Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

“TRANSAKSI (JUAL BELI) DALAM ISLAM”

Dibimbing Oleh

H. Muzayyin, S.EI., M.E,

Disusun Oleh :

1. Tiwik Nur Lailatul F. (E20181038)


2. Mitha Angreani (E20181039)
3. Ayu Indahwati (E20181040)
4. Sri Wahyuni (E20181041)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN) JEMBER
SEPTEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT, Karena hidayah-Nya pula Alhamdullilah, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Etika bisnis islam dan pada
kesempatan kali ini penulis ucapkan terimakasih kepada H. Muzayyin, S.EI., M.E,. Selaku
pembimbing dan pengarah kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik serta
terimakasih pula pada teman-teman atas kerjasamannya sehingga penulis dengan maksimal
telah menyelesaikan makalah yang mana dengan judul “Transaksi (jual beli) dalam Islam”

Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis akan menjelaskan berbagai materi yang
menarik dan bisa menjadi bahan untuk disimak bersama. Penulis sudah berusaha menyusun
makalah ini dengan sebaik mungkin, akan tetapi penulis menyadari kesalahan dan
kekurangannya, maka makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun berkat arahan, bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan
bimbingan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca
umumnya. Amin.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb

Lamongan, 20 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. RumusanMasalah..................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Transaksi yang diperbolehkan dan dilarang dalam Islam.....................2


B. Ketentuan melakukan transaksi bisnis dalam Islam.............................11
C. Jenis -jenis akad dalam bisnis Syariah..................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran.....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10
pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadist). artinya, melalui jalan
perdagangan inilah pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah
terpancar daripadanya.
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya
ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual
beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan
kehendak syara’.
Adapun etika dalam jual beli yakni, hendaknya perdagangan yang dilakukan
memperdagangkan barang-barang yang diperbolehkan bukan dari barang yang haram,
dilarang menipu dalam perdagangan, dilarang menimbun barang, dilarang bersumpah,
dilarang menaikkan harga barang yang telah baku atau mencari laba yang besar, wajib
mengeluarkan zakat atas keuntungan yang diperoleh bila memenuhi syarat yang telah
ditetapkan oleh agama, dan wajib bagi pedagang muslim untuk tidak meninggalkan
perintahperintah agamanya disamping kesibukannya
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja transaksi yang diperbolehkan dan dilarang dalam Islam ?
2. Apa ketentuan transaksi bisnis dalam Islam ?
3. Apa jenis – jenis akad dalam bisnis Syariah ?
C. TUJUAN
1. Umtuk mengetahui transaksi yang diperbolehkan dan dilarang dalam Islam.
2. Untuk mengetahui ketentuan transaksi bisnis dalam Islam
3. Untunk mengetahui jenis – jenis akad dalam bisnis Syariah

1
BAB III
PEMBAHASAN

A. TRANSAKSI YANG DIPERBOLEHKAN DAN DILARANG DALAM ISLAM


 Transaksi yang Dilarang Dalam Islam
Hendaklah menjauhi muamalah dan usaha-usaha yang buruk yang
diharamkan. Rasulullah melarang jual beli yang dilakukan dengan cara yang buruk,
mendatangkan madharat atau bahaya bagi orang lain. 1 Serta mengambil harta
seseorang dengan cara yang batil. Berikut beberapa transaksi perniagaan atau jual
beli yang dilarang :
1. Jika akad jual beli itu menyulitkan ibadah.
Misalnya mengambil waktu salat titik seorang pedagang sibuk dengan jual beli
sampai terlambat melakukan salat jamaah di masjid, baik tertinggal seluruh salat
atau masbuq. Berniaga yang sampai melelahkan seperti ini dilarang. Allah
berfirman.

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada
hari Jumat. maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli titik yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui titik
apabila telah ditunaikan salat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung." (Al jumu'ah ;9-10)
2. Diantara jual beli yang dilarang dalam Islam, yaitu menjual barang yang
diharamkan.
Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka dia juga mengharamkan hasil
penghasilannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang menjual bangkai, babi,
khamr, patung. barangsiapa yang menjual bangkai, maksudnya daging hewan
yang tidak disembelih dengan cara yang syar'i ini berarti ia telah menjual
bangkai dan memakan hasil yang haram. Begitu juga hukum menjual khamr
1
Al Manhaj, Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam, (Februari, 2011)

2
yang maksudnya segala yang bisa memabukkan sebagaimana sabda rasulullah
shallallahu alaihi wasallam :

“Semua yang memabukkan itu adalah khamr dan semua khamr itu haram”.
3. Diantara jual beli yang dilarang ialah, menjual berbagai macam alat musik.
Seperti seruling kecapi, perangkat-perangkat musik dan semua alat-alat yang
dipergunakan untuk perbuatan sia-sia. Meskipun alat-alat itu diberi istilah lain
seperti alat-alat kesenian maka haram bagi kaum muslim untuk menjual semua
alat dan perangkat-perangkat itu seharusnya alat-alat tersebut dimusnahkan dari
negeri kaum muslimin agar tidak tersisa.
4. Diantara jual beli yang dilarang, ialah menjual gambar.
Nabi sallallahu alaihi wasallam melarang berjualan Ashnam, maksudnya ialah
gambar. pada dasarnya ashnam itu adalah gambar patung,bbaik patung
khayalan, burung, binatang ternak atau manusia. Semua gambar makhluk yang
bernyawa itu haram untuk dijual dan hasil penjualannya juga haram. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam melaknat para pelukis dan memberitahukan bahwa
mereka adalah manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat nanti titik
begitu juga, tidak boleh menjual majalah majalah yang bergambar, terutama
yang memuat gambar-gambar cabul. Gambar, di samping diharamkan, ia juga
menebar fitnah titik karena tabiat seorang manusia, jika melihat gambar atau
foto gadis cantik yang menampakan sebagian kecantikannya atau sebagian
anggota tubuhnya, biasanya akan membangkitkan syahwatnya, yang kadang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dan tindakan kriminal.
5. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual kaset kaset berisi lagu-lagu
cabul.
Suara penyanyi yang diiringi musik. Isinya bercerita tentang asmara, cinta atau
menyanjung wanita. Lagu-lagu ini haram untuk didengar direkam, dijual titik
hasil penjualannya termasuk dalam katagori hasil yang haram dan dilarang oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena lagu-lagu ini menebarkan
kerusakan, perbuatan nista, merusak akhlak, serta membuka jalan bagi
keburukan agar sampai ke rumah-rumah kaum muslimin.
6. Termasuk jual beli yang dilarang ialah, menjual barang yang dimanfaatkan oleh
pembeli untuk sesuatu yang haram.

3
Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti, bahwa si pembeliakan
menggunakan barang yang dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka
akan jual beli ini hukumnya haram dan bathil. Jual beli seperti ini termasuk
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah Azza wa jalla
berfirman :

"Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebijakan dan takwa dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al maidah ; 2)
7. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual barang yang tidak ia miliki.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti
ini. Dalam suatu riwayat ada seorang sahabat bernama hakim bin hazam
radhiallahu Anhu berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :

"wahai, Rasulullah titik seseorang datang kepadaku titik dia ingin membeli
sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku titik kemudian
aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu". Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda : "Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu". (HR
Timidzi)
8. Termasuk jual beli yang dilarang ialah jual beli secara 'Inah.
Apakah maksud jual beli dengan Inah itu? yaitu engkau menjual suatu barang
kepada seseorang dengan pembayaran tempo atau bayar di belakang, kemudian
engkau membeli barang itu lagi atau dari pembeli tadi dengan harga yang lebih
murah tetapi dalam pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada pembeli

4
titik ketika sudah sampai tempo pembayaran engkau minta dia membayar penuh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

"Jika kalian melakukan jual beli dengan cara Inah, dan kalian telah memegang
ekor sapi, dan kalian rela dengan bercocok tanam, Allah akan menimpakan
kehinaan kepada kalian. Allah azza wa jalla tidak akan mengangkatnya sampai
kalian kembali kepada agama kalian." (HR abu Dawud dan memiliki beberapa
penguat)
9. Diantara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar harga tinggi untuk
menipu pengunjung lainnya).
Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelanggan, ada penawaran atas suatu
barang dengan harga tertentu, kemudian ada seseorang yang menaikkan harga
tawarannya padahal ia tidak berniat untuk membelinya. Dia hanya ingin
menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu
para pembeli baik orang ini bekerja sama dengan penjual ataupun tidak. Orang
yang menaikkan harga, padahal tidak berniat untuk membelinya telah
melanggar larangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana dalam
sabdanya :

"Janganlah kalian melakukan jual beli najasy"


10. Diantara jual beli yang dilarang ialah, seorang muslim melakukan akad jual beli
di atas akad saudaranya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

"Janganlah sebagian diantara kalian berjualan di atas jualan sebagian".


Misalnya seseorang mencari barang, dan dia membelinya dari seorang pedagang
titik lalu pedagang ini memberikan hak pilih atau jadi atau tidak kepada si
pembeli dalam tempo selama 2 atau 3 hari atau lebih. Pada masa-masa ini tidak
boleh ada pedagang lainnya masuk dan mengatakan kepada pembeli tadi
"tinggalkan barang ini dan saya akan memberikan barang sejenis dengan

5
kualitas yang lebih baik dan harga lebih murah", penawaran seperti ini
merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad jual beli saudaranya.
11. Diantara jual beli yang dilarang ialah, menjual dengan cara menipu.
Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau ketahui
cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya. Jual beli seperti ini tidak boleh,
karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan titik para penjual
seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak dijual
tersebut dalam keadaan cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena
ancaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya:

"penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah titik jika
keduanya jujur, niscaya keduanya akan diberikan barokah pada jual-beli
mereka. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan atau cacat barang,
niscaya berkah jual beli mereka dihapus".
 Transaksi yang Diperbolehkan Dalam Islam
Beberapa bentuk jual beli yang diperbolehkan dalam hukum (fikih) Islam,
yaitu Bai’ al-Sil’ah bi al-Naqd, Bai’ al-Muqayadhah, Bai’ al-Salam, Bai’ al-
Murabahah, Bai’ al-Wadhiah, Bai’ al-Tauliah, Bai’ al-Inah, Bai’ al-Istishna’,
dan Bai’ al-Sharf.2 Di bawah ini akan diurakan mengenai pengertian dan contoh-
contoh dari bentuk jual beli tersebut.
1. Bai’ al-Sil’ah bi al-Naqd (‫)بيع السلعة بالنقد‬
Bai’ al-Sil’ah bi al-Naqd yaitu menjual suatu barang dengan alat tukar resmi
atau uang. Jenis jual beli ini termasuk salah satu jenis jual beli yang paling
banyak dilakukan dalam masyarakat dewasa ini. Contoh  Bai’ al-Sil’ah bi al-
Naqd adalah membeli pakaian atau makanan dengan uang rupiah sesuai dengan
harga barang yang telah ditentukan.
2. Bai’ al-Muqayadhah (‫)بيع المقايضة‬
Bai’ al-Muqayadhah yaitu jual beli suatu barang dengan barang tertentu atau
yang sering disebut dengan istilah barter. Jenis jual beli ini tidak hanya terjadi
pada zaman dulu saja, namun juga masih menjadi salah satu pilihan masyarakat

2
Evendi Muthar, Jual Beli Dalam Islam, (Agustus, 2015)

6
dewasa ini. Hal sangat prinsip yang harus diperhatikan dalam menjalankan jenis
jual beli ini adalah memperhatikan aspek-aspek yang terkait dengan etika
berbisnis dalam Islam.
Selain itu, prinsip lain yang juga harus diperhatikan adalah hal-hal yang dapat
menimbulkan kerugian di antara kedua belah pihak serta tidak memunculkan
aspek ribawi, terutama terkait dengan penukaran (barter) antara dua barang
sejenis dengan perbedaan ukuran dan harga. Contoh Bai’ al-
Muqayadhah adalah menukar beras dengan jagung, pakaian dengan tas, atau
binatang ternak dengan barang tertentu lainnya.
3. Bai’ al-Salam (‫)بيع السلم‬
Bai’ al-Salam yaitu jual beli barang dengan cara ditangguhkan penyerahan
barang yang telah dibayar secara tunai. Praktik jual beli jenis ini dapat
digambarkan dengan seorang penjual yang hanya membawa contoh atau gambar
suatu barang yang disertai penjelasan jenis, kualitas dan harganya, sedangkan
barang yang dimaksudkan tidak dibawa pada saat transaksi terjadi. Jenis jual
beli ini termasuk jual beli yang dibolehkan dalam Islam, selama dilakukan
dengan suka rela dan tetap memperhatikan hak dan tanggung jawab masing-
masing pihak.
Dengan ketentuan ini, maka tidak ada pihak yang dirugikan setelah salah satu
pihak (pembeli) menyerahkan sejumlah uang kepada pihak yang lain
(penjual/sales). Contoh Bai’ al-Salam adalah membeli perabotan rumah tangga,
seperti kursi, meja atau almari dari seorang sales yang menawarkan barang
dengan membawa contoh gambar/foto barang. Selanjutnya, barang itu
dikirimkan kepada pembeli setelah dibayar terlebih dahulu. Contoh lainnya
adalah jual beli barang yang dipajang melalui media atau jaringan internet
(iklan). Calon pembeli mentransfer sejumlah uang kepada penjual sesuai harga
barang, kemudian barang baru dikirim kepada pembeli.
4. Bai’ al-Murabahah (‫)بيع المرابحة‬
Bai’ al-Murabahah yaitu menjual suatu barang dengan melebihi harga pokok,
atau menjual barang dengan menaikkan harga barang dari harga aslinya,
sehingga penjual mendapatkan keuntungan sesuai dengan tujuan bisnis (jual
beli). Tatkala seseorang menjual barang, ia harus mempertimbangkan
kemampuan daya beli masyarakat, lebih-lebih hal itu untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari. Dengan demikian, mematok keuntungan yang

7
terlalu tinggi dapat menyulitkan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pokok. Dalam menentukan besaran keuntungan, maka seorang
penjual harus memiliki pertimbangan antara aspek komersial dan sosial untuk
saling ta’awun (saling menolong).
Pada titik ini, bisnis yang dijalankannya memiliki dua keuntungan sekaligus,
yaitu finansial dan sosial. Dalam agama Islam sering disebut “fiddun–ya
hasanah wa fil akhirati khasanah (kebahagiaan dunia dan akhirat)”.
Contoh Bai’ al-Murabahah adalah menjual baju yang harga aslinya Rp.
35.000,- menjadi Rp.40.000,-. Dengan demikian, penjual mendapatkan
keuntungan sebesar Rp. 5000,-.
5. Bai’ al-Wadhiah (‫)بيع الوضيعة‬
Bai’ al-Wadhiah yaitu kebalikan dari jual beli Murabahah, yaitu menjual
barang dengan harga yang lebih murah dari harga pokoknya. Sebagai contoh
misalnya, seorang menjual hand phone (HP) yang baru dibelinya dengan harga
Rp.500.000,- Namun karena adanya kebutuhan tertentu, maka ia menjual HP
tersebut dengan harga Rp. 450.000,. Praktik jual beli seperti ini diperbolehkan
dalam Islam, selama hal itu dibangun atas prinsip saling rela (‘an–taradin), dan
bukan karena paksaan.
6. Bai’ al-Tauliah (‫)بيع التولية‬
Bai’ al-Tauliah yaitu jual beli suatu barang sesuai dengan harga pokok, tanpa
ada kelebihan atau keuntungan sedikitpun. Praktik jual beli seperti ini
digambarkan dengan seseorang yang membeli sebuah motor baru dengan harga
Rp. 13.500.000. Mengingat ia memiliki kebutuhan lainnya yang lebih penting
atau pertimbangan tertentu, maka motor tersebut dijual dengan harga yang
sama. Sepintas, jenis jual beli ini terkesan bertentangan atau menyalahi prinsip
dan tujuan jual beli pada umumnya, yaitu untuk mencari keuntungan finansial
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup (ma’isyah) seseorang.
Namun perlu difahami bahwa biasanya praktik jual beli al-tauliyah dapat terjadi
secara kasuistis karena adanya suatu kondisi tertentu, sehingga ia rela menjual
barang yang dimilikinya sesuai harga pokok dan tanpa bermaksud untuk
mencari keuntungan sedikitpun. Jual beli semacam ini termasuk hal yang
diperbolehkan dalam Islam, selama dibangun di atas prinsip saling merelakan
(‘an–Taradhin), dan tidak terdapat unsur paksaan serta kezaliman.
7. Bai’ al-Inah (‫)بيع العينة‬

8
Bai’ al-Inah yaitu jual beli yang terjadi antara dua belah pihak (penjual dan
pembeli), di mana seseorang menjual barangnya kepada pihak pembeli dengan
harga tangguh lebih tinggi, dan menjual dengan harga lebih murah jika dibayar
secara tunai (cash). Dalam fikih Islam, jenis jual beli seperti ini sering juga
disebut dengan “al-bai’ bitsamanin ‘ajil” atau jual beli dengan sistem kredit,
atau jual beli dengan pembayaran yang ditangguhkan. Jenis jual beli ini
hukumnya Mubah (boleh), dengan syarat, penjual harus memperhatikan hak-hak
pembeli, penentuan harga yang wajar, dan tidak ada kezaliman. Dengan
demikian, terdapat unsur saling tolong-menolong di antara penjual dan pembeli
untuk menyediakan dan melonggarkan kesulitan masing-masing pihak. Seorang
penjual membantu menyediakan barang bagi calon pembeli sesuai kemampuan
daya beli dengan memberikan waktu sesuai kesepakatan.
Di sisi lain, penjual juga tidak diperkenankan untuk mencari kesempatan dalam
kesempitan dengan memanfaatkan ketidakmampuan ekonomi calon pembeli
demi mencari keuntungan semaksimal mungkin. Jika hal ini terjadi, maka
pembeli akan merasa terpaksa mengikuti sistem yang ditetapkan penjual, karena
kebutuhannya yang mendesak terhadap barang tertentu.
Dalam praktik sehari-hari, tidak sedikit orang yang mengkreditkan barang
dengan melakukan penyitaan (mengambil kembali) barang yang telah
dikreditkan karena pembeli belum sanggup melunasi sesuai batas waktu yang
telah ditentukan tanpa memberikan toleransi atau penambahan waktu. Sistem
seperti ini tentu merupakan bentuk kezaliman terhadap orang lain yang sangat
dibenci dan dilarang oleh ajaran Islam.
8. Bai’ al-Istishna’ (‫)بيع االستصناع‬
Bai’ al-Istishna’ yaitu jenis jual beli dalam bentuk pemesanan (pembuatan)
barang dengan spesifikasi dan kriteria tertentu sesuai keinginan pemesan.
Pemesan barang pada umumnya memberikan uang muka sebagai bentuk
komitmen dan keseriusan. Setelah terjadinya akad atau kesepakatan tersebut,
kemudian penjual memproduksi barang yang dipesan sesuai kriteria dan
keinginan pemesan. Bentuk jual beli ini sepintas memiliki kemiripan dengan
jual beli Salam (bai’ al-Salam), namun tetap terdapat perbedaan.
Di dalam jual beli Salam, barang yang ditransaksikan sesungguhnya sudah ada,
namun tidak dibawa pada saat terjadinya jual beli. Penjual (salesman) hanya
membawa foto atau contoh barang (sample) saja, kemudian diserahkan kepada

9
pembeli setelah terjadinya kesepakatan di antara mereka. Sedangkan dalam jual
beli istishna’, barang yang diperjual-belikan belum ada dan belum diproduksi.
Barang itu baru dibuat setelah terjadinya kesepakatan di antara penjual dan
pembeli sesuai kriteria dan jenis barang yang dipesan. Contoh Bai’ al-
Istishna’ adalah pemesanan pembuatan kursi, almari dan lain sebagainya kepada
pihak produsen barang. Jenis jual beli seperti ini diperbolehkan dalam Islam,
sekalipun barang yang diperjual belikan belum ada, asalkan dibangun di atas
prinsip saling merelakan (‘an–taradhin), transparan (tidak manipulatif),
memegang amanah, serta sanggup menyelesaikan pesanan sesuai kesepakatan
yang telah diputuskan bersama.
9. Bai’ al-Sharf (‫)بيع الصرف‬
Bai’ al-Sharf  yaitu jual beli mata uang dengan mata uang yang sama atau
berbeda jenis (currency exchange), seperti menjual rupiah dengan dolar
Amerika, rupiah dengan rial dan sebagainya. Jual beli mata uang dalam fikih
kontemporer disebut “tijarah an-naqd” atau “al-ittijaar bi al-‘umlat”.
Abdurrahman al-Maliki mendefinisikan bai’ al-sharf sebagai pertukaran harta
dengan harta yang berupa emas atau perak, baik dengan sesama jenis dan
jumlah yang sama, maupun dengan jenis yang berbeda dan jumlah yang sama
ataupun tidak. Menurut para ulama, hukum jual beli mata uang
adalah Mubah (boleh), selama memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana
dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW berikut:

‫ح ِم ْثالً بِ ِم ْث ٍل يَدًا‬
ِ ‫ش ِعي ُر ِبالش َِّعي ِر َوالتَّ ْم ُر بِالتَّ ْم ِر َوا ْل ِم ْل ُح ِبا ْل ِم ْل‬ َّ ِ‫ضةُ بِا ْلف‬
َّ ‫ض ِة َوا ْلبُ ُّر بِا ْلبُ ِّر َوال‬ َّ ِ‫ب َوا ْلف‬ َّ ِ‫َب ب‬
ِ ‫الذ َه‬ َّ
ُ ‫الذه‬
ِ ‫ستَ َزا َد فَقَ ْد أَ ْربَى‬
َ ‫اآلخ ُذ َوا ْل ُم ْع ِطى فِي ِه‬
‫رواه مسلم‬ – .‫س َوا ٌء‬ ْ ‫بِيَ ٍد فَ َمنْ زَ ا َد أَ ِو ا‬

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan
gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum)  dijual dengan sya’ir, kurma dijual
dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) harus
sama dan kontan. Barangsiapa yang menambah atau meminta tambahan maka
ia telah berbuat riba, pemberi dan penerima dalam hal ini sama” [HR.
Muslim].

Dalam hadits lain, dijelaskan:

ً‫ق إِالَّ ِم ْثال‬


ِ ‫ق بِا ْل َو ِر‬
َ ‫ َوالَ تَبِي ُعوا ا ْل َو ِر‬، ‫ض‬
ٍ ‫ض َها َعلَى بَ ْع‬ ِ ُ‫ َوالَ ت‬، ‫ب إِالَّ ِم ْثالً بِ ِم ْث ٍل‬
َ ‫شفُّوا بَ ْع‬ َّ ِ‫َب ب‬
ِ ‫الذ َه‬ َّ ‫الَ تَبِي ُعوا‬
َ ‫الذه‬
‫رواه البخاري ومسلم‬ – .‫ َوالَ تَبِي ُعوا ِم ْن َها َغائِبًا بِنَا ِج ٍز‬، ‫ض‬ ِ ُ‫ َوالَ ت‬، ‫بِ ِم ْث ٍل‬
َ ‫شفُّوا بَ ْع‬
ٍ ‫ض َها َعلَى بَ ْع‬

10
“Janganlah engkau menjual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan
sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya.
Janganlah engkau menjual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan
sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Dan
janganlah engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar
dengan lainnya yang tidak diserahkan secara kontan” [HR. al-Bukhari dan
Muslim].

Sekalipun kedua hadits tersebut berbicara tentang jual beli atau pertukaran emas
dan perak, namun hukumnya berlaku pula untuk mata uang saat ini. Hal ini
tidak lain karena sifat yang ada pada emas dan perak saat itu sama dengan uang
saat ini, yaitu sebagai alat tukar atau uang (al-nuqud). Menurut para ulama fikih,
termasuk Majelis Ulama Indonesia, transaksi jual beli mata uang pada
prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:

- Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).


- Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
- Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya harus
sama dan secara tunai (at-taqabudh).
- Apabila berlainan jenis, maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

B. KETENTUAN MELAKUKAN TRANSAKSI BISNIS ISLAM


Transaksi yang Islami
Prinsip dasarnya transaksi syariah adalah sebagai berikut :
1. Pada aslanya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
melarang atau megharamkannya. Karena itu umat islam diperkenakan bahkan
sangat dianjurkan untuk terus berkembang dan terus berinovasi dalam
mengembangkan transaksi sistem muamalatnya.
2. Adanya kebebasan membuat kontrak bedasarkan kesepakatan bersama
(tijarathan an taradhin minkum) namun tidak dibolehkan membuat persyaratan
yang menghalalkan sesuatu yang haram atau mengaramkan sesuatu yang halal.
3. Pelarangan dan pengindaran terhadap riba, gharar dan maysir. Riba adalah
penambahan yang diambil tanpa adanya transaksi pengganti atau

11
penyeimbangan yang dbenarkan syariah. Maysir adalah perilaku berbau judi
dalam setiap penetapan aturan dan persyaratan transaksi. Gharar adalah ketidak
pastian (game of chance) dalam setiap penetapan aturan dan persyaratan
transaksi.
4. Prinsip moral transaksi syariah menetapkan bahwa tidak ada return tanpa
adanya resiko dan tidak ada penetapan harga tanpa pengeluaran. Dengan begitu
semakin transaksi mengindahkan resiko maka semakin tinggi ekspektasi
keuntungan akan semakin tinggi pula resikonya.
5. Etika (akhlaq) dalam transaksi harus dijalankan sepenuh hati seperti
dokumentasi (penulisan perjanjian/akad) untuk transaksi tidak tunai dan lain
sebagainya yang berkatan dengan moral hazrad islami, selan harus bersih dari
unsur riba, gharar dan maysir transaksi syariah juga harus bersih dari manipulasi
dan kontrol harga (darar) sesuatu yang mengganggu detriment dan tidak
merugikan kepenyingan publik. Harga tebentuk secara fair dan terdapat
informasi yang akurat, cukup dan apa adanya.
Penerapan Transaksi Islami
Dalam melakukan transaksi keuangan, islam tidak hanya melihat optimalisasi
atau bahkan maksimalisasi hasil akhirnya. Niat awal dan proses yang harus dijalani
harus tetap dijalur syar’i. Salah satu pedoman dasartertuang dalam. Q.S An-nisa’ :
29 :

”yang artinya hai orang orang yang beriman janganlah engkau memakan harta
sesama secara batil kecuali dengan perniagaan yang berlangsung secara suka-suka
diantara kamu,.....” 3
Persoalannya adalah bagimana yang dimaksud bertransaksi secara benar
menurut syariat dan tidak jatuh pada kategori “memakan harta sesama secara batil”.
Koridor syariah telah menentukan aturan, sesuatu transaksi yang dalam hal ini
dipresentasikan dalam proses jual beli, dikatakan sah secara syar’i bagi seluruh
rukun dan syaratnya terpenuhi.4

3
, budi wesaksen, Etika Dalam Bisnis Islam, hal 58
4
Dr. Ika yunia fauzia, Lc. M.E.I, Etika Dalam Bisnis Islam, hal 38

12
Adapun rukun dan syarat jual beli menurut mayoritas ulama ada tiga (ibrahim
2002, hal 111-120) yakni harus hadir didalam proses jual beli tersebut adalah
sebagai berikut :
- Aqid, adalah mereka yang mengadakan akad, ialah penjual dan pembeli.
- Ma’qud alaihi, atau objek akad yaitu berupa tsaman (barangnya) dan mutsaman
(komioditasnya, atau barangnya).
- Sighat atau pernyataan yang terdiri dari ijab kabul.

Syariat islam menetapkan dalam akad harus terwujud rasulullahhiyah atau


kondisi suka sama suka. Landasan syariah yaitu Q.S. An-nisa’:29 kemudian hadist
rasulullah yang diriwayatkan ibnu majjah “innamal al bai’u ‘an taradhin” (hendaklah
jual beli itu dengan suka sama suka). Kemudia ijma’ atau kesepakatan para mujtahid
menetapkan bahwa haram hukumnya mengambil harta orang lain kecuali
pemiliknya rela.

Beberapa cendekiawan fiqih kontemporer diantaranya prof. Dr. Musthofa


ahmad az-zarqa (ibrahim, anwar, handout kuliah fiqih muamalah. PSKTTI-UI
jakarta 2003 hal 111-120 merumuskan asas rosulullahiyah kerelaan sebagai berikut
“asas yang berlaku untuk memperoleh harta orang lain atau menghalalkan hak orang
lain ialah kerelaan pemiliknya, baik dengan cara perdagangan atau tukar menukar
atau pemberian dan pelepasan hak secara suka rela dan kemauan sendiri”.

Etika dalam transaksi bisnis islam


Mempelajari beberapa hal tentang etika bisnis sebelum seseorang berbisnis
adalah suatu kewajiban. Seperti yang di perintahkan oleh ali dalam suratnya untuk
malik asther b. Harith tentang pengontrolan pasar, pembatasan pencatut laba,
penimbunan barang dan pasar gelap. Bahasan tentang etika bisnis mendapat
perhatian yang sangt tinggi dalam ekonomi islam, karena banyak ulama yang selalu
mengungkap hal tersebut dengan jelas. Ibn misykawayh adalah seseorang yang
berbicara tentang keadilan dalam perdaganga, ibn taymiyah menjelaskan tentang
public duties yang mencakup manajemen uang, peraturan timbangan dan ukuran,
pengontrolan harga disuatu kondisi tertentu dan keadaan abnormal yang
membolehkan pemungutan zakat diatas ketentuan syariah. Al-mawardi menjelaskan
tentang pengawasan pasar dan yahya b. Umar menulis kitab ahkam al-suq yang
merupakan kiab pertama didunia yang membahas tentang pengawasan pasar

13
berbagai hukum pasar khususnya yang berkaitan dengan dumping (siyasah al-
ighroq) dan monopoli (ikhtiar). Berbagai macam usaha yang dilakukan oleh para
pemikir ekonomi muslim di atas adalah ajaran tentang kepercayaan yang
mengajarkan tentang kepercayaan baru yang transenden. Hal ini merupakan embrio
yang sangat baik dalam upaya membangun sebuah perekonomian yang beretika
yang selalu mengindahkan kemaslahatan publik didalamnya.
Agar seseorang pengusaha tidak terjebak dalam kerja sama yang tidak berkah
dan dapat menimbulkan perilaku antitrust di antara pelaku bisnis. Maka mempelajari
beberapa akad kerja sama, jual beli, sewa menyewa dan yang lainnya, adalah sesuatu
yang sangat penting. Seorang pebisnis harus senantiasa mung-update
pengetahuannya dalam bidang ekonomi bisnis islam, agar tidak terjebak dalam
transaksi yang tidak halal. Selain itu ia haruslah selalu mengamati peningkatan dan
penurunan produksi dalam katannya dengan perubahan harga, seperti yang telah
digulirkan oleh abu yusuf.
Dalam etika yang berbasis seperti yang telah diteladani Rasulullah yaitu Nabi
Muhammad saw. dimana sewaktu muda dulu ia berbisnis dengan melakukan
kejujuran, kepercayaan dan ketulusan serta keramah-tamahan. Kemudian
mengikutinya dengan penerapan prinsip bisnis dengan nilai siddiq, amanah,
tabligh, dan fatanah, serta nilai moral dan keadilan. 5 Sekarang ini terdapat
kecenderungan berbisnis yang kurang sehat antar sesama pengusaha muslim atau
bahkan dengan yang lainnya. Sifat yang diajarkan dalam islam dengan segala akhlak
yang mulia (Mahmudah) merupakan sifat yang sebenarnya itu pula yang mesti
diterapkan oleh para pengusaha produsen maupun konsumen atau baik penjual
maupun pembeli sifat-sifat seperti berlaku jujur (al-amanah), berbuat baik kepada
kedua orang tua (birr al-walidain), memelihara kesucian diri ( al-iffah), kasih
sayang (al-rahman dan al-barri), berlaku hemat (al-iqtisad), menerima apa adanya
dan sederhana (qana'ah dan zuhud), perikelakuan baik (ihsan), kebenaran (siddiq),
pemaaf ('afu), keadilan ('adl), keberanian (ayaja'ah), malu (haya), kesabaran (sabr),
berterimah kasih (syukur), penyantun (hindun), rasa sepenanggungan (muwasat),
kuat (quwwah)" merupakan sifat yang mesti ditetapkan oleh umat islam secara
umum di masyarakat, dan sifat itu pula yang menjadikan Nabi Muhammad sebagai
seorang pedangan yang berhasil tatkala melakukan perjalanan niaga baik untuk
barang bawaan pamannya ataupun khadijah sebelum menjadi istrinya.
5
Muhammad Abd Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1993, hlm.288

14
Contoh yang diberikan oleh nabi Muhammad sebelum dan setelah menjadi
nabi dengan sifat-sifat kebaikan yang disebutkan dalam pernyataannya bahwa : dia
tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak mulia adalah suatu hal yang
teramat besar sifatnya dalam sumbangsihnya membangun peradaban dunia hingga
kini. Kemuliaan yang telah dicontohkan beliau menjadi simbol atau kode dari etika
atau akhlak yang mesti dijadikan tauladan bagi siapa saja terlebih bagi umat islam
yang mau berhasil dalam kehidupan secara umum atau dalam berniaga. Sifat yang
melekat itu dapat menjadikan keberhasilan yang tiadataranya bagi kemasyhuran
islam di kemuadian hari yang berimbas pada kehidupan ekonomi. Sifat yang melekat
itu dapat dijadikan kode etik bagi umat islam dan menerapkannya dalam hal jual
beli.

C. JENIS – JENIS AKAD DALAM BISNIS ISLAM


1. Akad musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Jenis-jenis akad al-musyarakah ada dua jenis yaitu : musyarakah pemilikan
dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,
wasiat, atau kondisis lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang lebih. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam
sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan akad terbaru.
Sedangkan, musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. 6
Manfaat akad al-musyarakah :
- Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan
nasabah meningkat.
- Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan hasil usaha bank, sehingga
bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

6
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec., Bank Syariah Dari Teori Ke praktek, hal 90

15
- Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas usaha
nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

Resiko akad al-musyarakah :

- Side streaming nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak.
- Lalai dan kesalahan yang disengaja.
- Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
2. Akad al-mudharabah
Akad al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lannya
menjadi pengelola. Jenis-jenis akad mudharabah ada dua jenis yaitu : mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Mudhsarabah muthlaq yaitu bentuk kerja sama antara shahibul maal dan
mudharib yang cakupannya sangat luas tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyad kebalikan dari
mudharabah muthlaq yang mana si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,
waktu dan tempat usahanya.
3. Akad al-murabahah
Ba’i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Ba’i al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian
secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian
(KPP). Dalam kitab al-umm, imam syafii menamai transaksi sejenis ini dengan
istilah al-aamirnbisy-syira.
Syarat-syarat akad al-murabahah :
- Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
- Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
- Kontrak harus bebas riba.
- Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.
- Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkatan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
4. Ba’i as-salam

16
Ba’i as-salam adlah pembelian barang yang diserahkan dikemudia hari,
dengkan pembayaran dilakukan dimuka. Rukun ba’i as-salam. Pelaksanaan ba’i as-
salam harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini :
- Muslam (pembeli)
- Muslam ilaihi (penjual)
- Modal (uang)
- Muslam fiihi (barang)
- Sighat (ucapan)

Syarat-syarat ba’i as-salam

- Modal harus diketahui


- Penerimaan pembayaran salam

Adapun manfaat dari ba’i as-salam adalah selisih harga yang didapat dari
nasabah dengan harga jual kepada pembeli.

5. Ba’i istishna’
Menurut jumhur fuqaha, ba’i istishna’ merupakan suatu jenis khusus dari akad
ba’i as-salam. Biasanya jenis ini dipergunakan dibidang manufaktur. Dengan
demikian, ketentuan ba’i istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan akad ba’i as-
salam.
Sebagian fuqaha kontemporer berpendapat bahwa ba’i al-istishna’ adalah sah
atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu memang jaul beli biasa dan si
penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan.
6. Akad al-wadi’ah
Dalam tradisi islam fiqih islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan
prinsip al-wadiah. Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
7
kapan saja sipenitip menghendaki.

7
Ibid hal 85

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual-beli itu diperbolehkan
dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah cara manusia dalam mencapai
kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka titik namun demikian tidak
semua jual beli diperbolehkan titik ada juga jual beli yang dilarang karena tidak
mematuhi atau tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah di syariatkan. dan
juga ketentuan bertransaksi bisnis dalam Islam dan jenis-jenis akad dalam bisnis Syariah
yang harus dipenuhi dan itu semua telah dijelaskan di atas rumah walaupun banyak
perbedaan pendapat dan kalangan ulama dalam menentukan tentukan ketentuan cara
bertransaksi dan jenis-jenis akad yang digunakan pada para ulama tersebut untuk jual-
beli. Namun pada intinya terdapat kesamaan yang berbeda hanyalah perumpamaan yang
saja tetapi inti dari semuanya hampir sama.
B. SARAN
Sudah ditetapkan aturan-aturan dari Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bahwa di setiap jual-beli ada ketentuannya. Maka dari itu,
mari kita sama-sama gali lebih dalam lagi ilmu agama dalam hal jual-beli, agar kita tidak
terjerumus dalam hal yang dilarangnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al Manhaj, jual Beli Yang Dilarang Oleh Islam, (Februari, 2011)


Evendi Muthar, Jual Beli Dalam Islam, (Agustus, 2015)
budi wesakseno, Etika Bisnis Dalam Islam
Dr. Ika yunia fauzia, Lc. M.E.I, Etika Bisnis Dalam Islam
Muhammad Abd Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti
Wakaf, 1993.
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec., Bank Syariah Dari Teori Ke praktek

19

Anda mungkin juga menyukai