Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Analisis pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat (BAZNAS)”

Diajukan untuk memenuhi UTS mata kuliah Manajemen Ziswaf

Dosen Pengampu:

Dr. Ahmad Fathonih, M.Ag

Disusun Oleh:

Ahmad Maulana Hidayat NIM 1163070007

MKS-V-A

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang atas berkat dan
rahmat-Nyalah kita senantiasa diberi kesehatan dan berkah yang tak terhingga.
Shalawat serta salam tak lupa saya haturkan kepada keharibaan junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan kita umat beliau
hingga akhir zaman.
Pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan Ujian Tengah Semester
(UTS) mata kuliah Manajemen Ziswaf.
Saya harap dengan selesainya tugas makalah ini dapat memudahkan kita
semua untuk lebih memahami mata kuliah Manajemen Ziswaf. Saya juga
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik
dari segi penulisan, pemilihan kata, kerapian, dan isi. Oleh karena itu kepada para
pembaca makalah ini saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang sifat
membangun guna kesempurnaan makalah ini dan perbaikan dalam berbagai hal
untuk kedepannya.

Bandung, 25 November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

D. Manfaat ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZNAS) .............................................. 3

B. Tugas Badan Amil Zakat (BAZNAS) .......................................................... 4

C. Pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat (BAZNAS) ............. 4

D. Prinsip pengelolaan zakat............................................................................. 5

E. Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan produktif ..... 5

F. Data Base Muzakki ...................................................................................... 7

G. Data Base Mustahik ..................................................................................... 7

H. Pemberdayaan Mustahik .............................................................................. 8

BAB III ANALISIS MAKALAH ........................................................................... 9

A. Hikmah dan manfaat zakat ........................................................................... 9

B. Hasil analisis makalah ................................................................................ 11

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 15

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang
mampu untuk membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak
menerimanya.Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber
dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan
umum bagi seluruh masyarakat. Agar menjadi sumber dana yang dapat
dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk
mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan
kesenjangan social, perlu adanya pengelolaan zakat secara professional
dan tanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan
perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq dan
pengelola zakat tentang pengeloalaan zakat yang berasaskan iman dan
taqwa.
Di indonesia Badan Amil Zakat sudah dilembagakan yaitu
dinamakan BAZNAZ. Sementara itu, terjadi perkembangan yang
menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru,
yakni dikeluarkannya Undang-undang yang berkaitan dengannya, yakni
Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Undang-
undang tersebut menyiratkan tentang perlunya BAZNAS dan LAZ
meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional,
amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana,
sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun
pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula terbentuknya Badan Amil Zakat?
2. Apa saja tugas Badan Amil Zakat (BAZNAS)?
3. Bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat
(BAZNAS)?
4. Bagaimana prinsip pengelolaan zakat
5. Bagaimana Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat profesional
dan produktif?
6. Bagaimana pengelolaan muzzaki?
7. Bagaimana pengelolaan mustahik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui awal terbentuknya Badan Amil Zakat (BAZNAS).
2. Untuk mengetahui tugas Badan Amil Zakat (BAZNAS).
3. Untuk mengetahui pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil
Zakat (BAZNAS).
4. Untuk mengetahui Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat
profesional dan produktif.
5. Untuk mengetahui pengelolaan muzzaki
6. Untuk mengetahui pengelolaan mustahik
7. Untuk menganalisis pengelolaan zakat yang dilakukan BAZNAS.

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Badan Amil
Zakat (BAZNAS).
2. Dapat mengetahui Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat
profesional dan produktif.
3. Dapat mengetahui pengelolaan muzzaki.
4. Dapat mengetahui pengelolaan mustahik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZNAS)


Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan
satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan
Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi
menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada
tingkat nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagailembaga yang
berwenangmelakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU
tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural
yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah
bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan:
syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi dan akuntabilitas.
Selain menerima zakat, BAZNAS juga dapat menerima infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan
pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan
dalam pembukuan tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

3
4

B. Tugas Badan Amil Zakat (BAZNAS)


BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal
7 UU No. 23 tahun 2011 Tentang Penggelola Zakat bahwasanya dalam
melaksanakan tugas, BAZNAS juga menyelenggarakan fungsi:
1. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
3. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat; dan
4. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja
sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis
kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

C. Pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat (BAZNAS)


Secara Umum Pengelolaan Zakat diupayakan dapat menggunakan
fungsi-fungsi manajemen modern yang meliputi; Perencanaan,
pengorganisasian, Pelaksanaan dan pengarahan serta pengawasan.
Perencanaan meliputi; merumuskan rancang bangun organisasi,
perencanaan program kerja yang terdiri dari: penghimpunan (fundraising),
pengelolaan dan pendayagunaan. Pengorganisasian meliputi; kordinasi,
tugas dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan personalia dan
recruiting. Pelaksanaan dan pengarahan terdiri dari; pemberian motivasi,
komunikasi, model galkepemimpinan, dan pemberian reward dan sangsi.
Sedangkan pengawasan meliputi; Tujuan pengawasan, tipe pengawasan,
tahap pengawasan serta kedudukan pengawas.
5

D. Prinsip pengelolaan zakat


Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus
diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan,
diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya
dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan
zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari
umat Islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsur
pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan.
Meskipun pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat
harus mendapat sangsi sesuai perintah Allah.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya
harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang
lainnya.
4. Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan
oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi,
keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan
dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga
pengelola zakat dapat mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan
fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.

E. Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan


produktif
Dalam literature zakat, baik literature klasik maupun modern, selalu
ditemukan bahwa pengumpulan zakat adalah kewajiban pemerintah di
negara Islam. Penguasa berkewajiban memaksa warga Negara yang
beragama Islam dan mampu memabayar zakat atas harta kekayaannya
yang telah mencapai haul dan nisab. Kewajiban membayar zakat ini diikuti
6

dengan penerapan dan pelaksanaan pengelolaan zakat yang professional.


Ketidakberhasilan ini disebabkan karena persoalan manajemen
kelembagaannya. Olehnya itu perlunya penerapan prinsip-prinsip
manajemen secara professional. Salah satu model pendayagunaan zakat
dengan sistem Surplus zakat Budged. Yaitu zakat diserahkan muzakki
kepada Amil, dana yang dikelola akan diberikan kepada mustahiq dalam
bentuk uang tunai dan sertifikat. Dana yang diwujudkan dalam bentuk
sertifikat harus dibicarakan dan mendapat izin dari mustahiq yang
menrimanya. Dana dalam bentuk uang cash akan digunakan sebagai
pembiayaan pada perusahaan, dengan harapan perusahaan tersebut akan
berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat ekonomi
lemah termasuk mustahiq. Disamping itu perusahaan akan memberikan
bagi hasil kepada mustahiq yang memiliki sertifikat pada perusahaan
tersebut. Dari bagi hasil yang diterima mustahiq tersebut jika telah
mencapai nishab dan haulnya diharapkan mustahiq tersebut dapat
membayar zakat atau memberikan sadaqah. Tugas amil adalah membentu
mustahiq dalam mengelola dana zakat dan selalu memberi pengarahanatau
motivasi serta pembinaan sampai mustahiq dapat memanfaatkan dana yang
dimiliki dengan baik.
1. Pengelolaan zakat melalui Sistem In Kind
Sistem In Kind diterapkan dengan meklanisme, dana zakat yang
ada tidak dibagikan dalam bentuk uang atau sertifikat. Namun dana
zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi yang dibutuhkan oleh
kaum ekonomi lemah yang ingin berusaha/produksi, baik mereka yang
baru akan mulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk
pengembangan usaha
2. Pengelolaan zakat melalui Sistem Revolving Fund
Model Revolving Fund adalah sistem pengelolaan zakat, dimana
amil memberikan pinjaman dana zakat kepada mustahiq dalam bentuk
pembiayaan qardhul Hasan. Tuga mustahiq adalah mengembalikan
dana pinjaman tersebut kepada amil sebagian maupun sepenuhnya,
7

tergantung pada kesepakatan awal. Model ini zakat akan dikelola


secara bergulir dari mustahiq kemustahiq lainnya, jika mustahiq yang
dipinjami tersebut telah mengembalikan sepenuhnya dana pinjaman.
Salah satu tujuan model ini adalah untuk pemerataan pendapatan.

F. Data Base Muzakki


Data base muzakki merupakan instrument pengelola zakat yang sangat
penting dan harus dimiliki setiap lembaga pengelola zakat. Data Base
yang baik tentunya harus memiliki data yang akurat, up to date,
terintegrasi dengan data base nasional maupun lokal serta mudah diakses.
Untuk memperbaiki kualitas pengelolaan data base muzakki ada beberapa
hal yang harus diupayakan:
1. Kerjasama antara Baznas(Badan Amil Zakat nasional) dengan
lembaga pemerintah dengan menggandeng Departemen keuangan
untuk kerjasama pembuatan Nomor Pokok wajib Zakat (NPWZ)
seiring dengan Nomor Pokok wajib pajak (NPWP).
2. Membuat data base muzakki nasional dan lokal dengan menggunakan
IT sehingga data base lebih akurat dan terintegrasi.
3. Memberikan pelayanan kepada Muzakki dengan jalan:
a. Proaktif berkomunikasi dengan muzakki
b. Mendata keluhan muzakki
c. Memberi flow up keluhan muzakki
d. Memeberi feedback kepada muzakki baik dalam bentuk
penghargaan atau informasi kegiatan dan laporan keuangan baik
perorangan maupun publikasi

G. Data Base Mustahik


Yaitu bagaimana pendataan mustahik dapat dilakukan untuk
memberikan informasi bagi lembaga zakat. Data base ini memuat data
secara lengkap berupa:
8

1. Jumlah mustahik secara menyeluruh baik secara nasional maupun


wilayah tertentu sesuai kebutuhan lembaga zakat.
2. Data permasalah mustahik tentang penyebab sebagai mustahik.
3. Data potensi pengembangan mustahik.
4. Data-data hambatan pengelolaan mustahik

H. Pemberdayaan Mustahik
Dalam melakukan pemberdayaan mustahik ada beberapa metode
yang dapat digunakan antara lain;
1. Pengembangan Ekonomi
Dalam melakukan pengembangan ekonomi, ada beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat:
a. Penyaluran modal
b. Pembentukan Lembaga Keuangan
c. Pembangunan Industri
d. Penciptaan lapangan kerja
e. Saham Fakir- Miskin
f. Pembentukan organisasi
2. Pembinaan SDM
a. Program Beasiswa
b. Diklat dan kursus keterampilan
c. Membuat lembaga pendidikan (sekolah)
3. Layanan Sosial
Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang
diberikan kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan
mereka. Kebutuhan mustahiq sangat beragam, tergantung kondisi
yang tengah dihadapi. Dari kebutuhan yang paling mendasar, seperti
kebutuhan makan, pengobatan, bayar SPP dan tunggakannya,
musibah, pelayanan mobil jenazah, angkutan gratis anak sekolah,
biaya transport pulang kampung hingga bayar kontrakan dll.
BAB III

ANALISIS MAKALAH

A. Hikmah dan manfaat zakat


Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah
dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan
orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang
dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara
keseluruhan.Hikmah dan manfaat tersebut antara lain dapat disebutkan
sebagai berikut:
1. Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT,
mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlaq mulia dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan
materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki sebagaimana
dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Ruum ayat 39.
2. Kedua, zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin,
kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah
kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus
menghilangkan rasa iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari
kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki
harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi
kebutuhan paramustahik, terutama fakir miskin yang bersifat
komsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan
dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun
memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan
menderita.

9
10

3. Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya


yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya
digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya
tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan
berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4. Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana
maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam seperti sarana
ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus
untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim. Hampir
semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak
menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun
sabilillah.
5. Kelima,Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat
itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi
mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta yang diamanahkan
kepada kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan
ketentuan Allah SWT.
6. Keenam, Meningkatkan pembangunan kesejahteraan , Zakat
merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan
zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun
pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Menurut
penulis zakat dapat dijadikan instrument fiskal sebagaimana dengan
pajak karena sejarah aplikasi zakat serta potensi yang cukup besar.
Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta apada satu tangan
dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan
investasi dan mempromosikan distribusi sehingga terjadi keadilan dan
pergerakan ekonomi.
7. Ketujuh, Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang
beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa
ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha
sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi
11

kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba


menjadi muzakki. zakat yang dikelola dengan baik akan mampu
membuka lapangan kerja dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan
asset-aset oleh umat Islam.
8. Kedelapan, mengeluarkan zakat akan memberikan keberkahan dan
pengembangan harta baik bagi orang yang berzakat maupun
pengembangan ekonomi secara luas. Sebab dengan terdistribusinya
harta secara adil akan dapat menggerakkan roda ekonomi sehingga
produksi, komsumsi dan distribusi dapat bergerak yang pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

B. Hasil analisis makalah


Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan
zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta
zakat. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan
kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat
dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk
memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah
ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak
mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok
delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan
zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan
harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang,
zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah
mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat.
Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh
orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil
yang mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut,
menyimpan, dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak
menerimanya. Pada masa Rasul SAW, beliau mengangkat beberapa
12

sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat 103 dan
tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat
dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat
kata amil sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan
bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amiltersebut dapat berbentuk
yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari
pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat
yang telah dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat
sampai tingkat kelurahan, juga ada Badan Amil Zakat tingkat Nasional
(BAZNAS). Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan untuk pemberian
modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas
umum umat Islam. Apalagi dengan situasi dan kondisi sekarang banyak
sekali lembaga atau yayasan yang peduli terhadap masalah-masalah
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan umat Islam. Ada beberapa
program yang diperuntukkan juga bagi umat Islam yang tidak mampu
seperti advokasi kebijakan publik, HAM, bantuan hukum, pemberdayaan
perempuan. Semua program tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit,
sementara itu pendanaannya tidak mungkin dibebankan kepada mereka.
Berdasarkan kenyataan tersebut, muncul pertanyaan apakah dana dari
zakat dapat digunakan untuk pelaksanaan pro-gram yayasan atau badan
yang mengurus kepentingan umat Islam yang tak mampu secara finansial,
akses, ataupun pengetahuan. Mereka dengan segala keterbatasannya juga
harus dibantu. Program tersebut pun memerlukan dana operasional,
bahkan mereka yang membantu pun perlu dana. Pada satu sisi, penerima
zakat telah ditetapkan secara tegas dan jelas, yang sebagian orang
memahami tidak mungkin keluar dari aturan tersebut.
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut
dipahami secara tekstual, ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan
sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak Muslim yang telah dijanjikan
untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga
dengan fuqara’, masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan
13

menyebabkan tujuan zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat


kepada yang bersangkutan sifatnya hanya charity. Masalah krisis ekonomi
yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan bukan hanya
bagaimana kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana
mengatasi krisis tersebut dengan mengatasi penyebab munculnya krisis.
Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan zakat dan hikmah pewajiban
zakat, maka pemahaman kontekstual dan komprehensif terhadap
delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok yang
berhak mendapatkan dana zakat dapat menerima haknya.
Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya
harus berjalan dengan baik. Kualitas manajemen suatu organisasi
pengelola zakat harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang
dapat dijadikan sebagai alat ukurnya.
Pertama, amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus
dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua
sistem yang dibangun.
Kedua, sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup. Harus
diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya.
Ketiga, transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka
kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya
melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak
eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan
masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh
penerapan prinsip-prinsip operasionalnya. Prinsip-prinsip operasionalisasi
LPZ antara lain.
Pertama, kita harus melihat aspek kelembagaan. Dari aspek
kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor,
yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur
organisasi, dan aliansi strategis.
14

Kedua, aspek sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan aset


yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil
zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan faktor
perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah profesi dengan
kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, aspek sistem pengelolaan. LPZ harus memiliki sistem
pengelolaan yang baik, unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah : LPZ
harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas, memakai
IT, manajemen terbuka; mempunyai activity plan; mempunyai lending
commite; memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan; diaudit;
publikasi; perbaikan terus menerus.
Setelah prinsip-prinsip operasional kita pahami, kita melangkah lebih
jauh untuk mengetahui bagaimana agar pengelolaan zakat dapat berjalan
optimal. Untuk itu, perlu dilakukan sinergi dengan
berbagai stakeholder. Pertama, para pembayar zakat (muzakki). Jika LPZ
ingin eksis, maka ia harus mampu membangun kepercayaan para muzakki.
Banyak cara yang bisa digunakan untuk mencapainya, antara lain:
memberikan progress report berkala, mengundangmuzakki ke
tempat mustahik, selalu menjalin komunikasi melalui media cetak,
silaturahmi, dan lain-lain. Kedua, para amil. Amil adalah faktor kunci
keberhasilan LPZ. Untuk itu, LPZ harus mampu merekrut para amil yang
amanah dan profesional.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman
Rasulullah saw., pengelolaan dan pendistribusian zakat dilakukan secara
melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan
hal itu tercermin dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang tersebut
mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung
jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan
zakat, tentunya harus dikelola sebaik mungkin. Tidak cukup sampai di
situ, lembaga pengelolaan zakat juga harus akuntabel, yaitu amanah
terhdap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga amanah dalam
mendistribusikannya kepadamustahiq,dalam arti tepat sasaran dan tepat
guna.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://bloghukums.blogspot.com/2014/04/makalah-lembaga-pengelolaan-zakat-
di_19.html
http://BAZNAS.go.id//
http://arungkiting.blogspot.co.id/2014/10/makalah-analis-swotstrengths.html,
http://pid.baznas.go.id/tag/pengelolaan-zakat/

Anda mungkin juga menyukai