Anda di halaman 1dari 20

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

PERBANKAN SYARIAH NURNASRINA, S.E., M.SI

“PRODUK PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH”

Disusun Oleh:
Muhammad Fakhrur Rozi (12120510473)

KELAS A
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji syukur atas kehadiran Allah SWT
yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasululah
Muhammad SAW dengan mengucapkan Allahmma Shalli’ala Muhammad Wa’alaaihi Syaidina
Muhammad yang telah membawa manusia dari alam jahiliyah kepada alam yang terang menerang yang
penuh ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penulisan makalah ini diselesaikan guna menyelesaikan salah satu tugas dalam mata kuliah
Perbankan syariah 1. Adapun judul makalah ini adalah “Produk Pendanaan Dan Pembiayaan Pada
Bank Syariah”
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan kedepan. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembacanya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 29 maret 2023

Muhammad Fakhrur Rozi

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

A. Produk Pendanaan Pada Bank Syari’ah................................................................................3

B. Produk Pembiayaan Pada Bank Syari’ah.............................................................................8

BAB III..........................................................................................................................................15

PENUTUP.....................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank syariah merupaka Lembaga intermediasi yang menjalankan kegiatan


usahanya berdasarkan etika, system, dan prinsip islam, khususnya yang bebas dari riba
(bunga), masyir, dan gharar. Bank syariah sering dipersamakan dengan bank tanpa bunga,
padahal bank tanpa Bunga merupakan konsep yang lebih sempit dari bank syariah,
dimana sejumlah instrument atau operasinya bebas dari bunga. Bank syariah selain
menghindari bunga juga aktif ikut berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari
ekonomi islam yang berorientasi pada kesejahteraan sosial.
Menurut pasal 1 Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-
undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan, bank didefinisikan sebagao badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Sedangkan menurut pasal 1 Undang-undang no 4 tahun 2003 tentang perbankan,
bank adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah adalah penghimpunan
dana yang disesuaikan dengan tiga transaksi yaitu berupa giro, tabungan, dan investasi.
Dimana inovasi produk penghimpunan dana perlu dilakukan perbank syariah ditengah
ketatnya persaingan dalam meraih pangsa pasar khususnya pasar dan pihak ke tiga yang
merupakan sumber dana utama perbankan. Sedangkan untuk system pembiayaan tidak
terlepas dari konsep bagi hasil yang ditawarkan baik melalui jual beli, kemitraan mau pun
sewa menyewa.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja produk-produk pendanaan dalam perbankn syariah?


2. Apa yang dimaksud dengan wadiah dan pembagiannya dalam perbankan syariah?
3. Apa perbedaan tabungan mudharabah dan tabungan wadiah?
4. Apa saja produk-produk pembiayaan dalam perbankan syariah?
5. Ada berapa prinsip pembiayaan dalam perbankan syariah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui produk-produk pendanaan dalam perbankan syariah!


2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan wadiah dan pembagiannya dalam
perbankan syariah!
3. Untuk mengetahui perbedaan tabungan mudharabah dan tabungan wadiah!
4. Untuk mengetahui produk-produk pembiayaan dalam perbankan syariah!
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang terdapat dalam pembiayaan bank syariah!

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Produk Pendanaan Pada Bank Syari’ah

Produk-produk bank syariah muncul karena didasari oleh operasionalisasi fungsi bank
syariah (Baraba, 2000). Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi
seperti: sebagai penerima Amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan
oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan
kebijakkan investasi bank, sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik
dana/shahibul maal sesuai dnegan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana,
sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Dan sebagai pengelola fungsi sosial.
Dari keempat fungis operasional tersebut kemudian dikelompokkan secara garis besar
kedalam produk pendanaan, produk pembiayaan, produk jasa perbankan, dan produk
kegiatan sosial1.
1. Pendanaan dengan prinsip wadiah
Dalam Bahasa fiqh wadiah dikenal sebagai barang titipan. Menurut Bahasa, al-
wadiah adalah sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya agar dijaga. Menurut
syafi’iyah, wadiah adalah akad yang dilaksanakan untuk menjaga sesuatu yang
dititipkan2. Dari pengertian tersebut maka dapat dipahami bahwa apabila ada kerusakan
pada benda titipan, padahal benda tersebut sudah dijaga sebagaimana layaknya, makak
sipenerima titipan tidak wajib menggantinya, tetapi apabila kerusakan itu disebabkan
karena kelalaiannya, maka ia wajib menggantinya. Dengan demikian akad wadiah ini
mengandung unsur Amanah dan kepercayaan.
Dalam mempraktekan akad jenis ini, bank syariah melakukan kegiatan usahanya
dengan mengelaurkan produk-produk diantaranya simpanan giro (giro wadiah) dan
tabungan wadiah (tabungan biasa)3.

1
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm 112
2
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Kegiatan Usaha Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2018), Hlm 34
3
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Ibid, Hlm 38

3
a. Giro wadiah
Giro wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari
nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan dan
kemudahan pemakaiannya4 yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek,bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
perintah pemindah bukuan.
Bank boleh menggunakan dana nasabah yang terhimpun untuk tujuan mencari
keuntungan dalam kegiatan berjangka pendek atau untuk memenuhi likuiditas bank,
selama dana tersebut tidak ditarik.
Karakteristik giro wadiah antara lain adalah:
1) Harus dikembalikan utuh seperti semual sejumlah barang yang dititipkan
sehingga tidak boleh overdraft)
2) Dapat dikenakan biaya titipan
3) Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya dengan
cara menetapkan saldo minimum
4) Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro sesaui ketentuan
yang berlaku
5) Jenis dan kelompok rekening sesuai ketentuan yang berlaku dalam kegiatan usaha
bank sepanjang tidak bertentangan dengan syariah
6) Dana wadiah hanya dapat digunakan seijin penitip

Dalam aplikasinya ada giro wadiah yang memberikan bonus dan ada giro wadiah
yang tidak memberikan bonus5. Pada kasus pertama, giro wadiah memberikan bonus
karena bank menggunakan dana simpanan giro ini untuk tujuan produktif dan
menghasilkan keuntungan, sehingga bank dapat memberikan bonus kepada nasabah
deposan. Sedangkan pada kasus kedua, giro wadiah tidak memberikan bonus karena
bank hanya menggunakan dana simpanan giro ini untuk tujuan menyeimbangkan
kebutuhan likuiditas bank dan untuk transaksi jangka pendek atas tanggung jawab
bank yang tidak menghasilkan keuntungan riil.

4
Ascarya, Op,cit, Hlm 114
5
Ascarya, Ibid, Hlm 114

4
Simpana giro dibank syariah tidak selalu menggunakan prinsip wadiah yad
dhamanah, tetapi secara konsep dapat juga menggunakan prinsip wadiah yad
Amanah, karena pada dasarnya giro ini dianggap sebagai suatu kepercayaan dari
nasabah kepada bank untuk menjaga dan mengamankan asset/dananya.6

Selain itu simpanan giro juga dapat menggunakan prinsip qardh Ketika bank
dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah deposan. Bank dapat
memanfaatkan dana pinjaman dari nasabah deposan untuk tujuan apa saja, termasuk
untuk kegiatan produktif mencari keuntungan. Sementara itu, nasabah deposan
dijamin akan memperoleh Kembali dananya secara penuh, sewaktu-waktu nasabah
ingin menarik dananya. Bank boleh juga memberikan bonus kepada nasabah deposan,
selama hal ini tidak diisyaratkan di awal perjanjian.

b. Tabungan wadiah
Tabungan wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari
nasabah dalam bentuk rekening tabungan (savings account) untuk keamanan dan
kemudahan pemakaiannya, seperti giro wadiah, tetapi tidak sefleksibel itu, karena
nasabah tidak dapat menarik dananya dengana cek dan sebagainya. Simpanan ini
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati7.
Seperti halnya pada giro wadiah, bank juga boleh menggunakan dana nasabah
yang terhimpun untuk tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang berjangka
pendek atau untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana tersebut tidak
ditarik.
Biasanya bank dapat menggunakan dana ini lebih leluasa dibandingkan dnegan dana
dari giro wadiah, karena sifat penarikannya yang tidak sefleksibel giro wadiah,
sehingga bank mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan keuntungan.
Oleh karena itu, bonus yang diberikan oleh bank kepada nasabah tabungan wadiah
biasanya lebih besar daripada bonus yang diberikan oleh bank kepada nasabag giro
wadiah. Besarnya bonus juga tidak dipersyaratkan dan tidak ditetapkan dimuka.

6
Ascarya, Ibid, Hlm 115
7
Ascarya, Ibid, Hlm 115

5
2. Pendanaan dengan prinsip mudharabah
Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-
bank islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah. Mudharabah adalah
perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul mal)
menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan
usaha8. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah (porsi bagi hasil) yang telah
disepakati Bersama secara awal, maka kalua rugi shahib al-mal akan kehilangan Sebagian
imbalan dari kerja keras dan managerial skill selama proyek berlangsung.
Mudharabah disebut juga dengan qiradh yang berarti “memutuskan”. Dalam hal
ini si pemilik uang itu tentu memutuskan untuk menyerahkan sebilangan uangnya untuk
diperdagangkannya berupa barang-barang dan memutuskan sekali Sebagian dari
keuntungannya bagi pihahk kedua orang yang berakad qiradh ini.
Mudharabah dikenal sebagai suatu akad atau perjanjian atas sekian uang untuk
dipertindakkan oleh amil (pengusaha) dalam perdagangan, kemudian keuntungannya
dibagikan diantara keduanya menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik
dengan sama rata, maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Tujuan akad
mudharabah adalah supaya ada Kerjasama kemitraan antara pemilik harta yang tidak ada
pengalaman dalam perniagaan/perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri
dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman
dibidang tersebut tapi tidak punya modal.
Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu Mudharabah muqayyadah, yaitu pemilik dana membatasi atau
memberikan syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana dan Mudharabah mutlaqah,
yakni pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan atau
gangguan apapun, urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan
waktu, tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Mudharabah ini dalam perbankan
diaplikasikan pada tabungan, dan deposito. Disamping itu ada jenis bentuk lain
mudharabah, yaitu mudharabah musytarakah yakni mudharabah dimana pengelola dana
menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi9.

8
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: PT Sardo Sarana Media, 2009), Hlm 139
9
Wiroso, Ibid, Hlm 141

6
a. Tabungan mudharabah
Tabungan mudharabha merupakan tabungan dengan akad mudahrabah, dimana
pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank
(mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal.
Tabungan mudharabah ini dapat diambil sewaktu-waktu. Sesuai dengan prinsip yang
digunakan, tabungan mudharabah ini merupakan investasi yang diharapkan akan
menghasilkan keuntungan, oleh karena ini modal yang diserahkan kepada pengelola
dana atau mudharib tidak boleh ditarik sebelum akad tersebut berakhir. Hal ini
disebabkan karena kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib sehubungan
dengan pengelolaan dana tersebut.
Penarikan tunai tabungan hanya dapat dilakukan dengan slip penarikan, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Ada
sedikit perbedaan antara wadiah yang digunakan untuk rekening tabungan dan wadiah
yang digunakan untuk rekening giro. Dalam wadiah untuk rekening tabungan, bank
dapat memberikan bonus kepada nasabah dari keuntungan yang diperoleh bank
karena bank lebih leluasa untuk menggunakan dana ini untuk tujuan mendapatkan
keuntungan.
Perbandingan tabungan mudharabah dengan tabungan wadiah adalah10:

No Tabungan Mudharabah Tabungan Wadiah


1. Sifat Dana Investasi Titipan
Hanya Dapat Dilakukan Dapat Dilakukan Sewaktu-
2. Penarikan
Pada Waktu Tertentu Waktu
3. Insentif Bagi Hasil Bonus
Pengembalian Tidak Dijamin
4. Dijamin Dikembalikan Semua
Dana Dikembalikan Semua

10
Wiroso, Ibid, Hlm 153

7
b. Deposito mudharabah
Deposito mudharabah merupakan simpanan dana dengan akad mudharabah
dimana pemilik dana mempercayakan dananya untuk dikelola bank dengan bagi hasil
sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Bank wajib memberitahukan
kepada pemilik dana mengenai nisbab dan tatacara pemberian keuntungan dan
perhitungan distribusi keuntungan serta resiko yang dapat timbul dari deposito
tersebut, setiap tanggal jatuh tempo deposito, pemilik dana akan mendapatkan bagi
hasil sesuai dengan nsibah dari hasil investasi yang telah dilakukan oleh bank.
Perhitungan bagi hasil kepada pemilik dana deposito mudharabah dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1) Dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah
2) Dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa memperhatikan
tanggal pembukaan deposito mudharabah tersebut.

Tujuan dan manfaat deposito mudharabah adalah11:

1) Bagi bank, sumber pendanaan bank baik dalam bentuk rupiah maupun valuta
asing dengan jangka waktu tertentu yang lebih lama dan fluktuasi dana yang lebih
rendah
2) Bagi nasabah, alternatif investasi yang memberi keuntungan dalam bentuk bagi
hasil.

Perbedaan jangka waktu deposito akan mempengaruhi besar kecilnya bagi hasil
yang diberikan pihak bank. Makin lama jangka waktu deposito, maka akan semakin
besar bagi hasil deposito yang akan dibagi pihak bank, dan begitu juga sebaliknya
makin pendek jangka waktu deposito maka bagi hasilnya juga semakin sedikit.

B. Produk Pembiayaan Pada Bank Syari’ah

Kredit dalam system perbankan islam lebih diartikan dengan pembiayaan. Dalam system
pembiayaan ini terdapat beberapa konsep yang diterapkan oleh bank syariah dalam
memberikan modal ataupun kredit bagi nasabah perbankan, antara lain dengan menggunakan

11
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Kegiatan Usaha Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2018), Hlm 70

8
system Kerjasama atau bagi hasil. Pembiayaan dalam bank syariah disalurkan dengan
menggunakan prinsip akad jual beli, bagi hasi, dan sewa,
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
a. Murobahah
Menurut Bahasa, murabahah berasal dari kata ribhu, yang artinya keuntungan.
Secara sederhana murabahah adalah akad jual beli seharga barang ditambah
keuntungan yang telah disepakati12. Sedangkan menurut fatwa DSN-MUI no 04 tahun
2000, murabahah adalah menjual suatu barnag dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dnegan harga yang lebih sebagai laba.
Dari pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa murabahah ialah akad jual ebli
barang dengan menyatakan harga pokok dan keuntungan yang telah disepakati.
Bolehnya transaksi jual beli merubahah asalkan memenuhi rukun-rukun dan
syarat-syarat. Adapun rukun jual beli terdiri dari:
1) Ba’i: penjual (pihak yang memiliki barang)
2) Musytari: pembeli (pihak yang akan membeli barang)
3) Mabi’: barang yang akan diperjual belikan
4) Tsaman: harga
5) Ijab qabul: pernyataan timbang terima

Sedangkan syarat-syarat murabahah adalah:

1) Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah


2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3) Kontrak harus bebas dari riba
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi caca tatas barang sesudah
pembelian
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Selain itu orang sering menyamakan pembiayaan murobahah (margin) dengan


kredit (bunga) pada bank konvensional. Pada hal keduanya terdapat perbedaan,
Adapun perbedaannya seperti pada table dibawah13.
12
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Ibid, 75
13
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Ibid, Hlm 83

9
No Margin Keuntungan (Ar-Ribh) Bunga (Ar-Riba)
Barang Sebagai Objek, Nasabah Uang Sebagai Objek/Komoditas,
1. Berutang Barang, Bukan Berutang Nasabah Berutang Uang Bank
Uang, Bank Serahkan Uang Serahkan Uang
Harga Yang Telah Disepakati Tidak Bungan Bisa Berubah Secara
2.
Bisa Berubah Sepihak
Sector Moneter Dan Riil Terkait Kuat, Tidak Dikaitkan Dengan Sector
3. Sehingga Mendorong Percepatan Arus Riil (Sector Moneter Dan Riil
Barang Dan Produksi Terpisah)
Mendorong Percepatan Arus Barang, Tidak Mendorong Percepatan Arus
Mendorong Produktifitas Dan Barang Karena Tidak Mewajibkan
4.
Entrepreneurship, Meningkatkan Adanya Barang, Tidak Mendorong
Tenaga Kerja Produktifitas Dan Unemployment
5. Pertukaran Barang Dengan Uang Pertukaran Uang Dengan Uang
6. Bila Macet Tidak Ada Bunga Macet Bunga Berbungan
Terjadi Pemindahan Kepemilikan
Tidak Ada Pemindahan
7. Barang, Barang Sekaligus Sebagai
Kepemilikan
Jaminan.
Akad murabahah dalam perbankan syariah dapat diaplikasikan untuk produk-
produk antara lain:

1) Pembelian barang
2) Modal kerja
3) Renovasi rumah
4) Take over dari bank konvensional

b. Salam
Salam merupakan salah satu prinsip dalam jual beli. Secara etimollogi salam
adalah salaf atau sesuatu yang didahulukan. Sedangkan dalam jual beli berarti
mendahulukan uangnya atau pembayarannya, sedangkan barangnya diserahkan

10
kemudian. Wahbah az-zuhaili menegaskan bahwa karakter utama jual beli salam
adalah serah terima pembayaran atau harga didahulukan, yaitu pada saat akad.
c. Istishna
Istishna berasal dari kata shana’a, ja’ala atau khalaqa yang secara harfiah berarti
membuat atau menciptakan14. Pada prinsipnya akad jual beli salam sama dengan akad
jual beli istishna, yaitu jual beli yang dilakukan secara pesanan,barang diserahkan
secara Tangguh saampai waktu yang telah disepakati. Ba’i istishna ialah kontrak
penjualan antara pembeli dan penjual dengan cara pemesanan pembuatan barang
seperti bangunan, rumah, ruko, pakaian, furniture, sepatu, jalan raya dan lain-lainnya.
Kedua belah pihak sepakat atas harga dan system pembayaran.
Istishna memiliki syarat-syarat seperti berikut:
1) Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan
jual beli
2) Ridha/kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji
3) Apabila isi akad disyaratkan shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi
isitsha, tetapi berubah menjadi akad ijarah
4) Pihak yang membuat menyatakan kesanggupan untuk mengadakan/membuat
barang itu.
5) Mashnu’ (barang/objek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis,
ukuran, mutu dan jumlahnya
6) Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ atau
menimbulkan kemudharatan.

Penerapan transaksi istishna’ di perbankan syariah, kedudukan entitas syariah


dapat bertindak sebagai produsen/pembuat/kontraktor, bank syariah dapat bertindak
sebagai pemesan/pembeli, atau bertindak sebagai produsen sekaligus sebagai
pemesan secara simulant.

2. Pembiayaan dengan prinsip kemitraan/bagi hasil


a. Mudharabah

14
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Penguatan Bank Syariah Sebagai Amil Zakat, (Yogyakarta: Kalimedia, 2021), Hlm
160

11
Mudharabah adalah akad Kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama menyediakan modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola15. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, sipengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Adapun ketentuan pembiayaan
mudharabah ialah:
1) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada
pihak lain untuk suatu usaha yang produktif
2) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang
3) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatian fatwa DSN
4) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib
5) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan mudharib berhak mendapat ganti rugi biaya
yang telah dikeluarkan.
b. Musyarokah
Secara etimologis musyarokah atau syirkah berarti percampuran, yakni
bercampurnya suatu harta dengan harta lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara
keduanya. Sedangkan secara terminology musyarokah akad kerja sama antara dua
orang atau lebih untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
Bersama sesuai kesepakatan. Musyarokah digunakan oleh umat islam untuk sebuah
transaksi perkongsian dalam bisnis. Musyarokah merupakan transaksi penamaan
modal antara dau orang atau lebih untuk menjalankan suatu usaha sesuai syariat
dengan pembagian berdasarkan nisbah yang disepakati dan kerugian juga saling
ditanggung berdasarkan proporsi modal masing-masing.
Secara akad, musyarokah dibagi atas 5 macam yaitu:

15
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Kegiatan Usaha Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2018), Hlm 109

12
1) Syirkah al-‘inan, yakni akad kerja sama antara dua orang atau lebih dimana setiap
pihak memberikan kontribusi dana dan berpartisipasi dalam kerja serta sepakat
untuk berbagi keuntungan dan kerugian, dimana porsi masing-masing pihak tidak
harus sama
2) Syirkah mufawadhah, yakni kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi yang sama tentang dana,
partisipasi kerja dan berbagi keuntungan atau kerugian dalam jumlah yang sama.
3) Syirkah abdan, yakni kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih yang
memiliki profesi sama untuk menerima perkerjaan secara Bersama dan berbagi
keuntungan dari perkerjaan tersebut.
4) Syirkah wujuh, yakni kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih yang sama-
sama memiliki keahlian dalam bisnis tanpa modal/uang.
5) Syirkah mudharobah
3. Pembiayaan dengan prinsip sewa
a. Ijaroh
Ijaroh adalah akad penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri16. Ijarah termasuk salah satu akad
mu;awadhat yaitu transaksi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau
manfaat material. Oleh karena itu, ijaroh dikenal sebagai jual beli manfaat barang.
Rukun ijarah adalah sebagai berikut:
1) Penyewa (lessee/musta’jir)
2) Pemilik objek sewa (lessor/mu’ajjir)
3) Asset atau objek sewa (ma’jur)
4) Ujrah/harga sewa atau manfaat sewa
5) Ijab qabul

Syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut:

1) Pihak yang terlibat harus saling ridha


2) Asset/objek sewa ada manfaatnya

16
Nurnasrina, P. Adiyes Putra, Ibid, Hlm 131

13
b. Ijaroh muntahiya bit-tamlik (IMBT)
IMBT adalah sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang atau
sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa
yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Perpindahan
kepemilikan suatu asset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah
muntahiyah bit-tamlik, dilakukan jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan
dan objek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan cara:
1) Hibah
2) Penjualan sebelum akad berakhir
3) Penjualan pada akhir masa ijarah
4) Penjualan secara bertahap

14
BAB III

PENUTUP

Perbankan syariah pada dasarnya merupakan suatu industri keuangan yang memiliki
sejumlah perbedaan mendasar dalam kegiatan utamanya dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Salah satu perbedaan utamanya terletak pada penentuan return yang akan
diperoleh para depositornya. Bank syariah tidak hanya bersifat profit-oriented, tetapi juga
mengemban misi-misi sosial. Disamping keunikan tersebut, bank syariah juga memiliki beragam
produk pembiayaan yang lebih luas dibandingkan bank umum konvensional dan bisa dipastikan
bahwa usaha yang dibiayai harus berdasarkan pada syariat Islam dan tidak memiliki unsur
makruh.

Perkembangan yang pesat pada bank syariah di Indonesia ini dianggap karena selama ini
bank syariah mampu membidik pasar syariah loyalis, yaitu konsumen yang meyakini bahwa
bunga bank itu haram. Di lain pihak, bank syariah sedang mengalami kondisi persaingan yang
sangat ketat karena semua pihak yang terlibat dalam perbankan sama-sama bergerak di pasar
rasional yang sensitif terhadap bunga. Para depositor sendiri sangat memperhatikan return atau
keuntungan yang mereka peroleh ketika menginvestasikan uangnya di bank. Seiring dengan
berkembangnya kemampuan bank syariah mengelola risiko investasi mudharabah di kategorikan
sebagai pembiayaan dengan karakteristik risiko yang tinggi. Dengan demikian terdapat
kecenderungan pada bank syariah menyeleksi calon nasabah mudharabah secara ketat.
Diperkirakan lingkup kegiatan usaha mudharib yang diberikan investasi mudharabah akan
semakin luas.Nasabah penghimpunan dana bank berperan sebagai mudharib, sedangkan nasabah
penyaluran dana Bank berperan sebagai pemilik dana

Hal yang menjadi perbedaan utama antara bank syariah dengan bank konvensional adalah
bank syariah tidak menerapkan sistem bunga dalam operasionalnya, melainkan penerapan bagi
hasil. Penerapan bagi hasil ini sesuai dengan kaidah hukum syariah (Islam). Penerapan prinsip
bagi hasil pada bank syariah berlaku pada seluruh produk yang ditawarkan, baik berupa produk
penghimpun dana, maupun produk penyaluran dana berupa pembiayaan. Produk-produk itulah
yang ditawarkan oleh bank syariah kepada nasabah atau calon nasabah dalam menggunakan jasa
perbankan syariah Indonesia. Dalam kegiatan operasionalnya, bank syariah di Indonesia
berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana masyarakat dan

15
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan seperti melalui ijarah dan
bagi hasil/kemitraan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ascarya. (2008). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nurnasrina, P. A. (2018). Kegiatan Usaha Bank Syariah. Yogyakarta: Kalimedia.

Nurnasrina, P. A. (2021). Penguatan Bank Syariah Sebagai Amil Zakat. Yogyakarta: Kalimedia:
Kalimedia.

Wiroso. (2009). Produk Perbankan Syariah. Jakarta: PT Sardo Sarana Media.

17

Anda mungkin juga menyukai