DI SUSUN OLEH
SEMESTER : IV (EMPAT)
UNIT : I (SATU)
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang membantu
perkembangan ekonomi suatu negara. Tumbuhnya perkembangan bank secara
baik dan sehat akan mendorong perekonomian rakyat semakin meningkat,
sebaliknya, perkembangan suatu bank mengalami krisis dapat diartikan keadaan
ekonomi suatu negara dalam keterpurukan. Pasal 2 Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang perbankan memberikan definisi bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Fungsinya sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara
pihak-pihak yang surplus dengan pihak-pihak yang membutuhkan dana atau
defisit. Dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga keuangan yang menjual
kepercayaan dan jasa, setiap bank berusaha sebanyak mungkin menarik nasabah
baru, memperbesar dana-dananya dan juga memperbesar pembarian kredit dan
jasa-jasanya. Jenis Bank menurut kegiatan usahanya dibagi menjadi dua jenis
bank, yang dibedakan berdasarkan pembayaran bunga atau bagi hasil usaha: (1)
Bank yang melakukan usaha secara konvensional, dan (2) Bank yang melakukan
usaha secara Syariah.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional?
b. Bagaimana Bentuk-bentuk Riba dan Permasalahan?
c. Bagaimana Prinsip Wadiah?
4
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Bagaimama Perbedaan Bank Syariah dan Bank
Konvensional
b. Untuk Mengetahui Bagaimana bentuk-bentuk Riba dan Permasalahan
c. Untuk Mengetahui Bagaimana Prinsip Wadiah
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Investasi
Bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak pengguna
dana, sangat selektif dan hanya boleh menyalurkan dananya dalam
investasi halal. Perusahaan yang melakukan kerja sama usaha dengan
bank syariah, haruslah Perusahaan yang memproduksi barang dan jasa
yang halal. Bank Syariah tidak akan membiayai proyek yang
terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan oleh Islam.1 Proyek
yang dibiayai oleh bank syariah tentunya merupakan proyek yang
jelas mengandung beberapa hal pokok antara lain :
a). Proyek yang dibiayai merupakan proyek yang halal
b). Proyek yang bermanfaat bagi masyarakat
c). Proyek yang dibiayai merupakan proyek yang menguntungkan
bagi bank maupun mitra usaha.
1
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2010), hal 34
6
Sebaliknya bank konvesional tidak mempertimbangkan jenis
investasinya, akan tetapi penyaluran dananya dilakukan untuk
perusahaan yang menguntungkan, meskipun menurut syariat Islam
tergolong produk yang tidak halal. Misalnya, proyek perusahaan
minuman keras dapat dibiayai oleh bank konvesional apabila
proyeknya menguntungkan. Namun sebaliknya, meskipun
menguntungkan apabila produknya haram, seperti pabrik minuman
keras, maka bank syariah tidak membiayainya.
2. Return
Return yang diberikan oleh bank syariah kepada pihak investor,
dihitung dengan menggunakan sistem bagi hasil, sehingga adil bagi
kedua pihak. Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga, bila bank
syariah memperoleh pendapatan besar, maka nasabah investor juga
akan menerima bagi hasil yang besar, dan sebaliknya bila hasil bank
syariah kecil maka bagi hasil yang dibagikan kepada nasabah investor
juga akan menurun. Dari sisi pembiayaan, bila nasabah Mendapat
keuntungan besar maka bank syariah juga akan mendapatkan bagi
hasil yang besar dan sebaliknya bila hasil yang diperoleh nasabah
kecil maka bank syariah akan mendapat bagi hasil yang kecil. Return
yang diberikan dan atau diterima oleh bank syariah selalu berfluktuasi,
sangat bergantung pada hasil usaha yang dilakukan oleh mitra usaha
baik bank maupun nasabah. Sebaliknya, dalam bank konvesional,
return yang diberikan maupun diterima di hitung dengan mengalikan
antara persentase bunga. Bunga dihitung dengan mengalikan antara
persentase bunga dengan pokok jaminan atau pokok penempatan
dana, sehingga hasilnya akan tetap.
3. Perjanjian
Perjanjian yang dibuat antara syariah dan nasabah baik nasabah
investor maupun pengguna dana sesuai dengan kesepakatan
7
berdasarkan prinsip syariah. Dalam perjanjian telah dituangkan bentuk
return yang akan diterapkan sesuai akad yang diperjanjikan.
Perjanjiannya menggunakan akad sesuai dengan sistem syariah.
Sebaliknya perjanjian yang dilaksanakan antara bank konvensional
dan nasabah adalah menggunakan dasar hukum positif.
4. Orientasi
Orientasi bank syariah dalam memberikan pembiayaan adalah falah
dan profit oriented. Bank syariah memberikan pembiayaan semata-
mata tidak hanya berdasarkan keuntungan yang diperoleh atas
pembiayaan yang diberikan, akan tetapi juga mempertimbangkan pada
kemakmuran masyarakat. Aspek sosial kemasyarakatan menjadi
pertimbangan bagi bank syariah dalam menyalurkan dananya kepihak
pengguna dana. Bank Konvensional akan memberikan kredit kepada
nasabah bila usaha nasabah menguntungkan.
6. Dewan Pengawas
Dewan Pengawas Syariah meliputi beberapa pihak antara lain :
komisarik, Bank Indonesia, Bapepam (untuk bank syariah yanggo
public) dan Dewan Pengawas Syariah. Semua dewan pengawas
memiliki fungsi masing-masing. Khusus Dewan Pengawas Syariah,
tugasnya ialah mengawasi jalannya operasioal bank syariah supaya
8
tidak terjadi penyimpangan atas produk dan jasa yang ditawarkan oleh
bank syariah sesuai dengan produk dan jasa bank yang telah disahkan
oleh dewan Pengawas Syariah Nasional (DSN) melalui fatwa DSN.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas memberikan nasehat dan
saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank syariah agar
sesuai dengan prinsip syariah. DPS diangkat oleh rapat umum
pemegang saham atas rekomendasi Majelis uoama Indonesia (MUI).
Dewan Syariah Syariah (DPS) wajib dibentuk oleh bank syariah tidak
boleh menyimpang dari aturan syariah yang telah dituangkan dalam
fatwa DSN. Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Syariah yang
tugasnya ialah untuk meneliti produk dan jasa bank syariah yang akan
diluncurkan dan memberikan fatwa tentang produk dan jasa bank
syariah.
7. Penyelesaian Sengketa
Permasalahan yang muncul di bank syariah akan diselenggarakan
musyawarah. Namun apabila musyawarah tidak dapat menyelesaikan
masalah, dalam lingkungan peradilan agama. Bank konvesional akan
menyelesaikan sengketa melalui negoisasi. Bila negoisasi tidak dapat
dilaksanakan, maka penyelesaiannya melalui pengadilan negeri
setempat.
9
konvensional, pemberian pinjaman uang terhadap nasabah yang membutuhkan
disebut dengan kredit. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa keuntungan
yang diperoleh dan pemberian kredit ialah berdasarkan bunga yang telah
ditetapkan oleh pihak bank.
10
“syariah” pada nama bank janganlah hanya sebagai indikator penggerak roda
perekonomian untuk mendapat simpati umat Islam. Oleh karena itu, bank syariah
harus membuktikan kapasitasnya sebagai bank yang berlandaskan pada prinsip
syariah.
1. Riba Fadhl
11
Riba fadhl adalah tambahan pada salah satu dua ganti kepada yang
lain ketika terjadi tukar menukar sesuatu yang sama secara tunai.
Islam telah mengharamkan jenis riba ini dalam transaksi karena
khawatir pada akhirnya orang akan jatuh kepada riba yang hakiki
yaitu riba an-nasi’ah yang sudah menyebar dalam transaksi tradisi
masyarakat Arab.
3.Riba An Nasi'ah
Riba dalam jenis transaksi ini sangat jelas dan tidak perlu diterangkan
sebab semua unsure dalam riba telah terpenuhi semua seperti
tambahan dari modal, dan tempo yang menyebabkan tambahan.
12
C. Prinsip Wadiah
Pendapat ini sesuai dengan al-qur’an dan hadits yang digunakan sebagai
dasar hukum wadi’ah, bahwa tidak ada tanggung jawab penuh bagi penerima
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 179.
3
Adrian Sutedi, Perbankan Syari’ah : Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2009), 92.
4
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 179.
13
titipan selama tidak melakukan kelalaian atau memberikan jaminan kepada
penitip. Ulama sepakat bahwa konsep wadi’ah yad-dhamanah berdasarkan prinsip
kepercayaan (yad-amanah), bukan merupakan prinsip penggantian (yad-
dhamanah). Artinya ketika aset mengalami kerusakan yang disebabkan bukan
karena kelalaian penyimpan, maka penerima titipan tidak berkewajiban
mengganti. Selain itu, penerima titipan berkewajiban mengembalikan aset segera
ketika penitip memintanya. Nasabah yang menabung di bank syari’ah
menggunakan berbagai produk dan akad yang berbeda. Akad umum yang
digunakan nasabah untuk menabung atau menitipkan dananya di bank syari’ah
yaitu akad wadi’ah dan mudharabah.
14
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.5
5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta:
Ekonisia, 2003), hal 57
6
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2005), hlm 22-23
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17