MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok presentasi yang di ampu
oleh :
Nurfaedah, ME.Sy
Disusun Oleh
GARUT
2020 M / 1441 H
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam yang telah memberikansegala-galanya.
Dimana hanya dengankuasa-Nya danr idha-Nya kami dapat menyusun makalah ini.
Apabila terdapat banyak kesalahan mohon saran-Nya dari Pembaca.
Dengan pembaca yang terhormat, semoga dengan membaca makalah ini dapat
Memberikan wawasan yang lebih jauh lagi. Apabila berkenan segala kesalahan yang
terjadi jangan di permaslahkan. Tapi dengan mengetahui kesalahan tersebut kami
meminta saran yang dapat membangun dalampembuatan Karya Tulis Ilmiah agar menjadi
penulis yang lebih baik lagi.
Terimakasih kepada pembaca yang yang setia, mohon do’a-Nya agar setiap
pembaca dan penulis yang belajar, akan selalu diberikan semangat yang berkobar terus
tanpa mengenal padam dan berhenti dalam keputus asaan. Amiin
Penyusun
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang
mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI,2003).
Definisi ini menegaskan bahwa LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur
kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas dalam operasi sebagai
lembaga keuangan.1
Lembaga keuangan bank dibutuhkan sebagai suatu lembaga intermediary
(perantara) antara pihak yang surplus dana kepada pihak yang devisit dana.
Perkembangan selanjutnya lembaga keuangan bank maupun non bank semakin
berkembang pesat diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Menurut Surat
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun 1990, lembaga
keuangan di beri batasan sebagai semua badan yang kegiatannya dibidang
keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat
terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski dalam peraturan tersebut
lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi perusahaan namun
peraturan tersebut tidak berarti membatasi kegiatan pembiayaan lembaga keuangan
hanya untuk investasi perusahaan. Dalam kenyataannya, kegiatan pembiayaan
lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan
konsumsi dan kegiatan distribusi barang dan jasa.2
Dalam pasal 1 Undang-undang No. 21 tahun 2008, disebutkan bahwa bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-
bentuk laninya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank
terdiri dari dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank
konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara
konvensional yang terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdsarkan
prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hokum Islam dalam kegiatan
1
Riza Yaya, Aji Erlangga Matawireja, dkk, Akuntansi nPerbankan Syariah Teori dan Praktek
Kontemporer, Jakarta: Salemba Empat, 2009, h. 38
2
Yusuf Burhanuddin, dkk, Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan Syariah,
Depok: PT Rajagrafindo Persada, h. 4
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam menetapkan fatwa dibidang syariah. Bank syariah terdiri atas
Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syaria (BPRS).3
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu akad Wakalah pada Bank Syariah ?
2. Apa itu akad Kafalah pada Bank Syariah ?
3. Apa itu akad Sharf pada Bank Syariah ?
4. Apa itu akad Hawalah pada Bank Syariah ?
5. Apa itu akad Rahn pada Bank Syariah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Bagaimana akad Wakalah pada Bank Syariah ?
2. Bagaimana akad Kafalah pada Bank Syariah ?
3. Bagaimana akad Sharf pada Bank Syariah ?
4. Bagaimana akad Hawalah pada Bank Syariah ?
5. Bagaimana akad Rahn pada Bank Syariah ?
3
Rizal yaya, Aji Erlangga Matawireja, dkk, Akuntansi nPerbankan Syariah Teori dan Praktek
Kontemporer, ..., h. 54
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wakalah
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Dalam bahasa
Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan
urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut. 4
Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-hifzhu disebut dalam firman
Allah :
َح ْسبُنَا هَّللا ُ َونِ ْع َمQم فَزَا َدهُ ْم إِي َمانًا َوقَالُواQُْاخ َشوْ ه
ْ َاس قَ ْد َج َمعُوا لَ ُك ْم ف َ َالَّ ِذينَ ق
َ َّال لَهُ ُم النَّاسُ إِ َّن الن
ْال َو ِكي ُل
Artinya : (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada
mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung". (Ali Imran : 173).5
Dan di jelaskan dalam hadits : “bahwasannya Rasulullah saw. pernah Mewakilkan
urwah al-Bariqi untuk membeli domba dan pernah mewakilkan kepada Abu Rafi’
untuk menerima pernikahan Maimunah”.
1. Rukun Wakalah
a. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan
yang menjadi wakil
b. Sighot (lafadz)
c. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)
2. Syarat Wakalah
a. Adanya kecakapan hukum bagi pemberi dan penerima wewenang serta
adanya kemampuan dari kedua belah pihak untuk melakukan pekerjaan
yang dilimpahkan.
b. Misal salam jual beli unsur kejelasan barang seperti jenis, sifat dan
harga.
3. Macam macam Wakalah
a. Wakalah disertai imbalan
4
M. Syafi’i Antonio, Op. Cit, h. 131
5
Departemen Agama RI
b. Wakalah tanpa imbalan
4. Aplikasi Wakalah dalm Perbankan Syariah
Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari
nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu
(taukil). Dalam hal ini, bank dapat upah atau biaya administrasi atas jasa
tersebut. Sebagai contoh, bank mewakili sekolah atau universitas sebagai
penerima biaya spp dari para pelajar untuk biaya studi dan contoh jasa
transfer.6
B. Kafalah
Akad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafil) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
yang ditanggung (makful anhu).
Istilah kafalah dalam praktek perbankan sekarang ini adalah merupakan
jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka
memenuhi kewajiban yang ditanggung (makful ‘anhu) apabila pihak yang
ditanggung cidera janji atau wanprestasi. Secara teknis dapat dikatakan bahwa
pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan kepada nasabahnya sehubungan
dengan kontrak kerja/perjanjian yang telah disepakati antara nasabah dengan pihak
ketiga. Pada hakikatnya pemberian kafalah ini akan memberikan kepastian dan
keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan isi perjanjian/kontrak yang telah
disepakati tanpa khawatir apabila terjadi sesuatu dengan nasabah sehingga nasabah
cidera janji untuk memenuhi prestasinya.7
6
https://arsippkuliah.blogspot.com/2017/04/wakalah-jasa-jasa-pelengkap-pada-bank.html pukul
8:19 tanggal 11/04/2020
Menurut Syafi’i Antonio (1999), kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung. Sedangkan menurut Bank Indonesia (1999), kafalah adalah akad
pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi
jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi
hak penerima jaminan.8
1. Landasan Hukum Kafalah dalam Q.S Yusup : 72 :
ير َوأَن َ۠ا بِِۦه زَ ِعي ٌم ِ ِع ْٱل َمل
ٍ ك َولِ َمن َجٓا َء بِِۦه ِح ْم ُل بَ ِع
۟ ُقَال
Qَ وا نَ ْفقِ ُد ص َُوا
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya". (QS Yusuf;
72)9
2. Akad Kafalah
Menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i: akad tersebut bisa jadi
sharih/terang-terangan, kinayah (sindiran). Dengan kata lain semua
lafadz yang menurut kebisaaan mengandung makna perjanjian kafalah.
Akad Sharih artinya terang-terangan, menggunakan kata “jamin”
atau sinonimnya. Contoh, saya menjamin utangnya, saya
menanggung utangnya, utangnya saya jamin, utangnya saya
tanggung, kalau ia tidak mampu saya yang membayarnya.
Akad Kinayah artinya tidak menggunakan kata “jamin” atau
semisalnya, tetapi bisa dipahami dari kata-katanya, ia sebagai
penjamin. Seperti, biarkan dia, jangan lagi usik dia dengan utang
itu, tagihlah saya, percayalah pada saya, jika niatnya menjamin,
maka harus ia tepati, jika tidak maka batal.
Jika ia berkata,”hak fulan ada pada saya”, ini bis dipahami sebagai
titipan (wadi’ah), bisa juga sebagai kewajiban (utang), kecuali ia
menambahkan kata-kata yang menguatkan salah satunya.
3. Syarat-Syarat Kafalah
Dalam kafalah ada beberapa syarat yang berkenaan dengan Kafiil
(penjamin), Ashil/Makful ‘anhu (yang berutang), Makful Lahu (yang
memberikan utang/berpiutang) dan Makful Bih (harta/batang yang
dijamin).
Syarat-Syarat Penjamin (Kafiil)
1) FATWA DSN (Dewan Syariah Nasional)
7
Institut Bankir Indonesia. Tim Pengembangan, Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional, Jakarta: Djambatan, 2001, hal. 239.
8
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, hal. 31
9
Departemen Agama RI
a) Kemampuan akal dan dewasa (baligh)
b) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan
hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2) FIQH KLASIK
a) Kafil diminta makful ‘anhu dan ia meridjoi permintaan tersebut
b) Ketika menjamin utang makful ‘anhu, si kafil menyatakan
jaminan itu atas nama makful ‘anhu
c) Kafil tidak mempunyai utang kepada makful ‘anhu
d) Kafil mampu melunasi (membayar) kewajiban utang tersebut
e) Tanggung jawab kafil tetap eksis, selama makful ;anhu memiliki
utang kepada makful lahu. Jika makful ‘anhu sudah terbebas
dari utang, barulah kafil bebas tanggung jawab
f) Kafil boleh dari satu
g) Jika dalam kafalah bil mal (jaminan berupa harta(, lalu makful
‘anhu meninggal, maka kafil bertanggung jawab
4. Manfaat Kafalah
Kafalah yang diberikan oleh bank sangat mendukung transaksi bisnis
yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, karena dapat memberikan rasa
aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis maupun proyek-proyek
yang sedang mereka kerjakan sehingga proyek-proyek tersebut dapat
diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa kafalah memberikan manfaat bagi:10
1) Pihak yang dijamin (nasabah), bahwa dengan kafalah yang
diberikan oleh bank, nasabah bisa mendapatkan/mengerjakan
proyek dari pihak ketiga, karena bisaanya pemilik proyek
menentukan syarat-syarat tertentu dalam mengerjakan proyek yang
mereka miliki.
2) Pihak yang terjamin (pemilik proyek), bahwa dengan kafalah yang
diberikan oleh bank, pemilik proyek mendapat jaminan bahwa
proyek yang akan dikerjakan oleh nasabah tadi akan diselesaikan
dengan jadwal yang telah ditentukan, karena kafalah merupakan
pengambilalihan risiko oleh bank apabila nasabah cidera janji
melaksanakan kewajibannya.
3) Pihak yang menjamin (bank), bahwa dengan kafalah yang
diterbitkan oleh bank, maka pihak bank akan memperoleh fee yang
diperhitungkan dari nilai dan risiko yang ditanggung oleh bank atas
kafalah yang diberikan.
5. Aplikasi Kafalah di Perbankan
Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah dapat
diaplikasikan dalam bentuk pemberian jaminan bank dengan terlebih
dahulu diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank
10
Bank Syariah: Konsep, produk dan Implementasi Operasional, Institut Bankir Indonesia, hal.241
atas dasar hasil analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan
fasilitas tersebut. Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada
perkiraan administratif baik berupa komitmen maupun kontinjen.
Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan
prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter
of credit. Fungsi kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank bagi
pihak-pihakyang terkait untuk menjalankan bisnis mereka secara lebih
amandan terjamin, sehingga adanya kepastian dalam
berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti akan
mengambil alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah
wanprestasi/lalai dalam memenuhi kewajibannya.
Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga
akan memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah
yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga
akan memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.
Mekanisme dan Sistem Operasi Kafalah oleh Bank Syariah
C. Sharf
Sharf secara etimology adalah penambahan, penukaran, pemindahan atau suatu
bentuk transaksi jual beli. Wahbah Al-Zuhaily11 menyatakan bahwa arti pokok sharf
adalah al-ziyadah artinya penambahan atau pertumbuhan.
Sedangkan dalam pengertian terminology ulama memberikan definisi yang berbeda
diantaranya menurut Ulama Al-Hanafiyah sharf adalah “perjanjian jual beli suatu
valuta (mata uang) dengan valuta yang lainnya baik yang sejenis maupun yang
tidak sejenis, seperti jual beli emas dengan emas, perak dengan perak atau emas
dengan perak dan perak dengan emas, baik berupa emas perak perhiasan maupun
sebagai alat tukar.
Dengan demikian transaksi jual beli valuta dapat dilakukan, baik dengan
mata uang yang sejenis seperti rupiah dengan rupiah, dolar dengan dolar, maupun
yang tidak sejenis seperti rupiah dengan dolar atau sebaliknya. Fuqaha
mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjual belikan uang dengan uang yang
sejenis maupun yang tidak sejenis. Sebagaimana perjanjian jual beli bentuk ini
pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama dalam hal menjual
belikan harta ribawy yang sejenis dan berimbang atau menjual belikan harta ribawy
yang berlainan jenis walaupun salah satunya kualitasnya lebih bagus dan
kuantitasnya lebih banyak, dilakukan dengan cara kontan. 12
Akad sharaf termasuk salah satu akad jual beli yang dibolehkan sesuai
firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 275 :
طانُ ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم َ الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْي
م الرِّ بَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِهQَ قَالُوا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا ۗ َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر
َار ۖ هُ ْم فِيهَا خَالِ ُدون ِ َّك أَصْ َحابُ الن Qَ ِى فَلَهُ َما َسلَفَ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَأُو ٰلَئQٰ َفَا ْنتَه
Artinya “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.13
11
Lihat Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz IV halaman 356.
12
Wahbah Al-Zuhaily, loc.cit.
13
Departemen Agama RI
Yang menjadi dalil kebolehan akad sharf dalam ayat tersebut adalah bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan jual beli (tukar menukar) dan mengharamkan
riba’, ayat tersebut merupakan jawaban terhadap anggapan orang-orang Jahiliyah
dengan menyatakan bahwa jual beli itu sama dengan riba. 14
D. Hawalah
adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi
tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
Tujuan hawalah adalah membantu pemasok mendapatkan modal tunai agar
dapat melanjutkan produksinya, karena ia memiliki piutang usaha belum
dibayar oleh pembeli sehingga tidak memiliki cukup dana untuk memulai
pekerjaan berikutnya.
1. Landasan Hukum Hawalah
Imam bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw,bersabda,
مطل الغنى فاذا اتبع احدكم على ملي فليتبع
Artinya :”Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu
kezaliman. Yang mampu atau kaya, terimalah hawalah itu.”
Pada hadits tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang
mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang kaya
atau mampu, hendaklah ia menerima hawalah terseebut dan hendaklah ia
menagih kepada orang yang dihawalahkan (muhal alaih). Dengan demikian
haknya dapat terpenuhi.
Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam
hadits terseebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang
mengutangkan (muhal) menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama
brpendapat bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Jadi, sunnah hukumnya
menerima hawalah bagi muhal.
2. Rukun dan Syarat Hawalah
Dalam pelaksanaan, hawalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai
berikut :
14
Lihat Abu Al-Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adlim Al-Syahir bi Tafsir
Ibnu Katsir, (Bairut: Bairut: Dar Al-Thayyibah Li Al-Nasyr wa Al-Tauzi’, 1999) Juz I halaman
709.
a. Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil).
b. Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari
orang yang berutang padanya secara langsung (muhal).
c. Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal alaih)..
d. Harta yang diutang yang dialihkan( muhal bih)
e. Shighat.
PENUTUP
A. Kesmpulan
Bank Syariah sebagai badan usaha yang bersifat komersial (mencari keuntungan yang
halal), mempunyai visi dan misi “social concern” mendorong kemajuan perekonomian
umat dampaknya sedikit banyak telah dirasakan oleh warga Negara Indonesia baik yang
beragama Islam maupun bukan Islam.
B. Saran
_______Antonio, Syafi’i, Bank Syariah: Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta 1999
______Karim, Adiwarman Ir., Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada, 2002
______Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta:
Robbani Press, 2004.