Anda di halaman 1dari 22

KATEGORI ZAKAT PERTANIAN ATAU PERKEBUNAN,

PROPERTI PRODUKTIF, DAN BINATANG TERNAK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Ziswaf
Dosen Pengampu : Moch. Zainuddin S.EI, M.EI

Disusun oleh :
Elok Izza Magfiroh (931315718)

Reynanda Cindy (931316518)

Badi’u Nuril Huda Anna (931319318)

KELAS F
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
serta hidayah Nya kepada kita semua. Seiring dengan terselesaikannya makalah
ini yang berjudul Zakat pertanian atau perkebunan, properti produktif dan
binatang ternak . Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad, Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
SAW yang kita harapkan syafaatnya kelak di hari kiamat.
Kelancaran dan kesuksesan penyusunan makalah ini adalah atas bantuan
dan bimbingan dari banyak pihak. Atas selesainya makalah ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Zainuddin selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Ziswaf
yang telah mencurahkan segalanya demi kesempurnaan makalah ini.
2. Dan rekan-rekan yang telah membantu mempersiapkan makalah ini, makalah
ini ditujukan kepada semua kalangan mahasiswa khususnya jurusan ekonomi
syariah IAIN Kediri.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam


penulisan makalah ini. Mengingat pengetahuan serta pengalaman penulis yang
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, penulis mohon dengan sangat kepada
para pembaca, memberikan saran dan kritiknya agar dapat berkembang lebih di
masa yang akan datang. Semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Kediri, 02 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3


A. Zakat Pertanian dan Perkebunan ...................................................... 3
1. Pengertian Zakat Pertanian dan Perkebunan ................................ 3
2. Syarat Kewajiban Zakat Pertanian atau Perkebunan .................... 3
3. Nisab Zakat Pertanian atau Perkebunan ...................................... 5
4. Presentase Zakat Pertanian atau Perkebunan ............................... 5
B. Zakat Properti Produktif .................................................................. 6
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Zakat Properti Produktif............. 6
2. Nisab Zakat Properti Produktif.................................................... 7
3. Presentase Volume Zakat Properti Produktif ............................... 7
4. Ketentuan Sumber Zakat Properti Produktif ................................ 8
5. Kalkulasi Zakat Properti Produktif .............................................. 8
C. Zakat Binatang Ternak ..................................................................... 9
1. Pengertian, Landasan Hukum dan Nishab Zakat ......................... 9
2. Jenis-jenis Binatang Ternak yang Wajib di Zakati....................... 11
3. Fiqh Zakat Yusuf Qardlawi tentang zakat produk hewani ........... 16
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 18
A. Kesimpulan ..................................................................................... 18
B. Saran .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ .. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membayar zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam. Oleh karena
itu, mengamalkannya adalah sebuah kewajiban bagi siapapun yang telah
memenuhi persyaratannya.meski demikian, tak sedikit dari umat Islam yang
belum mengetahui secara eksplisit perihal zakat. Kebanyakan mereka hanya
mengetahui sabatas zakat fitrah saja.
Padahal di dalam Islam, selain zakat fitrah dikenal juga adanya zakat
mal. Dalam zakat mal pun masih terbagi lagi menjadi beberapa jenis zakat
yang tentunya memiliki cara hitung yang berbeda-beda. Perbedaan jenis dan
cara hitung ini tentunya tak lantas membuat seorang muslim untuk enggan
mempelajarinya, apalagi mengamalkannya.
Di antara jenis zakat mal yang memiliki tuntunan langsung dari al-
Qur’an dan hadis Rasulullah salah satunya zakat pertanian, perkebunan,
binatang ternak dan properti produktif. Pada makalah yang singkat ini penulis
berusaha untuk menjelaskan penetapan wajibnya zakat pertanian dan
perkebunan, properti produktif dan binatang ternak yang ditinjau dari al-
Qur’an, sunnah dan syariah-syariah Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud dengan Zakat Pertanian dan Perkebunan?
2. Apa Saja Syarat Wajib Zakat Pertanian dan Perkebunan?
3. Bagaimana Nisab Zakat Pertanian dan Perkebunan?
4. Bagaimana Presentase Zakat Pertanian dan Perkebunan?
5. Apa Yang Dimaksud dengan Zakat Properti Produktif?
6. Berapa Nisab dan Presentase Volume Zakat Properti Produktif?
7. Apa saja Ketentuan Zakat Properti Produktif dan Perhitungannya?
8. Apa Yang Dimaksud Dengan Zakat Peternakan Serta Sejenisnya?
9. Bagaimana Perhitungan Nisab Zakat Peternakan?
10. Apa Saja Jenis Ternak Yang Wajib Di Zakati?

1
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Zakat Pertanian dan Perkebunan.
2. Untuk Mengetahui Syarat Wajib Zakat Pertanian dan perkebunan.
3. Untuk Mengetahui Nisab Zakat Pertanian dan Perkebunan.
4. Untuk Mengetahui Presentase Zakat Pertanian dan Perkebunan.
5. Untuk Mengetahui Pengertian Zakat Properti Produktif.
6. Untuk Mengetahui Nisab dan Presentase Zakat Properti Produktif.
7. Untuk Mengetahui Ketentuan Zakat Properti Produktif dan
Perhitungannya.
8. Untuk Mengetahui Pengertian Zakat Peternakan dan Sejenisnya.
9. Untuk Mengetahui Nisab Zakat Peternakan.
10. Untuk Mengetahui Jenis Binatang Ternak Yang Wajib Di Zakati.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Zakat Pertanian atau Perkebunan


1. Pengertian Zakat Pertanian dan Perkebunan
Zakat pertanian atau perkebunan adalah zakat yang dikeluarkan dari
hasil pertanian atau perkebunan berupa tumbuh-tumbuhan, atau tanaman
yang bernilai ekonomi seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-
buahan, tanaman hias, rumput-rumputan dan lain-lain. Kriteria dari zakat
pertanian yaitu :
a. Menjadi makanan pokok manusia pada kondisi normal mereka.
b. Memungkinkan utuk disimpan dan tidak mudah rusak atau membusuk.
c. Dapat ditanam oleh manusia.
Adapun alasan adanya syarat makanan pokok ialah makan pokok
merupakan sesuatu yang vital, yang apbila tanpa makanan tersebut,
kehidupan tidak akan dapat berlangsung. Selain itu, makanan pokok adalah
tumbuhan yang paling muliah dan dapat membuat badan manusia berdiri
tegak serta mampu bergerak 1.
2. Syarat kewajiban zakat pertanian atau perkebunan
a. Berupa biji-bijian atau buah. Dalil haditsnya adalah “Tidak ada zakat atas
biji-bijian dan buah-buahan sebelum mencapai 5 wasaq”.
b. Cara perhitungan atas biji atau buah tersebut sebagaimana yang berlaku
di masyarakat adalah dengan ditimbang (di kilogramkan).
c. Tumbuh dengan usaha dari manusia. Tanaman yang tumbuh liar tidak
ada zakatnya, karena bukan menjadi kepemilikannya secara resmi.
d. Mencapai nisab yaitu seukuran 5 wasaq.2
Sedangkan munurut pendapat para madzhab terhadap zakat pertanian
atau perkebunan, diantaranya :

1
El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap, (Jogjakarta: Diva Press, 2013, 81.
2
http://almanhaj.or.id/3687-zakat-hasil-pertanian-dan-perkebunan.html. Diakses pada tanggal 01,
November
2020 pukul 21.45 WIB.

3
a. Madzhab Syafi’i
Menurut para ahli madzhab Syafi’i, hasil bumi yang dizakati
hanya makanan pokok dan tahan disimpan lama. Madzhab Syafi’i
menetapkan bahwa zakat sepersepuluh hanya dikhususkan untuk
makanan yang mengenyangkan, yakni dari buah-buahan, buah kurma,
dan anggur kering.
b. Madzhab Maliki
Dalam hal ini Imam Maliki juga sependapat, mereka berlasan
bahwa kewajiban zakat itu dikaitkan pada illat yaitu keadaan hasil
bumi itu dapat dijadikan sebagai makanan pokok. Oleh karena itu,
semua yang bersifat demikian wajib dizakati.
c. Madzhab Hanafi
Menurut pendapat Imam Abu Hanifah bahwa zakat itu wajib
atas setiap hasil bumi baik sedikit atau banyak. Kecuali kayu bakar,
rerumputan, bumbu parsi yang bisa digunakan sebagai pana, pelepah
pohon kurma, tangki pohondan segala tanamanyang tumbuhnya tidak
disengaja.
d. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali berpendapat bahwa zakat sepersepuluh wajib
dikeluarkan zakatnya dari setiap biji-bijian yang mengenyangkan, bisa
ditakar dan bisa disimpan, misalnya jaugung, biji-bijian, beras dan
sebagainya.

Perbedaan pendapat diatas terebut, disebabkan oleh sudut pandang


yang berbeda yaitu apakah kewajiban zakat tersebut karena wujud benda
atau karena ciri khas nilai gunanya.
Ulama yang memandang zakat tersebut diwajibkan berdasarkan
wajib bendanya, berpendapat bahwa yang wajib di zakati hanyalah tanamn
tertentu yang disebut dalam nash al-Qur’an dan hadits. Sedangkan ulama’
yang memandang bahwa zakat tersebut diwajibkan berdasarkan nilai
gunanya berpendapat bahwa bukan tanaman yang disebut dalam nash itu

4
saja yang wajib di zakati, namun segala tanaman yang menjadi tanaman
pokok.3
3. Nisab Zakat Pertanian atau Perkebunan
Zakat pertanian atau perkebunan tidak diwajibkan jika belum
mencapai nisab, adapun nisabnya ialah 5 wasaq. Sesuai hadits Rasulullah
Saw: “Tidak wajib zakat pada kurma yang kurang dari 5 wasaq”. (HR.
Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
Satu wasaq= 60 sha’. Dan satu sha’ menurut ukuran Madinah adalah
4 mud adalah 5 rithl dan sepertiganya, sekitar 2176 gram atau 2,176
kilogram. Maka satu nisab itu adalah 300 sha’ x 2,176= 652,8 kilogram atau
dibulatkan menjadi 653 kilogram. Jadi, 5 wasaq = 300 sha’= 653 kilogram
padi atau gabah, tetapi kalau dalam bentuk beras ulama menjelaskan
nisabnya berbeda = 520 kilogram beras.
4. Persentase Zakat Pertanian atau perkebunn
Untuk volume zakat pertanian dan perkebunan ditentukan dengan
sistem pengairan yang diterapkan untuk pertanian maupun perkebunan
tersebut, sebagai berikut:
a. Apabila lahan yang irigasinya ditentukan dengsn curah hujan, sungai-
sungai, mata air, atau lainnya (lahan tadah hujan) yang diperoleh tanpa
mengalami kesulitan, maka persentase zakatnya 10% (1/100) dari hasil
pertanian.
b. Adapun zakat yang irigasinya menggunakan alat yang beragam
(bendungan irigasi), maka persentase zakatnya 5% (1/20), karena
kewajiban petani/tanggungan untuk biaya pengairan dapat
mempengaruhi tingkat nilai kekayaan dari aset yang berkembang.
c. Apabila pengairan pada setengah periode lahan melalui curah hujn dan
setengah periode lainnya melalui irigasi, maka persentase zakatnya 7,5%
dari hasil pertanian.
Dengan demikian, syariat Islam memberi batasan volume zakat
untuk hasil pertanian dan perkebunan berkisar antara 5%-10% menurut cara

3
Nurul Lutfia, Skripsi: "Zakat Pertanian Tanah Perhutani Dalam Perspektif Hukum Islam di Desa
Dagangan Kabupaten Tuban”. (Malang: UIN Maliki, 2015), 36-40.

5
pengairannya dengan maksud memberikan penyesuaian dan kemudahan
bagi umat.

Contoh perhitungan zakat pertanian :


Bapak A adalah seorang petani, ia memiliki sawah yang luasnya 2 Ha dan ia
tanami padi. Selama pemeliharaan ia mengeluarkan biaya sebanyak
Rp.5.000.000,- ketika panen hasilnya sebanyak 10 ton beras. Berapakah
zakat hasil tani yang harus dikeluarkan?
Penyelesaian
Hasil panen 10 ton = 10.000 kg (melebihi nisab) 10.000 x 5% = 500 kg
Jika harga jual beras adalah Rp 10.000,- maka 10.000 kg x Rp 10.000 =
Rp 100.000.000,-
100.000.000 x 5% = Rp 5.000.000,-
Maka zakatnya adalah 500 kg beras atau Rp 5.000.000,-
B. Zakat Properti Produktif
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Zakat Properti Produktif
Properti produktif adalah asset properti yang diproduktifkan untuk
meraih keuntungan atau peningkatan nilai materil dari properti tersebut.
Properti tersebut tidak diperjualbelikan dan tidak pula dikhususkan untuk
memenuhi kebutuhan primer individu. Produktivitas properti diusahakan
dengan cara menyewakannya kepada orang lain atau dengan jalan menjual
hasil dari produktivitasnya. 4
Syarat-syarat aset yang tergolong dalam kategori wajib zakat properti
produktif adalah sebagai berikut :
a. Properti tersebut tidak dikhususkan untuk komoditas perdagangan.
b. Properti tidak dikhususkan untuk pemenuhan kebutuhan primer bagi
pemiliknya, seperti tempat tinggal dan sarana transportasi untuk mencari
rezeki.
c. Properti yang disewakan atau dikembangkan untuk tujuan mendapatkan
penghasilan baik sifatnya rutin atau tidak rutin.

4
M. Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Prenada Media, 2005), 93.

6
Dari persyaratan di atas, berikut beberapa contoh aset properti
produktif wajib zakat :
a. Rumah sewaan
b. Usaha angkutan transportasi
c. Proyek pengembangbiakan hewan pedaging
d. Proyek hasil budi daya hewan ternak
e. Perusahaan penghasil madu5
2. Nisab Zakat Properti Produktif

Mayoritas ahli Fiqh berpendapat bahwa nishab zakat properti


produktif dianalogikan dengan nishab komoditas perdagangan dan aset
keuangan yaitu sepadan dengan nilai 85 gram emas atau 200 dirham
perak. Penghitungan tersebut didasarkan atas prinsip haul yaitu
dijumlahkan seluruh pendapatan periodik- bulanan ataupun tidak-selama
satu tahun. Jika kemudian jumlah total pendapatan tersebut melebihi
nishab, maka wajib dizakatkan. Mayoritas ahli Fiqh tersebut
menyandarkan pendapatnya pada Imam bin Hambal dalam zakat
pertanian dan perkebunan yang menyatukan seluruh pendapatan bulanan
selama satu tahun. Beliau berkata, “... Apabila masa panen madu lebah
dalam setahun dua kali, maka gabungkanlah keduanya.” 6

Dalam hal ini yang menjadi objek zakat yang dikeluarkan


zakatnya, hanyalah komoditas perdagangannya saja, seperti susu dan
sutera saja. Sedangkan sarana dan prasarananya, seperti pabrik dan
sarananya tidaklah wajib dikeluarkan zakatnya.7

3. Presentase Volume Zakat Properti Produktif

Ahli Fiqh modern berpendapat bahwa kadar dari zakat properti


produktif di- qiyas-kan dengan zakat pertanian dan perkebunan tadah
hujan yaitu 10% dari hasil bersih (net income).

Sauqi Sahatah berpendapat bahwa penentuan volume zakat


properti produktif memerlukan kajian-kajian dan riset yang mendalam,

5
Ibid, 94-95.
6
Ibid, 95.
7
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN Press, 2008),170.

7
beliau berpandangan bahwa kadar kewajiban zakat properti produktif
berkisar antara 5% dan 7.5% dari total hasil (brutto revenue) dan bukan
dari net revenue. Sebab, bentuk-bentuk beban biaya yang harus dikurangi
dari pendapatan tersebut membutuhkan suatu kajian dan analisis yang
lebih mendalam dan sangat dimungkinkan untuk menjadi bahan
perdebatan.

4. Ketentuan Sumber Zakat Properti Produktif

a. Zakat properti produktif diwajibkan atas penghasilan bersih-


dianalogikan atas zakat pertanian dan perkebunan- atau setelah
dikurangi biaya dan ongkos yang dikeluarkan untuk menghasilkan
pendapatan tersebut, dengan syarat menjaga nilai rill modal investasi.

b. Beban biaya adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendapatan


dari hasil properti produktif.

c. Diperhitungkan nilai penyusutan properti produktif berdasarkan biaya


pengganti modal pada waktu kalkulasi sumber zakat dan tidak pada
saat hari pembangunan properti.

d. Penentuan dan standarisasi unsur-unsur biaya dan nilai penyusutan


didasarkan pada jangka waktu tahunan, sebab apabila dihitung
perbulan akan sulit untuk diterapkan dan diperhitungkan.

e. Utang harus dipisahkan dari total pendapatan sebagai realisasi prinsip


standarisasi kemampuan per individu wajib zakat.

5. Kalkulasi Zakat Properti Produktif

Penghitungan zakat properti produktif secara garis besar adalah


sebagai berikut :

a. Penentuan total pendapatan satu tahun yang disesuaikan dengan


harga pasar di akhir tahun.
b. Penentuan biaya langsung dan tidak langsung begitu pula dengan
biaya- biaya lain yang terkait selama satu tahun dan keterkaitan
tersebut merupakan kausalitas antara unsur-unsur biaya dan
pendapatan.

8
c. Menentukan penyusutan aktiva tetap selama satu tahun yang dihitung
berdasarkan biaya pengganti (replacement cost).
d. Pendapatan dikurangi biaya langsung dan tidak langsung serta jumlah
penyusutan untuk menentukan pendapatan bersih (net income).
e. Pendapatan dikurangi hutang dan kebutuhan pokok.
f. Zakat properti produktif dihitung berdasarkan 10% dari pendapatan
bersih jika telah mencapai nishab.8

Cara menghitung zakat properti produktif secara umum adalah


sebagai berikut :
1) Penentuan total pendapatan satu tahun yang di sesuaikan dengan harga
pasar di akhir tahun.
2) Penentuan biaya langsung dan tidak langsung serta biaya-biaya lain
yang terkait selama satu tahun, dan keterkaitan tersebut merupakan
kasualitas antara unsure-unsur biaya dan pendapatan
3) Menentukan nilai penyusutan selama setahun
4) Menghitung net income,yaitu dengan pendapatan dikurangi biaya
langsung maupun tidak langsung serta penyusutan.
5) Pendapatan dikurangi utang dan kebutuhan pokok
6) Zakat properti produktif dihitung bedasarkan 10% dari pendapatan
bersih bila sudah mencapai besaran yang ditentukan, yaitu 85 gram
emas.
C. Zakat Binatang Ternak
1. Pengertian, Landasan hukum dan Nishab zakat
a. Pengertian zakat peternakan
Zakat secara etimologi atau bahasa merupakan kata dari zaka yang
berarti Nunung atau tumbuh dia dah atau bertambah nama tahu
kesuburan, thoharoh atau suci dan berkah (keberkahan). Demikian
keterangan yang ditegaskan oleh KH. Masdar Helmi. dalam arti secara
etimologis zakat merupakan kata dasar atau lafadz masdar dari atau zakat
yang berarti suci, berkah, tumbuh dan terpuji yang semua arti itu sangat

8
Ibid, 98-99.

9
populer dalam penerjemahan baik Alquran maupun hadis. Sedangkan
zakat dari segi istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Jumlah
yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang
dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti dan
melindungi kekayaan itu dari kebinasaan titik menurut istilah fiqih, zakat
adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada kelompok tertentu
dengan berbagai cara tertentu sedangkan dalam UU RI nomor 23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat, dijelaskan bahwa zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
titik oleh karena itu zakat dimaknai sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu
sendiri.
b. Landasan hukum produk ternak
Pada zaman sekarang dikenal ternak bukan gembala yang diambil
susunya dan memberikan penghasilan yang besar kepada pemiliknya.
Produksi belum dikenal oleh orang-orang Muslim pada zaman nabi,
zaman sahabat, dan zaman sesudah mereka, sehingga mereka belum
menetapkan hukumnya. Mengenai zakat produksi hewani seperti sutra
dan susu sebagian ulama seperti Imam Malik Syafi’i, Ibnu Abi Laila,
Hasan bin Shalih, dan Ibnu Munzir yg menyatakan bukan sebagai sumber
zakat sehingga tidak diwajibkan dikeluarkan. Tetapi sebagian lagi
menyatakan sebagai sumber zakat, sehingga wajib dikeluarkan. apabila
telah memenuhi persyaratan sebagai sumber zakat di samping terjadi
perbedaan pendapat dalam menentukan status nya, perbedaan pendapat
pun terjadi dalam analogi kewajiban zakatnya, apakah pada hasil
pertanian ataukah pada.
c. Nishab zakat produk hewani
Produk produk hewani jelas sekarang ini termasuk kedalam
sumber zakat, bahkan juga menjadi komoditas perdagangan titik tumbuh

10
dan berkembangnya pabrik susu dan pabrik sutera sekarang ini
membuktikan kenyataan tersebut. Atas dasar itu pula, penganalogian
objek zakat tersebut pada zakat perdagangan disamping pendapat yang
menganalogikannya kepada pertanian titik kalau analog kepada
perdagangan, makan senilai dengan 85 gram emas dan wajib dikeluarkan
zakatnya setiap tahun sebesar 2,5%.
Namun jika dianalogikan kepada pertanian, maka nisab adalah
senilai 653 kg padi atau gabah atau gandum dan presentasi zakatnya
sebesar 10% dikeluarkan pada setiap panen. Hal ini karena zakat sapi
perah disamakan dengan zakat pertanian dengan tadah hujan, sehingga
presentasi zakatnya adalah 10% bukan 5%.
2. Jenis-Jenis Binatang Ternak yang wajib dizakati
Hanya ada beberapa jenis binatang ternak dalam teks hadis yang
secara khususnya wajib dizakati yaitu unta sapi atau kerbau dan kambing
atau domba.
a. Unta
Zakatnya
Nishab Umur
Bilangan dan Jenis Zakatnya
1 ekor kambing atau 2 Tahun Lebih
5-9
1 ekor domba 1 Tahun Lebih
2 ekor kambing atau 2 Tahun Lebih
10 - 14
2 ekor domba 1 Tahun Lebih
3 ekor kambing atau 2 Tahun Lebih
15 - 19
3 ekor domba 1 Tahun Lebih
4 ekor kambing atau 2 Tahun Lebih
20 - 24
4 ekor domba 1 Tahun Lebih
25 - 35 1 ekor Unta betina (bintu mukhadh) 1 Tahun Lebih
36 - 45 1 ekor Unta betina (bintu labun) 2 Tahun Lebih
46 - 60 1 ekor Unta betina (hiqqah) 3 Tahun Lebih
61 - 75 1 ekor Unta betina (Jadza’ah) 1 Tahun Lebih
76 - 90 2 ekor Unta betina (bintu labun) 2 Tahun Lebih
91 - 120 2 ekor Unta betina (hiqqah) 3 Tahun Lebih
121 (setiap
pertambahan 3 ekor Unta betina (bintu labun) 2 Tahun Lebih
40 ekor)

11
b. Sapi atau Kerbau
Sapi atau kerbau adalah salah satu binatang yang diwajibkan
dikeluarkan zakatnya apabila sudah memenuhi syarat wajib zakat emas
sapi baru wajib dizakati setelah berjumlah 30 ekor dan digembala titik
ketika mencapai 30 ekor, juga setelah berlalu 1 tahun, maka zakatnya
adalah seekor sapi betina atau anak sapi yang berumur 1 tahun. Tidak ada
kewajiban lain setelah itu, kecuali bila jumlah sapi mencapai 40 ekor.
Jika jumlah sapi mencapai 40 ekor, zakatnya adalah seekor musinnah
atau sapi betina yang berumur 2 tahun. Tidak ada kewajiban lain setelah
itu kecuali bila sapinya itu sudah mencapai 60 ekor itik saat itu dia harus
mengeluarkan zakatnya berupa 2 ekor tapi jika mencapai 70 ekor komet
zakatnya berupa seekor musinnah dan tapi jika mencapai 80 ekor
zakatnya berupa 2 ekor musinnah. Jika mencapai 90 ekor zakatnya
berupa 3 ekor tapi. Jika mencapai 100 ekor komet zakatnya berupa
seekor musinnah dan 2 ekor tapi tidak jika mencapai 120 ekor zakatnya
berupa 3 ekor musinnah dan 4 ekor tabi demikian caranya, setiap
penambahan 30 ekor zakatnya berupa seekor tabi dan setiap penambahan
40 ekor komet zakatnya berupa seekor musinnah.
Sudah mencapai 40 ekor, maka zakatnya adalah 1 ekor domba
usia 1 tahun atau kambing usia 2 tahun. Dan jika mencapai lebih dari 120
ekor, maka zakatnya adalah 2 ekor Domba usia 1 tahun atau kambing
usia 2 tahun. Dan jika jumlahnya lebih dari 200 ekor, maka zakatnya
adalah 3 ekor domba usia 1 tahun atau kambing usia 2 tahun. Setelah itu,
pada setiap seratus ekor, zakatnya seekor domba (usia 1 tahun) atau
kambing (usia 2 tahun). Dalam konsep fiqih, untuk menentukan jumlah
nishab itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Antara lain :
a. Binatang ternak yang masih muda tidak diperhitungkan dalam
menentukan jumlah nishab, semisal bila seorang muslim memiliki 40
ekor kambing namun masih kecil-kecil, maka muslim tersebut tidak
wajib zakat.
b. Bila jumlah binatang ternak yang sudah dewasa itu sudah mencapai
nishab, maka binatang yang masih muda masuk hitungan nishab dan

12
wajib zakat, semisal seorang muslim memiliki 6 ekor unta besar dan 4
ekor unta masih kecil, maka kewajiban zakatnya disesuaikan dengan
ketentuan 10 ekor unta.
Dengan demikian, bahwasannya dalam menghitung zakat dari
aset binatang ternak yang masih muda, ‘apakah wajib zakat atau tidak’,
tergantung pada jumlah binatang ternak yang sudah dewasa. Bila yang
sudah dewasa mencapai nishab, maka yang kecilpun dihitung. Sedangkan
apabila yang dewasa belum mencapai nishab, maka yang kecilpun tidak
dihitung.
Salah satu syarat wajib zakat itu adalah haul, yakni barang/harta
yang wajib dizakati itu sudah mencapai 1 tahun, maka jika barang/harta
yang wajib dizakati itu belum mencapai 1 tahun maka ia belum wajib
zakat. Jika kambing, sapi atau unta yang jumlahnya sudah mencapai
nishab, kemudian di tengah-tengah haul (tahun buku usaha peternakan)-
nya itu terlahir anak-anak dari hewan ternak itu, maka haul anak-anak itu
mengikuti haul induknya. Dengan demikian wajiblah ia pada akhir haul
induk-induk hewan ternaknya mengeluarkan zakat atas semuanya (induk
beserta anak-anaknya).
c. Zakat Ternak Unggas
Ternak Unggas (ayam, bebek, burung) dan ikan Nishab pada
ternak unggas dan perikanan tidak ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor)
sebagaimana peternakan, tetapi karena kegiatan ini merupakan kegiatan
usaha perdagangan, maka nishabnya sama dengan harta perniagaan, yaitu
85 gram emas. Nishab usaha ternak unggas atau perikanan dihitung
berdasarkan aset usaha. Apabila seseorang berternak unggas atau ikan
dan pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan yang berupa modal
kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas
murni, maka ia telah terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%. Kandang dan
alat-alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib
dizakati karena tidak diperjual belikan.Dalam buku Masailul Fiqhiyah
“Berbagai kasus yang dihadapi Hukum Islam Masa Kini” karya
Mahjudin menyatakan bahwa pendapat yang menetapkan zakat telur 10%

13
dengan nishab 653 kg, melalui qias kepada hasil pertanian, beranggapan
bahwa peternak ayam dan itik boleh dikatagorihan sebagai pertanian,
karena kegiatan peternakan itu memerlukan lahan pekarangan dan
persawahan,serta makanannya berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Sedangkan pendapat yang yang menetapkan 2,5% dengan nishab senilai
harga 93,6 gram emas, melalui qias kepada barang dagangan,
beranggapan bahwa usaha peternakan ayam dan itik merupakan usaha
komersi.
Ketentuan zakat komoditi ini sama dengan ketentuan dengan
zakat produksi susu, yaitu ditetapkan dengan dua macam pendapat:
1) Yusuf-Qardhawiy menetapkan bahwa zakat telur ayam dan itik
sebasar 10% per tahun dengan nishabnya harus mencapai 5 wasaq
(653 kg), karena komoditi diqiaskan kepada hasil pertanian.
2) Imam Al-Haadiy dan Imam al-Muayyid Billah menetapkan bahwa
zakat telur ayam dan itik sebesar 2,5% per tahun dengan nishabnya
senilai harga emas yang berjumlah 93,6 gram, karena komoditi ini
diqiaskan kepada komoditi dagangan.
Orang-orang yang memelihara unggas, jika dimaksudkan
untuk berdagang, maka mereka wajib mengeluarkan zakat karena sudah
termasuk barang-barang perdagangan, yakni seseorang mengaitkan
rezeki dengan cara berjual beli unggas tersebut. Adapun jika maksud
mereka hanya sekedar untuk mengembangbiakkan, mengkonsumsinya
atau menjualnya karena sudah melebihi kebutuhan mereka, maka mereka
tidak wajib mengeluarkan zakat karena zakat tidak diwajibkan pada
binatang, kecuali tiga macam binatang yaitu unta, sapi, dan kambing
sesuai dengan syarat-syaratnya. Atas dasar itu, maka zakat peternakan
ayam petelur atau pedaging masuk ke dalam zakat perdagangan, karena
sejak awal keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas perdagangan.
Dalam hadits riwayat Imam Abu Daud dan sanad Samrah bin
Jundah dikemukakan bahwa Rasulullah SAW telah menyuruh kita untuk
mengeluarkan zakat dan harta yang kita persiapkan untuk

14
diperdagangkan. Cara Menghitung Zakat Ternak Unggas ( ayam, bebek,
burung, dll) dan Perikanan :
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan
berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi
dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan
adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau
sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau
perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang
berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85
gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %.
Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu,
pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb :

Catatan :
a. Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang
wajib di zakati
b. Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85
x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,009

9
Zulaidah, Tinjauan umum tentang zakat peternakan,(Yogjakarta:e-journal uin walisongo,2012)
30-36

15
3. Fiqh Zakat Yusuf Qardlawi tentang zakat produk hewani
a. Latar belakang pemikiran Yusuf Qardlawi
Yusuf qardhawi termasuk salah satu ulama terkenal yang sangat
produktif dalam menulis buku, tidak kurang dari 125 buku telah
ditulisnya dan sebagian telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di
dunia termasuk bahasa Indonesia, pemikirannya yang tertuang dalam
berbagai tulisan dan ceramah telah berkontribusi banyak dalam
pergerakan Islam kontemporer sekaligus menghilmani kebangkitan
Islam. Kapasitas keilmuan Yusuf qardhawi tidak lepas dari latar belakang
pendidikan dan keluarganya. Ia dilahirkan tahun 1926 di desa struktur
opd provinsi manusia Mesir dari sebuah keluarga yang sederhana akan
tetapi kuat kultur keagamaan nya.
Yusuf qardlawi dikenal sebagai ulama dan pemikir Islam yang
unik dan istimewa ia memiliki cara atau metodologi khas dalam
menyampaikan risalah Islam yang cenderung moderat titik dasar utama
moderasi, khususnya moderasi fiqih dari qardhawi adalah Alquran dan
hadis. Dengan metodologi yang diusungnya ini ulama kelahiran Mesir ini
mudah diterima dikalangan dunia barat sebagai seorang pemikir yang
selalu menampilkan Islam secara ramah santun dan moderat. Banyak
orang mengenal Yusuf qardhawi dengan pemikiran Islam yang
cemerlang dari kemajuan pendidikan Islam.
b. Pemikiran Yusuf qardlawi tentang zakat produk hewani
Ulama ulama fiqih mengemukakan tentang alasan tidak
wajibnya zakat atas susu ternak gembalaan dan alasan wajibnya atas
zakat madu, sedangkan keduanya sama produksi hewan itik para ulama
fiqih mamang membedakan antara susu ternak gembalaan dari madu
lebah susu ternak gembalaan yang dasarnya, yaitu ternak gembalaan itu
sudah dikeluarkan zakatnya yang oleh karena itu tidak sama dengan
madu titik hal itu berarti bahwa sesuatu yang dasarnya belum dikeluarkan
zakatnya wajib dikeluarkan zakatnya dari produksinya.
Dalam hal ini susu sapi dan produk hewani sejenis dapat
dibiaskan dengan madu lebah, karena kedua-duanya produk hewani yang

16
belum dikeluarkan zakatnya dari dasarnya. Ketentuan yang bisa
ditegaskan di sini adalah bahwa dasar yang belum dikeluarkan zakat
wajib dikeluarkan zakatnya dari produksinya, dalam hal ini susu sapi dan
produk hewan sejenis dapat dikiaskan dengan madu lebah, susu dari
binatang ternak, telur dari ayam, dan sutra dari ulat sutra hal ini adalah
pendapat dari Imam Yahya salah seorang Syi'ah yang mewajibkan sutra
dikeluarkan zakatnya, seperti zakat madu karena keduanya keluar dari
pohon. Di antara ulama fiqih dari masa dia seperti hatimu Ayi bila dan
lain-lainnya berpendapat lain tentang hewan ternak yang dimaksudkan
untuk investasi dan penambahan penghasilan. Mereka penggolongannya
harta dagangan yang oleh karena itu wajib di hitung nilai antara modal
dan keuntungannya, lalu wajib dikeluarkan zakatnya 2,5% dari modal
dan keuntungan tersebut. Ini menurut golongan ulama fikih mazhab
Saidah seperti Hadi bila dan lainnya.
Seseorang yang membeli kuda untuk dijual produk misalnya atau
sapi untuk dijual susnya, atau ulat sutra untuk dijual sutranya atau
sejenisnya maka orang itu harus menghitung nilai berbeda benda tersebut
bersama dengan produknya pada akhir tahun lalu mengeluarkan zakatnya
sebesar zakat perdagangan hal ini tidak hanya berlaku pada hewan-hewan
produksi saja tetapi juga meliputi seluruh harta benda yang
diinvestasikan di luar sektor perdagangan, seperti rumah-rumah yang
disewakan atau lain-lainnya. Sekarang cukup dikatakan bahwa
pengemasan produk produk hewani dengan madu adalah benar dan tidak
ada alasan untuk menolaknya. Oleh karena itu Yusuf qardhawi dalam
kitabnya fiqih zakat berpendapat bahwa produk produk hewani seperti
susu dan sebagiannya harus diperlakukan sama dengan madu kurma yang
oleh karena itu dipungut zakatnya sebesar 10% dan penghasilan bersih
(berlaku pada ternak ternak piaraan yang khusus diambil susunya dan
tidak merupakan barang dagangan).10

10
Fakhruddin, Fiqh dan manajemen, ( Malang : Uin Maulana malik Ibrahim perpustakaan, 2014)
31-35

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di antara jenis zakat mal yang memiliki tuntunan langsung dari al-
Qur’an dan hadis Rasulullah salah satunya zakat pertanian, perkebunan,
properti produktif. binatang ternak. Yang dimaksud dengan Zakat pertanian
atau perkebunan adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian atau
perkebunan berupa tumbuh-tumbuhan, atau tanaman yang bernilai ekonomi.
sedangkan, zakat Properti produktif adalah asset properti yang diproduktifkan
untuk meraih keuntungan atau peningkatan nilai materil dari properti tersebut.
Zakat pertanian atau perkebunan tidak diwajibkan jika belum mencapai
nisab, adapun nisabnya ialah 5 wasaq. Untuk volume zakat pertanian dan
perkebunan ditentukan dengan sistem pengairan yang diterapkan untuk
pertanian maupun perkebunan tersebut. Sedangkan untuk nishab zakat properti
produktif dianalogikan dengan nishab komoditas perdagangan dan aset keuangan
yaitu sepadan dengan nilai 85 gram emas atau 200 dirham perak.
Untuk Zakat Binatang ternak missal zakat sapi perah disamakan dengan
zakat pertanian dengan tadah hujan, sehingga presentasi zakatnya adalah 10%.
Hanya ada beberapa jenis binatang ternak dalam teks hadis yang secara
khususnya wajib dizakati yaitu unta sapi atau kerbau dan kambing atau
domba. Akan tetapi selain hewan tersebut ada juga hewan ternak unggas
(ayam, bebek, burung) dan ikan. Nishab pada ternak unggas dan perikanan
tidak ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor) sebagaimana peternakan, tetapi
karena kegiatan ini merupakan kegiatan usaha perdagangan, maka nishabnya
sama dengan harta perniagaan, yaitu 85 gram emas.
B. Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
mohon maaf apabila ada kesalah fahaman dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan untuk para
pembaca pada umumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap, Jogjakarta : Diva Press, 2013.


M. Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Prenada Media,
2005)
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN Press,
2008)
Zulaidah, Tinjauan umum tentang zakat peternakan, (Yogjakarta : e-journal uin
walisongo,2012)
Nurul Lutfia, Skripsi: "Zakat Pertanian Tanah Perhutani Dalam Perspektif Hukum
Islam di Desa Dagangan Kabupaten Tuban”. Malang: UIN Maliki, 2015.
http://almanhaj.or.id/3687-zakat-hasil-pertanian-dan-perkebunan.html. Diakses
pada tanggal 01, November 2020 pukul 21.45 WIB.

19

Anda mungkin juga menyukai