Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

FIQH MUAMALAH 2

Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran Syariah

Kelompok 1

DISUSUN OLEH :

Azma Nadhilah 1804411060

Muhammad Syamil Abdussalam 1804411026

R. R. Adinda Putri 1804411045

Shafira Mauliya 1804411027

JURUSAN AKUNTANSI

KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini

merupakan laporan tertulis sebagai Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah 2. Makalah ini

ditujukan kepada Bapak Dr. Dede Abdul Fatah selaku Dosen Mata Kuliah Fiqh Muamalah 2

dimana makalah ini membahas berjudul.

Pada kesempatan ini saya selaku mahasiswa menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Bapak Dr. Dede Abdul Fatah selaku Dosen Mata Kuliah Fiqh Muamalah 2 yang

telah memberikan kesempatan untuk menulis dan mengulas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

para pembaca untuk perbaikan penulis dimasa yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wa’alaikumsalam Wr. Wb

Depok, 24 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5

BAB II ISI
2.1 Pengertian Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran.................. 6
2.2 Landasan Hukum Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran….. 11
2.3 Praktik Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran di LKK......... 21
2.4 Pengertian Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening Koran
Syariah…………………………………………...…………………... 25
2.5 Landasan Hukum Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah……………………………………………………...… 26
2.6 Akad-akad Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah………………...…...…………………………………. 31
2.7 Skema Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah………………………………………………………... 33
2.8 Praktik Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening
Koran Syariah…………………………………………………...…… 42

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 53
3.2 Saran .................................................................................................... 54

DAFTAR PUSATAKA ........................................................................................ 55

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Dalam perkembangan jaman modern saat ini, Industri perbankan


merupakan komponen yang sangat penting dalam perekonomian demi
menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian
secara keseluruhan. Secara umum bahwa bank memegang peranan yang
sangat penting dalam membiayai pertumbuhan ekonomidan membantu
mendorong perekonomian menjadi lebih efisien dan dinamis.

Menurut Undang‐Undang No. 21 Tahun 2008, bank adalah badan


usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan
bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalah secara Islam.

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatanusahanya


berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah
Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari

1
kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan/atau unit syariah.Prinsip Syariah adalah prinsip
hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah.

Dalam kasus Perbankan, konsep yang dimaksud dengan biaya


adalah pengeluaran atau pengorbanan yang tidak terhindarkan untuk
mendapatkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh
pengiriman, pencepakan (penjualan), dimaksudkan untuk memperoleh
penghasian dalam laporan laba rugi, komponen biaya merupakan
mengurangi dari pendapatan. Penertian biaya berbeda dengan beban. Semua
biaya adalah beban tetapi tidk semua beban adalah biaya

Pembiayaan tersebut adalah Line Facility yaitu suatu faslitas


plafon pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah dengan
ketentuan yang disepakati dan mengikat menurut prnsip syariah. Dalam
kerangka pembiayaan line facility oleh bank syariah, konsep hak milik
menjadi hal yang penting karena menetuan jenis-jenis akad pembiayaan
yang akan dilaksanakan dari pembiayaan line facility sebagai bagian dari
stuktur pembiayaan dan pada ahirnya juga jenis kembaga jaminan yang
perlu dilakukan sebagai bentuk penelolahan resiko oleh bank. Akad yang
digunakan dalam pembiayaan tersebut dapat berbentuk akad Murabahah,
Istishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah.

2
Sebagai lembaga keuangan, bank juga berfungsi sebagai perantara
keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang
kekurangan dana. Bank menerima simpanan uang masyarakat (dana pihak
ketiga).Kemudian uang tersebut dikembalikan lagi kepada
masyarakatdalam bentuk kredit dengan pengenaan suku bunga
tertentu.Bank sebagai pengelola dapat memilih sumber dana yang paling
murah dari sumber dana yang ada, karena dengan dipindahnya dana yang
biayanya relatif lebih murah itu, suatu bank akan dapat memberikan
pinjaman kepada masyarakat dengan harga yang murah pula. Sehingga bagi
masyarakat atau nasabah akan berakibat kemungkinan diperolehnya laba
yang memadai.Oleh karena itu setiap bank berusaha memupuk dana yang
bersumber dari rekening giro, dimana giro merupakan salah satu simpanan
paling murah bagi bank karena imbalan yang diberikan umumnya relatif
lebih kecil dibandingkan dengan tabungan ataupun deposito berjangka,
sehingga bank menetapkan berbagai kebijaksanaan yang akhirnya
menimbulkan persaingan sesama bank.

Secara umum giro merupakan simpanan yang penarikannya dapat


dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau bilyet giro, sarana
perintah pembayaran lainnya, atau pemindahbukuan.Adapun yang
dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan syariah
adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

Dengan memiliki rekening giro, setiap bulan nasabah akan


mendapatkan rekening koran (semacam laporan rutin) yang dikirimkan ke
alamat nasabah tersebut tiap bulan. Di dalam laporan tersebut tertulis kapan
dan untuk apa saja serta berapa jumlah uang yang keluar masuk dalam

3
rekening nasabah yang bersangkutan. Denganrekening giro dapat
bertransaksi dengan mudahmembuka rekening tersebut pada bank
denganketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dan dapat bertransaksi
kapan saja, dimana saja dengan jumlah yang cukup besar serta menikmati
segala fasilitas yang diberikan rekening giro kepada nasabah giro.

Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk menulis topik dengan judul.

“Line Facilty & Pembiayaan Rekening Koran Syariah”

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya


sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Line Facility yang ada di Bank Syariah?

2. Apa yang dimaksud dengan Pembiayaan Rekening Koran yang ada di


Bank Syariah?

3. Bagaimana kesesuaian fatwa yang mengatur dan realisasinya di kegiatan


perbankan syariah di Indonesia?

4
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu Line Facility dan Rekening Koran Syariah.

2. Untuk mengetahui prosedur Line Facility dan Rekening Koran Syariah.

3. Untuk mengetahui manfaat dan fasilitas yang didapat dari Line Facility
dan Rekening Koran Syariah .

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang pelaksanaan Line


Facility dan Rekening Koran Syariah.

2. Bagi Pembaca

Untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang prosedur


pelaksanaan Line Facility dan Rekening Koran Syariah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran

A. Pengertian Line Facility

Line Facility dalam bank konvensional biasa disebut dengan Kredit


Modal Kerja. Salah satu usaha dari bank adalah memberikan fasilitas kredit
kepada nasabah. Kredit modal kerja merupakan salah satu dari jenis-jenis
kredit yang diberikan bank kepada nasabah. Sebelum menjelaskan tentang
pengertian kredit modal kerja maka akan dijelaskan terlebih dahulu
pengertian kredit dan modal kerja.

Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere”, yang artinya
percaya. Menurut Hasibuan (2001:87), “kredit adalah semua jenis pinjaman
yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati”. Sedangkan menurut Rivai dan Veithzal
(2004:4), “kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak
(kreditur atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain
(nasabah atau pengutang) dengan janji membayar dari penerima kredit
kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak”.

Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (2008:117),


“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11)”.
6
Berdasarkan pengertian-pengertian kredit diatas, dapat diketahui
bahwa kredit mempunyai beberapa unsur, yaitu:
a. persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam;
b. aktivitas peminjaman uang atau tagihan sebesar plafon yang
disepakati;
c. jangka waktu tertentu;
d. pendapatan berupa bunga atau imbalan atau pembagian
keuntungan;
e. risiko; dan
f. jaminan dan atau agunan (jika ada).

Berdasarkan uraian diatas, maka kredit modal kerja merupakan salah


satu jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk membiayai
operasional perusahaan yang berhubungan dengan pengadaan barang maupun
proses produksi sampai barang tersebut terjual. Pengertian kredit modal kerja
menurut Dendawijaya (2001:27) adalah: “kredit yang diberikan bank kepada
nasabah (debitur) untuk memenuhi kebutuhan modal kerja debitur”.

Prinsip dari modal kerja ini adalah penggunaan modal yang akan habis
dalam satu siklus usaha yaitu dimulai dari perolehan uang tunai dari kredit
bank kemudian digunakan untuk membeli barang dagangan atau bahan-bahan
baku kemudian diproses menjadi barang jadi lalu dijual baik secara tunai atau
kredit selanjutnya memperoleh uang tunai kembali. Dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya, perusahaan membutuhkan dana yang cukup untuk
menjamin kelangsungan operasinya tersebut.

7
B. Pengertian Pembiayaan Rekening Koran

Dalam perbankan dikenal adanya pinjaman Rekening Koran, suatu


sarana menabung dan pemberian kredit Rekening Koran oleh bank umum,
saldonya bisa positif ataupun negatif dan dapat ditarik setiap saat dengan
cek, bilyet giro, dan perintah pembayaran lainnya.1

Pada bank konvensional, istilah pinjaman Rekening Koran dikenal


dengan fasilitas Overdraft. Istilah Overdraft digunakan pada bank
konvensional dikarenakan ketika nasabah sudah mendapatkan persetujuan
fasilitas Overdraft, maka nasabah tersebut dapat menarik dana di rekening
giro melebihi saldo yang ada. Kelebihan penarikan tersebut akan
menyebabkan saldo rekening giro nasabah menjadi minus sehingga terjadi
overdraft atau cerukan. Saldo minus tersebut akan dihitung berdasarkan
bunga harian. Ketika terjadi kredit dana ke rekening giro nasabah maka dana
tersebut akan digunakan untuk mengurangi saldo minus nasabah. 2

Fasilitas Overdraft pada bank konvensional berguna bagi nasabah


untuk memenuhi kebutuhan dana tunai (cash) secara cepat tanpa harus
meminta persetujuan pencairan kepada bank konvensional, sehingga
nasabah dapat menarik dana di rekening giro hingga bersaldo minus dengan
cara melakukan penarikan dengan menggunakan media cek atau bilyet giro.
3

Sifat pembiayaan fasilitas Overdraft pada bank konvensional


bersifat revolving sehingga selama jangka waktu fasilitas Overdraft nasabah

1Malayu S.P. Hasbuan, Dasar-Dasar Perbankan, Cet. VI, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.
75.
2 Wiroso, Produk Perbankan Syari’ah, Cet. 1, (Jakarta: LPFE Usakti, 2011), hlm. 310.
3Ibid., hlm. 311.
8
dapat menarik dan melunasi fasilitas berulang-ulang selama tidak melebihi
limit plafon yang diberikan.

Rekening Koran pada dasarnya merupakan perkembangan dari


rekening giro yang fungsinya menjadi dua, yaitu sarana untuk menabung
dan penyaluran kredit Rekening Koran.

Rekening Koran itu sendiri merupakan catatan yang dibuat oleh


bank mengenai penyetoran, penarikan, dan saldonya untuk nasabah yang
bersangkutan. Penyetoran yaitu semua nota kredit seperti setor tunai, setor
kliring, jasa giro dan sebagainya yang dibukukan pada kolom kredit
Rekening Koran. Penarikan dengan nota debit seperti cek, bilyet giro dan
sebagainya dibukukan pada kolom debit Rekening Koran.

Sedangkan pengertian giro sendiri dalam Undang-Undang Nomor


7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bab I Pasal 1 ayat 7 yaitu bahwa:
Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran dan penarikanya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan.4
Pengertian giro di atas mengalami perubahan pada Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, sehingga sekarang pengertian giro adalah simpanan
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan. 5
Cek adalah perintah tidak bersyarat dari pemegang rekening
(nasabah) kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu.

4 Bab I Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.


5
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. ke-IV, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003), hlm. 291.
9
Bilyet giro adalah surat perintah nasabah yang telah
distandarisasikan bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk
memindahkan sejumlah rekening yang bersangkutan kepada pihak
penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank
yang lainnya.
Cek dan bilyet giro adalah uang giral, alat lalu lintas pembayaran
modern, praktis dan ekonomis karena nominalnya ditulis sendiri oleh
pemilik rekening, tetapi bukan alat pembayaran yang berlaku mutlak.6

6
Malayu S.P. Hasbuan, Dasar-Dasar, hlm. 75
10
2.2 Landasan Hukum Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran

A. Landasan Hukum Line Facility

SALINAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 29/POJK.05/2014
TENTANG
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN
KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mendukung perkembangan perusahaan
pembiayaan yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan
pembiayaan yang tangguh, kontributif, inklusif, serta berkontribusi
untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan, perlu
dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai
penyelenggaraan usaha oleh Perusahaan Pembiayaan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);

11
MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG


PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:


1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
2. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang-barang modal
beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi,
ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur dalam
jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Pembiayaan Modal Kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
pengeluaran-pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha debitur dan
merupakan pembiayaan dengan jangka waktu paling lama2 (dua) tahun.
13. Fasilitas Modal Usaha adalah Pembiayaan Modal Kerja yang dibayarkan langsung
oleh Perusahaan Pembiayaan kepada penyedia barang dan/atau jasa

12
BAB II
KEGIATAN USAHA
Bagian Kesatu
Jenis Kegiatan Usaha dan Cara Pembiayaan
Pasal 2
(1) Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Investasi;
b. Pembiayaan Modal Kerja;
c. Pembiayaan Multiguna; dan/atau
d. kegiatan usaha pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK.

(2) Selain kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Pembiayaan
dapat melakukan sewa operasi (operating lease) dan/atau kegiatan berbasis fee
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan di sektor jasa
keuangan.

Pasal 3
Kegiatan Pembiayaan Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a
dan/atau Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf
b ditujukan untuk Debitur berbentuk badan usaha atau orangperseorangan:
a. yang memiliki usaha produktif; dan/atau
b. yang memiliki ide-ide untuk pengembangan usaha produktif.

Pasal 4
(1) Pembiayaan Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a wajib
dilakukan dengan cara:
a. Sewa Pembiayaan (Finance Lease);
b. Jual dan Sewa-Balik (Sale and Leaseback);
13
c. Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring With
Recourse);
d. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran;
e. Pembiayaan Proyek;
f. Pembiayaan Infrastruktur; dan/atau
g. pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari OJK.

(2) Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b wajib
dilakukan dengan cara:
a. Jual dan Sewa-Balik (Sale and Leaseback);
b. Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring With
Recourse);
c. Anjak Piutang Tanpa PemberianJaminan Dari Penjual Piutang (Factoring Without
Recourse);
d. Fasilitas Modal Usaha; dan/atau
e. pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari OJK.

(3) Pembiayaan Multiguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c
wajibdilakukan dengan cara:
a. Sewa Pembiayaan (Finance Lease);
b. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran; dan/atau
c. pembiayaan lain setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari OJK.

Pasal 29
(1) Selain faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), penilaian kualitas piutang pembiayaan untuk
Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan Modal Kerja dengan nilai pembiayaan pada
saat penandatanganan perjanjian sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
atau lebih, dapat juga ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor:
a. kemampuan membayar Debitur;
14
b. kinerja keuangan (financial performance) Debitur; dan
c. prospek usaha Debitur.

(2) Penilaian terhadap kemampuan membayarDebitur sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan Debitur;
b. kelengkapan dokumentasi pembiayaan;
c. kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan;
d. kesesuaian penggunaan dana; dan e. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

(3) Penilaian terhadap kinerja keuangan(financial performance) Debitur


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi penilaian terhadap
komponenkomponen sebagai berikut:
a. perolehan laba;
b. struktur permodalan;
c. arus kas; dan
d. sensitivitas terhadap risiko pasar.

(4) Penilaian terhadap prospek usaha Debitursebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi komponenkomponen paling sedikit sebagai berikut:
a. potensi pertumbuhan usaha;
b. kondisi pasar dan posisi Debitur dalam persaingan;
c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e. upaya yang dilakukan Debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup.

(5) Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian kualitas piutang pembiayaan oleh
Perusahaan Pembiayaan dengan OJK, kualitas piutang pembiayaan yang berlaku
adalah yang ditetapkan oleh OJK.

15
(6) Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan penyesuaian kualitas piutang
pembiayaan dengan penilaian kualitas piutang pembiayaan yang ditetapkan oleh
OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam laporanlaporan yang disampaikan
kepada OJK.

(7) Pedoman penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), ayat (2), ayat (3),dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran OJK.

B. Landasan Hukum Pembiayaan Rekening Koran

PERATURAN BANK INDONESIA


NOMOR 18/21/PBI/2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka memperlancar proses penyediaan dana untuk
mendorong pembangunan ekonomi dan penerapan manajemen
risiko kredit yang efektif serta tersedianya informasi kualitas
debitur yang dapat diandalkan, diperlukan adanya sistem informasi
debitur yang lengkap, akurat, terkini dan utuh;
b. bahwa untuk mendukung tersedianya informasi debitur yang
lengkap, akurat, terkini, dan utuh, serta untuk meningkatkan
disiplin pasar, diperlukan penyempurnaan terhadap
penyelenggaraan sistem informasi debitur;
c. bahwa berdasarkan Keputusan Bersama Bank_Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan tanggal 18 Oktober 2013 tentang
16
Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan bekerjasama dan berkoordinasi terkait
pertukaran informasi Lembaga Jasa Keuangan serta pengelolaan
sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan;
d. bahwa berdasarkan Keputusan Bersama Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan tanggal 3 Desember 2015 tentang
Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Pengelolaan dan
Pengembangan Sistem Informasi Debitur, Bank Indonesia bersama
dengan Otoritas Jasa Keuangan melakukan penyempurnaan
ketentuan terkait Sistem Informasi Debitur di Bank_Indonesia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank
Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472),
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank_Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran
17
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR
9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007
tentang Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4784)
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai perbankan, termasuk kantor cabang bank asing.
2. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank
perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai perbankan.
3. Lembaga Keuangan Non-Bank adalah lembaga keuangan yang meliputi asuransi,
dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan
lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
4. Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank adalah perusahaan pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai perusahaan
pembiayaan, yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit.

18
5. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang menjalankan usaha simpan
pinjam sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perkoperasian.
6. Pelapor adalah Bank Umum, BPR, Lembaga Keuangan Non-Bank,
Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank, dan Koperasi Simpan Pinjam, yang
meliputi kantor yang melakukan kegiatan operasional, antara lain: a. kantor
pusat; b. kantor cabang; c. unit syariah; d. kantor cabang bank asing; dan e.
kantor cabang pembantu bank asing, yang menyampaikan Laporan Debitur.
7. Debitur adalah perorangan, perusahaan, atau badan yang memperoleh satu atau
lebih fasilitas penyediaan dana.
8. Informasi Debitur adalah informasi dalam Sistem Informasi Debitur yang antara
lain berupa data Debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas Penyediaan Dana yang
diterima Debitur, agunan, penjamin, dan kolektibilitas.
9. Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan adalah lembaga pengelola informasi
perkreditan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai
lembaga pengelola informasi perkreditan.
10. Laporan Debitur adalah informasi yang disajikan dan dilaporkan oleh Pelapor
kepada Bank Indonesia menurut tata cara dan bentuk laporan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
11. Sistem Informasi Debitur adalah sistem yang menyediakan informasi Debitur
yang merupakan hasil olahan dari Laporan Debitur yang diterima
Bank_Indonesia.
12. Penyediaan Dana adalah penanaman dana Pelapor baik dalam Rupiah maupun
valuta asing, dalam bentuk Kredit, Surat Berharga, Penempatan, Penyertaan
Modal, Penyertaan Modal Sementara, Tagihan Lainnya, dan Transaksi Rekening
Administratif, serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu.
13. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Pelapor

19
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:
a. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang
tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; dan/atau
c. pengambilalihan atau pembelian Kredit dari pihak lain.
14. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas kredit,
atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan
pasar uang.
15. Penempatan adalah penanaman dana Pelapor pada bank lain dalam bentuk giro,
interbank call money, deposito berjangka, sertifikat deposito, Kredit, dan
penanaman dana lainnya yang sejenis.

20
2.3 Praktik Line Facility dan Pembiayaan Rekening Koran di LKK

A. Praktik Line Facility (Kredit Modal Kerja) di Bank BRI

Kredit Modal Kerja adalah kredit yang digunakan debitur atau penerima kredit
untuk modal kerja usaha, baik sebagai penambah modal kerja ataupun sebagai modal
kerja awal. Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai
kebutuhan modal kerja nasabah. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku,
membayar gaji karyawan dan modal kerja lainnya yang berkaitan dengan proses
produksi perusahaan.

a. Ketentuan ketentuan umum dalam pengajuan kredit modal kerja


Beberapa ketentuan pengajuan pemberian kredit modal kerja pada PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. , antara lain :
1. Harus memiliki rekening giro atau tabungan di bank BRI
2. Memiliki usaha yang layak dibiayai.
3. Usaha sudah memiliki surat izin usaha dari pemerintah.
4. Bersedia menandatangani surat pengakuan hutang atau perjanjian kredit.
5. Pemohon kredit modal kerja harus bersedia menanggung segala biaya yang
timbul selama proses peminjaman.
6. Pemohon harus bisa menyediakan semua berkas yang diminta.
7. Jumlah kredit tersebut akan dibayar kembali oleh peminjam dengan cara
angsuran (pokok dan bunga) setiap bulan selama jangka waktu yang telah
disepakati oleh bank dan nasabah atau sampai dengan pinjaman dinyatakan
lunas oleh pihak bank.
8. Apabila terjadi keterlambatan dalam membayar angsuran atau pelunasan,
peminjam sanggup membayar denda.

b. Langkah langkah dalam pengajuan kredit modal kerja

21
Prosedur pengajuan kredit modal kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. yaitu sebagai berikut :

1. Syarat Pemohon
a. Tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet BI / Daftar Hitam BI.
b. Warga Negara Indonesia berusia 21 tahun atau telah menikah.
c. Telah didirikan / berpengalaman dalam usaha yang dijalankan minimal 2
tahun tanpa terputus
d. Kondisi keuangan / Laporan Keuangan 2 tahun terakhir harus laba.
2. Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi
a. Perorangan :
 Foto copy KTP (suami dan isteri)
 Foto copy Kartu Keluarga (Jika sudah menikah/berkeluarga)
 Foto copy Surat / Akta Nikah
b. Badan usaha :
 Foto copy KTP (para pengurus dan Komisaris)
 Foto copy Akta Pendirian, Akta Perubahan
 Foto copy Surat Keputusan Pengesahan Menteri Kehakiman dan Lembaran
Berita Negara
3. Dokumen Tambahan lainnya untuk Perorangan & Badan Usaha :
 Pas foto ukuran 4 x 6 masing - masing 2 buah
 Foto copy Surat Keterangan Ganti Nama
 Foto copy Surat WNI / WNA
 Foto copy NPWP
 Foto copy SIUP / TDUP / SIUJK 39
 Foto copy TDP yang masih berlaku
 Foto copy Perijinan lain yang dipersyaratkan untuk usaha tersebut
 Foto copy SPPT PBB tahun terakhir dan tanda pelunasannya
 Foto copy SPK / Surat Perintah Kerja lainnya selama 1 tahun terakhir
22
 Foto copy rekening Koran 6 bulan terakhir dari BRI / Bank lain
 Foto copy Sertifikat hak Milik / HGB an. Calon peminjam, Badan usaha,
Pengurus Perusahaan
 Foto copy IMB bagi tanah yang ada bangunannya
 Foto copy Laporan Keuangan 3 tahun terakhir berupa Laporan Neraca dan
Rugi Laba.

B. Praktik Pembiayaan Rekening Koran di Bank BTPN

BTPN Mitra Bisnis menghadirkan produk Pinjaman Rekening Koran sebagai


bentuk realisasi komitmen menjadi mitra terbaik bagi nasabah. Pinjaman Rekening
Koran memberikan kemudahan dan fleksibilitas dalam pengelolaan arus kas. Seluruh
fitur produk ini dirancang untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan modal kerja usaha
nasabah.
• Jangka waktu maksimal 12 bulan dan dapat diperpanjang
• Bersifat revolving, sehingga kelonggaran tarik dapat dipakai kembali
selama jangka waktu pinjaman
• Penarikan dana dapat dilakukan sebagian atau seluruhnya sesuai kebutuhan
bisnis Debitur, dengan menggunakan cek, bilyet giro,
atau channel transaksi elektronik lainnya yang disepakati antara Nasabah
dan Bank

Cara Mendaftar:
• Menyerahkan dokumen-dokumen persyaratan kredit.
• Usaha debitur telah berjalan minimum tiga (3) tahun.
• Usaha debitur tidak termasuk ke dalam jenis industri yang tidak dapat
dibiayai berdasarkan kebijakan BTPN dan/atau termasuk dalam target
industri yang tidak dapat dibiayai berdasarkan kebijakan BTPN.
23
• Debitur tidak termasuk dalam kategori debitur yang memiliki kredit
bermasalah berdasar hasil pengecekan ke Bank Indonesia dan/atau Otoritas
Jasa Keuangan.
• Debitur tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia dan/atau Otoritas
Jasa Keuangan.
• Debitur tidak pernah mendapat pinjaman di BTPN yang tergolong
bermasalah.
• Debitur menyerahkan jaminan sesuai ketentuan jaminan yang dapat
diterima di BTPN, yaitu dapat berupa tanah dan bangunan, tanah kosong,
kendaraan, mesin, persediaan barang dagangan dan piutang dagang.
• Debitur lolos dalam proses analisa kredit sesuai dengan kebijakan yang
berlaku di BTPN.
• Debitur membuka rekening Giro Bisnis di BTPN.

24
2.4 Pengertian Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening Koran Syariah

A. Pengertian Line Facility Syariah

Line Facility (At-Tashilat) adalah fasilitas plafon pembiayaan bergulir


dalam jangka waktu tertentu dengan ketetntuan yang dispakati dan mengikat secara
moral. Produk ini merupakan tanggapan lembaga keuangan syariah dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kegiatan keuangan. Fasilitas plafon
pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada nasabah dalam
jangka waktu tertentu dan dengan berdasarkan pada prinsip syaraih. Ketentuan
Akad line facility boleh dilakukan berdasarkan wa’d. Wa’d adalah kesepakatan atau
janji ari satu pihak lembaga keuangan sayriah (LKS) kepada pihak lain (nasabah)
untuk melaksanakan sesautuyang dituangkan kedalam suatu dukumen. Wa’d yang
telah disepakati tidak boleh disalah gunakan untuk pembiayaan diluar kesepakatan
yang telah di sepakati.

B. Pengertian Pembiayaan Rekening Koran Syariah

Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah (PRKS) adalah suatu bentuk


pembiayaan rekening koran yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah; Nasabah
dan LKS melakukan Wa’d untuk melakukan akad. Wa’d( ‫ ( الوعد‬adalah
kesepakatan atau janji dari satu pihak (LKS) kepada pihak lain (nasabah) untuk
melaksanakan sesuatu; Akad adalah transaksi atau perjanjian syar’i yang
menimbulkan hak dan kewajiban.

25
2.5 Landasan Hukum Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening Koran
Syariah

A. . Landasan Hukum Line Facility Syariah

a. Al-Quran

1. Firman Allah SWT, QS. al-Maidah [5]:1:

… ‫َيا أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا أ َ ْوفُ ْوا ِب ْالعُقُ ْو ِد‬

"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"

2. Firman Allah SWT, QS. al-Isra' [17]: 34:

.ً‫ ِإ َّن ْال َع ْهدَ َكانَ َم ْسئ ُ ْوال‬،ِ‫… َوأَ ْوفُ ْوا ِب ْال َع ْهد‬

"… Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta


pertanggunganjawabannya."

3. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:

َّ ‫… َوأ َ َح َّل هللاُ البَ ْي َع َو َح َّر َم‬


… ‫الربَا‬

"... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan meng-haramkan riba…"

4. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:

‫ ذَلِكَ ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْال َب ْي ُع‬،‫س‬


ِّ ِ ‫طا ُن مِ نَ ْال َم‬
َ ‫ش ْي‬ ُ َّ‫ال َيقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما َي ُقو ُم ا َّلذِي َيت َ َخب‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِّ ِ َ‫ا َّل ِذيْنَ َيأ ْ ُكلُون‬
َ ‫الر َبا‬
‫ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى‬،‫ف‬ َ َ‫سل‬ َ ‫ظةٌ مِ ْن َربِِّ ِه فَا ْنتَ َهى فَلَهُ َما‬ َ ‫ فَ َم ْن َجا َءهُ َم ْو ِع‬،‫الربَا‬ ِّ ِ ‫َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
َّ ‫ َوأ َ َح َّل‬،‫الربَا‬
ِّ ِ ‫مِ ثْ ُل‬
. َ‫ار هُ ْم فِي َها خَا ِلد ُْون‬ ِ َّ‫ص َحابُ الن‬ ْ َ‫عادَ فَأُولَئِكَ أ‬ َ ‫ َو َم ْن‬،‫َّللا‬
ِ َّ

"Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
26
Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya."

b. Al Hadist

1. Hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani,
Nabi SAW bersabda:

ً ‫ش ُروطِ ِه ْم ِإالَّ ش َْر‬


‫طا‬ َ َ‫ص ْل ًحا َح َّر َم َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُمون‬
ُ ‫علَى‬ ُ َّ‫ص ْل ُح َجائ ٌِز َبيْنَ ْال ُم ْسلِمِ ينَ ِإال‬ُّ ‫اَل‬
.‫َح َّر َم َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما‬

"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian


yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

2. Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari
Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

. ‫ار‬ ِ َ‫ض َر َر َوال‬


َ ‫ض َر‬ َ َ‫ال‬

"Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain."

3. Hadits Nabi Riwayat Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah:

َ َ‫عدَ أ َ ْخل‬
)‫ َو ِإذَا اؤْ تُمِ نَ خَانَ (رواه مسلم‬،‫ف‬ َ ‫ َو ِإذَا َو‬،‫ب‬
َ َ‫ث َكذ‬
َ َ‫ ِإذَا َحد‬،‫ث‬ ِ ِ‫آيَاتُ ْال ُمنَاف‬
ٌ َ‫ق ثَال‬

27
"Tanda orang munafik ada tiga; jika berkata, ia dusta; apabila berjanji, ia
ingkari; dan apabila diberi amanat, ia khianat." (HR. Muslim)

c. Kaidah Fiqh, antara lain:

.‫علَى ت َ ْح ِريْمِ َها‬ ِ َ‫ص ُل فِي ْال ُم َعا َمال‬


َ ‫ت اْ ِإلبَا َحةُ ِإالَّ أَ ْن يَدُ َّل دَ ِل ْي ٌل‬ ْ َ ‫ األ‬.a

"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali


ada dalil yang mengharamkannya."

.‫شقَّةُ ت َ ْجلِبُ الت َّ ْي ِسي َْر‬


َ ‫ ال َم‬.b

"Kesulitan dapat menarik kemudahan."

.ِ‫ ال َحا َجةُ قَدْ ت َ ْن ِز ُل َم ْن ِزلَةَ الض َُّر ْو َرة‬.c

"Keperluan dapat menduduki posisi darurat."

.‫ع‬
ِ ‫ش ْر‬ ِ ِ‫ الثَّابِتُ بِ ْالعُ ْرفِ كَالثَّاب‬.d
َّ ‫ت بِال‬

"Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang
berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."

d. Fatwa DSN MUI Nomor 45/DSN-MUI/II/2005

B. . Landasan Hukum Pembiayaan Rekening Koran Syariah

a. Al-Quran, antara lain:

1. QS. al-Ma-idah [5]:1:

… ‫َياأَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا أ َ ْوفُ ْوا ِب ْالعُقُ ْو ِد‬
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"
28
2. QS. al-Isra' [17]: 34:

.ً‫ إِ َّن ْالعَ ْهدَ َكانَ َم ْسئ ُ ْوال‬،ِ‫… َوأَ ْوفُ ْوا بِ ْالعَ ْهد‬
"... Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggunganjawabannya."

3. QS. al-Baqarah [2]: 275:

‫ ذَلِكَ ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا‬،‫س‬ ِّ ِ ‫طا ُن مِ نَ ْال َم‬َ ‫ش ْي‬ ُ َّ‫الر َبا الَ َيقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم ا َّلذِي َيتَ َخب‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِّ ِ َ‫ا َّل ِذيْنَ َيأ ْ ُكلُون‬
‫ظةٌ مِ ْن َربِِّ ِه فَا ْنت َ َهى فَلَهُ َما‬ ِّ ِ ‫َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
َ ‫ فَ َم ْن َجا َءهُ َم ْو ِع‬،‫الربَا‬ ِّ ِ ‫إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع مِ ثْ ُل‬
َّ ‫ َوأَ َح َّل‬،‫الربَا‬
ِ َّ‫ص َحابُ الن‬
. َ‫ار هُ ْم فِي َها خَا ِلد ُْون‬ ُ
ْ َ ‫عادَ فَأولَئِكَ أ‬ ِ َّ ‫ َوأ َ ْم ُرهُ ِإلَى‬،‫ف‬
َ ‫ َو َم ْن‬،‫َّللا‬ َ َ‫سل‬
َ
"Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."

4. QS. Shad [38]: 24:

‫ت‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫ إِالَّ الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َو‬،‫ض‬
َّ ‫عمِ لُوا ال‬ ٍ ‫علَى بَ ْع‬ َ َ‫… َوإِ َّن َكثِي ًْرا مِ نَ ْال ُخل‬
ُ ‫طاءِ لَيَ ْب ِغ ْي بَ ْع‬
َ ‫ض ُه ْم‬
… ‫َوقَ ِل ْي ٌل َما هُ ْم‬
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian
lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; dan
amat sedikitlah mereka ini …"

b. Hadis Nabi SAW, antara lain:

1. Hadis Nabi riwayat Imam Abu Daud dari Abu Hurairah,


Rasulullah SAW berkata:

َ ‫ فَإِذَا خَانَ أَ َحدُهُ َما‬،ُ‫صاحِ َبه‬


ُ‫صاحِ َبه‬ َ ‫ش ِر ْي َكي ِْن َما لَ ْم َي ُخ ْن أ َ َحدُهُ َما‬ ُ ‫ أَنَا ثَال‬:ُ‫هللا ت َ َعالَى َيقُ ْول‬
َّ ‫ِث ال‬ َ ‫ِإ َّن‬
.‫خ ََر ْجتُ مِ ْن بَ ْي ِن ِه َما‬
"Allah swt. berfirman: 'Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang
lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka."
29
(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu
Hurairah).

2. Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari 'Amr bin
'Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:

َ َ‫ص ْل ًحا َح َّر َم َحالَالً أ َ ْو أَ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُمون‬


ُ ‫علَى‬
‫ش ُروطِ ِه ْم‬ ُ َّ‫ص ْل ُح َجائ ٌِز َبيْنَ ْال ُم ْسلِمِ ينَ ِإال‬
ُّ ‫اَل‬
َ َ ً
.‫إِالَّ ش َْرطا َح َّر َم َحالَال أ ْو أ َح َّل َح َرا ًما‬
ً
"Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat)
boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

3. Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah dari 'Ubadah bin al-Shamit,
Ahmad dari Ibn 'Abbas, Malik dari 'Amr bin Yahya al-Mazini, al-
Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi SAW
bersabda:

. ‫ار‬ ِ َ‫ض َر َر َوال‬


َ ‫ض َر‬ َ َ‫ال‬
"Tidak boleh membahayakan/merugikan (orang lain) dan tidak
boleh membalas bahaya dengan bahaya."

4. Hadis Nabi riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, Ibnu Majah
dari Abu al-Hamra', dan Ahmad dari Ibnu Umar dan Abu Burdah bin
Niyar; Nabi SAW bersabda:

َ ‫شنَا فَلَي‬
.‫ْس مِ نَّا‬ َّ ‫غ‬
َ ‫َم ْن‬
"Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan
kami."

5. Hadis Nabi riwayat Imam al-Daraquthni dari 'Amr bin Yatsribi dan
Anas bin Malik; Nabi SAW bersabda:

ُ ‫ت بِ ِه نَ ْف‬
.ُ‫سه‬ ْ ‫طا َب‬ َ ‫ئ مِ ْن َما ِل أَخِ ْي ِه‬
َ ‫ش ْى ٌء إِالَّ َما‬ ٍ ‫الَ يَحِ ُّل ِال ْم ِر‬
"Tidak halal bagi seseorang suatu harta saudaranya kecuali harta
yang diberikan dengan kerelaan hatinya."

c. Kaidah Fikih:

‫علَى تَحْ ِريْمِ َها‬ ِ َ‫ص ُل فِى ْال ُمعَا َمال‬


َ ‫ت اْ ِإلبَا َحةُ َما لَ ْم يَدُ َّل دَ ِل ْي ٌل‬ ْ َ ‫األ‬

30
"Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalah boleh dilakukan
sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya."
‫شقَّةُ ت َ ْجلِبُ الت َّ ْي ِسي َْر‬
َ ‫ال َم‬
"Kesulitan dapat menarik kemudahan."
ِ‫ال َحا َجةُ قَدْ ت َ ْن ِز ُل َم ْن ِزلَةَ الض َُّر ْو َرة‬
"Keperluan dapat menduduki posisi darurat."
‫ع‬
ِ ‫ش ْر‬ ِ ِ‫الثَّابِتُ بِ ْالعُ ْرفِ كَالثَّاب‬
َّ ‫ت بِال‬
"Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan
sesuatu yang berlaku berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan
dengan syari'at."
d. Fatwa DSN-MUI Nomor 30/DSN-MUI/VI/2002

2.6 Akad-akad Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening Koran Syariah

A. Akad-akad Line Facility Syariah

1. Murabahah, Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan


nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian
menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan
ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah
dan nasabah.
2. Istishna’, Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni') dan penjual
(pembuat/shani').
3. Mudharabah, Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih
pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.
Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal
dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

31
4. Musyarakah, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana berupa
kas maupun aset nonkas yang diperkenankan oleh Syariah.
5. Ijarah, Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.

B. Akad-akad Pembiayaan Rekening Koran Syariah

1. Murabahah, Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan


nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian
menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan
ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah
dan nasabah.
2. Musyarakah, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana berupa
kas maupun aset nonkas yang diperkenankan oleh Syariah.
3. Wakalah, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai
pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang
diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas
kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila
kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko

32
dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya
menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
4. Ijarah, Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
5. Qardh, Qardh adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada
nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang
telah disepakati antara nasabah dan LKS.

33
2.7 Skema Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening Koran Syariah

A. Skema Line Facility Syariah

Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan


Pembiayaan Line Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Nasabah memesan barang / manfaat / jasa sesuai dengan kriteria dengan akad
Istishna.
4. Bank memesan barang ke rekanan. Bank memiliki barang / manfaat barang /
jasa dengan separuh DP dan akan ditukar dengan angsuran / dibayar setelah
barang jadi disertai dengan akad Istishna
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oeh rekanan atas nama bank
6. Nasabah membayar angsuran dan margin kepada LKS.

34
Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan


Pembiayaan Line Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Murabahah antara LKS dan Nasabah.
4. Bank melakukan pembayaran atas barang//manfaat barang/jasa kepada
rekanan.
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oeh rekanan atas nama
bank
6. Nasabah membayar angsuran dan margin kepada LKS.

35
Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan


Line Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.

2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.

3. Terjadi akad Mudharabah antara LKS dan Nasabah.

4. Bank melakukan pembayaran atas barang//manfaat barang/jasa kepada rekanan.

5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oleh rekanan atas nama bank

6. Nasabah membayar angsuran atas pokok dan bagi hasil kepada LKS.

36
Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan


Line Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Ijarah antara LKS dan Nasabah.
4. Bank melakukan pembayaran atas barang//manfaat barang/jasa kepada rekanan.
5. Penyerahan barang / manfaat barang / jasa oleh rekanan atas nama bank
6. Nasabah membayar angsuran dan ujrah sewa kepada LKS.

37
Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan


Pembiayaan Line Facility dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Musyarakah.
4. LKS dan Nasabah melakukan pembagian porsi modal atau kepemilikan
(Hishah).
5. LKS membeli barang/ manfaat barang / jasa (Aset)
6. Penyewaan Aset oleh nasabah itu sendiri.
7. Nasabah membayar uang sewa dan ujrah kepada LKS.
8. Pendapatan atas sewa aset milik LKS dan Nasabah.
9. Pembagian pendapatan bagi hasil atas sewa sesuai hishah.

38
B. Skema Pembiayaan Rekening Koran Syariah

Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan


Rekening Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Musyarakahantara LKS dan Nasabah.
4. LKS dan Nasabah melakukan pembagian porsi modal atau kepemilikan (Hishah).
5. Terjadi Akad Wakalah untuk pembelian barang / manfaat barang / jasa anatara LKS dan
Nasabah.
6. Nasabah membeli barang/ manfaat barang / jasa (Aset)
7. Penyewaan Aset oleh nasabah itu sendiri.
8. Nasabah membayar uang sewa dan ujrah kepada LKS.
9. Pendapatan atas sewa aset milik LKS dan Nasabah.
10. Pembagian pendapatan bagi hasil atas sewa sesuai hishah.
39
Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan


Rekening Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. Terjadi akad Qardh antara LKS dan Nasabah.
4. LKS Memberi talangan atas barang/ manfaat barang/ jasa yang dibeli Nasabah
kepada Rekanan.
5. Nasabah membeli barang atau manfaat barang atau jasa ke rekanan
6. Nasabah membayar cician Qardh

40
Penjelasan:

1. Nasabah mengajukan permohonan kepada LKS untuk melakukan Pembiayaan


Rekening Koran Syariah dan verifikasi data Nasabah oleh LKS.
2. Nasabah melakukan Waad kepada LKS untuk melakukan akad.
3. LKS mencairkan dana ke rekening nasabah di bank tersebut.
4. Terjadi akad Wakalah untuk pembelian barang atau manfaat barang atau jasa
antara LKS dan Nasabah.
5. Nasabah mewakilkan LKS untuk membeli barang atau manfaat barang atau jasa
ke rekanan.
6. Terjadi akad Murabahah/Ijarah antara LKS dan Nasabah.
7. Nasabah membayar cician Murabahah/Ijarah.

41
2.8 Praktik Line Facility Syariah dan Pembiayaan Rekening Koran Syariah

A. Praktik Line Facility Syariah di Bank Mandiri Syariah

BSM Customer Network Financing


selanjutnya disebut BSM-CNF adalah fasilitas pembiayaan modal kerja yang
diberikan kepada Nasabah (agen, dealer, dan sebagainya) untuk pembelian
persediaan/inventory barang dari Rekanan (ATPM, produsen/distributor, dan
sebagainya) yang menjalin kerjasama dengan bank.

Kriteria Pembiayaan:

1) Pemberian fasilitas BSM-CNF hanya akan diberikan kepada Nasabah


yang telah direkomendasikan secara tertulis oleh Rekanan untuk pembelian
persediaaan dari Rekanan dan Nasabah tersebut menurut penilaian Bank layak
untuk memperoleh fasilitas pembiayaan, melalui perjanjian kerjasama 3 (tiga)
pihak (three partied)
2) Kriteria minimum Nasabah yang dapat dibiayai ditentukan oleh Bank
berdasarkan standar ukuran risiko yang telah ditetapkan Bank dan konsultasi
dengan Rekanan
3) Setiap rencana perubahan status Nasabah oleh Rekanan, dalam
bentuk pencabutan rekomendasi atau hubungan usaha dengan Rekanan, harus
diberitahukan kepada Bank
4) Nasabah harus membeli persediaan dari Rekanan melalui BSM-CNF
5) Persediaan/inventory yang dibiayai bersifat marketable, memiliki daya tahan
dan dapat diyakini ketersediaannya
6) Bank dan Rekanan berjanji bekerjasama untuk memastikan kelancaran
pembayaran Nasabah
7) Secara berkala Bank bersama Rekanan melakukan evaluasi fasilitas BSM-
CNF kepada Nasabah.

42
Kriteria Rekanan:

1) Badan usaha yang telah berbadan hukum


2) Diprioritaskan Rekanan yang ditunjuk memiliki kriteria BUMN/BUMD,
perusahaan multinasional atau perusahaan besar yang telah masuk bursa/go
public
3) Rekanan di luar kriteria butir 2 di atas, dengan tetap diyakini kontinuitas,
bonafiditas dan kredibilitas usahanya dan menurut penilaian layak untuk
menjadi rekanan Bank
4) Memiliki visi yang kuat untuk mengembangkan semua customer-nya dengan
memberikan dukungan penuh termasuk mengusahakan bantuan keuangan
5) Bersedia menandatangani Perjanjian Kerjasama BSM-CNF dengan Bank
6) Hubungan bisnis dengan Bank dinilai baik (tidak memiliki masalah).

Kriteria Nasabah:

1) Memperoleh rekomendasi tertulis dari Rekanan yang berisi antara lain


tentang evaluasi penjualan dan pembayaran, rencana penjualan Nasabah,
fasilitas fisik usaha Nasabah dan performance Nasabah selama berhubungan
dengan Rekanan
2) Berpengalaman lebih dari 2 (dua) tahun dalam berhubungan usaha dengan
Rekanan dan selama masa hubungan usaha tersebut nasabah tidak pernah
bermasalah
3) Jika Nasabah sudah mempunyai fasilitas pembiayaan, maka fasilitas tersebut
harus dalam kolektibilitas lancar.

Fitur dan Syarat Pembiayaan:

1) Nama produk: BSM-Customer Network Financing


2) Peruntukan: Perorangan atau badan usaha
43
3) Tujuan Pembiayaan: Pembiayaan produktif (modal kerja), untuk pembelian
persediaan dari Rekanan dan bersifat revolving facilit
4) Akad Pembiayaan:
Disesuaikan dengan skema usaha nasabah (tailor made), dapat berupa:
Murabahah
Mudharabah
Musyarakah.
Sebelum dilakukan akad pembiayaan, didahului adanya:
Perjanjian Kerjasama 3 (tiga) pihak, antara Bank, Rekanan, dan Nasabah
Line Facility antara Bank dan Nasabah.

B. Praktik Pembiayaan Rekening Koran Syariah di Bank Muamalat

Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah Muamalat (PRKS Muamalat)


merupakan produk pembiayaan khusus modal kerja yang akan meringankan
usaha nasabah dalam mencairkan dan melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan
dan kemampuan yang dalam hal ini menggunakan prinsip bagi hasil dengan
akad musyarakah.

Menurut Relationship Manager Head BMI Joko Suliyono,


diluncurkannya produk PRKS Muamalat adalah salah satu bentuk kompetisi
dalam dunia bisnis perbankan antara Perbankan Syari’ah dan Perbankan
Konvensional dengan produk rekening korannya (Overdraft), yang dimana
Perbankan Syari’ah ingin memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk
pembiayaan fleksibel yang berlandaskan prinsip Islam.

Secara model bisnis, PRKS Muamalat hampir menyerupai fasilitas


Overdraft di bank konvensional, hanya saja pembiayaan yang diberikan harus
memiliki transaksi yang mendasari dalam bentuk kontrak syirkah, jual beli atau

44
sewa dan rekening giro nasabah tidak diperbolehkan minus atau bersifat
Overdraft.

Perbandingan antara PRKS Muamalat dengan fasilitas Overdraft

dapat dijelaskan pada tabel berikut:

No Item Fasilitas Overdraft PRKS muamalat


1 Sifat Saldo Saldo Giro dapat minus Saldo Giro tidak dapat minus
2 Tujuan Modal Kerja Modal Kerja

Penggunaan
3 Sifat Kontrak Pinjaman Syirkah
4 Sifat Pembiayaan Revolving Revolving
5 Jangka Waktu Pendek Pendek
6 Perhitungan Bunga per Hari Ekspektasi per hari namun
dibukukan berdasarkan
Pendapatan
realisasi Pendapatan Bagi

Hasil Porsi Bank

Dapat dilihat bahwa dari sisi saldo sangat berbeda, pada fasilitas
Overdraft, nasabah dapat mengambil dana pada bank yang bersangkutan lebih
dari plafon yang disepakati (cerukan) dan cerukan tersebut nantinya akan
dihitung layaknya fasilitas kartu kredit. Sedangkan saldo giro nasabah yang
memiliki fasilitas PRKS Muamalat tidak dapat minus karena jumlah plafon
tersebut merupakan porsi modal bank pada kesepakatan musya>rakah pada saat
penandatanganan akad jadi, penggunaan dana tidak boleh melebihi jumlah
plafon yang telah disepakati.

Perlu diketahui, walaupun fasilitas PRKS Muamalat itu disimpan pada


rekening giro, tetapi pada dasarnyamemiliki pemisahan atau perbedaan pada
45
pembukuan transaksinya. Dapat jelaskan bahwa ketika terjadi penarikan yang
melebihi saldo giro nasabah, maka posisi saldo pada rekening giro akan tetap
“0” (nol) dan selisih dari kekurangan saldo tersebut akan diakui sebagai porsi
modal bank yang digunakan/yang terpakai dalam kesepakatan musya>rakah.

Setelah adanya PRKS Muamalat, nasabah yang hadir untuk melakukan


pembiayaan di BMI semakin banyak. Walaupun tergolong produk baru,
perkembangan PRKS Muamalat periode tahun pertama ini mengalami
kemajuan yang pesat. Kemajuan ini dapat dilihat dari jumlah nasabah pada
periode ini antara 10-20 nasabah. Hal ini membuktikan bahwa respon
masyarakat terhadap PRKS Muamalat yang diberikan BMI adalah baik.
Terlihat pula dari data yang diperoleh penulis dari hasil wawancara bahwa
dalam periode pertama tidak ada kredit macet dalam PRKS Muamalat ini.

Keberhasilan ini tentunya tidak lepas dari kerja keras BMI yang
diantaranya mengenalkan PRKS Muamalat pada nasabahnasabah lama dan
dengan memakai strategi salles promotion atau dengan yang lebih dikenal
dengan perkenalan produk langsung pada masyarakat (door to door).
Mengingat kondisi perekonomian karesidenan Banyumas yang sedang
mengalami perkembangan khususnya sektor Usaha Kecil Menengah (UKM)
sebagai tolok ukurnya, sangat memungkinkan prospek yang sangat tinggi untuk
PRKS Muamalat kedepannya. Apalagi dengan

46
memberikan pelayanan yang menyenangkan, fasilitas-fasilitas yang
menunjang dan prosedur yang ditetapkan mudah, BMI berharap melalui
PRKS Muamalat nasabah akan merasa puas.

C. Mekanisme Proses Pembiayaan Rekening Koran Syari'ah Muamalat

1. Persiapan Pembiayaan

a. Calon Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan ke BMI dan


menyerahkannya beserta dokumen yang dipersyaratkan;

b. AM (Account Manager)/ CS (Customer Service) menerima dokumen


pengajuan pembiayaan nasabah dan memeriksa kelengkapan
dokumen;

c. Bila dokumen yang diterima oleh AM belum lengkap maka AM harus


meminta kekurangan tersebut kepada nasabah;

2. Setelah melakukan proses persiapan pembiayaan di atas, AM melakukan


verifikasi terhadap calon nasabah sebagai berikut:

a. Melakukan verifikasi data-data/ dokumen yang diserahkan nasabah;

b. Melakukan trade checking;

c. Melakukan pengecekan kepada pembeli/ penjual;

d. Melakukan kunjungan ke tempat usaha nasabah ;

3. Unit Support akan melakukan pemeriksaan aspek legalitas nasabah


termasuk legal opinion dan BI Checking. Sedangkan untuk

jaminan/agunan akan dilakukan taksasi.

23
4. Dari proses verifikasi di atas terdapat beberapa dokumen yang
dipersiapkan AM antara lain:

a. Dokumen pembiayaan yang diserahkan nasabah;

b. Hasil BI Cheking;

c. Hasil Taksasi;

d. Laporan Kunjungan yang diperlukan;

e. Legal opinion;

f. Mengisi Lembar Scoring Form Pemeringkatan Nasabah;

g. Membuat Usulan Penanaman Dana;

h. Membuat Memorandum Pembiayaan;

i. Mengajukan poin b sampai h beserta dokumen yang dipersyaratkan


(yang disebut dengan proposal pembiayaan) kepada komite
pembiayaan;

5. Keputusan Pembiayaan

a. Proses keputusan pembiayaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan


oleh Financing Support Division dan/atau Risk

Management Division;

b. Kewenangan memutus berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh

Financing Support Division dan/atau Risk Management Division;

6. Realisasi Pembiayaan

48
a. Berdasarkan keputusan Komite pembiayaan yang tertuang dalam UP,
AM menyusun Offering Letter (Surat Persetujuan Prinsip

Pembiayaan);
b. Offering Letter merupakan hasil rangkuman dari keputusan komite
pembiayaan;

c. Offering Letter diserahkan kepada Unit Support Pembiayaan (USP)


dengan melampirkan Usulan Pembiayaan (UP) dan
dokumendokumen pendukung untuk dilakukan review. Apabila hasil
penelitian/ pemeriksaan diatas telah sesuai, maka USP harus
mereview isi dari Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (Offering
Letter) dan harus membubuhkan paraf. Jika USP menemukan
ketidaksesuaian dengan persyaratan sesuai dengan persetujuan komite
maka USP mengembalikan draft Offering Letter kepada AM untuk
diperbaiki;

d. Setelah Offering Letter diperiksa oleh USP dan sesuai dengan


persyaratan persetujuan komite pembiayaan, Offering Letter
dimintakan tanda tangan 2 (dua) pejabat berwenang (Operation

Manager dan Pemimpin Unit Bisnis);

e. Offering Letter dikembalikan kepada AM untuk diserahkan kepada


calon nasabah;

f. AM menyerahkan Offering Letter kepada calon nasabah. Apabila


nasabah menyetujui dan menyanggupi seluruh persyaratan dan
kondisi yang ditetapkan, maka nasabah menandatangani Offering

Letter tersebut dan mengirimkan kembali ke bank;

g. Dalam hal nasabah berkeberatan atas persyaratan yang ditetapkan oleh


bank, maka nasabah pembiayaan wajib menyampaikan secara tertulis
keberatan atau usulan perubahan syarat yang diinginkan. Setiap
49
perubahan baik struktur fasilitas, jaminan, maupun persyaratan yang
diminta nasabah yang dapat menimbulkan risiko cukup signifikan
harus melalui Financing Risk Management serta mendapat
persetujuan dari komite;

h. AM menerima persetujuan atau keberatan calon nasabah terhadap isi


dari Offering Letter secara tertulis. Jika calon nasabah setuju dengan
isi Offering Letter maka AM menyerahkan Offering Letter kepada
USP untuk dilakukan penyusunan akad pembiayaan. Jika nasabah
keberatan terhadap isi Offering Letter dan melakukan negosiasi maka
AM akan mengajukan negosiasi nasabah kepada Financing

Risk Management dan komite pembiayaan;

i. Setelah menerima Offering Letter yang telah ditandatangani oleh


nasabah, USP segera menyiapkan Akad Pembiayaan. Sebelum
pembuatan akad, AM wajib memenuhi semua kelengkapan dokumen
dan persyaratan yang diperlukan untuk pengikatan;

j. Akad pembiayaan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang

(Pemimpin Unit Bisnis) dan nasabah;

k. Dokumen akad pembiayaan disimpan oleh USP;

l. Setelah melakukan akad pembiayaan USP harus melakukan


pengikatan jaminan nasabah, pemeriksaan kelengkapan dan

penutupan asuransi;
m. Setelah USP melakukan prosedur yang diperlukan maka AM bisa
menerbitkan Memorandum Setting Pembiayaan;

n. Dokumen yang harus dipenuhi AM sebagai syarat Memorandum

Setting adalah;

50
1) Offering Letter/ Surat Pemohonan Realisasi Pembiayaan

(SPRP);

2) Usulan Pembiayaan;

3) Surat Perjanjian Pembiayaan (Akad) beserta lampiran-lampiran


akad;

4) Surat Keterangan (Cover Note) Notaris;

5) Surat-surat Asli seperti sertifikat jaminan;

6) Persyaratan-persyaratan yang diminta komite;

Proses pelaksanaan PRKS Muamalat di BMI yang telah dijelaskan


diatas merupakan ketentuan standar yang diberikan oleh BMI yang diharapkan
memberikan kenyamanan dan kepuasan nasabah baik dalam hal prosedur
ataupun layanan. Pada saat penelitian yang dalam hal ini Praktek Kerja di BMI
, penulis menempati banyak posisi oleh karenanya sedikit banyak penulis dapat
memperhatikan dan meneliti proses kegiatan di BMI khususnya PRKS
Muamalat.

Proses persiapan pembiayaan yang dilayani atau ditangani oleh


Customer Service (CS) dan/ atau Account Manager (AM) di BMI Cabang

Purwokerto, menurut hasil penelitian penulis dapat dikatakan sudah sesuai


dengan prosedur yang telah ditentukan oleh BMI . Terlihat ketika calon
nasabah yang datang kepihak BMI untuk dapat penjelasan lebih lanjut
ataupun langsung mengajukan permohonan pembiayaan PRKS Muamalat
yang tergolong produk baru ini.

Dari pihak BMI sendiri memfokuskan perkenalan PRKS Muamalat pada


nasabah lama yang diharapkan lebih mengetahui

kolektibilitasnya.
51
Pelaksanaan proses standar yang tersediapun terealisasi pada proses
verifikasi oleh AM yang selanjutnya dilakukan pengecekkan oleh USP meliputi
BI checking, legal opinion sampai dengan proses taksasi atau pengecekkan
jaminan. Pengecekan jaminan ini tergolong yang tidak bisa dipisahkan atau
harus dilakukan karena dari hasil taksasi ini lah akan memberikan pandangan
nilai dari aset yang dijaminkan pada pihak BMI yang menjadi ukuran untuk
menentukan besarnya polafon pembiayaan yang akan diberikan.

Pada proses keputusan pembiayaan yang dalam hal ini ditangani oleh
Financing Support Division dan/ atau Risk Management Division, penulis tidak
bisa meneliti secara intensif disebabkan bagian ini hanya ada di kantor

cabang Semarang oleh karenanya BMI hanya mengirimkan berkas dan data
yang dibutuhkan untuk dapat diperiksa. Selanjutnya dari pihak Financing
Support Division dan/atau Risk Management Division yang ada di Semarang
memeriksa data dan berkas yang diterimanya yang selanjutnya
mengirimkan kembali data tadi berisikan pandangan akan keputusan
pembiayaan yang diajukan terkait berkas kelengkapan dan langkah
selanjutnya yang harus dilakukan pihak BMI .

Secara umum, pelaksanaan proses pembiayaan termasuk juga PRKS


Muamalat, berjalan seperti ketentuan yang telah ditetapkan.

52
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di perbankan syariah, sebuah produk yang ditawarkan akan


senantiasa melekat dengan akad yang menyertaianya. Hal ini didasarkan
bahwa posisi akad dalam produk perbankan syariah menjadi penentu
keabsahan transaksi. Dengan kata lain, syah tidaknya sebuah transaksi akan
sangat ditentukan oleh akad yang menyertainya.

Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi


kebutuhan masyarakat adalah line facility (at-tashilat as-saqfiyah). Yakni,
fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu dengan
ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral.

Dan juga di dalam perbankan dikenal adanya pinjaman Rekening


Koran, suatu sarana menabung dan pemberian kredit Rekening Koran oleh
bank umum, saldonya bisa positif ataupun negatif dan dapat ditarik setiap
saat dengan cek, bilyet giro, dan perintah pembayaran lainnya.

53
3.2 Saran

Jika banyak lembaga keuangan mikro syariah dalam hal ini KSPPS
mendapatkan akses line facilitykhususnya skema Mudharabah atau
Musyarakah dari bank syariah baik Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan BPRS maka hal ini akan berdampak positif. Dengan kata lain,
akan mendongkrak porsi pembiayaan berbasis profit and loss sharing.

Bank syariah harus lebih mempromosikan kepada masyarakat


mengenai program-programnya, agar masyarakat lebih tau tentang bank
syariah.

Saran penulis kepada masyarakat agar opini tentang


mempersamakan menabung dibank konvensional dan syariah sama saja,
karena hal tersebut jelas berbeda. Bank syariah tetap pada prinsip untuk
kemaslahatan ummat dengan akad-akad yang digunakan terbebas dengan
adanya bunga (riba).

54
DAFTAR PUSTAKA

Amirulloh Rizal. (2013). Mekanisme Pembiayaan Rekening Koran Syariah


Sebagai Aplikasi Akad Musyarakah.

Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan,
Jakarta: Tazkia Institute, 1999.

Indonesia, http://www.bi.go.id (online), (diakses tanggal 20 November 2019).

Bank Muamalat Indonesia, SOP Produk Pembiayaan PRKS Muamalat.

Dahlan, Ahmad, Bank Syari’ah Teoritik, Praktik, Kritik, Yogyakarta: Teras, 2012.

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. ke-IV, Bandung: Citra


Aditya Bakti, 2003.

Malayu S.P. Hasbuan, Dasar-Dasar Perbankan, Cet VI, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007).

Media Muamalat, edisi 10|Oktober 2012.

Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2004.

Wiroso, Produk Perbankan Syariah, Cet 1, (Jakarta : LPFE Usakti, 2011)

55

Anda mungkin juga menyukai