Anda di halaman 1dari 27

Manajemen ZISWAF

“Institutionalisasi ZISWAF”

Makalah

(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen ZISWAF)

Dosen Pengampuh:

Ibu Nuravifah Bugi, S.E.Sy., M.E

Kelompok 2:

Rein Dayi 184022023

Jimy Saputra Gobel 184022087

Desinta Laimara 184022020

Fitriani Moha 184022053

JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa
penulis hadiahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. manusia terbaik yang telah
membawa kita dari zaman kebodohan menuju ke zaman yang berlimpah ilmu
pengetahuan khususnya ilmu agama Islam, sehingga kita mampu membedakan
mana yang wajib yang harus dikerjakan dan haram yang harus ditinggalkan.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Maanajemen ZISWAF”. Semoga makalah ini dapat dipahami serta berguna
untuk semua pembaca dan terkhusus kepada penulis.

Limboto, 10 Maret 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................3


B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................5

A. Zakat...........................................................................................................5
B. Infak............................................................................................................6
C. Shadaqah....................................................................................................8
D. Waqaf.........................................................................................................8
E. Sistem Pengelolaan ZIS.............................................................................10
1. Pengumpulan.........................................................................................13
2. Pendistribusian......................................................................................16
3. Pendayagunaan.....................................................................................17
F. Sistem Pengelolaan Zakat pada BAZNAS................................................19
G. Penghimpunan Zakat oleh BAZNAS........................................................19
H. Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat oleh BAZNAS.......................20
I. Sistem Pengelolaan Waqaf........................................................................21
J. DampakZISWAF terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia..........22

BAB III PENUTUP.............................................................................................25

A. Kesimpulan................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi
dari lima rukun Islam (Qardawi, 2007:3). Menunaikan zakat merupakan
kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Orang –
orang Islam sangat mempercayai dan meyakini bahwa zakat merupakan
salah satu dari pilar agama Islam yang bertujuan untuk meningkatkan
keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk memaksimal pengelolaan zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf,
maka pemerintah membentuk badan yang mengelola dana zakat, infaq,
shodaqoh dan wakaf yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh
pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh
masyarakat kemudian dikukuhkan oleh pemerintah.
Dalam hal ini lembaga zakat berfungsi untuk melakukan pencatatan
dan pelaporan atas penerimaan dan pengalokasian zakat. Lembaga zakat
berkewajiban untuk mencatat setiap setoran zakat dari muzzaki baik
jumlah maupun jenis zakat. Hak zakat diberikan kepada 8 Asnaf yang
telahdijelaskan Allah SWT dalam Al - Qur’an surat At-Taubah ayat 60:
‫ ِر ِمينَ َوفِي‬M‫ب َو ۡٱل ٰ َغ‬ ُ َ‫ص َد ٰق‬
ِ ‫ا‬MMَ‫وبُهُمۡ َوفِي ٱل ِّرق‬MMُ‫ ِة قُل‬Mَ‫ا َو ۡٱل ُم َؤلَّف‬MMَ‫ ِكي ِن َو ۡٱل ٰ َع ِملِينَ َعلَ ۡيه‬M‫ت لِ ۡلفُقَ َرٓا ِء َو ۡٱل َم ٰ َس‬ َّ ‫۞إِنَّ َما ٱل‬
‫يم‬ٞ ‫يض ٗة ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ َوٱهَّلل ُ َعلِي ٌم َح ِك‬
َ ‫َسبِي ِل ٱهَّلل ِ َو ۡٱب ِن ٱل َّسبِي ۖ ِل فَ ِر‬
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah:60)
Menurut fakta, bahwa jumlah umat Islam di Indonesia yang mampu
menunaikan zakat terus bertambah, jika potensi ekonomi umat itu dikelola

3
dan dikembangkan secara produktif, tentu akan diperoleh hasil yang
optimal.
Agar dapat menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan
dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat
secara profesional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat
bersama pemerintah.
Adapun maksud dari manajemen adalah suatu proses atau cara yang
sistematis untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan yaitu:
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan dan
pengawasan (controlling).
Dengan melihat proses yang terdapat dalam manajemen, maka kata
manajemen dapat diartikan pula sebagai pengelolaan, sebagaimana dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang
menjelaskan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat.

B. Rumusan Masalah
1. Lembaga apa saja yang mengelola ZISWAF
2. Bagaimana proses pengelolaan ZISWAF di Indonesia
3. Apa dampak dari lembaga pengelolaan ZISWAF bagi pengentasan
kemisikinan di Indonesia

C. Tujuan
1. Untuk megetahui lembaga-lembaga yang mengelola ZISWAF.
2. Untuk mengetahui bagaimanaproses pengelolaan ZISWAF.
3. Untuk mengetahui dampak lembaga pengelolaan ZISWAF bagi
pengentasan kemiskinan di Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Zakat
Manajemen zakat di Indonesia berdasarkan pada Undang- Undang No.
38 Tahun 1999 (UU Lama) dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 (UU
Baru) tentang Pengelolaan Zakat. Pengelolaan zakat berdasarkan UU No.
23 tahun 2011 pasal 1 tentang pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga yang
berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yang telah mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri.
Pasal 28 Undang-undang nomor 23 tahun 2011 dijelaskan lembaga
zakat mempunyai tugas bahwa pengelolaan infaq, sedekah dan dana sosial
lainnya adalah selain menerima zakat, BAZNAS atau UPZ juga dapat
menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
Asas pengelolaan zakat menurut Undang- Undang No. 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan zakat adalah:
1. Syariat Islam: Berdasarkan ajaran Islam
2. Amanah: Pengelola zakat harus dapat dipercaya
3. Kemanfaatan: Pengelolaan zakat yang dilakukan untuk
memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya oleh mustahik
4. Keadilan: Pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan
secara adil
5. Kepastian Hukum: Dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan
kepatian hukum bagi mustahik dan muzaki

5
6. Terintegritas: Pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis
dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian dan
pemberdayaan zakat
7. Akuntabilitas: Pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan
dan dapat diakses oleh masyarakat.
Urgensi manajemen zakat adalah menjadi alat untuk membantu
mewujudkan tujuan zakat, baik dari sudut pandang muzakki maupun dari
sudut pandang mustahik. Dalam hal ini manajemen merupakan alat bantu
agar pengelolaan zakat, mulai dari pengumpulan,
pendistribusiandanpendayagunaan zakat dapat berjalan secara maksimal.
Tanpa manajemen yang baik sebesar apapun potensi zakat tidak akan
terkelola dengan baik.

Tujuan pengelolaan zakat pada UU No. 38 dan No. 23 Tentang


Pengelolaan Zakat:
 Meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat dan
 Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Dalam melaksanakan tugas, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)


maupun Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) menyelenggarakan
fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Serta pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

B. Infak
Seperti yang telah kita ketahui bahwa infak adalah harta yang
mencakup harta benda yang dimiliki dan bukan zakat. Infak ada yang
wajib dan ada pula yang sunnah.

6
Firman Allah SWT. qur’an surah Al-Baqarah ayat 262:
ۡ‫ َد َربِّ ِهم‬MM‫وا َم ٗنّا َوٓاَل أَ ٗذى لَّهُمۡ أَ ۡج ُرهُمۡ ِعن‬
ْ ُ‫يل ٱهَّلل ِ ثُ َّم اَل ي ُۡتبِعُونَ َمٓا أَنفَق‬
ِ ِ‫ٱلَّ ِذينَ يُنفِقُونَ أَمۡ ٰ َولَهُمۡ فِي َسب‬
َ‫ف َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل هُمۡ يَ ۡح َزنُون‬
ٌ ‫َواَل َخ ۡو‬

Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,


kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti
(perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah: 262).

َ‫اس َوٱهَّلل ُ ي ُِحبُّ ۡٱل ُم ۡح ِسنِين‬ ۡ ۡ ٰۡ َّ ‫ٱلَّ ِذينَ يُنفِقُونَ فِي ٱل َّسرَّٓا ِء َوٱل‬
ِ ۗ َّ‫ضرَّٓا ِء َوٱل َك ِظ ِمينَ ٱلغ َۡيظَ َوٱل َعافِينَ َع ِن ٱلن‬
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Infak memiliki ketentuan yang pasti, harus dilaksanakan jika syarat-
syarat pengelolaan dana infak tidak jauh sama dengan pengelolaan zakat
dan sedekah harus sesuai dengan ketentuan syariat yang harus memiliki
syarat-syarat mengelola ZIS yaitu:
1. Beragama Islam
2. Mukallah
3. Memiliki sifat amanah dan jujur
4. Mengerti dan memahami hukum-hukum ZIS agar mampu
melakukan sosialisasi kepada masyarakat berkaitan dengan ZIS
5. Mampu melaksanankan tugas.

Proses penyaluran dana infak harus ditujukan bagi kemaslahatan umat


manusia dan tetap dalam koridor berjuang dijalan Allah. Sebagaimana
yang telah dituturkan, bahwa agar tercapai sirkulasi kekayaan dan harta,
Al-Quran menekankan penggunaan harta itu untuk diberikan kepada
orang-orang yang miskin dan fakir serta orang-orang yang tidak beruntung

7
di dalam masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan. Kewajiban itu harus
dilaksanakan sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan dan tidak boleh
dikurangi. Sebaliknya, lebih baik jika ditambah.
Prosedur pengelolaan infak juga diatur di dalam Undang-Undang
Pengelolaan Zakat yaitu UU No 23 Tahun 2011 serta Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 2014.

C. Shadaqah
Shadaqah berasal dari kata shadaqah yang berarti ‘benar’. Orang yang
suka bershadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut
terminology syariat, pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq,
termasuk juga hukum danketentuanketentuannya. Hanya saja, jika infaq
berkaitan dengan materi, shadaqah memiliki arti lebih luas dari sekedar
material, misalnya senyum itu shadaqah. Dari hal ini yang perlu
diperhatikan adalah jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki
kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfaq atau bershadaqah.
(Gustian Juanda, et. al. 2006: 11)

D. Waqaf
Istilah wakaf erat kaitannya dengan zakat, infak, dan sedekah. Perkara-
perkara tersebut mempunyai maksud untuk melakukan pemindahan
sebagian hartanya kepada mereka yang membutuhkan. Perbedaan dari
perkara tersebut, zakat hukumya wajib yang harus ditunaikan umat Islam
dengan syarat-syarat tertentu, apa yang disumbangkan akan digunakan
dalam bentuk hangus (tidak kekal). Sedangkan wakaf bersifat pelengkap
dari perkara tersebut, apa yang disumbangkan akan dirasakan manfaatnya
sampai di masa depan (kekal).
Wakaf merupakan salah satu dari instrumen ekonomi Islam. Wakaf
mempunyai ciri khas tersendiri dam berpotensi untuk berkembang tanpa
mengurangi pokok harta yang diwakafkan. Harta benda yang telah
diwakafkan tidak akan habis atau hilang begitu saja.

8
Ciri khas yang dimiliki oleh wakaf berpeluang untuk memanfaatkannya
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan umat muslim pada khususnya dan
umat manusia pada umumnya. Wakaf uang diperbolehkan dengan syarat
nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya.
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 anatara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi
yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum,
perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak
hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi
juga memiliki kekuatan ekonomi yang pemanfaatannya sesuai dengan
prinsip syariah.
Untuk melaksanakan tujuan meningkatkan kesejahteraan umum salah
satunya dengan bergerak dibidang wakaf, maka pemerintah sudah
membuat payung hukum terhadap wakaf dalam Undang-Undang Dasar
Nomor 41 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006,
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Dasar Nomor 41 Tahun 2004. Hal
ini merupakan bentuk keseriusan perintah dalam mengelola bidang wakaf.
Di dalam Al-Qur’an sebenarnya wakaf tidak disebutkan dengan tegas,
namun beberapa ayat memberi petunjuk untuk mengamalkan wakaf
sehingga dapat dijadikan rujukan, diantaranya terdapat dalam QS Ali
Imron ayat 92.
ْ ُ‫ُّونَ َو َما تُنفِق‬
‫يم‬ٞ ِ‫وا ِمن َش ۡي ٖء فَإ ِ َّن ٱهَّلل َ بِِۦه َعل‬ ْ ُ‫وا ۡٱلبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِق‬
ۚ ‫وا ِم َّما تُ ِحب‬ ْ ُ‫لَن تَنَال‬
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.”. (QS. Ali Imran: 92).

9
E. Sistem Pengelolaan Zakat, Infak dan Shadaqah
Lembaga pengelola zakat (LPZ) merupakan sebuah institusi yang
bertugas dalam pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah, baik yang
dibentuk oleh pemerintah seperti BAZ, maupun yang dibentuk oleh
masyarakat dan dilindungi oleh pemerintah seperti LAZ. Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan peng-koordinasian
dalam pegumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia terdapat dua
jenis Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi
pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat yang
bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat
Islam.
UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk
membantu pengumpulan zakat.
Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu
mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program
penyaluran zakat harus benar-benar menyentuh mustahik dan memiliki
nilai manfaat bagi mustahik tersebut.
Lembaga pengelola zakat juga harus bersikap responsif terhadap
kebutuhan mustahik, muzakki, dan alam sekitarnya. Hal ini mendorong
amil zakat untuk bersifat proaktif, antisipatif, inovatif, dan kreatif sehingga
tidak hanya bersifat pasif dan reaktif terhadap fenomena sosial yang
terjadi.
Selain itu, seluruh organ organisasi pengelola zakat telah memahami
dengan baik syariat dan seluk beluk zakat sehingga pengelolaan zakat
tetap berada dalam hukum Islam, tentunya hal ini sejalan dengan asas-asas
pengelolaan zakat.
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional Anggota BAZNAS berjumlah 11 orang,
8 orang dari unsur masyarakat, dan 3 orang dari unsur pemerintah.

10
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS paling sedikit
harus:

a. Warga Negara Indonesia;


b. Beragama Islam;
c. Bertaqwa Kepada Allah SWT;
d. Berakhlak Mulia;
e. Berusia minimal 40 (empat puluh tahun);
f. Sehat jasmani dan rohani;
g. Tidak menjadi anggota partai politik;
h. Memiliki kompetensi dibidang zakat; dan
i. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Dalam rangka pengelolaan zakat di provinsi dan kabupaten/kota,
dibentuk BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota. BAZNAS
Provinsi dibentuk oleh Menteri Agama atas usulan gubernur, sedangkan
BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk oleh Menteri Agama atas usulan
walikota atau bupati.
Dalam kerja pengelolaan zakat, BAZNAS Provinsi, Kabupaten/Kota
dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Selain BAZNAS dan
UPZ, lembaga lain yang melakukan tugas pengelolaan zakat adalah
Lembaga Amil Zakat.
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin menteri atau pejabat yang
ditunjuk oleh menteri. Syarat untuk menjadi lembaga amil zakat, adalah
sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola
bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. Berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. Memiliki pengawas syariat;

11
e. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dankeuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f. Bersifat nirlaba;
g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan
umat; dan
h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Struktur Organisasi:
Proses pengorganisasian membawa kearah pembentukan struktur
organisasi yang menjelaskan bagaimana tugas-tugas dibagi dan sumber
daya dimanfaatkan. Struktur organisasi didefinisikan sebagai (1)
sekumpulan tugas formal yang diamanatkan kepada induvidu dan
departemen; (2) hubungan pelaporan formal, termasuk garis wewenang,
tanggung jawab keputusan, jumlah tingkat hierarki, dan rentang
pengawasan manajer; dan (3) desain sistem untuk menjamin koordinasi
yang efektif dari karyawan diberbagai depatemen.Karakteristik dari
struktur tersebut kemudian digambarkan dalam bagan organisasi, yang
merupakan gambaran visual dari sebuah struktur organisasi.
Ada beberapa model struktur organisasi:
a. Struktur organisasi fungsional: bekerja dan bertanggungjawab
berdasarkan fungsinya masing masing;
b. Struktur organisasi divisional: membentuk divisi-devisi semi
otonomi yangberoperasi sendiri. (dibagi berdasarkanpasar/ produk,
wilayah, pelanggan); dan
c. Struktur organisasi matrik: berusaha menggabungkan personalia
organisasi dari berbagai spesialisasi pekerjaan untuk menyelesaikan
proyek tertentu. (setiap karyawan mempunyai 2 atasan dan bekerja
dalam 2 rantai perintah.

12
Dalam Peraturan perundangan tentang pengelolaan zakat tidak
disebutkan secara jelas berapa hak amil atas kerja pengelolaan yang
dilakukan. Pada pasal 67 PP No. 14 tahun 2014 menyebutkan:
1) Biaya operasional BAZNAS dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja Negara dan hak amil.
2) Besaran hak amil yang dapat dipergunakan untuk biaya
operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek
produktivitas, efektivitas, dan efisensi dalam pengelolaan zakat.
Dalam Pasal 68 PP No. 14 tahun 2014 hanya menyebutkan bahwa
anggota BAZNAS, pimpinan BAZNAS provinsi, dan pimpinan
BAZNAS kabupaten/kota diberikan hak keuangan sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Aturan ini tidak menjelaskan berapa
prosentase yang diterima amil. Sehingga dalam penentuannya
diserahkan kepada kewenangan pemerintah. Pemerintah dalam
memberikan hak amil didasarkan pada produktifitas kerja amil,
sehingga pemberian hak tersebut dilakukan setelah kerja dan ada
kejelasan hasil yang dikumpulkan.

1. Pengumpulan
Lingkup kewenangan dalam pengumpulan zakat pada badan amil
zakat dalam operasionalnya, masing-masing bersifat independen dan
otonom sesuai tingkat kewilayahannya tetapi dimungkinkan
mengadakan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal agar
tidak terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan dan penyaluran.
a. Badan Amil Zakat Nasional
Badan amil zakat nasional berkedudukan di ibukota negara,
dan melakukan pengumpulan zakat melalui unit pengumpul
zakat (UPZ) yang ada di:
1) Instansi pemerintah tingkat pusat (Departemen dan
NonDepartemen).

13
2) Kantor perwakilan RI di luar negeri (Kedutaan Besar dan
Konsulat JenderalRI).
3) Badan usaha milik negara (BUMN) kantor pusatJakarta.
4) Perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing milik
orang Islam berskala nasional yang beroperasi diJakarta.
5) Selain itu bagi muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya
melalui UPZ tertentu, dapat melakukan penyetoran dana
zakatnya lansung ke rekening BAZNAS dengan
menggunakan bukti setoran zakat (BSZ) yang telah
disiapkan oleh badan amil zakatnasional.
b. Badan Amil Zakat Daerah Provinsi
Badan amil zakat daerah propinsi berkedudukan di Ibukota
propinsi yang bersangkutan dan melakukan pengumpulan
zakat melalui unit pengumpul zakat (UPZ) yang ada di
propinsi tersebut:
1) UPZ instansi pemerintah daerah/ dinas daerahpropinsi.
2) UPZ badan amil usaha milik daerah dan BUMN
cabangpropinsi.
3) UPZ perusahaan swasta dan usaha milik orang Islam di
daerahsetempat.
4) Perorangan.
5) Selain itu muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya
melalui UPZ yang tidak menyalurkan zakatnya melalui
UPZ tertentu, dapat melakukan penyetoran dana zakatnya
langsung ke rekening BAZDA propinsi atau langsung ke
counter BAZDA propinsi dengan menggunakan bukti setor
zakat (BSZ) yang telah ditetapkan oleh BAZDA propinsi.
yang telah ditetapkan oleh BAZDA propinsi.

14
c. Badan Amil Zakat Daerah Kab/Kota
Badan amil zakat daerah kabupaten/ kota berkedudukan di
ibukota kabupaten/ kota dan melakukan pengumpulan zakat
melalui unit pengumpul zakat (UPZ) di kabupaten/ kota
tersebut:
1) UPZ pada instansi pemerintah daerah dinas daerah
kabupaten/kota.
2) UPZ pada badan usaha milik daerah dan BUMN cabang
kabupaten/kota.
3) UPZ pada perusahaan swasta dan usaha milik orang Islam
di daerahsetempat.
4) Perorangan.
5) Selain itu bagi muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya
melalui UPZ tertentu, dapat melakukan penyetoran dana
zakatnya langsung ke rekening BAZDA kabupaten/ kota
atau langsung ke counter BAZDA kabupaten/ kota dengan
menggunakan bukti setor zakat (BSZ) yang telah dtetapkan
oleh BAZDA kabupaten/kota.

d. Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan


Badan amil zakat daerah kecamatan berkedudukan di Ibukota
kecamatan dan melakukan pengumpulan (UPZ) di Kecamatan
tersebut:
1) UPZ pada instansi pemerintah daerah/ dinas
daerahkecamatan.
2) UPZ pada badan usaha milik daerah dan BUMN
cabangkecamatan.
3) UPZ pada perusahaan swasta dan usaha milik orang Islam
di daerahsetempat.
4) Perorangan.

15
5) Selain itu bagi muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya
melalui UPZ tertentu, dapat melakukan penyetoran dana
zakatnya langsung ke rekening BAZDA Kabupaten/ Kota
atau langsung ke counter BAZDA Kecamatan dengan
menggunakan Bukti Setor Zakat (BSZ) yang telah
dtetapkan oleh BAZDA Kecamatan.
Pengumpulan zakat dapat pula dilakukan melalui penyerahan
langsung ke Badan Amil Zakat, melalui counter zakat, unit pengumpul
zakat, Pos, Bank, pemotongan gaji, dan pembayaran zakat yang dapat
mengurangi penghasilan kena pajak. Tata cara pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat dengan menentukan formulir
pemungutan/ pemotongan sebelumnya disiapkan dan disepakati oleh
instansi.
Dalam pengumpulan zakat tersebut badan amil zakat membuka
rekening di bank. Rekening zakat dipisahkan dari rekening infaq dan
shadaqah.

2. Pendistribusian
Setiap badan amil zakat setelah mengumpulkan zakat, dana
zakat yang telah dikumpulkan wajib untuk disalurkan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Dalam
pendistribusian dana zakat kepada mustahiq ada tiga sifat antara
lain:
a) Bersifat hibah (pemberian) dan memperhatikan skala prioritas
kebutuhan mustahiq di wilayahmasing-masing.
b) Bersifat bantuan, yaitu membantu mustahiq dalam
menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat
mendesak/darurat.
c) Bersifat pemberdayaan, yaitu membantu mustahiq untuk
meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan
maupun berkelompok melalui program atau kegiatan yang

16
berkesinambungan, dengan dana bergulir, untuk memberi
kesempatan penerima lain yang lebihbanyak.
Adapun beberapa alasan yang menegaskan bahwa pendistribusian
zakat harusdilakukan melalui lembaga amil zakat, yakni dalam rangka
menjamin ketaatan pembayaran, menghilangkan rasa rikuh dan canggung
yang mungkin dialami oleh mustahiq ketika berhubungan dengan muzaki
(orang yang berzakat), untuk mengefisienkan dan mengefektifkan
pengalokasian dana zakat, dan alasan caesoropapisme yang menyatakan
ketidakterpisahan antara agama dan negara, karena zakat juga termasuk
urusan negara.

3. Pendayagunaan
Pendayagunaan zakat yang dikumpulkan oleh badan amil zakat
diarahkan pada program-program yang memberi manfaat pada jangka
panjang untuk perbaikan kesejahteraan mustahiq. Pendayagunaan zakat
pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status mustahiq menjadi
muzakki, melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pemberdayaan sosial serta pengembangan ekonomi.
Program pendayagunaan zakat terdiri dari:
a) Program peningkatan kualitas sumber daya manusia meliputi:
Beasiswatunas bangsa, Pendidikan alternatif terpadu, Pendidikan
keterampilan siapguna;
b) Program pelayanan sosial dan kemanusiaan meliputi: Program
bantuankemanusia, Bantuan/ subsidi pelayanan kesehatan, Bantuan/
subsidi biaya hidup fakirmiskin;
c) Program pengembangan ekonomi umat meliputi: Bantuan sarana
usaha, Pendanaan modal usaha, Pendampingan/ pembinaan usaha;
dan
d) Program bina dakwah masyarakat meliputi: Bina dakwah masjid,
Binadakwah kampus/ sekolah, Bina dakwahmasyarakat.

17
Prioritas dan pendistribuasian dan pendayagunaan zakat oleh badan
amil zakat, agar dana zakat yang disalurkan itu dapat berdaya guna dan
berhasil guna, maka pemanfaatannya harus selektif untuk kebutuhan
konsumtif atau produktif, hal itu dilakukan dengan pola sebagai berikut:

1) Konsumtif Tradisional
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif yang
digunakan untuk membentu orang miskin dalam mengatasi
permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya.
Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa
untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan
mukena, bantuan alat pertanian cangkul untuk petani, gerobak jualan
untuk pedagang kecil dansebagainya.

2) Konsumtif Kreatif
Zakat dibagikan kepada mustahiq secara langsung untuk kebutuhan
konsumsi sehari- hari, seperti pembagian zakat fitrah, berupa beras,
dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagain zakat
maal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahiq yang
sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena
mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek
dalam mengatasi permasalahanumat.

3) Produktif Konvensional
Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, dimana
dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahiq dapat
menciptakan suatu usaha seperti pemberian bantuan ternak kambing,
sapi, perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin
jahit, dan sebagainya.

18
4) Produktif Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir
baik untuk permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah,
sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha
untuk membantu para pedangang atau bagi pengembangan usaha
untuk membantu pengusaha kecil.

F. Sistem Pengelolaan Zakat Pada BAZNAS


BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal
pengelolaan zakat untuk melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, pelaporan dan pertanggungjawaban atas pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang berasaskan: syariat Islam,
amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi
danakuntabilitas. Adapun fungsi BAZNAS:
1) Perencanaan pengelolaan zakat nasional;
2) Pengumpulan zakat nasional;
3) Pendistribusian dan pendayagunaan zakat nasional;
4) Pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat nasional;
5) Pemberian pertimbangan pembentukan BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota;
6) Pemberian pertimbangan pengangkatan unsur pimpinan BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota;
7) Pengesahan hak amil dan RKAT BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota; dan
8) Pemberian rekomendasi izin pembentukan LAZ.

G. Penghimpunan Zakat Pada BAZNAS


Kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun/mengumpulkan harta
zakat yang diperoleh dari wajib zakat/muzakki untuk disalurkan kepada
penerima zakat mustahik. Adapun jenis penghimpunan dana zakat pada
Baznas yakni:

19
1) Melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) pada: UPZ di K/L
(Kementerian/Lembaga), UPZ di BUMN (Badan Usaha Milik Negara),
dan UPZ di BUMS (Badan Usaha Milik Swasta). Dengan berbagai
pelayanan yang diberikan kepada muzakki melalui Baznas diantaranya:
Pada penghimpunan dana melalui UPZ, kerja sama program bina
lingkungan/CSR, donasi pelanggan/retail.
2) Secara Langsung pada: Sistem Payment roll, virtual account di Bank,
dan konter Baznas, pembayaran melalui e-commerce, layanan jemput
zakat, layan Biz Zakat/mobil zakat keliling. Adapun layanan yang
diperoleh muzakki yakni konsultasi dan konfirmasi zakat, nomor pokok
wajib zakat (NPWZ), bukti setor zakat (BSZ) dan laporan donasi,
sms/email gateway, muzakkicorner.
3) Upaya Sosialisasi Zakat melalui: Sosialisasi di K/L, Sosialisasi di
BUMN/BUMS, Event/kampanye zakat, dan MajalahBulanan.

H. Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat oleh BAZNAS


1) Program Baznas bidang Ekonomi: Sekolah Kewirausahaan (Program
pendidikan kewirausahaan yang diberikan kepada calon pengusaha dari
kalangan masyarakat miskin.
Program Pemberdayaan Dhuafa Pengusaha (Program untuk
membina dan mempercepat keberhasilaan pengembangan dari usaha
mikro milikdhuafa melalui rangkaian pembinaan pada elemen usaha
agar menjadi profitable, memiliki pengelolaan organisasi, modal,
produksi, keuangan yang benar, dan menjadi tempat usaha yang
sustainable, hingga akhirnya mandiri dan memiliki dampak positif bagi
masyarakat pada umumunya. Program Pengembangan pertanian &
Peternakan (Pusat pemberdayaan dan pengembangan yang tepat untuk
petani dan peternak untukdhuafa.
2) Program Baznas bidang Sosial: Program Beasiswa Baznas (Beasiswa
pendidikan tinggi, pendidikan dasar menengah, dan beasiswa penelitian
dan jurnal. Rumah Sehat Baznas Indonesia (Kegiatan preventif dan

20
promotif kesehatan contoh operasi katarak, 1000 kacamata, sunatan
massal, bantuan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan), Baznas
Tanggap Bencana (Respon Kebencanaan evakuasi, bantuan sandang
pangan papan dasar, dan kesehatan, pengurangan resiko bencana,
pelatihan kebencanaan, pembentukan relawan tanggap bencana).
Program Pengembangan Pendidikan & Pesantren (Penyusunan
sistem pendidikan berdasarkan karakteristik local, pelatihan untuk guru
di wilayah 3T (Tertinggal, terluar, dan terpencil), Layanan Masyarakat
Aktif (Layanan masyarakat miskin, pemberian bantuan akses dasar
kepada masyarakat miskin secara cepat dan tepat).
3) Program Baznas bidang Advokasi: Pusat Kajian Strategis BAZNAS
(PUSKAS) (Pusat riset dan kajian strategis yang akan memperkuat
pembangunan nasional melalui zakat filantropi). Lembaga Peduli
Migran (Memberikan pembekalan yang memadai dan advokasi kepada
para TKI di berbagai negara destinasimigran).
4) Program Baznas bidang ZCD (Zakat Community Development):
Program pemberdayaan yang bersifat komprehensif berbasis komunitas
dalam lingkup ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, dan lingkungan
untuk mencapai kesejahteraan dankemandirian.

I. Sistem Pengelolaan Waqaf


Di Indonesia pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
diatur oleh BadanWakaf Indonesia (BWI). Kehadiran BWI, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan
perwaqafan di Indonesia.
Untuk memaksimalkan potensi wakaf uang yang sangat besar perlu
dikelola oleh lembaga-lembaga dalam bidang wakaf yang profesional atau
Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf Uang (LKS-PWU
Perlu diketahui Undang-Undang No. 41/2004 Pasal 28 bahwa wakif
dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang hanya melalui Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Tertanggal

21
31 Desember 2015 Menteri Agama sudah menetapkan 15 bank sebagai
penerima setoran wakaf uang yang disebut Lembaga Keuangan Syariah-
Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yaitu Bank Muamalat Indonesia,
Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank DKI Syariah, dan Bank Mega
Syariah, Bank BTN Syariah, Bank Syariah Bukopin, BPD Jogya Syariah,
BPD Kalbar Syariah, BPD Jateng Syariah, BPD Kepri Riau Syariah, BPD
Jatim Syariah, BPD Sumut Syariah, Bank CIMB Niaga Syariah, Panin
Bank Syariah.

J. Dampak Dana Zakat, Infak, Shadaqah dan Waqaf terhadap Pengentasan


Kemiskinan di Indonesia
Banyak pakar ekonomi mengatakan bahwa krisis ekonomi yang
melanda Bangsa Indonesia tahun 1998 yang lalu telah membuat kondisi
perekonomian Indonesia terpuruk. Hampir semua sektor-sektor
perekonomian mengalami kelumpuhan. Implikasi dari hal tersebut adalah
ditandai dengan adanya penurunan pertumbuhan perekonomian nasional
sebesar 13,2%, sementara itu kenaikan harga melonjak sangat tinggi
hingga mencapai 77,6%. Di sisi lain, angka pengangguran meningkat
tajam sebagai akibat dari semakin banyaknya perusahaan yang
mengurangi ataupun menghentikan produksinya, sehingga meningkatkan
persentase jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia (Gampito: 2008).
Menurut Kiyosaki (2000) dalam Muhammad (2006:39), mobilisasi
pemikiran telah banyak ditempuh oleh para cendikiawan dengan
penyelidikannya yang tekun telah berlangsung kurunan abad dengan
pengorbanan dana triliunan dolar dan telah mengahasilkan konsep yang
rumit dalam usaha untuk menanggulangi kemiskinan dan meratakan
pembangunan dalam skala nasional maupun global. Hasil kajian boleh jadi
setinggi langit, baik yang dilakukan oleh pakar-pakar nasional maupun
global seperti Bank Dunia dan Lembaga Riset Berwibawa lainnya
berkesimpulan sama, yaitu tidak memadai dengan pengorbanan dana yang

22
dicurahkan. Bahkan pada kenyataannya penanggulangan kemiskinan
semakin jauh dari harapan dan cenderung masih memelihara kepincangan
antara yang kaya dengan yang miskin, bahkan pertumbuhan ekonomi
masyarakat dunia semakin tidak sehat dan rapuh, yang kaya semakin kaya
dan kuat, sedangkan yang miskin semakin melarat.
Kondisi tersebut menurut Hafidhuddin (2007:104) merupakan potret
dari kemiskinan struktural. Artinya, kemiskinan yang ada bukan
disebabkan oleh lemahnya etos kerja, melainkan disebabkan oleh
ketidakadilan sistem. Kemiskinan model ini sangat membahayakan
kelangsungan hidup sebuah masyarakat, sehingga diperlukan adanya
sebuah mekanisme yang mampu mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh
kelompok masyarakat mampu (the have) kepada kelompok masyarakat
yang tidak mampu (the have not).
Ada beberapa alasan mengapa ekonomi Islam mempunyai kesempatan
emas untuk terus berkembang di Indonesia, yaitu adanya ketimpangan
sosial antara si kaya dan si miskin. Ini artinya terjadi ketidakadilan sebuah
sistem yang di diback-up penuh dan menjadi monopoli penguasa (Azizy,
2004: 194).
Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya
pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan
sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki
dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah
semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem
kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama, zakat
merupakan panggilan agama, Ia merupakan cerminan dari keimanan
seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti.
Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang
telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus
membayar. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan
sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan
pembangunan. Menurut Musfiqoh (2002), pemberdayaan kegiatan zakat,

23
beserta infaq dan shodaqah merupakan strategi untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat serta usaha mengurangi ketergantungan
ekonomi Indonesia terhadap bantuan-bantuan luar, dan membebaskan
masyarakat dari problem kemiskinan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga yang
berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian

24
dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yang telah mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk
oleh menteri.
Pasal 28 Undang-undang nomor 23 tahun 2011 dijelaskan lembaga
zakat mempunyai tugas bahwa pengelolaan infaq, sedekah dan dana sosial
lainnya adalah selain menerima zakat, BAZNAS atau UPZ juga dapat
menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya termasuk
didalamnya juga waqaf.
Badan Waqaf Indonesia (BWI) merupakan lembaga pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf diatur. Kehadiran BWI, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan
perwaqafan di Indonesia.
Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya
pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Menurut Musfiqoh
(2002), pemberdayaan kegiatan zakat, beserta infaq dan shodaqah
merupakan strategi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat
serta usaha mengurangi ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap
bantuan-bantuan luar, dan membebaskan masyarakat dari problem
kemiskinan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Dawlatil Khilafah cetakan I, (Beirut:


Darulilmi lil Malayin, 1983) hal 55
Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Bahar, Mukhlis. 2006.“Lembaga Amil Zakat dan Peranannya dalam Pengentasan
Kemiskinan:” Volume III, dalam Ramayulis (ed), Hadharah Jurnal
Keislaman dan Peradaban. Padang.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani.http://baznas.go.id
Kementerian Urusan Agama Islam Wakaf, Dakwah dan Irsyad. Hal 47
Pasal 1 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 8 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 11 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat.
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu Juz II (Damaskus: Darul
Fikr, 1996) hal 916
Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Zakat, (Bairut: Muasasah al-Risalah, 2000), h. 581.

26

Anda mungkin juga menyukai