OLEH
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
T.A2020/2021
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 101
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih terhadap pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalh ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Nurhakim Palahuwata
PENDAHULUAN
laporan keuangan syariah adalah suatu bentuk penyajian data keuangan usaha seperti pencatatan
transaksi kegiatan ekonomi dengan menganut sistem syariah.
Sedangkan, untuk perbedaannya dari laporan keuangan konvensional, laporan keuangan pada
syariah memang menerapkan sistem kegiatan ekonomi yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits
dalam agama Islam. Ada empat unsur utama dalam laporan keuangan syariah yaitu aset,
liabilitas, ekuitas dan juga dana syirkah temporer.
Penyajian Laporan Keuangan Syariah (selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar
penyajian laporan keuangan bertujuan umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur
persyaratan penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi
laporan keuangan atas transaksi syariah.
PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah,
antara lain terkait:
1. Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK;
2. Dasar akrual;
3. Materialitas dan penggabungan;
4. Saling hapus;
5. Frekuensi pelaporan;
6. Informasi komparatif; dan
7. Konsistensi Penyajian
Menurut DPN (Dewan Pengurus Nasional) IAI Nomor 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 bahwa seluruh
produk akuntansi syariah yang sebelumnya diterbitkan oleh DSAK IAI, maka kewenangan akan
dialihkan ke Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
PSAK 101 juga menjabarkan karakteristik umum yang ada di laporan keuangan syariah, antara
lain sebagai berikut:
Tidak hanya itu, PSAK 101 juga memberikan penjelasan atas struktur dan isi pada laporan
keuangan pada syariah, seperti:
Informasi yang disajikan dalam Neraca, NERACA • Entitas syariah menyajikan aset lancar
terpisah dengan aset tidak lancar, dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka
panjang • Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditasnya dan kewajiban disajikan menurutan
jatuh temponya
b) Aset Keuangan
d) Persediaan
f) Aset Tetap
i) Utang Pajak
k) Hak Minoritas
a) Pendapatan Usaha
c) Beban Usaha
g) Beban Pajak
e) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta
perubahannya
Laporan Keuangan Syariah adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan dari suatu entitas syariah Tujuan umum laporan keuangan syariah adalah memberikan
informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi
pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada
manajemen
NERACA
a. Entitas syariah menyajikan aset lancar terpisah dengan aset tidak lancar, dan kewajiban
jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang
b. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditasnya dan kewajiban disajikan menurutan
jatuh temponya
ASET LANCAR
a) Diperkirakan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu
siklus operasi normal entitas syariah
b) Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan
direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca
REVENEU SHARING
JUAL BELI DAN IJARAH
Harga Jual xxx
Harga Pokok xxx
Laba Kotor xxx
MUDHARABAH & MUSYARAKAH
Harga Jual xxx
Harga Pokok xxx
Laba Kotor xxx
Bagi Hasil xxx
LAPORAN LABA RUGI
Pendapatan Usaha xxx xxx
Hak Pihak ke-3 atas Bagi hasil xxx
Pendapatan sbg mudharib xxx
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
Perubahan ekuitas menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih atau kekayaan
selama periode yang bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang harus
diungkapkan dalam laporan keuangan
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000
Tentang
Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga
Keuangan Syari'ah
ِ ِبس ِْم ٱللَّ ِه ٱلرَّ حْ ٰ َم ِن ٱلرَّ ح
ِيم
… ي ََآأيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُوْ ا َأوْ ُفوْ ا ِبا ْل ُع ُقوْ ِد
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ..."
4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat
Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan Malik dari Yahya:
ِ َالَ ضَ رَ رَ وَ ال
. َضرَ ار
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain."
5. Kaidah fiqh:
MEMUTUSKAN
Menetapka : FATWA TENTANG SISTEM DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA
n KEUANGAN SYARI'AH
Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Contoh Transaksi
Contoh :
Nasabah membeli barang di Bank Muamalat Indonesia dengan akad jual beli Murabahah,
dibayar secara angsur. dan nasabah membayar angsuran setiap bulan sejumlah pokok dan margin
sesuai dengan kesepakatan jual beli. Nasabah ini pada bulan pertama mengansur tanpa halangan,
dimana ia masuk pada bulan kedua nasabah belum membayar angsuran denga DPD 1 hari
sampai dengan 90 hari maka masuk kol 2 (status nasabah dianggap lancar bayar angsuran).
Pencatatanya accrual basic di Bank Muamalat sebagai berikut :
a.Jurnal Umum
Ketika Bank melakukan pembiayaan murabahah kepada nasabah maka bank akan mencatat
jurnal penyaluran (droping) pembiayaan murabahah, dimana penyaluran dana yang diberikan
kepada nasabah diakui sebagai piutang murabahah bank serta dan akan mengurangi persediaan
Murabahah serta mengakui margin murabahah disisi credit (Cr). Pencatata sebagai berikut :
PENERAPAN
Penerapan accrual basis di Bank Mandiri Syariah sesuai dengan PSAK 101 (revisi
2016) tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah atas dasar akrual. Dimana dalam
PSAK 101 paragraf 26 berbunyi sebagai berikut.
“Entitas syariah menyusun laporan keungan atas dasar akrual. keculai laporan
arus kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha.. Dalam
Perhitungan pembagain hasil usaha dilakukan berdasarkan pada pendapatan yang telah
direalisasikan menjadi kas (Dasar kas)”.
Standar akuntansi yang berdasarkan prinsip syariah merupakan kunci sukses bagi
bank/lembaga keuangan syariah untuk menjalankan sistemnya dalam rangka melayani
masyarakat. Standar akuntansi tersebut akan terefleksi dalam sistem akuntansi yang digunakan
sebagai dasar dalam pembuatan sistem laporan keuangan.
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara data keuangan
atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas
dari perusahaan tersebut
ANALISIS
Analisis penerapan akuntansi syariah pada lembaga perbankan syariah saat ini masih
menghadapi kendala-kendala antara lain: minimnya Sumber Daya Manusia yang ahli dalam
bidang akuntansi syariah, prinsip-prinsip bagi hasil memerlukan kejujuran dari nasabah maupun
pengelola, sistem pengawasan dari Badan Pengawas Internal yang belum optimal, pemanfaatan
teknologi informasi yang belum optimal.
PSAK 101 mengatur penyusunan laporan keuangan bagi lembaga keuangan syariah,
dimana transaksi-transaksi dasar pada penyusunan laporan 3 keuangan syariah memuat tentang
kegiatan transaksi yang tidak mungkin dilakukan oleh bank konvensional seperti jual beli dan
sewa menyewa. Oleh karena dalam penentuan nisbah bagi hasil perlu dilakukan dengan baik
agar dapat menguntungkan kedua pihak. Berdasarkan fenomena dan problema yang telah
dipaparkan di atas, pertanyaan atau permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimana
persepsi akuntan internal terhadap akuntansi syariah pada lembaga keuangan syariah.
KESIMPULAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah (selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan
bertujuan umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur persyaratan penyajian laporan
keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan atas
transaksi syariah.
Penerapan accrual basis di Bank Mandiri Syariah sesuai dengan PSAK 101 (revisi
2016) tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah atas dasar akrual. Dimana dalam
PSAK 101 paragraf 26 berbunyi sebagai berikut.
“Entitas syariah menyusun laporan keungan atas dasar akrual. keculai laporan
arus kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha.. Dalam
Perhitungan pembagain hasil usaha dilakukan berdasarkan pada pendapatan yang telah
direalisasikan menjadi kas (Dasar kas)”.
Analisis penerapan akuntansi syariah pada lembaga perbankan syariah saat ini masih
menghadapi kendala-kendala antara lain: minimnya Sumber Daya Manusia yang ahli dalam
bidang akuntansi syariah, prinsip-prinsip bagi hasil memerlukan kejujuran dari nasabah maupun
pengelola, sistem pengawasan dari Badan Pengawas Internal yang belum optimal, pemanfaatan
teknologi informasi yang belum optimal.
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 102
“AKUNTANSI MUSYARAKAH”
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Fazwa Ruyani
A. Pendahuluan
Musyarakah dapat diaplikasikan pada kerja sama usaha secara umum,
ataupun pembiayaan. Sebagai salah satu dari instrumen yang ada pada lembaga keuangan
syari’ah, musyarakah memiliki karakteristik sendiri, baik dari segi pengertian, sumber hukum,
jenis,syarat atau rukun dan pencatatnnya dalam akuntansi. Akad kerja sama ini dalam bahasa
yang lebih sederhana, pada batasan-batasan tertentu dapat disebut dengan usaha patungan. Hal
inikarena dalam tujuan usaha tertentu, setiap pihak memberikan kontribusi yang dimiliki.
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usahatertentu
di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau modal, dengankesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
Dasar hukumnya dalam Al-Qur’an adalaSurat Shad ayat 24 dan An Nisa ayat12 Di Hadis yang
lain Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf :
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.”
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Dalam hal
ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il
mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau
syarikat (kamus al Munawir) Menurut arti asli bahasa Arab, syirkah berarti mencampurkan dua
bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-
Nabhani)
Dalam buku fiqh ekonomi syariah oleh Dr. Mardani menjelaskan syirkah secara
etimologis mempunyai aeri pencampuran (ikhli-that), yakni bercampur salah satu dari kedua
harta dengan harta lain nya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya. Secara terminologis,
menurut kompilasi hukum ekonomi syariah, syirkah (musyarakah) adalah kerja sama antara 2
orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan bersdasarkan nasabah.
Nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
3. Hadis riwayat abu daud dari abu hurairah, Rasululah SAW berkata:
Allah SWT berfirman “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak menghianati pihak yang lain. jika
salah satu pihak telah berhianat, aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud,
yang dishahihkan oleh al-hakim, dari abu hurairah).
7. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis,
tanggal 8 Muharram 1421 H./13 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Beberapa ketentuan :
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
a. modal
1.) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu
dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
b. kerja
2.) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi
dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja
harus dijelaskan dalam kontrak.
c. keuntungan
2.) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra.
4.) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham
masing-masing dalam modal.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
1. Laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian bank sesuai dengan nisbah yang
disepakati atas hasil usaha musyarahkah, sedangkan rugi pembiayaan musyarakah
diakui secara proposional sesuai dengan kontribusi modal.
a. laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang
disepakati; dan
b. rugi diakui diakui dalam periode terjadinya kerugian tersebut dan mengurangi
pembiayaan musyarakah.
3. apabila pembiayaan musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan dan
terdapat pengembalian sebagian atau seluruh pembiayaan maka:
a. Laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang disepakati; dan
b. rugi diakui dalam periode terjadinya secara proposional sesuai dengan kontribusi
modal dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
4. pada saat akad diakhiri, laba yang belum diterima bank dari pembiayaan musyarakah
yang masih performing diakui sebagai piutang kepada mitra. Untuk pembiayaan
musyarakah yang nonperforming diakhiri maka laba yang belum diterima bank tidak
diakui, tetapi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
5. apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan mitra
(pengelola usaha) musyarakah maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola
usaha masyarakat. Rugi karena kelalaian mitra musyarakah tersebut diperhitungkan
sebagai pengurang modal mitra pengelola usaha kecuali jika mitra mengganti kerugian
tersebut dengan dana baru.
Jadi, porsi bagi hasil milik bank syariah adalah 40/100 x Rp500.000.000,- = Rp
Rp200.000.000
Oleh karena itu pendapatan tersebut belum diterima secara kas, hanya dalam pengakuan
saja maka pendapatan tersebut bukan sebagai unsur pendapatan dalam pembagian hasil
usaha (profit distributor) bank, dan akan menjadi unsur pendapatan dalam pembagian
hasil usaha setelah pendapatan tersebut diterima secara kas.
Walaupun tidak ada pencatatan dalam pendapatan bank syariah karena ada aliran kas
masuk atas pembayaran pendapatan musyarakah, jumlah atau aliran kas masuk tersebut
harus diperhitungkan sebagai unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha.
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 103
“AKUNTANSI SALAM”
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
terhadap pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalh ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Nurhakim Palahuwata
Pendahaluan
A. Salam (In-Front Payment Sale)
1. Pengertian salam (Jual beli dengan pembayaran di muka)
Salam berasal dari kata As-Salaf, yang artinya pendahuluan, pesanan atatu jual beli
dengan melakukan pesanan terlebih dahulu. Sedangkan menurut istilah, Salam adalah akad
pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai
pada saat akad berlangsung dan barang datang di kemudian hari.
Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak arti, tetapi secara keseluruhan
kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal. Yaitu As-Salam atau disebut juga
As-Salaf yaitu istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan”.
Selanjutnya, Fuqaha Hanabilah dan Syafi’iyah mendefinisikan salam dengan “akad yang
telah disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya
terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli di kemudian hari.
Secara terminology ulama’ fiqih mendefinisikannya :
بيعاجلمعاجالوبيعشيئموصوففيالذمةايانهيتقدمفيهرأسالمالويتأخرالمثمنألجله
“menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang cirri-cirinya
jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian”.
Dalam buku fiqih muamalah syariah oleh Dr. Mardani menjelaskan adalah transaksi
terhadap sesuatu yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga
yang diberikan kontan di tempat transaksi
Transaksi salam sangat populer pada zaman Imam Abu Hanifah (80-150 AH/699-767
AD). Imam Abu Hanifah meragukan keabsahan kontrak tersebut yang mengarah kepada
perselisihan. Oleh karena itu, beliau berusaha menghilangkan kemungkinan adanya perselisihan
dengan merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas dalam
kontrak, seperti jenis komoditi, mutu, kuantitas, serta tanggal dan tempat pengiriman.
B. Syarat dan rukun Salam
1. Rukun Salam
a. Muslam (pembeli). Pembeli harus cakap hukum dan tidak ingkar janji atas transaksi
yang telah disepakati.
b. Muslam ilaih (penjual). Merupakan pihak yang menyediakan barang. Penjual
disyaratkan harus cakap hukum dan tidak boleh ingkar janji.
c. Modal atau uang. Harga disepakati pada saat awal akad antara pembeli dan penjual,
dan pembayarannya dilakukan pada saat awal kontrak. Harga barang harus jelas
ditulis dalam kontrak, serta tidak boleh berubah selama masa akad.
d. Muslam fiihi (barang). Hasil produksi merupakan objek barang yang akan di serahkan
pada saat akhir kontrak oleh penjual sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
dalam akad.
e. Sighat (ucapan). Merupakan serah terima (baik serah terima pembayaran dan serah
terima barang).
2. Syarat Salam
a. Muslam (pembeli/pemesan) dan muslam ilaih (penjual penerima pesanan).
1. Harus cakap hukum.
2. Tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa.
3. Baligh
TEORI PENDUKUNG
DEWAN SYARIAH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
JUAL BELI SALAM
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih
dahulu dengan syarat-syarat tertentu, disebut dengan salam, kini telah melibatkan
pihak perbankan;
b. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN
memandang perlu menetapkan fatwa tentang salam untuk dijadikan pedoman
oleh lembaga keuangan syari’ah.
Mengingat :1. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 282:
َ يَأَيُّ َهاالِّذيْنَ َءا َمنُواإِ َذاتَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن إِلَ َى أَ َج ٍل ُّم......
س َّم َى فَآ ْكتُبُوه
"Hai orang yang beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai sampai
waktu tertentu, buatlah secara tertulis...".
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
….. بِ ۡال ُعقُ ۡو ِد اَ ۡوفُ ۡوا َمنُ ۡۤو ٰاا الَّ ِذ ۡينَ ٰۤيـاَيُّهَا
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....”
3. Hadis Nabi saw.:
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual
beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, serta
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
4. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi bersabda:
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran
yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui" (HR.
Bukhari, Sahih al-Bukhari [Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36).
5. Hadis Nabi riwayat jama’ah:
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu
kezaliman...”
6. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan
harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”
7. Hadis Nabi riwayat Tirmizi:
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram” (Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’) atas kebolehan jual beli
dengan cara salam. Di samping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh masyarakat
(Wahbah, 4/598).
9. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa,
tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang,
atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan
tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual
tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan
pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga
(diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia
tidak boleh menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia
memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Kelima : Pembatalan Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua
belah pihak.
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya
diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H
4 April 2000 M
Akuntansi Salam-Bank Sebagai Pembeli.
Dalam transaksi salam, bank syariah dapat bertindak sebagai penjual dan dapat bertindak sebagai
pembeli.
Contoh transaksi pertama
PT. Sumber Pangan Abadi, membutuhkan 10 ton biji kedelai untuk keperluan ekspor. Pada 1
Januari 2010, PT. Sumber Pangan Abasi melakukan pembelian biji kedelai dengan skema salam
kepada Bank Syariah Nabawiah. Adapun informasi tentang pembelian tersebut adalah sebagai
berikut:
Spesifikasi Barang : biji kedelai hybrid kualitas no 1
Kuantitas : 10 Ton
Harga : Rp800.000.000,-(Rp8.000.000,-per ton)
Waktu penyerahan : dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 5 ton (1 April dan 1 Juli
2010)
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani.
Jurnal atas transaksi salam pertama pada saat bank syariah melakukan akad salam dengan PT.
Sumber Pangan Ababdi dan menerima dana salam adalah sebagai berikut:
Db. Kas/rekening nasabah-PT.SPA Rp.80.000.000,-
Kr.Utang salam Rp.80.000.000,-
Contoh Trasaksi kedua:
Untuk penangan produk salam sebagaimana diinginkan oleh PT. Sumber Pangana Abadi, ban
Syariah selanjutnya pada 2 Januari 2009 mengadakan transaksi salam dengan petani yang
bergabungdalam KUD. Gemah Ripah dengan kesepakatan sebagai berikut:
Spesifikasi barang : Biji kedelai hybridia kualitas no 1
Kuantitas : 10 ton
Harga : Rp750.000.000 (Rp7.500.000 per ton)
Jurnal atas transaksi salam kedua di mana bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai
sebesar Rp750.000.000,- ke rekening KUD adalah sebagai berikut.
Db.Piutang salam Rp.75.000.000,-
Kr.Kas/rekening nasabah-KUD Rp.75.000.000,-
1. siapa punya dikumpul deluan?
2. Klau trng punya deluan,
Analisa penerapan akuntansi salam
Bank bukopin Syariaah
Bank Bukopin syariah adalah salah satu bank yang berdiri dijakarta pusat. Bank ini sudah
menerapkan beberapa standar akuntansi syariah. Diantaranya PSAK 102, PSAK 104, PSAK 105,
PSAK 106. Namun bank bukopin syariah ini tidak menerapkan beberapa PSAK lainnya. Salah
satunya PSAK 103 Karena Bank Bukopin Syariah ini, belum ada menyediakan barang yang
sudah jadi untuk dilakukan akad yang akan diserahterimakan kepada pembeli. Selain itu juga
perbankan syariah tidak berani meminjamkan uang. Seperti telah terjadi di lapangan kepada para
petani.
Ada beberapa alas an mengapa dari lembaga keuanangan syariah tidak merapkan salam.
Resiko pertama jika gagal panen yang dialami petani akan membuat rugi pihak perbankan karena
telah memberikan dana pembiayaan. Selain itu juga risiko apabila petani tidak jujur dan
membawa dana pembiayaan kabur. Alasan berikutnya, bagi perbankan penggunaan akad salam
memerlukan waktu yang lebih banyak dalam hal pengawasan sedangkan pihak perbankan tidak
memiliki waktu yang banyak untuk selalu terjun ke lapangan. Kemudian alasan berikutnya,
muncul dari petani. Kurangnya pemahaman oleh petani mengenai perbankan syariah adalah
penyebab utama pembiayaan dengan akad salam belum terealisasi. Karena masih banyak
masyarakat yang belum memahami bank syariah apalagi akad-akad di dalamnya.
pemerintah perlu menggandeng perbankan syariah untuk melakukan kerja sama guna
mendukung pertanian Indonesia dengan menggunakan akad salam. Jika pemerintah membuat
kebijakan demikian, pasti petani pun juga akan melakukan pembiayaan di bank syariah. Selain
itu juga sebagai wadah untuk bank syariah memperkenalkan produk-produk lain yang ada di
bank syariah dan menarik minat masyarakat untuk menggunakan perbankan syariah yang bebas
riba.
RANGKUMAN
Salam berasal dari kata As-Salaf, yang artinya pendahuluan, pesanan atatu jual beli
dengan melakukan pesanan terlebih dahulu. Sedangkan menurut istilah, Salam adalah akad
pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai
pada saat akad berlangsung dan barang datang di kemudian.
Rukun Salam :
Muslam (pembeli). Muslam ilaih (penjual),Modal atau uang, Muslam fiihi (barang).
Sighat (ucapan).
Syarat Salam: Muslam (pembeli/pemesan) dan muslam ilaih (penjual penerima pesanan):
Harus cakap hukum, Tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa, Baligh
SARAN
Saran dari saya mungkin psak 103 harus diterapkan di Bank Bukopin syariah Jakarta pusat.
Karena ini sangat membantu para nasabah untuk melakukan transak salam. Dan juga agar supaya
masyarakat sdapat mengetahui bahwa adanya transaksi salam, berupa transaksi pesanan atatu
jual beli dengan melakukan pesanan terlebih dahulu.
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 104
“AKUNTANSI ISTHISNA”
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Ridwan Husain
Pendahuluan
Lafal Istishna berasal dari kata shana’ah yang artinya membuat sesuatu. Kemudian
ditambah alif, sin, dan ta menjadi istishna. Sedangkan secara terminologi istishna merupakan
suatu kontrak jual beli antara penjual dan pembeli dimana pembeli memesan barang dengan
kriteria yang jelas dan harganya yang dapat diserahkan secara bertahap atau dapat juga dilunasi.
Sistem istishna adalah sistem pembiayaan atas dasar pesanan , untuk kasus ini dimana objek atau
barang yang diperjual belikan belum ada. Menurut ulama fiqh istishna sama dengan salam dari
segi objek pesanannya yaitu sama-sama dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri dan kriteria
khusus, sedangkan perbedaannya adalah jika salam pembayarannya dilakukan diawal sekaligus
sedangkan istishna bisa dibayar diawal, angsuran dan bisa juga diakhir
Istishna secara etimonologi adalah masdar dari sishna a’asy-sya’i, artinya meminta
membuatkan sesuatu, yakni meminta kepada seseorang pembuat untuk mengerjakan sesuatu.
Sedangkan secara terminologi Istishna adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam
tanggungan yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek transaksinya adalah barang yang
harus dikerjakan pekerja pembuat barang itu.
“sesungguhnya ummatku tidak akan bersepakat unutk kesesatan, apabila kamu melihat ada perselisihan,
maka ikutilah kelmpak yang banyak. ( HR. Ibnu Majah )”
Dalam buku fiqh muamalah Dr. Mardani dijelaskan secara terminologi fiqh jual beli
disebut dengan al-ba’I yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Lafal al-ba’i dalam terminologi fiqh terkadang dipakai untuk pengertian lawannya,
yaitu lafal al-syira yang berarti membeli. Dengan demikian, al-ba’i mengandung arti menjual
sekaligus membeli atau jual beli. Menurut hanafiah pengertian jual beli (albay) secara definitif
yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah,syafi’iyah dan hanabilah,
bahwa jual beli (Al-bai) yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan
milik dan kepemilikan. Dan menurut Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i
adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.
Berdasarkan definisi diatas maka pada intinya jual beli itu adalah tukar menukar barang.
N33 Hal ini telah dipraktikkan oleh masyarakat primitif ketika uang belum digunakan sebagai
alat tukar-menukar barang, yaitu dengan sistem barter dalam terminologi fiqh disebut dengan
ba’i al-muqayyadah. Meskipun jual beli dengan sistem barter telah ditinggalkan, diganti dengan
sistem mata uang, tetapi terkadang esensi jual beli seperti itu masih berlaku,sekalipun untuk
menentukan jumlah barang yang ditukar tetapi diperhitungkan dengan nilai mata uang tertentu
misalnya, Indonesia membeli spare part kendaraan ke Jepang, maka barang yang diimpor itu
dibayar.
Menimbang:
a. Bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh sesuatu, sering memerlukan pihak lain
untuk membuatkannya, dan hal seperti itu dapat dilakukan melalui jual beli istishna' (
)االستصناع, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli,
mustashni') dan penjual (pembuat, shani');
b. bahwa transaksi istishna' pada saat ini telah dipraktekkan oleh lembaga keuangan
syari'ah.
c. bahwa agar praktek tersebut sesuai dengan syari'ah Islam, DSN memandang perlu
menetapkan fatwa tentang istishna' untuk menjadi pedoman.
Mengingat:
ُوط ِه ْم ِإالَّ شَرْ طًا َحـ َّر َم َحالَالً أَوْ أَ َحـ َّل َح َرا ًمــا
ِ اَلصُّ ْل ُح َجائِ ٌز بَ ْينَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ إِالَّ ص ُْلحًا َح َّر َم َحالَالً أَوْ أَ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْسلِ ُمونَ َعلَى ُشر
)(رواه الترمذي عن عمرو بن عوف.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR.
Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
ِ َض َر َر َوال
)ض َرا َر (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري َ َال
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain." (HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan
yang lain dari Abu Sa'id al-Khudri)
3. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
4. Menurut mazhab Hanafi, istishna' hukumnya boleh (jawaz) karena hal itu telah dilakukan
oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya.
Memperhatikan:
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa, tanggal 29
Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000
Memutuskan:
Pertama :
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua :
Ketiga :
Ketentuan lain:
Biaya istisna parallel diakui sebagai aktiva dalam penyelesaian pada saat diterimanya
tagihan dari kontraktor sejumlah tagihan. Setiap termin dari KSP/USP kepada pembeli akhir
diakui sebagai piutang istisna dan sebagai termin istisna pada pos lawan.
(Jakarta Pusat)
Bank syariah adalah lembaga keuangan intermediari yang beroperasional mengacu
kepada prinsip-prinsip syariah dalam transaksi muamalah. Artinya bank syariah bukanlah sektor
riil tapi sektor moneter. Oleh karena itu, bank syariah tidak bisa mempraktikan akad istishna’
secara sendiri dalam pembiayaannya tanpa adanya akad istishna’ yang kedua (istishna’ paralel)
karena bank syariah bukanlah produsen barang (Ascarya, 2007). Menurut Antonio (2010) ada
beberapa ketentuan apabila bank syariah ingin menerapkan istisghna’ paralel yaitu; akad
istishna’ antara bank syariah dengan nasabah harus terpisah dengan akan istishna’ antara bank
syariah dengan subkontraktor, bank syariah bertanggung jawab kepada nasabah atas setiap
kelalaian dan pelanggaran kontrak begitu juga sebaliknya subkontraktor bertanggung jawab
kepada bank syariah, dan tidak ada hubungan hukum atau kaitan antara nasabah dan
subkontraktor
Bank bukopin menerapkan Akad Istishna dan Istishna pararel, Akad istishna adalah akad
jual-beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat).sedangkan Istishna
paralel adalah suatu bentuk akad Istishna antara pemesan (pembeli) dengan penjual, kemudian
untuk memenuhi kewajibannya kepada pembeli, penjual memerlukan pihak lain sebagai
pembuat.
Manfaat pembiayaan yaitu Bank dapat memberikan pembiayaan kepada Nasabah untuk
pembelian barang yang dipesan. Biasanya dipakai untuk bisnis manufacturing atau
konstruksi.
Diperuntukan bagi nasabah perorangan dan nasabah badan usaha (usaha milik
perorangan, badan usaha seperti CV atau Fa dan badan hukum seperti PT, Koperasi atau
Yayasan).
Penetapan harga jual kepada nasabah telah memperhitungkan biaya atau nilai asset, mana
saja yang nilainya lebih rendah ditambah marjin keuntungan Bank.
Self financing minimal 30% dari Harga Jual pada saat akad.
Jangka waktu pengembalian maksimal 10 tahun.
Syarat dan Ketentuan Akuntansi Istishna Pararel
Diperuntukan bagi nasabah perorangan dan nasabah badan usaha (usaha milik
perorangan, badan usaha seperti CV atau Fa dan badan hukum seperti PT, Koperasi atau
Yayasan).
Jangka waktu pembiayaan kepada nasabah pembeli adalah selama maksimal 10 tahun.
Penetapan harga untuk nasabah pembeli yaitu harga setelah memperhitungkan harga beli
ditambah marjin keuntungan bank.
(Jakarta Pusat)
Pada Pembiayaan istishna, mulai berlakunya semua ketentuan akad yaitu setelah
penandatanganan kesepakatan antara Bank Syariah Inonesia dengan nasabah. Atas
penandatangan kesepakatan tersebut, pihak bank akan mencatatnya dalam catatan administrasi
internal bank sebagai komitmen pembiayaan istishna’ (tidak ada pencatatan jurnal akuntansi
pada saat penandatanganan kontrak). Bank mulai melakukan pencatatan akuntansi pada saat
Penerimaan uang muka pesanan dari nasabah.
Ketika permohonan pembiayaan telah disetujui, sesuai dengan syarat dan ketentuan yang
diberlakukan Bank Syariah, nasabah wajib membayar uang muka sebesar minimal 30% dari
harga jual yang telah disepakati antara bank dan nasabah. Hal ini sudah ditetapkan dalam syarat
dan ketentuan akad istishna
Dijelaskan dalam jurnal bahwa Pembayaran uang muka ini sifatnya hanya opsional dan
ketentuan tarifnya merupakan kebijakan dari pihak bank, bukan dari ketentuan PSAK 104
dengan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Karena uang muka ini dijadikan bukti
bahwa nasabah tersebut serius dalam bertransaksi
Pembiayaan istishna oleh Bank Syariah disajikan dalam laporan posisi keuangan bagian
piutang sebesar saldo bersih piutang istishna. Hal tersebut sesuai dengan PSAK 104 paragraf 42
yang menyebutkan bahwa penjual menyajikan dalam laporan keuangan terkait piutang istishna
yang berasal dari transaksi istishna sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
Penyajian piutang istishna pada laporan keuangan Bank Syariah didasarkan pada jumlah
tagihan termin kepada nasabah dari transaksi pembiayaan istishna dikurangi cadangan kerugian
penurunan nilai yang dibentuk oleh Bank Syariah untuk menutup kemungkinan kerugian akibat
tidak tertagihnya piutang istishna. Bank menetapkan cadangan kerugian sesuai dengan kualitas
piutang berdasarkan penelaahan atas saldo piutang istishna
Berdasarkan analisis diatas penerapan PSAK 104 atau Akuntansi Istishna di Bank
Bukopin syariah sudah sesuai dengan telah sesuai dengan PSAK yang telah di terapkan. Akan
tetapi PSAK terdapat kendala saat di terapkan di beberapa bank syariah. contohnya di bank
syariah lumajang, bank tersebut tidak menerapkan PSAK 104 karena sedikitnya pengetahuan
masyarakat mengenai akuntansi Istishna. Dan praktik dilapangan sulit untuk menggunakan
metode prosentasi penyelesaian dalam pencairan dana karena lazimnya industri menerima
pencairan uang terlebih dahulu, baru melakukan produksi. Hal ini dikarenakan
produsen/subkontraktor tidak ingin menanggung risiko yang tinggi.
Kesimpulan
Penerapan PSAK 104 masih berkendala saaat akan di terapkan dalam suatu bank karena
Penerapan PSAK Syariah 104 tetang Akuntansi Istishna’ di bank syariah masih terkendala.
Kendala dalam implementasi PSAK 104 adalah terkait pengakuan keuntungan. Kendala tersebut
terjadi karena terdapat sudut pandang antara PSAK Syariah yang telah dikeluarkan oleh IAI
dengan praktek perbankan syariah sehingga terjadi gap. Gap yang dimaksud adalah PSAK
Syariah yang relevan dengan sektor riil sedangkan perbankan syariah adalah lembaga keuangan
intermediari (sektor moneter).
Dua macam pola pengakuan pendapatan atau keuntungan dalam PSAK 104 rumit dan
memberatkan back office serta membutuhkan investasi yang tinggi untuk IT dan SDM. Adapun
tantangan yang dihadapi oleh bank syariah dalam implementasi PSAK 104 adalah investasi IT,
investasi SDM dan kebijakan akuntansi internal untuk menerapkan PSAK tersebut.
SARAN
Saran dari saya agar PSAK 104 dapat di terapkan di semua bank syariah, para Dewan
Syariah harus mengadakan sosialisi mengenai penerapan PSAK di bank-bank syariah, supaya
pengetahuan masyarakat mengetahui hal mengenai system syariah yang diterapkan dalam bank
syariah dan dewan syariah lebih mempertimbangkan usaha yang berada di Indonesia karena
Penerapan PSAK 104 terkendala karena adanya perbandingan sudut pandang mengenai
perbankan syariah
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 105
“AKUNTANSI MUDHARABAH”
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
A. Pendahuluan
1. Pengertian Mudharabah
Secara istilah, Mudharabah adalah akad kerja sama antara shahibul maal (pemilik modal)
dengan mudharib (yang mempunyai keahlian atau keterampilan) untuk mengelola suatu
usaha yang produktif dan halal. Hasil dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama
berdasarkan nisbah yang disepakati, jika terjadi kerugian ditanggung shahibul maal.
Mudharabah dalam perspektif fiqih merupakan kontrak yang melibatkan antara dua
kelompok, yaitu pemilik modal (investor) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola
(mudharib) untuk digunakan dalam aktifitas perdagangan. Sedangkan keuntungan dagang itu
dibagi menurut kesepakatan bersama. Mudharib dalam hal ini memberikan kontribusi
pekerjaan, waktu dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam
kontrak, salah satunya untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi antara pihak investor
dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disetuju bersama. Namun apabila terjadi
kerugian yang menanggung adalah pihak investor saja.
Mudharabah menurut istilah pada dasarnya terdapat kesepakatan ulama dalam subtansi
pengertian mudharabah. Hanya saja terdapat beberapa variasi bahasa yang mereka gunakan
dalam mengungkapkan definisi tersebut. secara umum, variasi pengertian mudharabah atau
qiradh yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut.
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling
menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau
sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut ulama Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dari pihak yang
berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba) karena harta diserahkan kepada yang lain
dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah adalah akad syirkah dalam
laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa.
Imam Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah ialah ibarat pemilik harta menyerahkan
hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari
keuntungan yang diketahui. Sementara itu, Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa
mudharabah ialah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain
untuk ditijarahkan. Lebih lanjut Wahbah Zuhaili berpendapat, mudharabah adalah akad
penyerahan modal oleh si pemilik kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan
dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan yang mereka buat.
Menurut Sayid Sabiq sebagaimana dikutip oleh Ahmad Wardi, mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan mudharabah adalah suatu akad antara dua pihak dimana salah satu pihak
memberikan uang (modal) kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi diantara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan mereka.
Dalam istilah buku himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
1) Landasan Mudharabah
Secara syar’i, keabsahan transaksi mudharabah didasarkan pada beberapa nash al-Qur’an
dan sunnah. Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan
anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam hadits berikut ini.
Artinya: “Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan abai itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dai Ibnu Abbas)
B. Teori Pembahasan.
NO: 07/DSN-MUI/IV/2000
..فَـــإ ِ ْن أَ ِمن بعض ُكم بعضا فَ ْليؤد الَّ ِذى اؤت ِمن أَمانته ،وليتر
ْ َق اهللابه...
ِ
“…
Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya…”.
2. Hadis Nabi riwayat Thabrani:
َكانَ سيدنا ْالعباس بن عب ِد ْالمب إِ َذا د ْ ا َلضاربةً اِشـترطَ علَى ص
ِ ِّطَلفَع المم
احبِ ِه أَ ْن الَ يسك
ِ ُل بِ ِه بحر و،االَ ينز َل بِ ِه وي
ِ ا ِد و،االَ يشت ِري بِ ِه دابةً َذات َكبِ ٍد ر
ْ َ فَإ ِ ْن ف، ٍة َل َذلِك ض ِمن ،فَبلَ َغ شرطُه رسـول اهللاِ صع
طبع َ ُلَّى اهللالَي ِه وآلِ ِه وسلَّم فَأَج
ازه) )رواه الطبراني فى األوسط عن ابن عباس.
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
3. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib:
أَ َّن النبِي صلَّى اهللاُ علَي ِه وآلِ ِه وسلَّم : ث فِي ْ
ٌ َلَقَا ثَال ِهن البرب اَ ْل:ُ َكةيـع إِلَى أَج و، ٍلالمار
ْ َق
ض و،ُةخلطُ ْالبر
ْ بِالش ِعير لِ ْلبيب
ِ ت الَ لِ ْل
ِ ي)ع (رواه ابن ماجه عن صهيب
ِ
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
4. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلص ْلح جائِز بين المسين
ْ ْ ارم حالَالً أَ و أَح َّل حرامـا والمسم
لِ ِم إِالَّ صلحح ْ ِلونَ علَى شروط ِهم
ِ ِإ
الَّ شرطًا حرم حالَالً أَو أَح َّل حراما.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.”
5. Hadis Nabi:
الَضرر وضـر
ِ َالار) “ رواه ابن ماجـه والـدارقطني وغيرهمـا عن أبي سـعيد الخـدريTidak boleh
membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR, Ibnu Majah, Daraquthni,
dan yang lain dari Abu Sa’id alKhudri). 07 Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
Dewan Syariah Nasional MUI 3
6. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang,
mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun
mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah
Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
7. Qiyas. Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
8. Kaidah fiqh:
اَألَص ُل فِى ْالمعامت ْا ِإلب
ِ َالاحةُ إِالَّ أَ ْن يد َّل دلِي ٌل علَى تحريه
ِ ِما.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan:
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Selasa,
tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000.
C. FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH)
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 07
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) Dewan Syariah Nasional MUI 4
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang
telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan
dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib,
baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi
(nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal
yang disediakan oleh penyedia dana,
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya
yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang
berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
Jenis-jenis Mudharabah
c. Produk Jasa
BSM CARD, BSM Mobile Banking GPRS (BSM MBG), BSM Net Banking dan BSM
Call 4.2 Evaluasi Transaksi Mudharabah Berdasarkan Psak 105 Pada Bank Syariah Mandiri
Cabang Jember.
a) Akuntansi untuk pemilih dana
a. “Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola
dana”
b. “ investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan”
c. “investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset
nonkas pada saat penyerahan”
Bank Syariah Mandiri Cabang Jember mengakui dana mudharabah yang diberikan
sebagai investasi mudharabah pada saat penyerahan modal kepada pengelola dana untuk
modal berupa uang tunai (kas) dan tidak mengakui modal berupa non kas, dana mudharabah
tersebut akan diukur sebesar kas yang diberikan kepada pengelolah dana. Nasabah
mengajukan pembiayaan mudharabah, harus memiliki rekening di Bank Mandiri Syariah,
agar pembiayaan dapat dengan mudah direalisasikan dan akan langsung dilakukan melalui
rekening nasabah yang bersangkutan. Sebagai contoh, Bank Mandiri Syariah menerima
pengajuan pembiayaan dari Tuan X pada tanggal 16 november 2018 untuk periode satu tahun
dengan jumlah nominal sebesar Rp.50.000.000,00. Pada tanggal tersebut, Bank Syariah
Mandiri Cabang Jember akan menjurnal sebagai berikut :
d. “Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanapa adanya
kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut akan diperhitungkan
pada saat bagi hasil” ketentuan tersebut sudah dijelaskan di catatan atas laporan keuangan
dengan kalimat yang sama maka dengan demikian dapat disimpulkan ketentuan tersebut
telah sesuai dengan PSAK 105.
e. “ usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana” Berdasarkan wawancara dengan salah satu karyawan BSM
Jember, beliau menyatakan bahwa: “perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh pihak Bank
Syariah Mandiri untuk akad pembiayaan mudharabah mulai berjalan ketika pihak Bank
Syariah Mandiri mulai mencairkan dana mudharabah kepada nasabah sebagai pengelola
dana.” contoh pada transaksi diatas perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh pihak Bank
Syariah Mandiri mulai berjalan ketika pihak Bank Syariah Mandiri mulai mencairkan
dana mudharabah kepada firdaus . Maka pernyataan diatas sudah sesuai dengan PSAK
105. Berdasarakan kasus pembiayaan mudharabah diatas Bank Syariah Mandiri Cabang
Jember menerima laporan bahwa Tuan X melaporkan laba usaha sebesar Rp 25.000.000
dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati sebesar Rp, 10.000.000,00 (40%x Rp
25.000.000,00).
Dalam pembiayaan mudharabah pendapatan bagi hasil nasabah kepada Bank
Syariah Mandiri, pembayaran pendapatan bagi hasil dilakukan setiap bulan. Bank Syariah
Mandiri Cabang Jember mencatat jurnal :
1. Pengakuan Pembiayaan PSAK No. 105 paragraf 12 menyatakan bahwa dana mudharabah
yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran
kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana. PSAK No. 105 paragraf 14 dan 15
menyatakan bahwa jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang, atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka
penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
Namun jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya
kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi
hasil. PSAK No. 105 paragraf 17 menyatakan bahwa dalam investasi mudharabah yang
diberikan dalam aset non kas dan aset non kas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau
setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian
tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat
pembagian bagi hasil. PSAK No. 105 paragraf 19 menyatakan bahwa jika akad mudharabah
berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka
investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
2. Pengukuran Pembiayaan PSAK No. 105 paragraf 13 menyatakan bahwa pengukuran investasi
mudharabah adalah sebagai berikut:
3. investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan
UNIVERSITAS MEDAN AREA 31
4. investasi mudharabah dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar aset non kas pada
saat penyerahan,jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah,
jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
5. Pengakuan Bagi Hasil Mudharabah PSAK No. 105 paragraf 20 menyatakan bahwa jika
investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. PSAK No. 105 paragraf 21 menyatakan
bahwa kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui
sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah
berakhir, selisih antara: investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi;
dan pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian. PSAK No.
105 paragraf 23 menyatakan bahwa kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana
dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. PSAK No. 105
paragraf 24 menyatakan bahwa bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola diakui
sebagai piutang.
6. Pengukuran Bagi Hasil Mudharabah PSAK No. 105 paragraf 11 menyatakan bahwa
pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba
dan jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto,
bukan total pendapatan usaha (omset). Sementara itu, jika berdasarkan bagi laba, dasar
pembagian adalah UNIVERSITAS MEDAN AREA 32 laba neto (net profit), yaitu laba bruto
dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
7. Penyajian PSAK No. 105 paragraf 36 menyatakan bahwa pemilik dana menyajikan investasi
mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat.
8. Pengungkapan PSAK No. 105 paragraf 38 menyatakan bahwa pemilik dana mengungkapkan
hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi
mudharabah berdasarkan jenisnya, penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode
berjalan dan pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
Mudharabah Muqayyadah adalah akad yang dilakukan antara pemilik modal (Bank) untuk
usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (Bank) dengan pengelola (Nasabah), dimana nisbah
bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama.
Manfaat
Fitur
1). Bank sebagai channelling agent
Bank menerima dana dari shahibul maal.
Nasabah menerima dana dari shahibul maal.
Bank bertindak sebagai perantara (penghubung
2). Bank sebagai executing agent
Bank memperoleh modal / dana dari pemilik dana (shahibul maal) untuk disalurkan pada
sektor pembiayaan yang telah disepakati.
Nasabah mendapatkan modal untuk dikelola sebagai mudharib.
Nasabah berhutang pada Bank.
Kesimpulan
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 106
“AKUNTANSI MURABAHAH”
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Fazwa Ruyani
A. Pendahuluan
a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah
baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah atau
koperasi syariah.
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
Aser yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan
murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui
sebagai beban murabahah tangguhan.
Menurut Al-muslih dan Ash shawi (2004) murabahah secara bahasa adalah bentuk
mutual (bermakna saling) dari kata Ribh yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai
modal (jadi artinya saling mendapatkan keuntungan) menurut termonology ilmu fiqih artinya
murabahah.
Murabahah berasal dari kata ribh yang berarti keuntungan, laba, atau tamabahan.
Murabahah faktanya adalah suatu istilah dalam fiqih islam yang menunjukan suatu jenis jual beli
yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pembiayaan. Murabahah dalam pengertian aslinya
menurut islam adalah “ is simple a sale” , jual beli pembayaran, bisa dilakukan secara tunai atau
nanti pada suatu tanggal telah disepakati para pihak.
Karim (2006:113) menjelaskan bahwa murabahah adalah akad jual dengan
menyatakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad
ini merupakan bentuk dari natural certainy contract, karena dalam murabahah ditentukan
beberapa require rate of return-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Jadi karakteristik dari
murabahah adalah penjual harus memberitahu pembeli tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut
kepada pembeli.
FATWA
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
MURABAHAH
Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank
berdasarkan pada prinsip jual beli;
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai ia berkelapangan
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak
secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan
jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu
Majah dari Shuhaib).
9. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
10. Hadis Nabi riwayat `Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam:
“Rasulullah SAW. ditanya tentang ‘urban (uang muka) dalam jual beli,
maka beliau menghalalkannya.”
11. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara Murabahah
(Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, hal. 161; lihat pula al-Kasani,
Bada’i as-Sana’i, juz 5 Hal. 220-222).6
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Sabtu,
tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.
MEMUTUSKAN
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh
bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka
2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiyah bittamlik.
5. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan / atau unit usaha
syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak-pihak yang dibiayai dan / atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Penyaian PSAK
Bank Mandiri Syariah menyajikan piutang murabahah sebesar nilai bersih yaitu nilai
piutang murabahah setelah dikurangi dengan pendapatan yang ditangguhkan. Penyajian
piutang murabahah dapat ditampilkan melalui Laporan Keuangan Tahun 2015 bagian
Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2015.
PT Mandiri Syariah
31 Desember 2015
Murabahah
Januari 2014
Pihak Ketiga 34.192.785.110.699
Pihak Berelasi 614.220.094.245
PT Mandiri Syariah
31 Desember 2015
Pendapatan istishna-bersih 53
1.148.114.167
SAK
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
SYARIAH
PSAK 109
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
A. Pendahuluan
1. Pengertian Zakat
Menurut bahasa zakat adalah النماءyang artinya bertambah. Sedangkan menurut syara'
zakat adalah sebuah nama bagi suatu harta tertentu, didapat dari suatu harta tertentu menurut cara
tertentu dan diberikan pada sekelompok orang tertentu.
Dalam keterangan lain disebutkan, kata zakat dari bahasa Arab ( ( زآاةyang artinya
menurut bahasa tumbuh atau suci, yang kalau dirunut merupakan bentuk isim masdar dari akar
kata yang bermakna an-nama>’ (tumbuh), albaraka>h (barakah), al-taha>rah (bersih), al-s}ala>h
(kebaikan), s}afwatu ashya>’ (jernihnya sesuatu), dan al-madhu (pujian) Pengertian zakat
menurut syara’ ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta tertentu diberikan kepada yang
berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Atau definisi lain dari zakat adalah bagian tertentu
dari kekayaan yang Allah perintahkan untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
(mustahiq).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib
diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang tertentu, dengan syarat-syarat
tertentu pula.
Kata zakat dalam arti terminologi oleh al-Qur’a>n disebut 30 kali, yaitu 27 kali disebut
dalam satu konteks dengan s}alat, dan dari 30 kali sebutan tersebut, terdapat 8 sebutan yang
berada pada surat-surat yang turun di Makkah dan sisanya berada pada surat-surat yang turun di
Madinah.Selanjutnya Yusuf al-Qardhawi memberi penjelasan, bahwa zakat dalam bahasa al-
Qur’a>n dan al-sunnah disebut juga dengan s}adaqah. AlMawardi berkata: “s}adaqah adalah
zakat dan zakat adalah s}adaqah, berbeda nama namun satu pengertian.
Ada beberapa sebutan lain untuk pengertian zakat menurut syara’, yakni: s}adaqah, al-
haq, al-fara>’id atau al-far>idah, al-infaq, tha’am al-miskin, dan al-ma’un juga berarti zakat.
Akan tetapi yang paling banyak dipergunakan adalah s}adaqah. Penggunaan kata s}adaqah
sebagai pengganti zakat tidak tersiar kecuali pada periode Rasulullah Saw., di Madinah.
Mengenai ta’rif zakat menurut syara’, para ahli fiqh memberikan batasan yang beraneka
ragam tergantung pada matra yang dipergunakan.
B. Teori Pembahasan
1. Akuntansi ZIS Berdasarkan PSAK No. 109 PSAK 109
1. Fatwa MUI No. 18/2011 tentang amil zakat, menjelaskan tentang kriteria tugas amil
zakat serta pembebanan biaya operasional kegiatan amil zakat yang dapat diambil dari
bagian amil atau dari bagian fisabilillah dalam batas kewajaran, proporsional serta sesuai
dengan kaidah Islam.
2. Fatwa MUI No. 13/2011 tentang hukum zakat atas harta haram, dimana zakat harus
ditunaikan dari harta yang halal baik jenis maupun cara perolehannya.
3. Fatwa MUI No. 14/2011 tentang penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan.
Yang dimaksud aset kelolaan adalah sarana atau prasarana yang diadakan dari harta zakat
dan secara fisik berada didalam pengelolaan sebagai wakil mustahik zakat. Jika
digunakan oleh bukan mustahik zakat, maka pengguna harus membayar atas manfaat
yang digunakannya dan diakui sebagai dana kebajikan oleh amil zakat.
4. Fatwa MUI No. 15/2011 tentang penarikan, pemeliharaan, dan penyaluran harta zakat.
Tugas amil zakat melakukan penghimpunan, pemeliharaan, dan penyaluran. Jika amil
menyalurkan zakat tidak langsung kepada mustahik zakat, maka tugas amil dianggap
selesai pada saat mustahik zakat menerima dana zakat. Amil harus mengelola zaat sesuai
dengan prinsip syariah dan tata kelola yang baik.
Penyajian adalah menetapkan tentang cara-cara melaporkan elemen atau pos dalam
seperangkat statement keuangan agar elemen atau pos tersebut cukup informatif. Pengungkapan
berkaitan dengan cara pembeberan penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan
bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat dinyatakan melalui statement keuangan utama.
Penerapan akuntabilitas, maka yang harus dilakukan organisasi sektor publik maupun
organisasi nirlaba terdiri atas beberapa dimensi. Terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus
dipenuhi dan dijadikan sebagai indikator dalam akuntabilitas organisasi sektor publik maupun
organisasi nirlaba lainnya yang terdapat dalam buku Mardiasmo (20, 2009) adalah sebagai
berikut:
2. Peraturan perundang-undangan, Lazismu dalam hal ini mengacu pada UUD No. 23
tahun 2011 hasil amandemen dari UUD No. 38 tahun 1999.
3. Laporan keuangan disusun dengan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK No.
109), walaupun belum sepenuhnya diterapkan namun Lazismu akan terus membenahi diri
supaya bisa menerapkan PSAK No.109 sepenuhnya.
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan
hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Salah satu misi dari Lazismu Kalbar adalah
optimalisasi pelayanan donatur dimana dalam
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan akuntabilitas yang
diterapkan oleh Lazismu Kalimantan Barat sebagian besar sudah sesuai dengan indikator yang
dijelaskan Elwood dalam buku Mardiasmo yaitu akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas
hukum, akuntabilitas proses, akuntabilitas program, serta akuntabilitas kebijakan.
C. Kesesuaian dan Penerapan Akuntansi Zakat, Infak dan Sedekah Menurut PSAK
No. 109
1. Pengakuan
Pengakuan akuntansi zakat, infak dan sedekah berdasarkan PSAK No. 109, termuat
didalam paragraf-paragraf sebagai berikut :
1. Lazismu Kalimantan Barat melakukan pencatatan disaat donatur atau orang wajib
membayar zakat (muzakki) yang ingin mengeluarkan dana zakat untuk diserahkan kepada orang
yang berhak untuk menerimanya (mustahiq). Hal ini sudah sesuai dengan PSAK No. 109 dimana
penerimaan zakat diakui pada saat kas atau lainnya diterima.
2. Lazismu Kalimantan Barat telah mengakui penerimaan dana zakat diukur berdasarkan
sebesar jumlah yang diterima dalam bentuk uang atau sebesar nilai wajar bila nonkas, dan pada
Lazismu juga mengakui penerimaan dana zakat sebagai penambah dana zakat dengan jumlah
yang telah diserahkan oleh donatur dan orang yang wajib membayar zakat (muzakki) apabila
dalam bentuk kas. Hal tersebut menunjukkan bahwa Lazismu Kalimantan Barat telah sesuai
dengan PSAK No. 109.
3. Lazismu Kalimantan Barat mengakui bahwa nilai wajar yang dihitung berdasarkan
harga pasar, apabila tidak terdapat harga pasar maka dapat menggunakan metode penentuan nilai
wajar.
b) Pengakuan Untuk Penerimaan Dana Infak dan Sedekah Pengakuan untuk dana infak
dan sedekah tidak jauh berbeda dengan pengakuan dana zakat. Dimana dana infak dan sedekah
akan diakui pada saat dana tersebut telah diterima dari para donatur dan orang yang berhak
membayar zakat (muzakki), dan akan dicatat sebagai penambah dana infak dan sedekah. Dana
infak dan sedekah biasanya digunakan untuk kepentingan operasional, dan digunakan untuk
masing-masing mustahiq. Pada Lazismu Kalimantan Barat hal ini telah sesuai dengan PSAK No.
109 dimana dana infak dan sedekah yang telah disalurkan akan diakui sebagai pengurang dana
infak dan sedekah sesuai dengan jumlah yang telah disalurkan
2. Pengukuran
Pengukuran adalah proses penentuan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan
setiap unsur laporan keuangan kedalam laporan posisi keuangan maupun laporan sumber dan
penggunaan dana. Adapun dana zakat, infak dan sedekah yang diterima oleh Lazismu
Kalimantan Barat berbentuk barang berupa aset tetap diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat
penerimaannya. Hal ini telah sesuai dengan PSAK No. 109, serta dapat dilihat dari laporan
sumber dan penggunaan dana yang telah disajikan
D. Analisis Penerapan yang terdapat di PSAK 109 pada Laporan Keuangan Lazis
Muhammadiyah (LAZISMU)
2. Penyajian
Dalam PSAK No. 109 menyebutkan “Amil zakat menyajikan dana zakat, infaq/sedekah, dan
dana amil secara terpisah dalam laporan posisi keuangan”
3. Pengungkapan
PSAK No. 109 mensyaratan setiap organisasi pengelola zakat melakukan pengungkapan
mengenai aktivitas lembaga yang dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan. Catatan
atas laporan keuangan berisi penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur penyaluran dana
zakat, infaq dan sedekah, kebijakan mengenai pembagian dananya, penentuan nilai wajar
yang digunakan jika menerima dana dalam bentuk aset non kas dan dana non halal,
pengungkapan mengenai hubungan istimewah, serta hal lain yang dianggap penting dan perlu
diungkap.
Analisis Kesesuaian Pengungkapan
Kesimpulan
1. Penerapan akuntabilitas yang dilakukan Lazismu Kalbar dalam penyajian laporan keuangan
serta pelaporannya sudah sesuai dengan indikator akuntabilitas kejujuran dan hukum,
akuntabilitas proses, akuntabilitas program, dan akuntabilitas kebijakan.
2. Lazismu Kalimantan Barat belum sepenuhnya sesuai dalam penerapan akuntansi zakat dan
infak/sedekah dengan menggunakan standar PSAK No. 109. Namun Lazismu Kalbar melakukan
pencatatan langsung ketika menerima dana ZIS pada buku harian kas zakat dan infak/sedekah
disertai dengan bukti setorannya. Proses pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh Lazismu
Kalimantan Barat bersumber dari bukti transaksi yang di peroleh dari kegiatan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan sedekah. Bukti yang diperoleh
dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan laporan rekapitulasi penerimaan dan penyaluran dana.
3. Lazismu Kalimantan Barat telah menerapkan PSAK No. 109. Dimana dalam pengakuan,
pengukuran dan pengungkapan dana zakat, infak dan sedekah, Lazismu Kalimantan Barat
hampir sepenuhnya telah menerapkan sesuai dengan PSAK No.109, namun ada beberapa yang
belum sesuai yaitu sebagai berikut :
a) Dalam pengungkapan Lazismu tidak ada hubungan istimewa (khusus) terhadap pihak-
pihak yang berelasi. Kemudian keberadaan dana non halal, tidak diungkap mengenai
kebijakan penerimaan, peyaluran, alasan dan jumlahnya serta dana non halal
digabungkan atau dijadikan dana infak/sedekah yang penyalurannya sesuai ketentuan dan
syariat islam. Serta kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat, infaq dan
sedekah tidak ada diungkapkan oleh Lazismu Kalimantan Barat.
Saran
Berdasarkan dari hasil kesimpulan yang telah disajikan, maka saran yang dapat penulis
berikan Lazismu Kalimantan Barat antara lain :
1. Lazismu Kalbar diharapkan untuk memberikan pelatihan maupun sosialisasi terhadap staf
yang terkait dengan PSAK No. 109 sehingga para staf bisa memahami PSAK No. 109 khususnya
pada bagian keuangan. Ini bertujuan agar semua staf yang ada pada Lazismu Kalbar dapat lebih
mengerti dan memahami terhadap PSAK No. 109.
2. Bagi Lazismu Kalbar, supaya dapat mengaudit laporan keuangannya pada kantor akuntan
publik yang bertujuan untuk memeriksa dan memperbaiki laporan keuangannya sesuai dengan
penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kewajaran laporan keuangan yang telah dibuat.
3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk bisa lebih memperhatikan objek penelitian
bagaimana proses pencatatan penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak dan sedekah, serta
pembuatan laporan keuangan hingga laporan tersebut telah disusun.