Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Manajemen Bank Syariah
Dosen Pengampu :
Erni Zulfa Arini, ST., M.M.
Penyusun :
Yuyun Setyo Ningsih (9341103919)
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
Daftar Pustaka................................................................................................................. 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perbankan pada saat ini, khususnya Bank umum merupakan inti sistem
keuangan setiap negara. Bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana
dari pihak yang berlebihan dana untuk kemudian menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat yang kekurangan dana dalam jangka waktu tertentu.
Fungsi untuk mencari dan selanjutnya menghimpun dana dalam dalam bentuk
simpanan sangat menentukan pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang
berhasil dihimpun atau disimpan tentunya akan menentukan pula volume dana
yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana
yang menghasilkan. Kehadiran dan fungsi perbankan di Indonesia baik untuk
masyarakat, industri besar, menengah atau bawah mempunyai peranan dan
pengaruh yang sangat signifikan. Hal ini terjadi karena kebutuhan akan bank baik
untuk penguatan modal atau penyimpanan uang oleh masyarakat sudah menjadi
hal yang biasa. Dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat serta memberikan
rasa aman, nyaman dalam transaksi perbankan, kehadiran Bank Syariah
merupakan salah satu solusi untuk menambah kepercayaan masyarakat terhadap
kegiatan perbankan khususnya di Indonesia
Bank syariah sebagai lembaga intermediary keuangan memiliki kegiatan
utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan dalam
bentuk giro, tabungan, dan deposito yang menggunakan prinsip wadi’ah yad al-
dlamanat (titipan), dan mudharabah (investasi bagi hasil). Kemudian menyalurkan
kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim
pembiayaan , seperti skim jual beli/al-ba’i (murabahah, salam, dan istishna), sewa
(ijarah), dan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), serta produk pelengkap,
yaitufee based service,seperti hiwâlah (alih utang piutang), rahn (gadai), qardh
(utang piutang), wakalah (perwakilan), kafalah (garansi bank). Produk jual beli
murabahah di perbankan syariah saat ini masih mendominasi dibandingkan
dengan produk bank syariah yang lain. Dalam memperoleh barang yang
dibutuhkan oleh nasabah pembiayaan, bank dapat mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama
3
bank.Namun dalam hal ini, ketentuan akad murabahah baru dapat dilakukan
setelah secara prinsip barang tersebut menjadi milik bank.1
Dalam produk murabahah, prinsip kehati-hatian (prudential) bank relatif
bisa diterapkan dengan ketat dan standar sehingga tingkat resiko kerugian sangat
kecil. Bahkan bank-bank syariah yang baru umumnya portofolio pembiayaanya
yang paling besar menggunakan murabahah karena lebih aman. Sementara
produk bagi hasil belum menjadi produk unggulan karena tingkat resiko dan
kerugiannya sangat tinggi. Pembiayaan Murabahah adalah salah satu yang
sangat popular penggunaanya tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di
Negara-negara lain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu perbankan syariah?
2. Apa saja asal sumber dana bank syariah?
3. Bagaimana manjemen resiko pada bank syariah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui dan memahami apa itu perbankan syariah?
2. Mengetahui dan memahami darimana sumber dana bank syariah?
3. Mengetahui dan memahami baaimana manjemen resiko pada bank
syariah?
1
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama (Yogyakarta: Graha Ilmu,2010),
hlm. 73
4
BAB II
PEMBAHASAN
2
Veithzal Rivai. dkk., Bank and Financial Institution (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
5
Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang
menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga
yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-
undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan
kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI
untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian
Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk
perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank
mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran
operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan
kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan
mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses
melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk
memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga
diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan
syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang
digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di
bidang syariah.
6
b Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang
disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian
hari.
c Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagi kepada
para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri
(melalui rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam
kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk
menambah dana modal lebih lanjut.
7
Manajemen merupakan aktivitas yang utama dari suatu bank sebagai
lembaga intermediasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan trade off antara
resiko dan pendapatan, serta membantu merencanakan dan pembiayaan
pengembangan usaha secara tepat, efektif dan efisien. Setiap lembaga keuangan,
termasuk bank harus dapat mengidentifikasi dan mengontrol resiko yang melekat
dalam kegiatan pengelolaan dana simpanan, portofolio aktiva produktif, dan
kontrak off balance sheet (Veitzal dan Arifin, 2010: 943)5. Pada perbankan syariah,
sistem manajemen risiko di bank-bank meliputi beberapa tahap berturut-turut
sebagai berikut: (1) Identifikasi risiko, (2) Risiko dan kuantifikasi modal, (3)
Mengumpulkan atau pengelompokan risiko yang sama, (4) Kontrol sebelumnya,
dan (5) Pemantauan risiko (Emira, 2013: 180-193). Selain itu, risiko strategi juga
timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis
mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahanteknologi, perubahan
kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi dipasar, dan perubahan kebijakan
otoritas terkait. Risiko strategis dapat bersumber dari kelemahan dalam proses
formulasi strategidan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, sistem informasi
manajemen (SIM) yangkurang memadai, hasil analisis lingkungan internal dan
eksternal yang kurang memadai, penetapan tujuan strategis yang terlalu agresif,
ketidaktepatan dalam implementasistrategi, dan kegagalan mengantintisipasi
perubahan lingkungan bisnis.Kegagalan manajemen risiko strategis dapat
menimbulkan penarikan besar- besarandana pihak ketiga, menimbulkan masalah
likuiditas, ditutupnya bank olehotoritas, dan bahkan mengalami kebangkrutan.
Oleh karena itu, tujuan utamamanajemen risiko strategis adalah untuk
memastikan bahwa proses manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan
dampak negatif dari ketidaktepatan pengambilankeputusan strategis dan
kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.3
BAB III
KESIMPULAN
3
Rustam, Bambang Rianto. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia . Jakarta:Salemba Empat.
Tahun 2013.
4
Surat Edaran Nomor 13/23/DPNP/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
5
Veitzal, Rivai dan Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi, Jakarta: Bumi
Aksara.
8
Penerapan kebijakan manajemn bagi Bank Syariah, baik secara individual
maupun bagi bank secara konsolidasi dengan baik pada perusahaan tidak akan
mengakomodasi Bank Syariah di Indonesia, sehingga Sasaran kebijakan manajemen
harus memiliki analisi proses mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat resiko yang wajar secara terarah,
terintegrasi, dan berkesinambungan. Dengan demikian, manajemen resiko berfungsi
sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan
usaha bank.
Selain itu manajemen bank syariah harus tetap ditingkatkan dan lebih
kembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia seluruhnya tanpa memandang
agama, suku, ras dan sebagainya, sehingga masyarakat muslim lebih percaya dengan
produk yang lahir dari ajaran sendiri ketimbang produk kapitalis
DAFTAR PUSTAKA
9
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama (Yogyakarta:
Graha Ilmu,2010), hlm. 73
Veithzal Rivai. dkk., Bank and Financial Institution (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007)
10