Anda di halaman 1dari 32

BADAN USAHA (PERUSAHAAN)

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Hukum Bisnis Islam

Dosen pengampu : Septiana Na’afi

Disusun Oleh :

1. Adibatur Rahmawati (1705046051)


2. Fadhila (17050460)
3. Jaudhatullaili (17050460)
4. Ragilia Rahayu (1705046079)

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Badan Usaha
(Perusahaan)” ini dengan baik, walaupun masih terdapat banyak kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini, dan tentunya penulis berterima kasih kepada
Septiana Na’afi selaku dosen mata kuliah Hukum Bisnis Islam yang telah
membimbing penulis selama proses penyusunan makalah ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah


pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai badan usaha (perusahaan) dan
hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Penulis menyadari jika makalah ini
jauh dari kata sempurna dan tentunya banyak kekurangan yang perlu untuk
diperbaiki. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran dari
pembaca, guna tercapainya perbaikan makalah ini dan akan ada makalah yang
jauh lebih baik lagi kedepannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Semarang, 13 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .........................................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN

A. Definisi Badan Usaha (Perusahaan) ...............................................................


B. Jenis Badan Usaha Berdasarkan Status Hukum .............................................
C. Mengenal Badan Usaha Syariah ....................................................................
D. Akad Pendirian Perusahaan............................................................................
BAB III : KESIMPULAN..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan badan usaha (perusahaan)?
2. Apa saja jenis-jenis badan usaha berdasarkan status hukum?
3. Apa saja badan usaha syariah?
4. Bagaimana akad pendirian perusahaan?

C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan definisi badan usaha (perusahaan)
2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis badan usaha berdasarkan status
hukum
3. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam badan usaha syariah
4. Mengetahui bagaimana akad pendirian perusahaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Badan Usaha (Perusahaan)


Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis
yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Sedangkan definisi dari
perusahaan yaitu setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus didirikan, bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh
laba atau keuntungan (Asyhadie, 2006).
Dalam perusahaan harus mempunyai unsur-unsur diantaranya yaitu:
1. Terus-menerus tidak terputus-putus
2. Secara terang-terangan
3. Dalam kualitas tertentu
4. Mengadakan perjanjian perdagangan
5. Harus bermaksud memperoleh laba
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan merupakan
bagian dari badan usaha dimana menjalankan kegiatan dibidang perekonomian
secara berkelanjutan dan terang-terangan guna mencari keuntungan serta dapat
dibuktikan dengan melakukan pembukuan.

B. Jenis-Jenis Badan Usaha Berdasarkan Status Hukum


1. Perusahaan berbadan hukum
a) Perseroan Terbatas (PT)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 dalam pasal 1,
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

2
 Keuntungan dari Perseroan Terbatas (Aldy, Purnomo , & La,
2017)
1) Badan Hukum Lebih Aman
Sebagai salah satu badan hukum, Perseroan Terbatas dirasakan
lebih menjaga keamanan dalam melakukan kegiatan usaha di
Indonesia. Hal ini karena anggaran dasar perusahaan mulai dari
pendirian perusahaan, perubahaan, penggabungan perusahaan
(merger), pengambilalihan serta pembubaran perusahaan diatur
secara hukum.
2) Varian dari Bidang Usaha
Berbagai jenis kegiatan usaha dapat dikelola dan dilakukan
oleh badan usaha perorangan. Namun ada beberapa jenis
bidang usaha yang hanya bisa di kelola dan dilaksanakan oleh
badan usaha berbentuk badan hukum seperti Perseroan
Terbatas (PT) seperti Bidang usaha sektor Perhubungan
meliputi; Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (Forwarding),
Usaha Salvage, dll. Kemudian Bidang usaha pariwisata antara
lain; Usaha biro perjalanan wisata, usaha konsultan pariwisata,
dll.
3) Resiko Bisnis
Pengusaha atau pemilik modal merasa lebih aman dalam
melakukan investasi dan menanamkan modal dengan
mendirikan badan hukum Perseroan Terbatas (PT) sebagai
legalitas perusahaan. Hal ini karena adanya pemisahan
kekayaan pribadi para pemilik (pemegang saham) perusahaan
dengan kekayaan pribadinya. Sehingga segala resiko bisnis
yang dilaksanakan untuk dan atas nama perusahaan bukan lagi
menjadi tanggung jawab para pendiri atau pemegang saham
melainkan menjadi tanggung jawab perusahaan.
4) Peluang Meningkatkan Nilai Investasi
Hampir semua jenis usaha dengan nilai investasi besar yang
ada di Indonesia berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas
(PT) baik yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing
(PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau

3
berbentuk perusahaan BUMN atau BUMN. Hal ini tidak lepas
dari strategi bisnis yang menjadi visi dan misi perusahaan
untuk mengembangkan bisnis, melakukan perluasan usaha,
mendirikan pabrik, menciptakan produk baru dan lain
sebagainya dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya.

 Kekurangan dari PT (Aldy, Purnomo , & La, 2017)


1. Pajak yang besar karena PT merupakan subyek pajak tersendiri
sehingga bukan perusahaan saja yang kena pajak, tetapi
deviden yang dibagikan kepada pemegang saham juga kena
pajak
2. Penangan aspek hukum yang rumit karena dalam pendirian PT
memerlukan akta notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu
3. Biaya pembentukkan yang relatif tinggi dibandingkan dengan
badan usaha lain
4. Kerahasian perusahaan kurang terjamin karena setiap aktivitas
perusahaan harus dilaporkan kepada pemegang saham

 Langkah-Langkah Pendirian
a. Pembuatan akta notaris
 Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan pendiri
 Susunan, nama lengkap, tempat tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan
anggota Direksi dan Komisaris yang kali pertama
diangkat
 Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian
saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominasi atau
nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah
ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
b. Anggaran dasar
 Nama dan tempat kedudukan perseroan

4
 Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
 Jangka waktu berdirinya perseroan
 Besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan
dan modal yang disetor
 Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada
jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang
melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap
saham
 Susunan, jumlah, dan nama anggota direksi dan
komisaris
 Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS)
 Tatacara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota direksi dan komisaris
 Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden
 Ketentuan-ketentuan lain menurut Undang-Undang
Perseroan Terbatas (UUPT)
c. Pengesahan Menteri Kehakiman
Akta notaris yang telah dibuat harus mendapatkan pengesahan
Menteri Kehakiman untuk mendapatkan status sebagai badan
hukum. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Perseroan Terbatas
disebutkan Menteri Kehakiman akan memberikan pengesahan
dalam jangka waktu paling lama 60 hari setelah diterimanya
permohonan pengesahan PT, lengkap dengan lampiran-
lampirannya. Jika permohonan tersebut ditolak, Menteri
Kehakiman memberitahukan kepada pemohon secara tertulis
disertai dengan alasannya dalam jangka waktu 60 hari itu juga.
d. Pendaftaran wajib
Akta pendirian/Anggaran Dasar PT disertai SK pengesahan
dari Menteri Kehakiman selanjutnya wajib didaftar dalam

5
daftar perusahaan paling lambat 30 hari setelah tanggal
pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan.
e. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara
Apabila pendafataran dalam daftar perusahaan telah dilakukan,
direksi mengajukan permohonan pengumuman perseroan di
dalam Tambahan Berita Negara (TBN) paling lambat 30 hari
terhitung sejak pendaftaran

b) Koperasi
Kata koperasi berasal dari kata Co yang artinya “bersama” dan
operation yang artinya “bekerja”. Secara umum dapat dikatakan bahwa
koperasi adalah suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang
ekonomi, yang anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum
koperasi yang tergabung secara sukarela atas dasar persamaan hak dan
kewajiban, melakukan satu macam usaha atau lebih untuk
meningkatkan kesejahteraan para anggota khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Sedangkan pengertian koperasi menurut pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian,
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan”.

 Langkah-langkah dalam mendirikan Koperasi:


1. Menyelenggarakan rapat pendirian koperasi oleh
anggota yang menjadi pendiri ditungkan dalam rapat
pembentukkan dan akta pendirian yang memuat
anggaran dasar koperasi.
2. Para pendiri mengajukan permohonan pengesahan akta
pendirian yang dilampirkan 2 rangkap akta pendirian
koperasi, berita acara rapat pembentukkan, surat bukti
penyetoran modal dan rencana awal kegiatan usaha.
3. Pengesahan akta pendirian dalam jangka waktu 3 bulan
setelah permintaan

6
4. Pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia

c) Yayasan
Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan,
“Yayasan adalah badan usaha yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di
bidang soial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai
anggota”. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun
kekayaan lain yang diperoleh yayasan. Berdasarkan undang-undang ini
dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung
kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang
mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Dalam menjalankan
kegiatannya sehari-hari yayasan mempunyai organ yang terditri atas:
Pembina, Pengurus dan Pengawas.
 Langkah-langkah mendirikan Yayasan adalah:
1. Penyampaian dokumen yang diperlukan
 Fotokopi KTP para badan pendiri, badan
pembina, dan badan pengurus
 Nama yayasan
 Maksud & tujuan yayasan serta kegiatan usaha
yayasan
 Jangka waktu berdirinya yayasan
 Modal awal yayasan
 Susunan badan pendiri, badan pembina, dan
badan pengurus
2. Penandatangan akta pendirian yayasan
3. Pengurusan surat keterangan domisili
4. Pengurusan NPWP
5. Pengesahan yayasan menjadi badan hukum
 Salinan akta pendirian yayasan yang dibubuhi
materai
 Fotokopi NPWP atas nama yayasan telah
dilegalisir notaris

7
 Fotocopy surat keterangan domisili yang
dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa
 Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan
Pajak
 Bukti pembayaran pengumuman dalam
Tambahan Berita Negara menunggu diterbitkan
PP
6. Pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia
(BNRI)

2. Perusahaan tidak berbadan hukum


a) Firma
Merupakan persekutuan/perserikatan untuk menjalankan usaha antara
dua orang atau lebih dengan nama bersama, dengan tanggung jawab
masing-masing anggota firma tidak terbatas. Sedangkan, laba yang
diperoleh dari usaha tersebut untuk dibagi bersama-sama, begitupun
sebaliknya bila terjadi kerugian, semua anggota firma ikut
menanggungnya (Indriyo, 2005). Sedangkan menurut Manulang
(Manullang, 2003), persekutuan dengan firma adalah persekutuan
untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama. bersama. Jadi,
ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu
perusahaan. Para anggota yang berkumpul merupakan anggota aktif
sehingga satu perusahaan dikelola dan dimiliki oleh beberapa orang.
 Ciri-ciri (Aldy, Purnomo , & La, 2017)
1. Bentuk firma ini telah digunakan baik untuk kegiatan usaha
berskala besar maupun kecil,
2. Dapat berupa perusahaan kecil yang menjual barang pada satu
lokasi, atau perusahaan besar yang mempunyai cabang atau
kantor di banyak lokasi,
3. Masing-masing sekutu menjadi agen atau wakil dari
persekutuan firma untuk tujuan usahanya,
4. Pembubaran persekutuan firma akan tercipta jika terdapat salah
satu sekutu mengundurkan diri atau meninggal,

8
5. Tanggung jawab seorang sekutu tidak terbatas pada jumlah
investasinya,
6. Harta benda yang diinvestasikan dalam persekutuan firma tidak
lagi dimiliki secara terpisah oleh masing-masing sekutu,
7. Masing-masing sekutu berhak memperoleh pembagian laba
persekutuan firma

 Keuntungan (Aldy, Purnomo , & La, 2017)


1. Prosedur pendirian firma mudah,
2. Dalam firma, setiap keputusan diambil bersama sehingga
dimungkinkan adanya keputusan yang lebih
3. Adanya pembagian kerja diantara anggota firma sesuai dengan
kecakapan serta keahliannya masing-masing

 Kekurangan
1. Adanya tanggung jawab tak terbatas atas utang-utang
perusahaan,
2. Kontinuitas firma kurang terjamin karena keluarnya salah
satu anggota berarti firma bubar,
3. Kekurangcakapan salah satu anggota menimbulkan
kerugian atas firma, yang mengakibatkan anggota lain turut
menanggung,
4. Rawan konflik internal, yaitu ketegangan diantara anggota
firma yang dapat mengancam kelangsungan hidup
perusahaan.

 Langkah-Langkah Pendirian
a. Para pihak yang berkehendak mendirikan Firma menyiapkan
akta yang didalamnya minimal memuat (Pasal 26 KUHD):
 Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal para pendiri
Firma;
 Nama Firma yang akan didirikan (termasuk juga tempat
kedudukan Firma);

9
 Keterangan kegiatan usaha yang akan dilakukan Firma di
kemudian hari;
 Nama Sekutu yang tidak berkuasa untuk menandatangani
perjanjian atas nama Firma;
 Klausula-klausula yang berkaitan dengan hubungan antara
pihak ketiga dengan Firma
b. Akta tersebut dibuat sebagai akta otentik yang dibuat di
hadapan notaris (Pasal 22 KUHD)
c. Akta otentik tersebut selanjutnya didaftarkan pada register
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana Firma berkedudukan
(Pasal 23 KUHD)
d. Akta yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri selanjutnya
diumumkan dalam Berita Negara.

3. CV
Perseroan komanditer adalah suatu perseroan yang dibentuk antara satu
orang atau beberapa orang persero yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak, dan satu orang atau
lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain. Dalam Perseroan Komanditer
terdapat beberapa sekutu yang secara penuh bertanggung jawab atas
sekutu lainnya. Kemudian ada satu atau lebih sekutu sebagai pemberi
modal. Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah
modal yang ditanamkan didalam perusahaan. Tujuan pendirian Perseroan
Komanditer adalah untuk memberikan peluang bagi perseorangan untuk
ikut menanamkan modalnya dengan tanggung jawab terbatas.
 Keuntungan
a. Penguasaan terhadap keuntungan tinggi, meskipun harus dibagi
dengan anggota kongsi yang lain
b. Penanganan aspek hukum minimal, meskipun sedikit lebih
rumit dibanding perusahaan perseorangan

 Kerugian

10
a. Mengandung tanggung jawab keuangan sekutu aktif tak
terbatas, meskipun dapat dibagi dengan anggota sekutu aktif
yang lain
b. Status hukum CV belum badan hukum sehingga sulit untuk
mendapatkan proyek-proyek besar
c. Tidak dapat dengan mudah mengumpulkan modal dari para
sekutunya, tidak seperti Perseroan Terbatas yang dapat
mengumpulkan modal dari para pemegang saham (Suliyanto,
2010).
 Langkah-Langkah Pendirian
a. Persiapan
 Membuat kesepakatan antar pihak yang akan
membentuk Perserikatan Komanditer (CV)
 Menyiapkan KTP pihak yang membentuk CV
 Menentukan calon nama yang akan digunakan oleh CV
 Menentukan tempat kedudukan CV
 Menentukan pihak yang akan bertindak selaku anggota
aktif dan pihak yang akan bertindak selaku anggota
pasif
 Menentukan maksud dan tujuan yang spesifik dari
Perserikatan Komanditer tersebut
b. Pendaftaran ke notaris
c. Pendaftaran ke Pengadilan Negeri

4. Perusahaan perseorangan
Merupakan bentuk badan usaha tanpa ada pembedaan pemilikan antara
hak milik pribadi engan hak milik perusahaan (Indriyo, 2005). Menurut
(Swastha, 2002), perusahaan perseorangan adalah salah satu bentuk usaha
yang dimiliki oleh seseorang dan ia bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap semua resiko dan kegiatan perusahaan. Dengan tidak adanya
pemisahan pemilikan antara hak milik pribadi dengan milik perusahaan,

11
maka harta benda pribadi juga merupakan kekayaan perusahaan, yang
setiap saat harus menanggung utang-utang perusahaan.
 Ciri-ciri
1. Dimiliki perseorangan (individu atau perusahaan keluarga),
2. Pengelolaannya sederhana,
3. Modalnya relatif tidak terlalu besar,
4. Kelangsungan usahanya tergantung pada para pemiliknya,
5. Nilai penjualannya dan nilai tambah yang diciptakan relatif
kecil.

 Keuntungan (Aldy, Purnomo , & La, 2017)


1. Kebebasan bergerak
Pemilik perusahaan perseorangan mempunyai kebebasan yang
sepenuhnya pada setiap tindakannya. Segala keputusan adalah
mutlak harus dilaksanakan sesuai keputusan.
2. Menerima seluruh keuntungan
Hanya perusahaan perseorangan yang memungkinkan seluruh
keuntungan diperuntukkan bagi seseorang.
3. Pajak yang rendah
Bagi perusahaan perseorangan hingga saat ini pemerintah tidak
memungut pajak dari perusahaan itu sendiri. Pemungutan pajak
hanya dilakukan pada pemilik yaitu, pajak penghasilan.
4. Rahasia perusahaan terjamin
Perusahaan perseorangan merupakan suatu jenis perusahaan
dimana rahasia-rahasia seperti data usaha, resep dan sebagainya
dapat dijamin tidak akan bocor, lebih-lebih jika pemilik
perusahaan itu sendirilah yang menjalankan segala tugas-tugas
yang penting. Di beberapa perusahaan, keuntungan yang besar
terletak atas dasar dipunyainya suatu proses atau formula
rahasia yang tidak diketahui perusahaan lain.
5. Organisasi yang murah dan sederhana
Pada perusahaan perseorangan bagianbagiannya tidak banyak
seperti halnya PT karenanya ongkos yang dibutuhkan untuk itu
adalah relatif rendah.

12
6. Peraturan minim
Jika pada persekutuan dengan badan usaha yang melibatkan
banyak sumber daya, terdapat banyak peraturan-peraturan yang
harus dituruti maka perusahaan perseorangan hanya sedikit
peraturan yang dikenakan.
7. Keputusan dapat cepat diambil
Keputusan-keputusan dalam perusahaan perseorangan akan
dapat cepat diambil karena pemilik perusahaan dapat mengatur
perusahaan menurut kehendaknya yang sekiranya terbaik dan
terefektif, juga karena tidak adanya perselisihan pendapat yang
mengakibatkan perundingan yang berlarut-larut yang tentu saja
merugikan apalagi dalam dunia bisnis.
8. Lebih mudah memperoleh kredit
Perusahaan perseorangan lebih mudah mendapatkan kredit
karena tanggung jawab atau jaminannya tidak terbatas pada
modal usaha sendiri saja tetapi juga kekayaan pribadi dari
pemilik maka resiko kreditnya lebih kecil.

 Kerugian
1. Tanggung jawab tidak terbatas
Dalam perusahaan perseorangan, tanggung jawab perusahaan
terletak di tangan pemilik perusahaan, sehingga seluruh resiko
atas perusahaan ditanggung oleh pemilik perusahaan. Jika
perusahaan tidak dapat melunasi seluruh hutangnya maka
kekayaan pribadi menjadi jaminannya.
2. Keterbatasan ekspansi perusahaan
Penanaman modal yang dijalankan oleh perusahaan
perseorangan adalah terbatas, walaupun pemilik berusaha
memperluas perusahaan, kredit yang diperolehpun terbatas
pula.
3. Kelangsungan perusahaan tidak terjamin
Dengan kondisi masa depan yang tidak pasti, perlu
diperhatikan potensi meninggalnya pemimpin atau
dipenjarakannya pemilik perusahaan atau sebab lain. Yang

13
dapat mengakibatkan aktivitas perusahaan dapat berhenti
karena tidak ada sumber daya utama yang mengelola
perusahaan.
4. Sumber keuangan terbatas
Karena pemiliknya hanya satu orang, maka usaha-usaha yang
dilakukan untuk memperoleh sumber dana hanya bergantung
pada kemampuan pemilik perusahaan.
5. Kesulitan dalam manajemen
Dalam perusahaan semua kegiatan seperti pembelian,
penjualan, pembelanjaan, pencarian kredit, pengaturan
karyawan dan sebagainya, dipegang oleh seorang pemimpin.
Ini lebih sulit dibandingkan apabila manajemen dipegang
beberapa orang.
6. Kurangnya kesempatan pada karyawan
Karyawan yang bekerja pada perusahaan perseorangan ini akan
tetap menduduki posisinya dalam jangka waktu yang relatif
lama. Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan
perseorangan seringkali tidak megelola administrasinya secara
baik, sehingga dokumentasi dari setiap transaksi sulit untuk
dicari. Bahkan terkadang setiap transaksi tidak didukung
dengan dokumen yang seharusnya dibutuhkan.

 Langkah-Langkah Pendirian
a. Persiapan
 Meyiapkan KTP pihak yang akan mendirikan perusahaan
perseorangan
 Menentukan calon nama perusahaan
 Menentukan tempat kedudukan perusahaan
 Menentukan maksud dan tujuan yang spesifik dari
perusahaan perseorangan tersebut
b. Pendaftaran ke notaris

14
Setelah semua kelengkapan tersebut terpenuhi, langkah
selanjutnya adalah mendaftar ke notaris untuk mendapatkan
akta notaris tentang pendirian perusahaan perseorangan

C. Mengenal Badan Usaha Syariah


Badan Usaha Syariah yaitu perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi :
1) Bank syariah,
2) Lembaga keuangan mikro syariah,
3) Asuransi syariah,
4) Reksadana syariah,
5) Obligasi syariah dan surat beharga berjangka menengah syariah,
6) Sekuritas syariah,
7) Pembiayaan syariah,
8) Pegadaian syariah,
9) Dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

D. Akad Pendirian Perusahaan


Penerapan Prinsip Perjanjian Syariah dalam Pendirian Perseroan
Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Sehubungan dengan hal tersebut keberadaan pengaturan perseroan
terbatas yang dahulunya di atur dalam Wetboek van Koophandel (WvK ) dan
Burgelijk Wetboek (BW) diubah dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas yang diundangkan pada
tanggal 7 Maret 1995 dan dinyatakan mulai berlaku satu tahun kemudian
pada tanggal 7 Maret 1996. Dalam usianya yang baru 12 tahun, keberadaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dipandang perlu untuk
diperbaharui dengan peraturan perundangan yang lebih aspiratif, lebih
memenuhi rasa keadilan dan kebenaran yang mengabdi dalam kepentingan
rakyat dan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan dan penyempurnaan ini juga bertujuan untuk lebih
meningkatkan peran perseroan terbatas dalam pembangunan nasional dan

15
sekaligus memeberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam
menghadapi perkembangan ekonomi dan bisnis dan kegiatan usaha
lainnya dengan merespon secara positif terhadap perubahan dan
perkembangan, kebutuhan hukum dan tuntutan masyarakat pada era
globalisasai seperti sekarang ini. Dengan demikian, dengan persetujuan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden pada tanggal 16 Agustus
2007 telah menetapkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
Seiring dengan terjadinya perubahan sosial politik di Indonesia, juga telah
dan sedang berlangsung perubahan di bidang sosial ekonomi dan bisnis,
serta kegiatan usaha lainnya dengan diperkenalkannya sistem ekonomi dan
perbankan bedasarkan prinsip syariah. Kegiatan ekonomi dan perbankan,
bisnis dan usaha lainnya berdasarkan prinsip syariah telah dijalankan dan
berkembang dalam masyarakat internasional dan juga oleh masyarakat
Indonesia. Pembentuk undang-undang telah memberikan respon positif
terhadap perkembangan ekonomi dan perbankan, bisnis dan kegiatan
usaha lainnya itu dengan memasukkan pengaturannya ke dalam Pasal 109
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Sebelumnya pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memberikan
kewenangan kepada Badan Peradilan Agama untuk menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Pada tahun 2008 dikeluarkan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN), dan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang
di dalam Pasal 7 menyatakan bahwa bentuk badan hukum Bank Syariah
adalah Perseroan Terbatas. Perseroan terbatas berasal dari sistem hukum
Barat yang sekuler, sedangkan hukum perjanjian syariah bersumber dari
hukum Islam yang tidak dapat terpisahkan dari ajaran agama Islam.
Istilah perjanjian dalam hukum Indonesia disebut akad dalam hukum
Islam. Kata akad berasal dari kata al-aqd, yang berarti mengikat, menyambung
atau menghubungkan (ar-rabt).[2] Akad adalah pertemuan ijab dan kabul
sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu
akibat hukum pada objeknya.[3]

16
Perjanjian dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah mu’ahadah ittifa’
atau akad. Akad merupakan cara yang diridhai Allah dan harus ditegakkan
isinya, dan di dalam Al Quran setidaknya ada dua istilah yang berkaitan
dengan perjanjian yaitu kata akad (al-aqadu) yang berarti perikatan atau
perjanjian, dan kata ‘ahd (al-ahdu) yang berarti masa, pesan, penyempurnaan
dan janji atau perjanjian.[4]
Akad merupakan perjanjian antara kedua belah pihak yang bertujuan
untuk saling mengikatkan diri tentang perbuatan yang akan dilakukan dalam
suatu hal, yang diwujudkan dalam ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan)
yang menunjukkan adanya kerelaan secara timbal balik antara kedua belah
pihak dan harus sesuai dengan kehendak syariat. Ini berarti Hukum Perikatan
Islam pada prinsipnya juga menganut asas kebebasan berkontrak yang
dituangkan dalam antaradhin sebagaimana diatur dalam QS. An-Nissa ayat 29
dan Hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu suatu perikatan atau perjanjian akan
sah dan mengikat para pihak apabila ada kesepakatan (antaradhin) yang
terwujud dalam dua pilar yaitu ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan).[5]
Syarat sahnya perjanjian secara syariah adalah sebagai berikut :[6]
1. Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya.
yarat ini mengandung pengertian setiap orang pada prinsipnya
bebas membuat perjanjian tetapi kebebasan itu ada batasannya yaitu tidak
boleh bertentangan dengan syariah Islam baik yang terdapat dalam
Alquran maupun Hadist. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan
mempunyai konsekuensi yuridis perjanjian yang dibuat batal demi hukum.
Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat
sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut
dengan kausa halal.
2. Harus sama ridha dan ada pilihan.
Syarat ini mengandung pengertian perjanjian harus didasari pada
kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, tidak boleh
mengandung unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Apabila syarat
ini tidak terpenuhi dan belum dilakukan tindakan pembatalan maka
perjanjian yang dibuat tetap dianggap sah. Syarat sahnya perjanjian ini
menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur

17
dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kesepakatan
(konsensualisme).
harus jelas dan gamblang, sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi
obyeknya, hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian.
Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak
batal demi hukum sebagai konsekuensi yuridisnya. Syarat sahnya perjanjian
ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan adanya obyek tertentu.
Apabila salah satu syarat tidak dapat terpenuhi mempunyai konsekuensi
yuridis terhadap perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
sedangkan bagi perjanjian yang sah akan mengikat bagi para pihak sebagai
undang-undang dan para pihak wajib melaksanakan perjanjian secara sukarela
dengan itikad baik serta tidak bisa memutuskan perjanjian tersebut secara
sepihak. Apabila salah satu pihak mengabaikan perjanjian maka akan
mendapat sanksi dari Allah di akhirat nanti.

Perbandingan antara prinsip perjanjian dalam KUH Perdata (Hukum


Barat) dengan prinsip perjanjian syariah (Hukum Islam) antara lain:

Konsep Perikatan
Konsep perikatan dalam KUH Perdata ialah apabila dua orang atau dua
pihak saling berjanji untuk misalnya melakukan atau memberikan sesuatu
bearti masing-masing orang atau pihak itu mengikatkan diri kepada yang lain
untuk melakukan atau memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan. Dengan
kata lain, antara keduanya tercipta suatu ikatan yang timbul dari tindakan
mereka membuat janji. Ikatan tersebut berwujud adanya hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.[7] Perikatan lazimnya
didefinisikan sebagai hubungan hukum menyangkut harta kekayaan antara dua
pihak berdasarkan mana salah satu pihak dapat menuntut kepada pihak lain
untuk memberikan, melakukan, atau tidak melakukan sesuatu.

Konsep perikatan dalam hukum Islam digunakan istilah iltizam untuk


menyebut perikatan dan istilah akad untuk menyebut perjanjian. Para fukaha
apabila berbicara tentang hubungan antara dua pihak atau lebih sering

18
menggunakan ungkapan terisinya dzimmah dengan suatu hak atau suatu
kewajiban. Dzimmah secara harfiah berarti tanggungan, sedangkan secara
terminologis berarti suatu wadah dalam diri setiap orang tempat menampung
hak dan kewajiban. Apabila pada seseorang terdapat hak orang lain yang wajib
ditunaikannya kepada orang tersebut, maka dikatakan bahwa dzimmahnya
berisi suatu hak atau suatu kewajiban. Artinya ada kewajiban baginya yang
menjadi hak orang lain dan harus dilaksaanakannya untuk orang lain itu.
Apabila ia telah melaksanakan kewajibannya yang menjadi hak orang lain
tersebut dikatakan bahwa dzimmahnya telah kosong atau bebas.[8]

Dalam hukum Islam terdapat sebuah kaidah fikih (asas hukum Islam)
yang berbunyi al-ashlu bara’atudz-dimmah[9] (asanya adalah bebasnya
dzimmah). Maksudnya bahwa asas pokoknya adalah bahwa bagi seseorang
tidak terdapat hak apa pun atas milik orang lain, atau pada asanya seseorang
tidak memikul kewajiban apa pun terhadap orang lain sampai ada bukti yang
menyatakan sebaliknya.[10] Dengan begitu kita dapat mengatakan bahwa
seseorang atau suatu pihak dengan suatu hak yang wajib ditunaikannya kepada
orang atau pihak lain.

2. Sumber Perikatan

Sumber perikatan dalam hukum Indonesia ada dua, yaitu : perjanjian dan
undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1233 KUH Perdata, “Tiap-tiap
perikatan dilahirkan baik karena persetujuan (perjanjian), maupun karena
undang-undang.” Perjanjian adalah sumber perikatan paling penting.[11]
Undang-undang sebagai sumber perikatan dibedakan lagi menjadi undang-
undang semata dan undang-undang dalam kaitannya dengan perbuatan orang.

Sumber perikatan dalam hukum Islam meliputi lima macam yaitu:

Akad (al-aqd);
Kehendak sepihak (al-iradah al-munfaridah);
Perbuatan merugikan (al-fil’l adh-dharr);
Perbuatan bermanfaat (al-fi’l an-nafi’);

19
Syarak

Penerapan Prinsip Perjanjian Syariah dalam Pendirian Perseroan Terbatas


Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007.

Penerapan prinsip perjanjian syariah dalam pendirian perseroan terbatas


dapat dilihat dari :

Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Perjanjian.


Ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 bahwa
perseroan terbatas adalah badan hukum persekutuan modal yang didirikan
berdasarkan perjanjian. Dengan demikian perseroan terbatas adalah juga
merupakan persekutuan perdata bagian dari matrieel privaatrecht yaitu suatu
perjanjian yang dilakukan antara dua orang atau lebih yang masing-masing
memasukkan inbreng dengan tujuan untuk membagi keuntungan yang
diperoleh. Istilah “perjanjian” dalam hukum Islam adalah “al-aqdu” secara
terminologi berarti pertalian antara ijab dan qobul sesuai dengan kehendak
syariah. Kata “pertalian antara ijab dan qobul” menunjukkan aqad dilakukan
oleh dua orang atau lebih. Kata “sesuai kehendak syariah” dimaksudkan
bahwa seluruh perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih itu tidak
dipandang sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syariah. Di sini
menjadi jelas bahwa hukum perjanjian yang menjadi alas berdirinya
perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah
hukum perjanjian menurut KUHPerdata (BW), sedangkan hukum perjanjian
yang menjadi alas berdirinya perseroan terbatas syariah adalah hukum
perjanjian syariah. Oleh karena prinsip-prinsip umum hukum perjanjian
menurut KUHPerdata (BW) sebagai termuat dalam Pasal 1320 adalah sama
dengan hukum perjanjian syariah sebagaimana Pasal 28 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, maka hukum perjanjian menurut KUHPerdata (BW) juga
dapat berlaku atau diterapakan dalam pendirian perseroan terbatas syariah
sepanjang tidak menyalahi atau bertentangan dengan ketentuan syariah.

20
Untuk menjamin dapat dipenuhinya ketentuan/prinsip syariah tersebut
perseroan harus mempunyai Dewan Pengawas syariah sesuai ketentuan
Pasal 109 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Selain itu untuk dapat
berdirinya suatu perseroan terbatas perjanjian tersebut harus di buat
dengan akta notaris, dalam bahasa Indonesia, mencantumkan perkataan
PT atau PT Tbk untuk perseroan Terbatas Terbuka, disahkan oleh
Menteri Hukun dan HAM, didaftarkan berdasar Undang-undang Nomor 3
Tahun 1982 tentangWajib daftar Perusahaan, diumumkan dalam Berita
Negara, menyebutkan jumlah modal yang ditentukan undang-undang.

Sebagai konsekuensi bahwa perseroan didirikan berdasarkan


perjanjian, maka perseroan terbatas harus didirikan oleh dua orang atau
lebih, atau dengan kata lain pendirian perseroan tidak boleh dilakukan oleh
kurang dari dua orang (satu orang saja). Untuk menjaga prinsip ini Pasal 7
ayat (5 dan 6) mengharuskan bahwa setelah perseroan memperoleh status
badan hukum dan pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak keadaan tersebut pemegang saham wajib
mengalihkan sebahagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan
mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Jika dalam jangka waktu 6
(enam) bulan tersebut telah terlampaui pemegang saham tetap kurang dari 2
(dua) orang, maka pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas
segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang
berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
Dalam kalimat pada anak kalimat terahir “atas permohonan pihak yang
berkepentingan Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut,
Pasal 49 Undang-udang Nomor 3 Tahun 2006 yang mengatur kompetensi
absolut Pengadilan Agama. Pasal ini menentukan bagian dari tugas dan
wewenang Pengadilan Agama adalah menyelasaikan sengketa ekonomi
syariah, yaitu perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip syariah, antara lain meliputi :

bank syariah,
lembaga keuangan mikro syariah,
asuransi syariah,

21
reasuransi syariah,
reksadana syariah,
obligasi syariah dan surat beharga berjangka menengah syariah,
sekuritas syariah,
pembiayaan syariah,
pegadaian syariah,
dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan
bisnis syariah.
Apabila ketentuan pasal ini dihubungkan dengan Pasal 1 angka 1
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala
sesuatu yang menyangkut Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya dan Pasal 7yang menyatakan bahwa bentuk badan
hukum Bank Syariah adalah perseroan terbatas, serta ketentuan Pasal 55
ayat (1) yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa Perbankan Syariah
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, maka
menjadi jelas kewengan yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (6) adalah
menjadi kewenangan badan Peradilan Agama, bukan menjadi kewengan
Pengadilan Negeri. Dengan berpegang pada asas lex posteriori derogate lex
periori, aturan hukum yang baru menggantikan aturan hukum yang lama,
karena kelahiran Undang-undang Perbankan Syariah lebih kemudian dari
pada Undang-undang Perseroan terbatas, sehingga Pasal 7 ayat (6) Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2007 itu harus dibaca sesuai Pasal 5 ayat (1)
Undang-undang Perbankan Syariah sehingga menjadi: “…, dan atas
permohonan pihak yang berkepentingan Pengadilan Agama dapat
membubarkan perseroan terbatas syariah tersebut”. Khususnya Pasal 1
angka 1 mengenai ketentuan kelembagaan Perbankan Syariah, jika
dihubungkan dengan Pasal 7 yang menyatakan bentuk badan hukum
Perbangkan Syaraiah adalah perseroan terbatas, padahal mengenai
kelembagaan Perbangkan Syariah, artinya pendirian Bank Syariah yang
dilakukan dengan perjanjian syariah belum masuk dalam pengaturan
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Undang-undang Perseroan Terbatas ini baru hanya mengatur tentang bank

22
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah sesuai ketentuan Pasal 109,
hal ini disebabkan oleh karena pada waktu diundangkannya undang-undang
Perseroan Terbatas ini, undang-undang tentang Perbankkan Syariah belum
lahir, untuk itu di masa yang akan datang undang-undang yang mengatur
tentang perseroan terbatas yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
dipandang perlu untuk disempurnakan agar dapat menampung tentang
pengaturan kelembagaan Perbangkan Syariah sebagaimana diatur oleh Pasal 1
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbangkan Syariah.

2. Anggaran Dasar dan Badan Hukum Perseroan.

Oleh karena perjanjian untuk mendirikan perseroan terbatas itu di buat


dihadapan notaris, maka bentuknya adalah akta otentik. Akta otentik
mengenai pendirian perseroan ini memuat anggaran dasar perseroan secara
keseluruhan dan keterangan lain yang diperlukan antara lain : identitas para
pendiri, identitas para direksi (pengurus), identitas komisaris (pengawas),
dan identitas pengawas syariah bagi perseroan terbatas syariah.-, serta
keterangan mengenai para pemegang saham. Selain itu anggaran dasar
perseroan juga memuat: nama dan tempat kedudukan perseroan, maksud
dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya, besarnya jumlah
modal dasar, jumlah saham, susunan dan nama anggota direksi dan
komisaris, dan ketentuan lain sesuai peraturan perundangan.

Anggaran dasar perseroan merupakan perjanjian yang dibuat para


pendiri merupakan aturan yang mengikat para pihak dan juga pihak ketiga
yang berhubungan dengan perseroan dan untuk itu harus dipatuhi. Dalam
kaitan ini dalam terminology hukum Islam dikenal azas : al-muslimuna ala
syuruutihim, maksudnya adalah bahwa orang muslim itu terikat untuk
mentaati perjanjian yang telah dibuat baik perjanjian itu antara sesama
muslim atau antara orang muslim dengan bukan muslim.

Mengenai badan hukum perseroan terbatas seperti pendapat Abdul


Manan,[12] bahwa hukum Islam tidak mengatur secara khusus dalam
sistem hukum ekonomi Islam, tetapi ada beberapa dalil hukum yang

23
membolehkan membentuk badan hukum yang disebut dengan “al-
syirkah”. Nabi tidak pernah melarang kerjasama dalam bentuk syirkah itu
asalkan dapat mendatangkan kemaslahatan dan kemakmuran bagi seluruh
masyarakat. Pembentukan badan hukum itu merupakan salah satu bentuk
kerjasama untuk mengembangkan usaha dan harta dalam mencari kehidupan
di dunia. Dalam kaitan ini Nabi bersabda : „antum a‟lamu biumuri
dunyaakum” (kamu lebih mengetahui dengan urusan duniamu).

Didalam ilmu ushul fiqh dikenal azas : “al-ashlu fil muamalaati al-
ibaahah hatta yadullu al-daliilu „alattahrimi” maksudnya : pada azasnya
dalam persoalan yang berkaitan dengan muamalat hukumnya adalah
boleh, sampai ada dalil yang menyatakan hal itu dilarang[13]

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang dikeluarkan oleh


Mahkamah Agung RI dinyatakan bahwa al-syirkah adalah kerjasama antar dua
orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan atau kepercayaan dalam
usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang
disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.[14] Atas dasar pengertian
tersebut al-syirkah dibagi menjadi syirkah amwal, syirkah abdan dan
syirkah wujuh.[15]

Pasal 136 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dinyatakan bahwa


syirkah amwal dapat berupa kerjasama antara dua pemilik modal atau
lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang tidak sama
dan keuntungan atau kerugian dibagi sama atau atas dasar proporsi
modal, dan dapat pula dilakukan kerjasama antara dua pemilik modal atau
lebih untuk melakukan usaha bersama dengan jumlah modal yang sama dan
keuntungan dan kerugian dibagi sama. Dalam syirkah amwal setiap
anggota syirkah harus menyertakan modal berupa uang tunai atau barang
berharga. Jika barang berharga atau kekayaan lain dari anggota dijadikan
sebagai modal syirkah, maka barang berharga atau kekayaan tersebut harus
dijual atau ditentukan dinilainya terlebih dahulu sebelum melakukan akad
kerjasama. Dengan demikian perseroan terbatas yang merupakan persekutuan
modal adalah sama dengan al-syikar amwal ini. Dalam Pasal 139 ayat (1)

24
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dinyatakan bahwa syirkah abdan dapat
berupa kerjasama dilakukan antara pemilik modal dengan pihak yang
mempunyai keterampilan untuk menjalankan usaha. Sedangkan syirkah
wujuh yaitu kerjasama yang dilakukan antara pemilik benda dengan pihak
pedagang karena saling mempercayai.

KESIMPULAN

Hukum perjanjian menurut KUH Perdata pada umumnya sama dengan hukum
perjanjian syariah, oleh kerenanya dapat diterapkan dalam pendirian perseroan
terbatas syariah sepanjang tidak menyalahi atau bertentangan dengan
prinsip syariah. Kekuatan mengikat hukum perjanjian syariah berlaku sama
tehadap perjanjian yang dibuat antar sesama muslim maupun antara
seoarang muslim dengan bukan muslim berdasarkan asas “almuslimuuna ala
syurutihim”. Tatacara pendirian, anggaran dasar, organ dan badan hukum
perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 dapat diterapkan dalam pendirian perseroan terbatas syariah
berdasarkan asas hukum:”antum a`lamu biumuuri dunyaakum” dan asas “
al-ashlu fil muamalati al-ibaahah hatta yadullu al-daliilu alaa al-tahriimi”.
Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal menurut Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 adalah sama dengan perjanjian (akad )Syirkah Amwaal
dalam Hukum Ekonomi Syariah. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 109 hanya mengatur tentang
penerapan prinsip syaraiah bagi perseroan terbatas yang melaksanakan
usahanya berdasarkan prinsip syariah, belum mengatur tentang
kelembagaan perseroan terbatas syariah sebagaimana ketenuan Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, oleh karena itu untuk masa yang akan datang undang-undang
perseroan terbatas perlu disempurnakan dengan memasukkan 109
pengaturan tentang kelembagaan perseroan terbatas syariah sebagaimana
diatur oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah.

Penulis adalah mahasiswi semester akhir Progam Magister Hukum Bisnis


UNPAD angkatan 2010.

25
[1] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,
Raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 33
[2] Ahmad Abu Al-Fath, Kitab al-Muamalat fi asy-Syari’ah al-Islamiyah wa
al-Qawanin al-Mishriyyah (Mesir: Matba’ah al-Busfir, 1913), I: 139
[3] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad
dalam Fikih Muamalat, Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm. 68
[4] Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi :
Guide Line untuk Membeli Polis Asuransi yang Tepat dari Perusahaan
Asuransi yang Benar, BPFE, Yogjakarta, 1995, hlm. 19
[5] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah di Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm. 206
[6] Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di
Indonesia, Citra Media, Yogjakarta, hal. 24
[7] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad
dalam Fikih Muamalat, Raja Grafindo, bandung, 2007, hlm. 43-44
[8] Ibid, hlm. 48
[9] As-Sanhuri, Mashadir al-Haqq fi al-Fiqh al-Islami, Dirasah Muqaranah bi
al-Fiqh al-Garbi(Ttp.: Dar al-Hana li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr, 1958), I : 9-
10.
[10] As-Sayuthi, al-Asybah wa an-Nazha’ir (Beirut: Dar al-Kutub al-“Ilmiyah,
1403H), hlm. 53
[11] Subekti, Hukum Perikatan, Intermasa, 1979, hlm.1
[12] Abdul Manan,Hukum Kontrak dalam Sistem Ekonomi Syariah,
Mahkamah Agung RI hal 18-19.,
[13] Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta, Kencana 2003, hal. 14.
107
[14] Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Mahkamah Agung Ri, Jakarta,
2008, hal.8.
[15] Ibid, hlm. 35

26
27
BAB III

KESIMPULAN

28
DAFTAR PUSTAKA

Ani Pinayani, Modul Kewirausahaan SMK: Memilih Bentuk Usaha dan Perijinan, Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan, 2004
Hesti Maheswari, Studi Kelayakan Bisnis, Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas
Mercubuana, Jakarta, 2011
Kartika Sari, Elsi., Simangunsong, Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2007
M.Fuad, dkk, Pengantar Bisnis, Edisi ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006
Solihin, Ismail, Pengantar Bisnis: Pengenalan Praktis dan Studi Kasus, Edisi Pertama,
Kencana
Prenada Media Grup, Jakarta, 2006
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, Edisi Pertama, Andi, Yogyakarta,
2010.

29

Anda mungkin juga menyukai