Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA


“BANK SYARIAH”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VI:
Sri diah Gusdiani Arifin 90200120129
Nina Rastiana 90200120133
Muh. Fauzan B 90200120152

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah ‘Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya’.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang“Bank Syariah”,
yang kami sajikan berdasarkan materi yang saya dapatkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat buat rekan-rekan sekalian, khususnya pada
diri saya sendiri dan semua yang membaca makalah ini, Dan Mudah-mudahan
juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
Makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran
dan kritiknya.
Terima kasih.

Gowa. 13 Desember 2022


BAB I
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Bank Syariah


Salah satu negara pelopor utama dalam melaksanakan sistem perbakan syariah
secara nasional adalah Paksitan. Pemerintah Paksitan mengkonversi seluruh sistem
perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah.
Sebelumnya pada tahun 1979 beberapa institusi keuanga terbesar di Pakistan telah
menghapus sistem bunga dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan
mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga, terutama kepada petani dan nelayan.
Bank Syraiah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI,
yaitu dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte
pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata
berkembang cukup pesat sehingga saat ini Bank Muamalat Indonesia sudah memiliki
banyak cabang yang tersebar di banyak kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya,
Bandung, Makassar,d an kota-kota besar lainnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, kehadiran Bank Syariah di Indonesia


khususnya cukup menggembirakan. Di samping Bank Muamalat Indonesia, lahir juga
bank syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri. Kemudian berikutnya
berdiri bank syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada seperti
Bank BNI, Bank IFI, Bank BPD Jabar, dan lain-lain.

Kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim,
tetapi juga bank milik non muslim. Saat ini bank islam sudah tersebar di berbagai
negara-negara muslim dan non muslim baik di benua Amerika, Australia, dan Eropa.
Bahkan, banyak perusahaan keuangan dunia seperti ANZ, Chase Chemical Bank, dan
Citybank telah membuka cabang yang berdasarkan prinsip syariah.

B. Pengertian Bank Syariah


Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong
munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan
kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi
persaingan baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-
konvensional. Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan
bank dengan sistem syariah.

C. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional


Ada 10 perbedaan bank syariah dan bank konvensional antara lain, dilihat dari:
1. Tujuan Pendirian
Latar belakang dan tujuan didirikan menjadi perbedaan bank syariah dan
bank konvensional pertama. Bank konvensional memiliki orientasi
keuntungan dengan bebas nilai atau menganut prinsip yang dimiliki oleh
masyarakat umum.
Berbeda dengan bank syariah, tujuan pendiriannya tidak hanya berorientasi
pada profit saja, namun penyebaran dan penerapan nilai syariah. Aktivitas
keuangan perbankan dilakukan tidak hanya melihat efek dunia saja, tetapi
juga memperhatikan aspek akhirat juga.

2. Prinsip Pelaksanaan
Perbedaan perbankan syariah dan konvensional berikutnya yaitu penerapan
prinsip masing-masing bank. Prinsip pelaksanaan antara bank syariah dan
konvensional jelas berbeda.
Bank konvensional menggunakan prinsip konvensional dengan acuan
peraturan nasional dan internasional berdasarkan hukum berlaku. Sementara,
prinsip bank syariah berdasarkan hukum Islam mengacu dari Al-quran dan
Hadist serta diatur oleh fatwa Ulama. Sehingga seluruh aktivitas keuangannya
menganut prinsip Islami.

3. System Operasional
Sistem operasional juga menjadi perbandingan bank syariah dan bank
konvensional. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya
memberlakukan penerapan suku bunga dan perjanjian secara umum
berdasarkan aturan nasional. Akad antara bank dan nasabah bank banyak
dilakukan berdasarkan kesepakatan jumlah suku bunga.
Sementara itu, bank syariah tidak menerapkan bunga dalam transaksinya.
Menurut syariat Islam, bunga masuk dalam kategori riba. Sehingga sistem
operasional bank syariah menggunakan akad bagi hasil atau nisbah.
Kesepakatan antara nasabah dan pihak bank berdasarkan pembagian
keuntungan dan melibatkan kegiatan jual beli.
4. Proses Pengelolaan Dana
Karena bank syariah menerapkan prinsip Islam, maka berpengaruh juga
terhadap kebijakan pengelolaan dana. Sehingga perbedaan bank syariah dan
bank konvensional selanjutnya yaitu proses pengelolaan dana.
Pada bank konvensional, pengelolaan dana dapat dilakukan dalam seluruh
lini bisnis menguntungkan di bawah naungan Undang-Undang. Sementara,
uang nasabah dalam bank syariah harus dipergunakan sesuai aturan Islam.
Bank syariah harus mengelola dana nasabah pada lini bisnis yang diizinkan
oleh aturan Islam. Akibatnya, uang nasabah tidak boleh diinvestasikan atau
dikelola pada bidang usaha bertentangan dengan nilai Islam, seperti
perusahaan rokok, narkoba, dan sebagainya.

5. System Bunga
Perbedaan perbankan syariah dan konvensional paling menonjol terlihat dari
penerapan sistem bunga. Bank umum menggunakan suku bunga sebagai
acuan dasar dan keuntungan. Sementara, bank syariah tidak menggunakan
sistem bunga, tetapi imbal hasil atau nisbah. Bagi hasil diperoleh dari
pembagian keuntungan antara bank dan nasabah.
D. Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga
1. Bunga
a) Penentuan tingkat suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman
harus selalu untung.
b) Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan.
c) Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
d) Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat.
2. Bagi Hasil
a) Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b) Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
c) Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya
itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak.
d) Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.
E. Produk-produk Bank Syariah
Berikut adalah produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dinikmati dan
dimanfaatkan oleh masyarakat umum diantaranya adalah :
1. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya melalui beberapa ketentuan
yang sudah dijelaskan oleh pihak bank pada nasabah. Sarana penarikannya
bisa menggunakan buku tabungan, ATM, slip penarikan dan juga melalui
metode canggih lain misalnya internet banking. Ciri khas tabungan syariah
adalah menerapkan akad wadi’ah, yang artinya tabungan yang kita simpan
tidak mendapatkan keuntungan karena cuma dititip, tidak ada bunga yang
diterima oleh nasabah akan tetapi bank memberikan hadiah atau bonus kepada
nasabah.

2. Deposito Syariah
Deposito syariah menggunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan
sistem bagi hasil (nisbah) antara nasabah dan bank. Keuntungan deposito
dengan akad mudharabah ini biasanya memakai perbandingan 60 : 40 untuk
nasabah dan bank. Makin besar untung yang bank dapat, makin besar untung
yang diperoleh oleh nasabah, demikian pula jika keuntungan yang diperoleh
bank sedikit maka nasabah akan mendapat keuntungan yang sedikit pula
dengan kata lain, keuntungan muncul bersama risiko.

3. Gadai Syariah (Rahn)


Akad gadai syariah yang dipraktikkan pada PT. Pegadaian adalah
meminjamkan uang kepada nasabah dengan jaminan harta yang bernilai dan
dapat dijual. Uang yang dipinjamkan adalah murni tanpa bunga. Namun
nasabah (rahin) wajib menyerahkan barang jaminan (marhum) untuk
kepentingan sebagai alat pembayaran utang manakala pemberi gadai tidak
dapat membayar utang saat jatuh tempo yang telah disepakati.

4. Giro Syariah
Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun
yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan syariah
adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Akad mudharabah pada giro syariah adalah akad kerjasama antara nasabah
sebagai penyimpan dana (shahibul maal) sedang bank syariah sebagai pihak
yang mengelola dana (mudharib).

5. Pembiayaan Syariah (Ijarah)


Dalam ekonomi Islam istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al
ijarah) yang berasal dari kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti).
Berdasarkan SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21
November 1991, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan menggunakan
hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.

F. Penilaian Kesehatan Bank Syariah


Penilaian kesehatan bagi perbankan syariah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) No.8/POJK.03/2014 yaitu penilaian dengan menggunakan
indikator Profil Risiko (Risk Profile), Good Corporate Governance (GCG),
Rentabilitas (Earning), dan Permodalan (Capital).
Penelitian ini menganalisis kesehatan Bank Central Asia Syariah, Bank
Muamalat, Bank Negara Indonesia Syariah, Bank Rakyat Indonesia Syariah, dan
Bank Syariah Bukopin dengan metode RGEC (Risk Profile, GCG, Earning,
Capital), namun tidak menggunakan faktor GCG karena keterbatasan data yang
harus diolah dalam faktor GCG meliputi data kuisioner terhadap pihak stakeholder
bank. Secara umum kinerja keuangan bank syariah tahun 2012-2016 adalah sehat,
bahkan beberapa sangat sehat. Untuk penelitian selanjutnya dapat
mengikutsertakan factor Good Corporate Governance (GCG) dengan
menyebarkan kuesioner.
Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem operasional
perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur
dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan
('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak
mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU
Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi
sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana
yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf
(wakif).
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek
pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK
sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan
sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional perbankan
syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah,
karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai
dengan prinsip syariah.
Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah
yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip
syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma
dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan
dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.Sistem dan
mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu penting
dalam pengaturan bank syariah.
Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ
khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk
bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa
seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah
bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK.
Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran.
Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh
(full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank
umum konvensional.
Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana
halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap
pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk
simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu mendapat
izin OJK.
Tujuan dan Fungsi Perbankan SyariahPerbankan Syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan pada Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan
kesejahteraan rakyat.
Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah :Bank Syariah dan UUS
wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank
Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal,
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial
lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Struktur Perbankan SyariahBerdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan
menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
1) Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Kegiatan usaha
Bank Umum Syariah meliputi: menghimpun dana dalam bentuk Simpanan
berupa
Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah; menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; menyalurkan Pembiayaan
penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan
Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; melakukan usaha kartu debit
dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; membeli, menjual,
atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan
atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti
Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia; menerima pembayaran dari tagihan atas
surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau
antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah; menyediakan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; melakukan fungsi sebagai
Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; memberikan fasilitas letter of credit
atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan melakukan kegiatan lain
yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari
kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan
di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau
unit syariah.

Kegiatan usaha UUS meliputi: menghimpun dana dalam bentuk


Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah; menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa
Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; menyalurkan.
Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; melakukan usaha
kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas
dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad
ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; membeli
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau Bank Indonesia; menerima pembayaran dari tagihan atas surat
berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak
ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah; memindahkan uang, baik untuk kepentingan
sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang
perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Kegiatan usaha Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: Simpanan berupa
Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah; dan Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
tau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: Pembiayaan bagi


hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; Pembiayaan
berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna'; Pembiayaan
berdasarkan Akad qardh; Pembiayaan penyewaan barang bergerak
atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;

c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan


berdasarkan Akad wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad
mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;

d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk


kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional,
dan UUS; dan e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha
Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK).
DAFTAR PUSTAKA

https://www.maxmanroe.com/perbedaan-bank-syariah-dan-bank-konvensional.html

https://ejurnal.teknokrat.ac.id/index.php/technobiz/article/view/202/148

https://www.bankmuamalat.co.id/index.php/artikel/perbedaan-bunga-dan-bagi-hasil-11

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-
syariah/pages/PBS-dan-kelembagaan.aspx

Anda mungkin juga menyukai