Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PENELITIAN

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN POSITIF

ANALISA KINERJA TIGA BANK SYARIAH UMUM MENJELANG MERGER


BANK SYARIAH INDONESIA

OLEH :

NAMA : AMALIA FALSIFAH

NIM : 216020301111015

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BAWIJAYA

2021

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 10
2.2 Kajian Teoritis...................................................................................... 11
2.3 Kerangka Konseptual .......................................................................... 35
2.4 Hipotesis .............................................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ............................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya
Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia.
Hal ini karena potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah
sangat besar, diantaranya : (1) Jumlah penduduk muslim yang besar menjadi
potensi nasabah industri keuangan syariah, (2) Prospek ekonomi yang cerah,
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang
ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid, (3) Peningkatan sovereign credit
rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor
untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan
syariah, dan (4) Memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan
sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah (Ulfa, 2021).
Religiusitas akan terlahir dari pilihan sikap dan perilaku dalam kehidupan
sosial yang berasal dari keyakinan agama yang diyakini pada setiap seseorang.
Apabila seorang muslim yang berpegang teguh terhadapa ajaran agamanya maka
akan menerapkan ajarana yang diajarkan dalam agamanya secara totalitas di dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk di dalam aktivitas ekonomi dimana seorang
muslim yang memiliki sikap yang religius akan memilih bank syariah yang
kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam (Ulfa, 2021).
Sistem perbankan syariah menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat
yang tidak mau menabung di bank konvensional dengan alasan riba dan tidak sesuai
dengan syariat islami, maka kemunculan bank syariah di Indonesia menjadi
pendorong roda ekonomi yang menghimpun dana dari masyarakat sekaligus
mensejahterakan masyarakat dengan sistem profit sharing sebagai salah satu akad
dari ekonomi syariah. Bank Islam lahir sebagai salah solusi alternatif terhadap
persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian,
kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba
telah mendapat jawaban dengan lahirnya Bank Syariah (Ulfa, 2021).

2
Terdapat dua alasan utama mengenai latar belakang berdirinya bank
syariah, yaitu : (1) Adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank
konvensional itu hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang
dilarang dalam agama, bukan saja pada agama Islam tetapi juga oleh agama samawi
lainnya dan (2) Dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap salah satu
pihak dinilai melanggar norma keadilan dan dapat menimbulkan rasa
mementingkan diri sendiri. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional
akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki
kapital besar (Ulfa, 2021).
Lahirnya perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. Sebelumnya, di Indonesia juga telah
didirikan lembaga-perbankan non bank yang dalam kegiatannya menerapkan
sistem syariah. Pemerintah kemudian membuat peraturan untuk pelaksanaan bank
syariah melalui UU No. 7 Tahun 1992. Pada tahun 1998, pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan penyempurnaan UU No. 7 Tahun 1992
tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwa
terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual banking system), yaitu
sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut
hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank
Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank
Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar, dan BPD Aceh (Ulfa, 2021).
Dalam perbankan terdapat istilah produk penghimpun dana dan produk-
produk tabungan yang fungsinya untuk ditawarkan kepada nasabah. Produk
tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu produk pendanaan,
pembiayaan, dan jasa. Produk penghimpunan dana di perbankan syariah agak
berbeda dengan yang terdapat di konvensional. Jika di perbankan konvensional
hanya dikenal dengan tiga jenis yaitu giro, tabungan, dan deposito, di bank syariah
produk pendanaan terbagi menjadi produk dana simpanan dan produk dana
investasi, perbedaan keduanya terletak pada motif dasar nasabah (Irawati, 2016).
Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
perantara bagi pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana

3
untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Tugas bank
syariah yaitu untuk menghimpun dana masyarakat serta menyalurkannya dengan
mekanisme syariah. Penghimpunan dana bank syariah yang dilakukan melalui
simpanan dan investasi seperti : giro, wadiah, tabungan, dan deposito berjangka.
Sedangkan penyaluran dana dilakukan dengan beberapa akad yaitu murabahah,
istishna, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan salam. Berdasarkan berbagai macam
produk pembiayaan perbankan syariah, murabahah merupakan salah satu bentuk
pembiayaan yang paling dominan diterapkan dalam praktik perbankan syariah.
Standar Operasional Produk (SOP) pembiayaan murabahah pada bank syariah
didasarkan pada Keputusan Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 dan
berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran
BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008. Ada tiga model atau tipe penerapan jual
beli murabahah di perbankan. Pertama, tipe konsisten terhadap fiqih muamalah.
Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah
ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual
ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin keutungan sesuai kesepakatan
bank dan nasabah. Kedua, mirip dengan tipe yang pertama, tetapi perpindahan
kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran
dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Ketiga, bank melakukan
perjanjian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Dari ketiga tipe
tersebut, tipe kedua dan tipe ketiga paling sering dipakai oleh bank syariah karena
motifasi efektifitas prosedur dan juga pertimbangan efisiensi terutama dari
pengenaan pajak pertambahan nilai. Sementara tipe pertama justru dihindari
padahal tipe inilah yang paling ideal dalam konteks fiqh muamalah (Rachmatina &
Sufriadi, 2020).
Jasa perbankan syarkah antara lain prinsip bagi hasil (mudhrabah), prinsip
jual beli barang (murabahah), prinsip penyertaan modal (musharakah), pembiayaan
penyertaan modal berdasarkan prinsip sewa (ijarah), atau pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank ke pihak lain (ijarah waiqtina) (Acfira,
Mursalim, & Amiruddin, 2020).

4
Di Indonesia perkembangan perbankan syariah sangat pesat. Tidak sedikit
dari bank-bank syariah di Indonesia merupakan konversi dari bank-bank
konvensional. Berdasarkan data Bank Indonesia, disebutkan bahwa murabahah
masih mendominasi pembiayaan di bank syariah. Murabahah dapat diartikan
sebagai akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan
barang tersebut kepada pembeli. Bank Syariah pada umumnya telah menggunakan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, dengan jumlah
pembiayaan yang lebih dominan dibanding dengan produk pembiayaan lain
(Acfira, Mursalim, & Amiruddin, 2020).
Terdapat sejumlah alasan murabahah begitu populer dalam operasional
pembiayaan pada bank syariah yaitu : (1) Murabahah adalah suatu mekanisme
investasi jangka pendek dan dibandingkan dengan profit and loss sharing cukup
memudahkan, (2) Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan demikian rupa
sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding
dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank
Islam, (3) Murabahah menjauhkan dari ketidakpastian yang ada pada pendapatan
bisnis-bisnis dengan sistem profit and loss sharing, (4) Murabahah tidak
memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena
bukanlah mitra nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah
hubungan hutang-piutang dagang (Rachmatina & Sufriadi, 2020).
Keberadaan industri perbankan syariah di Indonesia telah mengalami
peningkatan dan pengembangan yang signifikan. Inovasi produk, peningkatan
layanan, dan pengembangan jaringan menunjukkan trend yang positif dari tahun ke
tahun. Semangat untuk melakukan percepatan juga tercermin dari banyaknya bank
syariah yang melakukan aksi korporasi. Tidak terkecuali dengan bank syariah yang
dimiliki bank BUMN, yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah
(Ulfa, 2021).
Salah satu bank syariah adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Kehadiran
BSM sejak tahun 1999 merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi
dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak

5
Juli 1997, yang disusul dengan krisis multidimensi termasuk di panggung politik
nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap
seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. BSM berawal
dari salah satu bank konvensional yaitu PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki
oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT
Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi
tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta
mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan
penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya,
Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri
(Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga
menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik
mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri
melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.
Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah
di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang memberi peluang bank umum untuk
melayani transaksi syariah (dual banking system). Tim Pengembangan Perbankan
Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum
yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional
menjadi bank syariah. Dengan melakukan penggabungan (merger) dengan
beberapa bank dan mengundang investor asing. Oleh karenanya, Tim
Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan
infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional
menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank
Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23
tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi Bank Umum
Syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur
BI\No.1/24/KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/. Menyusul
pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi

6
mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420H atau tanggal 1 November
1999. PT Bank Syariah Mandiri kini memiliki 669 outlet terdiri dari 125 Kantor
Cabang, 406 Kantor Cabang Pembantu (KCP), 38 Kantor Kas, 15 Konter Layanan
Syariah, dan 85 Payment Point. BSM dilengkapi layanan berbasis e-channel seperti
BSM Mobile Banking GPRS dan BSM Net banking serta fasilitas ATM yang
terkoneksi dengan bank induk (Ulfa, 2021).
Untuk menjadi pilar baru kekuatan ekonomi nasional dan mendorong
Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah global, Menteri Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan rencana penggabungan
atau merger bank syariah BUMN. Pasalnya, total aset bank syariah BUMN akan
meningkat dan menjadi yang terbesar di Indonesia. Tiga bank syariah BUMN telah
melakukan penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA). Tiga bank
syariah BUMN yang akan digabungkan adalah BRI Syariah, BNI Syariah, dan
Bank Syariah Mandiri. CMA merupakan bagian awal dari proses merger tersebut.
Sebagai informasi, aset BRI Syariah pada kuartal II 2020 sebesar Rp 49,6 triliun,
BNI Syariah Rp 50,78 triliun, dan Bank Syariah Mandiri Rp 114,4 triliun (Ulfa,
2021).
Merger atau penggabungan bank diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1999, Undang-Undang Perseroan No. 40 Tahun 2007, dan Undang-Undang
Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008. Merger atau aksi korporasi lainnya
bertujuan untuk meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Merger BSM, BNIS,
dan BRIS juga harus dapat meningkatkan nilai bagi pemangku kepentingan lain
seperti industri perbankan syariah, dunia usaha (UMKM), dunia pendidikan,
pengelolaan dana haji, dan bagi pengembangan ekosistem ekonomi syariah dalam
arti luas (Ulfa, 2021).
Pada 1 Februari 2021 yang bertepatan dengan 19 Jumadil Akhir 1442 H
menjadi penanda sejarah bergabungnya Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan
BRI Syariah menjadi satu entitas yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI).
Penggabungan ini akan menyatukan kelebihan dari ketiga bank syariah sehingga
menghadirkan layanan yang lebih lengkap, jangkauan lebih luas, serta memiliki
kapasitas permodalan yang lebih baik. Didukung sinergi dengan perusahaan induk

7
(Mandiri, BNI, BRI) serta komitmen pemerintah melalui Kementerian BUMN,
Bank Syariah Indonesia didorong untuk dapat bersaing di tingkat global (BSI,
2021).
Penggabungan ketiga bank syariah tersebut merupakan ikhtiar untuk
melahirkan bank syariah kebanggaan umat, yang diharapkan menjadi energi baru
pembangunan ekonomi nasional serta berkontribusi terhadap kesejahteraan
masyarakat luas. Keberadaan Bank Syariah Indonesia juga menjadi cerminan wajah
perbankan Syariah di Indonesia yang modern, universal, dan memberikan kebaikan
bagi segenap alam (Rahmatan Lil ‘Aalamiin) (BSI, 2021).
Visi Bank Syariah Indonesia yaitu “Top 10 Global Islamic Bank” dan misi
Bank Syariah Indonesia yaitu : (1) Memberikan akses solusi keuangan syariah di
Indonesia. Melayani >20 juta nasabah dan menjadi top 5 bank berdasarkan asset
(500+T) dan nilai buku 50 T di tahun 2025, (2) Menjadi bank besar yang
memberikan nilai terbaik bagi para pemegang saham. Top 5 bank yang paling
profitable di Indonesia (ROE 18%) dan valuasi kuat (PB>2), dan (3) Menjadi
perusahaan pilihan dan kebanggaan para talenta terbaik Indonesia. Perusahaan
dengan nilai yang kuat dan memberdayakan masyarakat serta berkomitmen pada
pengembangan karyawan dengan budaya berbasis kinerja (BSI, 2021).
Dalam pelaksanaan merger tetap dilakukan penyesuaian operasional dalam
rangka merger bank syariah ini. Misalnya terkait kantor cabang, jika ditotal ketiga
bank syariah tersebut setidaknya mempunyai sebanyak 1.200 kantor cabang di
Indonesia. Sebelumnya ketiga bank tersebut merupakan kompetitor, bagi cabang-
cabang yang berdekatan akan dipindahkan ke lokasi lain agar lebih efektif setelah
dilakukan merger (Wikanto, 2020).
Selain itu, dilakukan pengintegrasian produk-produk serupa yang dimiliki
oleh ketiga bank tersebut. Meski demikian, sampai proses merger bank syariah
rampung, nasabah masing-masing bank tidak perlu khawatir karena operasional
mereka akan tetap berjalan normal. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan
bahwa merger bank syariah ini bertujuan agar Indonesia bisa menjadi pusat
ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Merger bank syariah ini semakin
mendekatkan Indonesia dengan tujuan ekonomi syariah yakni keadilan. Keadilan

8
dan transparansi dinilai telah membuat bank-bank syariah mampu bertahan di
tengah krisis pandemi Covid-19, bahkan mampu menorehkan kinerja yang positif
(Wikanto, 2020).
Adanya merger antara tiga Bank Umum Syariah yang terdiri atas PT Bank
Syariah Mandiri, PT Bank BRIsyariah Tbk, dan PT Bank BNI Syariah, yang
melatarbelakangi penulis dalam melakukan penelitian ini. Dimana penelitian ini
dilakukan untuk menganalisa kinerja keuangan ketiga bank tersebut sebelum
dilakukannya merger.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka
rumusan dalam penelitian ini diuraikan yaitu menganalisa kinerja keuangan ketiga
bank tersebut sebelum dilakukan merger mejadi Bank Syariah Indonesia.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan
penelitian yaitu untuk menganalisis kinerja keungan dari ketiga bank sebelum
merger menjadi Bank Syariah Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya khazanah
Ilmu Akutansi khususnya dalam kajian tentang Analisa kinerja keungan bank dan
tentang merger.

1.4.2 Secara Praktis


Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat lain, yaitu
sebagai berikut :
1. Bagi Bank Syariah Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
Bank Syariah Indonesia sehingga lebih berhati-hati dalam memberikan
kebijakan dan aturan bank.

9
2. Bagi Peneliti Selanjutnya. Penelitian ini bisa dijadikan sumber referensi bagi
peneliti selanjutnya serta masukan dalam penelitian yang akan datang dengan
mempertimbangkan perbedaan hasil dan kondisi lokasi obyek penelitian yang
akan datang agar bisa diketahui persamaan serta perbedaannya.
3. Bagi Penulis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
penulis, khususnya ilmu yang berkaitan dengan Akutansi agar bisa diterapkan
dalam kehidupan yang nyata.
4. Bagi Almamater. Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan media dan
sarana untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan referensi bagi yang
ingin mengembangkan penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran dalam
menyebarluaskan serta mengembangkan ilmu pengetahuan kepada
masyarakat.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penggalian dari penelitian terdahulu yaitu sebagai upaya memperjelas
tentang varibel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk membedakan
penelitian yang sekarang dengan penelitian sebelumnya. Adapun penelitian
terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.1.1 Yusuf dan Surjaatmadja (2018)
Penelitian ini mengenai analisis kinerja keuangan terhadap profitabilitas.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel CAR, BOPO, dan FDR
memiliki pengaruh terhadap profitabilitas (ROA). Meningkatnya nilai CAR akan
membuat profitabilitas (ROA) juga meningkat. Dengan kecukupan modal yang
tinggi, secara fleksibel bank dapat mengalokasikan dananya pada investasi yang
menguntungkan. Jika bank memiliki kecukupan modal yang tinggi, diharapkan
kerugian yang dialami tersebut dapat diatasi dengan modal yang dimiliki oleh bank.
Rasio FDR memengaruhi ROA dikarenakan dengan adanya penyaluran
pembiayaan yang maksimal maka bank juga akan mendapatkan pendapatan yang
tinggi. Sedangkan variabel BOPO memengaruhi ROA karena jika BOPO
meningkatmaka ROA yang diperoleh akan berkurang. Kondisi ini terjadi karea
peningkatan biaya operasional bank yang tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan
operasional akan menghasilkan laba sebelum pajak berkurang sehingga akan
menurunkan ROA.
2.1.2 Wardhani dan Amanah (2019)
Penelitian ini menjelaskan bahwa variabel NPF berpengaruh terhadap ROA. NPF
merupakan rasio yang mengukur total pembiayaan bermasalah sehingga
peningkatan pembiayaan bermasalah ini akan menimbulkan cadangan pembiayaan
semakin besar. Kerugian pembiayaan ini akan menyebabkan penurunan laba yang
berdampak pada kesehatan bank. Maka dari itu keuntungan yang berkurang akan
mengakibatkan profitabilitas bank tersebut juga ikut berkurang. Sedangkan variabel
lainnya yaitu CAR dan FDR tidak berpengaruh terhadap ROA.

11
2.1.3 Azmy (2018)
Penelitian ini melihat pengaruh rasio keuangan terhadap profitabilitas bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Penelitian ini menunjukkan bahwa rasio NPF dan
FDR memiliki pengaruh terhadap ROA dengan arah hubungan yang negatif. Arah
hubungan NPF dengan ROA yang negatif ini menunjukkan bahwa setiap Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah ini mengalami permasalahan pada pembiayaan dengan
tingkat keamanan diatas 5% sehingga akan menurunkan profitabilitas perusahaan.
Sedangkan arah hubungan negatif FDR dengan ROA menunjukkan bahwa Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia akan mengalami kesulitan dalam
mencapai profitabilitas jika tidak mampu menjaga alokasi pembiayaan kepada
nasabah.

2.2 Kajian Teoritis


2.2.1 Kinerja
2.2.1.1 Pengertian Kinerja
Kata kinerja adalah singkatan dari kinetika energi kerja yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan performance. Dalam hal ini, kata performance umumnya
merujuk pada “job performance” atau “actual performance” yang artinya suatu
prestasi kerja atau prestasi sebenarnya yang dicapai oleh seseorang dalam
menjalankan tugas-tugasnya. (Prawiro, 2020). Menurut Stolovitch dan Keeps
(1992), definisi kinerja adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Menurut
Hersey and Blanchard (1993), pengertian kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi
dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan.

Kinerja keuangan dalam arti luas mengacu pada sejauh mana tujuan
keuangan perusahaan sedang atau telah dicapai dan menjadi aspek penting dari
manajemen risiko keuangan. Hal ini dilakukan untuk mengukur kesehatan
keuangan perusahaan secara keseluruhan dalam waktu tertentu, dapat digunakan
untuk membandingkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain di industri yang
sama atau membandingkan dengan industri berbeda (Rusdiono, 2021).

12
Kinerja keuangan adalah evaluasi suatu perusahaan mengenai aset,
kewajiban, ekuitas, biaya, pendapatan, dan profitabilitas secara keseluruhan.
Kinerja keuangan diukur melalui berbagai rumus dan formula yang memungkinkan
untuk mengetahui efektivitas perusahaan (Rusdiono, 2021). Secara internal, kinerja
keuangan diperiksa untuk menentukan tolak ukur atau pencapaian perusahaan saat
ini. Bagi eksternal, kinerja keuangan dianalisis untuk menentukan peluang investasi
potensial dan untuk menentukan apakah suatu perusahaan layak bagi pihak
eksternal tersebut. Perusahaan dan kelompok yang berkepentingan seperti manajer,
pemegang saham, kreditur, dan otoritas pajak berusaha menjawab pertanyaan
penting seperti: “Bagaimana posisi keuangan perusahaan pada titik waktu
tertentu? Bagaimana kinerja keuangan perusahaan selama periode waktu
tertentu?” (Rusdiono, 2021).

2.2.1.2 Analisa Laporan Keuangan


Analisis laporan keuangan adalah proses yang dilakukan oleh perusahaan
pihak internal dan eksternal untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana kinerja perusahaan. (Rusdiono, 2021).
Neraca
Dalam analisis laporan keuangan, neraca perusahaan dilihat untuk menentukan
efisiensi operasional bisnis. Pertama-tama, analisis aset dilakukan, terutama pada
aset penting seperti kas, inventaris, dan aset tetap, yang memprediksi pertumbuhan
bisnis di masa mendatang. Selanjutnya, kewajiban jangka panjang dan jangka
pendek diperiksa untuk menentukan apakah ada masalah likuiditas di masa yang
akan datang atau pembayaran utang yang mungkin tidak dapat ditanggung oleh
perusahaan. Terakhir, ekuitas pemilik perusahaan diperiksa, yang memungkinkan
Anda untuk menentukan modal saham yang didistribusikan di dalam dan di luar
perusahaan.

13
Laporan Laba Rugi
Dalam analisis laporan keuangan, laporan laba rugi bisnis diselidiki untuk
menentukan profitabilitas saat ini dan masa mendatang secara keseluruhan.
Memeriksa laporan laba rugi fiskal perusahaan sebelumnya dan saat ini
memungkinkan Anda untuk menentukan apakah ada tren pendapatan dan
pengeluaran. Hal tersebut guna menunjukkan potensi untuk meningkatkan
profitabilitas di masa yang akan datang.

Laporan Arus Kas


Laporan arus kas sangat penting dalam analisis laporan keuangan untuk
mengidentifikasi pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Jika satu segmen bisnis
mengalami arus keluar yang besar, agar tetap bertahan, perusahaan harus
menghasilkan arus masuk melalui pembiayaan atau penjualan aset.

Laporan Tahunan
Terakhir, laporan tahunan, yang memberikan informasi kualitatif untuk
menganalisis lebih lanjut kegiatan operasional dan pembiayaan perusahaan dengan
menyeluruh. (Rusdiono, 2021)

2.2.1.3 Analisa Rasio


Rasio keuangan merupakan rasio yang membandingkan angka dalam laporan
keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya (Kasmir, 2012).
Rasio keuangan merupakan metode yang sering digunakan untuk mengetahui
hubungan antara pos-pos tertentu yang ada dalam laporan keuangan yang
selanjutnya akan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja
suatu perusahaan. Adapun bentuk-bentuk dari rasio keuangan seperti rasio
likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas (Sanjaya, 2017).
Penelitian ini menggunakan rasio capital adequacy ratio (CAR), financing to debt
ratio (FDR), non performing financing (NPF), biaya operasional pendapatan
operasional (BOPO), dan dana pihak ketiga (DPK).

14
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Dendawijaya (2009), CAR merupakan rasio yang menunjukkan seberapa
jauh aktiva suatu bank yang mengandung risiko dibiayai oleh modal sendiri
disamping memperoleh dana dari sumber lain di luar bank. Sehingga CAR dapat
diukur dengan jumlah modal yang dimiliki oleh bank yang mana modal tersebut
digunakan untuk risiko kehilangan aset produksi (Tampubolon & Prima, 2020).
Untuk mengukur rasio CAR dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

CAR = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 x 100%

Dengan kata lain, rasio CAR merupakan rasio yang mewakili modal suatu bank.
Yundi dan Sudarsono (2018) mengatakan bahwa modal merupakan salah satu
faktor penting dalam mengembangkan suatu bisnis dan menampung risiko
kerugian, semakin tinggi nilai CAR maka semakin tinggi atau kuat kemampuan
suatu bank dalam menanggung risiko dari aset produktif yang berisiko. Moneter:
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 8 No. 1 April 2021 P-ISSN 2550-0805 E-
ISSN 2550-0791 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/moneter 72

Financing to Debt Ratio (FDR)


Menurut Azmy (2018), rasio financing to debt ratio mengukur kemampuan bank
dalam menyalurkan dana pihak ketiga terhadap pembiayaan. FDR merupakan rasio
yang berfungsi untuk mengukur komposisi suatu pembiayaan yang dibandingkan
dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Dengan kata
lain, bank harus mampu mengelola dana yang dimiliki dengan cara
mengoptimalkan penyaluran agar lukuiditas bank tersebut tetap terjaga (Kasmir,
2012). Semakin tinggi rasio FDR maka semakin rendah kemampuan likuiditas
suatu bank. Rasio FDR dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:

FDR = 𝐽𝑢𝑚𝑎𝑙aℎ 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑛𝑎 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 x


100% .

15
Non Performing Financing (NPF)
Rasio NPF dalam bank syariah atau NPL (Non Performing Loan) dalam bank
konvensional ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
kemampuan suatu bank dalam mengelola kredit atau pembiayaan bermasalah
(Wardhani & Amanah, 2019). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
No.17/19/DPUM tanggal 8 Juli 2015 disebutkan bahwa bank umum yang baik
memiliki rasio NPF kurang dari 5%. Apabila suatu bank tidak dapat mengelola
pembiayaan dengan baik, hal ini akan berdampak pada meningkatnya pembiayaan
yang bermasalah. Meningkatnya pembiayaan yang bermasalah akan menyebabkan
menurunnya kemampuan suatu bank dalam menghasilkan laba (Nisa Friskana &
Sudarsono, 2018). Rasio NPF dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

NPF = 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 x 100%

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)


Rasio BOPO merupakan rasio yang membandingkan biaya operasional dengan
pendapatan operasional. Rasio ini juga menujukkan efisiensi bisnis dari suatu bank,
terutama dalam pelaksanaan kredit. Efisiensi operasional atau BOPO ini akan
memengaruhi kinerja suatu bank (Yusuf & Surjaatmadja, 2018). Semakin rendah
rasio BOPO, maka semakin baik bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Hal
ini dikarenakan bank dapat menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaan
dengan efisien. Rasio BOPO dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

BOPO = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 x 100%

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)


Dana pihak ketiga (DPK) dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
mengenai Perbankan (UU Perbankan). DPK merupakan dana yang yang dihimpun
oleh bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan atau yang lainnya. Nilai yang tinggi pada DPK
menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam bentuk pembiayaan juga

16
meningkat. Pembiayaan yang meningkat akan menambah kemampuan bank dalam
menghasilkan pendapatan (Nisa Friskana & Sudarsono, 2018).

Profitabilitas
Profit atau laba merupakan kelebihan pendapatan yang dibandingkan dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan. Profitabilitas menunjukkan kemampuan yang
ditunjukkan oleh suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan hasil penjualan,
total aset, maupun modal. Oleh karena itu analisis dari profitabilias begitu penting
karena profitabilitas mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki prospek janga
panjang yang baik (Yusuf & Surjaatmadja, 2018). Menurut Brigham dan Houston
(2006) terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam menganalisis
profitabilitas perusahaan salah satunya yaitu return on asset atau ROA.
i.Return on Assets (ROA) ROA merupakan rasio yang menunjukkan keuntungan
bersih setelah pajak terhadap jumlah aktiva keseluruhan. Menurut Kasmir (2012)
ROA memberikan pengukuran yang baik atas profitabilias perusahaan. Hal ini
dikarenakan ROA dapat menunjukkan efektivitas manajemen perusahaan dalam
mengelola aset untuk memperoleh pendapatan. Semakin besar nilai ROA, maka
semakin tinggi nilai keutungan yang dicapai perusahaan tersebut berdasarkan sisi
dari penggunaan aktiva (Margaretha, 2007). Rumus yang dapat digunakan dalam
menghitung ROA adalah sebagai berikut:

ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 x 100%

2.2.1.4 Pengguna Laporan Kinerja


Berikut adalah pihak-pihak yang berkepentingan dalam menggunakan laporan
kinerja, (Rusdiono, 2021).
Kreditur; hal yang seringkali dipergunakan adalah tertarik pada likuiditas
perusahaan (penilaian likuiditas perusahaan).
Pemegang obligasi, kemampuan arus kas perusahaan (penilaian struktur modal
perusahaan, sumber utama dan penggunaan dana, profitabilitas dari waktu ke

17
waktu, dan proyeksi profitabilitas masa mendatang.) adalah lapora yang
dipergunakan oleh pihak ini.
Investor; report pendapatan saat ini dan yang diharapkan di masa depan serta
stabilitas pendapatan ini (penilaian profitabilitas perusahaan dan kondisi keuangan)
yang menarik diperhatikan oleh pihak ini.
Manajemen; tertarik pada pengendalian internal, kondisi keuangan yang lebih baik
dan kinerja lebih baik (penilaian kondisi keuangan perusahaan saat ini, evaluasi
peluang dalam kaitannya dengan posisi saat ini, pengembalian investasi yang
disediakan oleh berbagai aset perusahaan, dll.).

2.2.1 Merger
2.2.1.1 Pengertian Merger
Penggabungan (merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan
diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum (Pasal 1 angka 9 UUPT) (Wulandari, 2015).
Merger merupakan suatu usaha perombakan pada dua perusahaan
sekaligus atau lebih dengan tujuan menggabungkannya yang salah satu dari
perusahaan tersebut tetap berdiri dan menggunakan namanya. Bagi perusahaan
lain yang bergabung akan dihentikan operasionalnya dan semua asetnya akan
dipindahkan ke perusahaan penerima merger. Merger merupakan salah satu
upaya strategis untuk membentuk badan usaha yang berdaya saing tinggi. Upaya
strategis ini diharapkan dapat memperbaiki beberapa kinerja dari sistem
keuangannya. Merger merupakan penggabungan antara 2 bank atau lebih
dengan mempertahankan salah satu bank untuk berdiri dan bank lainnya
dibubarkan tanpa melikuidasi dahulu. Merger antara bank yang bermasalah
dengan bank yang lebih kuat merupakan suatu pilihan terbaik karena dengan
adanya bank lain yang lebih kuat tersebut akan menyelamatkan masalah
likuiditas dari bank yang bermasalah karena memperoleh tambahan fresh

18
money. Merger bank ditujukan untuk mengurangi labor expense, biaya
overhead, serta menggabungkan antara kemampuan yang telah dicapai oleh
rekan merger dan bertujuan untuk meminimalisir total cabang yang tumpang
tindih dalam tingkat operasionalnya antara salah satu cabang dengan cabang
yang lainnya (Fiqri, Azzahra, Branitasandini, & Pimada, 2021).
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu dari bank yang ikut merger dan
membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Merger adalah
suatu peleburan dari suatu perusahaan ke dalam perusahaan lain di mana terjadi satu
perusahaan tetap mempertahankan identitasnya semula, dengan melakukan
pengambilalihan kekayaan, tanggung jawab, dan kuasa atas perusahaan yang
meleburkan diri tersebut (Wulandari, 2015).
Bank umum merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu Bank atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Bank lain
yang telah ada yang mengakibatkan aset, liabilitas, dan ekuitas dari Bank yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Bank yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Bank yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum (Siregar, 2020).
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana
perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities
perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki
paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan
pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang
baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999). Definisi merger yang lain yaitu sebagai
penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini
perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan
pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli.
Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi
(Harianto & Sudomo, 2001).

19
2.2.2.2 Bentuk Merger
Bentuk merger dapat dilihat jenis usahanya, status hukum, dan metode
akuntasinya sebagai berikut :
a. Bentuk merger dilihat dari jenis usahanya terdiri dari : (1) Merger Horizontal.
Kombinasi antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang kegiatan
operasinya masih berada dalam lini bisnis yang yang sama (same line of
business) yang tadinya saling bersaing. Tujuan utamanya yaitu mewujudkan
efisiensi dalam produksi, promosi dan memasuki pasar yang sudah mapan.
Misal merger antar bank, merger antara firma akuntan publik, (2) Merger
Vertikal. Kombinasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang
kegiatan operasional atau bidang usahanya menunjukkan adanya hubungan
sebagai produser-supplier. Tujuan dari merger vertikal adalah untuk menjamin
pengadaaan bahan baku yang berkesinambungan, menjamin jalur pemasaran
atas barang/jasa, serta menekan biaya produksi. Misal merger perusahaan
perkebunan karet dengan perusahaan produsen ban, (3) Merger Konglomerat.
Kombinasi antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang tidak
saling memiliki hubungan, baik dalam jenis usaha (horizontal) maupun tingkat
operasi kegiatan (vertikal). Tujuannya bagi perusahaan atau grup perusahaan
adalah untuk memperkecil risiko dalam rangka diversifikasi dan memperkecil
ketergantungan terhadap satu atau bebarapa bidang usaha. Contoh dalam
praktik adalah merger antara Mobil Oil dengan Montgomery Ward, (4) Merger
Congeneric. Kombinasi antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya,
yang kegiatan operasinya masih berada dalam suatu hubungan antara satu
dengan yang lain akan tetapi hubungan tersebut belum dapat dikatakan sebagai
produsen terhadap produk yang sama atau kompetitor (horisontal) dan bukan
juga berhubungan antara produsen-supplier (vertikal). Misalnya gabungan
antara perusahaan leasing dengan bank. Contoh dalam praktik adalah merger
antara Backer & Company dengan perusahaan asuransi Prudential, Sony, dan
Erricson.
b. Bentuk merger dilihat dari status hukumnya terdiri dari : (1) Statutory Merger.
Merger yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku baik

20
yang berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan perjanjian merger yang
dibuat oleh para pihak. Disini salah satu perusahaan (perusahaan penerima
penggabungan/absorbing company) tetap hidup dan melanjutkan aktivitasnya
secara otomatis berhak atas segala harta (asset), kewajiban dan utang dari
perusahaan yang digabungkan (absorbed company) yang menjadi hilang status
dan identitasnya sebagai perusahaan, dan (2) Defacto merger. Yaitu merger
tanpa didukung oleh peraturan hukum yang berlaku di tempat perusahaan-
perusahaan yang terlibat merger tersebut berdomisili. Meskipun peusahaan
penerima penggabungan telah menguasai sebagian terbesar dari harta hak-hak
serta bertanggung jawab atas kewajiban dan utang-utang dari perusahaan yang
digabungkan namun yang terakhir ini secara hukum tetap dianggap hidup dan
mempnyai kedudukan yang penuh sebagai perusahaan yang mandiri. Defacto
merger ini dapat juga diartikan sebagai akuisisi aset.
c. Merger dilihat dari segi metode akuntasi dapat dibagi menjadi : (1) Pooling of
interest method. Metode ini digunakan apabila merger merupakan tindakan
untuk menyatukan kepemilikan dari dua atau lebih perusahaan yang
digabungkan. Artinya sejak semula target company dianggap telah bergabung
ke dalam acquiring company. Harta/aktiva target company yang dialihkan
kepada acquiring company dinilai sesuai denga harga buku yang tercatat di
dalam pembukuan target company. Metode ini disebut dengan metode
penyatuan kepentingan dan (2) Purchase method. Metode ini dipergunakan
apabila merger menimbulkan perubahan pada struktur nilai pemilikan atas
harta/aktiva pada perusaaan penerima penggabungan artinya, harta atau aktiva
target company yang dialihkan kepada acquiring company dinilai berdasarkan
harga pasar yang wajar, bukan harga buku. Metode ini dikenal dengan metode
pembelian (Wulandari, 2015).
Jenis merger dilihat dari segi tujuannya terdapat dua macam merger bank
yaitu :
1. Merger dalam rangka rescue program, yakni merger dengan atau antara bank
yang kurang atau tidak sehat .

21
2. Merger dalam rangka improving business, yakni merger antara bank-bank yang
sehat.
Merger bank dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu :
1. Merger Horisontal, yaitu penggabungan dua bank atau lebih dengan status yang
sama menjadi satu bank. Misalnya : Bank Umum A merger dengan Bank
Umum B menjadi Bank Umum A dan membubarkan Bank Umum B.
2. Merger Vertikal, yaitu penggabungan dua bank atau lebih dengan status yang
tidak sama menjadi satu bank. Misalnya Bank Umum X merger dengan Bank
Perkreditan Rakyat Y menjadi Bank Umum X dan membubarkan Bank
Perkreditan Rakyat Y.
3. Merger Konglomerat, yaitu penggabungan dua bank atau lebih yang satu sama
lainnya tidak memiliki hubungan secara lini. Misalnya bank-bank yang merger
tersebut bukanlah bank yang berada dalam grup yang sama (secara lini tidak
ada hubungannya). Merger Konglomerat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
(a) Geographic extention merger, yaitu merger yang terjadi apabila perusahaan
yang mengambil alih menjadi mendominasi pasaran, (b) Product extention
merger, yaitu bila perusahaan yang saling melebur tersebut memproduksi
barang atau jasa yang saling berkaitan satu dengan yang lain, dan (c)
Conglomerate merger, yang terjadi bila perusahaan yang saling melebur
tersebut merupakan perusahaan yang produksinya tidak berkaitan (Wulandari,
2015).
Bentuk merger berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999
tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank yaitu :
1. Merger sukarela. Merger sukarela ialah dimana bank menggabungkan diri
dengan bank lain secara teknis tidak mengalami maslah atau dikategorikan
sebagai bank yang tidak sehat oleh Bank Indonesia. Bank-bank seperti ini
melakukan merger dengan tujuan mengembangkan usaha, memperluas pasar
dan membentuk bank yang lebih kuat.
2. Merger permintaan Bank Indonesia. Merger ini dilakukan oleh permintaan
Bank Indonesia terhadap suatu bank atau beberapa bank yang mengalami

22
masalah dan mengalami kesulitan yang akan membahayakan kelangsungan
usahanya (Simbolon, 2021).
2.2.2.3 Tujuan/Motivasi Perusahaan Melakukan Merger
Tujuan atau motivasi perusahaan melakukan merger dapat ditinjau dari
bebarapa sudut yaitu :
a. Efisiensi atau Sinergi. Merger dapat meningkatkan efisiensi yang diperoleh
melalui sinergi, yang berarti nilai gabungan kedua perusahaan tersebut lebih
besar dari penjumlahan masing-masing nilai perusahaan yang digabungkan
(2+2=5). Sinergi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : (1) Operating
synergy. Kombinasi dari beberapa operasi sehingga dapat menekan biaya dan
menaikkan penghasilan. Operating synergy muncul dari perusahaan yang
melakukan ekspansi pada bisnis yang sama sehingga dapat menekan biaya rata-
rata karena biaya tetap menurun (memperoleh economic of scale), atau
melakukan diversifikasi ke sektor yang masih berkaitan (related
diversification), misal perusahaan garmen yang bergabung dengan perusahaan
tekstil, perusahaan rokok yang bergabung dengan perusahaan perkebunan
tembakau, (2) Financial synergy. Financial synergy berasal dari penghematan
yang dinikmati perusahan yang berasal dari sumber pendanaan. Jenis sinergy
ini diperoleh dari conglomerate merger, dan (3) Management synergy. Adalah
sinergi yang dinikmati oleh perusahaan karena kombinasi dari beberapa
manajemen. Misalnya manajemen perusahaan A kurang efisien dibandingkan
dengan manajemen perusahaan B, maka merger dapat menjadi jalan untuk
meningkatkan efisiensi. Peningkatan efisiensi disini mensyaratkan kedua
perusahaan yang digabung memiliki bidang kegiatan yang sama (merger
horisontal).
b. Diversifikasi. Menurut teori ini, motivasi yang melatarbelakangi terjadinya
merger adalah penganekaragama bidang usaha atau diversifikasi. Dengan
dimiliki bidang usaha yang beraneka ragam, maka suatu (kelompok)
perusahaan dapat menjaga stabilitas pendapatannya. Bentuk merger yang
relevan disini adalah merger konglomerat, khususnya product-extension
merger.

23
c. Kekuatan Pasar. Teori kekuatan pasar akan diperoleh apabila diterapkan pada
merger horisontal. Hal ini karena penggabungan dua atau lebih perusahaan
yang sebelumnya saling bersaing menjual produk yang sama, secara teoritik
akan meningkatkan penguasaan pasar. Terutama untuk merger horizontal dan
merger vertical.
d. Keuntungan Pajak. Keuntungan pajak diperoleh melalui pengurangan
kewajiban pembayaran pajak. Misalnya acquiring company adalah perusahaan
yang senantiasa memperoleh keuntungan yang besar, sehingga kewajiban
pembayaran pajaknya besar. Target company merupakan perusahaan yang
telah lama merugi, sehingga ia memiliki fasilitas pembebasan pajak akibat
akumulasi kerugian. Ketika keduanya bergabung, fasilitas pembebasan pajak
yang semula dimiliki oleh target company akan beralih ke acquiring company-
nya sehingga ia memperoleh keuntungan dari pengurangan kewajiban pajak
tersebut. Bentuk merger yang relevan adalah merger konglomerat, horisontal
atau vertical.
e. Undervaluation. Menurut teori undervaluation, motivasi merger timbul karena
keinginan untuk memperoleh keuntungan dari harga yang rendah dari suatu
perusahaan. Apabila merger ini dilakukan maka acquiring company akan
memperoleh keuntungan berupa selisih harga perusahaan yang digabungkan.
f. Prestise. Menurut teori ini merger dilakukan bukan karena motivasi ekonomi
tetapi karena prestise. Melalui merger sebuah perusahaan akan menjadi
semakin besar dengan demikian akan meningkatkan prestise pemilik dan
direksi perusahaan yang menerima penggabungan. Di samping itu, dengan
semakin membesarnya perusahaan berarti renumerasi bagi anggota Direksi
akan menjadi bertambah pula (Wulandari, 2015).
g.
2.2.2.4 Akibat Merger
Merger dan konsolidasi memiliki konsekuensi hukum sebagai berikut :
1. Perusahaan yang melebur atau menggabungkan diri/melebur berakhir demi
hukum tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.

24
2. Pemegang saham Perusahaan yang menggabungkan diri menjadi pemegang
saham Perusahaan hasil penggabungan/peleburan.
3. Aktiva, hak dan kewajiban Perusahaan yang menggabungkan diri/melebur
beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan/peleburan.
Selain itu merger mengakibatkan :
1. Pemegang saham bank yang melakukan merger demi hukum (by the operation
of law) menjadi pemegang saham bank hasil merger. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk melindungi semua pemegang saham dari perusahaan asal,
termasuk pemegang saham minoritas.
2. Aktiva dan pasiva bank yang melakukan merger beralih karena hukum kepada
bank hasil merger. Karena itu, bank-bank yang akan merger perlu mengetahui
secara detil dan akurat (dengan melakukan due dilligence) terhadap bank
pasangan mergernya (Wulandari, 2015).

2.2.2.5 Alasan Melakukan Merger


Alasan utama mengapa bank-bank melakukan merger sama dengan alasan
merger untuk perusahaan-perusahaan lainnya, yaitu untuk memperbaiki kinerja
perusahaan. Terdapat beberapa alasan suatu bank atau suatu perusahaan melakukan
penggabungan, antara lain yaitu :
1. Masalah Kesehatan. Apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank
Indonesia setelah melalui beberapa perbaikan sebelumnya, maka sebaiknya
bank tersebut melakukan penggabungan. Pilihan penggabungan tentunya
dengan bank yang sehat.
2. Masalah Permodalan. Apabila modal suatu bank dirasakan kecil sehingga sulit
untuk melakukan perluasan usaha, maka bank dapat bergabung dengan satu
atau beberapa bank sehingga modal dimiliki menjadi besar. Dengan adanya
penggabungan otomatis lebih mudah untuk mengembangkan usahanya.
3. Masalah Manajemen. Manajemen bank yang rumit atau kurang profesional
menjadikan perusahaan terus merugi dan sulit untuk berkembang, sebaiknya
melakukan penggabungan usaha dengan bank yang lebih profesional yang
terkenal dengan kualitas manajemennya.

25
4. Teknologi dan Administrasi. Bank yang menggunakan teknologi yang masih
tradisional dan kurang teratur dalam hal administrasinya sangat menjadi
masalah, sebaiknya bank melakukan penggabungan dengan bank yang
memiliki teknologi yang canggih dan diharapkan administrasinya menjadi
lebih baik.
5. Ingin Menguasai Pasar. Dengan adanya penggabungan dari beberapa bank,
maka jumlah cabang dan jumlah nasabah yang dimiliki bertambah. Tujuan ini
juga dilakukan untuk menghilangkan atau melawan pesaing yang ada
(Wulandari, 2015).

Terdapat empat alasan ekonomis dalam melakukan merger yaitu :


1. Keuntungan dari segi operasional (operation advantage). Tindakan untuk
melakukan takeover maupun merger karena alasan skala ekonomis yang
kemungkinan dapat tercapai. Alasan yang paling sering diungkapkan sebagai
pembenaran. Skala ekonomis (economic of scale) adalah situasi dimana
perusahaan dapat melakukan penurunan dalam beban rata-rata untuk
memproduksi dan menjual suatu jenis produk dengan semakin meningkatnya
volume produksi.
2. Keuntungan dari segi finansial (financial advantage). Perusahaan hasil merger
dapat memeroleh manfaat dipasar uang maupun pasar modal karena
meningkatnya ukuran (size), termasuk efisiensi. Melalui takeover atau merger
perusahaan akan lebih besar sehingga dapat meningkatkan kapasitas untuk
memeroleh pinjaman. Hal itu dapat menurunkan biaya modal perusahaan yang
selanjutnya dapat meningkatkan perolehan dana lebih tinggi melalui penerbitan
surat berharga melalui pasar modal dengan biaya emisi rendah karena
perusahaan yang lebih besar floating cost-nya jauh lebih rendah.
3. Tingkat pertumbuhan. Melalui merger dan akuisisi perusahaan dapat
mengakselerasi tingkat pertumbuhan dibandingkan melalui ekspansi eksternal.
Disamping itu usaha untuk melakukan ekspansi pada jenis pasaran produk baru
atau membeli fasilitas produksi dalam rangka meningkatkan produk yang
sudah ada, dapat dilakukan lebih cepat dan biaya serta risiko yang lebih rendah.

26
4. Diversifikasi. Melalui merger dan akuisisi dapat dilakukan diversifikasi atas
kegiatan usaha perusahaan. Dengan demikian dapat dijaga perolehan tingkat
keuntungan agar tidak berfluktuatif. Alasan lain suatu perusahaan melakukan
penggabungan disebabkan satu atau beberapa perusahaan mengalami kesulitan
berkembang, baik karena kekurangan modal maupun karena lemahnya
menagemen yang mengakibatkan kalah bersaing, sehingga perusahaan yang
lemah membubarkan diri dan bergabung dengan perusahaan yang lebih kuat
(Siregar, 2020).

2.2.2.6 Syarat Merger


Untuk memperoleh ijin merger, wajib dipenuhi persyaratan seperti yang
ditetapkan dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 sebagai berikut:
1. Telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum pemegang Saham (RUPS)
bagi bank yang berbentuk perseroan terbatas atau rapat sejenis bagi bank yang
berbentuk lainnya.
2. Pada saat terjadinya merger, jumlah aktiva bank hasil merger tidak melebihi
20% (dua puluh persen) dari jumlah aktiva seluruh bank di Indonesia.
3. Permodalan bank hasil merger harus memenuhi ketentuan rasio kecukupan
modal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Calon anggota direksi dan komisaris yang ditunjuk tidak tercantum dalam
daftar orang yang melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.
Merger bank dilakukan juga dengan memperhatikan : () Kepentingan bank
tersebut, (2) Kepentingan kreditur, (3) Kepentingan pemegang saham minoritas, (4)
Kepentingan karyawan, (5) Kepentingan persaingan sehat, dan (6) Kepentingan
rakyat banyak (Wulandari, 2015).

2.2.2.7 Prosedur Hukum Merger


Merger antar bank hanya dapat dilakukan dengan ketentuan :
1. Salah satu diantaranya memenuhi persyaratan membuka kantor cabang.

27
2. Telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham bagi bank yang
berbentuk hukum Perseroan Terbatas, atau rapat anggota bagi bank yang
berbentuk hukum Koperasi atau rapat sejenis bagi bank yang berbentuk hukum
lainnya.
3. Tingkat kesehatan bank hasil merger minimal cukup sehat.
4. Segala hak dan kewajiban bank yang melakukan merger beralih dan menjadi
tanggung jawab bank hasil merger.
5. Pada saat terjadinya merger jumlah aktiva bank hasil merger tersebut tidak
melebihi 20% dari jumlah aktiva (asset) seluruh bank umum di Indonesia.
Tata cara merger yaitu sebagai berikut :
1. Direksi bank yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan
masing-masing menyusun usulan rencana merger.
2. Usulan tersebut harus disetujui oleh dewan komisaris dan memuat antara lain :
(a) Nama dan tempat kedudukan bank yang akan melakukan merger, (b)
Alasan dilakukannya merger, (c) Tata cara konversi saham dari masing-masing
bank yang akan merger, (d) Rancangan perubahan anggaran dasar, (e) Neraca
dan perhitungan rugi laba selama tiga tahun terakhir, (f) Cara penyelesaian
status karyawan bank yang akan melakukan merger, (g) Cara penyelesaian hak
dan kewajiban bank terhadap pihak ketiga, (h) Kegiatan utama bank dan
perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan, dan (i) Nama anggota
direksi dan komisaris.
3. Usulan tersebut kemudian diserahkan kepada Direksi Bank Indonesia,
permohonan ijin merger diajukan dengan melampirkan akta perubahan
anggaran dasar beserta akta merger.
4. Persetujuan atau penolakan atas permohonan ijin merger diberikan Bank
Indonesia dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak permohonan diterima
secara lengkap.
5. Apabila dalam jangka waktu tersebut Bank Indonesia tidak memberikan
tanggapan maka Bank Indonesia dianggap telah menyetujui permohonan ijin
merger, jika permohonan ditolak, Bank Indonesia akan memberitahukan
penolakan beserta alasannya kepada pemohon.

28
Selain ketentuan secara umum, ada pula ketentuan khususnya yaitu :
1. Merger antara Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat
dilakukan apabila : (a) Tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat tergolong
kurang sehat, atau tidak sehat dan tingkat kesehatan bank hasil merger
sekurang-kurangnya menjadi cukup sehat, (b) Bank Umum yang bersangkutan
memenuhi persyaratan untuk membuka kantor cabang.
2. Merger antarbank perkreditan rakyat yang berkedudukan di luar ibukota
negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten atau kotamadya hanya dapat
dilakukan : (a) Antarbank perkreditan rakyat yang berkedudukan di kecamatan
pada kabupaten yang sam dan (b) Antarbank perkreditan rakyat yang
berkedudukan di kecamatan pada kabupaten yang berbeda sepanjang
kecamatan tersebut berbatasan.
3. Merger antarbank perkreditan rakyat seperti di atas dengan Bank Perkreditan
Rakyat yang berkedudukan di ibukota negara, ibu kota propinsi, ibu kota
kabupaten atau kotamadya, hanya dapat dilakukan dalam rangka peningkatan
Bank Perkreditan Rakyat yang bersangkutan menjadi bank umum dengan
memenuhi ketentuan persyaratan peningkatan menjadi bank umum.
4. Salah satu kantor bank yang melakukan merger dapat dijadikan kantor pusat,
dan kantor lainnya dapat dijadikan kantor cabang, atau kantor di bawah kantor
cabang.
5. Kantor pusat atau kantor lainnya dari bank campuran hasil merger hanya dapat
berkedudukan di kota-kota Jakarta, Surabaya, Semarang, bandung, Medan,
Ujung Pandang, Denpasar, dan Daerah Otorita Pulau Batam.
Permohonan untuk memperoleh ijin merger diajukan kepada Menteri
Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia dengan melampirkan :
1. Notulen Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat anggota Koperasi bank
yang bersangkutan.
2. Rancangan akta jual beli saham bank yang akan merger atau rancangan akta
perjanjian merger.
3. Rancangan Anggaran Dasar bank hasil merger.

29
4. Rencana susunan pengurus dan pemegang saham bank hasil merger
(Wulandari, 2015).

2.2.2.8 Hambatan Merger


Beberapa hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan merger
bank antara lain :
1. Negosiasi yang alot di antara dua bank yang akan merger tersebut untuk
menemukan apa yang disebut win-win solution.
2. Management style antara bank-bank yang akan merger tersebut yang berbeda
satu sama lain.
3. Corporate culture yang berbeda.
4. Merit sistem (penggajian dan insentif) yang berbeda.
5. Bargaining untuk mendapatkan posisi-posisi bagus dan komposisi kepemilikan
saham pada bank yang survive (Wulandari, 2015).
2.2.2.9 Rancangan Merger
Rancangan merger sekurang-kurangnya memuat penegasan dari bank yang
akan menerima penggabungan mengenai penerimaan pengalihan segala hak dan
Adapun tata cara merger Perseroan Terbatas antara lain :
a. Direksi masing-masing perseroan, setelah memperoleh persetujuan komisaris,
wajib menjajaki kelayakan penggabungan usaha atau peleburan usaha yang
antara lain meliputi kegiatan penelahaan atas : (1) Keadaan usaha perseroan
serta perkembangan hasil usaha perseroan, dengan memperhatikan pula
laporan keuangan perseroan yang telah mengalami proses audit terlebih dahulu
oleh akuntan yang terdaftar di Bapepam yang sekarang disebut Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) selama 3 tahun terakhir, (2) Hasil analisi pihak independen
mengenai kewajaran nilai saham dan aktiva tetap perseroan serta aspek hukum
penggabungan usah atau peleburan usaha, (3) Metode dan tata cara konvensi
saham yang akan digunakan, didukung oleh keterangan dari pihak independen
mengenai hal tersebut, (4) Cara penyelesaian perseroan terhadap pihak ketiga,
(5) Cara penyelesaian hak-hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
penggabungan usaha atau peleburan usaha, (6) Struktur organisasi dan sumber

30
daya manusia penggabungan usaha dan peleburan usaha, (7) Analisis
manajemen terhadap kondisi perseroan setelah penggabungan usaha atau
peleburan usaha.
b. Direksi masing-masing perseroan secara bersama-sama wajib menyusun
Rancangan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha yang telah disetujui
Komisaris yang sekurang-kurangnya wajib memuat hal-hal sebagai berikut :
(1) Nama dan tempat kedudukan perseroan yang akan melakukan
penggabungan usaha atau peleburan usaha, (2) Alasan serta penjelsan dari
masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau
peleburan usaha, (3) Tata cara konvensi saham dari masing-masing perseroan
yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha, (4)
Rancangan penggabungan anggaran dasar perseroan hasil penggabungan usaha
(jika ada) atau rancangan akta pendirian perseroan baru hasil peleburan, (5)
Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan dan terdaftar di OJK dari
masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau
peleburan usaha yang meliputi 3 (tiga) tahub buku terakhir, (6) Dalam hal
efektif Pernyataan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha melebihi 180
(seratus delapan puluh) hari dari pelaporan keuangan tahunan terakhir, maka
laporan keungan interim yang telah diaudit, sehingga jangka waktu antara
tanggal efektifnya Pernyataan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha dan
tanggal laporan keuangan Interim tidak melebihi 180 (seratus delapan puluh)
hari, (7) Laporan keuangan performa perseroan hasil penggabungan usaha atau
peleburan usaha yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku
umum, (8) Nama dan tempat kedudukan perseroan hasil penggabungan usaha
atau peleburan usaha, (9) Hasil penelitian pihak independen mengenai
kewajiban nilai saham dan kekayaan perseroan, (10) Hasil peniliaian tenaga
ahli mengenai aspek tertentu dari penggabungan usaha atau peleburan usaha
(jika diperlukan), (11) Pendapatan akuntan yang terdaftar di OJK mengenai
metode dan tata cara konvensi saham sebagaimana termuat dalam Rancangan
Penggabungan Usaha dan Peleburan Usaha, (12) Pendapat hukum dari
konsultan hukum independen yang terdaftar di OJK mengenai aspek hukum

31
dari penggabungan usaha atau peleburan usaha, (13) Cara penyelesaian status
karyawan perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan
usaha, (14) Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan
melakukan penggabungan usha atau peleburan usaha terhadap pihak ketiga,
(15) Cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas yang tidak setuju
terhadap penggabungan usaha atau peleburan usaha, (16) Susuna direksi dan
komisaris perseroan hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha, (17)
Perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan manfaat dan kerugian serta
masa depan perseroan yang diperoleh dari penggabungan usaha atau peleburan
usaha, dan (18) Perkiraan saat pelaksanaan penggbungan usaha atau peleburan
usaha.
c. Dalam hal penggabungan usaha atau peleburan usaha sebagaimana tersebut di
atas akan mengakibatkan perubahan yang meterial terhadap perseroan, kondisi
keuangan atau hal-hal lain yang mempengaruhi perseroan, maka keseluruhan
dampak dari perubahan tersebut harus dicakup dalam dokumen.
d. Pernyataan penggabungan usaha atau peleburan usaha yang berisi Rancangan
Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha beserta dokumen pendukung
secara lengkap wajib disampaikan kepada OJK paling lambat 2 (dua) hari
setelah diperoleh persetujuan komisaris.
e. Rancangan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha wajib diumumkan
ringkasannya kepada masyarakat dalam 2 (dua) hari surat kabar berbahas
Indonesia satu diantaranya berpedaran nasional paling lambat akhir hari ke-2
setelah diperolehnya persetujuan komisaris bahwa Rancangan Penggabungan
Usaha dan Peleburan Usaha tersebut belum mendapat efektif dari OJK dan
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
f. Dalam hal OJK tidak meminta perusahaan publik atau emitem untuk
mengajukan perubahaan dan tambahan informasi dalam jangka waktu 20 hari
setelah pengajuan pernyataan penggabungan usaha atau peleburan ussaha
dianggap telah diajukan secara lengkap dan memenuhi persyaratan serta tata
cara yang ditetapkan pada tanggal pengajuan.

32
g. Dalam hal informasi mengenai usaha penggabungan usaha atau peleburan
usaha telah diketahui pihak luar, maka perseroan yang akan melakukan
penggabungan usaha tau peleburan usaha atau peleburan usaha harus
memberikan tanggapan kepada OJK dan mengumumkan hal tersebut kepada
masyarakat paling lambat akhir hari kerja berikutnya setelah rencana tersebut
diketahui oleh pihak luar.
h. Dalam hal perseroan yang melakukan penggabungan usaha atau peleburan
usaha merupakan perseroan yang sahamnya tercatat di bursa efek, maka
perseroan tersebut wajib megikuti peraturan bursa efek dimana saham
perseroan tersebut dicatatkan (Simbolon, 2021).
2.2.2.10 Indikator Merger
Indikator merger menggunakan indikator kinerja keuangan perbankan
menurut Hariadi (2016) yaitu sebagai berikut :
1. Profitabilitas. Pengukuran kinerja bank yang berorientasi profit dapat melalui
analisis profitabilitas (profitability). Analisis ini digunakan untuk mengukur
effisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Profitabilitas bank
menunjukkan tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional
bank, Ada tiga rasio yang sering digunakan yaitu profit margin, return on asset
(ROA), dan return on equity (ROE). Studi ini menggunakan ROA karena
menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola aktiva yang dikuasainya
untuk menghasilkan laba, jadi semakin tinggi rasio menunjukkan hasil yang
semakin baik. ROE juga digunakan karena menunjukkan kemampuan bank
dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak. CAMEL adalah aspek yang
paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang
mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolak yang
menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank.
CAMEL terdiri atas lima kriteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan
dan likuiditas. ditinjau dari sudut Equity Capital, jadi semakin tinggi rasio juga
menunjukkan hasil yang semakin baik.
2. Efisiensi Operasional. Kinerja efisiensi operasional (operational efficiency)
bank diukur antara lain dari selisih antara tingkat suku bunga dan biaya

33
overhead yang dikeluarkan oleh bank. Aspek efisiensi operasional dalam
penilaian kinerja bank untuk studi ini menggunakan metode Employee
Expenses to Total Assets (EEA) ratio. Rasio ini digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi bank dalam pengeluaran biaya tenaga kerja beserta tunjangan-
tunjangan yang diberikan, jadi semakin rendah rasio menunjukkan tingkat
efisiensi operasional yang lebih baik.
3. Risiko Likuiditas. Pengukuran kinerja atas kemampuan bank dalam membayar
utang-utang dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi
permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan, diukur dengan
menggunakan analisis risiko likuiditas (liquidity risk). Tingkat likuiditas bank
dapat diukur dengan menggunakan loan to deposit ratio (LDR). Semakin tinggi
rasio menunjukkan tingkat likuiditas yang lebih baik.
4. Pertumbuhan. Analisis terhadap indikator pertumbuhan (growth) digunakan
untuk mengukur perubahan aset bank. Dengan mengetahui perkembangan
asset, maka diperoleh gambaran pertumbuhan bank sebagai akibat dari
ekspansi kredit dan penghimpunan dana masyarakat. Pertumbuhan diukur
dengan menggunakan assets growth rate (AGR). Dengan demikian, semakin
tinggi rasio menunjukkan tingkat pertumbuhan total aset yang lebih baik.
5. Kualitas Aset. Selanjutnya, indikator kualitas aset digunakan untuk mengukur
perubahan kualitas dan risiko pinjaman (loans) serta tingkat aktiva produktif
yang memiliki risiko kerugian. Menggunakan non-performing loan (NPL) ratio
(terhadap aset), sebagai proksi kualitas aset. Semakin rendah rasio
menunjukkan kualitas aktiva produktif yang baik.
6. Risiko Modal. Indikator risiko modal (capital risk) digunakan untuk mengukur
kemampuan permodalan, yakni kecukupan modal bank untuk menunjang
usaha. Menggunakan capital adequacy ratio (CAR) sebagai proksi kecukupan
modal. Semakin tinggi rasio menunjukkan permodalan yang baik.

34
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka mengadakan penelitian berjudul “Analisa Kinerja Tiga Bank Syariah
Umum Menjelang Merger Bank Syariah Indonesia. Kerangka Penelitian tujuan
deskriptif korelatif yang memberikan gambaran mengenai hubungan antar dua
variabel (Sekaran & Bougie, Moneter: Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 8
No. 1 April 2021 P-ISSN 2550-0805 E-ISSN 2550-0791
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/moneter 74 2016). Penelitian ini
menggunakan CAR, FDR, NPF, BOPO, dan DPK sebagai variabel independen
yang merupakan rasio keuangan. Konseptual dibuat untuk mengetahui bagaimana
alur atau proses yang digunakan dalam pembuatan penelitian dalam penulisan tesis,
dalam penelitian ini dapat digambarkan kerangka konseptual yang mendukung
metode penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Analisa Kinerja :
Merger Bank
Kinerja, CAR, (Y)
FDR, NPF, BOPO,
DPK (X) Sumber : Hasil Olah Peneliti (2021)

35
2.4 Hipotesis
Hipotesis Penelitian Berdasarkan atas hasil yang dikemukakan oleh beberapa
peneliti terdahulu, ditemukan keragaman dalam penelitian. Penulis
mengidentifikasi adanya research gap dalam penelitian terdahulu. Sehingga
untuk menjawab masalah tersebut, penulis mengemukakan dugaan sementara
melalui hipotesis penelitian.
Dimana dalam penelitian ini, hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

H01: Adanya pengaruh signifikan oleh kinerja terhadap menjelang merger tiga
Bank Umum Syariah.
H02: Adanya pengaruh signifikan oleh CAR terhadap menjelang merger tiga
Bank Umum Syariah.
H03: Adanya pengaruh signifikan oleh FDR terhadap menjelang merger tiga
Bank Umum Syariah.
H04: Adanya pengaruh signifikan oleh NPF terhadap menjelang merger tiga
Bank Umum Syariah
H05: Adanya pengaruh signifikan oleh BOPO terhadap menjelang merger tiga
Bank Umum Syariah
H06: Adanya pengaruh signifikan oleh DPK terhadap menjelang merger tiga
Bank Umum Syariah

36
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan deskriptif korelatif yang memberikan gambaran


mengenai hubungan antar dua variabel (Sekaran & Bougie, Moneter: Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Volume 8 No. 1 April 2021 P-ISSN 2550-0805 E-ISSN
2550-0791 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/moneter 74 2016). Penelitian
ini menggunakan CAR, FDR, NPF, BOPO, dan DPK sebagai variabel independen
yang merupakan rasio keuangan. Serta menggunakan pra merger sebagai variabel
dependen yang merupakan rasio profitabilitas.

Populasi pada penelitian ini yaitu berdasarkan Bank Umum Syariah yang
merupakan anak perusahaan BUMN diantaranya PT Bank Syariah Mandiri, PT
Bank BRIsyariah, Tbk, dan PT Bank BNI Syariah. Sedangkan pemilihan sampel
dilakukan dengan purposive sampling yang merupakan teknik pemilihan sampel
bahwa peneliti memiliki pertimbangan khusus untuk mengambil sampel yang akan
digunakan (Unaradjan, 2019).

Kriteria sampel pada penelitian ini yaitu tiga bank syariah yang merupakan anak
perusahaan BUMN tersebut mempublikasikan laporan keuangan perusahaan lima
tahun terakhir, dimulai dari 2016-2020. Penelitian ini termasuk penelitian yang
dilakukan dengan data panel karena data panel merupakan gabungan dari data time
series dan data cross section (Gujarti, 2003). Dikatakan time series karena
penelitian ini menggunakan data yang memiliki seri waktu (Danang, 2013) yakni
periode 2016-2020. Sedangkan cross section merupakan terdiri dari beberapa objek
penelitian (Nuryanto & Pambuko, 2018). Langkah pertama yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah melakukan pengujian untuk memilih model terbaik dalam
regresi data panel. Menurut Basuki dan Prawoto (2017) dalam pemilihan model
yang paling tepat dapat menggunakan metode yang terdiri dari Uji Chow, Uji
Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier. Selanjtunya dilakukan uji asumsi klasik
untuk memperoleh pengukuran yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).
Menurut Basuki dan Prawoto (2017) pengujian asumsi klasik terdiri atas Uji

37
Heteroskedastisitas dan Uji Multikoliniaritas. Pengujian asumsi klasik hanya
digunakan untuk pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan dari tahun 2016-
2020 yang diterbitkan oleh masing-masing bank untuk memperoleh nilai CAR,
FDR, NPF, BOPO, DPK, dan ROA.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, W. & Jogiyanto. (2015). Partial Least Square (PLS) Alternatif Structural
Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: ANDI.
Afandi, M. A. (2020). Switching Intentions among Millennial Banking Customers
to Fintech Lending. Internasional Journal of Islamic and Finance, 3(2), 283-
304.
Ajuha, B. N. (2017). Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arif, M. N. R., Masruroh, A., Ihsan, D. N., & Rahmawati, Y. (2020). The
Alternative Strategies for Accelerating Islamic Banking Growth: Mergers,
Spin-Offs, Acquisitions and Conversions. Al-Ulum, 20(1), 24-37.
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
BSI. (2021, September 18). Bank Syariah Indonesia. Diambil kembali dari
Informasi Lengkap tentang Bank Syariah Indonesia: https://www.bankbsi.
co.id/company-information/tentang-kami
Fiqri, A. A. A, Azzahra, M. M., Branitasandini, K. D., & Pimada, L. M. (2021).
Peluang Dan Tantangan Merger Bank Syariah Milik Negara Di Indonesia Pada
Masa Pandemi Covid-19. El Dinar: Jurnal Keuangan dan Perbankan Syariah,
9(1).
Fitriyah, T. N. (2020). Development Of Sharia Banking And Its Contributions
For The Development Of National Banking. Internasional Journal of
Nusantara Islam, 8(1), 10-18, DOI :10.15575/ijni.v8i1.8532
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, I. & Latan, H. (2015). Konsep, Teknik, Aplikasi Menggunakan Smart PLS
3.0 Untuk Penelitian Empiris. BP Undip.
Hariadi, S. (2016). Komparasi Kinerja Keuangan Perbankan di ASEAN. Prosiding
MEBC
Harianto & Sudomo. (2001). Perangkat dan Analisis Investasi di Pasar Modal
Indonesia. Jakarta: PT Bursa Efek Indonesia.

39
Haryono, S. (2017). Metode Penelitian SEM Untuk Penelitian Manajemen dengan
AMOS LISREL PLS. Jakarta: Luxima Metro Media.
Hati, S. R. H., Wibowo, S. S., & Safira, A. (2021). The Antecedents of Muslim
Customers Intention to Invest in an Islamic Bank’s Term Deposits: Evidence
from a Muslim Majority Country. Journal of Islamic Marketing, 12(7).
Hermawan, S., & Amirullah. (2016). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV
Alfabeta.
Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mariyono, J. (2015). Enviromentally Adjusted Productivity Growth of Indonesian
Rice Production. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Moleong, L. J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Rahajeng, D. K. & Hasibuan, N. Z. (2020). Does Intellectual Capital Matter? A
Case Study of Indonesia Sharia Banks. The Indonesian Journal of Accounting
Research. 23(2), 155-182.
Sekaran, U. & Bougie, R. (2017). Metode Penelitian untuk Bisnis: Pendekatan
Pengembangan-Keahlian. Jakarta: Salemba Empat.
Shone, J. B. (2020). Introduction to Quantitative Research Methods. Graduate
School, The University of Hong Kong. https://doi.org/10.13140/2.1.
4466.3040
Simbolon. (2021). Aspek Hukum Pelaksanaan Merger Pada Bank Syariah Bumn
(Bank BRI Syariah Tbk, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah). Banda
Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Medan
Siregar, E. (2020). Merger : Tinjauan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perusahaan Terbatas dan POJK.03/2018 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi dan Konversi Bank
Umum. Jurnal Stain Madina. 1(2), 155-182.
Soma, A. M., Primiana, I, Wiryono, S. K., & Febrian, E. (2017). Religiosity And
Islamic Banking Product Decision: Survey On Employees Of PT
Telekomunikasi Indonesia. Etikonomi. 16(1), 25-42, DOI:
10.15408/etk.v16i1.4379

40
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
CV Alfabeta
Ulfa, A. (2021). Dampak Penggabungan Tiga Bank Syariah di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. 7(2), 1101-1106.
Wikanto, A. (2021, September 21). Kontan.co.id. Diambil kembali dari Merger
bank syariah, begini efeknya terhadap nasabah, karyawan dan pemegang
saham: https://keuangan.kontan.co.id/news/merger-bank-syariah-begini-
efeknya-terhadap-nasabah-karyawan-dan-pemegang-saham
Wulandari. (2015). Pelaksanaan Merger Sebelas Unit Perusahaan Daerah Bank
Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar
Menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit
Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Yunita, E. (2020). Pelaksanaan Merger Sebelas Unit Perusahaan Daerah Bank
Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar
Menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit
Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Banda Aceh: Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh Aceh
Yusuf, M. & Ichsan, R. N. (2021). Analysis of Banking Performance in The
Aftermath of The Merger of Bank Syariah Indonesia in Covid 19. Internasional
Journal of Science, Technology & Management. 2(2).

41
42

Anda mungkin juga menyukai