Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Produk-Produk Penghimpun Dana Pada Bank Syariah”

Untuk melengkapi tugas mata kuliah


Hukum Ekonomi Syariah
Dosen Pembimbing: Dr. H. Abbas, Lc. MH.

OLEH:
1. Yadi Darmawan (19210041)
2. Fina Al Mafaz (19210042)
3. Ricky Dwi S (19210049)

JURUSAN AL-AKHWAL AL-SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan limpahan ucap syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberi kebesaran serta kemurahanNya kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan makalah tanpa ada halangan suatu apapun.
Sholawat serta salam dipanjatkan kepada baginda Muhammad SAW yang
telah menuntun kita kepada agama terang benderang ini yaitu Islam. Tak
terlupakan juga serangkaian ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dr.
H. Abbas, Lc. MH. selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah,
atas bimbingan serta dukungannya, dan untuk teman-teman atas kerjasamanya.
Makalah ini dibuat dengan tujuan pembelajaran bagi mahasiswa agar dapat
mengetahui dan memahami dengan baik tentang Produk-produk penghimpun dana
pada Bank syari’ah. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Demikian
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Malang, 21 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................


4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................
5
C. Tujuan ...............................................................................................................
5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Tabungan, Deposito dan Giro Syariah ............................................................


6
B. Produk Inovasi Penghimpun Dana Bank Syariah .............................................
9
C. Analisis perspektif fiqh, fatwa DSNMUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah ............................................................................................................ 15

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19

B. Saran .................................................................................................................
19

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan layaknya Bank Konvensional
tetapi menggunakan prinsip syariah yaitu keadilan, keseimbangan dan
kemaslahatan. Dalam dunia perbankan, selain bank umum atau bank
konvensional, terdapat juga bank syariah yang banyak berkembang di indonesia.
Dalam bank konvensional penentuan harga selalu didasarkan dengan bunga,
sedangkan bank syariah didasarkan pada konsep Islam yaitu kerja sama dalam
skema bagi hasil baik untung maupun rugi. Tujuan utama Bank Syariah adalah
sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan
ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah. Dasar pemikiran
terbentuknya bank syariah ini terjadi karena adanya riba yang secara jelas
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Diantara ayat-ayat tentang
dilarangnya riba, salah satunya terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 275 yang
menjelaskan bahwa seseorang yang memakan riba diancam dengan neraka
sebagai hukumannya.
Produk Penghimpunan Dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan
bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan
kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi
antara pihak deposan dengan pihak kreditur. Ekonomi syariah patut diberikan
apresiasi, tentunya hal ini sangat berkontribusi dalam mempengaruhi
produktivitas dan profesionalisme bank syariah itu sendiri. Keberadaan
pemerintah dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah khususnya dalam
bidang perbankan cukup besar

4
Contoh Produk –produk serta jasa di perbankan syariah yang dapat di
nikmati oleh masyarakat :Tabungan syariah, deposito syariah,giro syariah dan
produk-produk lainya. Kebanyakan produk perbankan syariah banyak
menggunakan akad mudarabah dan wadiah 1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tabungan, Deposito, dan Giro Syariah ?
2. Apa saja Produk Inovasi Penghimpun Dana Bank Syariah?
3. Bagaimana analisis perspektif fiqh, fatwa DSNMUI dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah tentang produk-produk penghimpunan dana di Bank
Syariah?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian Tabungan,
Depossito, dan Giro Syariah
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Produk Inovasi Penghimpun
Dana Bank Syariah
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami analisis perspektif fiqh, fatwa
DSNMUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang produk-produk
penghimpunan dana di Bank Syariah

1
Wiroso, Produk Perbankan Syariah (Jakarta: LPFE Usakti, 2011), 122.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tabungan, Deposito dan Giro Syariah


Produk Penghimpunan Dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan
bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan
kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi
antara pihak deposan dengan pihak kreditur.2
Ekonomi syariah patut diberikan apresiasi, tentunya karena kontribusinya
dalam mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme bank syariah itu sendiri.
Keberadaan pemerintah dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah
khususnya dalam bidang perbankan cukup besar. Berikut adalah produk serta jasa
perbankan syariah yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum
diantaranya adalah :
1. Tabungan syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet, giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Menurut
Fatwa DSN-MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000, Tabungan yang dibenarkan
menurut prinsip syri’ah adalah tabungan Wadi’ah dan Mudharabah.
Ciri khas tabungan syariah adalah menerapkan akad wadi’ah, yang artinya
tabungan yang kita simpan tidak mendapatkan keuntungan karena cuma

2
Adi Firman, “Penghimpunan Dana”, AdiFirmanBlog’s, 28 Februari 2011, diakses pada tanggal 10
september 2021, http://adifirman.wordpress.com/2011/02/28/penghimpunan-dana /

6
dititipkan. Tabungan syariah tidak memiliki bunga yang diterima oleh nasabah
akan tetapi bank memberikan hadiah atau bonus kepada nasabah.3
Keunggulan Tabungan bank syariah
a. Bebas Biaya Admin, Tanpa Minimum Saldo
b. Produk Khusus, Tidak Ada di Tempat Lain
c. Sistem Bagi Hasil
d. Akad sesuai Ketentuan Agama
2. Deposito syariah
Deposito banyak dipilih oleh masyarakat untuk berinvestasi, selain mudah,
keuntungan yang didapatkan juga lebih tinggi dari tabungan biasa. Deposito
adalah produk simpanan di bank yang penyetorannya maupun penarikannya
hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu saja karena bank membutuhkan
waktu untuk melakukan investasi. Bisnis atau investasi yang dijalankan oleh
bank tersebut harus masuk kategori halal menurut hukum islam. Tenor atau
jangka waktu yang ditawarkan sama dengan deposito konvensional, antara 1
hingga 24 bulan.
Deposito syariah menggunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan
sistem bagi hasil (nisbah) antara nasabah dan bank. Keuntungan deposito
dengan akad mudharabah ini biasanya memakai perbandingan 60 : 40 untuk
nasabah dan bank. Makin besar untung yang bank dapat, makin besar untung
yang diperoleh oleh nasabah, demikian pula jika keuntungan yang diperoleh
bank sedikit maka nasabah akan mendapat keuntungan yang sedikit pula
dengan kata lain, keuntungan muncul bersama risiko.
Manfaat Deposito syariah
a. Pembagian keuntungan bisa kamu atur sendiri dan bisa dijadikan jaminan
pembiayaan.
b. Pengelolaan dana secara syariah jadi dipastikan halal.
c. Adanya fasilitas automatic roll over (ARO).

3
Beni Ahmad Saebani, Hukum Ekonomi Dan Akad Syariah Di Indonesia (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2018), 63.

7
d. Dana nasabah dipastikan aman karena dijamin Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).
3. Giro syariah
Salah satu produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam konsep wadiah
(titipan) adalah giro. Secara umum yang dimaksud Giro adalah simpanan
yang dikembalikan saat diminta, biasanya digunakan untuk menyelesaikan
berbagai kewajiban penitip melalui cek atau perintah transfer. 4 Menurut Fatwa
DSN – MUI No: 01/DSN-MUI/IV/2000, Giro yang dibenarkan secara
syari’ah, yaitu Giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.5
Akad mudharabah pada giro syariah adalah akad kerjasama antara nasabah
sebagai penyimpan dana (shahibul maal) sedang bank syariah sebagai pihak
yang mengelola dana (mudharib). Ketentuan Giro Syariah menggunakan akad
mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola
dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.

4
Helmi Kamal, “Menelusuri Fatwa DSN-MUI Tentang Ekonomi Syari’ah (Produk Penghimpunan
Dana),” Jurnal Muamalah IV (2014): 30.
5
Fatwa Dewan Syariah Nasional No:01/DSN-MUI/2000

8
Sedangkan, Giro Syariah dengan akad wadiah adalah akad titipan dana dari
nasabah kepada bank syariah, dimana bank syariah dapat mengelola dana
tersebut tanpa harus memberikan imbalan kepada nasabah jika mendapat
keuntungan. Giro syariah dengan akad wadiah mengikuti ketentuan sebagai
berikut :

1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Dalam prakteknya sebagian besar bank syariah menggunakan akad wadi'ah


pada produk giro. Sebab kebutuhan nasabah membuka giro adalah untuk
kelancaran dan kemudahan dalam bertransaksi, bukan untuk mencari
keuntungan.Sedang akad mudharabah bisanya digunakan untuk akad
investasi untuk mencari keuntungan.

B. Produk Inovasi Penghimpun Dana Bank Syariah

Dalam menjalankan usahanya, bank syariah harus selalu mengalami


perkembangan diantaranya harus menggunakan inovasi terbaru dalam
menjalankan usahanya, Upaya ini dapat menjadikan perbankan syariah sebagai
alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmat oleh seluruh
golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Perbankan syariah dituntut untuk
bisa melakukan deferensiasi dan juga inovasi produk sebagai solusi ketatnya
persaingan yang terjadi. Produk yang dirancang harus merupakan produk yang
memiliki keunggulan baik dari sudut pandang masyarakat (nasabah dan calon
nasabah) serta dari sudut pandang internal perbankan.

Data otoritas jasa keuangan menyatakan bahwa pada tahun 2016


perbankan syariah baru mampu mencapai pangsa pasar sebesar 5% dari pangsa
pasar perbankan nasional. Perkembangan perbankan syariah di Yogyakarta cukup
baik dibanding perkembangan nasional. Tahun 2016 pangsa pasar perbankan
syariah di Yogyakarta mencapai 7% atau lebih tinggi dari pangsa pasar perbankan

9
syariah nasional. Persaingan merebut pangsa pasar sumber dana perbankan tidak
hanya terjadi antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional, namun
persaingan juga terjadi dalam lingkup perbankan syariah sendiri baik bank umum
syariah maupun bank pembiayaan rakyat syariah.6

Salah satu pilar penting untuk menciptakan produk perbankan dan


keuangan syariah dalam menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat modern adalah
pengembangan multi akad (hybrid contract). Bentuk akad tunggal sudah tidak
mampu meresponi transaksi keuangan kontemporer. Sehingga metode hybrid
contract seharusnya menjadi unggulan dalam pengembangan produk. Multi
akad (hybrid contract) adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu
muamalah yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya satu transaksi yang terdiri
dari akad jual beli dan ijarah, akad jual beli dan hibah dan seterusnya, sehingga
semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban
yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan,
kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

Salah satu contoh dari Multi akad (Hybrid contract) adalah tabungan
Mudharabah di bank syariah. Akad yang digunakan pada saat transaksi hanyalah
satu akad yakni mudharabahah. Namun sebenarnya, dalam akad tersebut tidak
cukup hanya satu akad, harus ada akad lain sebagai tambahan, yakni kafalah,
karena ketika nasabah menarik dana di automatic teller mechine (ATM) bersama,
bukan ATM bank bersangkutan, dipelukan akad kafalah. Namun akad tersebut
tidak disebutkan, melainkan tersembunyi (mustatir) karena sudah menjadi ‘urf
perbankan, dimana setiap tabungan, dapat ditarik di ATM tertentu (termasuk
ATM bersama)7

Berikut merupakan beberapa jenis produk penghimpun dana bank syariah


dan jenis produk inovasi bank syariah.8
6
Utama Satria and Putri Ega Handini, “Inovasi Produk Penghimpun Dana Perbankan Syariah,” The
5 Th Urecol Proceeding, 2017, 909.
7
Liza Shofy Arafah and Muhammad Yogi Hamdani, “Multi Akad (Hybrid Contract) Inovasi Produk
Lembaga Keuangan Syariah,” Eksisbank, 2018, 52.
8
Mursal and Yuserizal Bustami, “Helah Dan Hybrid Contracts (Al-’Ukud Al-Murakkabah) Pada
Produk Keuangan Syari’ah Perspektif Fiqh Muamalah,” Islamika 2 (2017): 44.

10
NO NAMA PRODUK AKAD FATWA DSN

1 Murabahah bil murabahah dan wakalah no:


wakalah 04/dsn-mui/iv/2000

2 Imbt ijarah dan wa'ad hibah dan no:


bai’ 27/dsn-mui/iii/2002

3 syariah charge card kafalah, ijarah dan qard no:


42/dsn-mui/v/2004

4 pembiayaan multijasa ijarah dan kafalah no.


44/dsn-mui/viii/200
4

5 line facility murabahah, musyarakah no.


dan ijarah 45/dsn-mui/ii/2005

6 mudharabah mudharabah dan akad no:


musytarakah musyarakah. 50/dsn-mui/iii/2006

7 asuransi syariah mudharabah dan akad no:


musyarakah 51/dsn-mui/iii/2006

8 gadai emas rahn dan ijarah no:


26/dsn-mui/iii/2002

Penjelasan:

1. Murabahah bil Wakalah


Murabahah bil wakalah merupakan jual beli dengan konsep wakalah.
Pelaksanannya adalah dimana Lembaga keuangan Syariah mewakilkan
kepada nasabah untuk membeli suatu produk maka terjadi akad wakalah.
Setelah barang berada ditangan nasabah, maka diserahkan kepada Lembaga

11
keuangan Syariah. Ketika barang sudah dimiliki oleh Lembaga keuangan
Syariah dan harganya pun sudah jelas, kemudian ditentukan margin dan
jangka waktu pengembalian yang disepakati Bersama dengan nasabah.
Skema:

2. Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik


IMBT adalah perjanjian sewa menyewa antara bank Syariah dengan nasabah,
dimana bank sebagai pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa atas suatu
barang dalam waktu tertentu yang sudah di sepakati. Setelah pembayaran sewa
telah selesai maka bank mengalihkan kepemilikan atas barang tersebut kepada
nasabah. Dalam IMBT ini tidak diperbolehkan untuk membalik nama suatu
barang yang telah disepakati untuk disewa sebelum pembayaran selesai.10
3. Syariah Charge Card
Syariah Charge Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh
pemegang kartu (hamil al-bithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang
9
TA Riyanti, “Murabahah Bil Wakalah,” Reponsitory IAIN Tulung Agung, 2017, 15.
10
Daffa Muhammad,dkk. “Analisis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif
Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia,” Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah 3 (2019):
184.

12
tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang
memberikan talangan (mushdir al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan.
Akad yang digunakan dalam syariah charged card adalah kafalah, qardh dan
ijarah. Sebagaimana diutarakan ahli fiqh yaitu mazhab Hanafi yakni
penggabungan tanggungan pihak penjamin dengan orang yang ditanggung
untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang atau barang, atau suatu
pekerjaan. Ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat atau kompensasi
dan Qardh adalah pemberian harta yang diberikan kepada orang lain dan dapat
ditagih kembali tanpa mengharapkan imbalan.11
4. Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa adalah penyaluran dana dengan akad ijarah yaitu berupa
penyaluran jasa keuangan seperti penyaluran pelayanan jasa Pendidikan,
Kesehatan, walimah, haji/umrah, dll. Dalam kegiatan penyalauran dana ini,
bank Syariah memperoleh ujrah (imbalan jasa) berupa nominal bukan
presentase.12
5. Line Facility
Lice facility (At-Tashilat) adalah salah satu fasilitas dari bank Syariah berupa
platform pembiayaan yang bergulir dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
prinsip Syariah (tanpa bunga). Akad yang digunakan dapat berupa murabahah,
mudharabah, musyarakah, ijarah, dan istisna.13
6. Mudharabah musytarakah
Mudharabah Musytarakah merupakan kerjasaa antara pemilik modal dan orang
yang mempunyai keahlian dalam bidang jasa dagang. Pemilik modal
memberikan modalnya kepada orang yang ahli dalam berdagang kemudian
keuntungan dari hasil dagang tersebut dibagi sesuai yang sudah disepakati oleh
kedua pihak. 14
11
Laila, “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pengguna Syariah Charge Card Pada Bank Syariah”
(UIN Antasari, 2018).
12
Linda Wahyu Saroh, “Penerapan Multiakad Dalam Produk Pembiayan Multijasa Di Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Mitra Haroni Malang Tinjauan Majelis Ulama Indonesia Kota Malang”
(UIN Malang, 2017).
13
Rifal Al Amin, “Pengaruh Pendapatan Pembiayaan Musyarakah Dan Pendapatan Terhadap Laba
Bersih Pada PT Bank BRI Syariah Periode 2016-2018” (UIN Banten, 2019).
14
Amin.

13
7. Asuransi syariah
Asuransi Syariah adalah layanan berupa dana tabungan dan tabarru’ yang
dibayarkan peserta kepada bank Syariah dengan system mudharabah (bagi
hasil) dari pendapatan investasi bersih yang dieroleh setiap tahun. Dana dan
alokasi peserta akan dikembalikan Ketika yang bersangkutan mengajukan
klaim. Tabarru’ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan secara ikhlas
dari peserta jika sewaktu waktu akan digunakan untuk membayar
klaim/manfaat asuransi. Dalam pelaksanaan asuransi Syariah harus memegang
prinsip tauhid, al-adl, at-taawun, al-amanah, ridha, khitmah, dan mashlahah.
Sebaliknya yang harus dihindari adalah kedzaliman, tathfi (kecurangan),
gharar, maisir, riba, dan riswah (sogok/suap). 15
8. Gadai emas syariah
Gadai emas Syariah adalah penggadaian (penyerahan hak penguasaan) harta
berupa emas dari nasabah (ar-rahin) kepada bank Syariah (al-murtahin) dengan
prinsip ar-rahn yaitu sebagai jaminan dari nasabah kepada bank Syariah.
Jika pada saat tempo waktu penebusan habis dan nasabah belum bisa
membayar, maka emas tersebut dijual dan hasil penjualan berih digunakan
untuk membayar hutang nasabah, jika ada keuntunganlebih dari penjualan
tersebut maka dikembalikan kepada nasabah. Jika hasil penjualan kurang maka
nasabah wajib melengkapi kekurangan hutangnya.16

Bank syariah dapat mengembangkan produk yang sudah ada di kodifikasi


produk perbankan syariah yang sudah ditetapkan. Pengembangan produk sesuai
dengan kodifikasi akan mempermudah perbankan syariah dalam pengembangan
produk baru, karena perbankan dapat lebih fokus pada pengembangan instrumen
produk sesuai kodifikasi yang ditetapkan. Hal ini juga dapat dilakukan dengan
mudah, karena model pengembangan ini tidak diperlukan perijinan khusus dari
OJK, hanya diharuskan pelaporan realisasi kepada OJK. Jika bank syariah akan

15
Muhammad Tho’in dan Anik, “Aspek-Aspek Syariah Dalam Asuransi Syariah,” Jurnal Ilmiah
Ekonomi Syariah 1 (2015): 4.
16
Putri Dona Balgis, “Gadai Emas Syariah: Evaluasi Dan Usulan Akad Sesuai Prinsip Syariah,”
Jurisprudence 7 (2017): 88.

14
mengembangkan produk, tetapi belum ada di dalam kodifikasi, maka
pengembangan produk tersebut harus memperoleh ijin dari OJK.

C. Analisis Perspektif Fiqh, Fatwa DSNMUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi


Syariah
Dalam melakukan inovasi produk, perbankan syariah dapat menggunakan
kaidah fikih dalam syariah, yaitu bahwa hukum (muamalah) dapat berubah karena
perubahan zaman, tempat, keadaan, adat, dan niat. Kaidah fikih ini dapat
dijadikan landasan oleh bank syariah dalam melakukan inovasi produk.
Berdasarkan kaidah fikih tersebut, hukum muamalah yang diterapkan dalam
produk perbankan syariah dapat berubah mengikuti perkembangan dan kebutuhan
zaman, tempat serta kondisi kontemporer. Pemenuhan akan preferensi masyarakat
terhadap produk perbankan yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman, tempat
dan kondisi kontemporer juga harus berpedoman pada fatwa MUI yang telah
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)MUI.
Produk-produk penghimpun dana bank syariah yaitu Giro, Tabungan dan
Deposito syariah mendapatkan perhatian lembaga perbankan yaitu bagaimana
menjamin mendapatkan dana yang halal dan menjalankan transaksi dengan pihak
nasabah secara syar’i. Berikut adalah DSN-MUI tentang penghimpun dana
perbankan syariah:
1. Salah satu cara yang digunakan perbankan syari’ah dalam memobilisasi
dana ialah dengan menggunakan giro. Giro adalah simpanan yang
dikembalikan saat diminta, biasanya digunakan untuk menyelesaikan
berbagai kewajiban penitip melalui cek atau perintah transfer. Menurut
Fatwa DSN – MUI No: 01/DSN-MUI/IV/2000, Giro yang dibenarkan
secara syari’ah, yaitu Giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan
wadi’ah8 . Titipan (wadi’ah) merupakan simpanan yang dijamin
keamanan dan pengembaliannya tetapi tanpa memperoleh imbalan
/keuntungan.
2. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek, bilyet, giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

15
Menurut Fatwa DSN-MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000, Tabungan yang
dibenarkan menurut prinsip syri’ah adalah tabungan Wadi’ah dan
Mudharabah.
3. Selain Giro dan Tabungan, produk perbankan Syari’ah lainnya yang
termasuk Funding adalah deposito. Berdasarkan UU No 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas undang-undang No 7 tahun 1992 tentang
Perbankan. Yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu
menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud disini adalah deposito yang dijalankan
berdasarkan prinsip syari’ah. Menurut Fatwa DSN-MUI No: 03/DSN-
MUI/IV/2000.17

Produk-produk penghimpun dana bank syariah yaitu Giro, Tabungan dan


Deposito syariah dalam pandangan hukum islam (fiqh) terdapat beberapa
perbedaan sebab terdapat 4 madzhab fiqh yang mendalami persoalan tersebut,
dianatanya yaitu prinsip Wadi’ah terhadap produk Giro dan Tabungan.

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah wadi’ah adalah penitipan


dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya
untuk menga dana tersebut.18 Dalam prakteknya, bank syari’ah memberikan jasa
simpanan giro dan tabungan berdasarkan prinsip/akad wadi’ah yad dhamanah.
Maka dalam produk simpanan giro dan tabungan ini,pihak bank maupun nasabah
sama-sama mendapatkan keuntungan. Akan tetapi, Bank Syariah tidak boleh
menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apa pun kepada pemegang
rekening wadi’ah, dan sebaliknya pemegang rekening juga tidak boleh
mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadi’ah.
Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan dapat di anggap riba. Pendapat
ini juga sesuai dengan keputusan Majma’ Fiqih Islam (OKI) di Abu Dhabi pada
tanggal 1-5 Dzul Qo’dah 1415 H yang menetapkan bahwa giro baik yang ada di

17
Kamal, “Menelusuri Fatwa DSN-MUI Tentang Ekonomi Syari’ah (Produk Penghimpunan Dana).”
18
Pasal 20 angka (17) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

16
bank syari’ah atau bank konvensional dalam pandangan fiqih termasuk akad
simpan pinjam, karena pihak bank sebagai penerima titipan masuk kategori yad
dhoman yang mengharuskan mengembalikan simpanan ketika diminta.19

Prinsip Mudharabah dalam Deposito yaitu sebuah akad kerjasama antar


pihak, antara penyedia modal dan pengelola yang sesuai dengan UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah: “Mudharabah akad kerja sama suatu
usaha antara pihak pertama (malik/shahibul mal, atau bank syari’ah) yang
menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil/mudharib, atau nasabah)
yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai
dengan dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian
ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.”20

Hukum dari akad Mudharabah adalah boleh, sebagaimana firman Allah


Swt dalam surah An-Nisa’ ayat 29, yaitu:

‫ْأ‬ ٰ ٓ
ٍ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا‬
‫اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”21

Dalam menggunakan akad Mudharabah terdapat beberapa prinsip syariah


yang harus diperhatikan oleh bank syariah terhadap teknis-teknis yang dapat
membatalkan keabsahan dari akad Mudharabah22 yaitu:

1. Tidak adanya ketentuan nisbah keuntungan bagi bank dan nasabah

19
Yusuf Qordhowi, Keputusan Majma’ Fiqh Tentang Fiqh Muamalat (Ittihad Ta’wuni, 1997), 46-
47.
20
Penjelasan Pasal 19 huruf c UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.
21
Tim Penerjemah. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV. Diponegoro, 2015.
22
Mohammad Ainun Najib, “Penguatan Prinsip Syariah Pada Produk Bank Syariah,” Jurisprudence
1 (2017): 26.

17
2. Mengambil modal sebelum waktunya

Dalam konsep Multi akad (Hybrid contract) terdapat beberapa dalil yang
secara tidak langsung melarang akad tersebut namun untuk mencapai
kemaslahatan terdapat cara untuk mengatasinya yaitu dengan kaidah fiqh “an-
nahyu bi ghayri ad-dalilu mardudun” (Larangan tanpa ada dalil yang jelas
maka tertolak) Tapi dengan ketentuan: Tidak boleh bertentangan dengan nash
Agama serta juga Tidak menjadi Hilah kepada Riba ataupun akibat Multi akad
menyebabkan jatuh ke riba. Dalam pembentukan produk keuangan syariah sesuai
dengan dasar fatwa dewan syariah nasional MUI ada beberapa prodak baru yaitu
IMBT.

MBT hadir sebagai produk keuangan syariah sebagai jalan keluar dari
praktek riba. Tujuan akhir dari IMBT adalah perpindahan kepemilikan. Dalam
jual-beli jika seseorang memiliki uang cukup maka dia akan membeli barang
tersebut misalnya rumah secara cash. Tetapi kondisi zaman hari ini, untuk
memiliki sesuatu contohnya rumah sangatlah susah, karena harga jual yang mahal.
Tentu saja jalan yang diambil adalah kredit. Tetapi dalam jual beli kredit
dimungkinkan riba (karena tidak semua kredit riba), oleh karena itu maka
solusinya adalah merakayasa akad dengan menggunakan akad Ijaroh.23

ada dasarnya konsep Multi akad (Hybrid contract) bertujuan untuk


memberikan kemudahan dan kemaslahatan masyarakat dan diperbolehkan jika
didalam akad tersebut terhindar dari konsep riba sebab riba termasuk hal yang
dilarang (diharamkan) Allah Swt.

23
Mursal and Bustami, “Helah Dan Hybrid Contracts (Al-’Ukud Al-Murakkabah) Pada Produk
Keuangan Syari’ah Perspektif Fiqh Muamalah.”

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring berkembanganya zaman, ekonomi dunia juga mengalami
pertumbuhan yang signifiksan. Ini membuat ekonomi Syariah juga harus
menyesuaikan khususnya bank Syariah yang mana harus menyesuaikan dengan
perkembangan agar tetap bisa melayani masyarakat tetapi dengan prinsip-prinsip
Syariah tanpa adanya riba. Tentunya hal ini didasari oleh dasar hukum yang juga
mengalami perkembangan baik dari segi islam, fatwa DSN-MUI, dan Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya banyak kekurangan. Termasuk
diantaranya adalah kurangnya sumber data, kurangnya korelasi pemahaman
mengenaikonsep Produk-Produk Penghimpun Dana Pada Bank Syariah, serta
gaya penulisan dan pemilihan diksi yang kurang tepat. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Rifal Al. “Pengaruh Pendapatan Pembiayaan Musyarakah Dan Pendapatan
Terhadap Laba Bersih Pada PT Bank BRI Syariah Periode 2016-2018.” UIN
Banten, 2019.
Anik, Muhammad Tho’in dan. “Aspek-Aspek Syariah Dalam Asuransi Syariah.”
Jurnal Ilmiah Ekonomi Syariah 1 (2015): 4.
Arafah, Liza Shofy, and Muhammad Yogi Hamdani. “Multi Akad (Hybrid
Contract) Inovasi Produk Lembaga Keuangan Syariah.” Eksisbank, 2018, 52.
Balgis, Putri Dona. “Gadai Emas Syariah: Evaluasi Dan Usulan Akad Sesuai
Prinsip Syariah.” Jurisprudence 7 (2017): 88.
Daffa Muhammad, Dkk. “Analisis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia.” Jurnal
Ekonomi Dan Keuangan Syariah 3 (2019): 184.
Kamal, Helmi. “Menelusuri Fatwa DSN-MUI Tentang Ekonomi Syari’ah (Produk
Penghimpunan Dana).” Jurnal Muamalah IV (2014): 30.
Laila. “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pengguna Syariah Charge Card Pada
Bank Syariah.” UIN Antasari, 2018.
Mursal, and Yuserizal Bustami. “Helah Dan Hybrid Contracts (Al-’Ukud Al-
Murakkabah) Pada Produk Keuangan Syari’ah Perspektif Fiqh Muamalah.”
Islamika 2 (2017): 44.
Najib, Mohammad Ainun. “Penguatan Prinsip Syariah Pada Produk Bank
Syariah.” Jurisprudence 1 (2017): 26.
Qordhowi, Yusuf. Keputusan Majma’ Fiqh Tentang Fiqh Muamalat. Ittihad
Ta’wuni, 1997.
Riyanti, TA. “Murabahah Bil Wakalah.” Reponsitory IAIN Tulung Agung, 2017,
15.
Saebani, Beni Ahmad. Hukum Ekonomi Dan Akad Syariah Di Indonesia.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2018.
Saroh, Linda Wahyu. “Penerapan Multiakad Dalam Produk Pembiayan Multijasa
Di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Mitra Haroni Malang Tinjauan Majelis

20
Ulama Indonesia Kota Malang.” UIN Malang, 2017.
Satria, Utama, and Putri Ega Handini. “Inovasi Produk Penghimpun Dana
Perbankan Syariah.” The 5 Th Urecol Proceeding, 2017, 909.
Wiroso. Produk Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti, 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai