Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ZAKAT PERTANIAN DAN PERKEBUNAN


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Ziswaf

DOSEN PENGAMPU
Ahmad Mukhlisuddin, S.E.I., M.E

DISUSUN OLEH
KELOMPOK VI
Ismawati Sagaf
Imammuddin
Muhammad Aris Taufiqur R.

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT PESANTREN KH ABDUL CHALIM MOJOKERTO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah

memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Zakat Pertanian dan Perkebunan” ini tepat pada

waktunya. Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Ziswaf.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh

keterbatasan pengetahuan dan kurangnya waktu untuk mengumpulkan sumber

materi. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk

menyempurnakan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca dan terkhususnya bagi kami sendiri.

Mojokerto, 28 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................4
A. Definisi Zakat Pertanian dan Perkebunan.................................................4
1. Zakat Pertanian......................................................................................4
2. Zakat Perkebunan..................................................................................5
B. Landasan Hukum Zakat Pertanian dan Perkebunan..................................5
1. Landasan Hukum dari Al-Qur’an..........................................................6
2. Landasan Hukum dari Hadits................................................................9
C. Zakat Pertanian dan Perkebunan menurut Madzahibul Arba’ah.............10
1. Mazhab Syafi’i....................................................................................10
2. Mazhab Maliki.....................................................................................10
3. Mazhab Hanafi.....................................................................................11
4. Mazhab Hanbali...................................................................................12
D. Nishab dan Haul Zakat Pertanian dan Perkebunan.................................13
1. Nishab Zakat Pertanian dan Perkebunan.............................................13
2. Haul Zakat Pertanian dan Perkebunan.................................................16
BAB III PENUTUP...........................................................................................18
A. Simpulan..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membayar zakat merupakan salah satu kewajiban ibadah dalam agama

Islam, karena merupakan salah satu rukun ke-empat yang wajib dipenuhi

umat Islam. Adanya zakat sendiri bukan tanpa alasan, karena didalamnya

mengandung nilai fungsi sebagai suatu ibadah yang bersifat vertikal kepada

Allah. Tidak hanya itu zakat juga berperan aktif sebagai wujud ibadah yang

bersifat horizontal kepada sesama manusia. Sampai-sampai Rasulullah pernah

bersabda bahwa: “Zakat adalah jembatan agama Islam. Bagi siapapun yang

mengeluarkan zakat hartanya, maka kejelekannya akan hilang dari

dirinya ...”.1 Oleh sebab itu keutamaan zakat sangatlah bernilai tinggi, bagi

siapa saja manusia yang sadar dan mau akan penunaian zakat.

Zakat sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat mal.

Zakat fitrah merupakan zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan

perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan, sedangkan zakat

mal merupakan zakat yang dikenakan atas segala jenis harta, yang secara zat

maupun substansi perolehannya, tidak bertentangan dengan ketentuan agama,

sebagai contoh zakat pertanian dan perkebunan.2

Namun yang perlu digaris bawahi akan zakat pertanian dan perkebunan

adalah sudah matangkah pengetahuan akan zakat tersebut bagi para petani.

1
Sayyid Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaff, Fiqih Sistematis (Terjemah Kitab al-Taqrirat
al-Sadidah Fi al-Masail al-Mufidah), trans. oleh M. Hamim Hr (Kediri: ZAMZAM, 2018).
2
“Badan Amil Zakat Nasional,” BAZNAS, t.t., https://baznas.go.id/zakat.

1
Diambil informasi dari mayoritas masyarakat Desa Lampoko, banyak yang

kurang memahami tentang kewajiban membayar zakat pertanian. Disebabkan

kurangnya kesadaran masyarakat belajar ilmu agama khusnya ilmu yang

membahas tentang zakat pertanian. Dari sisi lain bahwa tokoh agama maupun

pemerintah masih kurang berperan dalam memberikan edukasi pemahaman

tentang kewajiban membayar zakat kepada masyarakat. hal ini di karenakan

tingkat pendidikan rendah dan kesibukan dalam berkebun, sehingga

kesibukan itu menjadi penyebab tidak memahami kewajiban zakat pertanian.3

Oleh sebab itu dibutuhkannya edukasi pada para petani tentang zakat

pertanian, karena hal ini dapat membantu mereka memahami bagaimana cara

menghitung dan mengeluarkan zakat dengan benar dari hasil pertanian

mereka. Dengan memahami zakat pertanian, petani dapat menjaga agar hasil

usaha mereka selalu dalam kondisi baik dan selaras dengan nilai-nilai agama. 4

Untuk itu disini penulis akan memaparkan sedikit tentang definisi zakat

pertanian dan perkebunan, landasan hukum zakat tersebut, pendapat

madzahibul arba’ah tentang zakat tersebut, dan haul dan nishab zakat

tersebut.

3
Muhammad Alwi, “FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KURANGNYA MASYARAKAT
MENGELUARKAN ZAKAT PERTANIAN (Studi Kasus Desa Lampoko Kec. Campalagian ),”
J-Alif Vol. 2, No. 2 (2017), https://dx.doi.org/10.35329/jalif.v2i2.439.
4
Irgan Tito, “Petani Berkah, Belajar Cara Berzakat dengan Hasil Pertanian yang Lebih Baik,”
Kumparan.com, t.t., https://kumparan.com/irgan-tito/petani-berkah-belajar-cara-berzakat-dengan-
hasil-pertanian-yang-lebih-baik-1zoZKsJTf77/full.

2
B. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah, dari latar belakang yang telah

diutarakan diatas adalah:

1. Bagaimanakah definisi zakat pertanian dan perkebunan?

2. Bagaimanakah landasan hukum zakat pertanian dan perkebunan?

3. Bagaimanakah pendapat madzahibul arba’ah tentang zakat pertanian dan

perkebunan?

4. Bagaimanakah haul dan nishab zakat pertanian dan perkebunan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun juga beberapa tujuan penelitian, dari rumusan masalah yang

telah diutarakan diatas:

1. Agar dapat mengetahui definisi zakat pertanian dan perkebunan.

2. Agar dapat mengetahui landasan hukum zakat pertanian dan perkebunan.

3. Agar dapat mengetahui pendapat madzahibul arba’ah tentang zakat

pertanian dan perkebunan.

4. Agar dapat mengetahui haul dan nishab zakat pertanian dan perkebunan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam bab ini kami akan menjelaskan tentang definisi zakat pertanian dan

perkebunan, landasan hukum zakat pertanian dan perkebunan, haul dan nishab

zakat pertanian dan perkebunan, dan pendapat Madzahibul Arba’ah, berikut

penjelasannya:

A. Definisi Zakat Pertanian dan Perkebunan

Berikut adalah penjelasan mengenai zakat pertanian dan zakat

perkebunan, seperti sebagai berikut:

1. Zakat Pertanian

Pertanian sendiri merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya

hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan

baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan

hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati sendiri biasa

dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam.5

Sehingga zakat pertanian merupakan suatu zakat yang dikeluarkan

dari hasil pertanian yang diusahakan oleh petani, dari hasil menggarap

ladang ataupun kebun mereka.6 Adapun hasil pertanian tersebut adalah

semua yang ditanam dengan menggunakan biji-bijian, yang hasilnya

dapat dimakan oleh manusia dan hewan (berguna bagi pertumbuhan

5
Deddy Wahyudin Purba dkk., Pengantar Ilmu Pertanian (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2020).
6
Abd. Rahim, Muhammad Siri Dangnga, dan Abdullah B, “TINGKAT KESADARAN PETANI
TERHADAP PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN DI DESA LUNJEN KABUPATEN
ENREKANG,” Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam Vol. 4 (2021).

4
suatu populasi),7 Objeknya sendiri meliputi jenis tanaman yang ditanam

musiman.

2. Zakat Perkebunan

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman

tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang

sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman

tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan

serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha

perkebunan dan masyarakat.8

Perkebunan sendiri lebih berfokus dalam pembudidayaan tanaman

pangan dan mengembangkan sarana, dimana kualitas tanaman dapat

ditingkatkan lagi.9 Jadi dapat dikatakan bahwa zakat perkebunan

merupakan zakat yang berasal dari hasil penanaman tanaman, yang mana

membutuhkan penelitian dan eksperimen terlebih dahulu. Adapun untuk

objeknya sendiri meliputi jenis tanaman yang ditanam tahunan.

B. Landasan Hukum Zakat Pertanian dan Perkebunan

Dalam penentuan hukum untuk berzakat pertanian dan perkebunan

telah teruang kedalam al-qur’an dan hadits, seperti sebagai berikut:

7
Teungku Muhammad Hasbi Asn Shiddiegy, Pedoman Zakat (Semarang: Pustaka Rizky Putra,
2000).
8
Peraturan Pemerintah RI, “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (Bab 1 Pasal 1 Ayat
1),” Nomor 18 Perkebunan § (2004).
9
“Perbedaan Pertanian dan Perkebunan,” Petani Digital, t.t., https://petanidigital.id/apa-perbedaan-
pertanian-dan-perkebunan/#:~:text=Pertanian%20sendiri%20lebih%20mengacu%20pada,atau
%20metode%2C%20dan%20eksperimen%20ilmiah.

5
1. Landasan Hukum dari Al-Qur’an

Hukum zakat pertanian dan perkebunan telah tertuang dalam surah

al-Baqarah ayat 267:10

‫َو ِمَّم ٓا َاْخ َر ْج َنا َلُك ْم ِّم َن اَاْلْر ِضۗ َو اَل‬ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْنِفُقْو ا ِم ْن َطِّيٰب ِت َم ا َك َس ْبُتْم‬
‫َاْن ُتْغ ِم ُضْو ا ِفْيِهۗ َو اْع َلُم ْٓو ا َاَّن َهّٰللا َغ ِنٌّي‬ ‫َتَيَّمُم وا اْلَخ ِبْيَث ِم ْنُه ُتْنِفُقْو َن َو َلْس ُتْم ِبٰا ِخِذ ْيِه ِآاَّل‬
‫َحِم ْيٌد‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk
untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan)
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha
Terpuji.”

Adapun untuk asbabun nuzul surah al baqarah ayat 276 adalah

sebagai berikut, yakni Abu Dawud, an-Nasa’I, dan al-Hakim

meriwayatkan dari Sahl bin Hanif, dia berkata, “Dulu orang-orang

memilih kurma yang jelek dari kebunnya untuk disedekahkan.”. Lalu ada

juga dari Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,

“Dulu para sahabat membeli bahan makanan yang murah, lalu mereka

menyedekahkannya.” Dari sebab-sebab itulah maka Allah SWT

menurunkan ayat ini, untuk memberi peringatan kepada mereka.

Dari surah al-baqarah ayat 267 ini, dapat diambil sebuah

kandungan/manfaat bagi kita agar senantiasa ingat untuk menyedekahkan

harta yang dari perolehan usaha kita. Dan perlu diperhatikan juga dalam

pemberian atau zakat senantiasa diambilkan dari yang baik-baik, jangan

sampai sengaja dengan memilih yang buruk-buruk, supaya tidak menjadi

10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Alwaah, 1993).

6
perbuatan yang sia-sia. Ayat ini juga mengingatkan para

pemberi/penyedekah agar menempatkan diri pada tempat orang yang

menerima, bukankah kita sendiri tidak mau mengambil sesuatu yang

buruk juga. Pada akhir ayat mengingatkan kita juga bahwa Allah Maha

Kaya, dia tidak butuh kepada sedekah, baik pemberian untuk-Nya

maupun kepada makhluk-Nya. Allah dapat dengan sendirimya memberi

mereka secara langsung. Namun Allah memerintahkan kepada manusia

agar memberikan sedekahnya kepada yang butuh, karena untuk

kepentingan dan kemaslahatan si pemberi sendiri. Dan ditutup dengan

kata Allah Maha Terpuji, yang antara lain karena dia tetap akan memberi

ganjaran terhadap hamba-hamba-Nya yang patuh dan mau bersedekah.11

Adapun surah yang lain, yaitu Q.S al-An’am ayat 141:12

‫َو ُهَو اَّلِذ ْٓي َاْنَش َا َج ّٰن ٍت َّم ْع ُرْو ٰش ٍت َّو َغْيَر َم ْع ُرْو ٰش ٍت َّو الَّنْخ َل َو الَّز ْر َع ُم ْخ َتِلًفا ُاُك ُلٗه‬
‫َو الَّز ْيُتْو َن َو الُّر َّم اَن ُم َتَش اِبًها َّو َغْيَر ُم َتَش اِبٍۗه ُك ُلْو ا ِم ْن َثَم ِر ٖٓه ِاَذ ٓا َاْثَم َر َو ٰا ُتْو ا َح َّقٗه َيْو َم‬
‫َحَص اِد ٖۖه َو اَل ُتْس ِرُفْو اۗ ِاَّنٗه اَل ُيِح ُّب اْلُم ْس ِرِفْيَۙن‬

Artinya : “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat


dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka
ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila
ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik
hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”

Adapun dari surah al-an’am ayat 141 memiliki asbabun nuzul

kenapa surah ini diturunkan, yaitu diriwayatkan dari Ibnu Jarir dari Abi

Aliyah bahwa surah ini diturunkan sebagai perintah kepada

11
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Tangerang:
Lentera Hati, 2017).
12
Muhammad Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Kitab Ibadah Sepanjang Masa) (Bandung: Fathan
Media Prima, 1986).

7
mereka(manusia) untuk mengeluarkan zakat dari hasil panennya, serta

larangan hidup berfoya-foya atau hidup secara berlebih-lebihan, yang

menghambur-hamburkan harta kekayaan yang tidak berguna dan tidak

bermanfaat, karena hal seperti ini sangatlah dibenci oleh Allah SWT.13

Dari surah ini dapat diambil kandungan bahwasanya Dialah(Allah)

yang telah menciptakan beraneka ragam tanaman dan tumbuhan untuk

mereka(hambanya) konsumsi secara gratis. Allah juga maha bijaksana

kepada hambanya, yang mana senantiasa menghargai serta

memperhatikan setiap jerih payah mereka, dengan mengizinkan mereka

untuk mencicipi/menikmati hasil tanaman yang mereka tanam, meskipun

semua itu karenanya.14 Oleh sebab telah diberikan kenikmatan yang

banyak, diakhir ayat Allah Swt memerintahkkan untuk mengeluarkan

zakat tatkala waktu panen tanaman telah tiba, dan tidak lupa kita

diperintah juga agar tidak berlebih-lebihan dalam segala perkara. Baik

dalam hal memakai dan memberikan hasil tanaman tersebut,

sesungguhnya Allah sangat tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan

karena dapat merugikan dirinya sendiri dan sekitarnya.15

2. Landasan Hukum dari Hadits

Adapun hadits yang menyebutkakn akan zakat pertanian berasal

dari Abdullâh bin Umar r.a bahwa Nabi SAW, bersabda:16

13
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul :studi pendalaman Al-qur’an (Jakarta: Rajawali Press, 1989).
14
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir: aqidah, syariah, manhaj, trans. oleh Abdul Hayyie al-
Kattani (Depok: Gema Insani, 2013).
15
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
16
Muhammad Abduh Tuasikal, “Panduan Zakat (8): Zakat Hasil Pertanian,” Muslim.or.id, t.t.,
https://muslim.or.id/9442-panduan-zakat-8-zakat-hasil-pertanian.html.

8
‫ ِنْص ُف اْلُع ُش ِر‬:‫ َو َم ا ُس ِقَي بِالَّنْض ِح‬،‫ اْلُع ُش ُر‬: ‫ َأْو َك اَن َع َثرّيًا‬، ‫ِفْيَم ا َس َقِت الَّس َم اُء َو اْلُعُيْو ُن‬
Artinya : “Pada pertanian yang tadah hujan atau mata air atau yang
menggunakan penyerapan akar (Atsariyan) diambil sepersepuluh
dan yang disirami dengan penyiraman maka diambil
seperduapuluh." (HR al-Bukhâri)

Dari hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perhitungan zakat

pertanian yang bilamana pengairannya berasal dari hujan/pemberian Allah

sebesar 10%, sedangkan bila pengairannya berasal dari pembelian irigasi

sebesar 5%. Adapun hadits yang lain menyebutkan, bahwa Nabi SAW

pernah bersabda:17

‫ َأَّن َر ُسوَل هللا‬: ‫َع ْن َأِبى ُبْر َدة َع ْن َأِبى ُم وَس ى اَألْش َع ِرِّى َو ُمَع اٍذ َرِض َى ُهَّللا َع ْنُهَم ا‬
‫ َفَأَم َر ُهْم َأْن اَل َيْأُخ ُذ وا ِإَّال ِم َن‬، ‫ءصلى هللا عليه وسلمء َبَع َثُهَم ا ِإَلى اْلَيَمِن ُيَع ِّلَم اِن الَّناَس‬
‫اْلِح ْنَطِة َو الَّش ِع يِر َو الَّتْم ِر َو الَّز ِبيِب‬

Artinya : “Dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin
Jabal radhiallahu ‘anhuma pernah diutus ke Yaman untuk
mengajarkan perkara agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian
kecuali dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir
(gandum kasar), kurma, dan zabib (kismis).” (HR. Hakim)

Dari hadits tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian ulama’

sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat macam,

yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis

(anggur kering).

C. Zakat Pertanian dan Perkebunan menurut Madzahibul Arba’ah

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan pendapat dari para empat imam

madzhab, diantaranya:18
17
Ibid.
18
Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqh Islamiy Wa Adillatuh (Jakarta: Gema Insani Press, 2011).

9
1. Mazhab Syafi’i

Menurut para ahli madzhab Syafi’i, hasil bumi yang dizakati hanya

makanan pokok dan tahan disimpan lama. 19 Madzhab Syafi‟i

menetapkan bahwa zakat sepersepuluh hanya dikhususkan untuk

makanan yang mengenyangkan, yakni dari buah-buahan, buah kurma,

dan anggur kering. Sedangkan tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya

dari biji-bijian adalah biji gandum, beras, kacang adas, dan semua

makanan yang mengenyangkan, seperti kacang kedelai, kacang tanah,

jagung, julbanah, karsanah, hulbah, khasykhasy dan simsim.

2. Mazhab Maliki

Dalam hal ini Imam Maliki juga sependapat, mereka beralasan

bahwa kewajiban zakat itu dikaitkan pada illat yaitu keadaan hasil bumi

itu dapat dijadikan sebagai makanan pokok. Oleh karena itu, semua yang

bersifat demikian wajib dizakati.20 Madzhab Maliki berpendapat bahwa

zakat sepersepuluh diwajibkan pada 20 (dua puluh) macam tanaman.

Tujuh belas macam dari biji-bijian, yaitu kacang kedelai, kacang tanah,

kacang pendek, kacang adas, pohon kayu yang pahit, julban (tumbuhan

rumput yang ditanam bijinya dan bunganya berwarna-warni), basilah,

gandum, sult (sejenis gandum tanpa kulit), alas, jagung, tembakau, beras,

zaitun, simsim (tumbuh-tumbuhan penghasil minyak nabati), qirthim dan

lobak merah. Sedangkan biji lobak putih tidak wajib dizakati karena

tanaman ini tidak mengandung minyak. Adapun tanaman yang wajib


19
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1998).
20
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).

10
dikeluarkan zakatnya dari buah-buahan ada 3 (tiga) jenis, yaitu kurma,

anggur kering, dan zaitun.

3. Mazhab Hanafi

Menurut pendapat Imam Abu Hanifah bahwa zakat itu wajib atas

setiap hasil bumi baik sedikit atau banyak. 21 Kecuali kayu bakar,

rerumputan, bambu parsi yang biasa dipergunakan sebagai pana, pelepah

pohon kurma, tangki pohon dan segala tanaman yang tumbuhnya tidak

disengaja.22 Dengan alasan-alasan bahwa dalil-dalil, hadits dan ayat, yang

berkenaan dengan zakat bersifat umum, sedangkan pengecualian di atas

didasarkan atas adanya ijma’ bahwa itu tidak wajib dizakati. Lebih lanjut

ia juga berpendapat bahwa zakat hasil bumi itu tidak terkait dengan

nisab. Jadi setiap hasil pertanian wajib dizakati, baik sedikit ataupun

banyak.23

4. Mazhab Hanbali

Madzhab Hanbali berpendapat bahwa zakat sepersepuluh wajib

dikeluarkan zakatnya dari setiap biji-bijian dan buah-buahan yang

memiliki sifat kering(tidak ada kewajiban zakat pada sayur-sayuran dan

buah-buahan berair),24 bisa ditakar dan bisa disimpan, lalu yang dapat

mengenyangkan. Misalnya seperti hunthah, syair, sult, jagung, quthniyah,

21
Syauqi Ismail Syahhatih, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern (Jakarta: Pustaka Dian dan
Antar Kota, 1987).
22
Didin Hafidudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002).
23
Nasution, Fiqh 1.
24
Ibn Quddāmah al-Muqaddasi, Al-Mugniy (Kairo: Maktabah al-Qāhirah, 1968).

11
simsim, biji-bijian, tembakau, beras, julbanah, karsanah, hulbah,

khasykhasy, simsim, adas dan sebagainya.

Pendapat Ulama Jenis Tanaman Keterangan

Pendapat Ulama Pada tanaman yang Seperti gandum, padi,

Malikiyah dan bisa disimpan dan jagung, kurma dan

Syafiiyah merupakan makanan apapun yang menjadi

pokok makanan pokok

daerah setempat

Pendapat Ulama Pada tanaman yang Seperti gandum, padi,

Hanabilah kering, bisa jagung, dan buah-

ditimbang dan ditakar buahan yang tidak

juga tahan lama cair.

Pendapat Ulama Semua jenis tanaman Semua jenis tanaman

Hanafiyah yang diniatkan untuk yang diniatkan untuk

diambil hasilnya diambil hasilnya.

Perbedaan pendapat tersebut di atas, disebabkan oleh sudut pandang

yang berbeda yaitu apakah kewajiban zakat tersebut karena wujud benda atau

karena ciri khas nilai gunanya. 25 Tinggal dari diri sendiri saja, bagaimana kita

dapat memilah-milahnya dengan tujuan/kepentingan/maslahah yang ada.

Karena pendapat ulama yang memandang zakat tersebut diwajibkan

25
Imam Ghozali said dan Ahmad Zainudin, Analisa Fiqh Para Mustahid Terj dari Bidiyatul
Mustahid Wa Nihayatul Mustahid (Al-Fiqh Abul Walid Muhammad) (Jakarta: Pustaka Amani,
2002).

12
berdasarkan wajib bendanya, yaitu yang wajib dizakati hanyalah tanaman

tertentu yang disebut dalam nash Al-Qur’an dan hadits bersifat benar.

Sedangkan ulama yang memandang zakat tersebut diwajibkan berdasarkan

nilai gunanya yaitu yang bukan tanaman yang disebut dalam nash itu saja

yang wajib dizakati, namun segala tanaman yang menjadi tanaman pokok

juga bersifat benar juga.

D. Nishab dan Haul Zakat Pertanian dan Perkebunan

Berikut adalah penjelasan terkait Nishab dan Haul dalam Zakat

Pertanian juga Perkebunan:

1. Nishab Zakat Pertanian dan Perkebunan

Nishab adalah batas jumlah minimal sebuah harta zakat sehingga

jatuh kewajiban zakat atas harta tersebut. Sesuai dengan Nash, Jumhur

Fukaha menetapkan nishab zakat pertanian adalah 5 ausuq,26 ausuq

sendiri merupakan jamak dari kata wasaq.

Para ulama sepakat bahwa satu wasaq adalah enam puluh sha’,

sehingga jika dijumlahkan lima wasaq adalah 300 sha’. Sedangkan satu

sha’ sendiri pada masa Rasulullah Saw, sama dengan 4 mud yaitu takaran

dua telapak penuh orang dewasa. Sehingga dapat dikatakan 1 sha’

tersebut sama dengan 2,176 kg. Dengan demikian nishab wajib zakat

hasil pertaniannya adalah 5 (wasaq) x 60 (sha’) x 2,176 (4 mud) = 652,8

atau jika dibulatkan sebesar 653kg.27


26
Ibn Quddâmah al-Muqaddasi dan Al-Mugniy, Asy-Syirâzi, Al-Muhażżab fi al-Fiqh al-Imâm asy-
Syâfi‘i (Kairo: Maktabah al-Qâhirah, 1968).
27
M. Arief Mufraini, Lc., M.Si., Akuntansi dan manajemen zakat : Mengomunikasikan kesadaran
dan membangun jaringan, ed. oleh Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. (Jakarta: Prenadamedia

13
Untuk Volume zakat pertanian dan perkebunan sendiri ditentukan

dari sistem pengairan yang diterapkan/digunakan, seperti sebagai

berikut:28

a. Apabila lahan yang irigasinya ditentukan dengan curah hujan,

sungai-sungai, mata air, atau lainnya (lahan tadah hujan) yang

diperoleh tanpa mengalami kesulitan, maka presentase zakatnya 10%

(1/10) dari hasil pertanian.

b. Adapun zakat yang irigasinya menggunakan alat yang beragam

(bendungan irigasi), maka presentase zakatnya adalah 5% (1/20),

karena kewajiban petani/tanggungan untuk biaya pengairan dapat

mempengaruhi tingkat nilai kekayaan dari aset yang berkembang

Dengan demikian, syariat Islam memberi batasan volume zakat

untuk hasil pertanian dan perkebunan berkisar 5% atau 10% menurut

cara pengairannya.

Di Indonesia sendiri, Kemenag RI mengeluarkan model

perhitungan zakat pertanian dengan mewajibkan zakat pada semua jenis

tanaman namun bukan keseluruhannya dimasukkan dalam kategori zakat

pertanian. Lebih mudahnya, model tersebut bisa dilihat dalam tabel

berikut:29

No Jenis Tanaman Nishab Kadar Keterangan

Group( Divisi Kencana), 2018).


28
Ibid.
29
Kementerian Agama RI, Buku Saku Menghitung Zakat (Kementrian Agama RI, 2014).

14
Zakat

1. Padi, Jagung, serta Jika menggunakan

jenis tanaman lain pengairan yang


5%
yang dianggap sebagai membutuhkan biaya dan

makanan pokok tenaga.

Jika menggunakan
653kg
pengairan yang berasal

10% dari hujan, atau tidak

membutuhkan biaya dan

tenaga.

2. Semua hasil bumi Dikategorikan dalam

seperti biji-bijian, zakat perdagangan

rempah-rempah, karena sengaja

umbi-umbian, buah- Setara diproduksi untuk

buahan, sayur- dengan diperdagangkan bukan

sayuran, tanaman hias, 85 2,5% tujuan untuk dimakan

rumput yang gram sebagai makanan pokok.

dibudidayakan dan emas

tanaman sebagainya

yang dapat

menghasilkan profit.

Dari model tersebut bisa disimpulkan Kementerian RI berusaha

mempersatukan perbedaan dari pendapat para Ulama tentang hasil

15
pertanian/perkebunan yang wajib dizakati. Hal ini bisa dilihat dari tabel

diatas, bahwasanya mereka mengambil pendapat Syafiiyah, Malikiyah,

dan Hanabilah untuk kewajiban zakat dari jenis tanaman makanan pokok.

Juga memperhatikan pendapat Hanafiyah untuk kewajiban zakat pada

semua jenis tanaman, namun dikategorikan dalam zakat perdagangan.

Dengan demikian tidak terjadi pengabaian dalam menentukan kewajiban

zakat.

2. Haul Zakat Pertanian dan Perkebunan

Haul bermaksud harta wajib zakat yang telah sampai nishab

ditunggu berjalan selama setahun baru ditunaikan zakatnya. 30 Dalam

zakat, haul merupakan syarat wajib zakat pada hewan, emas dan perak,

perdagangan dan uang. Konsep haul akan memastikan sebuah aset zakat

sudah berkembang menjadi lebih (produktif) pada akhir tahun.

Namun dalam zakat pertanian/perkebunan, hal ini tidak berlaku.

Karena produktifnya hasil pertanian adalah ketika selesai berlangsungnya

panen. Maka dari itu zakat pertanian dikeluarkan setiap kali selesai

panen, tanpa menunggu berjalan setahun seperti zakat harta lainnya. Ini

juga diperkuat berdasarkan firman Allah SWT pada Surah Al-An‘am

ayat 141. Ibn ‘Abbas berpendapat bahwasanya lafal “ ‫ ”َيْو َم َحَص اِد ٖۖه‬, dalam

ayat tersebut hanya diperuntukkan untuk zakat al-mafrudhah (zakat

wajib) pada saat dipetik hasilnya, serta ditakar atau ditimbang.31


30
Dewan Redaksi Wizârah al-Auqâf wa asy-Syuûn al-Islâmiyyah, Al-Mausûah al- Fiqhiyyah
(Kuwait: Dâr ash-Shafa’, 1995).
31
Abu al-Fidâ’ Ismâ’il Ibn Umar Ibn Katsîr al-Qursyi al-Bashri, Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm
(Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1419).

16
Maka dari itu Zakat dari hasil pertanian/perkebunan dibayarkan

ketika panen saja, meskipun masa panen itu terjadi beberapa kali dalam

setahun. Menurut mazhab Hanafi, harta jenis ini tidak wajib untuk

mencapai nisab, sedangkan menurut mayoritas ulama tidak ada

kewajiban membayar zakat pertanian kecuali setelah panen.32

32
M. Ali Hasan, Zakat dan infak : Salah satu solusi mengatasi problema sosial di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2008).

17
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Zakat pertanian merupakan suatu zakat yang dikeluarkan dari hasil

pertanian yang diusahakan oleh petani, dari hasil menggarap ladang ataupun

kebun mereka. Sedangkan zakat perkebunan merupakan zakat yang berasal

dari hasil penanaman tanaman, yang mana membutuhkan penelitian dan

eksperimen terlebih dahulu.

Landasan hukum zakat pertanian dan perkebunan berasal dari Q.S al-
Baqarah ayat 267, yang memerintahkan untuk berinfaq/zakat dari apa yang
dikeluarkan di bumi. Dan dari Q.S al-An’am ayat 141, yang memerintahkan
kita yang mengharuskan kita menyerahkan zakat, ketika tanaman-tanaman kita
telah berbuah. Adapun dari hadits riwayat Bukhari, memberitahukan kita
bahwa nabi menyuruh agar berzakat 10% bila pertanian kita mendapat air dari
hujan, dan 5% bila pertanian kita airnya dapat dari pembelian. Dan ada juga
hadits riwayat dari Hakim, yang memberitahukan kita bahwa nabi menyuruh
bila berzakat pertanian dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus),
sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib (kismis).

Madzahibul arba’ah memiliki pendapat yang berbeda-beda, hal ini


disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda juga yaitu apakah kewajiban
zakat tersebut karena wujud benda atau karena ciri khas nilai gunanya. Ulama
yang memandang zakat tersebut diwajibkan berdasarkan wajib bendanya,
berpendapat bahwa yang wajib dizakati hanyalah tanaman tertentu yang
disebut dalam nash Al-Qur’an dan hadits. Sedangkan ulama yang memandang
zakat tersebut diwajibkan berdasarkan nilai gunanya berpendapat bahwa bukan
tanaman yang disebut dalam nash itu saja yang wajib dizakati, namun segala
tanaman yang menjadi tanaman pokok.

18
Untuk nishab dari zakat pertanian dan perkebunan adalah volume zakat
untuk hasil pertanian dan perkebunan berkisar antara 5% sampai 10% menurut
cara pengairannya yang dilakukan untuk tanaman. Sedangkan untuk haul zakat
pertanian dan perkebunan tidak berlaku. Karena produktifnya hasil pertanian
adalah ketika selesai berlangsungnya panen. Sehingga zakat pertanian
dikeluarkan setiap kali selesai panen, tanpa menunggu berjalan setahun seperti
zakat harta lainnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

A. Mudjab Mahali. Asbabun Nuzul :studi pendalaman Al-qur’an. Jakarta:


Rajawali Press, 1989.
Abu al-Fidâ’ Ismâ’il Ibn Umar Ibn Katsîr al-Qursyi al-Bashri. Tafsîr al-Qurân
al-‘Azhîm. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1419.
Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1998.
Alwi, Muhammad. “FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KURANGNYA
MASYARAKAT MENGELUARKAN ZAKAT PERTANIAN (Studi
Kasus Desa Lampoko Kec. Campalagian ).” J-Alif Vol. 2, No. 2 (2017).
https://dx.doi.org/10.35329/jalif.v2i2.439.
Al-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh Islamiy Wa Adillatuh. Jakarta: Gema Insani Press,
2011.
BAZNAS. “Badan Amil Zakat Nasional,” t.t. https://baznas.go.id/zakat.
Deddy Wahyudin Purba, Danner Sagala, Rizki Nisfi Ramdhini, dan Dkk.
Pengantar Ilmu Pertanian. Medan: Yayasan Kita Menulis, 2020.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV Alwaah,
1993.
Dewan Redaksi Wizârah al-Auqâf wa asy-Syuûn al-Islâmiyyah. Al-Mausûah al-
Fiqhiyyah. Kuwait: Dâr ash-Shafa’, 1995.
Hafidudin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani
Press, 2002.
Hasan, M. Ali. Zakat dan infak : Salah satu solusi mengatasi problema sosial di
Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008.
Ibn Quddāmah al-Muqaddasi. Al-Mugniy. Kairo: Maktabah al-Qāhirah, 1968.
Ibn Quddâmah al-Muqaddasi, dan Al-Mugniy. Asy-Syirâzi, Al-Muhażżab fi al-
Fiqh al-Imâm asy-Syâfi‘i. Kairo: Maktabah al-Qâhirah, 1968.
Imam Ghozali said dan Ahmad Zainudin. Analisa Fiqh Para Mustahid Terj dari
Bidiyatul Mustahid Wa Nihayatul Mustahid (Al-Fiqh Abul Walid
Muhammad). Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Kaff, Sayyid Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-. Fiqih Sistematis (Terjemah
Kitab al-Taqrirat al-Sadidah Fi al-Masail al-Mufidah). Diterjemahkan
oleh M. Hamim Hr. Kediri: ZAMZAM, 2018.
Kementerian Agama RI. Buku Saku Menghitung Zakat. Kementrian Agama RI,
2014.
M. Arief Mufraini, Lc., M.Si. Akuntansi dan manajemen zakat :
Mengomunikasikan kesadaran dan membangun jaringan. Disunting oleh

20
Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. Jakarta: Prenadamedia Group( Divisi
Kencana), 2018.
M.Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Tangerang: Lentera Hati, 2017.
Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Peraturan Pemerintah RI. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (Bab
1 Pasal 1 Ayat 1), Nomor 18 Perkebunan § (2004).
Petani Digital. “Perbedaan Pertanian dan Perkebunan,” t.t.
https://petanidigital.id/apa-perbedaan-pertanian-dan-perkebunan/#:~:text=
Pertanian%20sendiri%20lebih%20mengacu%20pada,atau%20metode%2C
%20dan%20eksperimen%20ilmiah.
Rahim, Abd., Muhammad Siri Dangnga, dan Abdullah B. “TINGKAT
KESADARAN PETANI TERHADAP PEMBAYARAN ZAKAT
PERTANIAN DI DESA LUNJEN KABUPATEN ENREKANG.” Ar-
Ribh: Jurnal Ekonomi Islam Vol. 4 (2021).
Sabiq, Muhammad Sayyid. Fiqih Sunnah (Kitab Ibadah Sepanjang Masa).
Bandung: Fathan Media Prima, 1986.
Shiddiegy, Teungku Muhammad Hasbi Asn. Pedoman Zakat. Semarang: Pustaka
Rizky Putra, 2000.
Syauqi Ismail Syahhatih. Penerapan Zakat dalam Dunia Modern. Jakarta:
Pustaka Dian dan Antar Kota, 1987.
Tito, Irgan. “Petani Berkah, Belajar Cara Berzakat dengan Hasil Pertanian yang
Lebih Baik.” Kumparan.com, t.t. https://kumparan.com/irgan-tito/petani-
berkah-belajar-cara-berzakat-dengan-hasil-pertanian-yang-lebih-baik-
1zoZKsJTf77/full.
Tuasikal, Muhammad Abduh. “Panduan Zakat (8): Zakat Hasil Pertanian.”
Muslim.or.id, t.t. https://muslim.or.id/9442-panduan-zakat-8-zakat-hasil-
pertanian.html.
Wahbah az-Zuhaili. Tafsir al-Munir: aqidah, syariah, manhaj. Diterjemahkan
oleh Abdul Hayyie al-Kattani. Depok: Gema Insani, 2013.

21

Anda mungkin juga menyukai