan, Pekanbaru, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Meskipun pemerintah
sudah memiliki program jaminan kesehatan bagi masyarakat, klinik pratama RBG RZ
merupakan mitra pemerintah dalam memberikan fasilitas kesehatan gratis pada
masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu, selain melayani membernya yang
merupakan mustahik, RBG RZ juga melayani pasien BPJS. Para member RBG tidak hanya
mendapatkan pelayanan kesehatan jasmani, tetapi juga mendapatkan program
pembinaan yang dilakukan setiap 2 pekan dalam kelompok-kelompok kecil. Terkadang
juga dilakukan penyuluhan untuk gabungan dari kelompok- kelompok member tersebut.

Selama tahun 2016, Klinik Pratama Rawat Inap RBG RZ telah melayani sebanyak
23.210 penerima manfaat. Berdasarkan survei kepuasan yang dilakukan oleh Integra
Sistem Optima (ISO), tingkat kepuasan pasien terhadap klinik rata-rata 89.09 dengan
kepuasan paling tinggi di aspek keterampilan dan kemampuan SDM klinik ini.

halaman | 107
Sekolah El FITRA
oleh Rumah Yatim

Sekolah El FITRA
merupakan salah satu
program penyaluran
Rumah Yatim dalam bidang
pendidikan. Sekolah EL
FITRA dibangun atas dasar
kepedulian besar Rumah
Yatim terhadap pendidikan
anak bangsa yang memiliki
keterbatasan finansial.
Kekurangsejahteraan
keluarga seringkali menjadi
hambatan anak- anak di
negeri ini untuk
mendapatkan kualitas
pendidikan yang memadai
sehingga mereka
ketinggalan bersaing dengan anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang penuh
dengan kesejahteraan. Bahkan tidak cukup sampai disitu, degradasi mental dan aqidah
yang seringkali menjadi persoalan moral serius di negeri ini pun merupakan hal yang
mendasari Rumah Yatim mendirikan sekolah ini. Sekolah El FITRA bukan hanya mendidik
anak-anak nya untuk cerdas secara inteligensi, melainkan juga untuk memiliki
kecerdasan emosional, kecerdasan iman, serta kecerdasan sosial.
Nama El FITRA (Islamic Scientific School) adalah sebuah simbol cita-cita dan
harapan akan datangnya sosok-sosok generasi penerus bangsa dan negeri ini yang
memerintah dengan hati, mengarahkan masyarakat dengan kebenaran dan memutuskan
perkara dengan keadilan hingga terciptalah sebuah negeri yang makmur dan
berkesejahteraan fisik dan mental. Sekolah ini memiliki konsep pendidikan yang
memadukan Alquran sebagai sumber pedoman hidup dan ilmu pengetahuan serta
perkembangan sains sebagai indikasi perkembangan teknologi dan peradaban. Konsep
pendidikan itu tidak lain ditujukan untuk mencetak generasi yang professional, mandiri
dan berkarakter. Bangunan sekolah yang terkesan megah dan luas menunjukkan
besarnya kepedulian Rumah Yatim akan masa depan generasi penerus bangsa tersebut.
Pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumah Yatim ini awalnya
memang membidik kalangan anak yatim dan kaum dhuafa. Namun dalam
perkembangannya, pihak yayasan menetapkan pendidikan yang diselenggarakan harus
bisa dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari kalangan tak mampu sampai masyarakat
yang berada. Sekolah ini pun terbukti banyak diminati oleh orang tua dari kalangan kelas
menengah ke atas. Oleh karena itu, konsep subsidi silang pun akhirnya diterapkan oleh
sekolah ini.

halaman | 108
Indonesia Terang
oleh Lazismu

Masalah kemiskinan di Indonesia umumnya berkisar pada tiga aspek yakni pendidikan,
kesehatan dan infrastruktur dasar. Dari infrastruktur dasar, listrik merupakan salah satu
permasalahan yang belum terselesaikan mengingat banyaknya warga yang belum
menikmati listrik. Dari 25,7 juta rumah tangga dengan kondisi miskin dan rentan miskin,
ada 1,6 juta yang belum mendapat listrik. Padahal, listrik dapat memicu produktivitas
warga dan memberi kesempatan belajar lebih besar untuk anak-anak usia sekolah. Selain
itu, listrik memiliki benang merah dengan pemberdayaan yaitu meningkatkan
produktivitas ekonomi suatu kawasan.
Lembaga Zakat, Infaq dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) menjalin
kerjasama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
Sekretariat Wapres RI dalam program Indonesia Terang. Kerja sama dua pihak itu
merupakan bentuk penerapan program Lazismu di daerah 3T sekaligus mendorong
program SDGs yang terkait dengan Sustainable Villages Cities and Communities.
Indonesia Terang
merupakan program perwujudan
akses listrik berupa pemberian
bantuan solar panel berkapasitas
100 Kwh bagi warga miskin di
Indonesia secara gratis. Karena
TNP2K memiliki data-data warga
miskin di Indonesia, diharapkan
akses listrik kepada warga miskin
di seluruh Indonesia dapat segera
terlaksana, tepat guna dan sasaran,
serta berlangsung lebih masif
dengan adanya sinergi ini.

halaman | 109
#Jum’atberbagi
oleh LazisNU

Salah satu program inovatif yang menarik dari NUCARE-LAZISNU Jawa Tengah adalah
#Jum’atberbagi. Program ini merupakan kegiatan memberikan nasi kotak yang berisi
makanan bergizi dan berdaging pada para fakir miskin yang dilaksanakan setiap
seminggu sekali, yakni pada hari Jumat. Nasi kotak, bukan nasi bungkus, yang diberikan
berisi makanan bergizi dengan lauk daging sapi atau kerbau maupun kambing. Selain itu
juga dilengkapi buah-buahan sebagai penunjang vitamin.
Tujuan dari #Jum’atberbagi adalah untuk meringankan masyarakat miskin
dalam mendapatkan makanan bergizi, enak dan berdaging, serta mendorong rasa syukur
meskipun dalam keterbatasan. Selain itu, #Jum’atberbagi juga dijadikan sebagai kejutan
dan kegembiraan pada fakir dan miskin di hari mulia, yaitu hari Jumat. Hal ini dilakukan
agar hari Jumat benar-benar menjadi hari yang membahagiakan bagi setiap orang dan
menyemangati mereka untuk menjalankan sholat jumat.
Tidak hanya bermanfaat dalam bentuk makanan, #Jum’atberbagi juga
menciptakan calon pengusaha baru dari kalangan fakir miskin. Caranya adalah dengan
memberikan order nasi kotak pada calon pengusaha yang dibina oleh NUCARE-LAZISNU
Jawa Tengah. Uang pemesanannya diberikan tunai didepan, bukan setelah order selesai,
Dengan langkah ini, calon pengusaha tidak kesulitan modal. Omset calon pengusaha akan
terus membesar seiring besarnya program #Jum’atberbagi, apalagi kalau diberi dan
dicarikan order lain selain nasi kotak #Jum’atberbagi, disertai pula pembinaan dalam
berwirausaha. Sesudah mandiri, order #Jum’atberbagi diberikan pada calon pengusaha
dari kalangan fakir/miskin lainnya. Terus-menerus berkesinambungan akan
menciptakan efek bola salju mengurangi kemiskinan, menciptakan kebahagiaan orang
banyak.

halaman | 110
Program Dai Tangguh
oleh Baitulmaal Hidayatullah

Menghantar Hidayah Sempurnakan Akhlak. Mereka berdakwah tanpa pamrih, jauh dari
publikasi media. Dengan tekad yang kuat, mereka meninggalkan mimpi- mimpi
kehidupan gemerlap dan memilih jalan hidup sebagai perantara hidayah Allah,
menerangi kehidupan ummat, mencerdaskan dan memerangi kemiskinan di pedesaan-
pedesaan.
Para da’i tersebut telah memberikan hidupnya untuk membina masyarakat.
Menjadi seorang dai, menjadi penyeru yang mencerahkan merupakan pekerjaan mulia.
Dan apa yang disampaikan oleh seorang da’i akan menjadi tabungan jangka panjang
yang akan mengalirkan pahala kebaikan.

Para da’i yang tidak pernah lelah untuk mencerahkan masyarakat di bangsa ini.
Dai yang diharapkan membawa banyak perubahan bagi masyarakat di Indonesia.
Beratnya tantangan, minimnya fasilitas dan sedikitnya tenaga dai yang siap terjun
menjadikan Da’i Tangguh harapan sekaligus tumpuan untuk mencerahkan dan
membina masyarakat dari pedalaman hingga ke ujung negeri perbatasan.
Da’i Tangguh adalah mereka yang merelakan jiwa dan raganyaguna membina
dan memberdayakan masyarakat pedalaman untuk perubahan. Melalui program ZAKAT
& SEDEKAH ANDA DA’I TANGGUH, turut membantu keberlangsungan pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat pedalaman.

halaman | 111
Mencetak Kader Ulama di Sumatera Utara
oleh Baitulmaal Muamalat

Baitulmaal Muamalat (BMM) melakukan penandatangan Memorandum of


Understanding (MOU) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara untuk
program beasiswa B-Smart khusus mencetak kader ulama pada tanggal 24 April 2016
lalu.
Beasiswa tersebut diberikan kepada 20 mahasiswa Perguruan Tinggi Kaderisasi
Ulama (PTKU) di Sumatera Utara dengan nominal Rp. 864.000.000,- dengan masa
pendidikan tiga tahun atau setingkat D3. 20 mahasiswa tersebut merupakan utusan yang
terpilih dari berbagai wilayah di seluruh Sumatera Utara. Setelah kelulusan, para
penerima beasiswa akan dijadikan kader ulama MUI yang akan bertugas ke daerah
asalnya masing-masing.

halaman | 112
Sahabat Yatim Cemerlang
oleh Nurul Hayat

Core program dari program SAYANG adalah pemberian beasiswa pendidikan kepada
anak-anak yatim. Beasiswa diberikan setiap semester. Hingga juli 2012, tercatat 3.000
lebih anak yatim yang mendapatkan beasiswa pendidikan. Selain program pemberian
beasiswa, diberikan pula program bantuan peralatan sekolah kepada anak-anak
yatim.
Agar tak hanya sekedar menerima dana bantuan, anak-anak yatim juga
diberikan pembinaan. Setiap dua minggu sekali mereka berkumpul untuk mengikuti
pembinaan yang diberikan NH. Database Anak Asuh yang terintegrasi, akurat dan
lengkap dalam sistem yang terkomputerisasi, memberikan kesempatan masyarakat
untuk
menjadi
orang tua
Asuh
dengan
mengetahui
biodata
lengkap
mereka.

Setiap semester Nurul Hayat akan memberikan


copy raport sekolah mereka kepada para orang tua Asuh. Dalam kesempatan tertentu,
NH-pun juga dapat memfasilitasi pertemuan orang tua asuh dengan anak asuh mereka.
Disamping program SAYANG, Nurul Hayat menyelenggarakan program lainnya
dalam bidang kesehatan, dakwah, kemanusiaan dan ekonomi.

halaman | 113
MISYKAT (Microfinance Syariah berbasis Masyarakat)
oleh DPU Daarut Tauhiid

Secara filosofis, zakat diartikan perkembangan. Yakni memiliki potensi besar untuk
menstimulus mustahik/dhuafa keluar dari kelemahan ekonomi menuju kemandirian.
Zakat pun sesungguhnya akan menjadi sesuatu yang produktif dan solutif, jika dikelola
dengan baik dan profesional oleh lembaga zakat yang amanah mengubah mustahik
menjadi muzaki. Oleh karenanya, zakat dalam perekonomian sangat relevan terutama
jika dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan.
Dompet Peduli Umat Daarut Tahiid (DPU-DT) menghadirkan program zakat
produktif dan solutif untuk masyarakat dhuafa, diantaranya dalam program Misykat
(Microfinance syariah berbasis masyarakat). Program misykat adalah program unggulan
DPU-DT dalam bentuk pemberdayaan ekonomi produktif yang dikelola secara
sistematis, intensif dan berkesinambungan. Dalam program ini, anggota Misykat akan
mendapatkan pembiayaan dan bergulir, ketrampilan berusaha, pembinaan mental dan
karakter, hingga mereka menjadi mandiri.
Selain melayani kegiatan simpan pinjam para penerima manfaat, Misykat juga
memfasilitasi dengan kegiatan yang bermanfaat yaitu dengan kegiatan mengaji. Kegiatan
mengaji ini terbentuk dari saran anggota yang merasa belum dapat membaca Al-Qur’an,
sehingga Misykat membantu ibu-ibu untuk belajar baca mulai dari iqro bagi yang belum
bisa membaca Al-Qur’an. Selain diajarkan membaca Al-
Qur’an, ibu –ibu ini
juga dilatih
untuk dapat
menghafal surat-
surat dalam Al-
Qur’an.
Anggota binaan
rutin mengikuti
pembinaan yang
dilakukan oleh
pendamping.
Tujuannya agar
anggota binaan
mendapat wawasan
yang terkait ruhiyah
maupun usaha
sehingga bisa
mengubah pola pikir
dan sikap ke arah yang
lebih baik.

halaman | 114
Satu Masjid Satu Da’i
oleh LAZIS Dewan Da’wah

Secara konsepsional dapat dilihat dalam sejarah, bahwa masjid pada zaman Rasul
memiliki banyak fungsi, antara lain; (1) sebagai tempat menjalankan ibadah shalat, (2)
sebagai tempat musyawarah, (3) sebagai tempat pengaduan masyarakat dalam
menuntut keadilan, (4) sebagai tempat pengkaderan da’i, (5) sebagai tempat menuntut
ilmu dan lain-lain.
Program “Satu Masjid Satu Da’i” merupakan satu terobosan yang digagas LAZIS
Dewan Da’wah. LAZIS akan mengajak masjid-masjid agar berpartisipasi mendukung
dakwah di pedalaman dengan menyisihkan dana Rp. 250 ribu, Rp. 500 ribu, atau 750
ribu per bulan untuk da’i pedalaman. Ribuan da’i di pedalaman yang dibina oleh
organisasi seperti Dewan Da’wah, rata-rata hidup pra-sejahtera. Hal ini terjadi karena
kondisi pedalaman yang tidak mendukung dan kurangnya kualitas sumber daya
manusia. Dana yang dihimpun dari program itu akan digunakan untuk memberikan
bantuan hidup bagi para da’i dan membantu masyarakat binaan da’i, seperti peternakan,
pertanian, wirausaha.
Sebagai kontra-prestasi bagi masjid peserta program ini, LAZIS Dewan Da’wah
akan turut memakmurkan masjid tersebut dengan berbagai kegiatan. Misalnya layanan
kesehatan massal berupa pengobatan gratis untuk warga dhuafa sekitar masjid, juga
paket training untuk pengurus masjid, seperti training manajemen masjid dan pelatihan
da’wah.

source: republika.co.id

halaman | 115
Masjid Bangkit
oleh Pusat Zakat Umat

Untuk memakmurkan masjid agar berdaya dan bisa melakukan berbagai program,
dukungan ekonomi tentu diperlukan. Salah satu program unggulan dari Pusat Zakat Umat
(PZU) adalah program Masjid Bangkit. Program ini merupakan program pemberdayaan
masjid melalui peningkatan bidang ekonomi masyarakatnya atau pengurusnya untuk
mendukung kegiatan atau program yang diselenggarakan masjid tersebut. Awal mula
diadakan program Masjid Bangkit adalah untuk mengembalikan fungsi Masjid. Sehingga
fungsi masjid tidak hanya untuk ibadah shalat saja, tapi juga menjadi awal
berkembangnya ekonomi umat.

Bentuk kegiatan program ini mulai dari pelatihan,


pemberian modal, sampai pendampingan masyarakat. Hasil dari usaha masyarakat
tersebut digunakan untuk membiayai administrasi, pengajian, pendidikan, dan semua
urusan finansial masjid. Dengan begitu peningkatan akhlak dan akidah bisa
dilaksanakan, begitu pun dengan aspek ekomomi baik untuk dukungan finansial masjid
maupun masyarakat sekitarnya.

halaman | 116
World Zakat Forum Annual Meeting
oleh World Zakat Forum

World Zakat Forum Annual Meeting merupakan salah satu program rutin yang diadakan
oleh World Zakat Forum (WZF), sebuah forum bagi para pengelola zakat internasional.
WZF Annual Meeting tahun 2017 diselenggarakan di Hotel Sheraton, Surabaya, tanggal
11 November 2017. Pertemuan ini dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA
selaku Sekjen WZF.

Turut hadir dalam pertemuan ini adalah para pimpinan lembaga zakat dari
beberapa negara peserta WZF, juga para pimpinan LAZ dan akademisi di Indonesia.
Pertemuan tahun 2017 ini menghasilkan resolusi yang berisi kesepakatan persiapan
technical notes atas beberapa isu dari Zakat Core Principles serta penerjemahannya ke
dalam bahasa Arab, regulasi mengenai ketentuan keanggotaan dan perluasan associate
member, serta ketentuan kontribusi negara-negara peserta WZF dalam website dan
publikasi-publikasi WZF lainnya untuk menguatkan zakat dunia. Forum ini juga
menyepakati pertemuan selanjutnya di Bosnia dengan tema “Institutionalizing Zakat for
Poverty Alleviation and Human Development”.

halaman | 117

Anda mungkin juga menyukai