Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………….………………………………………………………1

ABSTRAK……………………………………………………………………….2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..4

1.1 Latar Belakang…..……………………………………………………………4

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….5

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………...5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...6

2.1 Pengertian Perbankan Syariah………………………………………………...6

2.2 Produk Perbankan Syariah…………………………………………………….7

2.3 Perbankan Syariah Sebagai Solusi…………………………………………...11

2.4 Sistem Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah………………………………..14

BAB III PENUTUP……………………………………………………………..16

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..16

3.2 Saran……………………………………………………………………….....17

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...18

1
ABSTRAK

Perbankan Syariah Sebagai Solusi dan Pendekatan Normatif Tentang Sistem


Bagi Hasil

Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

Pada dasawarsa 1970 dan 1980-an di Timur Tengah serta negara-negara


muslim lainnya telah dimulai kajian-kajian ilmiah tentang ekonomi dan keuangan
Islam yang berbuah terbentuknya sebuah lembaga keuangan Islam internasional
yakni Islamic Development Bank (IDB) – sejenis bank pembangunan seperti
Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia - pada tahun 1975 yang berkedudukan
di Jeddah, yang kemudian diikuti oleh pendirian bank-bank Islam lainnya di
Timur Tengah. Di Indonesia sendiri, Bank syariah yang pertama baru didirikan
sekitar tahun 1991 dan baru beroperasi pada pertengahan tahun 1992 yang tidak
lepas dari dukungan rezim yang berkuasa saat itu. Dengan melihat perkembangan
bank syariah di atas, agaknya keinginan umat untuk menjalankan kehidupan
bisnis dan transaksinya dalam skala yang lebih luas yang sesuai dengan prinsip-
prinsip ajaran Islam agaknya sudah memiliki sarana yang tepat. Namun, diakui
atau pun tidak, pengetahuan umat tentang bank syariah masih terbatas dan tidak
merata. Masih banyak yang tidak mengenal apa itu bank syariah atau bahkan
masih adanya anggapan yang keliru bahwa bank syariah adalah bank
konvensional yang berbaju syariah.

Konsep bank syariah berbeda dengan bank konvensional berbasis bunga.


Sistem bagi hasil dalam bank syariah memiliki karakteristik yang unik karena
harus senantiasa tunduk dan patuh kepada ketentuan dan prinsip syariah. Hal
tersebut berimplikasi kepada seluruh kegiatan bank syariah, sehingga bank syariah
akan mengalami risiko-risiko yang disebabkan oleh aktivitasnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui risiko-risiko tersebut dan bagaimana mengelolanya.
Untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, penelitian menggunakan metode
penelitian pustaka. Pendekatan yang digunakan adalah diskriptif-normatif-kritis,
mengingat sistem bagi hasil masih merupakan instrumen pembiayaan kedua

2
dalam pembiayaan perbankan syariah hari ini. Pendekatan ini diarahkan untuk
menganalisis sistem bagi hasil sebagaimana yang diaspirasikan dalam ekonomi
dan perbankanIslam. Berdasarkan penelitian ini, bank-bank syariah akan
menghadapi (1) risiko-risiko bank, minus bunga, antara lain (tidak terbatas
hanya): risiko risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, reputasi,
stratejik, dan kepatuhan; dan (2) risiko-risiko unik yang terdiri dari (disamping
risiko-risiko bank) investasi ekuitas dan risiko tingkat return.

Kata kunci: Bank Syariah, Sistem Bagi Hasil

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinamika kesadaran umat Islam untuk mengamalkan ajaran dan


menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) tampaknya sudah mulai
menunjukkan adanya peningkatan, khususnya dalam bidang ekonomi. Ekonomi
dan keuangan Islam sudah mulai memperlihatkan sosoknya sebagai suatu
alternatif baru yang diambil dari ajaran Islam.

Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah


menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah
peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber
daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu faktor pendukung
yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan
yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad
mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh
masyarkat (Siregar, 2002). Profit sharing dan revenue sharing merupakan
pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan
penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha
yang dijalani.

Sebagaimana yang sudah Anda ketahui, perbankan syariah tidak


menerapkan sistem bunga dalam aktivitas perbankannya. Bunga dianggap bagian
dari riba dan haram dalam agama Islam. Sebagai gantinya , perbankan yang
berlandaskan syariah ini menerapkan sistem bagi hasil atau nisbah yang menurut
Islam sah untuk dilakukan.

Mekanisme penghitungan bagi hasil menurut ekonomi islam idealnya ada dua
macam:

1. Profit sharing atau bagi hasil, di mana total pendapatan usaha dikurangi biaya
operasional untuk mendapatkan profit alias keuntungan bersih. Atau

4
2. Revenue sharing, yaitu laba berdasarkan total pendapatan usaha sebelum
dikurangi biaya operasional alias pendapatan kotornya.

Nah, perbankan syariah melakukan perhitungan bagi hasil dengan cara


profit sharing, yaitu membagi keuntungan bersih dari usaha atau investasi yang
sudah dijalankan. Besarnya keuntungan untuk pihak bank dan nasabah sudah
diputuskan saat akad akan ditandatangani. Jadi tidak ada kebingungan dan cek cok
lagi saat bisnis atau usaha selesai dijalankan. Dalam menjalankan aktifitasnya,
perbankan syariah memiliki tiga macam akad atau perjanjian yang ujungnya
menuju pembagian keuntungan dengan nasabahnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan perbankan syariah ?

2. Bagaimana sistem bagi hasil dalam perbankan syariah ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mengetahui apa itu perbankan syariah
2. Agar mengetahui bagaimana sistem bagi hasil dalam perbankan syariah

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perbankan Syariah

Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang


menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah
Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature Islam
dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Isitilah lain yang digunakan
untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, istilah Islam
dan syariah memang mempunyai pengertian berbeda.Namun secara teknis untuk
penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syari’ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, pengertian Bank Syariah
berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang
mengacu kepada ketentuan Al-Quran dan Al Hadist.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008


Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Syari’ah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank
konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional
adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional

6
adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga
belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk
dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.

2.2 Produk Perbankan Syariah

Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga


menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan.
Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga,
baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan
sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada
nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah
sebagai berikut:

1.Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan
murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang
harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.Penerima
simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan
selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan
dalam memelihara barang titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu
meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang
menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian
prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan
penanggung).
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan
pada produk rekening giro. Wadh’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah.
Dalam wadi’ah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi,
sedangkan dhamanah yang dititipi (bank) boleh memanfaatkan harta titipan

7
tersebut. Implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimanan nasabah
meminjamkan uang kepada bank. Pemilik dana tidak mendapat imbalan tapi
insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul
maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar
30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk
simpanan deposito.
2.Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
a.Al-musyarakah(Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal
dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengankesepakatan.Al-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan
dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank
sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan
dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu
mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan
untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
b.Al-mudharabah
Pengertian Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian
diantara dua belah pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-
mal atau al-mal), memercayakan kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha),
untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Apabila mengalami kerugian maka
akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
pengelola, maka sipengelolalah yang bertanggug jawab.Dan didalam prktiknya
mudharabah terbagi menjadi 2 yaitu:

a) mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak
lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi
usaha dan daerah bisnis.
b) mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di
mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk

8
pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk
kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan
haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan
deposito spesial yang dititipkan.
Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran ganda dari
mudharib, yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari
rabb al- mal dalam setiap transaksi yang ia lakukan pada harta mudharabah.
Mudharib kemudian menjadi mitra dari rabb al-mal ketika ada keuntungan.
c.Al-muzara’ah
Pengertian AI-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap
untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang
plantation atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan
penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari
hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.
d.Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza’arah yaitu penggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan
menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari
persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
3.Bai’alMurabahah
Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus
terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan
yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang “X” Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharap-
kan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan
Bai’al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli,

9
baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai’al-
Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri
maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
4.Bai’as-Salam
Bai’as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus
diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal
pembayaran harus dalam bentuk uang.
5.Bai’alIstishna’
Bai’ Al istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’assalam, oleh karena itu
ketentuan dalam Bai` Al istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam.
Pengertian Bai’ Al istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan
produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau
sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat
dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau
secara angsuran perbulan atau di belakang.
6.Al-Ijarah(Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan
leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.
7.Al-Wakalah(Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian
mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai
dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.

8.Al-Kafalah(Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula
diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain.
Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan
seseorang.

10
9.Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang
dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal
dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.
10.Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti
jaminan utang atau gadai.

2.3 Perbankan Syariah Sebagai Solusi

Sebelum masa kenabian Muhammad SAW, kota Mekkah merupakan kota


pusat perdagangan dan para pedagang berdatangan dari segala penjuru bahkan
dari luar kota Mekkah. Perjalanan para saudagar menuju pasar Mekkah dilakukan
sekaligus ibadah haji (waktu itu masih menyembah berhala) sebagaimana yang
digambarkan oleh Allah sebagai perjalanan kaum Quraiys yang aktif berdagang
sesuai musim waktu itu, yaitu miusim panas dan musim dingin (QS. 106:1-2).
Karena sifat Muhammad yang jujur, adil dan dapat dipercaya, para penduduk
Mekkan (kaum Quraisy dan para pedagang) sepakat untuk memberikan
penghargaan kepada Muhammad dengan predikat al-Amin. Pemberian gelar ini
belum pernah dialami oleh orang lain, sehingga Muhammadlah orang pertama dan
yang terakhir mendapatkan gelar al-Amin. Karena gelar yang diberikan al-
Amin, maka banyak orang mendepositokan atau menitipkan hartanya yang
berharga kepada nabi Muhammad SAW, dan beliau menunjuk Ali untuk
mengembalikan seluruh harta yang diterimanya kepada pemilik masing-masing.

Dari sejarah diatas maka secara tidak langsung menunjuk bahwa penduduk
Mekkah (pra Islam) telah mengetahui metode penggunaan harta (uang), yaitu
pertama: menyerahkan harta kepada orang untuk diniagakan (commendan) dan
mendapatkan pembagian keuntungan dari hasil peniagaan tersebut. Kedua,

11
memberikan harta tersebut dengan atas dasar riba (usury).Kemudian setelah Islam
datang, maka segala prinsip-prinsip yang berlaku pada saat itu dan bertentangan
dengan syariah harus diubah, dan semenjak itulah parasahabat mulai mengerti
pentingnya aturan tersebut. Salah satu contoh adalah az-Zubair bin al Awwam,
yaitu beliau adalah salah seorang yang dipercaya Rasul untuk sebagai tempat
penyimpanan uang , namun Zubair menolak menerima uang simpanan tersebut.
Zubair mensyaratkan bahwa dirinya mau menerima uang simpanan apabila uang
tersebut bisa digunakan olehnya (diterima sebagai pemberian pembiayaan) bukan
hanya sekedar tempat penyimpanan. Kemudian Zubair juga memberikan secure
guarantee kepada setiap pemilik modal bahwa uang tersebut akan aman apabila
tidak digunakan olehnya namun akan mengalami pengurangan atau kerugian
apabila digunakan; begitu pula halnya apabila uang tersebut dijadikan sebagai
modal pembiayaan maka dana tesebut dijamin oleh sipeminjam (bukan
oleh Zubair).

Perbankan syariah di Indonesia, Indonesia sebuah negara dengan mayoritas


penduduknya beragama Islam dan sistem ekonomi yang berlaku berbasis kapitalis
(bebas), bukan berlandaskan syariat Islam. Ini terjadi karena Indonesia bukan
negara Islam tetapi berlandaskan Pancasila. Umat Islam yang merupakan pelaku
ekonomi sekaligus pendorong daya beli masyarakat selalu mengikuti dan merujuk
kepada sistim perekonomian bangsa. Sistim ekonomi yang ada memang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa tetapi umat Islam seharusnya punya
suatu sistim yang mengarah kepada syariah sehingga umat Islam lebih leluasa
mengembangkan diri karena sesuai dengan kaedahnya dan anutan. Salah satu
sistim yang perlu dikembangkan adalah sistim perbankan syariah. Bank
merupakan mediator utama untuk melakukan traksaksi finansial dalam suatu
perekonomian. Bank sebagai pengumpul uang masyarakat dan menyalurkan
dalam bentuk investasi.

Majelis Ulama Indonesia maupun ormas-ormas Islam berusaha untuk


merumuskan sistim ini, baik melalui seminar maupun simposium. Sekitar tahun

12
1988-1989, lahirlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terutama di Pulau Jawa
sebagai jawaban atas wacana ini. Namun kurang menggema karena keterbatasan
kemampuan baik pemodal maupun manajemen sehingga tidak mampu
berkembang sebagaimana diharapkan. Waktu terus berjalan, akhirnya awal tahun
1991 Majelis Ulama Indonesia memprakarsai lahirnya sebuah bank yang berbasis
syariah, dan didukung oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yaitu
Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dengan lahirnya Bank Muamalat, maka umat
Islam sudah mempunyai suatu wadah yang sesuai dengan keinginan dimana bank
yang bebas riba. Masyarakat waktu itu sangat antusias untuk menabung bahkan
non muslim pun ikut tergiur dan sampai saat ini Bank Muamalat Indonesia telah
menjadi bank syariah nomor satu di Indonesia.

Melihat tingkat pertumbuhan bank dengan sistim syariah dan prospek yang sangat
menjanjikan untuk masa akan datang, banyak bank-bank konvensional tertarik
menjalankan sistim syariah. Diantaranya Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI,
Permata Bank, dan lain-lain. Ini sungguh sangat menggembirakan karena sistim
perbankan syariah lebih menjanjikan kesejahteraan dan stabilitas pasar. Beda
dengan sistim bank konvensional yang selalu tergantung tingkat bunga pasar.

Bank syariah bukan hanya diperuntukkan buat umat Islam saja tetapi terbuka
untuk umum, karena yang beda hanya sistim. Namun untuk saat ini bank sistim
syariah tidak 100% dapat dikatakan murni syariah. Masih banyak hal-hal yang
belum jelas dalam proses pelaksaannya, misalnya bank syariah sangat
menentukan besarnya agunan untuk suatu kredit, yang seharusnya ini tidak terjadi
tetapi harus didasarkan bahwa tingkat kepercayaan bank kepada nasabah. Bank
dalam menyalurkan kredit harus membina dan mendidik nasabah sehingga
nasabah dan bank menjadi satu kesatuan untuk mencapai kesejahteraan. Bila ini
yang dipraktekkan maka banyak umat Islam yang mampu untuk berusaha dan
mandiri. Sekarang umat Islam hanya bisa menikmati tempat menabung tanpa riba
namun tidak banyak yang mampu memanfaatkan fasilitas bank yang tersedia
karena terkendala agunan.

13
Suatu kenyataan bahwa walaupun MUI telah mengeluarkan fatwa haram
terhadap bunga bank, masih banyak umat Islam yang bersikap apriori atau nyantai
dalam menanggapi fatwa tersebut. Sebagai bukti pada kenyataan di atas adalah
tidak terjadinya rush (penarikan dana besar-besaran) pada bank-bank
konvensional pasca fatwa tersebut dikeluarkan. Kini saatnya kita introspeksi diri
terhadap muamalah yang selama ini kita lakukan dengan bank konvensional.
Marilah kita mengenal sebagian konsep Islam tentang keuangan yakni Bank
Syariah.

2.4 Sistem Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah

Mekanisme penghitungan bagi hasil menurut ekonomi islam idealnya ada dua
macam:

1. Profit sharing atau bagi hasil, di mana total pendapatan usaha dikurangi biaya
operasional untuk mendapatkan profit alias keuntungan bersih. Atau

2. Revenue sharing, yaitu laba berdasarkan total pendapatan usaha sebelum


dikurangi biaya operasional alias pendapatan kotornya.

Nah, perbankan syariah melakukan perhitungan bagi hasil dengan cara profit
sharing, yaitu membagi keuntungan bersih dari usaha atau investasi yang sudah
dijalankan. Besarnya keuntungan untuk pihak bank dan nasabah sudah diputuskan
saat akad akan ditandatangani. Jadi tidak ada kebingungan dan cek cok lagi saat
bisnis atau usaha selesai dijalankan. Dalam menjalankan aktifitasnya, perbankan
syariah memiliki tiga macam akad atau perjanjian yang ujungnya menuju
pembagian keuntungan dengan nasabahnya.

1. Akad Mudharabah

Akad Mudharabah yaitu akad kerja sama usaha antara nasabah dan bank, di mana
nasabah akan memberikan modal untuk usaha, sementara bank menjadi pihak

14
penyelenggara atau yang melakukan investasi atau usaha. Dalam akad itu akan
dijelaskan secara rinci berapa bagian Keuntungan yang akan diperoleh masing-
masing pihak, yaitu bank dan nasabah. Termasuk juga perjanjian kalau terjadi
kerugian. Biasanya kerugian yang dilakukan nasabah akan ditanggung oleh
nasabah itu sendiri, sementara jika bank yang melakukan kesalahan, maka yang
akan bertanggung jawab adalah pihak bank. Jadi, dalam hal ini, kedua pihak bisa
dibilang sama-sama enak. Akad ini biasanya dilakukan dalam deposito syariah, di
mana bank akan mengunakan dana deposito itu untuk investasi atau usaha. Tentu
saja, investasi atau bisnis usaha yang dilakukan tidak boleh melanggar aturan
syariat Islam.

2. Akad Musyarakah

Akad Musyarakah merupakan perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu. Baik bank atau pihak yang terlibat sama-sama
mengeluarkan modal dengan porsi yang sama dan akan menanggung risiko secara
bersama-sama juga. Dalam cara kerja bank konvensional, akad musyarakah ini
masuk dalam kredit modal kerja, di mana perbankan syariah akan memberikan
kredit. Hanya bedanya, bank konvensional akan menetapkan jumlah suku bunga
tertentu, sementara bank syariah mendapat pembagian keuntungan sebagaimana
yang sudah disepakati. Perbedaan lainnya yaitu bila bank konvensional tidak akan
rugi karena pinjaman itu harus dikembalikan berikut bunga, bank syariah masih
memiliki kemungkinan merugi bila kerja sama usaha itu gagal.

3. Akad Murabahah

Prinsip akad yang terakhir ini adalah berdasarkan aktivitas jual beli barang dengan
tambahan keuntungan untuk bank syariah yang disepakati kedua belah pihak.
Misalnya bank membeli tanah dengan harga Rp 100 juta dan akan menjualnya
lagi dengan harga Rp 120 juta kepada pembelinya. Baik bank dan pembelinya
sama-sama setuju dengan tambahan keuntungan yang didapat bank yaitu Rp
20.000.000. Pihak pembeli akan mencicil seharga Rp 120 juta itu ke bank dengan
cicilan tetap hingga tenor pinjamannya habis.

15
Akad Murabahah ini sering dilakukan untuk perjanjian penggunaan produk Kredit
Pembelian Rumah, properti, tanah, kendaraan bermotor, tempat usaha dan lain-
lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan makalah perbankan syariah diatas dapat kita tarik


kesimpulan bahwasanya dengan melihat perkembangan bank syariah di atas,
sangatlah cerah. Pada saat terjadinya krisis di Negara kita ini, bank syariah
mampu berdiri dengan gagahnya. Dan disisi lain kita lihat bahwasanya bank
syariah itu adalah bank yang berlandaskan alquran dan hadist. Artinya bank
syariah itu adalah bentuk layanan keuangan beretika dan bermoral yang prinsip
dasarnya bersumber dari Syariah (ajaran islam). Elemen penting dari Syariah
adalah larangan terhadap bunga (Riba), baik nominal, sederhana atau bunga
berbunga, berbunga tetap maupun berbunga mengambang. Elemen lainnya
mencakup penekanan pada kontrak yang adil, keterkaitan antara keuangan dengan
produktivitas, keinginan untuk membagi keuntungan dan larangan terhadap judi
serta berbagai ketidakpastian lainnya.
Dalam perbankan syariah juga terdapat sistem bagi hasil (Nisbah) yang
merupakan perhitungan bagi hasil dengan cara profit sharing, yaitu membagi
keuntungan bersih dari usaha atau investasi yang sudah dijalankan. Besarnya
keuntungan untuk pihak bank dan nasabah sudah diputuskan saat akad akan
ditandatangani. Jadi tidak ada kebingungan dan cek cok lagi saat bisnis atau usaha
selesai dijalankan. Dalam menjalankan aktifitasnya, perbankan syariah memiliki
tiga macam akad atau perjanjian yang ujungnya menuju pembagian keuntungan
dengan nasabahnya.

3.2 Saran

16
Bank syariah masih memiliki beberapa kekurangan yaitu seperti masih kurangnya
pemahaman masyarakat tentang bank syariah. Dan masih banyak lagi. Tapi
jangan khawatir, karena seiring dengan waktu semua kekurangan yang
dimilikinya, bank syariah akan berusaha dan berupaya akan menutupi dan bahkan
menghilangkan semua kekurangan itu. Itu semua menjadi tugas kita bersama-
sama baik itu pemerintah maupun masyarakat luas. Walaupun Negara kita ini
bukanlah 100% Islam, tapi jangan khawatir bagi umat nonmuslim untuk
menggunakan layanan bank syariah karena bank syariah (islam) membawa rahmat
untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi umat Islam saja, dan karena itu
ekonomi Islam bersifat inklusif.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://makalahtugasmu.blogspot.com/2015/09/perbankan-syariah.html

https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/03/contoh-makalah-perbankan-
syariah.html

https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2015/12/contoh-skripsi-perbankan-
syariah.html

https://www.cermati.com/artikel/mengenal-istilah-bagi-hasil-nisbah-
perbankan-syariah

https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/undang-undang/Pages/
undang-undang-nomor-21-tahun-2008-tentang-perbankan-syariah.aspx

18

Anda mungkin juga menyukai