Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
Kelompok 5
FAKULTAS KEISLAMAN
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Luluk Hanifah, S.E, M.Akun.
Selaku dosen bidang Akuntansi Keuangan Syariah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari
laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan laporan ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2
BAB I .............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6
A. Pengertian Akad Murabahah ........................................................................................................ 6
B. Karakteristik Murabahah .............................................................................................................. 7
C. Skema Murabahah ........................................................................................................................ 9
D. Cakupan Standar Akuntansi Murabahah .................................................................................... 10
E. Perlakuan Akuntansi Murabahah Bagi Bank Syariah (PSAK 102)................................................ 13
PENUTUP ................................................................................................................................................. 28
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 30
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akad merupakan perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan) antara satu pihak dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban
masing-masing sesusi dengan prinsip syariah. Salah satu akad yang digunakan BMT
dalam transaksi pembiayaan berbasis jual beli adalah murabahah. Murabahah adalah
kontrak jual-beli dimana bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai
pembeli. Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah telah
merumuskan maksud dari akad, bahwa “ Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank
Syari’ah atau Unit Usaha Syari’ah dan pihak lain yang membuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syari’ah’’. Praktik akad
murabahah dilapangan haruslah memenuhi rukun dan ketentuan yang menjadi
prasyaratnya rukun dan ketentuan tersebut yaitu:
1. Adanya pelaku yang meliputi penjual (ba’i) dan pembeli (musytari).
2. Adanya objek jual beli (mabi’) yang diperbolehkan secara syariah.
3. Munculnya harga barang (tsaman) yang disebutkan secara jelas jumlah dan satuan
mata uangnya.
4. Terjadinya kontrak (ijab qabul) antara penjual dan pembeli.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akad murabahah?
2. Bagaimana karakteristik murabahah?
3. Bagaimana Skema murabahah?
4. Bagaimana cakupan standar akuntansi murabahah?
5. Bagaimana perlakuan akuntansi murabahah bagi Bank syariah (PSAK 102)?
6. Apa contoh soal-soal dari materi tersebut?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian akad murabahah
2. Mengetahui karakteristik murabahah
3. Mengetahui skema murabahah
4. Mengetahui cakupan standar akuntansi murabahah
4
5. Mengetahui perlakuan akuntansi murabahah bagi bank syariah (PSAK 102)
6. Mengetahui Latihan soal dari materi tersebut
5
BAB II
PEMBAHASAN
1 Abu Rifki Al Hanafi, Kamus Al Amanah Arab-Indonesia, Surabaya: CV. Adis, 2002, Cet. Ke- 1, h. 6
2 2Bambang Rianto Rustam, Perbankan Syari’ah, (Pekanbaru: Mumtaaz Cendikia Adhitama, 2007), h. 93.
3 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: PT. Raja Grafino Persada, 2008), cet. Ke- 1 h. 82
6
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Dalam Penjelasan Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa murabahah adalah Akad
Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati4.
Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/46/PBI/2005
Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah disebutkan bahwa murabahah adalah jual
beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati.
Bank Syariah Mandiri mengartikan murabahah adalah suatu perjanjian yang
disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan
pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan
nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli
bank ditambah dengan margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan.
Bank Syariah Mandiri mengartikan Pembiayaan Murabahah sebagai pembiayaan
yang berdasarkan akad jual beli antara bank dan nasabah dengan kondisi bank membeli
barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok
ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati.
B. Karakteristik Murabahah
Adapun rukun-rukun murabahah adalah sebagai berikut:
a. Ba’iu (penjual)
b. Musytari (pembeli)
c. Mabi’ (barang yang diperjualbelikan)
d. Tsaman (harga barang)
e. Ijab Qabul (pernyataan serah terima)
4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fikih Dan Keuangan, (Jakarta Rajawali Pers 2001), h. 113.
7
a. Syarat yang berakad (ba’iu dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan
terpaksa.
b. Barang yang diperjual belikan (mabi’) tidak termasuk barang yang haram dan jenis
maupun jumlahnya jelas.
c. Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan
komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.
d. Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik
pihak-pihak yang berakad.5
Adapun kaidah-kaidah yang harus diperhatian dalam melakukan jual beli
murabahah:
a. Ia harus digunakan untuk barang-barang yang halal.
b. Biaya aktual dari barang yang akan diperjual belikan harus diketahui oleh pembeli.
c. Harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak (pembeli dan penjual) atas harga jual
yang termasuk di dalamnya harga pokok penjualan (cost of good sold) dan margin
keuntungan.
d. Jika ada perselisihan atas harga pokok penjualan, pembeli mempunyai hak untuk
menghentikan dan membatalkan perjanjian.
e. Jika barang yang akan dijual tersebut dibeli dari pihak ketiga, maka perjanjian jual-
beli yang dengan pihak pertama tersebut harus sah menurut syariah.
f. Murabahah memegang kedudukan kunci nomor dua setelah prinsip bagi hasil dalam
bank Islam, ia akan dapat diterapkan dalam: Pembiayaan pengadaan barang dan
Pembiayaan pengeluaran Letter of Credit L/C.
g. Murabahah akan lebih berguna sekali bagi seseorang yang membutuhkan barang
secara mendesak tetapi kekurangan dana pada saat itu ia kekurangan likuiditas. Ia
meminta pada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia
menebusnya saat diterima. Harga jual pada pemasanan adalah harga beli pokok plus
margin keuntungan yang telah disepakati. 6
Untuk menjaga hal-hal yang tidak diingikan kedua belah pihak harus memenuhi
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama.
5 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah diIndonesia, (Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, 2007), hlm.88.
6 Muhammad syafi’i antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.102
8
Bank : Harus mendatangkan barang yang benar-benar memenuhi pesanan nasabah baik
jenis, kualitas atau sifat-sifat yang lainnya.
Pemesan : Apabila barang telah memenuhi ketentuan dan ia menolak untuk
menebusnya maka bank berhak untuk menuntutnya secara hukum. Hal ini merupakan
konsesus para yuris muslim karena peranan telah dianalogikan dengan dhimmah
(hutang) yang harus ditunaikan.7
C. Skema Murabahah
Selama ini aktivitas perbankan di negara kita tidak diperkenankan melakukan bisnis
riil. Baik dia di bawah regulasi BI maupun OJK. Bank tidak diperkenankan
mengumpulkan dana masyarakat, kemudian dia gunakan sebagai modal untuk
berdagang. Bank hanya diizinkan untuk menjadi lembaga pembiayaan. Mengingat
batasan ini, bank yang ingin menyesuaikan diri dengan syariah, kesulitan untuk
menciptakan produk yang tidak melanggar syariah, namun bisa menjadi sumber
pendapatan bank. Jika bank hanya meminjamkan dana ke nasabah untuk memenuhi
kebutuhan nasabah, maka bank tidak boleh meminta kelebihan. Bagi bank syariah,
kelebihan ini adalah riba.Akhirnya bank menerapkan transaksi ‘semi jual beli produk’
yang mereka istilahkan dengan murabahah KPP (Kepada Pemesanan Pembelian).
Skema transaksi yang mereka terapkan,8
7 Abdul Ghofur, 2010, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia” Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
8 Dimyauddin Djuwaini, 2010, “Pengantar Fiqih Muamlah”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Hal. 111
9
Ada tiga pihak yang terlibat dalam transaksi ini,
[1] Pemesan(nasabah)
[2] Akad jual beli antara lembaga keuangan dengan penjual barang (dealer).9
Dari skema di atas, tahapan transaksi yang dilakukan bank syariah dalam murabahah-
nya adalah nasabah mengajukan permohonan untuk pengadaan barang, dan pihak bank
melakukan observasi mengenai kelayakan nasabah
1. Jika permohonan nasabah diterima, bank melakukan transaksi jual beli kredit
dengan nasabah. Nasabah bayar DP, selebihnya akan dibayar dengan cara dicicil
selama rentang waktu yang ditetapkan bank.
2. Bank membeli barang ke dealer secara tunai, dan agar langsung diantar ke nasabah.
3. Setelah barang dikirim, nasabah berkewajiban membayar cicilan kepada bank.
4. Bank mendapat keuntungan dari selisih antara harga dealer dengan harga
nasabah.10
9Suhendi Hendi, 2007, “Fiqh Muamalah”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Hal. 73
10Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank
Syari’ah (Jakarta: Djambatan, 2003), 76
10
PSAK 102 dapat diterapkan untuk lembaga keuangan syariah seperti Bank ,
Asuransi , Lembaga Pembiayaan , Dana Pensiun , Koprasi , dan lainnya yan
menjalankan transaksi murabahah11.
Setiap tanggal jatuh tempo, bank syariah akan mengakui adanya pendapatan margin
yang diakui bergantung pada alternative penggunaan pendekatan yang digunakan. Bila
bank menggunakan pendekatan proposional, maka besarnya margin pada setiap bulan
adalah sama. Sedang bila bank menggunnakan pendekatan table anuitas, maka margin
pada bulan pertama akan lebih besar dibanding dengan bulan kedua dan seterusnya.
11 M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 149
11
mengalihkan presentasi keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih
(PSAK 102 paragraf 24). Adapun presentase keuntungan dihitung dari :
total margin
Presentase x100
biaya perolehan aset murabahah diluar uang muka
Keuntungan = %
nasabah
12
Penggunaan pendekatan ini akan sangat membantu dalam hal perhitungan margin
perbulan yang dihitung proposional terhadap jumlah yang dibayar.
Alternative mendebit langsung rekening nasabah sebesar uang muka yang disepakati
ini merupakan contoh yang digunakan dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
(PAPSI). Sekiranya yang digunakan adlah kebijakan pendebitan langsung untuk
mengakui adanya uang muka, saldo rekening nasabah langsung berkurang sebesar nilai
uang muka yang disepakati.13
13
Tanggal Rekening Debit Kredit
xx/xx/20xx Utang pada pemasok xxx
Kas/Rekening pemasok Xxx
Pembelian barang pesanan dapat dilakukan dengan dua alternative, yaitu (1) bank
Alternative oembelian sendiri oleh bank merupakan contoh yang digunakan dalam
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI). Dalam pembelian sendiri olwh bank
dapat dilakukan dengan membeli secara tunai kepada pemasok atau membeli secara
kredit kepada pemasok.
14Veithzal Rifai, Islamic Financial Management: teori, konsep, dan aplikasi: panduan praktis untuk lembaga keuangan, nasabah,
praktisi, dan mahasiswa (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 146-147
14
Tanggal Rekening Debit Kredit
xx/xx/20xx Piutang Murabahah Xxx
Persediaan aset murabahah Xxx
Margin murabahah yg
ditangguhkan Xxx
15
Berdasarkan PSAK 102 paragraf 30, disebutkan bahwa jika barang jadi oleh
pembeli (akad jual beli disepakati), uang muka diakui sebagai pembayaran piutang.
Pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang murabahah dilakukan sesuai
dengan metode pencatatan uang muka sebelum akad murabahah disepakati, yaitu
alternative 1. Jika uang muka didebit langsung dari rekening sebesar yang disepakati,
2. Jika rekening diblokir sebesar uang muka yang disepakati, 3. Jika uang muka
dipegang dan dibayarkan sendiri oleh nasabah kepada pemasok. Dalam praktik
perbankan, sebagian besar bank syariah menggunakan alternative ketiga yaitu uang
muka dipegang dan dibayarkan oleh nasabah kepada pemasok.15
Biaya asuransi jiwa Rp. 378.000 (0.25% X 2tahun x pembiayaan oleh bank)
15 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2003), 24
16
Jurnal terhadap transaksi diatas adalah sbb:
17
Keuntungan diakui proposional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari
piutang murabahah. Metode ini diterapkan untuk transaksi murabahah tangguh yang
risiko piutang tersebut relative besar juga.
Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini
diterapkan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan
beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktik metode ini
jarang dipakai karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
Pada praktiknya di bank untuk penerapan PSAK 102 paragraf 23(b)butir (i) sampai
(iii) terkait dengan risiko adalah dengan melakukan pengukuran risiko pembiayaan
sejak awal pembiayaan diberikan. Secara umum, risiko pembiayaan dapat dinilai dari
mitigasi yang dilakukan bank,yaitu credit scoring dan agunan. Credit
scoring merupakan instrument standart (best practies) dan diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia tentang manajemen risiko kredit. Credit scoring mengukur risiko dari
profil nasabah dan dibuat spesifik sesuai dengan produk bank yang bersangkutan.
Misalkan pada saat jatuh tempo tanggal 10 February, nasabah membayar angsuran
sebesar Rp. 4.500.000. dengan perhitungan dan penjadwalan pada angsuran nasabah
per bulan Rp. 4.500.000, terdapat pendapatan margin sebesar Rp. 750.000, maka jurnal
untuk transaksi tsb adalah sbb:
18
*Pendapatan margin murabahah di laporkan di laba rugi pada bagian pendapatan
pengelolaan dana sebagai mudharib. Jika pendapatan margin murabahah telah
berwujud kas, maka jumlah tersebut dapat diikut sertakan dalam perhitungan bagi
hasil dengan nasabah penghimpunan dana yang menggunakan akad mudharabah.
Misalkan pada pembayaran bulan maret, hingga tanggal jatuh tempo, bank belum
menerima pembayaran angsuran dari nasabah. Pembayaran angsuran baru dilakukan
oleh nasabah pada tanggal 20 maret, sebesar Rp. 4.500.000. karena ansabah memberi
alasan yang dapat diteriima, bank memberi toleransi keterlambatan tersebut dan tidak
mengenakan denda. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sbb:
Pada saat jatuh tempo, bank mencatat dua pasang jurnal, yaitu pengakuan terhadap
perubahan piutang murabahah menjadi piutang murabahah jatuh tempo dan pengakuan
terhadap perubahan margin yang ditangguhkan menjadi pendapatan margin murabahah
akrual. Selanjutnya, pada saat pendebitan rekening nasabah, bank mengakui
berkurangnya piutang murabahah jatuh tempo dan terjadinya perubahan margin akrual
menjadi pendapatan margin.
Seringkali, nasabah baru dapat membayar sebagian dari jumlah angsuran yang
harus dibayar. Dalam kondisi ini, bagian angsuran piutang yang belum dibayar berubah
19
menjadi piutang murabahah jatuh tempo. Adapun jumlah margin murabahah yang
ditangguhkan sebagian berubah menjadi pendapatan margin sebesar proposional
terhadap jumlah yang dibayar dan sebagian lagi berubah menjadi pendapatan margin
murabahah akrual sebesar proposional terhadap jumlah yang belum dibayar.
Misalkan pada tanggal 10 April (tanggal jatuh tempo), ketika bank hendak
mendebit rekening nasabah, didapati tidak terdapat dana yang cukup di rekening PT
ABC untuk membayar angsuran bulan April. Saldo rekeninh yang tersedia hanya Rp.
2.025.000 dan BMS maksimal hanya dapat mendebit rekening sebesar Rp. 2.000.000,
maka jurnal yang diperlukan sbb:
Tanggal Rekening Debit Kredit
10/04/20xx Kas rekening nasabah-PT. ABC 2000000
Piutang Murabahah Jatuh tempo 2500000
Piutang Murabahah 4500000
Margin murabahah yg ditangguhkan 750000
Pendapatan margin murabahah 333333
Pendapatan margin murabahah-
akrual 416667
20
Misalkan hingga tanggal 10 Juni, PT ABC tidak memenuhi kewajiban pembayaran
angsurannya untuk bulan Mei dan Juni. PT ABC baru membayar kewajibannya pada
tanggal 30 Juni 20xx sebesar Rp. 9.000.000. Karena ketidakdisiplinannya, BMS
mengenakan denda terhadap PT ABC sebagaimana yang telah disepakati dalam akad,
yaitu sebesar 10% dari total pendapatan margin akrual yang tertunggak. PT ABC
mengakui ketidakdisiplinannya dan bersedia membayarnya. Semua pembayaran
dilakukan pada tanggal 30 Juni 20xx. Maka jurnal selama bulan Mei dan Juni adalah
sbb:
e. Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang ditentukan
(pelunasan dini)
Adapun pembiayaan dengan sisa jangka waktu lebih lama cenderung lebih besar
disbanding dengan sisa waktu yang lebih pendek. Oleh karena potongan tersebut
21
merupakan kewenangan bank dan bukan hak nasabah, maka bank juga boleh tidak
memberikan potongan pada nasabah yang melakukan pelunasan dini.
= Rp. 12.000.000
= Rp. 3.000.000
Berdasarkan metode ini, bank sebagai penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah (PSAK 102 paragraf 27a). jurnal yang perlu dibuat adalah sbb:
22
terkait pemberian potongan setelah pelunasan adalah (1) penerimaan pelunasan
piutang; (2) pengakuan pendapatan margin murabahah;(3) pengakuan potongan dengan
cara me-reserve sebagian pendapatan margin atau mengakui potongan sebagai beban.16
16 DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariat Nasional (Ciputat: Gaung Persada, 2006), 20
23
b. Uang muka tidak diserakan pada bank,tetapi dipegang dan dibayar langsung
oleh nasabah kepada pemasok
Pada perlakuan uang muka yang dipegang dan dibayar langsung oleh nasabah
kepada pemasok, bank tidak memerlukan jurnal terhadap uang muka yang dipegang
oleh nasabah tersebut. Dalam hal ini,akad jual beli tetap dinyatakan sebesar RP
118.000.000, tetapi untuk kepraktisan akuntansi, dalam buku bank dicatat sebesar RP
108.000.000 (pembiayaan bank RP 90.000.000 dan margin RP 18.000.0000) dengan
member keterangan bahwa uang muka sudah di bayar langsung oleh nasabah kepada
pemasok tanpa melaui bank. Dengan demikian,besar margin dan angsuran per bulan
adalah tetap sebesar RP 750.000 dan Rp4.500.000 berurut turut.
24
b. Alternatif jika uang muka dipegang dan dibayarkan sendiri oleh nasabah
kepada pemasok.
Transaksi ini biasanya didahului dengan pembelian barang dengan mewakilkan
kepada nasabah pembeli. Karena uang muka dipegang oleh nasabah pembeli, uang
yang diserahkan pada nasabah pembeli hanyalah sebesar pembiayaan oleh bank.
Misalnya, pada transaksi murabahah PT ABC sebelumnya, karena uang muka sebesar
Rp 10.000.000 di pegang sendiri oleh PT ABC, maka bank syariah mewakilkan
pembelian asset murabahah dengan menyerahkan uangsebesarRp 90.000.000. jurnal
transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit Kredit
xx/xx/20xx Piutang Wakalah 90000000
Rekening nasabah PT. ABC 90000000
Dalam hal ini,bank tidak perlu mengakui mengukur nilai uang muka yang digunakan
nasabah dalam jurnal. Dengan demikian, jurnal saat penjualan adalah sebagai berikut.
25
a. Alternatif : pengakuan margin murabahahsaatpenyerahan asset murabahah
Alternatif ini diterapakan jika murabahah dilakukan secara tunai atau tangguh yang
tidak melebihi satu tahun atau murabahah tangguh dengan lebih dari satu tahun dengan
resiko penagihan resiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolahan
piutang serta penagihannya relative rendah.
Misalnya pada transaksi murabahah PT ABC, bank menilai bahwa resiko
penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolahan piutang serta
penagihannya relative rendah, maka pengakuan pendapatannya dapat dilakukan pada
saat penyerahan asset murabahah.
26
Jurnal saat akad disepakati
Tanggal Rekening Debit Kredit
xx/xx/20xx Piutang murabahah 108000000
Persediaan aset murabahah 90000000
Margin yang ditangguhkan 18000000
27
BAB III
PENUTUP
Murabahah berasal dari kata dasar ربحا- ربح– یربحyang berarti beruntung. Di dalam
ilmu syaraf mempunyai fungsi sebagai musyarakah di antara dua atau lebih, seseorang
yang mengajarjan seuatu sebagaimana yang lain juga mengajarkan. Jadi pengertian
murabahah secara bahasa adalah mengambil keuntungan yang disepakati.
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam al-murabahah, penjual dalam hal ini adalah bank
harus memberi tahu agar produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.
Murabahah dalam istilah fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu
ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-
biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh harga barang tersebut, dan tingkat
keuntungan (margin) yang diinginkan. Pengertian saling menguntungkan disini dapat
dipahami, bahwa keuntungan itu adalah bagi pihak pertama yaitu yang meminta
pembelian dan keuntungan bagi pihak kedua (yang mengembalikan). Keuntungan bagi
pihak pertama adalah terpenuhi kebutuhannya, dan keuntungan bagi pihak kedua
adalah tambahan keuntungan yang ia ambil berdasarkan kesepakatan dengan pihak
pertama. Saling keuntungan ini harus berlandaskan pada adanya kerelaan kedua belah
pihak terhadap jual beli yang mereka lakukan.
Adapun rukun-rukun murabahah adalah sebagai berikut:
a. Ba’iu (penjual)
b. Musytari (pembeli)
28
c. Mabi’ (barang yang diperjualbelikan)
d. Tsaman (harga barang)
e. Ijab Qabul (pernyataan serah terima)
Dari rukun di atas terdapat pula syarat-syarat murabahah sebagai berikut:
a. Syarat yang berakad (ba’iu dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan
terpaksa.
b. Barang yang diperjual belikan (mabi’) tidak termasuk barang yang haram dan jenis
maupun jumlahnya jelas.
c. Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan
komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.
d. Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik
pihak-pihak yang berakad.
KESIMPULAN
Murabahah berasal dari kata dasar ربحا- ربح– یربحyang berarti beruntung. Di dalam
ilmu syaraf mempunyai fungsi sebagai musyarakah di antara dua atau lebih, seseorang
yang mengajarjan seuatu sebagaimana yang lain juga mengajarkan. Jadi pengertian
murabahah secara bahasa adalah mengambil keuntungan yang disepakati .
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam al-murabahah, penjual dalam hal ini adalah bank
harus memberi tahu agar produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, “Bank Islam Analisis Fikih Dan Keuangan”, Rajawali Pers ”,
(Jakarta: 2001), h. 113.
Muhammad syafi’i antonio, “Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek”, Gema Insani,
(Jakarta: 2001), h.102.
Abdul Ghofur, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia”, Gadjah Mada University
Press, (Yogyakarta: 2010)
Dimyauddin Djuwaini, “Pengantar Fiqih Muamlah”, Pustaka Pelajar, (Yogyakarta:
2010) Hal. 111.
Suhendi Hendi, “Fiqh Muamalah”, PT. Raja Grafindo Persada, (Jakarta : 2007) Hal.
73.
Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bank Indonesia,” Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional Bank Syari’ah” (Jakarta: Djambatan, 2003), 76.
M. Nur Rianto, “ Keuangan Syariah”, CV Pustaka Setia, (Bandung: 2012), 149.
Abdullah Saeed, “Bank Islam dan Bunga”, Pustaka Pelajar, (Yogyakarta: 2004), 140.
Veithzal Rifai, “Islamic Financial Management: teori, konsep, dan aplikasi: panduan
praktis untuk lembaga keuangan, nasabah, praktisi, dan mahasiswa”, Raja
Grafindo Persada, (Jakarta: 2008), 146-147.
30
Muhammad, “Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah”, UII Press,
(Yogyakarta: 2003), 24.
DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariat Nasional, Gaung Persada, , (Ciputat: 2006), 20
Windu Baskoro, “Akuntasi Bank Syari’ah”, STIS (Yogyakarta : 2002), 14.
31