Anda di halaman 1dari 22

PRODUK JASA BANK SYARIAH

(Wakalah, Kafalah, dan Hiwalah)

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah

DOSEN PENGAMPU :

ANDI BISYRIANI, S.H., M.E.

DISUSUN OLEH :

NURFADILAH
(NIM: 2102010001)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

(STAI-DDI) PINRANG

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
bisa menyusun dan menyelesaikan makalah tentang “Produk Jasa Bank Syariah
(Wakalah, Kafalah, dan Hiwalah)” ini dengan baik dan tepat waktu guna
memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah.

Dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini penyusun tidak terlepas


dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pinrang, 04 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Akad Wakalah (Perwakilan)...............................................................3
B. Akad Kafalah (Jaminan).....................................................................7
C. Akad Hiwalah (Alih Utang-Piutang)................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................17
A. Kesimpulan.......................................................................................17
B. Saran.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan
jasa pengiriman uang. Bukan hanya sebagai penyalur dana, akan tetapi fungsi
bank juga sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat, di mana
penghimpunan dana tersebut dapat berbentuk giro, tabungan atau deposito.
Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis serta melakukan pengiriman
uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw. Dengan demikian
fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana
dan melakukan transfer dan telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah Saw.
Bank syariah adalah layanan perbankan yang pengelolaannya
berdasarkan prinsip syariah Islam. Saat ini pertumbuhan perbankan syariah
semakin berkembang di Indonesia. Kehadiran bank yang menggunakan
prinsip syariah ini menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin terhindar dari
riba, yang ditemukan pada perbankan konvensional dalam bentuk bunga.1
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem
perbankanyang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha
pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba
serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana
hal ini tidak dapat dijaminoleh sistem perbankan konvensional. Sejarah
perbankan syariah pertama kali muncul di mesir pada tahun 1963. Sedangkan
di Indonesia sendiri perbankansyariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara
resmi dioperasikan tahun 1992. Berbagai prinsip perbankan syariah telah
diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank

1
Tim Bank Mega Syariah, “Pahami Apa Itu Bank Syariah, Ciri, Fungsi, dan Produknya”
https://shorturl.at/sHQY8. Diakses pada tanggal 04 November 2023.

1
2

dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainya yang sesuai dengan syariah. Adapun jenis produk atau
jasa perbankan syariah adalah jasa untuk peminjam dana dan jasa untuk
penyimpan dana.2
Kegiatan muamalat manusia tidak pernah berhenti pada satu tahap.
Dari waktu ke waktu, selalu muncul berbagai kegiatan muamalah yang baru.
Semakin banyak aktivitas mualamah yang tercipta manusia sebagai makhluk
sosial pun tidak dapat menyelesaikan segala urursannya sendiri. Mereka
membutuhkan bantuan orang lain untuk menangani masalah yang ada di luar
jangkauannya. Maka muncullah jasa dan sarana untuk memudahkan
kegiatan ekonomi kedepannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana produk jasa bank syariah pada akad wakalah?
2. Bagaimana produk jasa bank syariah pada akad kafalah?
3. Bagaimana produk jasa bank syariah pada akad hiwalah?

C. Tujuan
1. Mengetahui produk jasa bank syariah pada akad wakalah.
2. Mengetahui produk jasa bank syariah pada akad kafalah.
3. Mengetahui produk jasa bank syariah pada akad hiwalah.

2
Rani Tamala dkk, “Produk-Produk Bank Syariah” Makalah Perbankan Syariah
(Tanjung Pura: Academia, 2017), h. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad Wakalah (Perwakilan)
1. Definisi Akad Wakalah
Wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi
bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Wakalah
secara bahasa berasal dari kata wakala yang sinonimnya, selama wadhafa
yang artinya menyerah. Wakalah juga berarti al-Hifzu yang berarti menjaga
dan memelihara.3
Wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau
pemberian mandat. Yakni bank diberikan mandat oleh nasabah untuk
melaksanakan suatu perkara sesuai dengan amanah/permintaan nasabah.
Secara teknis perbankan, wakalah adalah akad pemberi wewenang/kuasa dari
lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai
wakil, dalam hal ini bank) untuk mewakili dirinya melaksanakan urusan
dengan batas kewenangan dan dalam waktu tertentu. Segala hak dan
kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus
cakap hukum.4
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mendefinisikan akad wakalah
adalah akad yang digunakan untuk pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal
yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu
sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun
apabila kausa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua
resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya

3
Farida Arianti, Fikih Muamalah 1 (Batusangkar: STAIN Batu Sangkar Press, 2015),
h.133.
4
Rio Satria, Produk Perbankan Islam di Indonesia dan di Negeri Jiran (Jakarta: Badilag
Mahkamah Agung, 2014), h. 17.

3
4

menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa. Jadi wakalah tidak terkait pada
barang tetapi pada kewenangan atau wewenang seseorang kepada orang lain.5
2. Rukun dan Syarat Akad Wakalah
Menurut jumhur ulama, rukun wakalah ada empat, yaitu: al-muwakkil,
al-wakil, al-taukil, dan ijab qabul.6
a. Orang yang memberi kuasa (Al-Muwakkil)
1) Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki
hak untuk tasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya.
Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang
bukan haknya.
2) Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya,
disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap
bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu
masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh
seorang yang gila.
b. Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)
1) Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-
aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap
hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yang diwakilkan.
2) Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan
untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa.
ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang di luar
batas, kecuali atas kesengajaannya.
c. Objek/Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)
1) Objek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain,
seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang
berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.

5
Rani Tamala dkk, “Produk-Produk Bank Syariah” Makalah Perbankan Syariah
(Tanjung Pura: Academia, 2017), h. 7-8.
6
Miti Yarmunida, “Wakalah dalam Akad Murabahah” Jurnal Ekonomi Islam (Bengkulu:
2017), h. 8-9.
5

2) Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu


yang bersifat ibadah badaniyah, seperti salat, dan boleh
menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti
membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal yang
diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.
3) Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga
objek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila
melanggar syari'ah Islam
d. Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul)
1) Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan
penerima kuasa, dari mulai aturan memulai akad Wakalah ini,
proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad Wakalah
ini.
2) Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa
kepada penerima kuasa.
3) Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk
dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.

Adapun syarat-syarat wakalah adalah sebagai berikut:7


a. Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain.
Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakan ibadah
seperti salat, puasa, dan membaca alquran.
b. Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh
karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
c. Pekerjaannya itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan
sesuatu yang masih samar seperti "aku jadikan engkau sebagai wakilku
untuk mengawini salah satu anakku".
d. Shigat, yaitu lafal atau kata-kata yang digunakan oleh pihak yang
memberi kuasa (muwakkil) untuk mewakilkan tugas atau pekerjaan

7
Muchlisin Riadi, “Al-Wakalah, https://www.kajianpustaka.com/2020/10/alwakalah.html,
diakses pada tanggal 06 November 2023.
6

kepada pihak yang diberi kuasa (wakil). Sighat hendaknya berupa lafal
yang menunjukkan arti mewakilkan yang diiringi kerelaan dari
muwakkil seperti "saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada
kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini" kemudian diterima oleh wakil.
Dalam shigat qabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil
tidak mengucapkan qabul tetap dianggap sah.
3. Jenis-Jenis Akad Wakalah
Ada beberapa jenis akad wakalah yang dapat dilakukan oleh pemberi
kuasa dan wakil. Berikut ini adalah dua jenis akad wakalah yang umum
dilakukan:8
a. Akad Wakalah Bil Ujrah
Akad wakalah bil ujrah adalah akad wakalah yang didasarkan pada
imbalan atau biaya jasa yang diberikan kepada wakil atas pekerjaan
atau tugas yang dilakukannya. Dalam akad wakalah bil ujrah, wakil
akan menerima imbalan dari pemberi kuasa atas tugas yang telah
dijalankan. Imbalan tersebut dapat berupa uang atau barang, dan
besarnya imbalan disepakati bersama antara pemberi kuasa dan wakil
sebelum akad wakalah dilaksanakan.
Contoh akad wakalah bil ujrah adalah ketika nasabah (muwakkil)
memberi kuasa kepada bank syariah (wakil) untuk mengirim sejumlah
uang ke rekening orang lain. Bank syariah akan mengelola proses
transfer ini dan mungkin membebankan biaya transaksi sebagai
kompensasi atas layanan tersebut.
b. Akad Wakalah Fi Sabilillah
Akad wakalah fi sabilillah adalah akad wakalah yang dilakukan
untuk kepentingan agama, seperti untuk menyebarkan dakwah Islam,
membantu orang miskin, atau memperbaiki masjid dan tempat ibadah
lainnya. Dalam akad wakalah fi sabilillah, wakil tidak menerima

8
https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/akad-wakalah-pengertian-tujuan-syarat-
jenis-dan-contohnya/, diakses pada tanggal 06 November 2023
7

imbalan atas pekerjaannya, karena tujuan akad wakalah ini adalah


untuk kepentingan agama.
Contoh akad wakalah fi sabilillah adalah ketika sekelompok orang
menyepakati untuk menyumbangkan sejumlah uang untuk membangun
atau memperbaiki masjid. Seorang wakil kemudian ditunjuk untuk
mengumpulkan sumbangan tersebut dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada pihak yang bertanggung jawab untuk
membangun atau memperbaiki masjid tersebut. Wakil dalam hal ini
tidak menerima imbalan apa pun atas pekerjaannya karena tujuan akad
wakalah ini adalah untuk kepentingan agama dan sosial.
B. Akad Kafalah (Jaminan)
1. Definisi Akad Kafalah
Secara bahasa kafalah berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara
syara’ kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan
tanggungan seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau
barang, atau suatu pekerjaan. Adapun kafil adalah orang yang berkewajiban
untuk memenuhi tuntunan makful bihi (orang yang ditanggung). Dan ashil
adalah orang yang berutang yang akan ditanggung.9
Kafalah secara etimologi disebut juga dhamman (Jaminan). Namun
seiring dengan perkembangan kafalah lebih identik dengan kafalah al wajhi
(personalguarantee, jaminan diri), sedangkan dhamman identik dengan
jaminan yang berbentuk harta secara mutlak. Dalam istilah fiqih, kafalah
diartikan menanggung atau penganggungan terhadap sesuatu, yaitu sebuah
akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak
yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain
itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi
penagih.10
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 189.
10
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 31.
8

Dalam pengertian lain kafalah berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang


yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai
penjamin. Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan
nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah
sebagai pihak yang dijamin (makfullah). Prinsip syariah ini sebagai dasar
layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban
pembayaran.11
2. Rukun dan Syarat Akad Kafalah
Menurut Suhendi, rukun kafalah adalah sighat kafalah (ijab qabul),
makful bih (objek tanggungan), kafil (penjamin), makful'anhu (tertanggung),
dan makful lahu (penerima hak tanggungan). Adapun penjelasan atas rukun
kafalah tersebut adalah sebagai berikut:12
a. Sighat kafalah (ijab qabul)
Sighat atau ijab qabul bisa diekspresikan dengan ungkapan yang
menyatakan adanya kesanggupan untuk menanggung sesuatu, sebuah
kesanggupan untuk menunaikan kewajiban. Seperti ungkapan "aku
akan menjadi penjagamu" atau "saya akan menjadi penjamin atas
kewajibanmu atas seseorang" atau ungkapan lain yang sejenis. Ulama
tidak mensyaratkan kalimat verbal yang harus diungkapkan dalam akad
kafalah, semuanya dikembalikan pada akad kebiasaan. Intinya,
ungkapan tersebut menyatakan kesanggupan untuk menjamin sebuah
kewajiban.
b. Makful Bihi (objek tanggungan)
Objek pertanggungan harus bersifat mengikat terhadap diri
tertanggung, dan tidak bias dibatalkan tanpa adanya sebab syar'i. Selain
itu objek tersebut harus merupakan tanggung jawab penuh pihak
tertanggung. Seperti menjamin harga atas pihak transaksi barang
sebelum serah terima, menanggung beban hutang yang bersifat
mengikat terhadap diri seseorang. Selain itu, nominal objek tertanggung
11
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
h.247.
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 191.
9

harus jelas, tidak diperbolehkan menanggung sesuatu yang tidak jelas


(majhul).
c. Kafil (penjamin)
Ulama fiqh mensyaratkan seorang kafil haruslah orang yang
berjiwa filantropi, orang yang terbiasa berbuat baik demi kemaslahatan
orang lain. Selain itu, ia juga orang yang baligh dan berakal. Akad
kafalah tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang-orang safih
ataupun orang yang terhalang untuk melakukan transaksi. Karena
bersifat charity, akad kafalah harus dilakukan oleh seorang kafil dengan
penuh kebebasan, tanpa adanya paksaan. Ia memiliki kebebasan penuh
guna menjalankan pertanggungan. Karena dalam akad ini, kafil tidak
memiliki hak untuk merujuk pertanggungan yang telah ditetapkan.
d. Makful'Anhu (tertanggung)
Syarat utama yang harus melekat pada diri tertanggung
(makful'anhu) adalah kemampuannya untuk menerima objek
pertanggungan, baik dilakukan oleh diri pribadinya atau orang lain yang
mewakilinya. Selain itu makful'anhu harus dikenal baik oleh pihak
kafil.
e. Makful lahu (penerima hak tanggungan)
Ulama mensyaratkan makful lahu harus dikenali oleh kafil, guna
meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebannya dan mudah untuk
memenuhinya. Selain itu, ia juga disyaratkan untuk menghadiri majlis
akad. Ia adalah orang yang baligh dan berakal, tidak boleh orang gila
atau anak kecil yang belum berakal.

Kafalah sebagai suatu jasa penjaminan merupakan salah satu bentuk


perikatan dalam Islam. Menurut Sabiq, syarat sahnya suatu perikatan adalah
sebagai berikut:13

13
Wahyu Widiana, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (Jakarta: Mahkamah Agung RI,
2011), h. 89.
10

a. Tindak hukum syariah yang disepakati. Maksudnya bahwa perjanjian


yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang
bertentangan dengan hukum atau bertentangan dengan hukum syariah,
sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum syariah
adalah tidak sah. Maka dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi
masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian
tersebut. Dengan kata lain segala bentuk perjanjian yang bertentangan
dengan hukum syariah dengan sendirinya batal demi hukum.
b. Harus sama rida dan ada pilihan. Maksudnya perjanjian yang diadakan
para pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak,
yaitu masing-masing pihak rida atau rela akan isi perjanjian tersebut
atau dengan kata lain isi perjanjian tersebut adalah kehendak para
pihak. Dalam hal ini tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu
kepada pihak yang lain. Apabila perjanjian terdapat unsur pemaksaan,
maka dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak mempunyai
kekuatan hukum.
c. Harus jelas dan gamblang. Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para
pihak harus terang tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga
tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman di antara para pihak
tentang apa yang mereka perjanjikan di kemudian hari. Dengan
demikian maka pada saat perjanjian dibuat maka masing-masing pihak
harus mempunyai interpretasi yang sama tentang apa yang telah mereka
perjanjikan baik terhadap isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh
perjanjian itu

3. Jenis-Jenis Akad Kafalah


Berikut jenis-jenis akad kafalah sebagai berikut:14
a. Kafalah bi an-Nafs (Penjaminan dengan Nama Baik)

14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.329.
11

Kafalah bin nafs adalah perjanjian yang menjadikan nama baik


atau kredibilitas seseorang sebagai jaminan. Misalnya saja, seseorang
meminjamkan uang kepada orang lain. Orang yang dipinjami uang
tidak memberikan jaminan apapun, kecuali nama baik seorang tokoh.
Dalam hal ini, nama baik dan kredibilitas seorang tokoh adalah jaminan
apabila orang tersebut tidak bisa melunasi hutangnya.
b. Kafalah bi al-Mal (Penjaminan dengan Harta)
Kafalah bil mal adalah menjadikan seseorang sebagai penjamin
pihak tertanggung. Syaratnya, pihak tertanggung memberikan sejumlah
dana kepada penjamin dan telah dinyatakan dalam akad. Misalnya,
seseorang yang ingin menyewa kendaraan, apartemen, atau alat-alat
berharga dari pihak lain dapat memberikan jaminan berupa sejumlah
uang atau harta yang setara sebagai bagian dari perjanjian sewa.
c. Kafalah bit Taslim (Penjaminan dengan Penyerahan)
Kafalah bit taslim adalah jaminan yang dilakukan untuk menjamin
pengembalian barang yang disewa di akhir waktu sewa. Kafalah jenis
ini biasanya dilakukan oleh bank yang bekerjasama dengan perusahaan
leasing untuk kepentingan nasabahnya. Sebagai contoh, perusahaan
leasing mobil menjamin pengembalian mobil yang disewa dalam
kondisi baik saat kontrak berakhir.
d. Kafalah al-Munajazah (Penjaminan yang Tidak Dibatasi oleh Waktu)
Kafalah al-Munajazah adalah jaminan untuk tidak dibatasi oleh
kurun waktu atau kepentingan tertentu. Contoh kafalah jenis ini yaitu
jaminan prestasi (performance bonds) yang umum dilakukan di dunia
perbankan. Ketika bank memberikan jaminan prestasi (performance
bond) kepada pihak ketiga sebagai jaminan atas pelaksanaan suatu
proyek atau kontrak tanpa batasan waktu yang ketat. Bank berfungsi
sebagai penjamin untuk memastikan pelaksanaan yang sesuai dengan
perjanjian.
e. Kafalah al-Mualah (Penjaminan yang Dibatasi oleh Waktu dan Tujuan)
12

Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-


Munajazah, yaitu jaminan dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan
tertentu. Kafalah ini biasa dilakukan perusahaan perbankan dan asuransi
yang menerapkan batasan, kurun waktu, dan tujuan dalam
penjaminannya. Contohnya, penjaminan atas pelaksanaan proyek
konstruksi tertentu selama periode waktu yang ditentukan.
C. Akad Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
1. Definisi Akad Hiwalah
Hiwalah secara bahasa artinya pindah. Menurut syara’ adalah
memindahkan hak dari tanggungan muhil (orang yang berhutang)
kepada muhal alaih (yang menerima hiwalah). Hiwalah juga bisa diartikan
pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran hutang dari
satu pihak ke pihak yang lain.15
Dalam istilah syariah, hawalah adalah pengalihan utang dari orang
yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini
merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang)
menjadi tanggungan muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar
utang.16
Akad hawalah yakni hawalah yang berbentuk utang/piutang yang
dialihkan ke pihak ketiga yang sudah melakukan proses akad atau perjanjian
awal yang pihak ketiga tersebut wajib menanggungnya. Sedangkan
pengertian hawalah menurut DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002, adalah utang
nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga
keuangan syraiah yang dipindahkan sudah berakad. Salah satu bentuk jasa
yang digunakan yaitu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadikan
semua itu berdasarkan kebutuhan masyarakat dalam saling membantu atau

15
Chyntia Tulusiawati dan Machnunah Ani Zulfah, Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX
(Cet.I; Jombang: LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2021), h.29.
16
Nur Kasanah dan Mohammad Ghozali, Analisis Hukum Terhadap Praktik Produk Jasa
Perbankan Syariah (Fee Based Service), (Iain Ponorogo: Jurnal Diklat Keagamaan, Vol.12 No.2
April-Juni 2018), h. 100.
13

gotong royong untuk mengalihkan transaksi non-syariah yang sudah berjalan


cukup lama menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.
Seseorang yang mempunyai utang terkadang tidak bisa membayarnya.
Oleh sebab itu, penagihan tersebut bisa dipindahkan ke pihak ketiga atau
pihak lain, yang dalam hukum islam disebut hawalah, yakni pengalihan utang
dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggungnya atau
bisa disebut pihak ketiga dan hukumnya wajib membayar.17
Akad satu ini terkadang ada yang menyebutkan Hawalah dengan
Hiwalah. Jadi sama saja, namun penyebutannya saja yang ada dua macam.
Beberapa Lembaga Keuangan Syariah ada yang menyebutkan Hiwalah
namun artinya tetap sama. Hawalah yaitu utang dari orang yang berhutang
dialihkan ke orang lain untuk menanggungnya dan wajib dilakukan.
2. Rukun dan Syarat Akad Hiwalah
Rukun hiwalah adalah rukun-rukun yang wajib dipenuhi sebelum
akad hiwalah terjadi. Apabila tidak terpenuhi salah satunya, maka akad
hiwalah tidak dapat dilakukan. Rukun-rukun tersebut antara lain:18
a. Muhil
Muhil yaitu orang yang mempunyai hutang. Dalam hal
ini, muhil harus berakal sehat, baligh, dan mempunyai kemampuan
melaksanakan akad hiwalah. Selain itu, pemilik hutang atau muhil
menjalankannya atas keinginan pribadi tanpa paksaan dari pihak lain.
b. Muhal
Muhal yaitu orang memberikan hutang atau pihak piutang. Sama
seperti syarat muhil, pihak muhal harus mencapai usia baligh, berakal
sehat dan melaksanakan akad ini secara sukarela tanpa paksaan. Ijab
qabul hiwalah yang dikatakan oleh muhal harus berada dalam majelis
akad disaksikan pihak terkait, dan dilakukan secara sadar tanpa
paksaan.

17
Zuhri, Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Deepublish, 2012 ),
h.110.
18
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah Di Lembaga Keuangan
dan Bisnis Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), h. 135-136.
14

c. Muhal’alaih
Rukun hiwalah ketiga yakni muhal’alaih sebagai orang pemilik
hutang dan bertanggung jawab melunasi hutang pihak muhil. Pihak ini
harus mempunyai akal sehat, baligh, kemampuan finansial, dan
memahami pelaksanaan akad, serta pengucapan ijab qabul dalam
majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.
d. Hutang yang Diakadkan
Dalam konsep hiwalah, hutang merupakan bentuk pinjaman yang
dilakukan oleh muhil dari muhal, dan dinyatakan akan dilunasi
oleh muhal’alaih. Hutang tersebut boleh berupa uang, aset, dan benda-
benda berharga lainnya
Meski demikian, sesuai dengan hukum syariah, hutang tersebut tidak
boleh berbentuk benda setengah jadi atau belum ada nilainya (misal bibit
tanaman yang belum berbuah, janji bantuan hibah belum di tangan, dan
sebagainya).

Selain rukun hiwalah, terdapat syarat hiwalah yang harus dipersiapkan


dalam menjalaninya. Adapun syarat hiwalah adalah di bawah ini:19
a. Pihak berhutang atau muhil rela melaksanakan akad ini.
b. Produk hutang harus dibayarkan sesuai haknya yang sama baik jenis
dan jumlah utang, waktu pelunasan, dan kualitasnya. Misalnya bentuk
hutang berupa emas, maka pelunasannya harus berbentuk emas dengan
nilai setara.
c. Pihak muhal’alaih harus bertanggung jawab dalam menanggung hutang
setelah adanya kesepakatan bersama muhil.
d. Pihak muhal atau pemberi hutang harus menyetujui akad hiwalah.
e. Hutang tetap berada dalam jaminan pelunasan.

19
Muhammad Rizki Naufal, Aplikasi Akad Hawalah Dalam Pengambil-Alihan Hutang
dari Perbankan Konvensional (Tesis Universitas Islam Indonesia, 2018), h. 34.
15

Mazhab Syafi’i juga menambahkan bahwa kedua hutang itu harus


sama pada waktu jatuh temponya, jika tidak sama maka tidak sah
akad hiwalah.

3. Jenis-Jenis Akad Hiwalah


Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dibagi menjadi dua jenis
yaitu:20
a. Hiwalah al-Haq yaitu apabila yang dipindahkan itu hak menuntut
hutang (pemindahan hak).
b. Hiwalah ad-Dain, yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk
membayar hutang (pemindahan hutang/kewajiban).

Ditinjau dari segi akad, hiwalah dibagi menjadi dua jenis:21


a. Hiwalah al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) yaitu pengalihan
sebagai ganti pemabayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal
(pihak kedua). Contoh dimana perpindahan tanggung jawab
pembayaran utang dilakukan oleh pihak A kepada pihak B.
Ilustasi contoh hiwalah al muqayyadah adalah sebagai berikut:
A berpiutang kepada B 5.000,00 sedangkan B berpiutang kepada C Rp.
5.000,00. B mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang
berada pada C kepada A sebagai ganti pembayaran hutang B kepada A
Dengan demikian hiwalah al–muqayyadah pada satu sisi
merupakan hiwalah al-haq karena mengalihkan hak menuntut
piutangnya dari C ke A (pemindahan hak). Sedangkan di sisi lain, hal
ini merupakan hiwalah ad-dain karena B mengalihkan kepada A
menjadikan kewajiban C kepada A (pemindahan hutang).
b. Hiwalah al-Muthlaqah (pemindahan mutlak) yaitu pengalihan hutang
yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi terhadap pembayaran
hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua).
20
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya
(Jakarta: Kencana, 2018), h.384.
21
Ibid.
16

Ilustrasi hiwalah al muthlaqah adalah sebagai berikut:


A berhutang kepada B sebesar 5 juta. Kemudian A mengalihkan
hutangnya kepada C sehingga si C mempunyai kewajiban membayar
hutang A kepada B tanpa menyebutkan bahwa pemindahan itu sebagai
ganti rugi dari pembayaran C kepada A. Sehingga, C hanya memiliki
kewajiban membayar hutang tersebut kepada B tanpa ada persyaratan
tambahan.
Dengan demikian, maka hiwalah al-muthlaqah hanya mengandung
hiwalah ad-dain saja karena yang dipindahkan hanya hutang A kepada
B menjadi hutang C kepada B.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas adapun yang dapat disimpulkan bahwa:


1. Akad wakalah adalah akad pemberi wewenang/kuasa dari
lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai
wakil, dalam hal ini bank) untuk mewakili dirinya melaksanakan urusan
dengan batas kewenangan dan dalam waktu tertentu.
2. Akad kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah berarti mengalihkan
tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggungjawab orang lain sebagai penjamin. Secara teknis perbankan,
kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak
sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin
(makfullah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu
penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran..
3. Akad hiwalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan pemindahan
beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal
alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat mudah – mudahan apa yang
kami paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua untuk
lebih mengenal produk jasa bank syariah. Kami menyadari apa yang kami
paparkan dalam makalah ini tentu masih belum sesuai apa yang di
harapkan,untuk itu kami berharap masukan yang lebih banyak lagi dari dosen
pengampu dan teman – teman semua.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Farida. 2015. Fikih Muamalah 1. Batusangkar: STAIN Batu Sangkar


Press.
Djuwaini, Dimyaudin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/akad-wakalah-pengertian-tujuan-
syarat-jenis-dan-contohnya/, diakses pada tanggal 06 November 2023
Kasanah, Nur dan Mohammad Ghozali. 2018. Analisis Hukum Terhadap Praktik
Produk Jasa Perbankan Syariah (Fee Based Service). Iain Ponorogo:
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol.12 No.2.
Naufal, Muhammad Rizki. 2018. Aplikasi Akad Hawalah Dalam Pengambil-
Alihan Hutang dari Perbankan Konvensional. Tesis Universitas Islam
Indonesia.
Riadi, Muchlisin. “Al-Wakalah, https://www.kajianpustaka.com/2020/10/al-
wakalah.html, diakses pada tanggal 06 November 2023.
Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqh Sunah. Jakarta: Cakrawala Publishing.
Satria, Rio. 2014. Produk Perbankan Islam di Indonesia dan di Negeri Jiran.
Jakarta: Badilag Mahkamah Agung.
Sjahdeini, Sutan Remy. 2018. Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-
Aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana.
Soemitra, Andri. 2019. Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah Di
Lembaga Keuangan dan Bisnis Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tamala, Rani dkk. 2017. “Produk-Produk Bank Syariah” Makalah Perbankan
Syariah. Tanjung Pura: Academia.
Tim Bank Mega Syariah. “Pahami Apa Itu Bank Syariah, Ciri, Fungsi, dan
Produknya” https://shorturl.at/sHQY8. Diakses pada tanggal 04
November 2023.
ii

Tulusiawati, Chyntia dan Machnunah Ani Zulfah. 2021. Fiqih Madrasah


Tsanawiyah Kelas IX. Cet.I; Jombang: LPPM Universitas KH. A. Wahab
Hasbullah.
Widiana, Wahyu. 2011. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah. Jakarta:
Mahkamah Agung RI.
Yarmunida, Miti. 2017. “Wakalah dalam Akad Murabahah” Jurnal Ekonomi
Islam. Bengkulu.
Zuhri. 2012. Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah. Yogyakarta:
Deepublish.
Zulkifli, Sunarto. 2007. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
.

Anda mungkin juga menyukai