MAKALAH
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
NURFADILAH
(NIM: 2102010001)
(STAI-DDI) PINRANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
bisa menyusun dan menyelesaikan makalah tentang “Produk Jasa Bank Syariah
(Wakalah, Kafalah, dan Hiwalah)” ini dengan baik dan tepat waktu guna
memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Akad Wakalah (Perwakilan)...............................................................3
B. Akad Kafalah (Jaminan).....................................................................7
C. Akad Hiwalah (Alih Utang-Piutang)................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................17
A. Kesimpulan.......................................................................................17
B. Saran.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan
jasa pengiriman uang. Bukan hanya sebagai penyalur dana, akan tetapi fungsi
bank juga sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat, di mana
penghimpunan dana tersebut dapat berbentuk giro, tabungan atau deposito.
Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis serta melakukan pengiriman
uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw. Dengan demikian
fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana
dan melakukan transfer dan telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah Saw.
Bank syariah adalah layanan perbankan yang pengelolaannya
berdasarkan prinsip syariah Islam. Saat ini pertumbuhan perbankan syariah
semakin berkembang di Indonesia. Kehadiran bank yang menggunakan
prinsip syariah ini menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin terhindar dari
riba, yang ditemukan pada perbankan konvensional dalam bentuk bunga.1
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem
perbankanyang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha
pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba
serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana
hal ini tidak dapat dijaminoleh sistem perbankan konvensional. Sejarah
perbankan syariah pertama kali muncul di mesir pada tahun 1963. Sedangkan
di Indonesia sendiri perbankansyariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara
resmi dioperasikan tahun 1992. Berbagai prinsip perbankan syariah telah
diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
1
Tim Bank Mega Syariah, “Pahami Apa Itu Bank Syariah, Ciri, Fungsi, dan Produknya”
https://shorturl.at/sHQY8. Diakses pada tanggal 04 November 2023.
1
2
dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainya yang sesuai dengan syariah. Adapun jenis produk atau
jasa perbankan syariah adalah jasa untuk peminjam dana dan jasa untuk
penyimpan dana.2
Kegiatan muamalat manusia tidak pernah berhenti pada satu tahap.
Dari waktu ke waktu, selalu muncul berbagai kegiatan muamalah yang baru.
Semakin banyak aktivitas mualamah yang tercipta manusia sebagai makhluk
sosial pun tidak dapat menyelesaikan segala urursannya sendiri. Mereka
membutuhkan bantuan orang lain untuk menangani masalah yang ada di luar
jangkauannya. Maka muncullah jasa dan sarana untuk memudahkan
kegiatan ekonomi kedepannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana produk jasa bank syariah pada akad wakalah?
2. Bagaimana produk jasa bank syariah pada akad kafalah?
3. Bagaimana produk jasa bank syariah pada akad hiwalah?
C. Tujuan
1. Mengetahui produk jasa bank syariah pada akad wakalah.
2. Mengetahui produk jasa bank syariah pada akad kafalah.
3. Mengetahui produk jasa bank syariah pada akad hiwalah.
2
Rani Tamala dkk, “Produk-Produk Bank Syariah” Makalah Perbankan Syariah
(Tanjung Pura: Academia, 2017), h. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad Wakalah (Perwakilan)
1. Definisi Akad Wakalah
Wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi
bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Wakalah
secara bahasa berasal dari kata wakala yang sinonimnya, selama wadhafa
yang artinya menyerah. Wakalah juga berarti al-Hifzu yang berarti menjaga
dan memelihara.3
Wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau
pemberian mandat. Yakni bank diberikan mandat oleh nasabah untuk
melaksanakan suatu perkara sesuai dengan amanah/permintaan nasabah.
Secara teknis perbankan, wakalah adalah akad pemberi wewenang/kuasa dari
lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai
wakil, dalam hal ini bank) untuk mewakili dirinya melaksanakan urusan
dengan batas kewenangan dan dalam waktu tertentu. Segala hak dan
kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus
cakap hukum.4
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mendefinisikan akad wakalah
adalah akad yang digunakan untuk pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal
yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu
sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun
apabila kausa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua
resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya
3
Farida Arianti, Fikih Muamalah 1 (Batusangkar: STAIN Batu Sangkar Press, 2015),
h.133.
4
Rio Satria, Produk Perbankan Islam di Indonesia dan di Negeri Jiran (Jakarta: Badilag
Mahkamah Agung, 2014), h. 17.
3
4
menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa. Jadi wakalah tidak terkait pada
barang tetapi pada kewenangan atau wewenang seseorang kepada orang lain.5
2. Rukun dan Syarat Akad Wakalah
Menurut jumhur ulama, rukun wakalah ada empat, yaitu: al-muwakkil,
al-wakil, al-taukil, dan ijab qabul.6
a. Orang yang memberi kuasa (Al-Muwakkil)
1) Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki
hak untuk tasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya.
Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang
bukan haknya.
2) Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya,
disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap
bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu
masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh
seorang yang gila.
b. Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)
1) Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-
aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap
hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yang diwakilkan.
2) Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan
untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa.
ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang di luar
batas, kecuali atas kesengajaannya.
c. Objek/Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)
1) Objek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain,
seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang
berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.
5
Rani Tamala dkk, “Produk-Produk Bank Syariah” Makalah Perbankan Syariah
(Tanjung Pura: Academia, 2017), h. 7-8.
6
Miti Yarmunida, “Wakalah dalam Akad Murabahah” Jurnal Ekonomi Islam (Bengkulu:
2017), h. 8-9.
5
7
Muchlisin Riadi, “Al-Wakalah, https://www.kajianpustaka.com/2020/10/alwakalah.html,
diakses pada tanggal 06 November 2023.
6
kepada pihak yang diberi kuasa (wakil). Sighat hendaknya berupa lafal
yang menunjukkan arti mewakilkan yang diiringi kerelaan dari
muwakkil seperti "saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada
kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini" kemudian diterima oleh wakil.
Dalam shigat qabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil
tidak mengucapkan qabul tetap dianggap sah.
3. Jenis-Jenis Akad Wakalah
Ada beberapa jenis akad wakalah yang dapat dilakukan oleh pemberi
kuasa dan wakil. Berikut ini adalah dua jenis akad wakalah yang umum
dilakukan:8
a. Akad Wakalah Bil Ujrah
Akad wakalah bil ujrah adalah akad wakalah yang didasarkan pada
imbalan atau biaya jasa yang diberikan kepada wakil atas pekerjaan
atau tugas yang dilakukannya. Dalam akad wakalah bil ujrah, wakil
akan menerima imbalan dari pemberi kuasa atas tugas yang telah
dijalankan. Imbalan tersebut dapat berupa uang atau barang, dan
besarnya imbalan disepakati bersama antara pemberi kuasa dan wakil
sebelum akad wakalah dilaksanakan.
Contoh akad wakalah bil ujrah adalah ketika nasabah (muwakkil)
memberi kuasa kepada bank syariah (wakil) untuk mengirim sejumlah
uang ke rekening orang lain. Bank syariah akan mengelola proses
transfer ini dan mungkin membebankan biaya transaksi sebagai
kompensasi atas layanan tersebut.
b. Akad Wakalah Fi Sabilillah
Akad wakalah fi sabilillah adalah akad wakalah yang dilakukan
untuk kepentingan agama, seperti untuk menyebarkan dakwah Islam,
membantu orang miskin, atau memperbaiki masjid dan tempat ibadah
lainnya. Dalam akad wakalah fi sabilillah, wakil tidak menerima
8
https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/akad-wakalah-pengertian-tujuan-syarat-
jenis-dan-contohnya/, diakses pada tanggal 06 November 2023
7
13
Wahyu Widiana, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (Jakarta: Mahkamah Agung RI,
2011), h. 89.
10
14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.329.
11
15
Chyntia Tulusiawati dan Machnunah Ani Zulfah, Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX
(Cet.I; Jombang: LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2021), h.29.
16
Nur Kasanah dan Mohammad Ghozali, Analisis Hukum Terhadap Praktik Produk Jasa
Perbankan Syariah (Fee Based Service), (Iain Ponorogo: Jurnal Diklat Keagamaan, Vol.12 No.2
April-Juni 2018), h. 100.
13
17
Zuhri, Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Deepublish, 2012 ),
h.110.
18
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah Di Lembaga Keuangan
dan Bisnis Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), h. 135-136.
14
c. Muhal’alaih
Rukun hiwalah ketiga yakni muhal’alaih sebagai orang pemilik
hutang dan bertanggung jawab melunasi hutang pihak muhil. Pihak ini
harus mempunyai akal sehat, baligh, kemampuan finansial, dan
memahami pelaksanaan akad, serta pengucapan ijab qabul dalam
majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.
d. Hutang yang Diakadkan
Dalam konsep hiwalah, hutang merupakan bentuk pinjaman yang
dilakukan oleh muhil dari muhal, dan dinyatakan akan dilunasi
oleh muhal’alaih. Hutang tersebut boleh berupa uang, aset, dan benda-
benda berharga lainnya
Meski demikian, sesuai dengan hukum syariah, hutang tersebut tidak
boleh berbentuk benda setengah jadi atau belum ada nilainya (misal bibit
tanaman yang belum berbuah, janji bantuan hibah belum di tangan, dan
sebagainya).
19
Muhammad Rizki Naufal, Aplikasi Akad Hawalah Dalam Pengambil-Alihan Hutang
dari Perbankan Konvensional (Tesis Universitas Islam Indonesia, 2018), h. 34.
15
17
DAFTAR PUSTAKA