Anda di halaman 1dari 12

BISNIS SYARIAH SEBAGAI PEKERJAAN MULIA

M. Taufiq Hidayat/20.21225

(mtaufiqhidayat815@gmail.com)

Muhammad Farhan asiqqi/20.21228

(muhammadfarhanassidqi@gmail.com )

Abstrak

Jika di tinjau dari pekerjaan dagang sebagai suatu bagian dari bisnis, maka pekerjaan dagang ini
mendapat tempat terhormat dalam ajaran islam. Nabi Muhammad SAW pernah ditanya: Mata
pencaharian apakah yang paling baik, Ya Rasululllah? Jawab beliau: Ialah sesorang yang bekerja
dengan tangannnya sendiri dan setiapa jual beli yang bersih (HR. Al-Bazzar).

Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275). Perdagangan secara umum berarti kegiatan jual
beli barang dan/atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas
barang dan/atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi (SK MENPERINDAG No.
23/MPP/Kep/1/1998).

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam Al-quran, perdagangan dijelaskan dalam tiga bentuk,


yaitu tijarah (perdagangan), bay’(menjual) dan Syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih
banyak lagi istilah-istilah lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq,
syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan perdagangan global (QS. Al-Jum’ah : 9).

Kegiatan perdagangan akan menyerap banyak tenaga kerja. Kira-kira 85% dri tenaga kerja,
diserap oleh lapangan bisnis. Dan pengaruhnya terhadap penghasilan masyarakat juga sangat
besar, dikatakan bahwa 9/10 rizki ada dalam sektor perdagangan, demikian tercantum pada
sampul majalah “Nadi Tijaroh” tahun 1930-an yang di ungkapkan oleh Prof. Abdul Muhsin
Sulaiman Thahir, yang kemudian di tulis dalam bukunya llaajul Mushilah Al-Iqtishadiyah Bil-
Islam (Terapi Islam Tentang Problema Ekonomi).

Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga adalah tolok ukur
dari kejujuran, kepercayaan dan ketulusan.Dalam perdagangan nilai timbangan dan ukuran yang
tepat dan standar benar-benar harus diperhatikan. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al
Muthoffifin ayat 2-7 :

“Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi.tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka
akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap
Tuhan Semesta Alam? Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang
durhaka,tersimpan dalam Sijjin.”

Selain itu, Islam tidak hanya menekankan agar memberikan timbangan dan ukuran yang penuh,
tetapi juga dalam menimbulkan itikad baik dalam transaksi bisnis.Hasil beberapa pengamatan
yang dilakukan menjelaskan bahwa hubungan buruk yang timbul dalam bisnis dikarenakan
kedua belah pihak yang tidak dapat menentukan kejelasan secara tertulis syarat bisnis
mereka.Untuk membina hubungan baik dalam berbisnis, semua perjanjian harus dinyatakan
secara tertulis dengan menyantumkan syarat-syaratnya, karena “yang demikian itu lebih adil di
sisi Alloh, dan lebih menguatkan persaksian, dan lebih dapat mencegah timbulnya keragu-
raguan.” (Al Baqoroh : 282-283)

Disamping itu, ada beberapa hal yang terkait dengan perdagangan syariah, yaitu: Penjual
berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen, sehingga konsumen akan
merasa telah berbelanja sesuai syariah Islam, dimana konsumen tidak membeli barang sesuai
keinginan tetapi menurut kebutuhan.

Penjual menjalankan bisnisnya secara jujur yakni kualitas barang yang dijual sesuai dengan
harganya, dan pembeli tidak dirangsang untuk membeli barang sebanyak-banyaknya.
Hal yang paling baik bukan masalah harga yang diatur sesuai mekanisme pasar, namun status
kehalalan barang yang dijual adalah lebih utama. Dengan konsep perdagangan syariah,
konsumen yang sebagian besar masyarakat awam akan merasa terlindungi dari pembelian barang
dengan tidak sengaja yang mengandung unsur haram yang terkandung di dalamnya. Barang-
barang yang dijual dengan perdagangan syariah juga diperoleh dengan cara tidak melanggar
hukum diantaranya bukan barang selundupan, memiliki izin SNI dan sebagian lagi memiliki
label halal.

Sesungguhnya barang dan komoditi yang dijual haruslah berlaku pada pasar terbuka, sehingga
pembeli telah mengetahui keadaan pasar sebelum melakukan pembelian secara besar-
besaran. Penjual tidak diperkenankan mengambil keuntungan dari ketidaktahuan pembeli akan
keadaan pasar dan harga yang berlaku.

Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian Perdagangan?

2. Apa itu Fastabiqul Khoirot dalam perdagangan?

3. Apa itu perdagangan dalam syariah?

4. Apa hukum berdagang dimasjid?

5. Apa saja perilaku terpuji dalam perdagangan?

6. Contoh Nabi Sueb sebagai nabi ekonomi penegak kejujuran?


Kajian Teori

A. Pengertian Perdagangan

Secara Umum

Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat
dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh
keuntungan.

Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian suatu
negara.Giatnya aktivitas perdagangan suatu negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran
masyarakatnya serta menjadi tolok ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri.Sehingga bisa
dibilang perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara.Melalui perdagangan
pula suatu negara bisa menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga sehingga secara
tidak langsung perdagangan juga berhubungan erat dengan dunia politik.

Menurut Tokoh

Menurut MARWATI DJOENED: Perdagangan adalah kegiatan ekonomi yang mengaitkan


antara para produsen dan konsumen. Sebagai kegiatan distribusi, perdagangan menjamin
peredaran, penyebaran, dan pemyediaan barang melalui mekanisme pasar.

Pengertian Dagang (dalam arti ekonomi), yaitu segala perbuatan perantara antara produsen dan
konsumen.Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada KUHD mulaberlaku di Indonesia pada
tanggal 1 Mei 1848.Saat ini alat tukar yang digunakan adalah uang.

B. Fastabiqul Khoirot dalam perdagangan

Dalam hal ini Allah swt telah membimbing dan memberikan semangat kepada kita semua agar
dapat meraih gelar "The Winner" bukan hanya di dunia, melainkan diakhirat pula, dan
kemenangan ini dapat diraih dengan suatu metode yang lurus yaitu fastabiqul khairat.

Jika dikaitkan dengan naluri bersaing dalam diri manusia, kita ketahui bahwa hanya
orang yang memiliki moralitas yang bersihlah yang mampu bersaing secara sehat, dia akan
berusaha, beramal, berjuang dengan seluruh kemampuannya berdasar kepada nilai-nilai
keikhlasan, murni, bersih dari kedustaan, kecurangan dan pengkhianatan.

Perintah fastabiqulkhairat secara jelas tertuang dalam ayat:

ِ ‫ت َأ ْينَ َما تَ ُكونُوا يَْأ‬


‫ت بِ ُك ُم هَّللا ُ َج ِميعًا ِإ َّن هَّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬ ِ ‫َولِ ُك ٍّل ِوجْ هَةٌ هُ َو ُم َولِّيهَا فَا ْستَبِقُوا ْال َخ ْي َرا‬

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu" (Q.S. AlBaqarah:148).

Di sini Allah Ta'ala memberikan bimbingan yang luas kepada kita, diantaranya adalah sebagai
isyarat agar kita senantiasa menetapi keikhlasan, dan dimaksud secara hakiki yaitu
bermuwajahah (menghadapkan diri) hanya kepada Allah yakni mengikhlaskan ibadah hanya
kepada-Nya, baik itu ibadah yang ditentukan waktu, tempat, niyat dan kaifiyatnya secara
eksplisit, seperti wudhu, sholat dan lain sebagainya. Ataupun ibadah yang tidak ditentukan waktu
dan tatacaranya, berkaitan dengan perbuatan atau muammalah yang bisa bernilai pahala ibadah
disisi Allah swt, seperti dalam hal mencari nafkah, baik itu dengan bekerja, berdagang, berbisnis
atau dengan profesi yang lain dan sebagainya, maka hal ini dapat menjadi suatu nilai pahala
keshalihan disisi Allah jika termasuk kepada Fastabiqul Khairat, yakni bersaing dan berlomba
dalam beramal shalih, dan boleh jadi masuk kepada ibadah yang hakikatnya mempunyai aturan
secara implisit.

Menurut Dr. Wahbah al-Zuhaili, Firman-Nya : ‫ت‬ ِ ‫( ا ْستَبِقُوا ْال َخيْرا‬Berlomba-lombalah dalam
kebaikan), ini menjelaskan bahwa yang dituju adalah : ‫ ْال ُمبَا َد َرةُ ِإلَى تَنفِي ِذ َما َأ َم َر هللاُ بِ ِه‬: yakni: Action,
bergerak untuk mengimplementasikan/melaksanakan apa yang Allah perintahkan. Sebagaimana
ta'atnya Rasulullah saw terhadap perintah Allah untuk menghadap ke Baitul maqdis ketika
sholat, maka beliau saw dan para sahabat pun melaksanakannya dengan penuh keikhlasan,
kendati hati beliau pada waktu itu sebenarnya sangat ingin menghadap ke arah Ka'bah, yang
pada akhirnya Allah swt pun memerintahkan kembali menghadap Ka'bah.
Inilah isyarat bahwa perintah kebaikan dan amal shalih itu terkadang menyalahi hasrat
hati, sepertinya berat memang, namun inilah yang membedakan mana orang-orang yang sanggup
bersaing dan berlomba dalam beramal shalih, mana yang tidak.

Dan pada akhirnya tidak peduli status seorang hamba itu apakah ia pemimpin, rakyat
jelata, pemilik perusahaan, pekerja, pengajar, siswa atau profesi apapun. Ketika ia bersaing,
saling berlomba dalam kebaikan dan mampu berlomba beramal shalih dengan penuh keikhlasan.
Maka inilah "The Winner"... Sang Pemenang.

Pada dasarnya alQuran telah memberikan pedoman dari perkara terkecil hingga perkara
yang besar, bahwa setiap gerak-gerik kita jika sesuai dengan program alQuran, maka akan
mengantarkan diri kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Demikian penting memanfaatkan
waktu dalam setiap gerak dan perbuatan, dengan merenungi dan menilai kembali apakah
perbuatan kita termasuk kepada perbuatan alkhairāt ? yaitu perbuatan yang bernilai amal shalih
disisi Allah, juga bernilai manfaat di sisi manusia sehingga kita termasuk kepada orang-orang
yang Attasaabuq fil Khairaat...bersungguh-sungguh berbuat kebaikan hanya demi mengharap
ridlo Allah swt, bersaing dalam kebaikan tanpa harus menjatuhkan dan merugikan orang lain
dengan sikap curang dan batil, karena bemuammalah/bergaul dengan cara yang baik merupakan
bagian dari perintah Allah dan Rasul-nya yang dicintohkan dalam prilaku manusia terpuji dan
terpercaya yakni Rasulullah Muhammad saw.

C. Perdagangan dalam syariah

Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga adalah tolok ukur
dari kejujuran, kepercayaan dan perkembangan mengenai. Dalam perdagangan nilai timbangan
dan ukuran yang tepat dan standar yang benar-benar harus diperhatikan. Seperti yang telah
dijelaskan dalam surat Al Muthoffifin ayat 2-7 :

“ Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang, yaitu orang yang menerima takaran dari orang
lain, mereka dimintai. Dan apabila mereka menakar menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi.tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu ketika manusia berdiri menghadap Tuhan
Semesta Alam? Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang
durhaka,tersimpan dalam Sijjin.”
Selain itu, Islam tidak hanya untuk memberikan timbangan dan ukuran yang penuh, tetapi juga
menimbulkan baik dalam transaksi bisnis. Hasil beberapa pengamatan yang dilakukan
menjelaskan bahwa hubungan buruk yang timbul dalam bisnis kedua belah pihak yang tidak
dapat merusak secara tertulis syarat bisnis mereka. Untuk membina hubungan baik dalam
berbisnis, semua perjanjian harus dinyatakan secara tertulis dengan menyantumkan syarat-
syaratnya, karena “yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, dan lebih memperkuat persaksian,
dan lebih dapat mencegah timbulnya keragu-raguan.” (Al Baqoroh : 282-283)

Selain itu, ada beberapa hal yang terkait dengan perdagangan syariah, yaitu :

Penjual berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen, sehingga konsumen akan
merasa telah berbelanja sesuai syariah Islam, dimana konsumen tidak membeli barang sesuai
keinginan tetapi menurut kebutuhan.

Penjual menjalankan bisnisnya secara jujur yaitu kualitas barang yang dijual sesuai dengan
harganya, dan pembeli tidak dirangsang untuk membeli barang sebanyak-banyaknya.

Hal yang paling baik bukan masalah harga yang diatur sesuai mekanisme pasar, namun status
kehalalan barang yang dijual adalah lebih utama. Dengan konsep perdagangan syariah,
konsumen yang sebagian besar masyarakat awam akan merasa terlindungi dari pembelian barang
dengan tidak sengaja mengandung unsur haram yang terkandung di dalamnya. Barang-barang
yang dijual dengan perdagangan syariah juga tidak termasuk barang selundupan, memiliki izin
SNI dan sebagian lagi memiliki label halal.

Sebenarnya barang dan komoditi yang dijual harus berlaku di pasar terbuka, sehingga pembeli
mengetahui keadaan pasar sebelum melakukan pembelian secara besar-besaran. Penjual tidak
mengambil keuntungan dari ketidaktahuan pembeli akan keadaan pasar dan harga yang berlaku.

D. Hukum jual beli dimasjid

Hukum Jual Beli di dalam Masjid dalam Tinjauan 4 Madzhab

Berikut ini adalah nukilan keterangan hukum melakukan transaksi jual beli di dalam masjid
menurut 4 madzab fikih yang termasyhur dalam Islam:
1. Jual Beli di dalam Masjid Madzhab Hanafi

Dimakruhkan bagi siapa pun untuk melakukan transaksi di dalam masjid, seperti transaksi jual
beli ataupun sewa-menyewa. Namun tidak dengan pemberian hadiah atau semacamnya, juga
tidak dengan pelaksanaan akad nikah, bahkan dianjurkan.

Dan tidak dimakruhkan pula bagi orang-orang yang beri’tikaf untuk melakukan urusan apa pun
di dalam masjid apabila berkaitan dengan dirinya atau anak-anaknya selama ia tidak
menghadirkan barang-barangnya ke dalam masjid, dan selama bukan transaksi jual beli, karena
hukum transaksi jual beli baginya sama seperti yang lainnya, yaitu dimakruhkan.

2. Jual Beli di dalam Masjid Madzhab Maliki

Dimakruhkan bagi siapa pun untuk melakukan transaksi jual beli di dalam masjid, dengan syarat
keberadaan barang yang diperjual belikan di sana, apabila tidak, maka tidak dimakruhkan.

Lain halnya dengan jual beli melalui makelar di dalam masjid, untuk yang ini hukumnya
diharamkan. Dan, berbeda pula hukumnya untuk akad hibah (pemberian secara cuma-cuma) atau
akad nikah, yang mana keduanya boleh dilakukan di dalam masjid.

Bahkan untuk akad nikah sangat dianjurkan untuk diselenggarakan di dalam masjid atau
mushola, namun hanya ijab qabulnya saja, tidak untuk syarat-syarat yang tidak masuk dalam
syarat sahnya pernikahan atau pun percakapan di luar akad pernikahan dan lain sebagainya.

3. Jual Beli di dalam Masjid Madzhab Hanbali

Diharamkan bagi siapa pun untuk melakukan transaksi jual beli atau pun sewa menyewa di
dalam masjid. Apabila transaksi itu terjadi maka transaksinya harus dibatalkan.

Lain halnya dengan pelaksanaan akad nikah di dalam masjid, karena hal itu disunnahkan.

4. Jual Beli di dalam Masjid Madzhab Syafi’i

Diharamkan bagi siapa pun untuk menjadikan masjid sebagai tempat untuk berjual beli apabila
membuat harkat derajat kehormatan masjid menjadi temodai.
Kecuali ada kepentingan yang mendesak hingga seseorang harus melakukannya di sana, namun
tidak sampai mengganggu orang-orang yang sedang beribadah.

Jika mengganggu, maka juga diharamkan. Adapun untuk melakukan akad pernikahan di dalam
masjid, maka hal itu dibolehkan bagi orang-orang yang beri’tikaf

E. Perilaku Terpuji Dalam Perdagangan

Dalam kegiatan perdagangan (bisnis), pelaku usaha dan konsumen (pemakai barang dan  jasa)
sama-sama mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Pelaku usaha harus memiliki tanggung
jawab terhadap konsumen, karyawan,pemegangsaham, komunitas dan lingkungan dalam segala
aspek operasional perusahaan.

Untuk itu perlu adanya aturan-aturan dan nilai-nilai yang mengatur kegiatan tersebut, agar tidak
ada pihak-pihak yang dieksploitasi, terutama pihak konsumen yang berada pada posisi yang
lemah. Adapun yang perlu diperhatikan dalam perdagangan adalah perilaku  pedagang. Perilaku
adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai
sikap objek. Perilaku juga dapat disebut sebagai tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan
pada kondisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung  dalam
situasi memecahkan masalah.

Pendekatan Neurobiologist juga merupakan pendekatan yang menjelaskan hubungan perilaku


dengan psikologi manusia. Pendekatan ini mencoba menjelaskan hubungan antara perilaku yang
dapat diamati dan kejadian kejadian mental seperti (pikiran dan emosi) menjadi proses biologis.
Pandangan bahwa factor biologis memainkan peran penting dalam perilaku social datang dari
psikologi evolusioner yang menyatakan bahwa manusia, seperti makhluk lainnya di planet Bumi
ini, telah mengalami proses evolusi biologis selama sejarah keberadaannya, Dan hasil dari proses
ini adalah kita sekarang memiliki sejumlah besar mekanisme psikologis yang merupakan hasil
evolusi yang membantu kita untuk tetap hidup atau mempertahankan keberadaan kita.

Islam mengharamkan penghasilan melalui cara yang curang, seperti mengurangi takaran,
timbangan, dan anak timbangan yang cacat. Perjanjian yang tidak jujur, curang dan penipuan
adalah peraktek yang dilarang. Islam mengharamkan seluruh perjanjian bisnis yang   didasarkan
pada penipuan,kebohongan, sengaja disembunyikan, atau interpretasi.

F. Nabi Sueb sebagai nabi ekonomi penegak kejujuran

Pelajaran ekonomi di dalam Alquran tak hanya datang saat masa Rasulullah. Ekonomi syariah
sudah diceritakan Alquran lewat nabi-nabi sebelum Muhammad SAW. Setelah "menuangkan"
kisah Nuh dan kaumnya; Hud dan kaum 'Ad; Shaleh dan kaum Tsamud; Luth dan kaumnya;
Alquran kemudian mengungkap kisah Syu'aib dan kaum Madyan. Kisah ini termaktub dalam QS
Al A'raf: 85-93, QS Hud: 84-89. Untuk lebih singkatnya ayat-ayat tersebut hanya dikutip
sebagian saja.

"Kepada bangsa Madyan," kata Allah dalam ayat itu, "Kami mengutus Nabi Syu'aib yang juga
berasal dari kalangan mereka. Lalu ia berkata kepada mereka: Wahai kaumku, jadikanlah Allah
sebagai satu-satunya tempat mengabdi, orientasi hidupmu. Telah datang kepadamu keterangan
yang jelas dari Tuhanmu.

Karena itu -- dalam berekonomi -- berlakulah adil dan jujur ketika menakar dan menimbang,
janganlah sekali-kali mengurangi hak orang, walaupun sedikit, dan jangan pula berbuat
kerusakan di bumi setelah ada perbaikan, yang demikian lebih baik bagi kalian jika kalian benar-
benar beriman."

Dikutip dari Harian Republika, Aunur Rofiq dalam artikelnya berjudul 'Doktrin Ekonomi Nabi
Syuaib' menulis, Ada beberapa catatan penting yang dapat diangkat di sini dari dialog antara
keduanya. Pertama, aspek transendental. Nabi Syu'aib melihat bahwa semua aktivitas termasuk
ekonomi, baik yang berkaitan dengan individu atau kelompok, harus ditata berdasarkan moralitas
agama atau prinsip tauhid, bahwa Allahlah pemilik hakiki harta tersebut.

Manusia hanyalah pemilik nisbi, sesuai dengan keberadaannya yang nisbi pula, tidak mutlak.
Jika demikian mengapakah manusia begitu rakus dan sewenang-wenang dalam mendapatkan dan
menggunakan kekayaannya. Padahal secara fakta, ia pasti akan kembali (mati) dan tidak ada
yang dapat dibawanya kecuali amal konstruktifnya -- melalui kekayaannya.

Manusia perlu menyadari, dia bukan sayyid al-kaun (raja, tuan dan pemilik alam
Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga adalah tolok ukur
dari kejujuran, kepercayaan dan perkembangan mengenai. Dalam perdagangan nilai timbangan
dan ukuran yang tepat dan standar yang benar-benar harus diperhatikan. Seperti yang telah
dijelaskan dalam surat Al Muthoffifin ayat 2-7 (semesta), tapi hanya sebagai khalifah --
"perpanjangan tangan" -- dari pemilik alam ini (Tuhan). Karena itu, tidak boleh tidak, ia harus
taat dan mengikuti aturan main yang mengangkat dan memberinya amanat.

Penyimpangan dan kecurangan akan berakibat fatal bukan hanya pada dirinya, tapi juga
menimpa orang lain dan lingkungannya. Bagaimanapun keberadaan dirinya, orang lain dan
realitas alam di pihak lain memiliki kaitan yang sangat erat dan terpusat pada satu zat yaitu Allah
SWT.

Penutup

A. Kesimpulan

Perdagangan atau perniagaan adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu
waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh
keuntungan.Di sini Allah Ta'ala memberikan bimbingan yang luas kepada kita, diantaranya
adalah sebagai isyarat agar kita senantiasa menetapi keikhlasan, dan dimaksud secara hakiki
yaitu bermuwajahah (menghadapkan diri) hanya kepada Allah yakni mengikhlaskan ibadah
hanya kepada-Nya, baik itu ibadah yang ditentukan waktu, tempat, niyat dan kaifiyatnya secara
eksplisit, seperti wudhu, sholat dan lain sebagainya.

Pelajaran ekonomi di dalam Alquran tak hanya datang saat masa Rasulullah. Ekonomi syariah
sudah diceritakan Alquran lewat nabi-nabi sebelum Muhammad SAW. Setelah "menuangkan"
kisah Nuh dan kaumnya; Hud dan kaum 'Ad; Shaleh dan kaum Tsamud; Luth dan kaumnya;
Alquran kemudian mengungkap kisah Syu'aib dan kaum Madyan. Kisah ini termaktub dalam QS
Al A'raf: 85-93, QS Hud: 84-89. Untuk lebih singkatnya ayat-ayat tersebut hanya dikutip
sebagian saja.
Daftar Pustaka

https://artikel.staff.uns.ac.id/2009/01/31/perdagangan-syari%E2%80%99ah/

https://pusatjamdigital.com/jual-beli-di-masjid/

Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cet 1. Jakarta: Gema Insani Press
Majalah Pengusaha Muslim 6 Volume 1 Tanggal 15 Juni 2010.

Berdagang Menurut Islam.Posted by Ryan Riyanto on Friday, July 27, 2012

http://aspalputih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OVZLPPLq
diakses 15/09/2018.

Buchari Alma. 1994. Ajaran Islam Dalam Bisnis. Bandung: Alfa Beta. [1]Antonio, Syafi’i. 2001.
Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cet 1, Jakarta: Gema Insani Press

[2]Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM Edisi 6 Volume 1 Tanggal 15 Juni 2010

[3]Berdagang Menurut Islam.Posted by Ryan Riyanto on Friday, July 27, 2012.Sumber


:http://aspalputih.blogspot.com/2012/07/berdagang-menurut-islam.html#ixzz2OVZLPPLq
diakses 15/09/2018

[4]Buchari Alma, Ajaran Islam Dalam Bisnis, (Bandung: Alfa Beta, 1994) hal 52-53

Anda mungkin juga menyukai