Anda di halaman 1dari 5

2.

3 Kesimpulan

Sekarang kita bisa melihat seberapa besar konstribusi harta rampasan perang untuk
meningkatkan perekonomian kaum musllimin di Madinah. Terdapat asumsi umum, kita telah
melihat bahwa harta rampasan perang yang besar akan memperkaya kaum muslimin, tetapi di
lain sisi fakta-fakta juga menunjukkan agar kita mengecek kebenaran dari perhitungan
tersebut. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah terdapat satu faktor dan pertimbangan
penting yang seharusnya tetap kita tanamkan dalam pemikiran kita ketika menentukan ukuran
pembagian harta rampasan perang dalam perekonomian islam, yaitu bahwa sampai saat ini
belum terdapat perhitungan yang belum memadai dan komprehensif untuk masalah harta
rampasan perang ini.

1. Harta Rampasan Perang Sebagai Alat untuk Menafkahi Hidup

Sebagai ilustrasi pertama adalah berapa banyak orang yang akan diberi makan dari
hasil harta rampasan perang tersebut. Untuk mengetahui besarnya biaya hidup yang terjadi
pada masa itu, adalah perkara yang tidak mudah. Namun demikian, terdapat sedikit petunjuk.
Ketika menjadi khalifah Abu Bakar membutuhkan gaji sebesar 3.000 dirham per tahun untuk
membiayai kebutuhan hidup sendiri, istri dan tiga orang anaknya. Riwayat lain meyatakan
bahwa diperlukan 1.440 dirham hanya untuk memenuhi kebutuhan makan bagi satu keluarga
kecil. Bedasarkan ketimbangan diatas, stiap keluarga memerlukan 3.000 dirham untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, jumlah total harta rampasan hanya cukup
menghidupi 207 keluarga selama periode 10 tahun. Jumlah ini baru mencakup penduduk
muslim dari manidah saja, belum termasuk penduduk dari semenanjung Arab yang berjumlah
lebih besar.

Meskipun tidak ada data kependudukan Madinah selama hidup nabi, ada beberapa
data yang cukup bisa menjelaskan hal ini. Seorang penulis menyatakan bahwa populasi
Yahudi dikota pada saat Hijriah berkisar antara 30.000 sampai 42.000 orang yang
membentuk 5.000 sampai 6.000 keluarga. Oleh karena itu, jumlah populasi dikota Madinah
yang cakup Kaum Anshar dan Muhajirin serta suku bangsa arab lainnya tidak mungkin lebih
kecil dari kaum Yahudi. Sebuah data sejarah mengungkapkan bahwa ketika terjadi peristiwa
tentara muslim yang berasal dari kaum Anshar dank aum Muhajirin. Berdasarkan jumlah ini,
jumlah penduduk madinah yang tidak ikut berperang pada masa ini diperkirakan minimal
50.000 orang.

Pasca penakhlukan Mekkah, jumlah penduduk Madinah mengalami perkembangan


yang sangat pesat. Dengan demikian, dua tahun kemudian, yaitu ketika terjadi perang Tabuk,
penduduk Madinah yang ikut berperang diperkirakan berjumlah tidak kurang dari 10.000
orang. Bahkan, ada yang meriwayatkan jumlah penduduk Madinah ketika itu adalah sebesar
30.000 orang. Berdasarkan estimasi ini, dapat diketahui jumlah harta rampasan perang yang
diperoleh kaum muslimin selama sepuluh tahun hamper dapat mencukupi sebesar dari
penduduk Madinah.

Lebih jauh, penduduk Muslim tidak menetap hanya dikota Madinah dan daerah
sekitarnya, tetapi ada sejumlah besar penduduk muslim yang tinggal diberbagai tempat di
Jasirah Arab. Cacatan sejarah menunjukkan bahwa terdapat 140.000 orang Muslim yang
mengiringi kehadiran rasululloh ketika melaksanakan ibadah hajinya yang terakhir dan, pada
saat yang bersamaan, perkembangan populasi di jazirah Arabia dan daerah-daerah sekitarnya
mencapai 500.000 hingga 1 juta jiwa. Dengan demikian, apabila gambaran populasi ini dapat
diterima, diperkirakan total pengeluaran umat islam selama satu tahun sebesar 300 juta
dirham dan hal ini berarti jumlah total harta rampasan perang hanya merupakan 0,207% dari
total pengeluaran tersebut.

Disisi lain, jika dihubungkan dengan jumlah penduduk Muslim yang tinggal diluar
Madinah, terdapat faktor lain yang harus dipertimbangkan, yakni tidak ada diantara mereka
yang tahu harus ikut berperang selama masa hiduup Rasulullah Saw. Hal ini berarti bahwa
meskipun jumlah mereka lebih besar dari pada penduduk Muslim Madinah, pendapatan
mereka tidakbertambah dengan adanya harta rampasan perang.

2. Pengeluaran Selama Ekspedisi

Faktor ekonomi lainnya yang terabaikan ketika memperhitungkan besarnya harta


rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin adalah berkaitan dengan pengeluaran kaum
muslimin selama melakukan ekspedisi. Sekalipun tidak ada data yang secara akurat
menunjukkan besarnya biaya yang dihabiskan untuk melakukan ekspedisi, yang jelas setiap
ekspedisi memerlukan sejumlah besar uang dan beberapa perlengkapan ekspedisi, seperti
senjata, alat transportasi, baju, makanan, dan bahan makanan. Dari beberapa bukti dan fakta
yang ada dan terbatas, secara kasar dapat diperkirakan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
membiayai ekspedisi-ekspedisi tersebut. Sebuah riwayat mengatakan bahwa orang-orang
mekah telah menghabiskan bina sebesar 50.000 dinar (6.000.000 dirham) untuk membiayai
3.000 tentara perang uhud. Untuk ekspedisi al-Khandaq, setiap penduduk mekkah minimal
member 1 uqiyah perak atau setara dengan 40 dirham sehingga terkumpul sejumlah besar
harta yang cukup untuk menunjang sebuah pasukan besar yang terdiri dari 10.000 orang.

Sementara itu, di pihak kaum muslimin, setelah penahlukan Mekkah dan pada
pemberangkatan kaum muslimin ke pertempuran hunain, rasululloh diriwayatkan meminjam
30.000 dirham (10.830,33 dinar) disamping sejumlah besar senjata dari tiga orang hartawan
Mekkah untuk mempersenjatai anggota pasukan muslim yang miskin yang berjumlah sekitar
2.000 orang atau kurang sedikit untuk melakukan ekspedisi berikutnya. Dengan demikian,
untuk penaklukan kota mekah dan memenangkan perang Hunaian, masing-masing pihak
harus mengeluarkan biaya perang tidak kurang dari satu juta dirham. Berkaitan dengan
ekspedisi Tabuk, diriwayatkan bahwa Usman bin Affan sendiri telah menyumbangkan 70.000
dirham atau lebih untuk mempersenjatai sepertiga anggota pasukan yang miskin. Hal ini
menunjukan bahwa total pengeluaran tentara muslim sekitar seperempat juta dirham.

Berdasarkan perhitungan yang digunakan dalam tulisan ini, pengeluaran atas 20.000
unta dan 10.000 kuda saja berkiksar sepertiga juta dirham, terlepas dari senjata, pakaian,
makanan, bahan makanan, dan sebangainya. Total jumlah tentara kaum Muslimin yang
terlibat peperangan selama sepuluh tahun adalah 100.000 orang. Jika besarnya biaya yang
dikeluarkan orang-orang Mekkah untuk melakukan ekspedisi uhud dijadikan sebagai standar,
jumlah seluruh pengeluaran militer Muslim yang berlangsung selama masa hidup rasulullah
adalah lebih dari 15 juta dinar atau 180 juta dirham. Namun, orang-orang Mekkah merupakan
masyarakat yang jauh lebih kaya dan pengeluaran kaum Muslimin tidak akan sama.
Meskipun kita mengurangi total pengeluaran sebanyak sepertiga, jumlah pengeluaran tidak
akan kurang dari 60,33 juta dirham. Jumlah ini berkisar 10 kali lebih besar dari pada total
nilai harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin selama periode Nabi Muhammad
Saw.

3. Kerugian-Kerugian Akibat Berbagai Ekspedisi

Selain biaya-biaya yang terkait langsung untuk para anggota pasukannya, kaum
Muslimin juga harus mengeluarkan biaya-biaya yang terkait secara langsung dengan mereka
sehingga nantinya dapat mengurangi tingkat perolehan harta rampasan perang. Contoh dari
biaya-biaya tersebut adalah biaya untuk para tahanan dan ttawanan perang. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa para tawanan perang Badar diperlakukan oleh kaum Muslimin dengan
sangat baik. Kaum Muslimin memberikan makanan dan penginapan kepada para tawanan
perang, walaupun dalam beberapa kasus mereka sendiri sedang kelaparan. Para tahanan dari
Hawazin diberikan pakaian baru dan, untuk ini, nabi menghabiskan sejumlah uang.

Faktor lain yang secara mendasar mengurangi tingkat keuntungan dari serangkaian
aktivitas militer adalah kerugian material yang terkadang sangat besar jumlahnya sehingga
mengakibatkan penduduk Madinah khususnya dan kaum muslimin lainnya mengalami
penderitaan setelah operasi militer tersebut. Sebelum perumusan pecah antara Makkah dan
Madinah, Kurz bin Jabir Fihri, seorang pemimpin Makkah yang dikemudian hari masuk
islam, menyerang padang rumput (hima) di Madinah yang terkenal sebagai Jamma dan
membawa sejumlah susu untuk milik kaum muslimin, disamping membunuh orang yang
mengelola hima tersebut. Untuk membalas dendam atas kekalahan perang badar serta
memenuhi sumpahnya, Abu Sofyan bin Harb, pimpinan pasukan Quraisy, menyerang daerah
pinggiran kota madinah yang dikenal dengan al-Urad dan disana mereka membakar beberapa
pohon anggur serta membunuh orang-orang yang berusaha memadamkannya.

Beberapa saat sebelum pertempuran Uhud, pasukan Mekkah menghancurkan lahan


pertanian yang sangat luas milik kaum Muslimin yang siap panen. Kerugian yang diderita,
baik berupa makanan dan bahan makanan, ini mengakibatkan penduduk Madinah banyak
yang berada diambang kelaparan. Mendengar berita ini, sebagai besar petani panik dan
terdorong untuk lebih bersemangat meyakinkan nabi agar segera mengadakan pertempuran
terbuka. Begitu pula halnya, selama satu bulan mengepung Madinah, tentara musuh beserta
para sekutunya melakukan pengrusakan di wilayah perjanjian. Mereka melakukan
penghancuran dan penjarahan meskipun pada saat itu panen telah diamankan dengan
melakukan panen lebih awal.

Satu tahun kemudian, sebuah kalifah perniagaan muslim yang berangkat dari
Madinah menuju Syria di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah telah dijarah oleh para
penyamun diwilayah utara. Meskipun ekspedisi ke Bi’r Maunah dan al-Raji membawa misi
dakwah, kaum Muslimin juga nyawa, senjata, dan barang-barang. Kaum Muslimin juga
menderita kerugian yang besar dari berbagai peperangan dan ekspedisi seperti perang Uhud
dan kemungkinan beberapa lagi perang yang lain. Kekalahan perang membawa kerugian
materi yang terkadang besar yang meliputi uang, hewan ternak atau tanah. Kerugian tentu
saja merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleng kaum Muslimin dalam memperoleh
kesuksesan ekspedisi, baik berupa materi maupun nyawa. Meskipun kerugian yang diderita
relative kecil jika dibandingkan dengan keuntungan yang di dapat, kerugian itu dimasukkan
kedalam perhitungan ketika menentukan nilai bersih dari suatu harta rampasan perang.

4. Kondisi Perekonomian Kaum Muslimin

Perkonomian islam di Jazrah Arab yang berlangsung selama 10 tahun sejak pertama
kali didklarasikanny pemerintah Islam Madinah mempunyai empat aktivitas ekonomi, yakni
perdagangan dan perniagaan, pertanian, kerajinan, dan manufaktur, serta pekerja kasar. Dari
keempat jenis aktivitas ekonomi tersebut, perdagangan dan pertanian merupakan dua
lapangan pekerjaan yang menjadi dasar perekonomian muslim pada saat itu.

Pada masa-masa hijrah ke Madinah, tidak sedikit para sahabat nabi yang hidup dalam
kemiskinan. Mereka tinggal di Madinah dengan kondisi yang kekurangan, baik uang,
mkanan, pekerjaan, maupun tempat tinggal. Namun demikian, terdapat sebagian sahabat yang
merupakan orang-orang kaya dan pedagang yang sukses saat menetap di Makkah. Ketika
berhijrah ke Madinah, mereka turut serta membawa harta kekayaan mereka, baik berupa
barang maupun uang. Dikalangan kaum Anshar, terdapat juga beberapa orang yang memiliki
kemampuan ekonomi yang cukup baik.

Setelah didirikannya Negara islam Madinah, aktivitas ekonomi dibidang perdagangan


dan pertanian mengalami perkembangan yang pesat. Dalam jangga waktu yang relatif
singkat, banyak diantara kaum Muslimin yang berhasil menjadi pedagang dan petani yang
sukses, seperti Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Umar bin Al-Khattab, Zubair ibn
Al-Awwam, Sa’ad bin Ubadah, Qatadah bin Nu’man, dan Abu Ayyub. Hal ini
mengindikasikan bahwa kekayaan yang diperoleh kaum Muslimin berasal dari berbagai
usaha, baik melalui perdagangan, pertanian, rampasan perang, maupun tradisi razzaiz
(sumber pendapatan maysarakat Arab Jahiliyah).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa harta rampasan perang tidak memberikan
konstribusi yang signitifikan dalam meningkatkan income (pendapatan) kaum Muslimin. Dari
total pendapatan masyarakat Madinah, harta rampasan perang hanya memberikan konstribusi
sebesar 2% sementara 98% lainnya merupakan konstribusi berbagai aktivitas ekonomi yang
berlangsung secara normal.

5. Nilai Riil Harta Rampasan Perang

Hal ini disatu sisi tidak menjadi pemikiran secara keseluruhan konstribusi harta
rampasan perang dapat diabaikan dan harta rampasan perang (al-magharim) tidak
memainkan peranan yang besar dalam perekonomian umat islam, terutama di Madinah. Fakta
bahwa harta rampasan perang telah membantu memperbaiki kondisi perekonomian umat
islam, baru terjadi ketika harta rampasan perang dijadikan sebagai salah satu sumber
pendapatan Negara yang didistribusikan kepada individu masyarakat muslim. Kaum
Muslimin di Madinah hidup ditengah0tengah suku bangsa yang selalu berperang. Sejumlah
bahaya merintangi kemajuan dan perkembangan mata pencaharian mereka di berbagai
bidang, baik pertanian, perdagangan maupun industry. Kehidupan mereka selalu diliputi oleh
rasa takut was-was. Oleh karena itu, kaum Muslimin selalu disibukkan dengan pertempuran
melawan orang-orang yang mengancam keselamatan dan ketentraman hidup kaum Muslimin.

Harta rampasan perang terutama diperoleh dari bangsa Yahudi Madinah dan Khaibar
serta beberapa wilayah lainnya. Disini terlihat sangat menarik adanya trendensi antara kaum
Muslimin yang ikut berperang untuk menginvestasikan harta rampasan yang diperoleh
menjadi aset riil, seperti kebun, tanah, rumah tinggal, bahkan barang dagangan. Apakah
berpentuk mata pencaharian yang produktif atau tidak, investasi yang mereka lakukan tetap
memberikan mereka beberapa perbaikan di bidang ekonomi. Perlu diketahui bahwa
menginvestasikan modal pada lapangan kerja yang produktif tidak hanya memperkuat posisi
keuangan investor tetapi juga seringkali bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian
secara umum suatu daerah atau kota yang bersangkutan. Hal yang sama seharusnya
ditanamkan dalam pikiran kita adalah bahwa harta rampasan perang hanya merupakan
motivasi untuk melakukan serangkaian penyerangan. Dari analisis ini, dapat disimpulkan
bahwa harta rampasan perang memberikan stimulus bagi perkembangan perekonomian kaum
Muslimin di Madinah yang bertumpu pada aktivitas pertanian dan perdangan yang kuat yang
dilandasi oleh nilai-nilai ketekunan dan rasa perdamaian.

Anda mungkin juga menyukai